6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Korosi dan Faktor Penyebab...
Transcript of 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Korosi dan Faktor Penyebab...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Korosi dan Faktor Penyebab Korosi
Logam yang dibiarkan dalam udara terbuka atau kontak dengan
lingkungan yang korosif akan mengalami korosi. Pada pertambangan minyak dan
gas bumi adanya gas CO2, H2S, asam organik, garam, dan air dapat
mengakibatkan korosi pada peralatan produksi. Berikut beberapa definisi tentang
korosi.
II.1.1 Definisi Korosi
Korosi menurut National Asociation Corrrosion Enginerr (NACE) adalah
degradasi material, biasanya logam yang dihasilkan oleh interaksi dengan
lingkungannya. Menurut IUPAC adalah reaksi irreversible antarmuka material
(logam, keramik, polimer) dengan lingkungannya yang mengakibatkan material
dikonsumsi atau melarutnya material pada komponen lingkungan. Menurut ISO
8044-1986 korosi adalah interaksi fisika-kimia antara logam dan lingkungannya
yang mengakibatkan perubahan sifat dari logam dan seringkali mengakibatkan
lemahnya fungsi logam.
Pada pertambangan minyak bumi dan industri masalah korosi mendapat
perhatian yang sangat serius kerena menyangkut masalah ekonomi, keselamatan
kerja, dan lingkungan kerja. Gambar 2.1 menunjukkan terjadinya korosi pada pipa
pertambangan minyak bumi.
7
Gambar 2.1: korosi yang terjadi pada pipa pertambangan minyak bumi
II.1.2 Faktor-Faktor Penyebab Korosi
Terdapat empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya korosi yaitu:
1. Adanya bahan yang berperan sebagai katoda (elektroda positif) atau kation
(ion positif dalam bentuk mikro)
2. Adanya bahan yang berperan sebagai anoda (elektroda negatif) atau anion (ion
negatif dalam bentuk mikro)
3. Adanya media elektrolit sebagai penghubung atau rangkaian listrik
4. Adanya arus listrik.
Menurut Nerst korosi terjadi karena…
1. Adanya kontak antara anoda sehingga terjadi sel galvanik yang menyebabkan
terjadi korosi.
2. Endapan pada suatu paduan (adanya fasa pada fasa induk) akan bersifat
katodik terhadap matriksnya sehingga terjadi korosi antar-kristalin.
3. Daerah pada proses pendinginan memiliki tegangan dalam yang lebih besar
sehingga daerah tersebut mudah terserang korosi (Supriyatman, dkk, 2002).
8
II.2 Jenis-Jenis Korosi
Korosi pada logam dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, diantaranya:
a. Korosi seragam (uniform corrosion)
Korosi jenis ini dicirikan oleh reaksi kimia atau elektrokimia dengan
penampakan produk korosi dan peronggaan sekala besar secara merata.
b. Korosi dwilogam (Galvanic corrosion)
Korosi jenis ini terjadi antara dua buah logam yang bersentuhan dengan nilai
potensial berbeda satu dan lainnya atau kedua logam berantaraksi dalam
larutan elektrolit yang bersifat korosif.
c. Korosi celah (crevice corrosion)
Korosi jenis ini bersifat lokal, terjadi antara dua buah material, baik logam-
logam atau logam-non logam yang keduanya mempunyai celah menyebabkan
terjadinya perbedaan konsentrasi oksigen.
d. Korosi sumuran (pitting corrosion)
Korosi jenis ini menyerang secara lokal dan selektif menghasilkan bentuk
permukaan berlubang pada logam sangat dalam membentuk seperti sumur.
e. Korosi erosi (erosion corrosion)
Korosi jenis ini terjadi akibat proses mekanik melalui pergerakan relatif antara
aliran gas atau larutan korosif dengan permukaan logam.
f. Korosi retak tegang (stress corrosion cracking)
Korosi jenis ini disebabkan adanhya tegangan tarik (tensile stress) dengan
media korosif yang menyebabkan terjadi penampakan retak di dalam logam.
