68213782-LAPORAN-PRAKTIKUM
description
Transcript of 68213782-LAPORAN-PRAKTIKUM
LAPORAN PRAKTIKUM
GEOLOGI FOTO
ACARA: FOTOGRAMETRI
Disusun oleh:
Rizki Ramadhan
L2L 008 054
LABORATORIUM GEOMORFOLOGI DAN
GEOLOGI FOTO
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
JUNI 2009
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktikum Geologi Foto ”Acara: Fotogrametri ini telah
disahkan pada:
Hari : Senin
Tanggal : 22 Juni 2009
Pukul :
Sebagai tugas laporan praktikum mata kuliah Geomorfologi dan
Geologi Foto.
Semarang, 22 Juni 2009
Asisten Acara, Praktikan,
Dwandari Ralanarko Rizki Ramadhan L2L 006 012 L2L 008 054
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang
Penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang
terus berkembang yang sangat membantu dari kinerja seorang
geologist. Penginderaan jauh bagi seorang geologist merupakan
suatu metode yang sangat dibutuhkan ketika akan melakukan
survey lapangan. Melalui konsep kerjanya yang terus
dikembangkan menuju kearah yang lebih detail, pengindraan jauh
ini semakin berguna dalam berbagai hal. Sebagai contoh adalah
foto udara yang dapat digunakan untuk melengkapi perencanaan,
studi kelayakan, observasi, dan evaluasi pembangunan. Namun
teknologi ini hanya bersifat membantu saja, pekerjaan lapangan
harus tetap dilakukan.
Fotogrametri, yang merupakan salah satu aplikasi
penggunaan penginderaan jauh pada kenampakan di foto udara,
dapat memberikan gambaran umum tentang pengukuran suatu
objek di suatu daerah, karena salah satu karakteristik fotogrametri
adalah pengukuran terhadap objek yang dilakukan tanpa perlu
berhubungan ataupun bersentuhan secara langsung dengannya.
Sehingga, diperlukan pemahaman terhadap metode – metode
pengukuran maupun perhitungan yang akan dilakukan pada
fotogrametri.
I.2. Maksud dan Tujuan
I.1.1. Maksud
Memahami fotogrametri.
Melakukan perhitungan luas daerah pada foto udara
dengan tiga metode berbeda.
Melakukan pengukuran dan perhitungan paralaks secara
stereoskopik.
Menentukan photo base, skala foto, tinggi terbang dan
jarak horizontal pada foto udara.
Melakukan perhitungan beda tinggi pada foto udara.
I.1.2. Tujuan
Mampu memahami dan menjelaskan fotogrametri.
Mampu menghitung luas daerah pada foto udara dengan
tiga metode berbeda dan mampu membedakan ketiga
metode tersebut.
Mampu menentukan photo base, skala foto, tinggi terbang
dan jarak horizontal pada foto udara.
Mampu menghitung beda tinggi dengan beberapa metode
dan mampu membedakan metode tersebut.
Mampu mengukur dan menghitung paralaks secara
stereoskopik.
I.3. Ruang Lingkup
I.3.1. Spasial
Ruang lingkup substansialnya adalah mampu untuk
memahami dan menganalisis fotogrametri dalam
penginderaan jauh agar diperoleh data yang cermat, yang
mencakup perhitungan paralaks, base photo, skala foto,
tinggi terbang, beda tinggi, jarak horizontal maupun luas
daerah pada foto udara.
I.3.2. Substansial
Ruang lingkup spasialnya adalah memahami
fotogrametri pada foto udara dalam penginderaan jauh untuk
dianalis sehingga dapat diketahui informasi yang tercakup di
dalam foto udara di daerah tersebut.
(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?cat=4)
(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?cat=4)
(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?cat=4)
BAB II
DASAR TEORI
Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan
dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang
suatu obyek fisik dan keadaan disekitarnya melalui proses perekaman,
pengamatan/ pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman
gambar gelombang elektromagnetik. Fotogrametri diperlukan karena :
Untuk menentukan letak relatif objek atau fenomena dan untuk
menentukan ukuran lainnya.
