5 tanggapan masy sipil atas pelaporan cost recovery dalam EITI

2
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif ___________________________________________________________________________________________________________________________________________________ No: 037-Exj-EITI-Koord-III-13 Kepada Yth : 1. Kepala Deputi Bidang Koordinasi ESDM, Kemenko Perekonomian RI. [Bpk. Wympi S Tjejep, sebagai Ketua Tim Pelaksana EITI Indonesia] 2. Segenap Anggota Tim Pelaksana EITI Indonesia dari unsur Pemerintah, Perusahaan dan Masyarakat Sipil Perihal: Pendapat terkait penyampaian laporan ‘cost recovery’ dalam Rekonsiliasi Laporan EITI Putaran Kedua (TA2010 dan 2011) Dengan Hormat, Sebagai kelanjutan dari pembahasan rapat Tim Pelaksana pada 31 Januari 2013 lalu, mengenai ruang lingkup, cakupan dan format laporan EITI putaran kedua untuk TA 2010 dan 2011, khususnya terkait laporan cost recovery migas. Maka dengan ini kami sebagai perwakilan dari unsur masyarakat sipil menyampaikan pendapat bahwa cost recovery merupakan salah satu jenis informasi yang penting untuk dimasukkan dalam Laporan EITI tahap kedua. Adapun jenis informasi cost recovery tersebut dapat dilaporkan dalam satuan nilai mata uang (IDR atau USD) maupun dalam satuan volume (Barrel). Pendapat tersebut dilandasi oleh argumentasi sebagai berikut: 1. Cost recovery merupakan pengembalian biaya operasi dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan (hulu) minyak dan gas bumi, yang diperhitungkan sebagai pengurang dari bagian migas yang akan dibagi antara Pemerintah (government entitlement) dan Perusahaan (contractor settlement). Dengan demikian, cost recovery merupakan salah satu variabel perhitungan dari pembayaran penerimaan migas antara kontraktor dan perusahaan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari informasi pembayaran-pembayaran penerimaan negara dalam industri migas. 2. Disadari bahwa cost recovery seringkali menjadi sorotan publik, baik oleh parlemen (DPR), pemerintah daerah maupun masyarakat secara umum. Hal tersebut terutama karena cost recovery akan mempengaruhi perhitungan besaran penerimaan negara yang dicatat dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), dimana APBN merupakan salah satu kebijakan yang menjadi domain publik. Sehingga, untuk mendorong agar cost recovery semakin transparan, maka pelaporan cost recovery dalam EITI penting dilakukan untuk memaksimumkan pendapatan negara dan memberikan informasi kepada publik, sebagai bagian dari transparansi sektor migas secara keseluruhan.

Transcript of 5 tanggapan masy sipil atas pelaporan cost recovery dalam EITI

Page 1: 5 tanggapan masy sipil atas pelaporan cost recovery dalam EITI

Koalisi  Masyarakat  Sipil  untuk  Transparansi  dan  Akuntabilitas  Tata  Kelola  Sumberdaya  Ekstraktif

___________________________________________________________________________________________________________________________________________________No: 037-Exj-EITI-Koord-III-13

Kepada Yth :

1. Kepala Deputi Bidang Koordinasi ESDM, Kemenko Perekonomian RI. [Bpk. Wympi S Tjejep, sebagai Ketua Tim Pelaksana EITI Indonesia]

2. Segenap Anggota Tim Pelaksana EITI Indonesia dari unsur Pemerintah, Perusahaan dan Masyarakat Sipil

Perihal: Pendapat terkait penyampaian laporan ‘cost recovery’ dalam Rekonsiliasi Laporan EITI Putaran Kedua (TA2010 dan 2011)

Dengan Hormat,

Sebagai kelanjutan dari pembahasan rapat Tim Pelaksana pada 31 Januari 2013 lalu, mengenai ruang lingkup, cakupan dan format laporan EITI putaran kedua untuk TA 2010 dan 2011, khususnya terkait laporan cost recovery migas. Maka dengan ini kami sebagai perwakilan dari unsur masyarakat sipil menyampaikan pendapat bahwa cost recovery merupakan salah satu jenis informasi yang penting untuk dimasukkan dalam Laporan EITI tahap kedua. Adapun jenis informasi cost recovery tersebut dapat dilaporkan dalam satuan nilai mata uang (IDR atau USD) maupun dalam satuan volume (Barrel).

Pendapat tersebut dilandasi oleh argumentasi sebagai berikut:

1. Cost recovery merupakan pengembalian biaya operasi dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan (hulu) minyak dan gas bumi, yang diperhitungkan sebagai pengurang dari bagian migas yang akan dibagi antara Pemerintah (government entitlement) dan Perusahaan (contractor settlement). Dengan demikian, cost recovery merupakan salah satu variabel perhitungan dari pembayaran penerimaan migas antara kontraktor dan perusahaan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari informasi pembayaran-pembayaran penerimaan negara dalam industri migas.

