PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU dan Penataan Ruang
66303137 Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Dan Pekerjaan Umum Kabupaten Pemalang
-
Upload
irmansyah-porosi -
Category
Documents
-
view
170 -
download
7
description
Transcript of 66303137 Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Dan Pekerjaan Umum Kabupaten Pemalang
i
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG SOSIAL DAN BIDANG PEKERJAAN UMUM
KABUPATEN PEMALANG
Oleh:
Tobirin, S.Sos., M.Si
Warsidi, SE, M.Si, Ak
Dr. Masrukin
TIM LPPM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2011
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah, SWT, Laporan Akhir
Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial dan Bidang
Pekerjaan Umum Kabupaten Pemalang telah kami selesaikan. Naskah ini
juga telah dilampiri oleh dua Rancangan Peraturan Bupati tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) untuk bidang sosial dan pekerjaan umum yang
merupakan output final dari kegiatan ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan
kepada pihak-pihak terkait atas dukungan, masukan, dan arahannya
selama pelaksanaan kegiatan ini. Secara khusus, kami sangat berterima
kasih kepada tim manajemen SCBD-P, jajaran pejabat BAPEDA
Kabupaten Pemalang, serta jajaran pejabat di dinas-dinas terkait, yang
telah menyediakan data dan informasi demi tercapainya maksud kegiatan
ini.
Kami menyadari bahwa hasil pekerjaan yang telah kami lakukan
masih mengandung banyak kekurangan. Sehubungan dengan hal
tersebut, partisipasi, saran, dan kritik dari pihak-pihak terkait sangat kami
harapkan.
Purwokerto, 29 Agustus 2011
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
dAFTAR tABEL .......................................................................................... v
Bab I pENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Permasalahan yang Dihadapi ......................................................... 2
1.3. Tujuan dan Sasaran ........................................................................ 3
1.4. Ruang Lingkup Kegiatan ................................................................. 3
1.5. Hasil yang Diharapkan .................................................................... 4
1.6. Jangka Waktu Pelaksanaan Kegiatan ............................................. 5
1.7. Sistematika Laporan ........................................................................ 5
Bab II kAJIAN DAN kERANGKA tEORETIS .............................................. 6
2.1. Kebijakan Standar Pelayanan Minimal ............................................ 6
2.2. Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial ...................................... 9
2.3. Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum .................. 12
Bab III Gambaran umum .......................................................................... 18
3.1. Aspek Geografis ............................................................................ 18
3.2. Pelayanan Urusan Wajib Bidang Sosial ........................................ 21
3.3. Pelayanan Urusan Wajib Bidang Pekerjaan Umum ...................... 24
Bab IV Pendekatan dan Metodologi ......................................................... 33
4.1. Pendekatan ................................................................................... 33
4.2. Metodologi ..................................................................................... 33
Bab V Proses Pelaksanaan Kegiatan ...................................................... 37
iv
5.1. Pengumpulan Data dan Informasi ................................................. 37
5.2. Analisis Data dan Informasi ........................................................... 39
5.3. Penulisan Laporan Hasil Kegiatan ................................................ 39
5.4. Kendala Pelaksanaan Kegiatan .................................................... 61
Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi ..................................................... 64
6.1. Kesimpulan .................................................................................... 64
6.2. Rekomendasi ................................................................................ 64
Daftar Pustaka ......................................................................................... 66
v
DAFTAR TABEL
Tabel II - 1 Jenis Pelayanan dan Target Pencapaian SPM Bidang Sosial ....... 10
Tabel II - 2 Jenis Pelayanan dan Target Pencapaian SPM Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang ............................................................................. 13
Tabel III - 1 Jenis dan Jumlah PMKS di Kabupaten Pemalang Tahun 2006-
2010 .................................................................................................................. 22
Tabel III - 2 Kelembagaan Sosial di Kabupaten Pemalang Tahun 2006-2010 . 23
Tabel III - 3 Panjang Jalan Kabupaten Berdasakan Kondisi Jalan Di Kabupaten
Pemalang Tahun 2007-2010 ............................................................................ 25
Tabel III - 4 Panjang Jalan Berdasarkan Kewenangan di Kabupaten Pemalang
Tahun 2006-2010 .............................................................................................. 27
Tabel V - 1 Indikator Kinerja Bidang Sosial Menurut RPJMD 2011 - 2016 ....... 40
Tabel V - 2 Ringkasan Hasil Pengumpulan Data SPM Bidang Sosial ............... 41
Tabel V - 3 Indikator Kinerja Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Menurut
RPJMD 2011 - 2016 .......................................................................................... 46
Tabel V - 4 Ringkasan Hasil Pengumpulan Data SPM Bidang Pekerjaan Umum
dan Tata Ruang ................................................................................................ 48
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan kebijakan
pemerintah yang digulirkan bersamaan dengan reformasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UU No.22 Tahun
1999). Kebijakan SPM mulai diperkenalkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (PP No.25 Tahun 2000).
Penjelasan pasal 3 ayat (2) PP No.25 Tahun 2000 tersebut menyatakan
bahwa pelaksanaan kewenangan wajib merupakan pelayanan
minimal...sesuai dengan standar yang ditentukan provinsi berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. PP No.25 Tahun 2000 tidak
secara eksplisit menyebutkan istilah standar pelayanan minimal (SPM),
tetapi secara implisit telah menjadi embrio kebijakan SPM.
Peraturan Pemerintah ini kemudian ditindaklanjuti dengan Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/757/OTDA/2002 mengenai
Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se-Indonesia.
Kebijakan SPM tersebut terus dipertahankan dan ditindaklanjuti meskipun
UU No.22 Tahun 1999 telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU No.32 Tahun 2004).
Manifestasi dari tetap dipertahankannya kebijakan SPM adalah adanya
ketentuan pasal 11 ayat (4) UU No.32 Tahun 2004 yang menyatakan
bahwa penyelenggaraan urusan yang bersifat wajib yang berpedoman
pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan
ditetapkan oleh Pemerintah. Tindak lanjut kebijakan SPM tersebut
2
diwujudkan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (PP
No.65 Tahun 2005) yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal (PP No.6 Tahun 2007).
Standar pelayanan minimal adalah kebijakan publik yang mengatur
mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sebagai
sebuah kebijakan yang belum lama diperkenalkan, SPM sudah
selayaknya didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai
mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, serta peraturan menteri
terkait. SPM sedang dalam `proses pencarian bentuk dan sosialisasi yang
membutuhkan waktu tidak sedikit, mengingat perlunya kesamaan
pemahaman antara perumus kebijakan dengan pelaksana kebijakan di
lapangan, terlebih lagi seringnya terjadi proses penyesuaian kebijakan
yang disebabkan oleh dinamika masyarakat yang menjadi obyek
kebijakan. Dengan kata lain, pelembagaan suatu kebijakan tidak terlepas
dari proses perkembangan dalam rangka beradaptasi dengan lokus
kebijakan.
1.2. Permasalahan yang Dihadapi
Secara umum permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten
Pemalang terkait implementasi kebijakan standar pelayanan minimal,
antara lain:
a. Belum semua urusan yang telah didelegasikan kepada daerah
memiliki SPM yang dikeluarkan oleh kementerian.
b. Belum samanya pemahaman tentang implementasi SPM.
c. Belum sinerginya upaya implementasi SPM.
d. Belum adanya pedoman operasional lanjutan pelaksanaan SPM.
3
1.3. Tujuan dan Sasaran
Kegiatan penyusunan SPM bidang sosial dan pekerjaan umum di
Kabupaten Pemalang ini dimaksudkan untuk:
a. Mensinergikan upaya pelaksanaan SPM di Kabupaten Pemalang,
khususnya dalam bidang sosial dan pekerjaan umum.
b. Menyamakan persepsi tentang perlunya pedoman operasional lanjutan
pelaksanaan SPM, khususnya dalam bidang sosial dan pekerjaan
umum di Kabupaten Pemalang.
c. Memetakan permasalahan dan solusi upaya pelaksanaan SPM bidang
sosial dan pekerjaan umum di Kabupaten Pemalang.
d. Menyusun pola, strategi dan tahapan dalam pelaksanaan SPM bidang
sosial dan pekerjaan umum di Kabupaten Pemalang.
e. Menyusun pedoman operasional lanjutan pelaksanaan SPM bidang
sosial dan pekerjaan umum di Kabupaten Pemalang.
Adapun sasaran kegiatan penyusunan SPM bidang sosial dan
pekerjaan umum di Kabupaten Pemalang ini adalah:
a. Terselenggaranya koordinasi dan sinergitas dalam upaya pelaksanaan
SPM di Kabupaten Pemalang, khususnya dalam bidang sosial dan
pekerjaan umum.
b. Teridentifikasinya permasalahan dan solusi dalam rangka pelaksanaan
SPM bidang sosial dan pekerjaan umum di Kabupaten Pemalang.
c. Tersusunnya pola, strategi dan tahapan dalam percepatan
pelaksanaan SPM bidang sosial dan pekerjaan umum di Kabupaten
Pemalang.
d. Tersusunnya pedoman operasional lanjutan pelaksanaan SPM bidang
sosial dan pekerjaan umum di Kabupaten Pemalang.
1.4. Ruang Lingkup Kegiatan
4
Ruang lingkup kegiatan penyusunan SPM bidang sosial dan
pekerjaan umum di Kabupaten Pemalang ini adalah:
a. Melakukan pemetaan permasalahan dan solusi dalam penyusunan
pedoman SPM bidang sosial dan pekerjaan umum di Kabupaten
Pemalang.
b. Menyusun kebijakan, program dan kegiatan yang meliputi: pola,
strategi percepatan, dan solusi yang dapat dilakukan guna pencapaian
target implementasi SPM bidang sosial dan pekerjaan umum di
Kabupaten Pemalang.
c. Menyusun pedoman pelaksanaan lanjutan SPM bidang sosial dan
pekerjaan umum di Kabupaten Pemalang.
1.5. Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari
a. SPM Kabupaten Pemalang untuk bidang pekerjaan umum dan
sosial disertai program dan kegiatan indikatif pencapaian target
SPM tersebut.
b. Rancangan Peraturan Bupati tentang Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Bidang Pekerjaan Umum dan Sosial.
5
1.6. Jangka Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan penyusunan SPM bidang sosial dan pekerjaan umum di
Kabupaten Pemalang ini telah dan akan dilaksanakan dalam kurun waktu
4 (empat) bulan.
1.7. Sistematika Laporan
Laporan Antara Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Bidang
Sosial dan Bidang Pekerjaan Umum Kabupaten Pemalang disusun
dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Bab II: Kajian dan Kerangka Teoretis
Bab III: Gambaran Umum
Bab IV: Pendekatan dan Metodologi
Bab V: Proses Pelaksanaan Kegiatan
Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi
6
BAB II
KAJIAN DAN KERANGKA TEORETIS
2.1. Kebijakan Standar Pelayanan Minimal
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), desentralisasi diselenggarakan
dengan pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah untuk
mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada
daerah antara lain dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan
dan peranserta masyarakat.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi
yang nyata dan bertanggungjawab, dengan pengertian bahwa
penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang, dan kewajiban sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah
dalam rangka memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan
yang hendak dicapai, pemerintah pusat melalui menteri terkait wajib
melakukan pembinaan dan pengawasan berupa pemberian pedoman,
standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian,
koordinasi, monitoring, dan evaluasi. Hal ini dimaksudkan agar kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap sejalan dengan tujuan
nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal. Sesuai dengan amanat Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14
ayat (3) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, SPM
diterapkan pada urusan wajib daerah terutama yang berkaitan dengan
pelayanan dasar, baik daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota.
Untuk urusan pemerintahan lainnya, daerah dapat mengembangkan dan
menerapkan standar/indikator kinerja.
Dalam penerapannya, SPM harus menjamin akses masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan dasar dari pemerintahan daerah sesuai
dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh pemerintah melalui
kementerian terkait. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun
penganggaran, pemerintahan daerah wajib memperhatikan prinsip-prinsip
SPM, yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau, dan
dapat dipertanggungjawabkan, serta mempunyai batas waktu pencapaian.
