5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

27
BATUK DARAH M. Jusuf Wibisono Hood Alsagaff PENDAHULUAN Batuk darah atau hemoptysis adalah salah satu gejala yang paling penting pada penyakit paru, pertama karena merupakan bahaya potensial adanya perdarahan yang gawat yang memerlukan tindakan segera dan intensif, dimana batuk darah masif yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Kedua karena batuk darah hampir selalu disebabkan oleh penyakit bronkopulmonal (Wolfe, 1977; Ingbar,1999). Pada umumnya penderita batuk darah telah mempunyai penyakit dasar, tetapi keluhan yang berasal dari penyakit dasar tadi tidak mendorong penderita untuk pergi berobat. Penderita baru datang berobat ketika timbul batuk darah, walaupun darah yang keluar hanya sedikit atau berupa dahak yang bergaris-garis merah, Batuk darah merupakan keadaan yang menakutkan bagi penderita dan keluarganya. Akibat ketakutan inilah pendenita akan menahan batuknya, hal ini akan memperburuk keadaan karena akan timbul penyulit seperti penyumbatan saluran napas atau sufokasi, asfiksi dan eksanguinasi (Wolfe, 1977; Ingbar, 1999). Penyakit yang mendasari timbulnya batuk darah dapat dicari dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologi. Sering prosedur diagnostik seperti bronkoskopi, bronkografi 1

Transcript of 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

Page 1: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

BATUK DARAH

M. Jusuf Wibisono

Hood Alsagaff

PENDAHULUAN

Batuk darah atau hemoptysis adalah salah satu gejala yang paling penting pada

penyakit paru, pertama karena merupakan bahaya potensial adanya perdarahan yang

gawat yang memerlukan tindakan segera dan intensif, dimana batuk darah masif yang

tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Kedua

karena batuk darah hampir selalu disebabkan oleh penyakit bronkopulmonal (Wolfe,

1977; Ingbar,1999).

Pada umumnya penderita batuk darah telah mempunyai penyakit dasar, tetapi

keluhan yang berasal dari penyakit dasar tadi tidak mendorong penderita untuk pergi

berobat. Penderita baru datang berobat ketika timbul batuk darah, walaupun darah yang

keluar hanya sedikit atau berupa dahak yang bergaris-garis merah, Batuk darah

merupakan keadaan yang menakutkan bagi penderita dan keluarganya. Akibat

ketakutan inilah pendenita akan menahan batuknya, hal ini akan memperburuk keadaan

karena akan timbul penyulit seperti penyumbatan saluran napas atau sufokasi, asfiksi

dan eksanguinasi (Wolfe, 1977; Ingbar, 1999).

Penyakit yang mendasari timbulnya batuk darah dapat dicari dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan radiologi. Sering prosedur diagnostik seperti bronkoskopi,

bronkografi dan pulmonary angiography diperlukan untuk diagnostik definitif (Health

communities. com. 2002).

DEFINISI

Sinonim batuk darah adalah hemoptoe atau hemoptysis. Hemoptysis berasal dari

bahasa Yunani yaitu haima yang berarti darah dan ptysis yang berarti diludahkan.

Menurut kamus kedokteran Dorland, hemoptysis atau batukdarah adalah ekspektorasi

darah atau mukus yang berdarah. Beberapa penulis seperti Johnston dan Obraska

1

Page 2: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

berpendapat bahwa perdarahan yang terjadi harus berasal dari saluran napas bagian

bawah (dari glottis ke bawah), bukan berasal dari saluran napas bagian atas atau saluran

pencernaan. Jadi perlu dibedakan antara batuk darah dan muntah darah (Cahill,1994;

Alsagaff, 1995).

Berdasarkan jumlah darah yang keluar, Pursel membagi batuk darah menjadi :

Derajat 1 : bloodstreak2 : 1 - 30 cc3 : 30 - 150 cc4 : 150 - 500 cc

Massive : 500 - 1000 cc atau lebih.

Johnson membuat pembagian lain menurut jumlah darah yang keluar menjadi :

1. Single hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung kurang dari 7 hari.

2. Repeated hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung lebih dari 7 hari dengan interval

2 sampai 3 hari.

