62699069-Http

40
http://www.yonokomputer.com/2011/06/faktor-faktor-yang- berhubungan-dengan.html Faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi dasar pada bayi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu strategi yang efektif dan efisien dalam sistem kesehatan nasional untuk mencegah enam penyakit yang mematikan, yaitu tuberkulosis, dipteri, pertusis, tetanus, campak dan polio. Peningkatan cakupan imunisasi dalam beberapa dekade ini mampu menurunkan angka kematian dikarenakan, penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada tahun 2003, WHO memperkirakan lebih dari 27 juta bayi tidak memperoleh imunisasi di tahun pertama usia mereka, dan 14 juta balita meninggal disebabkan oleh PD3I (Hill, Kirkwood, dan Edmong, 2004). WHO dan UNICEF menetapkan indikator cakupan imunisasi adalah 90% ditingkat nasional, dan 80% di semua kabupaten. Dalam

Transcript of 62699069-Http

Page 1: 62699069-Http

http://www.yonokomputer.com/2011/06/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengan.html

Faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi dasar pada bayi

BAB IPENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Imunisasi merupakan salah satu strategi yang efektif dan efisien dalam sistem kesehatan

nasional untuk mencegah enam penyakit yang mematikan, yaitu tuberkulosis, dipteri, pertusis,

tetanus, campak dan polio. Peningkatan cakupan imunisasi dalam beberapa dekade ini mampu

menurunkan angka kematian dikarenakan, penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi. Pada tahun 2003, WHO memperkirakan lebih dari 27 juta bayi tidak memperoleh

imunisasi di tahun pertama usia mereka, dan 14 juta balita meninggal disebabkan oleh PD3I

(Hill, Kirkwood, dan Edmong, 2004). WHO dan UNICEF menetapkan indikator cakupan

imunisasi adalah 90% ditingkat nasional, dan 80% di semua kabupaten. Dalam Rencana Strategis

Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005-2009, target universal child

immunization (UCI) desa sebesar 98% tercapai pada tahun 2009 (Ayubi, 2006).

Penyakit infeksi dan kurang gizi masih termasuk penyebab kematian balita di Indonesia, sehingga Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi, yaitu 52 perseribu kelahiran hidup pada tahun 2006. Namun begitu, AKB tersebut telah menurun jauh dibandingkan pada 1970 yang mencapai 145 perseribu kelahiran hidup, berkat program imunisasi dari pemerintah kepada balita secara gratis di Puskesmas sejak 1977. Program imunisasi itu meliputi BCG (anti tuberkulosis), tetanus, polio, campak, dipteri (anti infeksi saluran pernapasan), pertusis (anti batuk rejan), dan hepatitis B, selain didukung pemberian gizi cukup seperti air susu ibu, makanan bervitamin, maupun buah-buahan (Amdani, 2004).

Page 2: 62699069-Http

Menurunnya AKB dalam beberapa waktu terakhir, memberi gambaran adanya

peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. Penurunan AKB

tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan cakupan imunisasi bayi, peningkatan cakupan

persalinan oleh tenaga kesehatan, penempatan bidan di desa, dan meningkatnya proporsi ibu

dengan pendidikan yang lebih tinggi (Depkes RI, 2004).

Kegiatan imunisasi di Indonesia dimulai di Pulau Jawa dengan vaksin cacar pada tahun

1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar. Selanjutnya mulai

dikembangkan vaksinasi antara cacar dan BCG. Pelaksanaan vaksinasi ini ditetapkan secara

nasional tahun 1973. Bulan April 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO. Pada

tahun yang sama, dilakukan studi pencegahan terhadap tetanus neonatorum dengan memberikan

suntikan tetanus toksoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tahun 1976

mulai dikembangkan imunisasi DPT di beberapa kecamatan yang didahului oleh Pulau Bangka

di Sumatera Selatan. Tahun 1977 ditentukan sebagai fase persiapan Pengembangan Program

Imunisasi (PPI). Tahun 1980 program imunisasi rutin terus dikembangkan dengan memberikan

tujuh jenis antigen, yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B, TT, dan DT (Depkes RI,

2005).

Cakupan imunisasi nasional selama tahun 2004 adalah ; BCG (97,9%), DPT1 (97,2%),

DPT3 (91,1%), Campak (89,6%), Polio 4 (90,5%), dan Hepatitis B (72,0%) (Depkes RI, 2005).

Cakupan imunisasi nasional pada tahun 2005 adalah ; BCG (87,7%), DPTI (79,9%), DPT3

(75,7%), Campak (85,4%), Polio 4 (77,1%), dan Hepatitis B (72,1%) (Depkes RI, 2003).

Bila imunisasi dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat

mengurangi angka kesakitan dan kematian balita, sedangkan yang dimaksud imunisasi dasar

lengkap adalah telah mendapat semua jenis imunisasi dasar pada waktu bayi berusia 11 bulan.

