5 Renstra (24 Feb)

download 5 Renstra (24 Feb)

of 52

Transcript of 5 Renstra (24 Feb)

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 03 /MEN/I/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI TAHUN 2010-2014

BAB I PENDAHULUAN

A. Kondisi Umum Penekanan pembangunan lima tahun mendatang berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap kedua ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang melalui upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Kerangka pembangunan lima tahun mendatang adalah peningkatan kesejahteraan rakyat (prosperity), penguatan demokrasi (democracy), dan penegakan keadilan (justice). Peningkatan kesejahteraan rakyat, merupakan prioritas utama yang harus dilaksanakan melalui pembangunan ekonomi dengan berlandaskan keunggulan daya saing, pengelolaan sumberdaya alam, dan peningkatan sumberdaya manusia. Ekonomi diupayakan tumbuh semakin tinggi. Dalam upaya mencapai tujuan pembangunan tahun 2010-2014, Presiden Republik Indonesia pada acara Sidang Kabinet Paripurna pertama Kabinet Indonesia Bersatu II pada tanggal 28 Oktober 2009 menyatakan bahwa change dan continuity, de-bottlenecking dan acceleration, serta enhancement merupakan tiga tag line/kata kunci dalam pembangunan lima tahun ke depan. Ketiga kata kunci ini harus dilaksanakan secara bersama-sama (unity, together we can). Kata kunci ini memberikan arah untuk menyejahterakan masyarakat, melalui strategi pencapaian sasaran pembangunan yang dikenal dengan triple track strategy yaitu pro-job, pro-poor dan pro-growth. Sebagai bagian dari pembangunan nasional, bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian merupakan bagian dari upaya pengembangan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang memegang peranan penting dalam mewujudkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Oleh karena itu, pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian diarahkan untuk memberikan kontribusi nyata dan terukur dalam rangka peningkatan kesejahteraan tenaga kerja, ketenangan berusaha dan kesejahteraan transmigrasi yang dilaksanakan melalui berbagai kebijakan.

~1~

Upaya peningkatan daya saing bidang ketenagakerjaan diarahkan untuk : 1) Mendorong terciptanya kesempatan kerja yang layak (decent work), yaitu lapangan kerja produktif dengan perlindungan dan jaminan sosial yang memadai; 2) Mendorong terciptanya kesempatan kerja yang seluas-luasnya dan merata dalam sektor-sektor pembangunan; 3) Meningkatkan kondisi dan mekanisme hubungan industrial untuk mendorong kesempatan kerja; 4) Menyempurnakan peraturan-peraturan ketenagakerjaan dan melaksanakan peraturan ketenagakerjaan pokok (utama), sesuai hukum internasional; 5) Mengembangkan jaminan sosial dan pemberdayaan pekerja; 6) Meningkatkan kompetensi tenaga kerja dan produktivitas; 7) Menciptakan kesempatan kerja melalui program-program pemerintah; 8) Menyempurnakan kebijakan migrasi; 9) Mengembangkan kebijakan pendukung pasar kerja melalui informasi pasar kerja. Upaya peningkatan bidang ketransmigrasian diarahkan pada: 1) Pelaksanaan persebaran penduduk; 2) Koordinasi dan integrasi pembangunan kawasan perbatasan, tertinggal, dan kawasan strategis; 3) Pengembangan kawasan transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan; 4) Peningkatan daya tarik desa; 5) Membangun keterkaitan antara kota dan desa; 6) Percepatan pembangunan kawasan tertinggal; 7) Percepatan pembangunan kawasan perbatasan daerah

Di bidang ketransmigrasian diprioritaskan pada upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam melalui pengintegrasian pembangunan dan pengembangan kawasan perdesaan sebagai hinterland dengan pengembangan kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan dalam satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah. Dengan demikian, pembangunan di bidang ketransmigrasian tidak hanya terbatas pada aspek wilayah dan tataruang secara fisik, melainkan juga pada aspek sumberdaya manusia yang pada gilirannya harus mampu memberikan kontribusi secara nyata dan terukur dalam pembangunan perdesaan serta pengembangan ekonomi lokal dan daerah dalam rangka meningkatkan daya saing daerah. Pada hakekatnya, pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang berwawasan lingkungan bersih (green job), serta berkaitan erat dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), penciptaan kesempatan kerja, pembangunan kawasan, serta pengembangan ekonomi lokal dan daerah. Oleh karena itu, berbagai kebijakan ketenagakerjaan dan ketransmigrasian dijalankan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan kesejahteraan dalam rangka meningkatkan daya saing daerah.

~2~

Seiring dengan kemajuan pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang telah dicapai dalam kurun waktu lima tahun terakhir, ternyata masih ada isu-isu ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang belum terselesaikan. Memasuki pembangunan tahun 2010-2014, pembangunan di ketenagakerjaan diperkirakan masih diwarnai permasalahan, antara lain: 1) 2) 3) 4) Tingginya tingkat pengangguran; Rendahnya perluasan kesempatan kerja; Rendahnya kompetensi dan produktivitas tenaga kerja; Belum kondusifnya kondisi hubungan industrial. bidang

Di bidang ketransmigrasian, isu-isu yang diperkirakan masih mewarnai dinamika lima tahun ke depan adalah: 1) Adanya kesenjangan pembangunan antar wilayah karena terbatasnya aksesibilitas; 2) Rendahnya kualitas SDM, terutama di perdesaan; 3) Kurangnya keterkaitan antara kawasan perdesaan sebagai hinterland dengan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan ekonomi; 4) Kurang terciptanya sistem kota-kota; 5) Kurang seimbangnya tingkat kepadatan penduduk antara wilayah satu dengan yang lain; 6) Belum terintegrasi dan terkoordinasikannya program-program antarsektor dalam pembangunan kawasan transmigrasi, baik antar pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, maupun antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. B. Kondisi Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian 1. Bidang Ketenagakerjaan Fungsi tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat strategis, selain sebagai obyek juga sekaligus sebagai subyek pembangunan yang berperan secara langsung dalam proses pembangunan, terutama dalam hal menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan hidup layak dan menyejahterakan masyarakat Indonesia. Kondisi ketenagakerjaan Indonesia dalam periode tahun 2005-2009 secara umum menunjukkan adanya perbaikan, yang terlihat dengan semakin meningkatnya angkatan kerja yang bekerja dan menurunnya jumlah pengangguran serta tingkat pengangguran terbuka (Tabel 1). Jumlah angkatan kerja meningkat dari 105,80 juta orang pada tahun 2005 menjadi 113,74 juta orang pada tahun 2009. Sedangkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menurun dari 68,02% pada tahun 2005 menjadi 67,60% pada tahun 2009. Penurunan TPAK menunjukkan bahwa penduduk usia kerja yang masuk dalam kategori angkatan kerja secara proporsional mengecil. Hal ini dikarenakan sebagian dari mereka melanjutkan pendidikannya. Selanjutnya jumlah orang yang bekerja mengalami kenaikan dari 94,95 juta orang pada tahun 2005 menjadi 104.49 juta orang pada tahun