3. Frank hemoptysis yaitu bila yang keluar darah saja tanpa dahak.

ETIOLOGI

Berdasarkan penyebab batuk darah, Ingbar (1999) membagi sebagai berikut:

Tabel 1. Etiologi batuk darah menurut prosentasi

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------Etiologi % insiden % kasus; % kasus dengan

dg batuk darah batuk darah masif----------------------------------------------------------------------------------------------------------Ca bronkogenik 10-15% 30-50% 10%Bronkiektasis 20% 24-45% 30%Tuberkulosis paru 25-40% 5-20% 20%Abses paru 1-6% 10-15% 25%Adenoma bronkial 1% 40-55% 10%Eksaserbasi PPOK 10-20% 10% <5%Kardiovaskuler 1-7% ? ?AVM 10% 40% 25%--------------------------------------------------------------------------------------------------------

2

Page 3: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

3

Page 4: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

Tabel 2. Penyebab batuk darah-----------------------------------------------------------------------------------------------------------Kardiologi

Mitral stenosis

Trikuspid endokarditis

Penyakit jantung bawaan

Hematologi

Koagulopati

DIC

Trombositopeni

Platelet disfunction

Infeksi

Abses paruMisetomaPneumonia nekTotikanParasitJamur / tuberkulosaVirus

Neoplasma

Adenoma bronkialKarsinoma bronkogcnikMetastase kanker

Trauma

Cedera dada tajam / tumpulRuptur bronkusErmboli lemakTracheal-innominateArteryfistula

Penyakit sistemik

Goodpasteur syndromeWegener's granulomatosisSystemic lupus erythematosusVaskulitisIdinnathir pulmnnarv homosiderosis

(Dikutip dari Ingbar DH. Massive hemoptysis : Assesment and Management. Clin

Chest Med. 1994 ; 15 : 147)

4

ParuBronkiektasisEmboli paruKistik fibrosisEmfisema bulosa

IstrogenikBronkoskopiSwan-Ganz infarctionRuptur arteri pulmonarisAspirasi transtrakealLymphangiograp,ky

VaskulerHipertensi pulmonalA V malformationAneurisma, aorta

Obat / ToksinAntikoagulanPenisilaminAnhidrid trimetalikSolventsKokainAspirinTrombolitik

Lain-lainAmiloidosisBronkolitiasisEndometriosisBenda asingKriptogenik

Septic pulmonary emboli

Page 5: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

Berdasarkan usia penderita, Pursel membagi batuk darah menjadi :

a. Anak-anak dan remaja : - bronkiektasis

- stenosis mitral

- tuberkulosis

b. Umur 20 - 40 tahun : - tuberkulosis

- bronkiektasis

- stenosis mitral

c. Umur lebih dari 40 tahun : - karsinoma bronkogen

- tuberkulosis

- bronkiektasis

PATOGENESIS

1. Batuk darah pada tuberculosis pada umumnya terjadi oleh karena :

a. Adanya Rasmussen's aneurysm yang pecah (Thompson, 1992; Wolfe, 1977).

Teori dimana terjadi perdarahan aneurisma dari Rasmussen ini telah lama

dianut, tetapi beberapa laporan otopsi lebih membuktikan terdapat

hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis

lebih banyak merupakan asal dari perdarahan. Setelah berkembangya

arteriografi dapat dibuktikan bahwa pada setiap proses paru terjadi

hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan

memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terdapat kegagalan arteri pulmonalis

dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Oleh karena itu

terdapatnya Rasmussen aneunisma pada kaverna tuberkulosis yang merupakan

asal perdarahan diragukan. (Thompson, 1992).

b. Adanya kekurangan protrombin yang disebabkan oleh toksemia dari baksil

tuberkulosa yang menginfeksi parenkim paru ( Health communities.com.2002).

5

Page 6: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

2. Batuk darah pada karsinoma paru (Miller, 1980; Ingbar, 1999).

Terjadi oleh karena erosi permukaan tumor dalam lumen bronkus atau berasal dari

jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya pembuluh darah kecil pada area

tumor atau invasi tumor ke pembuluh darah pulmoner.

3. Batak darah pada bronkiektasis (Wolfe , 1977; Santiago, 1991) :

a. Mukosa bronkus yang sembab mengalarni infeksi dan trauma batuk

menyebabkan perdarahan.

b. Terjadi anastomose antara pembuluh darah bronchial dan pulmonal dan juga

terjadi aneurisma, bila pecah teriadi perdarahan.

c. Pecahnya pembuluh darah dari jaringan granulasi pada dinding bronkus yang

mengalami ektasis.