Untuk menggambarkannya pada peta.
Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap
objek yang dilakukan tanpa berhubungan perlu berhubungan ataupun
bersentuhan secara langsung dengannya. Pengukuran terhadap objek
tersebut dilakukan melalui data yang diperoleh pada sistem sensor yang
digunakan.
Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat
teknik ini digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari
posisi kamera berada dekat dengan objek. Fotogrametri rentang dekat
adalah teknik pengukuran 3D tanpa kontak langsung dengan
objek, menggunakan kamera untuk mendapatkan geometri
sebuah objek.
Dalam fotogrametri syarat fundamental yang banyak digunakan
adalah syarat kesegarisan berkas sinar (collinearity condition) yaitu suatu
kondisi dimana titik pusat proyeksi, titik foto dan titik obyek di tanah
terletak pada satu garis dalam ruang. Kondisi ini dinamakan kondisi
kolinearitas.
Gambar 2.1 Pengukuran Luas dengan Metode Strip
Pada acara praktikum kali ini, kita akan mencari data melalui
pengukuran dari unsur – unsur fotogrametri. Pengukuran yang dilakukan
antara lain :
1. Pengukuran Luas
Dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu alat sederhana, alat
mekanik dan alat elektronik. Dalam hal ini yang digunakan adalah alat
sederhana karena penggunaannya paling cepat. Berdasarkan metode
yang digunakan alat sederhana dibedakan atas :
a. Metode strip; yang digunakan berupa lembaran tembus cahaya
yang padanya ditarik garis-garis sejajar dan berinterval sama
besar. Lembaran tembus cahaya ini ditumpangkan pada objek
yang diukur luasnya. Kemudian ditarik garis-garis tegak lurus pada
batas objek sedemikian hingga bagian yang dihilangkan sama
dengan bagian yang yang ditambahkan. Sisi atas segi empat
panjang atau sisi atas strip itu dijumlahkan dan dikalikan dengan
intervalnya sehingga diperoleh luas objek pada foto.
Dari gambar di atas, luas objek diukur dengan menjumlahkan luas
masing-masing segi empat panjang (Luas ABB’A’ + CDD’C’ +
EFF’E’), dimana AA’, BB’, CC’, DD’, EE’ dan FF’ merupakan
interval strip.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
b. Metode bujursangkar; dilakukan dengan kertas milimeter. Kertas
milimeter ini ditumpangkan di atas objek yang diukur luasnya.
Dalam mengukur luas pada objek pada citra dihitung berapa bujur
Gambar 2.2 Menghitung Luas dengan Metode Bukur Sangkar
sangkar 1cm x 1cm yang jatuh dalam batas objek yang diukur
luasnya. Dari gambar 2.2, luas objek dapat diukur dengan
menjumlahkan bujursangkar yang memuat luas lebih dari setengah
bujursangkar. Jika bujursangkar berjumlah 12 buah dengan skala
pada foto adalah 1 : 50.000 (maka 1 cm = 500 m), maka 1
bujursangkar sama dengan 250.000 m2. dengan demikian luas
objek tersebut adalah 12 x 250.000 m2 sama dengan 3.000.000 m2.
c. Metode jaringan titik; alat ukurnya berupa lembaran tembus cahaya
yang diberi jaringan titik yang masing-masing berjarak sama. Titik
itu serupa dengan titik yang dibuat pada tengah-tengah
bujursangkar yang kemudian bujursangkarnya dihapus. Dalam
metode ini kita tinggal menghitung berapa titik yang masuk dalam
batas objek yang diukur luasnya. Tiap titik dianggap mewakili satu
bujursangkar, sehingga tiap titik dikalikan dengan luas bujursangkar
untuk mendapatkan luas objeknya.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
Gambar 2.3. Pengukuran Luas Metode Jaringan Titik
2. Skala Foto Udara Vertikal
Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto
udara dengan jarak sebenarnya di lapanagan. Skala foto diperlukan
untuk menentukan ukuran objek maupun untuk mengenalinya. Ada
beberapa cara untuk menentukan skala foto udara vertikal, yaitu :
Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang. Persamaannya
yaitu :
S = f / H
dengan S = skala, f = fokus dan H = tinggi terbang.