Di samping itu, perlu dipahami bahwa SPM berbeda dengan
standar teknis, karena standar teknis merupakan faktor pendukung
pencapaian SPM. Kebijakan SPM secara umum dimaksudkan untuk:
a. Terjaminnya hak masyarakat untuk menerima suatu pelayanan dasar
dari pemerintahan daerah dengan mutu tertentu.
b. Menjadi alat untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan
untuk menyediakan suatu pelayanan dasar, sehingga SPM dapat
menjadi dasar penentuan kebutuhan pembiayaan daerah.
c. Menjadi landasan dalam menentukan perimbangan keuangan
dan/atau bantuan lain yang lebih adil dan transparan.
d. Menjadi dasar dalam menentukan anggaran kinerja berbasis
manajemen kinerja. SPM dapat dijadikan dasar dalam alokasi
anggaran daerah dengan tujuan yang lebih terukur. SPM dapat
menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintahan daerah
terhadap masyarakat. Sebaliknya, masyarakat dapat mengukur
8
sejauhmana pemerintahan daerah dapat memenuhi kewajibannya
dalam menyediakan pelayanan publik.
e. Memperjelas tugas pokok pemerintahan daerah dan mendorong
terwujudnya checks and balances yang efektif.
f. Mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pemerintah pusat membina dan mengawasi penerapan SPM oleh
pemerintahan daerah. Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah
membina dan mengawasi penerapan SPM oleh pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang ada di wilayah kerjanya. Sementara itu, masyarakat
dapat melakukan pengawasan atas penerapan SPM oleh pemerintahan
daerah. Pembinaan dan pengawasan atas penerapan SPM oleh
pemerintahan daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Dasar hukum kebijakan SPM di antaranya adalah:
a. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(UU No.32 Tahun 2004) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (PP No.65 Tahun 2005).
c. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal (PP No.6
Tahun 2007).
Dalam bidang sosial, kebijakan SPM ditindaklanjuti dengan
Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 129/HUK/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Sosial Daerah Provinsi
dan Daerah Kabupaten/Kota, sedangkan dalam bidang pekerjaan umum,
9
kebijakan SPM ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
2.2. Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial
SPM Bidang Sosial adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu
pelayanan dasar bidang sosial yang merupakan urusan wajib daerah yang
berhak diperoleh setiap penyandang masalah kesejahteraan sosial secara
minimal. Peraturan Menteri SosialNomor 129/HUK/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota tertanggal 6 Nopember 2008 mendefinisikan penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS) sebagai perorangan, keluarga,
atau komunitas yang mengalami disfungsi secara fisik, psikologis,
ekonomi, sosial atau budaya sehingga tidak dapat melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar. Peraturan menteri tersebut lebih lanjut
menentukan 4 jenis pelayanan dasar bidang bidang sosial serta indikator
dan target SPM yang harus dicapai oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
pada tahun 2014 (lihatError! Reference source not found.)
10
Tabel II - 1
Jenis Pelayanan dan Target Pencapaian SPM Bidang Sosial
No.
JENIS PELAYANAN DASAR & SUB
KEGIATAN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BATAS WAKTU
PENCAPAIAN KETERANGAN INDIKATOR NILAI
1. Pelaksanaan program/kegiatan bidang
sosial
a. Pemberian bantuan sosial bagi PMKS skala Kabupaten/Kota.
1. Persentase (%) PMKS skala kab/kota yang memperoleh bantuan sosial untuk pemenuhan kebutuhan dasar
80% 2008-2015 Dinas/Instansi
sosial
b. Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan sosial skala Kabupaten/Kota
2. Persentase (%) PMKS skala kab/kota yang menerima program pemberdayaan sosial melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) atau kelompok sosial ekonomi sejenis lainnya
80% 2008-2015 Dinas/Instansi
sosial
2. Penyediaan sarana danprasarana
sosial
a. Penyediaan sarana prasarana panti sosial skala Kabupaten/Kota
3. Persentase (%) panti sosial skala kab/kota yang menyediakan sarana prasarana pelayanan kesejahteraan sosial
80% 2008-2015 Dinas/Instansi
sosial
b. Penyediaan sarana prasarana pelayanan luar panti skala Kabupaten/Kota
4. Persentase (%) wahana kesejahteraan sosia berbasis masyarakat (WKBSM) yang menyediakan sarana prasarana pelayanan kesejahteraan sosial
60% 2008-2015 Dinas/Instansi
sosial
3. Penanggulangan korban bencana
11
No.
JENIS PELAYANAN DASAR & SUB
KEGIATAN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BATAS WAKTU
PENCAPAIAN KETERANGAN INDIKATOR NILAI
a. Bantuan sosial bagi korban bencana skala Kabupaten/Kota
5. Persentase (%) korban bencanaskala kabupaten/kota yang menerima bantuan sosial selama masa tanggap darurat
80% 2008-2015 Dinas/Instansi
sosial
b. Evakuasi korban bencana skala Kabupaten/Kota
6. Persentase (%) korban bencana skala kabupaten/kota yang dievakuasi dengan menggunakan sarana prasarana tanggap darurat lengkap
80% 2008-2015 Dinas/Instansi
sosial
4. Pelaksanaan danpengembangan
jaminan sosial bagi penyandang cacat
fisik dan mental, serta lanjut usia tidak
potensial
—penyelenggaraan jaminan sosial
skala Kabupaten/Kota
7. Persentase (%) penyandang cacat fisik dan mental, serta lanjut usia tidak potensial yang telah menerima jaminan sosial
40% 2008-2015 Dinas/Instansi
sosial
12
2.3. Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum
SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar bidang pekerjaan
umum dan penataan ruang yangmerupakan urusan wajib daerah yang
berhak diperoleh setiap warga negara secaraminimal. Lampiran 1
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tertanggal 25
Oktober 2010 menentukan 8 jenis pelayanan dasar bidang bidang
pekerjaan umum dan penataan ruang dimaksud serta indikator dan target
SPM yang harus dicapai oleh Pemerintah Kabupaten/Kota pada tahun
2014 (lihat Error! Reference source not found.).
13
Tabel II - 2 Jenis Pelayanan dan Target Pencapaian SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
NO.
JENIS PELAYANAN DASAR
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BATAS WAKTU
PENCAPAIAN KETERANGAN INDIKATOR NILAI
1 2 3 4 5
I Sumber Daya Air Prioritas utama penyediaan Air untuk Kebutuhan Masyarakat
1. Tersedianya air baku untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari hari.
100% 2014 Berdasarkan atas target minimal
kebutuhan air bersih di tiap kabupaten/kota
2. Tersedianya air irigasi untuk pertanian rakyat pada sistem irigasi yang sudah ada.
70% 2014 Dinas yang membidangiPekerjaan
Umum
II Jalan Jaringan Aksesibilitas 3. Tersedianya jalan yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan dalam wilayah kabupaten/kota.
100% 2014 Dilaksanakan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota
Mobilitas 4. Tersedianya jalan yang memudahkan masyarakat per individu melakukan perjalanan.
100% 2014 Dilaksanakan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota
Keselamatan 5. Tersedianya jalan yang menjamin pengguna jalan berkendara dengan selamat.
60% 2014 Dilaksanakan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota
Ruas Kondisi Jalan 6. Tersedianya jalan yang menjamin kendaraan dapat berjalan dengan selamat dannyaman.
60%
2014 Dilaksanakan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota
14
NO.
JENIS PELAYANAN DASAR
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BATAS WAKTU
PENCAPAIAN KETERANGAN INDIKATOR NILAI
1 2 3 4 5
Kecepatan 7. Tersedianya jalan yang menjamin perjalanan dapat dilakukan sesuai dengankecepatan rencana.
60% 2014 Dilaksanakan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota
III Air Minum Cluster Pelayanan 8. Tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60liter/orang/hari
2014 Dinas yang membidangiPekerjaan
Umum Sangat Buruk 40%
Buruk 50%
Sedang 70%
Baik 80%
Sangat Baik 100%
IV Penyehatan Lingkungan Permukiman (Sanitasi Lingkungan dan Persampahan)
Air Limbah Permukiman 9. Tersedianya sistem air limbah setempat yangmemadai.
60% 2014 Dinas yang membidangiPekerjaan
Umum
10. Tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota
5% 2014 Dinas yang membidangiPekerjaan
Umum
Pengelolaan Sampah 11. Tersedianya fasilitas pengurangan sampah diperkotaan.
20% 2014 Dinas yang membidangiPekerjaan
Umum
12. Tersedianya sistem penanganan sampah diperkotaan.
70% 2014 Dinas yang membidangiPekerjaan
Umum
15
NO.
JENIS PELAYANAN DASAR
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BATAS WAKTU
PENCAPAIAN KETERANGAN INDIKATOR NILAI
1 2 3 4 5
Drainase 13. Tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kalisetahun.
50% 2014 Dinas yang membidangiPekerjaan
Umum
V Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan 14. Berkurangnya luasan permukiman kumuh dikawasan perkotaan.
10% 2014 Dinas yang membidangiPekerjaan
Umum
VI Penataan Bangunan dan Lingkungan
Izin Mendirikan Bangunan(IMB)
15. Terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB dikabupaten/kota.
100% 2014 Dinas yang membidangiPerijinan
(IMB)
Harga Standar BangunanGedung Negara (HSBGN)
16. Tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara dikabupaten/kota.
100% 2014 Dinas yang membidangiPekerjaan
Umum
VII Jasa Konstruksi Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK)
17. Penerbitan IUJK dalam waktu 10 hari kerja setelah persyaratanlengkap.
100% 2014 Unit yang melakukanPembinaan
JasaKonstruksi
Sistem Informasi JasaKonstruksi
18. Tersedianya Sistem Informasi Jasa Konstruksisetiap tahun
100% 2014 Unit yang melakukanPembinaan
JasaKonstruksi
VIII Penataan Ruang Informasi Penataan Ruang 19. Tersedianya informasi mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah
100% 2014(kabupaten/ kota
dankecamatan)
Dinas/SKPD yangmembidangi PenataanRuang
16
NO.
JENIS PELAYANAN DASAR
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BATAS WAKTU
PENCAPAIAN KETERANGAN INDIKATOR NILAI
1 2 3 4 5
kabupaten/kota beserta rencana rincinya melaluipeta analog dan peta digital.
90% 2014(kelurahan)
Pelibatan Peran MasyarakatDalam Proses PenyusunanRTR
20. Terlaksananya penjaringan aspirasi masyarakat melalui forum konsultasi publik yang memenuhi syarat inklusif dalam proses penyusunan RTR dan program pemanfaatan ruang, yang dilakukan minimal 2 (dua) kali setiap disusunnya RTR dan program pemanfaatanruang.
100% 2014
Dinas/SKPD yangmembidangi PenataanRuang
Izin Pemanfaatan Ruang 21. Terlayaninya masyarakat dalam pengurusan izin pemanfaatan ruang sesuai dengan Peraturan Daerah tentang RTR wilayah kabupaten/kota besertarencana rincinya.
100% 2014(kabupaten/ kota)
Dinas yang membidangiPerijinan
17
NO.
JENIS PELAYANAN DASAR
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BATAS WAKTU
PENCAPAIAN KETERANGAN INDIKATOR NILAI
1 2 3 4 5
Pelayanan PengaduanPelanggaran Tata Ruang
22. Terlaksanakannya tindakan awal terhadap pengaduan masyarakat tentang pelanggaran di bidang penataan ruang, dalamwaktu 5 (lima) hari kerja.
100% 2014(kabupaten/ kota
dankecamatan)
Dinas/SKPD yangmembidangi PenataanRuang
Penyediaan Ruang TerbukaHijau (RTH) Publik
23. Tersedianya luasan RTH publik sebesar 20% dari luas wilayah kota/kawasanperkotaan.
25% 2014(kabupaten/ kota
dankecamatan)
Dinas/SKPD yangmembidangi PenataanRuang
18
BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1. Aspek Geografis
Kabupaten Pemalang merupakan salah satu kabupaten yang
berada di Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Pemalang
adalah 111.530ha, yang sebagian besar merupakan tanah kering
(72.836ha/65,30%) dan lainnya adalah tanah persawahan
(38.694ha/34,7%). Adapun Batas-batas wilayah Kabupaten Pemalang,
sebagai berikut:
Sebelah Utara: Laut Jawa.