9
g. Korosi batas butir (intergranular corrosion)
Korosi jenis ini menyerang secara lokal pada batas butir logam sehingga butir-
butir logam hilang atau kekuatam mekaniknya berkurang. Korosi ini
diakibatkan adanya kotoran (impurity) batas butir, adanya unsur yang berlebih
pada sistem perpaduan atau penghilangan salah satu unsur pada daerah batas
butir.
h. Peluluhan selectif (dealloying)
Peluluhan selektif atau dealloying merupakan penghilangan salah satu unsur
dari paduan logam akibat korosi.
i. Fretting corrosion
Korosi jenis ini terjadi pada dua permukaan logam yang bersentuhan dengan
beban besar yang bergerak dengan gerak vibrasi pada dasar permukaan logam
di lingkungan korosif.
j. Peronggaan (cavitation)
Peronggaan terjadi saat tekanan operasional cairan turun dibawah tekanan uap
gelembung-gelembung gas yang dapat merusak permukaan logam dasar
(Priyotomo, 2008).
II.3 Korosi dalam Media Jenuh CO2
Karbon dioksida sering ditemukan dalam pertambangan gas dan minyak
bumi terutama pada cairan produksi. Korosi CO2 atau lebih dikenal dengan sweet
corrosion terjadi pada instalasi produksi maupun pada instalasi pengeboran.
Cairan produksi yang terangkat ke permukaan disertai dengan gas CO2, H2S, air,
10
dan bakteria. Gas CO2 dan H2S yang terlarut dalam air bersifat asam dan
menjadikan cairan tersebut bersifat elektrolit.
Laju korosi gas CO2 terlarut lebih korosif dibandingkan dengan laju korosi
gas H2S (Brondel, dkk, 1994). Gas CO2 yang terlarut dalam air akan
menghasilkan pH rendah, sehingga meningkatkan laju korosi. Laju korosi
menurun seiring dengan kenaikan pH. Hal ini disebabkan CO2 terlarut dapat
bereaksi dengan air membentuk ion-ion HCO3- dan H+ (Azko Nobel). Dengan
adanya ion bikarbonat dalam larutan akan bereaksi dengan atom-atom logam
(misalnya besi) membentuk besi karbonat atau kompleks besi karbonat seperti
ditunjukkan melalui persamaan berikut:
( )
( )
2 2
3 3
3 3 22
23 3 3 2
2 2 2
2
( )
Fe H O Fe OH H e
Fe HCO FeCO H e
Fe OH HCO FeCO H O OH
FeCO HCO Fe CO H
+
− + −
− −
− − +
+ → + +
+ → + +
+ → + +
+ → +
Laju korosi meningkat seiring dengan meningkatnya ion bikarbonat. Jika
konsentrasi ion Fe2+, HCO3- dan CO3
2- dalam larutan mencapai titik jenuh maka
akan terbentuk lapisan pasif FeCO3 di permukaan baja membentuk pasivasi
(Isdiriyani, dkk, 1999; Akzo Nobel ). Pada suhu yang tinggi, kelarutan CO2
berkurang dan kelarutan FeCO3 makin tidak larut, sehingga laju korosi menurun
akibat meningkatnya pasivasi dari kerak FeCO3. Namun demikian, laju
pembentukan lapisan pasif menurun seiring dengan meningkatnya pH media,
akibat dari melarutnya lapisan pasivasi FeCO3.