Page 3: 62699069-Http

Sedangkan bayi yang sama sekali tidak diimunisasi tentu kekebalannya lebih rendah dari pada

bayi yang melakukan imunisasi (Ibrahim, 1991).

Target cakupan imunisasi nasional tahun 2005 adalah BCG (90%), DPT 1 (95%), DPT 2

(90%), DPT 3 (85%), Polio 1 (95%), Polio 2 (90%), Polio 3 (90%), polio 4 (85%), HB 1 (90%)

HB 2 (85%), HB 3 (80%) dan campak (90%) (Depkes 2005). Dari data cakupan imunisasi di

Propinsi Bengkulu dari beberapa puskesmas untuk mencapai target imunisasi antara lain :

puskesmas Beringin Raya yang masih rendah cakupan imunisasi adalah BCG (45%) DPT 1

(44%), DPT 2 (36%), DPT 3 (40%), polio 3 (41%), Polio 4 (27%), puskesmas sawah lebar masih

rendah cakupan imunisasi HB 2 (42%), HB 3 (39%), Puskesmas Kandang  masih rendah

cakupan Imunisasi yang mendapat BCG (70%), DPT 1 64%), DPT 2 (50%), DPT 3 (57%), Polio

1 (73%), Polio 2 (65%), Polio 3 (66%), Polio 4 (60%), HB 2 (62%), HB  3(51%), Campak 77%.

Dari beberapa puskesmas, puskesmas Basuki rahmad dengan  jumlah bayi 744 yang masih

rendah cakupan Imunisasi  antara lain : BCG (27%), DPT (25%), DPT 2 (19%), DPT 3 (25%),

Polio 1 (30%) Polio 2 (29%), Polio 3 (28%), Polio 4 (31%), HB 2 (28%), HB 3 (26%) dan

Campak (21%). Dari data tahun 2006 tersebut di puskesmas belum mencapai target yang

ditentukan oleh WHO. Sudah dilakukan pada usia 11-12 bulan survey awal pada tanggal 13

Maret 2007 yang mendapat imunisasi lengkap 390 bayi yang tidak lengkap 346 bayi, 8 bayi yang

tidak mendapat imunisasi yang tercatat di register puskesmas Basuki Rahmad.

Dari faktor-faktor tersebut menurut Wahana (2001) umur ibu yang kurang 30 tahun

cenderung imunisasinya lengkap sedangkan umur ibu lebih 30 tahun imunisasinya tidak lengkap.

Jumlah anak menurut Wahan (2001) bahwa ibu yang mempunyai anak kurang dari 2 imunisasi

anaknya lengkap sedangkan ibu yang mempunyai anak lebih dari 3 imunisasinya tidak lengkap,

faktor-faktor  yang mempengaruhi status imunisasi dasar mencakup umur, pendidikan, jumlah

Page 4: 62699069-Http

anak. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai

faktor-faktor yang berhubungan dengan  status imunisasi dasar pada bayi.

B.     Rumusan Masalah

Dengan  uraian latar belakang diatas masalah penelitian adalah masih rendahnya semua

cakupan imunisasi pada bayi di puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu 2007.

C.    Tujuan Penelitian

1.      Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi dasar pada bayi di

wilayah kerja Puskesmas Basuki Rahmad tahun 2007.

2.      Tujuan Khusus

a.       Mengetahui hubungan umur ibu dengan  status imunisasi dasar pada bayi

b.      Mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan status imunisasi dasar pada bayi.

c.       Mengetahui hubungan jumlah anak dengan  status imunisasi dasar pada bayi

D.    Manfaat Penelitian

1.      Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa Politeknik Kesehatan

Bengkulu Jurusan Kebidanan dalam memberikan pelayanan pada masyarakat khususnya

pengguna imunisasi.

2.      Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini dijadikan masukan bagi tenaga kesehatan untuk dapat lebih meningkatkan

konseling atau penyuluh tentang pemberian imunisasi pada bayi.

Page 5: 62699069-Http

3.      Manfaat bagi peneliti lain

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam mengembangkan

penelitian berikutnya.

E.     Keaslian Penelitian

Riza Isfan, 2006, Faktor-faktor yang berhubungan dengan  status imunisasi dasar, di Kota

Padang yang menggunakan metode penelitian case control dengan  jumlah sampel 152

responden, dengan hasil:

1.      Hubungan umur ibu dengan status imunisasi dasar pada anak

Sescara statistik dapat di buktikan bahwa adanya hubungan yang signifikan dan antara umur ibu

dengan status imunisasi dasar pada anak. Nilai OR 3,06 dengan 95% CI= 1,73 - 5,42 .

2.      Hubungan pendidikan ibu dengan status imunisasi dasar pada anak

Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan ibu dengan status

Imunisasi dasar pada anak. Nilai OR 2,52 dengan 95% CI = 1,32 – 4,82.