~3~

2009. Sedangkan setengah penganggur meningkat dari 29,62 juta orang pada tahun 2005, menjadi 31,36 juta orang pada tahun 2009. Tabel 1 : Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Februari 2005 Februari 2009 (Juta Orang)No 1 2 3 4 5 5 6 7 8 9 Kegiatan Utama Penduduk 15+ Angkatan Kerja Bekerja Penganggur Bukan Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Setengah Pengangguran Terpaksa Sukarela Februari 2005 155,55 105,80 94,95 10,85 49,75 68,02 10,26 29,62 14,32 15,32 Februari 2009 168.26 113.74 104.49 9.26 54.52 67.60 8.14 31.36 15.00 16.36

Sumber: Diolah dari data Sakernas 2005 dan 2009-BPS

a. Kualitas Angkatan Kerja Angkatan kerja yang berpendidikan SD ke bawah persentasenya terus menurun, dari 53,83% pada tahun 2005 menjadi 51,04% pada tahun 2009. Penurunan ini disebabkan antara lain adanya program pendidikan dasar sembilan tahun. Sebaliknya proporsi angkatan kerja yang berpendidikan tinggi (D1, D3 dan Universitas) mengalami peningkatan, dari 5,52% pada tahun 2005 menjadi 7,04% pada tahun 2009. Angkatan kerja yang bekerja masih didominasi oleh yang berpendidikan tamat SD ke bawah walaupun menunjukkan adanya penurunan, dimana pada tahun 2005 terdapat 56,23% menjadi 53,05% pada tahun 2009. Sebaliknya, tingkat pendidikan yang lebih tinggi menunjukkan peningkatan proporsi pada tahun 2009 dibanding tahun 2005. Sebagian besar angkatan kerja yang bekerja pada tahun 2009 masih dalam sektor pertanian (41,18%), dan kondisi ini menurun dibandingkan dengan kondisi tahun 2005. Demikian juga pada sektor industri, penyerapan tenaga kerja atau yang bekerja di sektor industri pada tahun 2009 menurun menjadi 12,07%, dibandingkan kondisi tahun 2005 yang menyerap sebanyak 12,27%. Sementara itu sektor yang cukup banyak menyerap tenaga kerja seperti sektor perdagangan dan jasa kemasyarakatan, menunjukkan peningkatan pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2005. Sektor perdagangan pada tahun 2009 menyerap 20,90% dan jasa kemasyarakatan 13,03%. Secara umum dapat dipahami bahwa tenaga kerja yang bekerja di sektor informal jumlahnya lebih banyak dari pada tenaga kerja yang bekerja di sektor formal. Namun demikian tenaga kerja yang bekerja pada sektor formal (berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar dan buruh/karyawan)

~4~

pada tahun 2009 meningkat menjadi 30,51% dibandingkan tahun 2005 sekitar 30,17%. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor informal dan bekerja kurang dari 35 jam seminggu (setengah penganggur), mengindikasikan bahwa produktivitas tenaga kerja masih relatif rendah. Jumlah setengah penganggur terus meningkat, yang pada tahun 2005 berjumlah 29,64 juta orang, menjadi 31,36 juta orang pada tahun 2009, dimana 47,83% diantaranya merupakan setengah penganggur terpaksa. b. Pengangguran Jumlah penganggur terbuka pada tahun 2005 sebanyak 10,85 juta orang dengan tingkat pengangguran sebesar 10,26%, dan pada tahun 2009 menurun menjadi 9,26 juta orang, dengan tingkat pengangguran sebesar 8,14%. Sementara kalau ditinjau dari tingkat pendidikan, terjadi pergeseran dari penganggur yang berpendidikan rendah ke yang berpendidikan relatif tinggi. Penganggur berpendidikan SD ke bawah turun dari 32,74% menjadi 28,30%. Sebaliknya proporsi penganggur yang berpendidikan SLTA kejuruan dan perguruan tinggi mengalami kenaikan. Proporsi penganggur yang berpendidikan SLTA turun dari 24,70% menjadi 23,04%, tetapi sebaliknya untuk yang berpendidikan SLTA kejuruan (SMK) naik dari 11,34% menjadi 14,04%. Sedangkan proporsi penganggur yang berpendidikan perguruan tinggi meningkat dari 6,52% menjadi 12,02%. Perkembangan perekonomian nasional masih belum bisa merubah struktur lapangan kerja yang masih didominasi oleh pekerjaan di sektor informal. Sementara itu pasar kerja diwarnai dengan berkembangnya sistem tenaga kerja kontrak yang dikenal dengan outsourcing. Sistem outsourcing merupakan model pasar kerja yang yang perlu dikaji lebih dalam, pada kondisi perekonomian yang masih belum stabil dan ketidakpastian. Tabel 2 : Tingkat Penganggur Terbuka Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Tahun 2005-2009 (persen)PENDIDIKAN TAHUN 2005 L P L+P TAHUN 2009 L P L+P

SD ke bawahSMP/TSANAWIYAH SMP KEJURUAN SMA/ALIYAH SMK PROGRAM DIPLOMA PROGRAM D.IV/S1/S2/S3

29,56 24,08 1,42 25,51 13,53 2,53 3,36 100,00

35,99 21,91 1,97 23,86 9,11 3,43 3,74 100,00

32,74 23,01 1,69 24,70 11,34 2,97 3,55 100,00

29,64 21,77 0,80 22,82 15,36 3,49 6,11 100,00

26,4 21,1 0,47 23,36 13,17 7,72 7,69 100,00

28,30 21,53 0,67 23,04 14,45 5,25 6,77 100,00

JUMLAH

Sumber: Diolah dari data Sakernas 2005 dan 2009-BPS

Kebijakan dan strategi ketenagakerjaan yang telah dikembangkan masih belum dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja. Berbagai permasalahan di