Sebelah Timur: Kabupaten Pekalongan.
Sebelah Selatan: Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas
Sebelah Barat: Kabupaten Tegal.
Kabupaten Pemalang terletak pada 109o17’30’ – 109o40’30’ Bujur Timur
(BT) dan 8o52’30’ – 7o20’11’ Lintang Selatan (LS).
Secara topografis, wilayah Kabupaten Pemalang memiliki
keunikan, yang dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu
sebagai berikut:
1. Daerah dataran pantai. Daerah ini memiliki ketinggian rata-rata antara
1 – 5 meter di atas permukaan air laut (DPL); meliputi 17 desa dan 1
kelurahan yang terletak di bagian utara yang termasuk kawasan
pantai.
2. Daerah dataran rendah. Daerah ini memiliki ketinggian rata-rata 6 –
15 meter DPL yang meliputi 94 desa dan 4 kelurahan di bagian selatan
dari wilayah pantai.
19
3. Daerah dataran tinggi. Daerah ini memiliki ketinggian rata-rata 16 –
212 meter DPL yang meliputi 35 desa, terletak di bagian tengah dan
selatan.
4. Daerah pegunungan: terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Daerah dengan ketinggian 213 – 924 meter di atas permukaan laut,
meliputi 55 desa yang terletak dibagian selatan.
b. Daerah berketinggian 925 meter di atas permukaan laut yang
terletak di bagian selatan. Daerah ini meliputi 10 desa dan
berbatasan langsung dengan Kabupaten Purbalingga.
Jenis tanah di Kabupaten Pemalang terbagi atas tiga bagian antara
lain sebagai berikut:
1. Tanah alluvial, terutama terdapat di dataran rendah.
2. Tanah regosol, terdiri dari batu-batuan pasir dan intermedier di daerah
bukit sampai gunung.
3. Tanah latosol, terdiri dari batu bekuan pasir dan intermedier di daerah
perbukitan sampai gunung.
Kondisi hidrologi Kabupaten Pemalang terbagi atas:
1. Air permukaan. Kabupaten Pemalang dialiri sungai yang memegang
peranan penting, yaitu sungai Waluh yang terletak kurang lebih 4 km
dari pusat kota dan sungai Comal yang terletak kurang lebih 14 km
dari pusat kota.
2. Mata air. Kabupaten Pemalang memiliki potensi berupa mata air
antara lain:
a. Mata air Gung Agung yang terletak di Desa Kebongede Kecamatan
Bantarbolang, dengan debit air kurang lebih 10 liter/detik, terletak
pada ketinggian kurang lebih 70 meter di atas permukaan air laut.
b. Mata air Telaga Gede yang terletak di Desa Sikasur Kecamatan
Belik.
20
c. Mata air Asem yang terletak di Desa Bulakan, dengan debit air
kurang lebih 160 meter/detik
3. Air tanah. Kabupaten Pemalang terbagi menjadi dua wilayah air tanah
sebagai berikut:
a. Daerah dataran rendah. Tanah terdiri dari endapan-endapan
lepas yang mempunyai sifat lulus air. Pada daerah ini kandungan
air tanahnya cukup besar hanya saja karena dekat pantai maka
terjadi intrusi air laut.
b. Daerah Perbukitan tua dan Perbukitan muda. Daerah perbukitan
tua ditempati batu-batuan dari formasi mioson dan floosen yang
mempunyai sifat kelulusannya air yang sangat kecil, terutama
serpih dan Nepal. Adapun yang berukuran kasar seperti pasir
mempunyai sifat kelulusan air, namun karena kelerengan yang
cukup terjal maka air tanahnya belum terbentuk.
Daerah perbukitan muda: ditempati batuan tafaan hasil gunung
berapi, litologinya bersifat lulus air, tetapi morphologinya berupa
perbukitan dengan lereng yang cukup terjal dimungkinkan air
tanahnya baru mulai terbentuk. Pada satuan tafaan litologinya
bersifat lulus air, maka kemungkinan sudah mengandung air tanah.
Kabupaten Pemalang memiliki beberapa bagian wilayah hutan,
terdiri dari hutan lindung dengan luas 1.858,60ha, hutan suaka alam dan
wisata luas 24,10ha, hutan produksi tetap sebesar 26.757,60ha, hutan
produksi terbatas sebesar 3.980,70ha, hutan bakau dengan luas
1.672,50ha, dan hutan rakyat seluas 22.874,78ha. Luas hutan
dibandingkan dengan luas wilayah sebesar 49,57%. Gambaran ini
menunjukkan keadaan yang cukup baik terkait dengan kemampuan
wilayah untuk menyimpan air tanah (catchment area).
Temperatur Kabupaten Pemalng tidak banyak mengalami
perubahan pada musim kemarau maupun penghujan, berkisar antara
30oC dengan rata-rata curah hujan selama 1 tahun sebesar 302mm.
21
Curah hujan tertinggi berada pada bulan Januari yaitu 739mm, sedangkan
curah hujan terendah berada di bulan Juli, yaitu sebesar 47mm.
3.2. Pelayanan Urusan Wajib Bidang Sosial
Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan
mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna
memenuhi kebutuhan dasar, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan
sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Dalam konsep
penyelenggaraan kesejahteraan sosial warga masyarakat tersebut dikenal
dengan sebutan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan
masyarakat miskin yang menjadi kelompok sasaran pelayanan sosial.
Terhadap permasalahan sosial yang terjadi di Kabupaten
Pemalang dalam kurun waktu 2005-2009, berdasarkan jenis PMKS
(Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) yang ada rata-rata
menunjukkan peningkatan dan penurunan pada setiap jenis PMKS.
Indikator masalah sosial yang menunjukkan adanya penurunan/berkurang
terdapat pada Anak Korban tindak Kekerasan (20,24%), Wanita Rawan
Sosial Ekonomi (17,25%), Anak Jalanan (16,76%), Lanjut Usia Terlantar
(5,47%), Keluarga Fakir Miskin (7,31%), Keluarga Berumah Tidak Layak
Huni (0,39%), Keluarga Rentan (5,30%). Indikator masalah sosial yang
menunjukan peningkatan perlu mendapatkan perhatian dan penanganan
adalah Jumlah Penyandang Cacat, Jumlah anak Terlantar, Jumlah anak
Nakal, Anak Balita Terlantar, Wanita Korban Tindak Kekerasan, Tuna
Susila, Pengemis, Gelandangan dan Korban Penyalagunaan Narkotika
dan Zat Adiptif (Napza).
22
Berdasarkan jumlah penyandang masalah-masalah sosial di
Kabupaten Pemalang yang sudah ditangani tahun 2009 dengan
menggunakan dana APBD I adalah, Penyandang Cacat (60 orang), anak
Terlantar (40 orang), anak Nakal (70 orang), dan Wanita Rawan Sosial
Ekonomi (30 orang). Sementara itu yang menggunakan dana APBD
adalah Lanjut Usia Terlantar (250 orang), dan yang menggunakan dana
APBN adalah Korban Penyalagunaan Narkotika dan Zat Adiptif (Napza)
sebanyak 20 orang dan Keluarga Fakir Miskin sebanyak 240 orang. Untuk
lebih jelasnya mengenai jenis dan jumlah PMKS di Kabupaten Pemalang
yang ada dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel III - 1 Jenis dan Jumlah PMKS di Kabupaten Pemalang Tahun 2006-2010
No Jenis PMKS
Satuan 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata
1 Jumlah Penyandang Cacat
orang 6.143 6.129 7.972 6.241 6.338 6,374
2 Jumlah anak Terlantar
orang 5.916 4.746 5.565 5.565 6.432 5,635
3 Jumlah anak Nakal
orang 119 121 103 113 97 111
4 Anak Balita
Terlantar
orang 1.697 3.898 1.600 1.600 2.517 2,144
5 Anak Korban tindak Kekerasan
orang 46 38 13 13 7 27
6 Wanita Rawan Sosial Ekonomi
orang 8.917 6.415 4.482 4.140 5.947 6,518
7 Anak Jalanan orang 333 382 106 106 120 236
8 Wanita Korban Tindak Kekerasan
orang 26 36 28 28 41 31
9 Lanjut Usia Terlantar
orang 6.516 4.991 4.382 4.384 6.743 5,458
10 Tuna Susila orang 66 66 103 103 81 80
11 Pengemis orang 316 124 263 263 228 218
12 Gelandangan orang 181 28 25 25 15 49
13 Korban Penyalagunaan Narkotika dan Zat Adiptif
orang 5 10 219 219 111 95
14 Keluarga Fakir Miskin
KK 106.273 112.862 72.862 72.874 59.203 88,391
15 Kel. Berumah
KK 22.956 17.638 18.428 20.133 18.606 19,840
23
No Jenis PMKS
Satuan 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata
Tidak Layak Huni
16 Keluarga Rentan
KK 1.043 886 442 562 581 735
Jumlah 158.702 162.559 160.377 118.601 109.077 137,949
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pemalang Tahun 2010
Upaya penanganan permasalahan PMKS di Kabupaten Pemalang
masih belum optimal, antara lain disebabkan belum optimalnya
pendayagunaan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang
meliputi pekerja sosial masyarakat, organisasi sosial/yayasan, embrional
maupun desa, karang taruna, wanita pemimpin pendayagunaan sosial,
dunia usaha, wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat dan
jumlah sarana sosial. Jumlah PSKS di Kabupaten Pemalang tiap
tahunnya tidak mengalami peningkatan. Peningkatan hanya pada jumlah
pekerja sosial masyarakat pada tahun 2006 sebanyak 1.110 orang
meningkat menjadi 5.772 orang pada tahun 2010. Jumlah Kelembagaan
Sosial di Kabupaten Pemalang Tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel III - 2 Kelembagaan Sosial di Kabupaten Pemalang Tahun 2006-2010
No. Kelembagaan Sosial Satuan 2006 2007 2008 2009 2010
1 Pekerja Sosial Masyarakat orang 1.110 1.110 5.772 5.772 5.772
2 Organisasi Sosial/Yayasan buah 16 17 17 18 18
3 Organisasi Sosial Embrional buah 3 3 3 3 13
4 Organisasi Sosial Desa buah 222 222 222 222 289
5 Karang Taruna buah 222 222 222 222 222
6 Wanita Pemimpin Pendayagunaan Sosial
orang 2.220 2.230 2.230 2.230 2.230
7 Dunia Usaha buah 315 315 315 315 315
8 Wahana Kesejahteraan Sosial
Berbasis Masyarakat
buah - - - 6 6
9 Jumlah Sarana Sosial buah 11 11 11 11 11
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pemalang Tahun 2010
Pada urusan sosial lainnya adalah penanganan kejadian bencana,
di Kabupaten Pemalang pemberian bantuan bagi korban bencana alam
24
dan sosial termasuk kekeringan yang sudah dilaksanakan adalah berupa
bantuan uang tunai dan beras. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini
jumlah bantuan yang diberikan mengalami peningkatan. Pada tahun 2008
bantuan uang tunai sebesar Rp. 114.150.000,- dan beras senilai Rp.
2.750.000,- meningkat ditahun 2009 menjadi bantuan uang tunai sebesar
Rp.157.000.000,- dan beras senilai Rp. 33.000.000,-.
Dilihat dari ketersediaan sarana prasarana penanggulangan
bencana/bencana alam yang dimiliki Kabupaten Pemalang tahun 2009
masih sangat minim yaitu tenda pleton (8 unit), tenda regu (3 unit), Velbed
(100 buah), alat dapur umum lapangan (3 set), perahu karet/mesin (2 set),
rompi renang (8 buah) dan genset (1 buah). Kejadian bencana di
Kabupaten Pemalang dominan tanah longsor, dengan beberapa kejadian
banjir. Bencana dengan korban cukup besar terjadi di Kecamatan
Watukumpul berupa kejadian bencana tanah longsor, yaitu rumah
penduduk rusak dan terancam longsor. Dengan adanya daerah rawan
bencana di Kabupaten Pemalang, hendaknya pemerintah meningkatkan
ketersediaan sarana prasarana penenggulangan bencana/bencana alam
yang cukup memadai.