Membandingkan jarak foto terhadap jarak lapangan, dilakukan bila
membawa foto udara ke lapangan atau kalau tahu jarak sesungguhnya
objek di lapangan dari objek yang tergambar pada foto. Persamaan
yang digunakan yaitu :
S = df / dl
dengan S = skala, df = jarak pada foto, dan dl = jarak di lapangan.
Membandingkan jarak pada foto terhadap jarak pada peta yang telah
diketahui jaraknya. Persamaan yang digunakan yaitu :
dp / pf = df / pp
dengan dp = jarak di peta, df = jarak pada foto, pf = skala foto dan pp =
skala pada peta.
3. Basis Foto (Photo Base)
Merupakan jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini
menyebabkan kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu
dengan foto berikutnya. Jarak pergeseran pada lembar foto ini disebut
photo base atau basis foto. Besarnya basis foto pada sepasang foto
udara adalah rata-rata dari hasil pengukuran dua basis foto tersebut,
persamaannya yaitu :
B = b1 + b2
2
dengan B = basis foto, b1 = basis foto 1 dan b2 = basis foto 2.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
4. Paralaks
Merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang
bertampalan yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera.
Paralaks ini disebut juga dengan paralaks absolut atau paralaks total.
Lebih jauh dikemukakan bahwa paralaks absolut suatu titik adalah
perbedaan aljabar yang diukur sepanjang sumbu x, berpangkal dari
sumbu y ke arah titik bersangkutan yang tergambar pada tampalan
foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa masing-masing foto
udara itu benar-benar vertikal dan dengan tinggi terbang yang sama.
Pada gambar 2.4, titik A dan B terletak di atas bidang rujukan dan titik
P terletak pada titik utama. Nilai paralaks absolutnya merupakan
jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu jumlah absolutnya
(tanpa tanda negatifnya).
Gambar 2.4. Paralaks Titik A, B, dan U
Pengukuran paralaks dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Pengukuran paralaks secara stereoskopik; dilakukan dengan
menggunkan batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar)
terdiri dari dua keping kaca yang diberi tanda padanya. Tanda ini
disebut tanda apung (floating mark). Masing-masing keping kaca
dipasang pada batang yang dapat diatur panjangnya yang diatur
dengan memutar sekrup mikrometer. Pengukuran dilakukan
setelah foto disetel di bawah pengamatan stereoskopik. Tanda
apung kiri diletakkan pada titik yang akan diukur paralaksnya di foto
kiri, dan tanda apung kanan diletakkan pada titik yang akan diukur
paralaksnya pada foto kanan, dimana peletakan dilakukan dengan
melihat dari stereoskop. Kemudian dilakukan pembacaan pada
sekrup mikrometer yang dibaca dalam milimeter (mm).
b. Pengukuran paralaks secara monoskopik; atau disebut juga cara
manual, dilakukan tanpa menggunakan batang paralaks, melainkan
hanya dengan menggunakan penggaris biasa. Dari gambar 2.5,
maka paralaks titik A dan titik B dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
PA = XA1 – (-XA2) = XA1 + XA2 PB = XB1 – XB2
Gambar 2.5. Pengukuran Paralaks dengan Cara Monoskopik
5. Beda Tinggi
Beda tinggi antara dua titik yang tergambar pada tampalan foto dapat
diukur berdasarkan beda paralaksnya.paralaks suatu titik dapat diukur
dan dinyatakan dengan persamaan :
h = H p
b
dengan h = beda tinggi, H = tinggi terbang, p = beda paralaks dan b =
base foto. Jika beda tinggi, beda paralaks dan base foto diketahui
maka tinggi terbang dapat ditentukan dengan persamaan di atas.