~5~

bidang ketenagakerjaan muncul ke permukaan dalam bentuk unjuk rasa dan pemogokan oleh pekerja. Unjuk rasa dan pemogokan yang terjadi, menunjukkan bahwa terdapat ketidakpercayaan dan ketidakefektifan instrumen kebijakan ketenagakerjaan yang ada. Oleh karena itu, perubahan berbagai peraturan bidang ketenagakerjaan selalu dituntut oleh kalangan pekerja maupun pengusaha. Berbagai kalangan berpendapat bahwa beberapa peraturan perundangan bidang ketenagakerjaan yang ada dirasakan belum memberikan dukungan penuh terhadap terciptanya suasana hubungan industrial yang harmonis guna mendukung terciptanya iklim investasi. Kebijakan pemerintah mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) perlu didukung dengan kesiapan berbagai hal di sektor ketenagakerjaan meliputi informasi pasar kerja, kemudahan rekrutmen, ketersediaan tenaga kerja yang kompeten, dan tersedianya lembaga pelatihan kerja serta peraturan perundangan yang mendukung. Disamping itu, diperlukan penyederhanaan mekanisme dan prosedur penempatan tenaga kerja ke luar negeri, mulai dari perencanaan, penempatan, perlindungan dan pemantauan serta pemulangan tenaga kerja dari luar negeri yang terintegrasi dengan instansi terkait sehingga mudah diakses dan dipahami oleh masyarakat.

2. Bidang Ketransmigrasian Selain masalah pengangguran dan berbagai aspek lainnya, masalah penduduk miskin di Indonesia juga merupakan tantangan yang cukup berat dalam lima tahun kedepan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada bulan Maret 2005 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 35,10 juta orang atau sebesar 15,97% dari jumlah penduduk Indonesia. Tahun 2006 meningkat menjadi 39,30 juta orang, sedangkan tahun 2007 turun menjadi 37,17 juta orang, dan tahun 2008 menjadi 34,96 juta orang. Jika dilihat proporsi persebarannya, jumlah dan persentase penduduk miskin di perdesaan tahun 2005-2008 lebih tinggi dibanding perkotaan sebagaimana terdapat pada tabel 3. Tabel 3 : Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2005-2008Penduduk Miskin (juta) KotaKota Desa Desa 12,40 22,70 35,10 14,49 24,81 39,30 13,56 23,61 37,17 12,77 22,19 34,96 Persentase (%) KotaKota Desa Desa 11,63 19,98 15,97 13,47 21,81 17,75 12,52 20,37 16,58 11,65 18,93 15,42

Tahun 2005 2006 2007 2008

Sumber: Diolah dari data Sakernas 2005 dan 2009-BPS

~6~

Persentase penduduk miskin di luar pulau Jawa dan Bali masih berada di atas rata-rata nasional, sementara kesenjangan juga terjadi antara kota dan desa. Proporsi penduduk miskin di pulau Jawa, 43% berada di perkotaan dan 57% di perdesaan. Sedangkan di Papua 4,2% penduduk miskin berada di perkotaan dan 95,8% lainnya di perdesaan. Peran pusat-pusat pertumbuhan (seperti kota-kota menengah yang berjumlah sekitar 58%, dan kota-kota kecil sekitar 12% dari jumlah kota) untuk mendukung perekonomian di perdesaan ternyata belum tercipta, sehingga keterkaitan antara kota-desa belum terjadi secara optimal. Salah satu penyebab besarnya jumlah penduduk miskin di perdesaan adalah kesenjangan pertumbuhan antar wilayah di Indonesia yang masih cukup lebar, baik kesenjangan antara pulau Jawa dan luar pulau Jawa, antara kawasan barat dan kawasan timur, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, antara pusat pertumbuhan dan daerah belakang (hinterland), dan lain sebagainya. Kondisi tersebut potensial menimbulkan rasa ketidakadilan dan juga rentan terhadap timbulnya konflik vertikal maupun horizontal. Masih lebarnya kesenjangan pertumbuhan antar wilayah diindikasikan adanya perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar wilayah. Distribusi Persentase PDRB Atas Harga yang Berlaku menurut Provinsi (20032007) yang dipublikasikan BPS menyebutkan bahwa kegiatan ekonomi wilayah masih berpusat di wilayah pulau Jawa dan Bali yang memberikan kontribusi sekitar 64,78 % terhadap total perekonomian nasional (termasuk migas) diikuti pulau Sumatera (20,44%). Sementara itu, pulau Sulawesi dan Kalimantan hanya memberikan kontribusi sekitar 6%, sedangkan Papua, Maluku dan Nusa Tenggara masing-masing kurang dari 2% terhadap perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi wilayah di luar pulau Jawa dan Bali pada umumnya di bawah rata-rata nasional, kecuali Sulawesi yang mencapai di atas 6%. Sedangkan persentase aliran modal melalui perbankan, sekitar 67% lebih terkonsentrasi di pulau Jawa dan Bali. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kesenjangan tersebut antara lain: 1) 2) Keterbatasan kualitas dan kuantitas jaringan prasarana dan sarana; Keterbatasan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, disatu sisi ada daerah yang kekurangan sumberdaya manusia dan disisi lain ada daerah kelebihan sumberdaya manusia; Belum optimalnya pemanfaatan tata ruang sehingga alokasi sumberdaya antarwilayah tidak dapat bergerak dengan efisien; Tingkat kepadatan penduduk terhadap lingkungan antar wilayah yang tidak seimbang; Belum optimalnya pengelolaan pertanahan sehingga terdapat tanahtanah tidak produktif; Minimnya peran pusat-pusat pertumbuhan untuk meningkatkan kemampuan dan kontribusi perekonomian di wilayah sekitarnya terutama daerah-daerah tertinggal; Kurangnya keterkaitan antara pusat-pusat kota dan desa serta kurang terciptanya sistem kota-kota; Belum berkembangnya wilayah perbatasan;

3) 4) 5) 6)

7) 8)

~7~

9) Banyaknya daerah-daerah tertinggal yang belum tertangani; 10) Belum optimalnya pelaksanaan otonomi daerah. Permukiman yang terdapat pada daerah sepanjang perbatasan dengan negara tetangga, pada umumnya masih minim infrastruktur dan masuk dalam kategori daerah tertinggal. Kawasan ini pada umumnya jauh dari pusat pemerintahan namun dekat dengan perbatasan, dan sebagian menjadi tempat transit pelintas batas untuk berbagai kepentingan sosial ekonomi. Kebijakan bidang ketransmigrasian akan terus dikembangkan, dan terus menjadi perhatian dalam upaya menjaga keutuhan NKRI guna peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui pengembangan potensi daerah tersebut.