3.      Hubungan pekerjaan ibu dengan status imunisasi dasar pada anak.

Tidak ditemukan adanya hubungan antara pekerjaan ibu terhadap status imunisasi dasar pada

anak.

4.      Hubungan pengetahuan ibu dengan status imunisasi dasar pada anak

Terlihat bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu dengan

status imunisasi dasar pada anak. Nilai OR: 1,75 dengan 95% CI = 1,04 – 2,95.

Page 6: 62699069-Http

5.      Hubungan sikap ibu dengan status imunisasi dasar pada anak.

Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap ibu dengan status imunisasi dasar

pada anak. Nilai OR : 1,65 dengan 95% CI = 1,05 -2.60.

6.      Hubungan jumlah anak dengan status imunisasi dasar pada anak.

Tidak adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan status

imunisasi dasar pada anak.

7.      Hubungan pekerjaan suami dengan status imunisasi dasar pada anak.

Terlihat bahwa antara pekerjaan suami dengan status imunisasi dasar pada anak ada hubungan

yang bermakna secara statistik. Nilai OR : 2,61 dengan 95 % CI = 1,05 – 6,49.

8.      Hubungan jarak ke tempat pelayanan imunisasi dengan status imunisasi dasar pada anak.

Diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara jarak ke tempat pelayanan

imunisasi dengan status imunisasi dasar pada anak. Nilai OR : 8,03 dengan 95% CI = 2,54 –

14.22.

9.      Hubungan status ekonomi dengan status imunisasi dasar pada anak.

Diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara status ekonomi dengan

status imunisasi dasar pada anak. Nilai OR : 2,25 dengan 95 % CI = 1,27 – 3,98

10.  Hubungan anjuran untuk imunisasi dengan status imunisasi dasar pada anak.

Di ketahui bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara anjuran untuk imunisasi

dengan status imunisasi dasar pada anak. Nilai OR : 2,13 dengan 95% CI = 1,48 – 3,06.

Page 7: 62699069-Http

11.  Penulis ingin mengetahui faktor-faktor (umur ibu, pendidikan ibu, dan jumlah anak) yang

berhubungan dengan status imunisasi dasar pada bayi di puskesmas Basuki Rahmad Kota

Bengkulu tahun 2007.

Perbedaan dengan  penelitian yang penulis lakukan saat ini adalah tempat, waktu, jumlah sampel,

variabel, cara menganalisa.

Penulis ingin mengetahui faktor-faktor (umur ibu, pendidikan ibu dan jumlah anak) yang

berhubungan dengan  status imunisasi dasar pada bayi di puskesmas Basuki Rahmad Kota

Bengkulu.

Page 8: 62699069-Http

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Imunisasi

1.      Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tidak akan

sakit atau sakit ringan (Depkes RI, 2000). Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian

imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Depkes RI,

2005).

2.      Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah penyakit tertentu pada seseorang dan

menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan

menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar. Keadaan yang terakhir

ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang transmisinya bergantung kepada manusia,

seperti misalnya difleri, agar dapat lebih mudah mengerti mengenai proses imunologik yang

terjadi pada vaksinasi maka terlebih dahulu perlu diketahui tentang respons imun dan mekanisme

pertahanan tubuh (IDAI, 2002).

9

Imunisasi terhadap difteri, pertusis dan tetanus dimulai sejak umur 2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak tiga kali. Imunisasi campak cukup diberikan satu kali karena diperhitungkan memberikan perlindungan seumur hidup. imunisasi poliomyelitis sudah dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan sebanyak empat kali. Dengan  pemberian imunisasi yang lengkap maka terjadinya penyakit dan kematian dapat dihindari (Ali Musa,1995).

3.      Manfaat Imunisasi

Page 9: 62699069-Http

Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka

kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan

oleh :

a.       Bayi, mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau

kemandulan.

b.      Keluarga, menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang dikeluarkan bila bayi sakit.

Hal ini akan mendorong pembentukan keluarga kecil karena orang tua yakin bayi-bayinya berada

dalam keadaan aman.

c.       Negara, memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk

melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa (Depkes RI, 2002).

4.      Program Imunisasi

Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan

upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective. Dengan upaya imunisasi terbukti

bahwa penyakit cacat telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak

tahun 1974 (Depkes RI, 2005).

Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi

dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

(DP3I), yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus, serta hepatitis B. Dengan

upaya imunisasi pula, kita sudah dapat menekan penyakit polio dan sejak tahun 1995 tidak

ditemukan lagi virus polio liar yang berasal dari Indonesia (indigenous). Hal ini sejalan dengan

upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan Program Eradikasi Polio (ERAPO)

(Depkes RI, 2005).