3.3. Pelayanan Urusan Wajib Bidang Pekerjaan Umum
3.3.1. Jalan dan Jembatan
Secara geografis Kabupaten Pemalang memiliki lokasi yang sangat
strategis karena berada di jalur pantura barat provinsi Jawa Tengah. Jalur
pantura tersebut menghubungkan antara Semarang – Jakarta yang
melewati Kabupaten Pemalang. Posisi yang sangat strategis tersebut
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di
Kabupaten Pemalang, oleh karena itu dukungan sarana dan prasarana
jalan yang berkualitas serta sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
transportasi perlu mendapatkan perhatian serius.
25
Jalur pantura yang melewati wilayah Kabupaten Pemalang
merupakan jalan nasional dan provinsi dengan panjang jalan nasional
32,43km dan jalan provinsi sepanjang 99,52km, sedangkan panjang jalan
kabupaten yang menghubungkan pusat ibukota Kabupaten Pemalang
dengan seluruh wilayah kecamatan sepanjang 651,97km. Dari 651,97km
panjang jalan kabupaten tersebut, sebanyak 91,65% permukaan jalan
berupa aspal, 1,84% permukaan jalan berupa batu kerikil, dan 2,24%
permukaan jalan berupa tanah. Ditinjau dari kelas jalan, sebagian besar
kelas jalan kabupaten yaitu kelas jalan IIIC sepanjang 531,1km,
selanjutnya kelas IIIB sepanjang 88,44km, dan Kelas II sepanjang
32,43km. Kondisi jalan di Kabupaten Pemalang disajikan dalam tabel
berikut ini.
Tabel III - 3 Panjang Jalan Kabupaten Berdasakan Kondisi Jalan Di Kabupaten Pemalang
Tahun 2007-2010
No Kondisi Jalan Satuan 2007 2008 2009 2010
a Baik Km 248,50 330,46 321,18 284,23
b Sedang Km 263,47 128,35 102,64 110,65
c Rusak Km 75,90 108,59 129,28 138,79
d Rusak Berat Km 64,10 84,57 98,87 118,97
Jumlah Km 651,97 651,97 651,97 651,97
Sumber: DPU Kabupaten Pemalang (2007-2010)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2007
persentase kondisi jalan yang rusak dan rusak berat mencapai 21,47%
dari 651,97km atau mencapai 140 km, pada tahun 2008 kondisi jalan
yang rusak dan rusak berat mengalami peningkatan, dari total panjang
jalan 651,97km terdapat 29,63% atau meningkat sekitar 8,15%.
Selanjutnya pada tahun 2010 tingkat kerusakan jalan mencapai 34,99%
atau meningkat 5,37% dibandingkan kondisi kerusakan jalan pada tahun
2009.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa upaya Pemerintah
Kabupaten Pemalang melalui Dinas Pekerjaan Umum dalam memelihara
dan meningkatkan kualitaas kondisi jalan belum terwujud secara optimal.
Apabila kondisi tersebut tidak segera ditangani dengan baik akan
26
menimbulkan dampak negatif yaitu meningkatnya angka kecelakaan
pengguna jalan serta berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian di
Kabupaten Pemalang. Hal ini mengingat sarana dan prasarana jalan yang
baik dapat menunjang pertumbuhan pembangunan ekonomi di Kabupaten
Pemalang serta dapat membuka akses dalam kegiatan sekor
perdagangan maupun transportasi.
Jaringan jalan di Kabupaten Pemalang berdasarkan fungsi jalan
meliputi sebagai berikut:
1. Jalan arteri primer, adalah sepanjang jalan pantura yang melewati
Kecamatan Pemalang, Taman, Petarukan, Ampelgading, Comal, dan
Ulujami. Berkaitan dengan fungsi jalan arteri, pemanfaatan jalan ini
untuk mengangkut hasil produksi lokal Kabupaten Pemalang ke
daerah sebelah berat seperti Tegal, Slawi, Cirebon dan sebagainya
dan ke daerah sebelah timur seperti Pekalongan, Batang, Kendal dan
Semarang.
2. Jalan kolektor primer, adalah jalan yang menghubungkan Kabupaten
Pemalang dengan Kabupaten Purbalingga yang melalui wilayah
Kecamatan Pemalang, Bantarbolang, Randudongkal, dan Belik, serta
ruas jalan yang menghubungkan wilayah Kabupaten Pemalang
dengan Kabupaten Tegal yang melalui wilayah Kecamatan
Randudongkal, Moga, Pulosari dan ruas jalan yang melalui wilayah
Kecamatan Randudongkal dan Kecamatan Warungpring.
Pemanfaatan jalan kolektor ini antara lain adalah untuk pemasaran
hasil produksi Kabupaten Pemalang ke daerah bagian selatan.
Berdasarkan skenario pengembangan perlu direncanakan
pembangunan jalan kolektor lain dari pusat baru (bagian selatan) ke
Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Tegal.
3. Jalan lokal primer, adalah jalan dengan fungsi penghubung kota-kota
dalam wilayah Kabupaten Pemalang yang melayani transportasi dalam
wilayah kabupaten. Ruas jalan lokal primer yang terdapat di
27
Kabupaten Pemalang yaitu jalan yang melalui wilayah Kecamatan
Comal, Bodeh, Watukumpul dan Belik.
Pada ruas-ruas jalan arteri khususnya di Kota Pemalang yang
berfungsi menghubungkan kota atau jalur regional namun saat ini juga
berfungsi sebagai jalur internal kota. Himpitan fungsi yang demikian
sedikit banyak menyebabkan jalan-jalan tersebut dipadati oleh pergerakan
regional maupun lokal, yang pada akhirnya kecepatan menjadi rendah.
Sedangkan untuk menghubungkan Kota Semarang dan Provinsi Jawa
Barat dan DKI Jakarta merupakan jalan nasional dengan panjang
32,43km dalam kondisi yang baik. Gambaran tentang kondisi dan panjang
jalan nasional, provinsi, dan kabupaten disajikan pada tabel berikut:
Tabel III - 4 Panjang Jalan Berdasarkan Kewenangan di Kabupaten Pemalang
Tahun 2006-2010
No Kewenangan Satuan 2006 2007 2008 2009 2010
1 Nasional Km 32,43 32,43 32,43 32,43 32,43
2 Propinsi Km 99,52 99,52 99,52 99,52 99,52
3 Kabupaten Km 651,97 651,97 651,97 651,97 651,97
Sumber: DPU Kabupaten Pemalang (2006-2010)
3.3.2. Persampahan
Sampah merupakan permasalahan yang terjadi hampir di semua
kota, termasuk Kabupaten Pemalang. Volume sampah terangkut di
Kabupaten Pemalang tahun 2007 sebanyak 245m3/hari, pada tahun 2008
volume sampah terangkut menurun menjadi 220m3/hari, dan 2009 volume
sampah terangkut sebanyak 185m3/hari, dan pada tahun 2010 volume
sampah terangkut menjadi 215m3/hari.
Sistem pengolahan sampah di Kabupaten Pemalang menggunakan
dua sistem, yaitu sistem pengolahan sampah on-site (pengolahan pada
lokasi) atau cara tradisional (dibakar atau ditimbun), dan sistem
pengolahan sampah off-site (pengolahan secara terstruktur). Selama ini
28
pengelolaan sampah yang tidak terangkut lebih banyak dilakukan dengan
sistem on-site.
Keberhasilan pemerintah Kabupaten Pemalang dalam
meningkatkan pelayanan pengelolaan sampah tidak terlepas dari
dukungan sarana dan prasarana pengolahan sampah. Jumlah truk
pengangkkut sampah pada tahun 2007 sebanyak 12 unit, tahun 2010
menurun menjadi 11 unit. Truk container tahun 2007-2010 tidak ada
peningkatan yaitu sebanyak 6 unit, gerobak sampah tahun 2007-2010
sebanyak 46 unit, fasilitas TPS sebanyak 45 unit tahun 2007 meningkat
menjadi 64 unit tahun 2010, fasilitas TPA sebanyak 1 unit.
Kegiatan industri, perdagangan maupun rumah tangga memberikan
kontribusi terhadap jenis dan volume sampah di Kabupaten Pemalang,
persentase terbesar jenis sampah yaitu sampah organik mencapai 40%
pada tahun 2010, sampah plastik mencapai 10%, sampah kayu 5%,
sampah kertas 10%, sampah gelas/kaca sebesar 5%, sampah kayu
sebesar 5%, sampah kain sebesar 3%, dan sampah jenis logam/metal
mencapai 5%.
3.3.3. Drainase
Panjang drainase sekunder di Kabupaten Pemalang tahun 2010
untuk jenis drainase sekunder tertutup sepanjang 15.000m, drainase
sekunder terbuka sepanjang 9.400m, dan drainase lingkungan terbuka
sepanjang 13.000m.
3.3.4. Sumber Daya Air (SDA)
Kabupaten Pemalang mempunyai ketersediaan air cukup
memadai, namun tidak tersedia secara merata sepanjang tahun.
Berdasarkan siklus, 80% air tersedia pada musim hujan dan 20% air
tersedia pada musim kemarau. Selain itu beberapa DAS yang memiliki
29
peran penting dalam penyediaan sumber air sebagian telah mengalami
kerusakan fungsi daerah tangkapan dan resapan air.
Wilayah Kabupaten Pemalang memliki 4 (empat) sungai yang
masuk dalam kategori sungai strategis nasional sepanjang 266.375 km,
yaitu :
Bagian timur: Sragi Lama (Pebatasan Kabupaten Pekalongan)
Bagian tengah: Sungai Comal
Bagian barat: Sungai Waluh
Bagian barat: Sungai Rambut (Perbatasan Kabupaten Tegal)
Sementara itu sungai yang dikelola kabupaten 144 buah, dengan
total panjang 755,455km, terbagi atas Anak Sungai Comal sebanyak 70
buah dengan panjang 467,70km, Anak Sungai Waluh sebanyak 23 buah
dengan panjang 95,0km, Anak Sungai Rambut (perbatasan Kabupaten
Pemalang dan Tegal) sebanyak 13 buah dengan panjang 55,00km, Anak
Sungai Sragi Lama (Perbatsan Kabupaten Pemalang dan Kabupaten
Pekalongan) sebantak 23 buah dengan panjang 79,10km, sungai wilayah
Kota Pemalang sebanyak 15 buah dengan panjang 58,65km. Secara
umum potensi air irigasi di bagian utara sedang, di bagian timur cukup, di
bagian selatan sedang-cukup, di bagian barat sedang, dan di bagian
tengah cukup.
Untuk memenuhi kebutuhan pengairan lahan persawahan
Kabupaten Pemalang memiliki 10 daerah irigasi (DI) besar, yaitu daerah
irigasi Kaliwadas, Comal, Sungapan, Mejagong, Lanjiladang, Kejene,
Nambo, Rowokajar, Kedungbelis, dan Welut Putih. Jumlah saluran induk
sebanyak 10 saluran induk, jumlah saluran sekunder yang terdapat di
delapan daerah irigasi besar tersebut sebanyak ± 318 saluran sekunder
dengan total luas sawah yang dialiri seluas 27.268,498ha.
Prasarana pengairan di Kabupaten Pemalang digunakan untuk
irigasi dan penyediaan air bersih. Prasarana pengairan tersebut meliputi :
daman, saluran irigasi, dan embung. Masing-masing memiliki peran
30
tersendiri, seperti : daman (chek dam), dan saluran irigasi digunakan
untuk mengairi sawah. Sedangkan embung yang tersebar di Kabupaten
Pemalang sebagian besar digunakan untuk penyediaan (supply) air bersih
yang dikelola oleh PDAM dan sebagian lainnya untuk pengairan irigasi.
Panjang saluran irigasi primer Kabupaten Pemalang pada tahun
2010 adalah 35.458m, dengan kondisi baik sepanjang 10.458m, rusak
ringan sepanjang 16.300m, dan rusak berat sepanjang 8.700m.
3.3.5. Air Bersih dan Air Limbah
Persentase rumah tangga dengan akses sarana air minum di
perkotaan tahun 2006 sebesar 63,72%, meningkat menjadi 74,42% tahun
2010. Sementara itu untuk proporsi rumah tangga dengan akses sarana
air minum di pedesaan tahun 2006 sebesar 60,08%, meningkat menjadi
69,84% tahun 2010.