C. Pencapaian Kinerja Tahun 2005-2009 1. Bidang Ketenagakerjaan Arah kebijakan utama bidang ketenagakerjaan dalam RPJMN 2005-2009 adalah perbaikan iklim ketenagakerjaan. Perbaikan iklim ketenagakerjaan sangat erat hubungannya dengan perbaikan kebijakan pasar kerja dan iklim berusaha. Iklim ketenagakerjaan yang baik akan membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Kebijakan ini ditempuh dengan upaya penciptaan pasar kerja yang luwes, peningkatan kualitas hubungan industrial yang harmonis, revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan, peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, konsolidasi program perluasan kesempatan kerja, peningkatan kualitas pelayanan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, serta peningkatan kualitas pusat-pusat pelayanan informasi ketenagakerjaan. Adapun capaian kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun 2005-2009, adalah sebagai berikut :

a. Kebijakan Penciptaan Pasar Kerja yang Luwes Kebijakan pasar kerja yang luwes diperlukan untuk menciptakan kesempatan kerja formal seluas-luasnya. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai upaya telah dilaksanakan untuk penyempurnaan peraturan perundang-undangan, antara lain aturan tentang rekrutmen, outsourcing, pengupahan, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perbaikan iklim investasi. Upaya penyempurnaan peraturan perundang-undangan tersebut meliputi : 1) 2) 3) 4) Skema kompensasi pesangon bagi pekerja yang mengalami PHK; Penyempurnaan sistem jaminan sosial bagi pekerja; Peraturan yang berkaitan dengan pengupahan; Peraturan yang berkaitan dengan penempatan tenaga kerja di dalam dan di luar negeri.

~8~

b. Peningkatan Kualitas Hubungan Industrial yang Harmonis Dalam rangka penyelesaian perselisihan hubungan industrial, telah dibentuk lembaga kerjasama bipartit pada 12.099 perusahaan, 210 lembaga bipartit pada level kabupaten/kota, dan 31 lembaga bipartit pada level provinsi, serta Lembaga Bipartit Nasional. Negosiasi bipartit ini terutama dilakukan untuk mencapai kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja mengenai kondisi kerja, syarat-syarat kerja serta besaran dan struktur upah. Selain itu telah disepakati 5.852 Peraturan Perusahaan (PP), dan 1.701 pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yang juga merupakan kesepakatan antara pemberi kerja dengan pekerja. Program Pembangunan Perumahan Pekerja/Buruh untuk Peningkatan Kesejahteraan Pekerja (P5KP) sampai tahun 2008 telah terbangun perumahan pekerja/buruh sebanyak 7.410 unit dan pemberian uang muka perumahan bagi pekerja/buruh selama tahun 2007 dan 2008 sebanyak 2.892 orang. Sementara itu dapat ditetapkan pula upah dengan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2008 mencapai Rp.745.709,-, dan pada tahun 2009 meningkat sebesar 11,29% menjadi sebesar Rp.841.530,-, peningkatan ini baru mencapai 84,91% dari kebutuhan hidup layak (KHL).

c. Revitalisasi Pengawasan Ketenagakerjaan Revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan melalui Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Tenaga Kerja. Upaya revitalisasi tersebut meliputi : 1) Peningkatan kuantitas dan kualitas pengawasan ketenagakerjaan sebanyak 47.931 orang, termasuk peningkatan menjadi pengawas spesialis sebanyak 344 orang dan penyidik pegawai negeri sipil sebanyak 621 orang; 2) Pembentukan dan pembinaan lembaga perlindungan ketenagakerjaan sebanyak 27.448 perusahaan; 3) Pemberian penghargaan ketenagakerjaan sebanyak 3.992 sertifikat; 4) Peningkatan kemampuan pengawas ketenagakerjaan sebanyak 33.425 orang; 5) Perluasan kepersertaan jamsostek sebanyak 26.801.805 orang; 6) Peningkatan perlindungan ketenagakerjaan terhadap 839 perusahaan melalui partisipasi masyarakat. d. Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja Berbagai upaya dilakukan melalui penyempurnaan penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja, sehingga kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pemberi kerja (demand driven). Peran dan fungsi lembaga pelatihan kerja terus ditingkatkan agar mampu menyelenggarakan pelatihan berbasis kompetensi dan berbasis masyarakat.

~9~

Berbagai program dan kegiatan yang telah dilakukan, antara lain meliputi: 1) Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) sejumlah 36.091 orang, Pelatihan Berbasis Masyarakat (PBM) sejumlah 154.280 orang, dan PBK Subsidi sejumlah 43.620 orang; 2) Pemagangan Dalam Negeri sebanyak 10.469 orang, dan Luar Negeri sebanyak 10.035 orang; 3) Pelatihan Kewirausahaan sebanyak 11.397 orang, dan Pelatihan Ketransmigrasian dan Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) sebanyak 19.943 orang; 4) Penetapan Standarisasi Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sebanyak 119 SKKNI; 5) Penetapan Lembaga Sertifikasi Profesi yang dilisensi sebanyak 42 LSP, dan Assesor yang terdaftar sebanyak 5.535 Assesor; 6) Pelatihan Instruktur sebanyak 4.221 orang; 7) Sertifikasi Tenaga Kerja sejumlah 37.773 orang; 8) Pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) di daerah-daerah (UPTD) sebanyak 54 BLK, Rehabilitasi/Renovasi BLK UPTD sebanyak 113 BLK, dan Peningkatan Peralatan Pelatihan di BLK UPTD sebanyak 122 BLK ; 9) Pengadaan Mobil Klinik Produktivitas di 19 provinsi, pembentukan sebanyak 21 klinik yang diantaranya terdapat di provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur; 10) Pembangunan Kios 3 in 1 sebanyak 11 buah di seluruh BLK UPTP dan sebanyak 10 buah di BLK UPTD.

e. Konsolidasi Program Perluasan Kesempatan Kerja Konsolidasi Program Perluasan Kesempatan Kerja, meliputi: Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional sebanyak 2.752 orang; Pendayagunaan TKS sebanyak 49.954 orang; Tenaga Kerja Mandiri sebanyak 1.950 orang; Padat Karya Produktif sebanyak 613.858 orang; Teknologi Tepat Guna sebanyak 71.554 orang; Wira Usaha Baru sebanyak 17.325 orang; Subsidi Program sebanyak 10.788 orang; Penempatan melalui Bursa Kerja sebanyak 4.804.564 orang; Penempatan melalui Job Fair sebanyak 93.183 orang; Penempatan Tenaga Kerja Khusus sebanyak 7.265 orang; serta Penempatan TKI sebanyak 2.319.679 orang.

f. Peningkatan Kualitas Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Hasil-hasil yang telah dicapai melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri adalah: 1) Penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri sebanyak 2.455.895 orang; 2) Reformasi sistem penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, melalui:

~ 10 ~

a) Penyederhanaan birokrasi pelayanan, penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dari 21 tahap menjadi 11 tahap; b) Pembenahan pintu embarkasi dan debarkasi (lounge TKI) sebagai one roof service di Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Bandara Juanda Surabaya, Pelabuhan Laut Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya; c) Mengembangkan sistem dan ujicoba 200 kartu tenaga kerja luar negeri (KTLN) dalam bentuk Smart Card mulai 2007 dengan biaya pemerintah; d) Mengembangkan online information system tenaga kerja luar negeri yang dapat diakses oleh daerah dan perwakilan RI di luar negeri; e) Menandatangani MoU Menakertrans dengan Kapolri dalam pemberantasan tindak premanisme dan percaloan terhadap TKI di embarkasi dan debarkasi; f) Penegakan hukum secara tegas dan konsisten melalui pencabutan SIPP, tindakan hukum yang telah melakukan tindak kriminalitas, tindakan hukum kepada para pelaku mafia percaloan, tindakan hukum terhadap Aparat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang melakukan pemungutan ilegal; g) Membangun kerjasama dengan perbankan/lembaga keuangan nonBank dalam pembiayaan penempatan TKI berupa fasilitasi kredit lunak bagi calon TKI. 3) Meyakinkan Pemerintah Malaysia untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan bagi 35.000 anak-anak TKI yang bekerja di Malaysia Timur; 4) Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan negara penempatan TKI masing-masing dengan negara Malaysia, Korea, Yordania, Kuwait, Uni Emirat Arab, Taiwan, Australia, Jepang, dan Qatar; 5) Menetapkan lima konsorsium penyelenggara asuransi, dalam rangka memberikan perlindungan dan pelayanan kepada TKI yang bekerja di luar negeri;

g. Peningkatan Kualitas Ketenagakerjaan

Pusat-Pusat

Pelayanan

Informasi

Pengembangan kegiatan informasi pasar kerja telah berhasil melayani 1,6 juta pencari kerja dan menempatkan 754 ribu orang pencari kerja dari 1,1 juta lowongan kerja. Peranan lembaga penempatan tenaga kerja ditingkatkan melalui penggunaan teknologi informasi dengan membentuk bursa kerja online di 253 lokasi. Selain itu telah dilakukan pula pembinaan dan peningkatan kualitas lembaga penempatan tenaga kerja baik pemerintah maupun swasta, melalui up grading instruktur, monitoring dan pengawasan secara profesional sesuai peraturan yang berlaku.

~ 11 ~

2. Bidang Ketransmigrasian Dalam mengatasi kesenjangan antarwilayah, selain melalui pengembangan kawasan agropolitan/minapolitan, kawasan sentra produksi, dan kawasan klaster industri, dan berbagai pembangunan sektoral, juga dilakukan melalui pengembangan kawasan transmigrasi dengan skema Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang selanjutnya dibakukan dalam UU No. 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian. Kawasan transmigrasi merupakan kawasan budidaya yang memiliki fungsi sebagai permukiman dan tempat usaha masyarakat dalam satu sistem pengembangan berupa Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) atau Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT). WPT merupakan pengembangan permukiman transmigrasi yang terdiri atas beberapa satuan kawasan pengembangan (SKP) yang salah satu di antaranya direncanakan untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah baru sebagai Kawasan Perkotaan Baru, sedangkan LPT merupakan pengembangan permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang sebagai Kawasan Perkotaan Baru. Kawasan Perkotaan Baru merupakan pembakuan dari skema Kota Terpadu Mandiri sebagai upaya pengembangan pusat pertumbuhan di Kawasan Transmigrasi yang memiliki fungsi perkotaan untuk meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi kawasan secara sinergis antara Pusat Pertumbuhan dengan daerah belakang (hinterland) dalam satu kesatuan wilayah pengembangan ekonomi dalam rangka mendorong strategi investasi dan pertumbuhan perekonomian nasional dan daerah. Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 telah dibangun dan dikembangkan 447 lokasi transmigrasi baru terintegrasi dengan permukiman sekitarnya. Selain itu, juga telah dirintis pembangunan Kawasan Perkotaan Baru melalui skema KTM sejumlah 44 kawasan di 22 provinsi dengan rincian: 14 kawasan di Pulau Sumatera (Provinsi Aceh, Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel, dan Lampung), 10 kawasan di pulau Kalimantan (Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan), 12 kawasan pulau Sulawesi (Provinsi Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara), 1 kawasan di Provinsi Maluku Utara, 1 kawasan di Provinsi Maluku, 3 kawasan di Provinsi Papua, 1 kawasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan 2 kawasan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dari 44 kawasan tersebut, 34 kawasan diantaranya sedang dalam proses pembangunan fisik, dan 10 kawasan sedang dalam proses perencanaan dan persiapan yang pelaksanaan pembangunannya akan dimulai tahun 2011. Berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan tahun 2005-2009 untuk mengintegrasikan kawasan perdesaan sebagai hinterland dengan kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan dalam satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah menjadi Kawasan Perkotaan Baru dengan skema KTM adalah sebagai berikut: a. Penyediaan tanah untuk pembangunan kawasan transmigrasi seluas 208.575 ha di 26 provinsi; b. Penyusunan rencana teknis pembangunan kawasan transmigrasi untuk mendukung pembangunan permukiman dan penempatan transmigrasi;