11
II.4 Pencegahan Korosi
Pencegahan korosi dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya (a)
memilih bahan yang tahan terhadap lingkungan korosif, (b) melakukan coatiing
dan/atau pelapisan pada bagian luar pipa/ logam dan (c) menginjeksikan larutan
inhibitor secara berkala pada cairan media untuk melindungi lapisan dalam
pipa/logam. Pada umunya penambahan inhibitor pada cairan produksi lebih
ekonomis dibandingkan dengan pencegahan korosi yang lainnya, karena selain
tidak merusak dan tidak mencemari lingkungan juga lebih aman digunakan (Ilim,
dkk, 2008)
II.4.1 Inhibitor Korosi
Untuk melindungi pipa bagian luar dapat dilakukan dengan cara pelapisan
(coatting) atau dengan pelindung logam yang potensialnya lebih rendah dari
logam yang akan dilindungi (proteksi katodik), sedangkan perlindungan pipa
bagian dalam dapat digunakan senyawa kimia sebagai inhibitor korosi. Inhibitor
korosi adalah senyawa kimia yang larut dalam air dan/atau larut dalam minyak
yang ditambahkan dalam jumlah sedikit pada medium korosif, dan menghambat
proses korosi dengan mengubah kondisi permukaan antar muka logam (Isdiriyani,
dkk, 1999)
12
II.4.2 Jenis Inhibitor
Berdasarkan jenis senyawa pembentuknya, inhibitor korosi terdiri dari
inhibitor organik dan inhibitor anorganik. Inhibitor organik terdiri dari senyawa-
senyawa alipatik dan senyawa amina aromatis, poliamina, imidazolie dan
garamnya. Senyawa anorganik terdiri dari senyawa kromat, seng posfat, dan
silika (Isdiriyani, dkk, 1999).
Berdasarkan proses inhibisinya, inhibitor korosi terdiri dari inhibitor
anodik, inhibitor katodik, inhibitor campuran dan inhibitor teradsorpsi. Inhibitor
anodik adalah inhibitor yang dapat menurunkan laju korosi dengan cara
menghambat transfer ion-ion logam ke dalam larutan ruah karena berkurangnya
daerah anoda akibat pasivasi. Inhibitor katodik adalah inhibitor yang dapat
menurunkan laju korosi dengan cara menghambat salah satu tahap pada proses
katodik, seperti pembebasan ion-ion H+ atau penangkapan O2. Inhibitor campuran
adalah inhibitor yang dapat menurunkan laju korosi dengan cara menghambat
proses katodik dan anodik secara bersamaan. Pada umumnya, inhibitor komersial
berfungsi ganda, yakni sebagai inhibitor katodik dan anodik. Inhibitor teradsorpsi
adalah inhibitor dari golongan senyawa organik yang dapat mengisolasi pemukaan
logam dari lingkungan korosif melalui pembentukan film teradsoprsi, sehingga
dapat menurunkan laju korosi (Antonijevic, dkk, 2007).
13
II.4.3 Mekanisme inhibisi korosi
Proses inhibisi korosi logam oleh inhibitor dapat berlangsung melalui beberapa
tahap atau proses, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. interaksi elektrostatik antara logam yang terpolarisasi dengan molekul
inhibitor yang polar.
2. jenis interaksi dipole antara pasangan elektron bebas dalam inhibitor dengan
orbital-d pada logam
3. interaksi elektron π (ikatan rangkap) dari inhibitor dengan orbital-d pada
logam
4. kombinasi ketiganya (Elewady, 2008).
II.5 Metenamina
Metenamina atau hexamine atau disebut juga hexametylenetetramine
adalah senyawa organik heterosiklik yang dapat dibuat melalui reaksi
formaldehida dengan amonia. Metenamina adalah senyawa kristalin berwarna
putih yang memiliki kelarutan yang besar dalam air. Stuktur molekul metenamina
ditunjukkan pada gambar 2.2.
Metenamina digunakan dalam kesehatan sebagai antibiotik (metenamina
hippurate) dan sebagai bahan bakar tablet yang digunakan untuk memasak ketika
kemah ataupun ketika naik gunung. Metenamina hippurate digunakan untuk obat
infeksi sistem urin dan juga sebagai perawatan pada penyakit post renal
obstruktif. Dalam dunia industri, metenamine dengan 1,3.5-trioksan digunakan
sebagai bahan bakar tablet yang memiliki energi tinggi, tidak berasap dan tidak
14
meninggalkan debu. Selain itu juga metenamina adalah senyawa inhibitor korosi
yang potensial, karena mempunyai struktur yang menyerupai sangkar burung
dengan 4 buah atom nitrogen tersier. Oleh karena itu penelitian mengenai
pemakaian metenamina sebagai inhibitor korosi dilakukan karena belum pernah
dilaporkan (wikipedia, 2009).