Sistem air limbah di Kabupaten Pemalang hingga saat ini masih
ditangani secara individu oleh tiap-tiap rumah tangga dan masing-masing
industri (Industri rumah tangga). Air limbah rumah tangga langsung
dibuang ke saluran pembuangan/selokan. Untuk industri, sebagian kecil
memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), air sebelum dibuang ke
perairan umum terlebih dahulu diolah di dalam unit tersebut.
Persentase rumah tangga dengan akses sarana sanitasi dasar air
limbah rumah tangga di perkotaan tahun 2006 sebesar 49,43%,
meningkat menjadi 64,96% tahun 2010, sedangkan untuk wilayah
pedesaan tahun 2006 sebesar 43,63%, meningkat menjadi 52,58% tahun
2010. Sementara itu sarana air limbah rumah tangga berupa IPLT di
Kabupaten Pemalang tahun 2006-2010 sebanyak 1 unit. Pengguna IPLT
tahun 2006 sebanyak 150.040 KK (600.162 jiwa), tahun 2007 meningkat
menjadi 155.571 KK (622.282 jwa), tahun 2008 sebanyak 178.830 KK
(715.318 jiwa), pada tahun 2009 dan 2010 sebanyak 252.138 KK
(715.318 jiwa). Selain IPLT juga terdapat MCK Plus pada tahun 2009
31
sebanyak 4 unit dengan 320 KK pengguna atau 1.280 jiwa pada tahun
2009, tahun 2010 terjadi peningkatan MCK komunal yaitu sebanyak 6 unit
dengan pengguna sebanyak 491 KK (1.964 jiwa).
3.3.6. Tata Ruang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten memuat tujuan,
kebijakan, strategi penataan ruang; rencana struktur ruang; rencana pola
ruang; penetapan kawasan strategis; arahan pemanfaatan ruang; dan
ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
Kabupaten Pemalang telah menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten yang diterbitkan dengan Perda Kabupaten Pemalang No. 17
tahun 2003. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
dan Undang-Undang No. 13 tahun 2005 tentang Penanggulangan
Bencana mengamanahkan perlunya peninjauan kembali 1 kali dalam 5
tahun (pasal 25). Upaya untuk melihat kesesuaian antara rencana tata
ruang dan kebutuhan pembangunan yang memperhatikan perkembangan
lingkungan strategis dan dinamika internal, serta pelaksanaan
pemanfaatan ruang. Berkaitan dengan hal tersebut Kabupaten Pemalang
telah melakukan revisi RTRW Kabupaten Pemalang.
Pemanfaatan ruang di Kabupaten Pemalang belum berjalan sesuai
dengan peruntukannya sesuai dengan yang ditetapkan dalam RTRW
Kabupaten Pemalang Tahun 2011-2031. Pembangunan di wilayah
Kabupaten Pemalang dilakukan tanpa mengikuti rencana tata ruang,
belum mempertimbangkan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan.
Peningkatan perekonomian jangka pendek yang dilakukan menyebabkan
eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan sehingga menurunkan
kualitas dan kuantitas SDA dan memperbesar resiko terjadinya bencana
alam serta konflik pemanfaaatan ruang antar sektor. Di Kabupaten
Pemalang pada tahun 2009 terjadi alih fungsi ruang publik yang berubah
keperuntukannya. Tahun 2006 ruang public yang berubah
32
keperuntukannya sebesar 286 ha, tahun 2009 meningkat menjadi 360 ha.
Untuk mengantisipasi pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
peruntukannya dan meminimalisasi terjadinya konflik maka diperlukan
penegakan hukum atas pelanggaran tata ruang. Luas ruang terbuka hijau
(RTH) yang ada di wilayah Kabupaten Pemalang sampai tahun 2009
seluas 933 hektar.
33
BAB IV
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
4.1. Pendekatan
Pendekatan kegiatan penyusunan pedoman operasional
pelaksanaan lanjutan standar pelayanan minimal (SPM) daerah di
Kabupaten Pemalang ini adalah menggunakan metoda deskriptif dengan
analisis kualitatif yaitu mengadakan pengkajian atas variabel yang telah
ditentukan dan kemudian mengadakan analisis terhadap gejala-gejala
yang ada dalam variabel tersebut, kemudian dilakukan interpretasi untuk
mendapatkan kesimpulan. Data yang diperlukan untuk penyusunan ini
dilakukan dalam 2 (dua) cara yaitu : 1) Studi literatur, yaitu dengan jalan
melakukan penelaahan terhadap dokumen-dokumen yang ada yang
berkaitan dengan obyek penyusunan.2). Melakukan serangkaian kegiatan
baik koordinasi maupun pertemuan untuk mendapatkan masukan dan
rancangan dokumen. Untuk keperluan tersebut harus disiapkan
serangkaian tata urut pelaksanaan penyusunan SPM tersebut.
lengkapnya dalam mentodologi kegiatan ini adalah sebagai berikut ;
4.2. Metodologi
4.2.1. Lokasi Kegiatan
Kegiatan tentang penyusunan pedoman operasional pelaksanaan
lanjutan standar pelayanan minimal (SPM) daerah di Kabupaten
Pemalang, Khususnya di Dinas Sosial dan Pekerjaan Umum, mengingat
kedua lembaga tersebut belum memiliki SPM sebagai bentuk optimalisasi
pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu diperlukan penyusunan SPM
tersebut.
34
4.2.2. Metode Kegiatan
Metode kegiatan Penelitian Tentang penyusunan pedoman
operasional pelaksanaan lanjutan standar pelayanan minimal (SPM)
daerah di Kabupaten Pemalang, adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu
jenis penelitian yang memberikan penekanan pada pemahaman suatu
fenomena atau gejala sosial, dimana dimensi-dimensi historis turut
membentuknya serta aspek-aspek yang membentuknya serta aspek-
aspek yang terdapat di dalam prilaku seseorang (Nacmias & Nacmias,
1987 : hal 287 ). Kemudian Singarimbun, (1988 : 4) mengatakan bahwa
penelitian deskriptif adalah suatu metode untuk mengukur secara cermat
terhadap fenomena sosial tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk
membuat pencandraan secara sistematik, faktual dan aktual mengenai
faktor-faktor dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
4.2.3. Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan ini adalah Dinas Sosial dan Pekerjaan Umum
Kabupaten Pemalang, selain itu para pelaku kepentingan (Stakeholder)
yang berkaitan langsung dengan pelayanan masyarakat.
4.2.4. Teknik Pengambilan Informan/Responden
Dalam pengambilan Informan dengan metode kualitatif seperti yang
diungkapkan oleh Moleong (2000) sumber data utama dalam penelitian
kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindak yang merupakan
sumber data utama adalah data-data yang diperoleh melalui wawancara
atau pengamatan. Sedangkan sumber tertulis yang merupakan sumber
kedua setelah kata-kata dan tindakan adalah sumber data yang diperoleh
dari sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumentasi
pribadi, dan dokumen resmi. Responden dalam penelitian ini adalah orang
35
yang dianggap paling memahami topik penelitian, diantaranya adalah
Kepala-kepala Dinas, pelaku pelayanan di Dinas Sosial dan PU
Kabupaten Pemalang.
4.2.5. Metode Pengumpulan Data
Sesuai dengan data yang dibutuhkan beserta sumber data
tersebut, untuk mengumpulkan data dan informasi yang mendukung
kegiatan ini akan digunakan berbagai macam teknik, yaitu:
1. Teknik Wawancara
Tehnik wawancara merupakan salah satu metoda pengumpulan data,
yakni mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada
responden/informan
2. Observasi
Observasi dilakukan guna memperoleh data dan informasi mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan penyusunan pedoman operasional
pelaksanaan lanjutan standar pelayanan minimal daerah di Kabupaten
Pemalang.
3. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data dari dokumen,
arsip dan berbagai laporan penelitian mengenai penyusunan pedoman
operasional pelaksanaan lanjutan standar pelayanan minimal daerah
di Kabupaten Pemalang.
4.2.6. Validitas Data
Sesuai dengan prinsip kualitatif maka yang digunakan adalah
tahapan pengolahan data, pengorganisasian data dan tahap penemuan,
kemudian teknik yang digunakan dalam teknis pemeriksaan keabsahan
data menggunakan teknik triangulasi yaitu suatu teknik pemeriksaan
36
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Pada teknik triangulasi dalam penelitian ini digunakan berdasarkan
sumbernya (Moleong, 2000 : 178). Untuk menguji keabsahan data atau
validitas data peneliti menggunakan triangulasi, adapun yang dilakukan
peneliti yaitu melakukan pengumpulan data dengan menggunakan
metode wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Kemudian
data yang diperoleh dilakukan proses reduksi data, setelah itu proses
penyajian data dan penarikan kesimpulan.
4.2.7. Metode Analisis Data
Menggunakan analisis data kualitatif sesuai dengan norma atau
kaedah penelitian kualitatif, teknis analisis data yang dipergunakan ialah
mengumpulkan menganalisa, dan menarik kesimpulan. Analisis data
menurut Moloeng (1993 :190) dilakukan melalui proses analisa data, yaitu
dengan menelaah seluruh data yang masuk. Setelah dipelajari dan
ditelaah, maka langkah berikutnya mengadakan reduksi data yang
dilakukan dengan jalan membuat abstraksi
37
BAB V
PROSES PELAKSANAAN KEGIATAN
5.1. Pengumpulan Data dan Informasi
Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, penyusunan
SPM bidang sosial dan pekerjaan umum di Kabupaten Pemalang ini
didasarkan pada data, baik yang bersifat sekunder maupun primer. Data
sekunder yang dikumpulkan di antaranya adalah:
1. Literatur dan naskah akademik yang terkait dengan kebijakan standar
pelayanan minimal.
2. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kebijakan standar
pelayanan minimal, yang meliputi:
a. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(UU No.32 Tahun 2004) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (PP No.65 Tahun 2005).
c. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal
(PP No.6 Tahun 2007).
d. Peraturan Pemerintah Nomor 38 TAHUN 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
e. Peraturan Menteri Sosial Nomor 129/HUK/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Sosial Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota.
38
f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang.
g. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 5 Tahun 2011
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten
Pemalang 2011 – 2016.
Di samiping pengumpulan data sekunder, wawancara tatap muka
dan koordinasi juga telah dilaksanakan melalui dua tahapan. Tahap
pertama dilaksanakan pada bulan Agustus 2011, yaitu:
a. Dengan Kepala Subbagian Perencanaan Dinas Sosial Kabupaten
Pemalang.
b. Dengan Kepala Subbagian Perencanaan Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Pemalang.
c. Dengan Kepala Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten
Pemalang.
d. Dengan Sekertaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Pemalang.
e. Dengan pejabat pelaksana di Perusahaan Daerah Air Minum.
f. Dengan pejabat pelaksana di KPPT Kabupaten Pemalang.
Melalui para pejabat yang kami temui tersebut, kami juga
menyebarkan kuesioner SPM untuk didiskusikan dan diisi di lingkungan
dinas terkait.
Data yang terkumpul selanjutnya divalidasi melalui forum diskusi
terarah dalam rangka penyajian Laporan Antara pada tanggal 6
September 2011. Setelah mengalami revisi minor, data final divalidasi
melalui wawancara tatap muka tahap dua pada pertengahan bulan
Septermber 2011. Dari paparan di atas terlihat bahwa proses validasi
telah dilakukan secara berganda (check and re-check), dengan harapan
39
hasil akhir yang diperoleh melalui kegiatan ini memiliki daya guna dan
hasil guna yang optimal.
5.2. Analisis Data dan Informasi
Kuesioner SPM yang digunakan dalam riset/kajian ini berupa tabel
yang berisi jenis pelayanan dan target pencapaian SPM yang ditetapkan
oleh kementerian terkait yang disisipi dengan kolom-kolom kosong (untuk
diisi) untuk target-target pencapaian per tahun, dari 2011 sampai dengan
2016. Pengisian kolom tersebut oleh pejabat-pejabat pada dinas terkait
dianggap sebagai target-target pencapaian tahunan untuk setiap jenis
pelayanan minimal yang telah didiskusikan di lingkungan dinas yang
bersangkutan dan dijadikan sebagai dasar penyusunan SPM bidang
sosial dan pekerjaan umum dalam riset/kajian ini. Target-target tersebut
kemudian dikatikan dan disinkronisasi dengan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pemalang sebelum
disimpulkan dan dijadikan sebagai bahan rekomendasi riset/kajian ini.