2. Disadari bahwa cost recovery seringkali menjadi sorotan publik, baik oleh parlemen (DPR), pemerintah daerah maupun masyarakat secara umum. Hal tersebut terutama karena cost recovery akan mempengaruhi perhitungan besaran penerimaan negara yang dicatat dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), dimana APBN merupakan salah satu kebijakan yang menjadi domain publik. Sehingga, untuk mendorong agar cost recovery semakin transparan, maka pelaporan cost recovery dalam EITI penting dilakukan untuk memaksimumkan pendapatan negara dan memberikan informasi kepada publik, sebagai bagian dari transparansi sektor migas secara keseluruhan.

Page 2: 5 tanggapan masy sipil atas pelaporan cost recovery dalam EITI

3. Selain itu, dalam perhitungan penerimaan negara, umumnya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menemukan adanya kekurangan penerimaan negara atas pelaksanaan KKS (Kontrak Kerja Sama) Migas yang disebabkan oleh koreksi perhitungan cost recovery dalam perhitungan bagi hasil migas antara Pemerintah dan Kontraktor. Sehingga muncullah Peraturan Pemerintah No.79 Tahun 2010 tentang ‘biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi’. Namun, kekurangan penerimaan negara yang disebabkan oleh perhitungan cost recovery masih juga terjadi.1 Dengan demikian, agar temuan kekurangan penerimaan negara semakin berkurang (yang berarti memaksimumkan penerimaan negara) dan agar parlemen maupun publik dapat melakukan monitoring, maka sudah seharusnyalah informasi mengenai cost recovery disampaikan dalam Laporan EITI, yang merupakan inisiatif transparansi penerimaan negara dari sektor industri ekstraktif migas dan pertambangan.

Demikian surat tanggapan ini kami sampaikan, agar menjadi perhatian bersama. Terima Kasih.

Jakarta, 7 Maret 2013Publish What You Pay Indonesia

Hormat Kami, Perwakilan Masyarakat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia

Faisal Basri Ekonom Universitas Indonesia

Maryati AbdullahKoordinator Nasional PWYP Indonesia

Wasingatu Zakiah Direktur Eksekutif IDEA

_________________________________________________Publish  What  You  Pay  Indonesia  adalah  koalisi  masyarakat  sipil  Indonesia   yang   concern  pada   isu   transparansi  dan  akuntabilitas  tata   kelola  

seumberdaya   ekstraktif,   beranggotakan   38   organisasi,   meliputi   :   Transparansi   International   Indonesia-­‐TII,   Pusat   Telaah   dan   Informasi  

Regional-­‐PATTIRO,   Institute   for   Essential   Services   Reform-­‐IESR,   Indonesia   Corruption  Watch-­‐ICW,   Indonesia   Parliamentary   Center-­‐IPC,  

Indonesia   Center   for   Environmental   Law-­‐ICEL,   Article-­‐33,   Seknas   Forum   Indonesia   untuk   Transparansi   Anggaran-­‐FITRA,   Masyarakat  

Transparansi   Aceh-­‐MATA,   Gerakan  Antikorupsi   Aceh-­‐GERAK,   GERAK  Aceh  Besar,   AKAR   Bengkulu,   FiITRA   Riau,   Lembaga   Pemberdayaan  

dan   Aksi   Demokrasi-­‐LPAD   Riau,   Forum   Komunikasi   Pemuka   Masyarakat   Riau-­‐FKPMR,   WALHI   Riau,   Yayasan   Puspa   Indonesia-­‐PUSPA  

Palembang,  Pusat   Studi  Kebijakan   Sumatra   Selatan-­‐PASKASS,   Pattiro  Serang   Banten,  Institute   for   Ecological  Study-­‐INFEST  Garut,   Institute  

for  Development  and  Economic  Analysis-­‐IDEA  D.I  Yogyakarta,  Lembaga  Penelitian  dan  Aplikasi  Wacana-­‐LPAW  Blora,  Bojonegoro  Institute-­‐

BI,   Fitra   Jawa   Timur,   Public   Crisis   Center-­‐PCC   Tuban,   Gresik   Institute,   Gerakan   Rakyat   Peduli   Sampang-­‐GPRS,   POKJA-­‐30   Samarinda,  

Yayasan   PADI   Indonesia-­‐Balikpapan,   POSITIF   Kalimantan,   GEMAWAN   Kalbar,   Lembaga   Pengembangan   Masyarakat   Pesisir   dan  

Pedalaman-­‐LEPMIL   Sultra,   Yayasan   Pengembangan   Studi   Hukum   dan   Kebijakan-­‐YPSHK   Sultra,   Yayasan   Swadaya   Mitra   Bangsa-­‐YASMIB  

Sulselbar,   Solidaritas   Masyarakat   untuk   Transparansi-­‐SOMASI   NTB,   Lembaga   Studi   dan   Bantuan   Hukum-­‐LSBH  NTB,   Forum   Kerja   Sama  

LSM-­‐FOKER  LSM  Papua,  PERDU  Manokwari.        

2

1 Lihat temuan audit BPK tahun 2011 atas pelaksanaan KKS Migas pada 11 entitas KKS untuk 14 WK. Dimana terdapat temuan kekurangan penerimaan negara sebesar 67 kasus senilai Rp. 789,31 juta dan USD 40.07 juta.