Gambar 2.2 Struktur Metenamina
II.6 Metode polarisasi potensiodinamik
Metode polarisasi potensiodinamik adalah suatu metoda elektrokimia yang
dikembangkan berdasarkan pada tingkat polarisasi logam akibat berinteraksi
dengan lingkungan orosif atau dengan molekul yang bersifat polar. Untuk
menentukan tingkat polarisasi logam dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain dengan linear polarization resistance (LPR) atau dengan Tafel extrapolation
(Tafel plot).
II.6.1 Persamaan Tafel
Metode pengujian dengan cara Tafel banyak diaplikasikan untuk
mengukur laju korosi pada media uji secara cepat. Metode Tafel dipelajari dari
kurva Tafel seperti ditunjukkan pada gambar 2.3. Pada logam yang kontak dengan
medium korosif mengakibatkan adanya reaksi reduksi dan oksidasi pada logam
15
tersebut. Dalam logam akan terbentuk situs-situs mikrosel katodik maupun
mikrosel anodik sehingga akan dihasilkan arus, baik dari katodik maupun anodik.
Arus yang terjadi menghasilkan potensial yang disebut potensial korosi, Ekor,
dimana potensial daerah anoda sama dengan potensial daerah katoda. Ada atau
tidak adanya arus yang diberikan dari luar dapat mengakibatkan terbentuk
potensial lebih antara potensial katoda dan potensial anoda, potensial ini
dinamakan dengan potensial berlebih (over potensial,η).
Gambar 2.3 Kurva Polarisasi Tafel
Untuk reaksi yang dikendalikan oleh laju perpindahan muatan (charge
transfer) berlaku persamaan Butler- Volmer sebagai berikut:
(1)
Jika η positif, (E - Ekor) > 0 atau bersifat anodik, maka persamaan untuk anodik
dapat diabaikan sehingga persamaannya menjadi:
exp( /o ai i nF RTα η =
su (2)
16
0
2,303 2,303log loga
RT RTi i
nF nFη
α α= −su su (3)
dan rapat arus anodik, ia, dalam berntuk logaritmanya dinyatakan sebagai
log loga a a oi iη β β= − (4)
dengan
2,303a
RT
nFβ
α= su (5)
sedangkan jika η negatif, (E - Ekor) < 0 atau bersifat katodik, maka persamaan
untuk katodik bisa diabaikan sehingga persamaannya menjadi
exp( /o ci i nF RTα η =
su (6)
0
2,303 2,303log logc
RT RTi i
nF nFη
α α= −su su (7)
dan rapat arus katodik, ic, dalam bentuk logaritmanya dapat dinyatakan sebagai
log logc c c oi iη β β= − (8)
dengan
2,303c
RT
nFβ
α= su (9)
Besaran aη dan cη merupakan persamaan Tafel untuk polarisasi katodik dan
anodik, besaran aβ dan cβ merupakan lereng Tafel untuk reaksi deelektronisasi
dan elektronisasi.
Jika persamaan Tafel dimasukkan ke dalam persamaan Butler-Volmer
akan dihasilkan persamaan:
17
(10)
Jika persamaan 10 diturunkan terhadap E akan diperoleh,
(11)
(12)
(13)
dengan
Pkor
BR
I= (14)
sehingga dengan menghubungkan persamaan 13 dan 14 diperoleh persamaan
Stern-Gerry yaitu
(15)
18
II.6.2 Laju Korosi berdasarkan teknik Tafel
Adanya aliran elektron dari permukaan logam ke dalam larutan ruah atau
oksidasi logam dapat mengakibatkan korosi. Kesetaraan antara arus korosi, I dan
massa zat yang bereaksi, m, menurut pesamaan hukum Faraday yaitu
eA tm I
F= (16)
dengan F menyatakan tetapan Faraday, Ae adalah massa ekivalen logam dan t
adalah waktu. Persamaan 16 dibagi dengan waktu dan luas permukaan elektroda
(A) menghasilkan laju korosi, Vcorr yaitu
corr corr
m aV I
tA F= = (17)
dengan Ikor adalah rapat arus korosi yang harganya sama dengan I/A (A.cm-2).