5.3. Penulisan Laporan Hasil Kegiatan
5.3.1. Bidang Sosial
Berdasarkan RPJMD 2011 – 2016, permasalahan pembangunan
terkait bidang sosial adalah sebagai berikut:
1. Masih rendahnya cakupan penanganan PMKS. Hal ini menyebabkan
jumlah PMKS masih cukup tinggi.
2. Masih rendahnya peran PSKS dalam usaha kesejahteraan sosial dan
penanganan PMKS.
3. Masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan
rehabilitasi sosial baik panti dan diluar panti dan nonpanti.
40
4. Masih rendahnya ketersediaan sarana dan prasarana penanggulangan
bencana.
5. Masih rendahnya pembinaan eks penyandang penyakit sosial (eks
narapidana, PSK, narkoba) dan pemberdayaan kelembagaan
kesejahteraan sosial.
6. Rendahnya peran pemerintah dan lembaga swasta dalam
memberdayakan fakir miskin, dan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya.
Indikator kinerja terkait bidang sosial yang ditetapkan dalam
RPJMD 2011 – 2016 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel berikut.
Tabel V - 1 Indikator Kinerja Bidang Sosial Menurut RPJMD 2011 - 2016
No
Bidang
Urusan/Indik
ator
Kondisi
Kinerja
Awal Periode
RPJMD (2010)
Target Capaian Setiap Tahun Kondisi
Kinerja Pada
Akhir
Periode RPJMD
(2016)
2011 2012 2013 2014 2015
1.
Sarana sosial
seperti panti
asuhan, panti jompo dan
panti rehabilitasi
(unit)
11 11 11 11 12 12 12
2.
PMKS yg memperoleh
bantuan sosial (%)
1,01 1,05 1,1 1,15 1,2 1,25 1,3
3.
Penanganan
penyandang masalah
kesejahteraan
sosial (%)
1,01 1,05 1,1 1,15 1,2 1,25 1,3
Data hasil pengumpulan melalui kuesioner disajikan pada tabel
berikut.
41
Tabel V - 2 Ringkasan Hasil Pengumpulan Data SPM Bidang Sosial
No.
JENIS PELAYANAN DASAR &
SUB KEGIATAN INDIKATOR 2011 2012 2013 2014 2015* 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Pelaksanaan program/kegiatan
bidang sosial
a. Pemberian bantuan sosial bagi PMKS skala Kabupaten/Kota.
1. Persentase (%) PMKS skala kab/kota yang memperoleh bantuan sosial untuk pemenuhan kebutuhan dasar
15% 30% 40% 60% 80% 100%
b. Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan sosial skala Kabupaten/Kota
2. Persentase (%) PMKS skala kab/kota yang menerima program pemberdayaan sosial melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) atau kelompok sosial ekonomi sejenis lainnya
15% 30% 40% 60% 80% 100%
2. Penyediaan sarana dan
prasarana sosial
c. Penyediaan sarana prasarana panti sosial skala Kabupaten/Kota
3. Persentase (%) panti sosial skala kab/kota yang menyediakan sarana prasarana pelayanan kesejahteraan sosial
15% 30% 40% 60% 80% 100%
42
No.
JENIS PELAYANAN DASAR &
SUB KEGIATAN INDIKATOR 2011 2012 2013 2014 2015* 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
d. Penyediaan sarana prasarana pelayanan luar panti skala Kabupaten/Kota
4. Persentase (%) wahana kesejahteraan sosia berbasis masyarakat (WKBSM) yang menyediakan sarana prasarana pelayanan kesejahteraan sosial
10% 20% 30% 45% 60% 80%
3. Penanggulangan korban bencana
e. Bantuan sosial bagi korban bencana skala Kabupaten/Kota
5. Persentase (%) korban bencana skala kabupaten/kota yang menerima bantuan sosial selama masa tanggap darurat
100% 100% 100% 100% 80% 100%
f. Evakuasi korban bencana skala Kabupaten/Kota
6. Persentase (%) korban bencana skala kabupaten/kota yang dievakuasi dengan menggunakan sarana prasarana tanggap darurat lengkap
100% 100% 100% 100% 80% 100%
4. Pelaksanaan dan pengembangan jaminan sosial bagi penyandang cacat fisik dan mental, serta lanjut usia tidak potensial — penyelenggaraan jaminan sosial skala Kabupaten/Kota
7. Persentase (%) penyandang cacat fisik dan mental, serta lanjut usia tidak potensial yang telah menerima jaminan sosial
40% 40% 40% 40% 40% 40%
*Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 129/HUK/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
43
Rencana tindak untuk masing-masing pelayanan di atas disajikan
sebagai berikut:
1. Pemberian bantuan sosial bagi PMKS skala Kabupaten/Kota:
a. Pendataan PMKS yang memperoleh bantuan sosial
b. Pengolahan data
c. Analisis data
d. Penyusunan laporan
2. Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan sosial skala Kabupaten/Kota:
a. Pendataan panti sosial yang melaksanakan standar operasional
pelayanan kesejahteraan sosial
b. Pengolahan data
c. Analisis data
d. Penyusunan laporan
3. Penyediaan sarana prasarana panti sosial skala Kabupaten/Kota:
a. Pendataan panti sosial yang menyediakan sarana dan prasarana
pelayanan kesejahteraan sosial
b. Pengolahan data
c. Analisis data
d. Penyusunan laporan
4. Penyediaan sarana prasarana pelayanan luar panti skala
Kabupaten/Kota:
a. Pendataan Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat
(WKBSM) yang menyediakan sarana prasrana pelayanan
kesejahteraan sosial skala Kabupaten/kota
b. Pengolahan data
c. Analisis data
d. Penyusunan laporan
5. Bantuan sosial bagi korban bencana skala Kabupaten/Kota:
a. Pendataan korban bencana yang menerima bantuan sosial selama
masa tanggap darurat skala Kabupaten/kota
44
b. Pengolahan data
c. Analisis data
d. Penyusunan laporan
6. Evakuasi korban bencana skala Kabupaten/Kota:
a. Pendataan korban bencana yang dievakuasi dengan menggunakan
sarana prasrana tanggap darurat lengkap skala kabupaten/kota
b. Pengolahan data
c. Analisis data
d. Penyusunan laporan
7. Pelaksanaan dan pengembangan jaminan sosial bagi penyandang
cacat fisik dan mental, serta lanjut usia tidak potensial:
a. Pendataan penyandang cacat fisik dan mental serta lanjut usia
tidak potensial yang telah didata untuk sasaran jaminan sosial
skala kabupaten/kota.
b. Pengolahan data
c. Analisis data
d. Penyusunan laporan
5.3.2. Bidang Pekerjaan Umum
Berdasarkan RPJMD 2011 – 2016, permasalahan pembangunan
terkait bidang pekerjaan umum dan tata ruang adalah sebagai berikut:
1. Masih rendahnya pelayanan jaringan jalan yang baik, data kondisi
jaringan jalan dalam kondisi baik sebesar 44%, sedangkan kondisi
jalan yang sedang 16%, rusak ringan 21% dan rusak berat sebesar
18%.
2. Meningkatnya jumlah jalan yang rusak, karena kurang optimalnya
fungsi drainase
3. Belum optimalnya pengelolaan jaringan irigasi dan pelayanan jaringan
pengairan untuk lahan persawahan. Hal ini dapat diketahui dari angka
45
kerusakan jaringan irigasi primer, sekunder, maupun tersier cukup
tinggi.
4. Masih rendahnya cakupan pelayanan air bersih dan sanitasi. Hal ini
dapat dilihat dari masih banyaknya rumah tangga yang belum terlayani
pelayanan air bersih dan sanitasi.
5. Masih rendahnya rumah tangga bersanitasi. Tahun 2010 rumah
tangga bersanitasi hanya mencapai 63,77%.
6. Meningkatnya volume sampah akibat bertambahnya jumlah penduduk,
perilaku konsumsi yang belum ramah lingkungan dan rendahnya
kesadaran masyarakat dengan pengelolaan sampah.
7. Belum optimalnya pengangkutan sampah dari tempat pembuangan
sementara (TPS) ke tempat pembuangan akhir (TPA)
8. Belum optimalnya kualitas TPA, hal ini dikarenakan pengelolaan
sampah yang ada di wilayah Kabupaten Pemalang masih
menggunakan sistem on-site.
9. Masih adanya penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan
pemanfaatan ruang.
10. Masih adanya konflik kepentingan dalam pengelolaan dan tara ruang,
antar sektor, yaitu kehutanan, ruang terbuka hijau, kebutuhan lahan
untuk prasarana wilayah dan pemukiman.
11. Masih kurangnya kesadaran masyarakat Kabupaten Pemalang dalam
pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
12. Masih kurangnya ruang terbuka hijau di Kabupaten Pemalang. Tahun
2009 luas RTH di Kabupaten Pemalang hanya sebesar 933ha
sedangkan tata ruang luasan di kawasan perkotaan (dalam RTRW)
sebesar 4.563ha.
Indikator kinerja terkait bidang pekerjaan umum dan penataan
ruang yang ditetapkan dalam RPJMD 2011 – 2016 adalah sebagaimana
disajikan dalam tabel berikut.
46
Tabel V - 3 Indikator Kinerja Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Menurut RPJMD 2011 - 2016
No Bidang
Urusan/Indikator
Kondisi Kinerja Awal
Periode RPJMD (2010)
Target Capaian Setiap Tahun Kondisi Kinerja Pada Akhir
Periode RPJMD (2016)
2011 2012 2013 2014 2015
1.
Persentase panjang jaringan jalan dalam kondisi baik (%)
38,71 40 45 50 60 70 80
2. Persentase rumah tinggal bersanitasi (%)
63,77 65 68 70 73 75 80
3.
Rasio tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk (%)
36 45 50 55 60 65 70
4. Panjang jalan dilalui Roda 4
651,97 651,97
651,97
651,97
651,97
651,97 651,97
5.
Panjang jalan kabupaten dalam kondisi baik (%)
38,71 40 45 50 60 70 80
6.
Sempadan jalan yang dipakai pedagang kaki lima atau bangunan rumah liar (%)
50 45 35 30 25 20 15
7.
Drainase dalam kondisi baik/ pembuangan aliran air tidak tersumbat (%)
30 45 50 55 60 65 75
8.
Pembangunan turap di wilayah jalan penghubung dan aliran sungai rawan longsor lingkup kewenangan kota (%)
45 60 65 70 75 80 85
9.
Luas irigasi Kabupaten dalam kondisi baik (%)
40 45 50 55 60 70 80
47
No Bidang
Urusan/Indikator
Kondisi Kinerja Awal
Periode RPJMD (2010)
Target Capaian Setiap Tahun Kondisi Kinerja Pada Akhir
Periode RPJMD (2016)
2011 2012 2013 2014 2015
10. Lingkungan Pemukiman kumuh (%)
9,19 8,31 7,43 6,55 5,67 4,76 3,88
11.
Rasio Ruang Terbuka Hijau per Satuan Luas Wilayah ber HPL/HGB
2/3 2/3 2/3 2/3 2/3 2/3 2/3
12. Luas RTH Perkotaan
4,82 8 10 15 20 25 30
13.
Rasio bangunan ber- IMB per satuan bangunan (%)
1,90 2,0 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5
Data hasil pengumpulan melalui kuesioner disajikan pada tabel
berikut.
48
Tabel V - 4 Ringkasan Hasil Pengumpulan Data SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
NO. JENIS PELAYANAN DASAR INDIKATOR 2011 2012 2013 2014* 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
I Sumber Daya Air Prioritas utama penyediaan Air untuk Kebutuhan Masyarakat
1. Tersedianya air baku untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari hari.
70% 80% 90% 100% 100% 100%
2. Tersedianya air irigasi untuk pertanian rakyat pada sistem irigasi yang sudah ada.
47% 48% 49% 70% 75% 80%
II Jalan Jaringan Aksesibilitas 3. Tersedianya jalan yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan dalam wilayah kabupaten/kota.