~ 12 ~

c. Pembangunan permukiman transmigrasi baru terintegrasi dengan pemugaran permukiman penduduk setempat sejumlah 447 lokasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut : 1) Pembukaan lahan untuk pekarangan, lahan usaha, fasilitas umum serta sarana dan prasarana seluas 35.038,07 ha; 2) Pembangunan rumah transmigran dan jamban keluarga, termasuk pemugaran rumah penduduk setempat 45.991 unit; 3) Pembangunan jalan poros/jalan penghubung 1.636,39 km; 4) Pembangunan jalan lingkungan permukiman 1.455,40 km; 5) Pembangunan jembatan dan gorong-gorong 11.019 m; 6) Pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial 860 paket. d. Mediasi dan fasilitasi untuk mendorong partisipasi aktif pemerintah daerah dalam pelaksanaan transmigrasi yang diwujudkan dalam kerjasama antar daerah, tercatat 188 dokumen MoU antar Gubernur yang melibatkan 29 pemerintah provinsi dan 1.235 dokumen perjanjian kerjasama antar Bupati/Walikota yang melibatkan 204 pemerintah kabupaten/kota; e. Fasilitasi perpindahan transmigran sejumlah 45.991 keluarga yang meliputi 162.233 jiwa dan penataan persebaran penduduk di kawasan transmigrasi sejumlah 137.973 keluarga yang meliputi 551.892 jiwa; f. Fasilitasi dan pelayanan investasi terintegrasi dengan pembangunan kawasan transmigrasi kepada 60 badan usaha yang mengembangkan berbagai komoditas dengan nilai investasi sebesar Rp.1.898.440.730.800,-; g. Penyusunan rencana teknis pembinaan pengembangan masyarakat dan kawasan transmigrasi untuk mendukung pembinaan dan pemberdayaan masyarakat transmigrasi sebanyak 87 permukiman dan master plan sebanyak 22 kawasan; h. Peningkatan kapasitas SDM dan masyarakat transmigrasi di wilayah tertinggal, perbatasan dan strategis cepat tumbuh sebanyak 55.818 keluarga di 261 permukiman transmigrasi melalui pelayanan bantuan pangan (beras, non beras) sebanyak 55.818 paket; pelayanan kesehatan dan pendidikan, pelayanan sosial budaya dan pembinaan mental spiritual serta penguatan kelambagaan masyarakat dan administrasi desa pada 261 permukiman transmigrasi; i. Pengembangan usaha ekonomi masyarakat di kawasan transmigrasi melalui pengelolaan lahan dan pekarangan seluas 14.910 hektar dan lahan usaha seluas 29.820 hektar; bantuan sarana produksi (Paket A, B dan C) pada lahan seluas 111.636 hektar serta peningkatan akses modal di sektor pertanian melalui pembentukan kelompok tani di 131 pemukiman transmigrasi Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) sebanyak 975 keluarga dan koperasi sebanyak 92 unit serta LKM-BMT Trans sebanyak 60 unit; j. Mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pencapaian tingkat pendapatan rata-rata transmigran di atas upah minimum provinsi/kabupaten/kota;

~ 13 ~

k. Pengembangan sarana dan prasarana permukiman transmigrasi meliputi pengembangan jalan sepanjang 1.031,03 km, pengembangan sarana air bersih (SAB) meliputi perpipaan sebanyak 68 unit, dan sumur bor sebanyak 1.717 unit; pengembangan drainase sebanyak 197,27 km dan revitalisasi rumah transmigran sebanyak 2.440 unit (penanganan Pengembangan Lahan Gambut (PLG), Provinsi Kalimantan Tengah dan permukiman yang terkena bencana alam); l. Dalam mendorong terwujudnya desa mandiri energi dikembangkan energi alternatif dari tanaman jarak pagar pada 14 permukiman transmigrasi dan pengembangan biogas dari kotoran sapi di 2 kawasan serta pengembangan energi terbarukan dengan mikro hidro di 2 lokasi serta pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebanyak 540 unit; m. Dampak positif dari kegiatan usaha ekonomi dan pengembangan sarana dan prasarana di permukiman/kawasan transmigrasi mampu menciptakan kesempatan kerja dalam rangka pengentasan pengangguran sebanyak 78.052 tenaga kerja; n. Pengembangan kawasan transmigrasi sebagai embrio pusat pertumbuhan ekonomi baru pada 13 kawasan melalui pembangunan sarana dan prasarana, penguatan kelembagaan ekonomi dan masyarakat, peningkatan kapasitas SDM dan masyarakat, SDM pengelola kawasan transmigrasi serta mitigasi lingkungan melalui penghijauan dan konservasi.

D. Aspirasi dan Harapan Masyarakat 1. Bidang Ketenagakerjaan Masyarakat sangat menaruh perhatian terhadap berbagai program Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam memenuhi kebutuhannya baik dalam penempatan tenaga kerja, pelatihan kerja, hubungan kerja maupun perlindungan tenaga kerja. Program pelatihan kerja sebagai sarana untuk menjembatani dunia pendidikan formal dengan dunia kerja yang menjadi tumpuan masyarakat. Pasar kerja dimana pencari kerja lebih banyak dari pada kesempatan kerja yang tersedia menyebabkan pemberi kerja mempunyai keleluasaan mendapatkan calon tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi yang diinginkan. Oleh karena itu pencari kerja akan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dan diharapkan pemerintah dapat menyediakan sarana dan prasarana untuk dapat meningkatkan kualitas pencari kerja seperti yang diinginkan pemberi kerja. Fasilitasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pelayanan penempatan tenaga kerja bagi masyarakat masih sangat dibutuhkan. Sebagian masyarakat, khususnya di perdesaan menghadapi kendala dalam mengakses informasi pasar kerja. Akibat ketidaktahuan masyarakat akan informasi pasar kerja, maka sebagian dari mereka masuk ke pasar kerja di suatu daerah tanpa pengetahuan sehingga akhirnya menjadi beban bagi daerah maupun eksploitasi dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Pembangunan pusat-pusat informasi pasar kerja yang mudah dijangkau sangat diharapkan masyarakat.

~ 14 ~

Pengembangan informasi pasar kerja melalui internet sangat membantu, namun pekerjaan yang ditawarkan sebagian besar masih pada segmen masyarakat tertentu dan pengenaan biaya yang relatif tinggi. Disarankan peranan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terus ditingkatkan dalam upaya memfasilitasi penyebaran informasi pasar kerja serta penyelenggaraan bursa kerja di berbagai daerah. Berbagai program penempatan baik penempatan dalam negeri maupun luar negeri hendaknya tersedia dan tersebar di berbagai daerah. Tingginya upah yang ditawarkan di luar negeri dan belum terpenuhinya salah satu hak dasar warga negara yang paling penting yaitu: pekerjaan seperti diamanatkan di dalam Pasal 27 D ayat (2) UUD 1945 dan perubahannya, menjadi salah satu penyebab terjadinya migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Kondisi sekarang ini banyak pencari kerja yang menempuh mekanisme nonprosedural, sehingga harus mengeluarkan banyak biaya dalam upaya untuk mendapatkan kesempatan bekerja di luar negeri. Di sisi lain, masih sering dijumpai kasus-kasus hukum yang menimpa TKI di luar negeri. Melalui reformasi sistem penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, Pemerintah berusaha menghilangkan segala hambatan tersebut. Keluhan masyarakat pekerja yang umum didengar adalah rasa ketidak-adilan dan ketidak-pastian dalam hubungan kerja. Berbagai praktek hubungan kerja dirasakan sangat merugikan pekerja, seperti masalah hubungan kerja dan pengupahan. Pola rekrutmen kontrak dan dipekerjakan dalam status outsourcing menjadi pola yang masih banyak diterapkan dalam dunia kerja saat ini. Atas dasar berbagai persoalan tersebut masyarakat pekerja mengharapkan peran bersama Asosiasi Pengusaha dan Serikat Pekerja dapat mengeluarkan kebijakan dalam menghadapi situasi demikian yang dapat memberikan ketenangan bagi pekerja dalam bekerja dan meningkatkan produktivitas. Dalam berbagai forum telah banyak tuntutan untuk mereformasi berbagai regulasi, seperti UU 13/2003 dan UU 39/2004. Masyarakat menganggap undang-undang tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini dan oleh karenanya perlu diamandemen. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) masyarakat memandang permasalahan mengenai pengupahan, PHK dan kompensasinya, dan masalah outsourcing dipandang perlu disesuaikan dengan dinamika ekonomi. Penegakan peraturan ketenagakerjaan atas norma kerja perlu ditingkatkan melalui peningkatan kuantitas dan kualitas pengawas ketenagakerjaan secara terus menerus sehingga tercapai perbandingan ideal antara jumlah pengawas dengan perusahaan. Masyarakat mengharapkan agar melalui pengawasan dan penegakan hukum di setiap perusahaan akan dapat meningkatkan ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha. Iklim usaha yang kondusif diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi, sekaligus pemerataan pendapatan masyarakat. Dengan demikian investasi dapat berkembang dan diharapkan pula semakin bertambahnya lapangan kerja yang dapat menampung angkatan kerja. Hal ini juga akan membawa dampak terhadap penurunan angka kemiskinan.