Rapat arus korosi menyatakan arus yang terkonsentrasi pada permukaan elektroda
menyebabkan elektroda terkorosi. Nilai Ikor dapat ditentukan dari tahanan
polarisasi dan tetapan Tafel anodik/katodik melalui persamaan
corrP
BI
R= (18)
dengan B adalah tetapan Stern-Gery dan Rp adalah tahanan polarisasi larutan.
Satuan laju korosi logam dalam sel elektrokimia dapat menggunakan satuan mm
per tahun (ASTM G3-1989), sehingga persamaannya menjadi
33,27 10corr corr
AeV x I
ρ−= (19)
19
dengan Vkor menyatakan laju korosi (mm.th-1), Ae adalah masa ekivalen logam
(g.mol-1.ek-1), ρ adalah masa jenis logam (g.cm-3), dan Ikor adalah rapat arus korosi
(µA.cm-2) yang ditransfer.
II.7 Metode EIS
Spektroskopi impedansi elektrokimia (electrochemical impedance
spectroscopy, EIS) adalah suatu metoda untuk menganalisis respon suatu
elektroda terkorosi terhadap sinyal potensial AC pada amplitudo rendah (∼10 mV)
dengan rentang frekuensi sangat lebar. Pada prinsipnya, EIS digunakan untuk
menentukan parameter elektrokimia berkaitan dengan unsur-unsur listrik seperti
tahanan, R, kapasitansi, C, dan induktansi, L (Jones, 1992).
Tahanan listrik dalam EIS dinyatakan dengan impedansi (Z). Impedansi
adalah ukuran kemampuan suatu rangkaian dalam menahan aliran arus listrik.
Dalam impedansi, sinyal potensial dan arus AC berada dalam fase berbeda, dan
nilainya dipengaruhi oleh frekuensi. Pengukuran impedansi elektrokimia pada
umumnya menggunakan potensial AC terhadap sel elektrokimia dan mengukur
arus yang mengalir melewati sel. Diasumsikan bahwa pengukuran impedansi
elektrokimia menggunakan potensial eksitasi sinusoidal. Reaksi pada potensial ini
adalah sinyal arus AC. Sinyal arus ini dapat dianalisis sebagai jumlah fungsi
sinusoidal (sebuah rangkaian Fourier).
Pengukuran impedansi elektrokimia biasanya menggunakan sinyal-sinyal
kecil yang tereksitasi. Ini dilakukan agar respon dari sel adalah semi linear
(pseudo-linear). Pada sistem linear (pseudo-linear) respon arus terhadap respon
20
sinusoidal akan berbentuk sinusiodal pada frekuensi yang sama tetapi berbeda
fasanya.
Gambar 2.4 Respon Arus Sinusoidal pada Sistem Linear
Sinyal tereksitasi digambarkan sebagai fungsi waktu dengan persamaan:
(20)
dengan Et adalah potensial pada waktu t, Eo adalah amplitudo dari sinyal, dan ω
adalah frekuensi radial. Hubungan antara frekuensi radial ω (rad/detik) dan
frekuensi f (Hz) adalah:
(21)
dalam sistem linear, respon sinyal, It, pergeseran fasa (φ) dan perbedaan
amplituto, Io dinyatakan dengan:
(22)
pernyataan di atas dapat disamakan dengan hukum Ohm, untuk menghitung
impedansi pada sistem, menggunakan pesamaan :
(23)
21
dengan mengggunakan persamaan Euler,
(24)
ini memungkinkan untuk menyatakan impedansi sebagai fungsi kompleks. Dalam
potensial fungsi kompleks dinyatakan sebagai :
(25)
dan respon dari arus sebagai:
(26)
dengan J adalah bilangan kompleks , 1J = − . Oleh karena itu, impedansi dalam
bentuk kompleks dirumuskan sebagai berikut:
(27)
dalam fungsi kompleks, impedasi dapat diungkapkan dalam bentuk impedansi
Real, Zr dan impedansi imaginer , Zi, yaitu sebagai berikut:
r iZ Z Z= + (28)
Jika impedansi real dialurkan pada sumbu-x dan impedansi imajiner
dialurkan dalam sumbu-y maka diperoleh aluran Nyquist. Berdasarkan aluran
Nyquist, impedansi dapat dinyatakan sebagai suatu vektor dengan panjang |Z|.