Page 10: 62699069-Http

Penyakit lain yang sudah dapat ditekan sehingga perlu ditingkatkan programnya adalah

tetanus maternal dan neonatal, serta campak. Untuk tetanus telah dikembangkan upaya Eliminasi

Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE), sedang terhadap campak dikembangkan upaya Reduksi

Campak (RECAM). ERAPO, MNTE dan RECAM juga merupakan komitmen global yang wajib

diikuti oleh semua negara di dunia (Depkes RI, 2005) secara khusus  program imunisasi

ditujukan untuk

a.       Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan imunisasi lengkap

minimal 80% secara merata pada bayi di  desa/kelurahan pada tahun 2010

b.      Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden dibawah 1 perseribu kelahiran

hidup dalam satu tahun) pada tahun 2008,

c.       Eradikasi Polio pada tahun 2008

d.      Tercapainya reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2006 (Depkes RI, 2005).

5.      Jadwal Pemberian Imunisasi

Wahab (2002), menyebutkan bahwa imunisasi yang diharuskan di Indonesia adalah

imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin), Hepatitis B, DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus),

Polio dan Campak. Kegiatan imunisasi yang rutin adalah imunisasi dasar pada bayi umur 12-24

bulan meliputi : BCG (1 kali pemberian), DPT (4 kali), Hepatitis B (3 kali), dan Campak (1 kali)

(Muchlastriningsih, 2005). Imunisasi dasar rutin terhadap bayi dilaksanakan berdasarkan jadwal

berikut :

Tabel 2.1.Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Terhadap Bayi

VaksinPemberian Imunisasi

Selang Waktu

PemberianUmur Keterangan

BCG 1 x 0-11 bulanDPT 3 x

(DPT 1,2,3)4 minggu 2-11 bulan

Page 11: 62699069-Http

Polio 4 x(Polio

1,2,3,4)

4 minggu 0-11 bulan

Campak 1 x 9-11 bulanHepatitis B

3 x(Hepatitis B

1,2,3)

4 minggu 0-11 bulan Untuk bayi yang lahir di RS/Puskesmas/RB/Rumah oleh tenaga kesehatan, HB segera diberikan dalam 24 jam pertama kelahiran. BCG, Polio diberikan sebelum bayi pulang ke rumah.

Sumber : Pedoman Teknis Imunisasi, 2005

B.     Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program imunisasi adalah

tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis B (Muchlastriningsih, E,

2005).

1.      Tuberkulosis :

Penyebab infeksi adalah kompleks mycobacterium tuberkulosis. Kompleks ini termasuk

mycobacterium tuberkulosis dan mycobacterium africanum terutama berasal dari manusia, dan

mycobacterium bavis yang berasal dari sapi. Mulai masuknya bibit penyakit sampai timbul

gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tuberkulosis positif kira-kira 2-10 minggu. Resiko

menjadi TB paru dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer biasanya terjadi pada

tahun pertama dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup.

Umumnya manusia berperan sebagai reservoir, jarang sekali primate, di beberapa daerah

terjadi infeksi yang menyerang ternak, seperti sapi, babi, dan mamalia lain. Penularan terjadi

melalui udara yang mengandung basil TBC dalam percikan ludah yang dikeluarkan oleh

penderita TB paru dan TB laring pada waktu mereka batuk, bersih, atau pada waktu bernyanyi.

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Pajanan dalam jangka waktu lama dalam lingkungan

Page 12: 62699069-Http

keluarga menyebabkan resiko terinfeksi. Pemberian imunisasi BCG terhadap mereka yang tidak

terinfeksi TB (tes tuberkulin negatif), lebih dari 90% akan memberikan hasil tes tuberkulin

positif.

2.      Difteri

Penyebab penyakit adalah corynebacterium diphtheria dari biotipe gravis, mitis, atau

intemedius. Masa inkubasi biasanya 2-5 hari, terkadang lebih lama. Reservoir penyakit ini adalah

manusia. Cara penularan melalui kontak dengan penderita atau carrier. Jarang sekali penularan

melalui peralatan yang tercemar oleh discharge dari lesi penderita difteri. Susu yang tidak

dipasteurisasi dapat berperan sebagai media penularan. Masa penularan beragam, tetap menular

sampai tidak ditemukan lagi bakteri dari discharge dan lesi, biasanya berlangsung 2 minggu atau

kurang, bahkan kadangkala dapat lebih dari 4 minggu. Carrier kronis dapat menularkan penyakit

sampai 6 bulan.

Penyakit ini muncul terutama pada bulan-bulan dimana temperatur lebih dingin di negara

sub tropis, dan terutama menyerang bayi-bayi berumur di bawah 15 tahun yang belum

diimunisasi. Cara pemberantasan yang efektif adalah dengan melakukan imunisasi aktif secara

luas dengan diphtheria toxoid (DT). Imunisasi dilakukan pada waktu bayi dengan vaksin yang

mengandung diphtheria toxoid, tetanus toxoid, antigen “acelullar pertussis”, atau vaksin yang

mengandung “whole cell pertussis” (DTP).

3.      Pertusis

Penyebab penyakit adalah bordetella pertussis, basil pertusis. Masa inkubasi penyakit ini

umumnya 7-10 hari. Reservoir penyakit ini adalah manusia, yang dianggap sebagai satu-satunya

hospes (Muschlastriningsih, E, 2005).