Dari persamaan di atas dapat divariasikan dan menghasilkan
beberapa persamaan, yaitu :
a. ∆h = H. ∆P
PB + ∆P
dengan ∆h = beda tinggi, HB = tinggi terbang pesawat dari titik B, PB =
paralaks titik B, PA = paralaks titik A, ∆P = selisih paralaks A dan B, H =
tinggi terbang pesawat dari bidang dasar, b = jarak dasar foto (photo
base), B = jarak dasar udara (air base) dan f = jarak fokus lensa
kamera. Hasil pengukuran beda tinggi akan teliti apabila foto udara
yang digunakan berskala 1 : 10.000 atau lebih besar.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
6. Pengukuran Jarak Horizontal
Jarak pada foto udara tidak mencerminkan jarak sesungguhnya di
lapangan, karena ada pergeseran. Untuk menentukan jarak horizontal
yang sesungguhnya digunakan cara grafis, karena kalau dengan
mengukur relief-displacement satu per satu akan membutuhkan waktu
lama. Prosedur pengukurannya yaitu :
a. Tentukan pusat masing-masing foto yang berpasangan.
b. Letakkan miuka pada masing-masing foto udara.
c. Titik pusat foto (n1 dan n2) dan titik pusat foto konjugasi (n1’ dan n2’)
diplot pada mika.
d. Tarik garis dari n1 ke A1 dan ke B1, juga garis n2A2 dan n2B2 pada
mika.
e. Masing-masing mika diambil dan dipasang berimpitan hingga n1
berimpit denagn n1’ dan n2 berimpit dengan n2’.
f. Titik potong antara n1A1 dan n2A2 serta n1B1 dan n2B2 dihubungkan.
Garis penghubung itu adalah jarak AB yang sudah terkoreksi.
Sehingga jarak di lapangan dihitung dengan persamaan = dAB x
H/f, dengan dAB = jarak AB pada foto yang sudah terkoreksi, H =
tinggi terbang pesawat dari bidang dasar dan f = jarak fokus lensa
kamera.
Gambar 2.6. Pengukuran Jarak Horizontal Secara Grafis
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Stereoskop
Paralax bar
Foto udara dengan no. foto 40304 - 40305
2.Bahan
Plastik Mika Transparan
Drawing pen Permanent Marker
Selotip
Penggaris
Alat tulis, seperti pulpen dan kertas.
3.2. CARA KERJA
a. Letakkan foto udara saling bersebelahan di bawah stereoskop
b. Letakkan jari telunjuk kiri dan kanan pada detail yang sama
masing – masing di foto kiri dan di foto kanan.
c. Sambil mengamati melalui stereoskop, gerakkan perlahan –
lahan foto yang akan kita amati tersebut sedemikian hingga
kedua telunjuk tadi berimpit, setelah itu angkat kedua telunjuk.
d. Atur gerakan rotasi dan translasi pada kedua foto udara
tersebut hingga mendapatkan pandangan 3 dimensi yang jelas.
e. Jika sudah didapatkan pandangan stereoskopik dengan jelas,
lekatkan foto dengan selotip foto hingga tidak bergeser – gesre
lagi.
f. Letakan plastic transparan diatas foto udara yang akan diamati.
Perhatikan nomor jalur terbang kedua foto harus sama.
g. Dengan spidol tariklah garis secara vertical dan horisontal yang
menghubungkan dua foto udara (batas / bingkai foto )
h. Amati foto udara dengan stereoskop
i. Menginterpretasi fotogrametri pada foto udara, yaitu nilai
paralaks, nilai base foto, tinggi terbang, skala foto, beda tinggi,
jarak horizontal, luas daerah.