60% 70% 80% 100% 100% 100%
Mobilitas 4. Tersedianya jalan yang memudahkan masyarakat per individu melakukan perjalanan.
60% 70% 80% 100% 100% 100%
Keselamatan 5. Tersedianya jalan yang menjamin pengguna jalan berkendaraan dengan selamat.
60% 70% 80% 60% 100% 100%
Ruas Kondisi Jalan
6. Tersedianya jalan yang menjamin kendaraan dapat berjalan dengan selamat dan nyaman.
38,71% 40% 45% 60% 60% 70%
Kecepatan 7. Tersedianya jalan yang menjamin perjalanan dapat dilakukan sesuai dengan kecepatan rencana.
38,71% 40% 45% 60% 60% 70%
III Air Minum Cluster Pelayanan 8. Tersedianya akses air
49
NO. JENIS PELAYANAN DASAR INDIKATOR 2011 2012 2013 2014* 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Sangat Buruk minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari
40% 40% 40% 40% 30% 20%
Buruk 50% 50% 50% 50% 40% 30%
Sedang 70% 70% 70% 70% 70% 70%
Baik 30% 40% 60% 80% 100% 100%
Sangat Baik 40% 60% 80% 100% 100% 100%
IV Penyehatan Lingkungan Permukiman (Sanitasi Lingkungan dan Persampahan)
Air Limbah Permukiman 9. Tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai.
60% 60% 60% 60% 75% 90%
10. Tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota
5% 5% 5% 5% 5% 5%
Pengelolaan Sampah 11. Tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan.
5% 10% 15% 20% 25% 30%
12. Tersedianya sistem penanganan sampah di perkotaan.
10% 30% 50% 70% 85% 100%
Drainase 13. Tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.
10% 25% 40% 50% 65% 85%
V Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan 14. Berkurangnya luasan permukiman kumuh di kawasan perkotaan.
10% 10% 10% 10% 6% 5%
50
NO. JENIS PELAYANAN DASAR INDIKATOR 2011 2012 2013 2014* 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
VI Penataan Bangunan dan Lingkungan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
15. Terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota.
100% 100% 100% 100% 100% 100%
Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN)
16. Tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara di kabupaten/kota.
90% 90% 90% 100% 100% 100%
VII Jasa Konstruksi Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK)
17. Penerbitan IUJK dalam waktu 10 hari kerja setelah persyaratan lengkap.
100% 100% 100% 100% 100% 100%
Sistem Informasi Jasa Konstruksi
18. Tersedianya Sistem Informasi Jasa Konstruksi setiap tahun
80% 80% 80% 100% 100% 100%
VIII Penataan Ruang Informasi Penataan Ruang
19. Tersedianya informasi mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah kabupaten/kota beserta rencana rincinya melalui peta analog dan peta digital.
90% 90% 90% 100%** 100% 100%
80% 80% 80% 90% 100% 100%
51
NO. JENIS PELAYANAN DASAR INDIKATOR 2011 2012 2013 2014* 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Pelibatan Peran Masyarakat Dalam Proses Penyusunan RTR
20. Terlaksananya penjaringan aspirasi masyarakat melalui forum konsultasi publik yang memenuhi syarat inklusif dalam proses penyusunan RTR dan program pemanfaatan ruang, yang dilakukan minimal 2 (dua) kali setiap disusunnya RTR dan program pemanfaatan ruang.
80% 80% 80% 100% 100% 100%
Izin Pemanfaatan Ruang
21. Terlayaninya masyarakat dalam pengurusan izin pemanfaatan ruang sesuai dengan Peraturan Daerah tentang RTR wilayah kabupaten/kota beserta rencana rincinya.
25% 30% 75% 100% 100% 100%
Pelayanan Pengaduan Pelanggaran Tata Ruang
22. Terlaksanakannya tindakan awal terhadap pengaduan masyarakat tentang pelanggaran di bidang penataan ruang, dalam waktu 5 (lima) hari kerja.
10% 40% 70% 100%** 100% 100%
Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik
23. Tersedianya luasan RTH publik sebesar 20% dari luas wilayah kota/kawasan perkotaan.
4,82% 8% 10% 25% 25% 25%
52
*Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang **Skala kabupaten/kota dan kecamatan ***Skala kelurahan
53
Rencana tindak untuk masing-masing pelayanan di atas disajikan
sebagai berikut:
1. Air Baku
a. Penyusunan renstra pembangunan penyediaan air baku
b. Pembangunan sistem penyediaan air baku
c. Kegiatan rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan
2. Irigasi
a. Penyusunan rencana tata tanam
b. Pengembangan sistem irigasi dengan kegiatan pembangunan dan
peningkatan
c. Pengelolaan sistem irigasi dengan kegiatan rehabilitasi, operasi
dan pemeliharaan
3. Jaringan Jalan—Aspek Aksesibilitas
Peningkatan kondisi jaringan jalan wilayah, dalam hal ini adalah
dengan menambah ruas jalan yang menghubungkan PK yang masih
belum terhubungkan di wilayah tersebut.
4. Jaringan Jalan—Aspek Mobilitas
Peningkatan kondisi jaringan jalan wilayah, dalam hal ini adalah
dengan menambah ruas-ruas jalan yang menghubungkan PK dalam
wilayah tersebut.
5. Jaringan Jalan—Aspek Keselamatan
Peningkatan kondisi ruas-ruas jalan untuk memenuhi kriteria
keselamatan.
6. Ruas Jalan—Kondisi Jalan
Peningkatan kondisi ruas jalan, dalam hal ini adalah dengan
melakukan pemeliharaan rutin atau berkala terhadap ruas jalan yang
dalam kondisi mantap, dan untuk jalan yang sudah dalam kondisi tidak
mantap dibutuhkan penanganan lebih lanjut yakni dengan rehabilitasi
atau dengan overlay.
7. Ruas Jalan—Kecepatan
54
Untuk mengembalikan kecepatan aliran kendaraan untuk suatu ruas
jalan tertentu, dilakukan normalisasi geometri jalan sesuai dengan
LHRT yang harus dilayani jalan. Disamping itu, mengurangi hambatan
samping di sisi kiri/kanan jalan dapat meningkatkan kecepatan.
8. Sistem Penyediaan Air Minum dengan Jaringan Perpipaan dan Bukan
Jaringan Perpipaan
a. Menyusun strategi pengembangan SPAM dengan jaringan
perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi
b. Sosialisasi terkait pencapaian target SPM
c. Pembagian tanggungjawab dalam rangka mencapai target SPM
9. Sistem Air Limbah Setempat yang Memadai
a. Sosialisasi penggunaan tangki septik yang benar kepada
masyarakat, sesuai dengan standar teknis yang berlaku
b. Sosialisasi pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang
benar kepada seluruh stakeholder, sesuai dengan standar teknis
yang berlaku
10. sistem Air Limbah Skala Komunitas/Kawasan/Kota
Sosialisasi penyambungan Sambungan Rumah ke sistem jaringan air
limbah.
11. Fasilitas Pengurangan Sampah di Perkotaan
a. Sosialisasi mengenai pengelolaan sampah terpadu
b. Mengidentifikasi lokasi fasilitas pengurang sampah di perkotaan
sesuai dengan RTRW Kabupaten/Kota
c. Menyiapkan rencana kelembagaan, teknis, operasional dan
finansial untuk fasilitas pengurangan sampah di perkotaan
d. Membangun fasilitas pengurangan sampah di perkotaan untuk
mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA
12. Sistem Penanganan Sampah di Perkotaan
a. Sosialisasi mengenai pengelolaan sampah terpadu
b. Menentukan cakupan layanan pengangkutan
55
c. Menghitung jumlah kendaraan yang dibutuhkan sesuai dengan
jumlah sampah dari sumber
d. Melakukan pengangkutan sampah minimal 2 kali seminggu
e. Melakukan pengangkutan dengan aman, sampah tidak boleh
berceceran ke jalan saat pengangkutan (gunakan jaring, jangan
mengangkut sampah melebihi kapasitas kendaraan)
f. Melakukan pembersihan dan perawatan berkala untuk kendaraan
untuk mencegah karat yang diakibatkan leachate dari sampah yang
menempel di kendaraan
g. Menghitung timbulan sampah yang akan dibuang ke TPA
h. Merencanakan luas kebutuhan lahan TPA berdasarkan jumlah
sampah yang masuk ke TPA
i. Merencanakan sarana / prasarana TPA yang dibutuhkan
berdasarkan kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan, meliputi:
Fasilitas umum (jalan masuk, pos jaga, saluran drainase, pagar,
listrik, alat komunikasi)
Fasilitas perlindungan lingkungan (lapisan dasar kedap air,
pengumpul lindi, pengolahan lindi, ventilasi gas dan sumur uji)
Fasilitas penunjang (air bersih, jembatan timbang dan bengkel)
Fasilitas operasional (buldozer, escavator, wheel/track loader,
dump truck, pengangkut tanah)
j. Memperkirakan timbulan leachate
k. Memperkirakan timbulan gas methan
l. Merencanakan tahapan konstruksi TPA
m. Merencanakan pengoperasian TPA sampah:
Rencana pembuatan sel harian
Rencana penyediaan tahap penutup
Rencana operasi penimbunan/pemadatan sampah
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai
peraturan yang berlaku
56
n. Merencanakan kegiatan operasi / pemeliharaan dan pemanfaatan
bekas lahan TPA
13. Sistem Jaringan Drainase Skala Kawasan dan Skala Kota
Perlunya memperkuat kegiatan non-struktural yang berupa
Pembinaan Teknis pembuatan Rencana Induk Sistem Drainase
maupun memperkuat institusi pengelola drainase di daerah dalam
melaksanakan O/P.
Memperkuat pengelola drainase dalam melaksanakan
Perencanaan dan O/P melalui kegiatan Pembinaan Teknis
14. Berkurangnya Luasan Permukiman Kumuh di Kawasan Perkotaan
Peningkatan kualitas permukiman dilakukan untuk meningkatkan mutu
kehidupan dan penghidupan, harkat, derajat, martabat yang layak
dalam lingkungan yang sehat dan teratur terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah, yang dilakukan berdasarkan identifikasi
melalui penentuan kriteria kumuh dan pembobotan kekumuhan
dengan penanganan meliputi:
1. Perbaikan, yaitu dengan melaksanakan kegiatan tanpa
perombakan yang mendasar, bersifat parsial, dan dilaksanakan
secara bertahap
2. Pemugaran, yaitu dengan melakukan perbaikan dan/atau
pembangunan kembali rumah dan lingkungan sekitar menjadi
keadaan asli sebelumnya
3. Peremajaan, yaitu dengan melakukan perombakan mendasar dan
bersifat menyeluruh dalam rangka mewujudkan kondisi rumah dan
lingkungan sekitar menjadi lebih baik
4. Pemukiman kembali, yaitu dengan memindahkan masyarakat yang
tinggal di perumahan tidak layak huni ke lokasi perumahan lain
yang layak huni, dan
5. Pengelolaan dan pemeliharaan, yaitu dengan mempertahankan
dan menjaga kualitas perumahan dan permukiman agar berfungsi
sebagaimana mestinya, yang dilakukan secara berkelanjutan.
57
Melalui kegiatan ini masyarakat difasilitasi dan distimulasi untuk secara
bersama memperbaiki kehidupan dan penghidupannya melalui
penataan kembali permukiman kumuh, yang dilakukan melalui tahapan
pelaksanaan antara lain:
1. Pemilihan dan penetapan lokasi
2. Sosialisasi
3. Rembug warga
4. Survey
5. Perencanaan
6. Matriks Program
7. Peta Rencana – DED
8. Pelaksanaan fisik
15. Izin Mendirikan Bangunan Gedung (IMB)
Peningkatan prosentase jumlah bangunan gedung di kabupaten/kota
yang memiliki Izin Mendirikan Bangunan Gedung (IMB) melalui:
Sosialisasi pentingnya IMB ke masyarakat untuk mewujudkan tertib
pembangunan dan meningkatkan keselamatan pengguna
bangunan gedung.