Sudut antara vektor dan sumbu-x adalah φ (= sudut Z), seperti tampak pada
gambar 2.5.
22
Gambar 2.5 Aluran Nyquist
Selain aluran Nyquist, perilaku impedansi suatu elektroda dapat
diungkapkan dalam aluran Bode, dimana log f dialurkan dalam sumbu–x dan nilai
impedansi mutlak |Z| atau perubahan fase pada sumbu-y, seperti pada gambar 2.6.
Aluran Bode memberikan informasi tentang frekuensi yang diterapkan dalam sel
elektrokimia. Aluran Nyquist dan Bode menghasilkan suatu rangkaian listrik
ekivalen, tersusun dari komponen tahanan larutan dan tahanan transfer muatan
yang dihubungkan secara pararel dengan kapsitansi. Seperti ditunjukkan pada
gambar 2.6.
Gambar 2.6 Aluran Bode dan Rangkaian listrik ekivalen
23
Tahanan Larutan (Rp)
Tahanan larutan bergantung pada konsentrasi ion, jenis ion, suhu, dan
geometri dari arus yang dibawa. Tahanan larutan didefinisiskan sebagai:
(29)
dengan ρ adalah tahanan jenis larutan. Kebalikan dari ρ yakni κ paling umum
digunakan. Parameter κ adalah konduktifitas larutan dan hubungan antara
κ dengan tahanan larutan dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
(30)
Kapasitansi Lapis Rangkap (Cdl)
Sifat listrik lapisan rangkap terdapat pada lapisan antarmuka antara
elektode dan lingkungan larutan elektrolit. Lapisan rangkap ini terdiri dari ion-ion
larutan yang teradsorpsi pada permukaan logam. Muatan pada elektroda menyebar
sebagai ion- ion, dan penyebarannya sangat kecil bahkan seringkali dalam orde
angstrom.
Penyebaran muatan oleh insulator membentuk suatu kapasitor. Nilai dari
kapasitansi lapis rangkap tergantung pada banyak variabel, seperti potensial
elektrode, suhu, konsentrasi ion, jenis ion, lapisan oksida, kekasaran elektrode,
impurity adsorpsion, dan lain-lain.
24
Tahanan Transfer Muatan (Rct)
Tahanan serupa yang terbentuk dari reaksi setengah sel elektrokimia.
Dalam hal ini tidak dalam keadaan potensial campuran tetapi setengah reaksi
dalam kesetimbangan. Mengingat substrat logam yang kontak dengan larutan
elektrolit. Logam terlarut dalam larutan elektrolit , mengikuti persamaan reaksi;
atau secara umum
dalam persamaan reaksi awal, elektron masuk pada logam dan ion-ion dari logam
terdifusi pada larutan elektrolit. Terjadi transfer muatan antara larutan dengan
logam. Transfer muatan ini terjadi dengan kecepatan tertentu. Kecepatan
bergantung pada jenis reaksi, suhu, konsentrasi reaksi produk dan potensial.
Hubungan antara potensial dan arus (secara langsung berhubungan dengan
elektron yang sama dan juga transfer muatan melalui hukum faraday) adalah:
(31)
dengan Io = perubahan rapat arus Co, Co* = konsentrasi oksidan pada permukaan elektrode dan larutan ruah CR = konsentrasi reduktan pada permukaan elektrode η = overpotensial; F = konstanta faraday; T = suhu; R = konstanta gas
α = orde reaksi n = jumlah elektron yang terlibat.