4. Batuk darah pada bronkitis kronis (Santiago, 1991; Thompson, 1992) :

Terjadi oleh karena mukosa yang sembab akibat radang, terobek oleh mekanisme

batuk.

5. Batuk darah pada abses paru (Santiago, 1991; Thompson, 1992):

Pada abses kronik dengan kavitas berdinding tebal yang sukar menutup, maka

pembuluh darah pada dinding tersebut mudah pecah akibat trauma pada saat batuk.

6. Batuk darah pada mitral stenosis dan gagal jantung kiri akut (Ingbar, 1999) :

a. Bila batuk darah ringan, perdarahan terjadi secara perdiapedesis, karena tekanan

dalam vena pulmonalis tinggi menyebabkan ruptur vena pulmonalis atau distensi

kapiler sehingga butir darah merah masuk ke alveoli.

b. Menurut Ferguson, batuk darah terjadi karena pecahnya varises di mukosa

bronkus.

c. Pada otopsi ternyata ada anastomose vena pulmonalis dan vena bronkialis yang

hebat sehingga tampak seperti varises.

6

Page 7: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

7. Batuk darah pada infark paru (Ingbar,1999; Thompson, 1992) :

Pada infark paru karena adanya penutupan arteri, maka terjadi anastomose. Selain

itu juga terjadi reflek spasme dari vena di daerah tersebut, akibatnya terjadi daerah

nekrosis dimana butir-butir darah masuk ke alveoli dan terjadi batuk darah.

8. Batuk darah pada Good Pasture syndrome ( Ingbar,1999; Thompson, 1992) :

Terjadi kelainan pada membrana basalis alveolo kapiler yaltu terbentuknya

antibody to glomerular basement membrane (anti GBM Ab) lebih spesifiknya

kolagen tipe IV pada paru sehingga membuat hilangnya keutuhan membrana

basalis epithelial-endotelial dan memudahkan masuknya sel darah merah dan

netrofil masuk ke dalam alveoli.

9. Batuk darah pada infeksi jamur (Ingbar , 1999; Santiago, 199 1)

Terjadi friksi pada pergerakan mycetoma dan terjadi pelepasan antikoagulan serta

enzym proteolitik yang menyerupai tripsin dari jamur.

10. Batuk darah pada batuk keras (Ingbar , 1999; Thompson 1992) :

Sifat khas bahwa darah terletak di permukaan sputum, jadi tidak bercampur

didalamnya.

a. Kelenjar getah bening yang mengapur, waktu batuk terjadi erosi pada bronkus

yang berdekatan.

b. Mungkin bronkolit yang ada pada saat batuk menggeser lumennya.

c. Batuk yang keras dan berulang-ulang merobek mukosa bronkus.

DIAGNOSIS

Diagnosis pada batuk darah meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksan dahak, radiologik, bronkoskopi dan

bronkografi (Haporik, 1990; Primack , 1995; Ingbar , 1999)

7

Page 8: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

Anamnesis meliputi :

1. Membedakan batuk darah dan muntah darah (Alsagaff , 1995).

Batuk darah Muntah darah

a. Darah dibatukkan dengan rasa a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual

panas di tenggorokan.

b. Darah berbuih bercampur udara b. Darah bercampur sisa makanan

c. Darah segar berwarna merah muda c. Darah terkena asam lambung berwama

hitam.

d. Darah bersifat alkalis d. Darah bersifat asam

e. Kadang-kadang terjadi anemia e. Sering terjadi anemia

f. Tes benzidin negatif f. Tes benzidin positif

2. Bagaimana batuk darahnya?

Misalnya bila batuk darah disertai sputum yang purulen dicurigai penyakit yang

mendasari adalah infeksi paru. Bila batuk darah tanpa pus dicurigai penyakit yang

mendasari adalah tuberkolosis, karsinoma. atau infark paru. Bila batuk darah berbau

busuk dicurigai abses paru dan bila batuk darah berupa frothy sputum dicurigai

edema paru.

3. Pola batuk darah

Pola batuk darah dapat membantu menentukan penyebab batuk darah. Misalnya,

pasien dengan bronkitis atau bronkiektasis biasanya mengalami batuk darah

berulang. Jika batuk darah terjadi setiap bulan yang berhubungan dengan saat

menstruasi, dicurigai sebagal Catamenial hemoptysis.