Page 13: 62699069-Http

Cara penularan melalui kontak langsung dengan discharge selaput lendir saluran

pernafasan dari orang yang terinfeksi lewat udara, kemungkinan juga penularan melalui percikan

ludah. Seringkali penyakit dibawa pulang oleh anggota saudara yang lebih tua atau orang tua

penderita. Penyakit ini sangat menular pada stadium kataral awal sebelum paroxysmal.

Selanjutnya tingkat penularannya secara bertahap menurun dan dapat diabaikan dalam waktu 3

minggu untuk kontak bukan serumah, walaupun batuk spasmodic yang disertai “whoop” masih

tetap ada (Ali Musa, D, 1995).

Distribusi penyakit, penyakit endemis yang sering menyerang bayi-bayi (khususnya usia

dini) tersebar di seluruh dunia, tidak tergantung etnis, cuaca ataupun lokasi geografis. Terjadi

penurunan yang nyata dari angka kesakitan pertusis selama empat decade terakhir, terutama pada

masyarakat dimana program imunisasi berjalan dengan baik serta tersedia pelayanan kesehatan

yang cukup dan gizi yang baik (Muschlastriningsih, E, 2005).

Cara pencegahan dilakukan dengan pemberian imunisasi mulai usia dua bulan dan

mengikuti jadwal pemberian imunisasi yang dianjurkan. Imunisasi dasar untuk mencegah infeksi

bordetella pertussis yang direkomendasikan adalah tiga dosis vaksin yang mengandung suspensi

bakteri yang telah dimatikan, biasanya dikombinasikan dengan diphtheria dan tetanus toxoid

yang diserap dalam garam alumunium (vaksin absorbsi Diptheria dan Tetanus Toxoid dan

Pertusis¸ DPT) (Muschlastriningsih, E, 2005).

4.      Tetanus

Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dikeluarkan oleh

basil tetanus yang hidup secara anaerobic pada luka. Ciri khas dari tetanus adalah adanya

kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher, diikuti dengan otot-otot seluruh badan.

Gejala pertama yang muncul, yang mengarahkan kita untuk memikirkan tetanus pada bayi usia

Page 14: 62699069-Http

lebih tua dan orang dewasa, adalah jika ditemukan adanya kaku otot pada abdomen. Posisi yang

khas pada penderita tetanus yang mengalami kejang adalah terjadinya opisthotonus dan ekspresi

wajah yang disebut dengan risus sardnoicus. (Depkes RI, 2002).

Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa satu hari sampai

beberapa bulan. Hal ini tergantung pada ciri, kedalaman dan letak luka, rata-rata masa inkubasi

adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada umumnya makin pendek

masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminasi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan

makin jelek prognosisnya (Depkes RI, 2004).

Reservoir dari basil tetanus adalah usus kuda dan hewan lainnya, termasuk manusia

dimana kuman tersebut berbahaya bagi hospes dan merupakan flora normal dalam usus, tanah,

atau benda-benda yang dapat terkontaminasi dengan tinja hewan atau manusia dapat juga

berperan sebagai reservoir (Depkes RI, 2003)

Penularan terjadi apabila spora tetanus masuk ke dalam tubuh, bisanya melalui luka tusuk

yang tercemar dengan tanah, debu jalinan, atau tinja hewan dan manusia. Sporran dapat juga

masuk melalui luka bakar atau luka lain yang sepele, atau dapat juga melalui pembedahan,

termasuk setelah sirkumsisi. Tidak ada penularan langsung dari manusia kepada manusia. Cara

pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toksoid bersama-sama diphtheria toxoid

dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT (Depkes RI, 2005).

5.      Poliomielitis

Penyakit polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1,2 dan 3. semua tipe

dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan.

Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan

wabah. Sebagian besar kasus vaccine associated disebakan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi

Page 15: 62699069-Http

umumnya 7-14 hari untuk kasus paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari (Depkes RI,

2004).

Reservoir satu-satunya adalah manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa

gejala atau (inapparent infection) terutama bayi-bayi. Penularan terutama terjadi dari orang ke

orang melalui rute orofekal; virus lebih mudah dideteksi dari tinja, dalam jangka waktu panjang

dibandingkan dari secret tenggorokan. Di daerah dengan sanitasi lingkungan yang baik penularan

terjadi melalui sekret faring dari pada melalui rute orofekal (Muchlastriningsih, E, 2005).

Cara pencegahan dengan memberikan imunisasi polio (OPV) untuk merangsang

pembentukan antibody, baik antibodi di dalam darah maupun antibody pada jonjot (vili) usus. Di

samping itu, virus yang ada pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang di sekitarnya dengan

cara penyebaran sekunder (Depkes RI, 2005).