Ketika konsentrasi arus pada larutan ruah sama dengan arus pada permukaan
elektrode, Co=Co* dan CR=CR*, maka Persamaan 31 menjadi
25
(32)
Persamaan ini disebut dengan persamaan Butler-Volmer. Ini berguna ketika
polarisasi hanya tergantung pada kinetika transfer muatan. Ketika overpotensial,
η, sangat kecil dan sistem elektrokimia berada dalam kesetimbangan, ungkapan
tahanan transfer muatan berubah menjadi:
(33)
dari persamaan ini perubahan rapat arus dapat dihitung jika Rct diketahui (Gamry,
2007; Sunarya, 2008).
II.8 Isoterm Adsorpsi
Pada umumnya inhibitor berfungsi dengan baik melalui adsorpsi secara
fisika (adsorpsi elektrostatik) maupun adsorpsi secara kimia (Khaled, 2007).
Hubungan antara fraksi penutupan permukaan logam (θ) dan konsentrasi inhibitor
dalam metode Tafel dapat ditentukan dari rapat arus (Ikor), sedangkan dalam
metode EIS ditentukan dari tahanan transfer muatan (Rct) melalui persamaan
berikut:
( )corr corr inh
corr
i i
iθ
−= (34)
( )
( )
ct ct inh
ct inh
R R
Rθ
−= (35)
26
Isoterm adsorpsi langmuir disasarkan pada asumsi bahwa semua situs
adsorben setara dan adsorpsi molekul terjadi secara bebas pada situs terdekat yang
dihuni atau tidak. Asumsi ini dituangkan ke dalam persamaan berikut:
1Kc
θθ
=−
(36)
Persamaan 36 dalam bentul logaritmanya menjadi:
log log log1 ads inhK C
θθ
= + − (37)
dengan θ adalah fraksi penutupan permukaan, Kads adalah konstanta
kesetimbangan adsorpsi, dan Cinh adalah konsentrasi zat teradsorpsi (inhibitor).
Isoterm adsorpsi menurut Temkin dapat ditentukan melalui persamaan
1ln( )adsK C
fθ = (38)
dengan θ adalah fraksi penutupan permukaan, Kads adalah koefisien atau konstanta
kesetimbangan adsorpsi, f adalah parameter interaksi molekuler, dan Cinh adalah
konsentrasi senyawa inhibitor (Wahyuningrum, dkk, 2007; Khaled, 2007).
Dalam bentuk persamaan linearnya, persamaan isoterm adasorpsi
Langmuir diubah menjadi
1CC
Kθ= + (39)
dengan demikian, hubungan linear dapat ditentukan dari aluran c/θ sebagai fungsi
dari c, dengan kemiringan satu satuan (Khaled, 2007; Elewady, 2008).
Perpotongan dari garis lurus menyatakan konstanta kesetimbangan, K, sehingga
energi bebas adsorpsi, adsG∆ dapat ditentukan melalui persamaan:
27
1exp ads
solvent
GK
C RT
−∆ =
(40)
dengan Csolvent adalah konsentrasi molar pelarut, untuk air adalah 55,5 M; R
adalah tetapan gas ideal = 8.314 J/mol.K dan T adalah suhu termodinamik dalam
Kelvin (Wahyuningrum, dkk, 2007; Khaled, 2007; Elewady, 2008).
II.9 Efisiensi inhibisi
Untuk menentukan efisisensi inhibisi dengan metode Tafel digunakan
persamaan
( )% 100%corr corr inh
corr
i iIE x
i
−= (41)
dengan icorr dan icorr(inh) adalah rapat arus dengan dan tanpa adanya inhibitor,
sedangkan untuk menghitung efisiensi inhibisi dengan metode EIS ditentukan
melalui persaman
( )
( )
% 100%ct ct inh
ct inh
R RIE x
R
−= (42)
dengan Rct(inh) dan Rct, adalah tahanan transfer muatan dengan dan tampa adanya
inhibitor.
28