3.3. DIAGRAM ALIR
Menentukan PP dan CPP
Menentukan tinggi terbang
Mengukur jarak horizontal
Menentukan nilai paralaks
Metode lembar per lembar Metode orientasi stereoskop Metode stereoskopis dan paralaks
Mengukur base foto
Menentukan skala foto
Mengukur luas daerah pada foto udara dengan :
Metode jaringan bujursangkar Metode jaringan titik Metode strip
Pengamatan foto udara dengan stereoskop
MULAI
Pengolahan data dan penyusunan laporan
SELESAI
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
Pada praktikum kali ini, kelompok kami telah melakukan pengamatan
dan perhitungan fotogrametri pada foto udara dengan nomor NA 47.2
0020.0021. Hasil perhitungan yang telah didapatkan antara lain sebagai
berikut:
A1 = 6,7 cm
A2 = 6,7 cm
B1 = 7,2 cm
B2 = 7,1 cm
K = 26,8 cm
d = 37,5 cm
D = 35,4 cm
ra = 6,7 cm
rb = 7,2 cm
ka = 26,8 cm
kb = 26,3 cm
Perhitungan paralaks
Pengukuran lembar per lembar
PA = A1 – A2 = 6,7 – 6,7 = 0 cm
PB = B1 – B2 = 7,2 – 7,1 = 0,1 cm
Pengukuran dalam
D = 35,4 cm
da = 37,5 cm
db = 41,2 cm
jadi,
PA = D – da = 35,4 – 37,5 = 2,1 cm
PB = D – db = 35,4 – 41,2 = 4,2 cm
Kombinasi cara stereoskopis & paralaks bar
PA = D – ka – ra = 35,4 – 26,8 – 6,7 = 1,9 cm
PB = D – kb – rb = 35,4 – 26,3 – 7,2 = 1,9 cm
Base foto
b1 = PP1 ke CPP2 = 4,3 cm
b2 = PP2 ke CPP1 = 3,7 cm
B = b1 + b2 = 4,3 + 3,7 = 4 cm 2 2
Pengukuran tinggi terbang
Ha = 38000 feet = 11585,366 m
Bidang dasar = 225
Tinggi terbang = H
H = Ha – bidang dasar
H = 11585,366 – 225 = 11360,366 m = 1136036,6 cm
Skala foto
F = jarak fokus lensa = 153 cm
S = F / H = 153 / 11360,366 = 0,0134679
Beda tinggi
∆h = H. ∆P = 11360,366 x 2,1 = 3786,7887 m PB + ∆P 4,2 + 2,1
Luas
Metode kotak
Skala = 1 : 74250,75
1 cm2 = 5513173876 m2
= 41
Luas = n x L1□ = 41 x 551317,39 = 22604012,99 m2
Metode titik
Skala = 1 : 74250,75
1 cm2 = 5513173876 m2
Titik = 44 , = 4
Luas = n/ x L1□ = 44/4 x 74250,75 = 816758,25 m2
Metode strip
Luas I = L1 + L2 + L3 + L4 +…. + Ln
= 3 + 6 + 6 + 6 + 6 + 5 + 5 + 3
= 43 cm
Luas II = 3 cm
Luas total = 46 x 551317,39 = 25360599,94 m2
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan pengamatan dan
perhitungan terhadap suatu foto udara dengan menggunakan alat
stereoskop. Foto udara yang diamati adalah foto udara dengan nomor NA
47.2 0020.0021. Pengamatan dengan menggunakan stereoskop
dilakukan untuk mendapatkan data-data perhitungan pada foto udara
dimana dalam hal ini yang dilakukan perhitungan adalah paralaks, base
foto, skala foto, tinggi terbang, beda tinggi.