6.      Campak

Penyakit campak disebabkan oleh virus campak, anggota genus morbilivirus dari famili

paramyxoviridae, yang merupakan penyakit virus akut yang sangat menular. Gejala awal berupa

demam, konjungtivitis, pilek, batuk, dan bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih

atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak koplik) tanda

khas bercak kemerahan di kulit timbul pada hari ketiga sampai hari ketujuh, dimulai di daerah

muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4-7 hari, dan kadang-kadang berakhir dengan

pengelupasan kulit berwarna kecoklatan. Masa inkubasi berlangsung sekitar 10 hari, tiap bisa

antara 7-18 hari dari terpajan sampai gejala demam, biasanya 14 hari sampai timbul ruam. Jarang

sekali lebih lama dari 19-21 hari (Muchlastriningsih, E, 2005).

Reservoirnya adalah manusia. Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama

sebelum munculnya gejala prodormal (biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam) sampai 4

Page 16: 62699069-Http

hari setelah timbulnya ruam; minimal setelah hari kedua timbulnya ruam. Virus vaksin yang

dilemahkan, sampai saat ini tidak pernah dilaporkan menular. Penularan melalui udara dengan

penyebaran droplet, kontak langsung melalui sekret hidung atau tenggorokan dari orang-orang

yang terinfeksi dan agak jarang melalui benda-benda yang terkena sekret hidung atau sekret

tenggorokan. Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala

prodormal (biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam) sampai 4 hari setelah timbulnya

ruam; minimal setelah hari kedua timbulnya ruam. Virus vaksin yang dilemahkan, sampai saat

ini tidak pernah dilaporkan menular (Muchlastriningsih, E, 2005).

Pencegahan terhadap penyakit campak dilakukan dengan pemberian imunisasi campak

dengan menggunakan vaksin yang mengandung virus campak yang dilemahkan. Gejala ini

muncul antara 5-12 hari setelah diimunisasi, biasanya akan berakhir setelah 1-2 hari, namun

tidak begitu mengganggu (Depkes RI, 2005).

7.      Hepatitis B

Penyebab penyakit adalah virus hepatitis B (HBV), termasuk hepadnavirus, berukuran

42-nm double stranded DNA virus terdiri dari nucleocapsid core (HbsAg) berukuran 27 mm,

dikelilingi oleh lapisan lipoprotein di bagian luarnya yang berisi antigen permukaan (HbsAg).

Masa inkubasi biasanya berlangsung 45-180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit diperlukan

waktu selama 2 minggu untuk bisa menentukan HbsAg dalam darah, dan jarang sekali sampai

selama 6-9 bulan. Perbedaan masa inkubasi dikaitkan dengan berbagai faktor, antara lain jumlah

virus dalam inoculum, cara penularan, dan faktor penjamu (IDAI, 2002).

Manusia berperan sebagai reservoir. Simpanse juga rentan terhadap infeksi, tetapi

reservoir pada binatang di hutan tidak ditemukan. Cara penularan HBV yang paling sering terjadi

melalui kontak seksual atau kontak rumah tangga dengan seseorang yang tertular. Penularan

Page 17: 62699069-Http

perinatal terjadi dari ibu kepada bayinya. Bagian tubuh yang memungkinkan terjadinya

penularan HBV adalah darah dan produk darah, air ludah, cairan cerebrospinal peritoneal, cairan

pericardial dan synovial, cairan amniotic, semen, cairan vagina, cairan bagian tubuh lainnya

yang berisi darah, organ dan jaringan tubuh yang terlepas. (Depkes RI, 2002).

Strategi pencegahan hepatitis B antara lain melakukan skrining terhadap ibu hamil untuk

menemukan HbsAg dan memberikan HBIG dan imunisasi hepatitis B pada bayi yang lahir dari

ibu dengan HbsAg positif, memberikan imunisasi hepatitis B rutin untuk semua bayi. Kekebalan

terhadap HBV dipercaya akan bertahan paling sedikig selama 15 tahun setelah pemberian

imunisasi lengkap (Depkes RI, 2004).

C.    Pendidikan

1.      Pengertian

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan, spritul keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUD No. 20, 2003).

Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling

melengkapi dan memperkaya. Pendidikan sebagaimana diselenggarakan dengan sistem terbuka

melalui tatapan muka atau melalui jarak jauh (UUD No 20, 2003). Jenjang pendidikan formal

terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Page 18: 62699069-Http

a.       Jenis-jenis pendidikan

1)      Pendidikan dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang dilandasi jenjang pendidikan menengah,

pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain

yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsnawiyah (MTs).

2)      Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, pendidikan menengah terdiri

atas pendidikan menengah umum dan pendidikan kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk

Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).

3)      Pendidikan tinggi

Pendidikan tinggi merupakan lanjutan dari pendidikan menengah yang mencakup

pendidikan Diploma, Sarjana, Megister, Spesialis dan Doktor yang diselenggarakan oleh

Perguruan Tinggi, Pendidikan ini diselenggarakan dengan  sistem terbuka.