~ 15 ~

2. Bidang Ketransmigrasian Berbagai kalangan menyatakan bahwa transmigrasi telah memberikan kontribusi positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, namun masih ada pula berbagai kelemahan, dan bahkan sering dianggap kegagalan. Melalui transmigrasi, jutaan hektar potensi sumberdaya alam telah berhasil digali dan dikembangkan, yang berdampak positif, antara lain turut mengentaskan pengangguran, kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, serta berkontribusi terhadap ketahanan pangan sekaligus mengembangkan wilayah tertinggal dengan membuka isolasi wilayah melalui pembangunan infrastruktur jalan, pembangunan sejumlah desa-desa baru. Salah satu indikator keberhasilan transmigrasi adalah tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan baru, tetapi untuk terbentuknya pusat pertumbuhan baru di daerah transmigrasi diperlukan waktu yang lama 20 30 tahun. Namun demikian masih banyak permukiman-permukiman transmigrasi yang sudah lama dibangun tetapi sampai saat ini belum berkembang. Untuk itu perlu dilakukan revitalisasi pengembangan kawasan transmigrasi guna mempercepat pertumbuhan. Pemerintah dipandang kurang memberikan perhatian terhadap masyarakat setempat yang kondisi sosial ekonominya tidak lebih baik dibanding pendatang. Hal demikian menyebabkan terpuruknya citra program transmigrasi yang bermuara pada penolakan di beberapa daerah. Akibatnya, masyarakat setempat cenderung apatis dan kurang memberikan dukungan dalam pembangunan dan pengembangan masyarakat transmigrasi. Disisi lain, masyarakat perdesaan umumnya cukup antusias dan menaruh harapan terhadap pembangunan bidang ketransmigrasian sebagai salah satu alternatif solusi menghadapi persoalan yang dihadapi. Demikian juga halnya pemerintah daerah yang wilayahnya cukup luas dan menghadapi kendala keterbatasan sumberdaya manusia, harapan untuk mengembangkan wilayahnya melalui transmigrasi cukup besar. Animo masyarakat untuk menjadi peserta transmigrasi yang cukup besar tersebut, disampaikan melalui perangkat desa yang bersangkutan, mendatangi institusi Pemerintah Daerah yang menangani ketransmigrasian, dan juga melalui media on line. Data animo masyarakat yang berminat ikut menjadi peserta transmigrasi yang tercatat pada Satuan Kerja Perangkat Daerah dan bursa transmigrasi on line mencapai sekitar 250 ribuan orang, yang merupakan potensi untuk difasilitasi dan didorong menjadi wirausahawan baru sebagai pelaku aktivitas perekonomian. Persoalan yang dihadapi adalah, umumnya masyarakat di perdesaan menghadapi kesulitan akses informasi mengenai program dan prosedur bertransmigrasi serta terbatasnya kemampuan untuk memperoleh lahan dan membiayai perpindahannya. Sementara itu, pembangunan transmigrasi masih mendapat dukungan pemerintah daerah, masyarakat, termasuk dunia usaha dan para akademisi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya MoU antar-provinsi dan kerjasama antar daerah (KSAD). Pemerintah provinsi/kabupaten/kota memiliki animo terhadap transmigrasi untuk dapat meningkatkan ekonomi lokal di daerahnya. Kalangan yang peduli terhadap transmigrasi mengatakan bahwa tidak bisa lagi hanya berorientasi pada upaya pemindahan penduduk untuk mendukung

~ 16 ~

pembangunan daerah. Pembangunan bidang ketransmigrasian perlu dikembangkan dan penekanan kepada upaya pembangunan, penataan, dan pengembangan wilayah yang berdampak pada mobilitas penduduk kawasan dalam berbagai kegiatan sosial ekonomi. Pembangunan bidang ketransmigrasian harus memberikan kesempatan yang lebih luas keterlibatan pemerintah daerah terkait dan masyarakat sekitar pemukiman transmigrasi yang direncanakan. Pandangan masyarakat terhadap pembangunan bidang program ketransmigrasian telah memberikan inspirasi untuk melakukan amendemen UU No. 15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian dengan UU No. 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian yang mengubah pendekatan pembangunan transmigrasi dari pendekatan perpindahan penduduk menjadi pendekatan pengembangan kawasan, dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pemerintah daerah dan mendorong peranserta masyarakat. Disamping itu secara keruangan dikembangkan pendekatan kewilayahan melalui pembangunan Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) atau pembangunan Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT). Upaya pengembangan masyarakat transmigrasi dan kawasan transmigrasi diarahkan untuk mencapai kesejahteraan, kemandirian, integrasi transmigran dengan penduduk sekitar, dan kelestarian fungsi lingkungan secara berkelanjutan. Sedangkan dalam pengembangan masyarakat dan kawasan transmigrasi diarahkan untuk mencapai kesejahteraan, kemandirian, integrasi transmigran dengan penduduk sekitar, dan kelestarian fungsi lingkungan secara berkelanjutan. Pengembangan masyarakat transmigrasi dan kawasan transmigrasi meliputi bidang : a) Ekonomi untuk menuju terciptanya tingkat pertumbuhan ekonomi; swasembada dan pusat

b) Sosial budaya untuk menuju pemenuhan kebutuhan pelayanan umum masyarakat serta terjadinya proses integrasi dan harmonisasi yang menyeluruh antara transmigran dan masyarakat sekitar; c) Mental spiritual untuk menuju pembinaan manusia yang ulet, mandiri, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d) Kelembagaan pemerintah untuk menuju kesiapan pembentukan dan/atau penguatan perangkat desa atau kelurahan; e) Pengelolaan sumberdaya alam untuk menuju terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pembangunan transmigrasi masih dipandang relevan sebagai suatu bentuk pendekatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan, serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa melalui pengurangan kesenjangan antar wilayah dan peningkatan daya saing daerah. Pembangunan transmigrasi juga diharapkan menjadi salah satu solusi mengatasi kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakberdayaan penduduk dalam memperoleh tempat tinggal yang layak, mendapatkan peluang berusaha dan kesempatan kerja.