V.1. Paralaks
Dalam menghitung nilai paralaks dari suatu titik pada foto
udara, terlebih dahulu kita tentukan titik PP dan CPP pada foto
udara. Untuk mendapatkan titik PP, buat garis vertikal dan garis
horizontal pada bagian tengah foto udara. Titik potong antara garis
vertikal dan horizontal pada bagian tengah foto udara itulah yang
disebut PP. Setelah itu tentukan CPP1 dengan melihat PP1 pada foto
udara bernomor 0020 melalui stereoskop. Begitu juga dengan
penentuan CPP2 dengan melihat PP2 pada foto udara bernomor
0021 melalui stereoskop. Lalu tentukan dua titik objek untuk
pengukuran paralaks yaitu A dan B, dimana A1 dan B1 berada pada
foto udara dengan nomor 0020 dan A2 dan B2 berada pada foto
udara dengan nomor 0021. Setelah mendapatkan titik – titik PP1,
PP2, CPP1, CPP2, A1, A2, B1, dan B2, dapat dilakukan pengukuran
nilai paralaks. Nilai paralaks dihitung dengan tiga cara yaitu :
1. Pengukuran lembar per lembar
Titik A1, A2, B1 dan B2 diukur menggunakan penggaris dari
garis vertikal (sumbu Y) dan sejajar garis horizontal (sumbu X)
pada masing-masing foto udara tanpa melalui stereoskop. Dari
pengukuran tersebut didapat nilai A1 = 6,7 cm , A2 = 6,7 cm, B1 =
7,2 cm dan B2 = 7,1 cm. Berdasarkan data dari hasil pengukuran
titik – titik tersebut, maka dapat dilakukan perhitungan paralaks
sebagai berikut :
PA = A1 – A2 = 6,7 – 6,7 = 0 cm
PB = B1 – B2 = 7,2 – 7,1 = 0,1 cm
Tanda negatif atau positif dalam pengukuran mengikuti
sumbu koordinat, jadi jika titik berada di sebelah kiri sumbu Y
maka titik bernilai negatif. Dari perhitungan di atas maka paralaks
titik A sebesar 0 cm dan paralaks titik B sebesar 0,1 cm.
2. Pengukuran dengan orientasi stereoskop
Pada metode ini pengukuran dilakukan dengan
menggunakan parallax bar. Penempelan tanda apung pada titik
objek pada foto udara dilakukan tanpa melihat stereoskop. Nilai dA
dapat diukur ketika tanda apung sebelah kiri tepat pada titik A1
dan tanda apung sebelah kanan tepat pada titik A2. dA adalah
jarak antara tanda apung kanan dan tanda apung kiri. Nilai dA
diukur dengan penggaris sebesar 37,5 cm. Begitu pula untuk titik
B, setelah titik B1 dan B2 ditempelkan tepat dengan titik apung
maka jarak antara titik apungnya atau dB dapat diukur sebesar
41,2 cm. Besar nilai D, yaitu jarak antara PP1 dengan PP2, diukur
menggunakan penggaris sebesar 35,4 cm. Setelah data-data
tersebut kita dapatkan, maka dilakukan perhitungan paralaks
masing-masing titik yaitu :
PA = D – da = 35,4 – 37,5 = 2,1 cm
PB = D – db = 35,4 – 41,2 = 4,2 cm
Tanda negatif atau positif dalam pengukuran mengikuti
sumbu koordinat, jadi jika titik berada di sebelah kiri sumbu Y
maka titik bernilai negatif. Dari perhitungan di atas maka
didapatkan paralaks titik A sebesar 2,1 cm dan paralaks titik B
sebesar 4,2 cm.
3. Pengukuran secara stereoskopis dan batang paralaks
Metode ini menggunakan stereoskop untuk pandangan 3
dimensi pada foto udara serta pengukuran dengan menggunakan
parallax bar. Pertama-tama pastikan tanda apung kanan
menempel pada titik A2 dan tanda apung kiri menempel pada titik
A1. Kemudian diatur sedemikian rupa sehingga pada pandangan
melalui stereoskop terlihat kedua tanda apung menyatu.
Kemudian diukur panjang rA yaitu jarak tanda apung kanan hingga
batas bawah sekrup mikrometer sebesar 6,7 cm.. Begitu pula
untuk titik B, setelah tanda apung ditempelkan pada titik lewat
stereoskop, diukur panjang rB yang nilainya sebesar 7,2 cm.
Setelah didapat data-data tersebut, kemudian dilakukan
perhitungan paralaks masing-masing titik sebagai berikut :
PA = D – ka – ra = 35,4 – 26,8 – 6,7 = 1,9 cm
PB = D – kb – rb = 35,4 – 26,3 – 7,2 = 1,9 cm
Dari perhitungan tersebut maka nilai paralaks titik A
sebesar 1,9 cm dan paralaks titik B sebesar 1,9 cm.