D.    Faktor-faktor yang berhubungan dengan  imunisasi dasar (Darnen, Tufi,2001)

1.      Umur Ibu

Umur ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan imunisasi bayinya. Hasilnya

penelitian Wardhana (2001) disebutkan bahwa ibu yang berumur 30 tahun atau lebih cenderung

imunisasi bayinya tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang berumur lebih muda.

Penelitian yang lain dengan memperlakukan umur ibu sebagai data kontinyu, menemukan

bahwa status imunisasi bayi semakin baik (imunization rate) seiring dengan peningkatan umur

ibu (Waldhoer, 1997).

Page 19: 62699069-Http

Penelitian Rahmadewi (1994), memperoleh hasil bahwa (58,3%) kelengkapan status

imunisasi bayi terdapat pada ibu yang berumur 20-29 tahun. Sedangkan proporsi yang hampir

sama pada umur ibu 15-19 tahun sebelum (48,4%)dan umur ibu 30 tahun lebih sebesar (48,5%)

2.      Pendidikan Ibu

Penelitian yang dilakukan Sreaflied dan Singarimbun (1986), diketahui bahwa tingkat

pendidikan ibu mempunyai hubungan dengan  status imunisasi dasar pada bayi. Penelitian

terhadap 519 responden, didapat hasil bahwa persentase bayi dengan  imunisasi dasar lengkap

lebih tinggi dari pada ibu dengan  tingkat pendidikan SLTA ke atas.

Penelitian yang dilakukan Masjukri, dkk (1983), mendapatkan ibu-ibu yang buta huruf

sampai dengan  tak tamat SD, proporsinya lebih tinggi pada kelompok yang tidak tahu imunisasi,

sedangkan ibu-ibu dengan  pendidikan dari tamat SD ke atas, proporsinya lebih tinggi pada

kelompok yang tahu imunisasi.

Berapa studi menemukan bahwa tingkat pendidikan ibu berhubungan yang positif dengan 

status imunisasi bayi. Ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi (waktu

mengikuti pendidikan lebih lama), maka bayinya akan mempunyai status imunisasi yang

semakin baik/mengikuti pemberian imunisasi sesuai jadwal yang dianjurkan / ditetapkan

program (Wahyono, 1999)

3.      Jumlah anak

Jumlah saudara juga mempunyai hubungan dengan  status imunisasi  dasar pada bayi. Bayi

yang mempunyai status Imunisasinya lengkap mempunyai 2 saudara, sedangkan bayi yang status

Imunisasinya tidak lengkap mempunyai lebih kurang 2 saudara (Wahyono, 1999).

BAB III

Page 20: 62699069-Http

METODOLOGI PENELITIAN

A.    Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian  ini secara survey  analytic  dengan 

pendekatan cross Sectional di mana  penelitian dilakukan terhadap variabel  bebas (faktor 

resiko)  dan variabel tergantung (efek)  dengan  pengukuran di lakukan sekali dan dalam waktu

yang bersamaan.  Desain penelitian secara cross sectional dapat  dilihat gambar di bawah ini

Gambar 3.1  Desain Penelitian

Page 21: 62699069-Http

B.     Variabel Penelitian

Variabel Independen                                                        Variebel Dependen

C.    Definisi Operasional

1.      Definisi Operasional Variabel Dependent dan Independent

NoNama

VariabelDefinisi

Metode dan Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

1 Status imunisasi dasar pada bayi

Status bayi berusia 11-12 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap, berupa BCG, DPT1,

Check list 0 : Bayi usia 11-12  bulan yang tidak mendapat imunisasi lengkap

:  Bayi usia 11-12

Nominal

Page 22: 62699069-Http

DPT2, DPT3, Polio1, Polio2, Polio3, Polio4, Campak dan HB1, HB2 dan HB3 berdasarkan catatan pada registrasi imunisasi di Puskesmas

bulan yang mendapat imunisasi lengkap

2 Umur ibu Usia ibu yang memiliki  bayi berusia 11-12 bulan dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir

WawancaraKuesioner, format isian

0 = > 30 tahun1 = < 30 tahun

Ordinal

3 Pendidikan Ibu

Jenjang sekolah tertinggi yang diselesaikan/ ditamatkan responden

WawancaraKuesioner format isian

0 = dasar1 = menengah 2 = tinggi

Ordinal

5 Jumlah anak

Ibu yang mempunyai anak 2 orang dan ibu yang mempunyai anak < 2 orang

Wawancara, kuesioner, format pengumpulan data

0 =  2 orang1 = < 2 orang

Ordinal

D.    Populasi dan Sampel

1.      Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 11-12 bulan yang

melakukan imunisasi di wilayah kerja Puskesmas Basuki Rahmad pada saat penelitian dilakukan,

besar populasi 744  responden.