4. Anamnesis tentang gejala otolaring, jantung dan paru yang dapat membantu

melokalisir sumber perdarahan.

8

Page 9: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

5. Faktor risiko sebagai kondisi penyebab.

Merokok, usia, trauma dada, riwayat bepergian ke daerah endemis parasit, virus,

jamur atau bakteri tertentu.

6. Gejala lain yang menyertai.

Bila terdapat gejala lain seperti penurunan berat badan disertai batuk darah dicurigai

sebagai karsinoma, bila terdapat riwayat keringat malam, demam yang tidak tinggi

dicunigai sebagai tuberkulosis. Bila batuk darah disertai hematuri dicurigai sebagai

Good Pasture Syndrome.

Pemeriksaan Fisik

1. Periksa tanda vital.

2. Pemeriksaan pada hidung, mulut, faring posterior dan laring termasuk pemeriksaan

laringoskopi.

3. Pemeriksaan leher, dada, jantung dan paru.

Pemeriksaan Laboratorium.

1. Pemeriksaan darah pada perdarahan masif perlu evaluasi Hb dan faal hemostasis.

2. Pemeriksaan dahak penting diperiksa sputum BTA pada penderita tuberkulosa,

sitologi sputum pada penderita karsinoma bronkogenik dan kultur sputum jamur.

3. Pemeriksaan lain tergantung penyakit dasarnya.

Selain pemeriksaan laboratorium, banyak pemeriksaan yang dapat dilakukan

untuk mendiagnosis batuk darah, antara lain : radiologik, bronkoskopi, bakteriologi,

mikologi dan serologi. Pemeriksaan radiologik meliputi foto thorax PA dan lateral,

tomografi, bronkografi dan arteriografi (Mc.Guinness, 1994; Bookstein, 1977).

Pemeriksaan radiologik yang cukup penting adalah foto thorax yang dapat mengungkap

65,2% sumber perdarahan. Sedangkan sebab perdarahan yang sukar dilihat pada

pemeriksaan foto thorax seperti bronkiektasis, dapat dilihat dengan pemeriksaan

bronkografi. Tindakan bronkoskopi sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti

9

Page 10: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

untuk mengetahui asal perdarahan.

Indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah ( Mc. Guiness, 1994; Bookstein , 1977) :

1. Bila tidak didapatkan kelainan radiologik

2. Batuk darah yang berulang-ulang.

3. Batuk darah yang masif, sebagai tindakan terapeutik yaitu membersihkan gurnpalan

darah yang keluar / penghisapan dan untuk menghentikan perdarahan dengan cara

- Iced saline lavage

- Instilasi topical agent (epinefrin, trombin, trombin-fibrinogen)

- Endobronkial tarnponade

- Laser fotokoagulasi (Nd YAG Laser= Noodymium Y trium Aluminium Gernerd

Laser atau argon laser).

KOMPLIKASI

Kornplikasi yang dapat mengancarn jiwa penderita adalah asfiksia, sufokasi dan

kegagalan sirkulasi akibat kehilangan banyak darah dalarn waktu singkat. Kornplikasi

lain yang mungkin terjadi adalah penyebaran. penyakit ke sisi paru yang sehat dan

atelektasis. Atelektasis dapat terjadi karena surnbatan saluran napas sehingga paru

bagian distal akan mengalarni kolaps dan terjadi atelektasis (Ingbar,1999; Wedel,1982).

Tingkat kegawatan dari batuk darah ditentukan oleh 3 faktor :

1. Terjadinya asfiksia karena adanya pernbekuan darah dalarn saluran pernapasan.

Pada dasarnya asfiksia tergantung dari :

a. frekuensi batuk darah

b. jumlah darah yang dikeluarkan

c. kecemasan penderita

d. siklus inspirasi

e. reflek batuk yang buruk

f. posisi penderita

2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya batuk darah dapat menimbulkan

syok hipovolemik. Bila jumlah perdarahan banyak maka digolongkan dalam

massive hemoptysis. Kriteria massive hemoptysis menurut Yeoh (1965) adalah

10

Page 11: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

perdarahan 200 cc dalarn 24 jam sedang menurut Sdeo (1976) adalah perdarahan lebih

dari 600 cc dalam 24 jam.