Menyesuaikan perda retribusi dengan fungsi dan klasifikasi
bangunan gedung.
Besarnya retribusi ditetapkan dengan tarif yang proporsional dan
transparan serta mengacu ke Peraturan Menteri PU Nomor 24
Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan
Gedung.
Prosedur pengurusan IMB sesuai dengan tingkat kompleksitas
bangunan gedung. Sebagai contoh pengurusan IMB bangunan
sederhana lebih cepat dibandingkan dengan bangunan yang lebih
kompleks.
Lokasi pelayanan pengurusan dan pembayaran retribusi IMB
didekatkan ke masyarakat seperti untuk rumah tinggal.
58
Untuk memudahkan dalam proses pengurusan dan penerbitan IMB
dapat menggunakan software pendataan bangunan gedung.
16. Pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN)
Menyiapkan petugas pendata/penyusun HSBGN.
Petugas pendata/penyusun HSBGN perlu diikutsertakan pada
sosialisasi dan bimbingan teknis tenaga pendata HSBGN yang
diselenggarakan oleh Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan
untuk meningkatkan pemahaman, kapasitas dan keterampilan.
Petugas melakukan pendataan setiap 3 bulan.
Petugas menyusun analisa dan pelaporan.
Petugas membuat usulan HSBGN yang akan ditetapkan oleh
bupati/walikota.
17. Izin Usaha Jasa Konstruksi
Dalam pelaksanaan Penerbitan Izin Usaha Jasa Konstruksi
mengacu pada pedoman yang diterbitkan oleh Menteri Pekerjaan
Umum.
Badan Usaha nasional yang ingin memperoleh IUJK harus
mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikota atau pejabat
yang ditunjuk, dengan mengisi formulir yang telah disediakan.
Setelah mengisi surat permohonan sesuai formulir yang
disediakan, Badan Usaha harus melengkapi dengan kelengkapan
antara lain:
a. Rekaman Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang telah diregistrasi
oleh Lembaga.
b. Persyaratan administrasi lainnya yang ditetapkan Pemerintah
Kabupaten/Kota selama tidak bertentangan dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
Setiap IUJK diberikan nomor kode izin sesuai dengan pedoman
pemberian nomor IUJK yang diterbitkan oleh Menteri Pekerjaan
Umum.
59
IUJK berlaku untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Indonesia
(NKRI).
Setiap IUJK yang diberikan pada Badan Usaha mempunyai masa
berlaku 3 (tiga) tahun sesuai dengan masa berlaku Sertifikat Badan
Usaha (SBU) dan dapat diperpanjang
Setiap IUJK yang diberikan kepada Badan Usaha dikategorikan
sebagai IUJK baru atau perpanjangan atau perubahan.
Unit kerja/Pejabat yang ditunjuk menerbitkan IUJK adalah Unit
kerja/Pejabat yang tugas dan fungsinya membidangi pembinaan
jasa konstruksi.
Unit Kerja/Pejabat yang melaksanakan pemberian IUJK wajib
menyampaikan laporan pertanggung jawaban setiap 6 (enam)
bulan sekali kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada
Gubernur dan Menteri Pekerjaan Umum.
Bupati/Walikota melakukan pengawasan pelaksanaan pemberian
IUJK.
Badan Usaha yang mekakukan pelanggaran tidak memiliki tanda
registrasi oleh Lembaga, maka dikenakan sanksi sesuai PP 28
tahun 2000 pasal 34.
Badan Usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
izin usaha jasa konstruksi, maka dikenakan sanksi sesuai dengan
PP 28 tahun 2000 pasal 35.
18. Sistem Informasi Jasa Konstruksi
Standar Input
Untuk dapat melaksanakan layanan yang baik maka harus jelas
mengenai input yang dibutuhkan untuk memperoleh produk data
dan informasi yang akan diberikan kepada calon pengguna.
Standar input ini berupa data-data yang harus disiapkan untuk
diproses menjadi produk layanan informasi seperti:
a. Materi/data/informasi yang disajikan
b. Waktu data dan informasi di diperoleh
60
c. Waktu saat data ditampilkan pada sistem
d. Sumber data atau informasi
e. Dan jika perlu dicantumkan contact person data/infomasi yang
disajikan.
Standar Proses
Standar proses pelayanan adalah menyangkut indikator-indikator
yang perlu diperhatikan dalam proses pelayanan minimal yang
antara lain sebagai berikut:
a. Alamat website Sistem Informasi jasa konstruksi:
Seluruh data dan informasi Sistem Informasi Jasa Konstruksi
ditampilkan pada sebuah website dengan alamat website yang
mewakili nama kabupaten/kota dan konstruksi.
b. Sumber Data dan Informasi
instansi terkait yang sudah melalui proses verifikasi dan validasi
keabsahan data yang tandai dengan rekomendasi penanggung
jawab instansi terkait.
c. Penanggung jawab Sistem Informasi Pembina Jasa Konstruksi
Penanggung jawab dan dan penanggung gugat produk layanan
informasi Sistem Informasi Jasa Konstruksi adalah orang yang
ditunjuk sebagai penanggung jawab atas pelaksanaan
pelayanan Sistem Informasi Jasa Konstruksi yang secara
vertikal juga bertanggung jawab kepada bupati/walikota.
d. Operator
Operator yang melaksanakan proses memasukkan data atau
informasi pada sistem informasi jasa konstruksi adalah orang
menguasai penggunaan komputer secara mahir dan yang
ditunjuk oleh penanggung jawab sistem informasi sebagai
pelaksana proses memasukkan data atau informasi tersebut ke
sistem yang secara vertikal juga bertanggung jawab kepada
Penanggung Jawab Sistem Informasi Jasa Konstruksi.
19. Informasi Penataan Ruang
61
Pembuatan peta analog RTRW Kabupaten/Kota dan Rencana
Rinci Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Pembuatan peta digital RTRW Kabupaten/Kota dan Rencana Rinci
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
20. Perlibatan Peran Masyarakat Dalam Proses Penyusunan RTR
Konsultasi publik pada proses penyusunan rencana tata
ruang/program pemanfaatan ruang dilakukan melalui forum yang
mempertemukan seluruh stakeholder (selain pemerintah) yang terkait
dengan penyusunan rencana tata ruang dan pihak yang menyusun
rencana tata ruang (pemerintah), yang dilaksanakan dengan
memenuhi syarat inklusif dan mampu menjaring aspirasi masyarakat.
21. Izin Pemanfaatan Ruang
Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan dengan menelaah dan
memeriksa terlebih dahulu kesesuain izin yang diajukan dengan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Jika terdapat
ketidaksesuaian, maka permohonan izin dibatalkan, dan jika sudah
sesuai maka izin tersebut dapat disetujui.
22. Pelayanan Pengaduan Pelanggaran Tata Ruang
Pelayanan pengaduan pelanggaran di bidang penataan ruang
dilakukan dengan menelaah dan memeriksa terlebih dahulu
pengaduan yang diajukan dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan. Jika hasil pengaduan terbukti benar telah terjadi
pelanggaran, maka dilakukan penindakan lebih lanjut terhadap
pelanggaran tersebut.
23. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik
Penyediaan RTH publik dilakukan dengan melakukan penyesuaian
pemanfaatan pola ruang wilayah kota/kawasan perkotaan dengan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
5.4.
62
63
Kendala Pelaksanaan Kegiatan
Selama pelaksanaan kegiatan ini, kendali yang kami temui dalam
rangka penyusunan SPM bidang sosial dan pekerjaan umum terutama
adalah waktu yang sangat terbatas.
64
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1. Kesimpulan
Bab sebelumnya menjelaskan proses pelaksanaan kegiatan yang
telah kami lakukan, hasil analisis dan peringkasan data, berupa target-
target pencapaian SPM per tahun, serta rencana tindakan yang harus
diambil untuk mencapai target-target tersebut.
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel V – 2, SPM bidang sosial
terdiri dari 4 jenis kegiatan dengan 7 indikator dan target yang secara
nasional harus dicapai pada tahun 2015. Untuk kasus Kabupaten
Pemalang, rentang pencapaian target diperluas sampai dengan tahun
2016 dalam rangka menyelaraskan dengan RPJMD 2011 – 2016.
Tabel V – 4 menyajikan jenis kegiatan, indikator, target, dan
rentang pencapaian SPM untuk bidang pekerjaan umum dan tata ruang.
SPM bidang pekerjaan umum dan tata ruang terdiri atas 8 jenis pelayanan
dasar dengan 23 indikator dan target yang secara nasional harus dicapai
pada tahun 2014. Untuk kasus Kabupaten Pemalang, rentang pencapaian
target diperluas sampai dengan tahun 2016 dalam rangka menyelaraskan
dengan RPJMD 2011 – 2016.
6.2. Rekomendasi
Sebagaimana dirumuskan pada Bab I, tujuan akhir kegiatan ini
adalah tersusunnya dua rancangan peraturan bupati tentang SPM bidang
sosial dan pekerjaan umum (terlampir). Dengan dilaksanakannya diskusi
kelompok terarah pada penyampaian laporan antara pada tanggal 6
September 2011 serta validasi data secara berganda kepada pihak-pihak
terkait, kami berharap target-target pencapaian SPM untuk tahun 2011 –
65
2016 yang dipaparkan pada bab sebelumnya serta tercantum dalam
rancangan peraturan bupati terlampir telah mencerminkan realitas dan
kemampuan Kabupaten Pemalang, sehingga hasil penelitian dan
pengkajian ini dapat dijadikan sebagai landasan bagi penetapan kebijakan
SPM bidang sosial dan pekerjaan umum di Kabupaten Pemalang.
Terlepas dari itu, SPM merupakan kebijakan pemerintah pusat
yang menjadi kewajiban tiap-tiap daerah untuk melaksanakannya dalam
rangka memenuhi hak-hak dasar warga negara dalam kaitannya dengan
urusan-urusan wajib yang menjadi wewenang dan tanggung jawab
daerah. Akhirnya, masukan dan komentar akhir tetap kami harapkan
dalam rangka penyempurnaan hasil penelitian ini.
66
DAFTAR PUSTAKA
Denhardt, Robert B. dan J.V. Denhardt. 2000. The New Public Service: Serving Rather than Steering. Public Administration Review Vol. 60, No. 6:549-559.
Dwiyanto, Agus. dkk. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gajah
Mada University Press: Yogyakarta Geri, Laurance R. 2001. New Public Management and the Reform of
International Organizations. International Review of Administrative Sciences Vol. 67 (3), 445–460.
Kasmir. 2005. Kewirausahaan. Raja Grafindo Persada: Jakarta Leach, S., Stewart, J., Walsh, K. 1994. The Changing Organization and
Management of Local Government; London; McMillan Press Moenir, H. A. S. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Cetakan ke-7,
Bumi Aksara. Jakarta.
Moleong, Lexy, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan XI, PT Remaja Rosda Karya Offset, Bandung
Mohamad, Ismail, 2003, Aktualisasi Pelayanan Prima Dalam Kapasitas
PNS sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, Makalah, disampaikan dalam Diskusi Panel Optimalisasi Peran PNS pada Pelaksanaan Tugas Pokok sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, yang diselenggarakan oleh Unit KORPRI POLRI Pusat, pada tanggal 23 Oktober 2003, Jakarta.
Nacmias, david and Chava Nachias, 1987, Reseach Methodes in the
Social Sciences (Third Edition), St. Martin’s Press, Newyork. Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2007. Manajemen Pelayanan. Cetakan
ke-4, Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Sianipar, 1999, Manajemen Pelayanan Masyarakat, Bahan Ajar Diklat
Prajabatan Golongan III, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta.
Sudrajat, Agus, 2004, Membangun Model Pelayanan Publik Yang Dapat
Memenuhi Kebutuhan Masyarkat, Bappenas, Jakarta.
67
Sumber lain: 1. Keputusan MenPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 2. Keputusan MenPAN Nomor 24 Tahun 2005 3. Keputusan MenPAN Nomor 25 Tahun 2004 4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 14/PRT/M/2010 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
5. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 129/Huk/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pemalang 2011 – 2016.