Dimana :

n          : jumlah sampel

p          : ½ (pl + p0)

q          : 1-p

Z/2    : 1,96

Z       : 1,28

Page 23: 62699069-Http

P0           : Proporsi kontrol yang terkena pajanan

P1         :

OR      : perkiraan odds ratio                          (Sumber : Budiono, 2002)

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian, didapat nilai Z, Z, OR, Po, P1 seperti terlihat

pada tabel dibawah ini

Variabel Z Z OR Po P1 Besarnya sampel

1.  Umur ibu 

2.  Pekerjaan Ibu  

3.  Jumlah anak

1,96

1,96

1,96

1,28

1,28

1,28

2,78

2,04

1,03

0,36

0,2

2,1

0,41

0,32

2,4

46

16

94

2.      Sampel

Dengan  hasil perhitungan didapat sampel yang paling besar adalah 94 jadi dalam

penelitian ini mengambil sampel sebesar 94 orang.

E.     Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu.

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei  2007.

F.     Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari sumber data dengan menggunakan kuesioner. Apabila peneliti

menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data

disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti,

baik pertanyaan tertulis maupun lisan (Arikunto, 2002).

Page 24: 62699069-Http

Dengan  penelitian ini, data variabel terikat (status imunisasi dasar pada bayi) diperoleh

dari buku register imunisasi di puskesmas, sedangkan data variabel bebas (umur ibu, pendidikan

ibu, jumlah anak) dikumpulkan dengan kuesioner dengan melakukan wawancara langsung

kepada responden.

G.    Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul, diolah dengan menggunakan software yang sudah ada pada

komputer. Khusus pada variabel yang diperoleh dari beberapa pertanyaan, dilakukan scoring

untuk lebih menyederhanakan  data variabel tersebut.

H.    Analisa Data

1.      Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi semua variabel

penelitian.

2.      Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk menguji hipotesis ada tidaknya hubungan variabel antara

masing-masing variabel bebas dengan  variabel terikat yang ditunjukkan dengan  nilai p. Hasil

analisis disajikan dalam bentuk tabulasi dan narasi. Jika nilai p<0,05, berarti ada hubungan yang

bermakna secara statistik. Tetapi jika nilai p > 0,05 berarti tidak hubungan yang bermakna secara

statistik. Dalam analisis bivariat peneliti menggunakan soft ware pengolahan data dengan 

bantuan komputer.

PR   dapat ditulis dengan  rumus sebagai berikut :

PR

Page 25: 62699069-Http

Tabel silang

Pajanan Kasus Kontrol Jumlah

Ya a b a + b

Tidak c d c + d

Jumlah a + c b + d a + b + c + d

Dimana :

Sel a       : Yang mengalami pajanan

Sel b       : Yang mengalami pajanan

Sel c       : Yang tidak mengalami pajanan

Sel d      : Yang tidak mengalami pajanan

Maka PR ({a/(a+b) : b/(a+b)}/c(c+d):d/(c+d)}=a/b:c/d = ad/bc

Untuk menarik kesimpulan nilai ratio adalah sebagai berikut :

PR > 1 : Mempertinggi resiko (promotive factor)

PR = 1 : Tidak terdapat asosiasi

PR < 1 :  Mengurangi resiko (preventive factor)

Page 26: 62699069-Http

DAFTAR PUSTAKA

 

Ayubi, Dian, 2006. Peran Kepemimpinan Transformasional Pengelola Program Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota Terhadap Status Imunisasi Anak di Tujuh Provinsi di Indonesia, Disertasi, FKM-U1, Depok

Ali Musa, Dahlan, 1985. Peranan Pencegahan Khususnya lmunisasi dalam Penurunan Angka Kematian Bayi di Indonesia, MIKMI, XV, No: nor 9

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian, suatu pendekatan praktek, Cetakan Keduabelas, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Amdani, 2004, Angka Kematian Bayi Masih Tinggi, Info Penyakit Menular, Depkes RI, Jakarta

Darnen, Tufi, 2001. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status ketidaklengkapan imunisasi dasar pada anak umur 01-04 tahun di Kabupaten Indramayu tahun 2001 (analisis data sekunder Survei Evaluasi Manfaat/ SEM), FKMTII, Depok

IDAI, 2002. Buku Imunisasi di Indonesia.

Istin, Nur, 2002. Pengaruh Faktor Predisposisi dan Pendukung Terhadap Status Imunisasi Anak Usia 9-59 bulan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2002, FKMLII, Depok

Masjkuri K, Nuning, dkk., 1985. Penelitian Pengertian Ibu-ibu Tentang Imunisasi Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan Tahun 1983, FKM UI, Jakarta.

Muchlastriningsih, Enny, 2005, Penyakit-penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi di Indonesia, Cermin :Dunia Kedokteran No. 148

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Ke.sehatan. Cetakan Pertama. T. Rineka Cipta, Jakarta.

Pediatrics, 2005, Pedoman Pematauan don Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

________, '2004. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2002, Departemen Kesehatan RI, Jakarta,