3. Aspirasi pneumonia.

Yaitu infeksi yang terjadi beberapa jam atau beberapa hari setelah perdarahan.

Aspirasi adalah masuknya bekuan darah ke dalam jaringan paru yang mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut :

a. Meliputi bagian yang luas dari paru.

b. Terjadi pada bagian percabangan bronkus yang lebih kecil.

c. Disamping perdarahan dapat pula disebabkan oleh masuknya cairan lambung ke

dalam paru karena penutupan glotis yang tidak sempurna.

d. Dapat diikuti sekunder infeksi.

Aspirasi pneumonia merupakan keadaan berat karena saluran napas dan bagian

fungsional paru tidak dapat berfungsi dengan baik.

PENATALAKSANAAN

Batuk darah yang kurang / tidak masif dapat ditangani secara konservatif sedang batuk

darah masif memerlukan tindakan yang lebih agresif-intensif seperti bronkoskopi atau.

operasi. Tujuan pokok terapi adalah mencegah tersumbatnya saluran pernapasan oleh

bekuan darah, mencegah kemungkinan penyebaran infeksi dan menghentikan

perdarahan (Ingbar, 1999; Yang , 1978).

A. Penatalaksanaan Konservatif

1. Menenangkan penderita dan memberitahu penderita agar jangan takut- takut

untuk membatukkan darahnya.

2. Penderita diminta berbaring pada posisi bagian paru yang sakit atau sedikit

trendelenburg, terutama bila refleks batuknya tidak adekuat.

3. Jaga agar jalan napas tetap terbuka. Bila terdapat tanda-tanda surnbatan jalan

napas perlu dilakukan pengisapan atau bila diperlukan dilakukan pemasangan

pipa endotrakeal. Pemberian oksigen hanya berarti bila jalan napas bebas

hambatan / sumbatan.

11

Page 12: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

4. Pemasangan IV line atau IVFD untuk penggantian cairan maupun untuk jalur

pemberian obat parenteral.

5. Pemberian obat hemostatik belum jelas manfaatnya pada batuk darah yang tidak

disertai kelainan faal hemostatik.

6. Obat-obat dengan efek sedasi ringan dapat diberikan bila penderita gelisah.

Obat-obat penekan refleks batuk hanya diberikan bila terdapat batuk yang

berlebihan dan merangsang timbulnya perdarahan lebih banyak.

7. Transfusi darah diberikan bila hematrokit turun di bawah nilai 25-30% atau Hb

di bawah 10 gr% sedang perdarahan masih berlangsung.

B. Penatalaksanaan Bedah

Indikasi tindakan bedah menurut Busroh (1978) :

1. Batuk darah > 600 cc / 24 jam dan dalam pengamatan batuk darah tidak berhenti.

2. Batuk darah 250 - 600 cc / 24 jam , Hb < 10 gr% dan batuk darah berlangsung

terus.

3. Batuk darah 250 - 600 cc / 24 jam, Hb > 10 gr% dan dalam. pengamatan 48 jam

perdarahan tidak berhenti.

Kriteria operasi menurut Amitana (1968):

1. Perhatikan sumber perdarahan

2. Aspirasi berulang

3. Adanya kavitas penyebab terjadinya perdarahan berulang

4. Faal paru yang minimal sehingga setiap perdarahan menyebabkan ancaman

kematian

Tindakan bedah meliputi :

1. Reseksi paru : lobektomi atau pneumonektomi

2. Terapi kolaps : pneumoperitoneum, pneumotoraks artifisial, torakoplasti,frenikolisis

(membuat paralise n. phrenicus).

3. Lain-lain : embolisasi artifisial.

12

Page 13: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

Ad 1. Reseksi paru ditujukan untuk membuang sisa-sisa kerusakan akibat penyakit

dasarnya. Macam reseksi :

- pneumonektomi : reseksi satu paru seluruhnya

- bilobektomi : reseksi dua lobus

- lobektomi : reseksi satu lobus

- wedge resection : reseksi sebagian kecil jaringan paru.

- enukleasi : bila kelainan patologis kecil dan jinak

- segmentektomi : reseksi segmen bronkopulmonal.