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan menggunakan
3 metode di atas, terlihat bahwa hasil yang didapat tidak terlalu
berbeda. Selisih yang dihasilkan hanya berkisar sedikit, hanya
berselisih sekitar 1 cm. Namun, metode yang sekiranya lebih
akurat dalam perhitungannya adalah dengan pengukuran secara
stereoskopis dan batang paralaks. Hal ini terkait dengan
pemasangan tanda apung pada setiap objek secara lebih detail,
dan juga menggunakan bantuan berupa parallax bar untuk
menghitung panjang dari data yang telah didapatkan.
V.2. Base foto
Dalam melakukan perhitungan base foto, terlebih dahulu kita
ukur jarak antara PP1 dan CPP2 dengan penggaris yang disebut
sebagai b1 sebesar 4,3 cm, kemudian mengukur jarak antara PP2
dengan CPP1 dengan penggaris yang disebut b2 sebesar 3,7 cm.
Dari data yang didapat maka dapat dilakukan perhitungan base foto
sebagai berikut :
B = b1 + b2 = 4,3 + 3,7 = 4 cm2 2
Dari perhitungan diketahui bahwa base foto atau jarak antara
pemotretan foto udara yaitu 4 cm pada foto udara.
V.3. Tinggi terbang
Pada perhitungan skala foto, data–data yang diperlukan
untuk menghitung tinggi terbang adalah Ha, yang besarnya 38000
feet, dan bidang dasar sebesar 225 m. Besar Ha sebelumnya diubah
dahulu menjadi meter. Karena 1 meter = 3,28 feet, maka nilai Ha =
38000 feet / 3,28 = 11585,366 m. Kemudian dari data–data tersebut
dapat dilakukan perhitungan tinggi terbang sebagai berikut :
H = Ha – bidang dasar
= 11585,366 – 225 = 11360,366 m = 1136036,6 cm
V.4. Skala foto
Pada perhitungan skala foto, data-data yang diperlukan telah
diketahui yaitu f untuk fokus kamera sebesar 153 mm atau 15,3 cm
dan H untuk tinggi terbang dengan nilai sebesar 1136036,6 cm. Dari
data-data tersebut maka dapat dilakukan perhitungan skala foto
sebagai berikut :
S = f / h
= 15,3 : 1136036,6
= 1 : 74250,75
Sehingga diketahui bahwa skala foto = 1 : 74250,75 yang
artinya 1 cm di foto udara mewakili 74250,75 cm di lapangan.
V.5. Beda tinggi
Pada perhitungan ini, data yang diperlukan adalah ∆P yaitu
selisih paralaks titik A dan paralaks titik B sebesar 2,1 cm. Setelah
diketahui ∆P maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:
∆h = H. ∆P = 1136036,6 x 2,1 = 378678,87 cm = 3786,78 m PB + ∆P 4,2 + 2,1
V.6. Luas daerah
Terdapat tiga metode perhitungan luas daerah pada foto udara
yaitu metode jaringan titik, metode bujursangkar dan metode jaringan
strip. Namun sebelum melakukan pengukuran dan perhitungan, kita
harus menentukan dan mendelineasi daerah yang ingin diukur
luasnya melalui stereoskop. Daerah yang didelineasi sebaiknya
memiliki relief yang datar, sehingga lebih mudah di dalam
perhitungan luasnya. Perhitungan untuk masing-masing metode
adalah sebagai berikut:
1. Metode bujursangkar
Pada metode ini, daerah yang telah didelineasi dan diplot
pada mika ditempelkan pada kertas milimeter blok dan kemudian
dibuat bujursangkar kecil-kecil pada wilayah daerah sesuai
dengan kotak-kotak yang ada pada kertas milimeter blok. Luas
satu kotak pada millimeter blok sebesar 1 cm2 . Karena skala foto
udara sama dengan 1 : 74250,75 cm, maka luas sebenarnya
daerah pada 1 bujursangkar sebesar (74250,75 cm)2 =
5513173876 cm2 atau 551317,39 m2 . Lalu jumlah bujursangkar
yang memuat wilayah lebih dari setengah dihitung, dimana
didapat banyaknya bujursangkar sebanyak 41 buah, sehingga
perhitungan luasnya yaitu
= 41 x 551317,39 = 22604012,99 m2
Sehingga luas dari daerah yang ada pada foto udara adalah
22604012,99 m2 di lapangan.