Berdasarkan foto thorax dan pemeriksaan faal paru, luasnya operasi dapat ditentukan

sebelum operasi. Prinsipnya adalah mempertahankan sebanyak mungkin jaringan paru

yang dianggap sehat. Luas dan jenis lesi (proses inflamasi, abses atau kavitas)

menentukan jenis reseksi yang akan dilaksanakan (Gourin & Garzon, 1978).

Ad 2. Terapi Kolaps (Wedel , 1982; Yang , 1978)

Bertujuan untuk mengistirahatkan bagian paru yang sakit dengan cara membuat

kolaps jaringan paru yang sakit tersebut. Pendapat ini benar untuk kelainan berbentuk

kavitas, tetapi cara ini banyak ditinggalkan karena komplikasinya banyak.

Prosedur yang termasuk dalarn kelompok terapi kolaps

* Pneumothorax artificial

Yaitu dengan memasukkan udara ke rongga pleura, kemudian secara bertahap

ditambahkan udara sehingga tercapai kolaps pada jaringan paru yang sakit. Bila

paru kolaps maka bagian tersebut dapat istirahat sehingga mempercepat proses

penyembuhan. Bila terdapat adesi dan paru tidak dapat kolaps dilakukan

intrapleural pneumonolysis (operasi Jacoboes) , tetapi sering terjadi komplikasi

perdarahan. Karena sering terjadi empiema setelah pneumotorak artifisial, tindakan

ini sudah tidak dilakukan lagi.

13

Page 14: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

*. Pneumoperitoneum .

Yaitu tindakan memasukkan udara ke rongga peritoneum dengan tujuan menaikkan

diafragma agar terjadi kolaps pada jaringan paru dengan harapan lesi di apikal akan

menyembuh.

* Paralise nervus phrenicus

Dengan anestesi lokal nervus phrenicus dibebaskan dari perlekatannya di m.

scalenus anterior , kemudian saraf dirusak (crushed) sehingga timbul paralise

diafragma. Akibatnya akan terjadi elevasi diafragma dan diharapkan apeks paru

dapat diistirahatkan sehingga, terjadi proses penyembuhan.

* Torakoplasti

Yaitu suatu bentuk operasi dimana kolaps paru terjadi dengan cara menghilangkan

supporting framework-nya,misalkan dengan membuang tulang iga dari dinding dada.

Indikasi torakoplasti :

Dulu : torakoplasti hampir selalu dilakukan setelah lobektomi atau pneumonektomi

dengan tujuan meminimalisasi kemungkinan terjadinya over distensi parenkim paru

yang tersisa selain itu dead space akan segera menutup (obliterasi) sehingga resiko

terbentuknya fistula bronkopleural dan empiema dapat dikurangi.

Sekarang : Kebutuhan torakoplasti diragukan dan dilakukan bila direncanakan

reseksi lebih dari 1 lobus atau untuk mengatasi komplikasi tindakan reseksi seperti

fistula bronkopleura dan empiema.

Ad. 3 Embolisasi artifisial (Remy, 1977; Health communities. com. 2002).

Embolisasi artifisial atau Bronchial Artery Embolization (BAE) adalah

penyuntikan gel-foam atau polivinil alkohol melalui kateterisasi pada arteri

bronkialis. Menurut Ingbar (1999) embolisasi berhasil menghentikan perdarahan

95% . Dengan meningkatnya penggunaan embolisasi arteriografi, sekarang

penggunaan tindakan pembedahan untuk pengelolaan batuk darah masif mulai

ditinggalkan.

14

Page 15: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

PROGNOSIS

Pada batuk darah idiopatik prognosisnya baik, kecuali jika penderita mengalami batuk

darah yang rekuren.

Pada batuk darah sekunder ada beberapa faktor yang menentukan prognosis, yaitu :

1. Derajat batuk darah.

Pada single hemoptysis mempunyai prognosis baik, sedang batuk darah yang profus

dan bergumpal-gumpal prognosisnya jelek.

2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan batuk darah.

Pada karsinoma bronkogenik prognosisnya jelek.

3. Kecepatan dalam penatalaksanaan batuk darah masif

Misalnva tindakan trakeostomi, bronkoskopi atau tindakan bedah pada saat yang

tepat.

Menurut Crocco (1968), pasien dengan batuk darah masif ( 600 mL ) dalam waktu:

- kurang dari 4 jam mempunyai mortality rate 71%.

- 4 - 16 jam mempunvai mortality rate 22%.

- 16 - 48 jam mempunyai mortality rate 5%.

RINGKASAN

Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau mukus yang berdarah. Perdarahan

yang terjadi haruslah berasal dari saluran napas bagian bawah (dari glotis ke bawah),

bukan berasal dari saluran napas bagian atas atau saluran pencernaan. Jadi harus

dibedakan antara batuk darah dan muntah darah.

Batuk darah adalah kondisi umum dengan banyak kausa. yang menjadi

penyebabnya. Penyebab batuk darah dapat dikategorikan menjadi infeksi, tumor dan

kelainan kardiovaskuler. Patogenesis tergantung pada penyakit dasarnya.

Diagnosis batuk darah dibuat dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium (darah, sputum sitologi,

bakteriologi, mikologi dan serologi), bronkoskopi, foto thorax, tomografi, bronkografi

dan arteriografi.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah asfiksia, sufokasi. dan kegagalan

kardiosirkulasi akibat kehilangan banyak darah dalam waktu singkat. Selain itu dapat

15

Page 16: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

terjadi penyebaran penyakit ke sisi paru yang sehat. Atelektasis dapat terjadi karena

sumbatan saluran napas sehingga paru bagian distal mengalami kolaps. Tingkat

kegawatan dari batuk darah ditentukan oleh terjadinya asfiksia, jumlah darah yang

keluar dan aspirasi pneumonia.

Penatalaksanaan batuk darah tergantung pada masif tidaknya batuk darah. Pada

batuk darah yang tidak / kurang masif ditangani secara konservatif sedang pada batuk

darah masif memerlukan usaha yang agresif intensif seperti bronkoskopi atau operasi.

Tindakan operasi dapat berupa reseksi paru, terapi kolaps dan embolisasi arteri

bronkialis.

Prognosis baik pada batuk darah idiopatik, kecuali terjadi batuk darah rekuren

sedang pada batuk darah sekunder tergantung dari derajat batuk darah, macam penyakit

dasar yang menyebabkan batuk darah dan kecepatan dalam bertindak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff H, Mukty A. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press, Surabaya, 1995; 301-5.

2. Bookstein JJ et al. The role of bronchial arteriography and therapeutic embolization in hernoptysis. Chest 1977; 72: 658.

3. Cahill BC. Massive hemoptysis: assesment and management. Clin Chest Med, 1994; 15:147.

4. Gourin A, Garzon AA. Operative treatment of massive hernoptysis. Ann Thoracic Surgery. 1978; 18: 52.

5. Haponik EF, Chin R. Hemoptysis: clinicans perspective. Chest 1990; 97: 469.6. Health communities com. Pulmonology channel, Hernoptysis. Feb.27.2002.7. Ingbar DH. Hemoptysis in Medical management ofpulmonary diseases. Ed by

Davis GS. Marcell Decker Inc. New York, 1999; 341-55.8. Knot-Craig CJ, Oostuizen JB, Rossouw G, et al. Management and prognosis of

massive hemoptysis: recent experience with 120 patients. J Thorac Cardiovasc Surg, 1993; 105: 394.

9. Mc Guiness G, Beacher JR, Harkin TJ et al. Hernoptysis : prospective high resolution CT bronchoscopic correlation. Chest, 1994; 105: 1155

10. Miller RR. Mc Gregor DH. Hemorrhage ftom carcinoma of the lung. Cancer, 1980;46: 200.

11. Primack SL, Miller RR, Muller NL. Diffuse pulmonary hemorrhage : clinical, pathologic and imaging features. AJR, 1995; 164: 295.

12. Remy J. Treatment of hemoptysis by embolization of bronchial arteries. Diagnosis Radiol,1977; 122: 33.

13. Santiago S, Tobias J, Williams AJ. A reappraisal of the causes of hemoptysis. Arch Intern Med, 199 1; 151: 2449.

14. Smiddy JF, Elliot RC. The evaluation of hemoptysis with fiber optic bronchoscopy. Chest, 1973; 64: 158.

16

Page 17: 5_BATUK DARAH_Jusuf & Hood Alsagaff

15. Thompson Ab. Pathogenesis, evaluation and therapy for massive hemoptysis. Chn Chest Med, 1992; 13: 69.

17