2. Metode jaringan titik
Pada metode ini, daerah yang telah didelineasi dan diplot
pada mika ditempelkan pada kertas milimeter blok dan kemudian
diberi titik - titik pada wilayah daerah sesuai dengan titik pada
kotak-kotak yang ada pada kertas milimeter. Titik-titik yang masuk
dalam daerah yang telah didelineasi dihitung, dimana titik-titik
yang masuk wilayah sebanyak 44 buah. Telah diketahui bahwa
skala foto udara 1 : 74250,75 sehingga tiap 1 cm2 sama dengan
(74250,75 cm)2 yaitu 551317,39 m2, dan 1 cm2 mencakup 4 titik.
Sehingga perhitungan luasnya dapat dicari sebagai berikut :
Luas = 44/4 x 74250,75 = 816758,25 m2
Sehingga luas daerah yang ada pada foto udara dengan
metode titik adalah 816758,25 m2 di lapangan.
3. Metode jaringan strip
Pada metode ini, daerah yang telah didelineasi dan diplot
pada mika ditempelkan pada kertas milimeter blok dan ditarik
garis-garis horizontal yang saling sejajar dengan jarak 1 cm.
Kemudian dibuat batas masing-masing garis-garis horizontal
tersebut dengan catatan setiap batas masih memuat wilayah lebih
dari setengah (gambar dapat dilihat pada lampiran). Setelah itu
masing-masing persegi panjang yang dibentuk dihitung luasnya.
Karena 1 cm2 sama dengan 551317,39 m2 di lapangan, maka luas
daerah pada foto udara dapat dihitung sebagai berikut :
Luas I = L1 + L2 + L3 + L4 +…. + Ln
= 3 + 6 + 6 + 6 + 6 + 5 + 5 + 3 + 3
= 43 cm
Luas II = 3 cm
Luas total = 46 x 551317,39 = 25360599,94 m2
Sehingga luas dari daerah yang ada pada foto udara
berdasarkan metode ini adalah 25360599,94 m2
BAB VI
KESIMPULAN
VI.1. Kesimpulan
Hasil perhitungan lembar per lembar adalah PA = 0 cm, PB = 0,1
cm.
Hasil perhitungan pengukuran dalam adalah PA = 2,1 cm, PB = 4,2
cm.
Hasil perhitungan kombinasi cara stereoskopis & paralaks bar
adalah PA = 1,9 cm, PB = 1,9 cm.
Hasil pengukuran base foto adalah B = 4 cm.
Hasil pengukuran tinggi terbang adalah H = 1136036,6 cm.
Hasil perhitungan pada skala foto adalah S = 0,0134679.
Hasil pengukuran beda tinggi adalah ∆h = 3786,7887 m.
Hasil pengukuran luas pada metode kotak adalah 22604012,99 m2
Hasil pengukuran luas pada metode titik adalah 816758,25 m2
Hasil pengukuran luas pada metode strip adalah 25360599,94 m2
VI.2. Saran
Praktikan diharapkan membaca buku panduan praktikum sebelum
praktikum dimulai.
Praktikan diharapkan lebih teliti dalam menghitung perhitungan di
dalam materi fotogrametri.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto. 2008. Buku Panduan Praktikum
Geomorfologi dan Geofoto. Undip : Semarang
URL: http://geodesy.gd.itb.ac.id/ [Online: 20 Juni 2009]
LAMPIRAN