~ 17 ~

E. Potensi dan Permasalahan Sumberdaya manusia/pegawai yang ada di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang terdiri atas pejabat struktural dan fungsional (instruktur pelatihan kerja, pengantar kerja, mediator dan pengawas ketenagakerjaan) serta non struktural non fungsional merupakan salah satu potensi dalam melaksanakan kebijakan dan program pembangunan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, sekaligus sebagai salah satu faktor yang menentukan dalam meningkatkan kinerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun disadari, bahwa kualitas sumberdaya manusia yang tersedia masih perlu dikembangkan sehingga dapat melaksanakan kebijakan dan program pembangunan secara optimal. Sarana dan prasarana yang tersedia dalam jumlah tertentu di setiap unit kerja di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga memiliki peranan yang cukup menentukan dalam pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Meskipun demikian, secara kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana yang tersedia masih sangat terbatas, sehingga pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan tersebut belum dapat dicapai secara optimal, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kinerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Berbagai teknologi juga tersedia di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi seperti teknologi pelatihan, teknologi informasi pasar kerja, dan berbagai teknologi lainnya, berguna mendukung pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Akan tetapi, ketersediaan teknologi tersebut baik secara kuantitas maupun kualitasnya masih terbatas. Demikian halnya dengan anggaran/pembiayaan dalam jumlah tertentu baik yang bersumber dari Penerimaan Negara dari Pajak maupun PNBP yang terakomodir dalam APBN juga merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Pembiayaan melalui APBN, sebagai konskuensi adanya kelembagaan Kementerian yang diatur melalui Keputusan Presiden, serta unit pelaksana teknis pusat (UPT-P) di daerah. Kemudian, adanya regulasi yang mengatur kerjasama antar unit di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga sangat mendukung terhadap pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.

1. Bidang Ketenagakerjaan Kebijakan nasional bidang ketenagakerjaan diarahkan pada perluasan kesempatan kerja baik melalui kebijakan lintas sektor yang mendorong masing-masing sektor dalam menciptakan peluang kerja, maupun berbagai program pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Pemerintah Daerah. Indonesia merupakan salah satu dari 5 negara di dunia yang memiliki populasi sumberdaya manusia terbesar, tetapi dengan kualitas ketrampilan yang rendah. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah mengakibatkan rendahnya

~ 18 ~

daya saing dalam dunia kerja, sehingga dapat mengakibatkan adanya pengangguran. Walaupun demikian, jumlah sumberdaya manusia yang besar ini harus diakui merupakan potensi besar yang harus dikelola dengan optimal yang merupakan salah satu alternatif solusi penting bagi proses percepatan pemulihan ekonomi. Demikian juga pasar tenaga kerja luar negeri merupakan tantangan dan potensi yang harus segera disambut dengan pengelolaan ketenagakerjaan yang profesional, efektif dan efisien. Tenaga kerja Indonesia di luar negeri telah memberikan kontribusinya dalam mendukung dan memajukan Indonesia melalui remitansi yang menambah devisa negara. Krisis ekonomi dunia yang membuat berbagai negara harus mereformasi perkonomiannya ternyata tidak memberi pengaruh besar bagi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Dengan mulai bangkitnya perekonomian dunia, tenaga kerja Indonesia dapat mengambil manfaat dari berbagai kesempatan yang ada. Potensi lain yang dapat memajukan sektor ketenagakerjaan Indonesia adalah dari kemajuan perekonomian nasional dengan pertumbuhan yang menggembirakan. Berbagai faktor telah dikembangkan yang memberikan dorongan untuk kemajuan yang lebih besar antara lain dimana pemerintah melakukan reformasi dan revitalisasi berbagai infrastruktur ketenagakerjaan seperti regulasi yang ramah terhadap investasi dan ketenangan berusaha. Demikian juga dengan infrastruktur peningkatan kualitas dan penempatan tenaga kerja. Berbagai sarana pelatihan telah dibangun dan direvitalisasi, dan saat ini telah berfungsi di seluruh provinsi. Keberadaan Balai Latihan Kerja, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam peningkatan kualitas, masih terbatas dan belum dapat memenuhi kebutuhan pasar kerja yang berbasis kompetensi. Dalam upaya memenuhi tuntutan tersebut, telah dikembangkan Program Three in One yang meliputi pelatihan kerja, sertifikasi dan penempatan. Hampir di setiap Balai Latihan Kerja Unit Pelaksana Teknis Pusat di daerah dibentuk kios Three in One dalam upaya meningkatkan kesesuaian antara luaran pelatihan kerja dengan dunia usaha. Disamping hal tersebut untuk menanggulangi masalah pengangguran, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga melakukan berbagai kegiatan melalui Gerakan Penanggulangan Pengangguran (GPP) ke berbagai daerah melalui kegiatan padat karya produktif, pemberdayaan teknologi tepat guna, wira usaha baru, penempatan tenaga kerja melalui subsidi program, pendampingan usaha mandiri, penempatan tenaga kerja melalui job fair dan bursa kerja yang informasinya dapat langsung diakses melalui bursa kerja on line, serta penempatan tenaga kerja ke luar negeri. Dalam rangka pelayanan dan perlindungan TKI di luar Negeri telah dibentuk dan ditempatkan 10 (sepuluh) atase ketenagakerjaan di 9 negara penempatan, yaitu Malaysia, Hongkong, Saudi Arabia (Riyadh dan Jedah), Persatuan Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Singapura, Brunei Darussalam, dan Korea Selatan. Keberadaan atase ketenagakerjaan tersebut dapat memberikan pelayanan informasi penempatan dan perlindungan. Namun demikian masih dirasa kurang, mengingat jumlah TKI yang cukup besar dan di beberapa negara penempatan (Arab Saudi dan Malaysia) tersebar di berbagai

~ 19 ~

pelosok. Bentuk perlindungan yang diberikan kepada TKI, antara lain penyelesaian permasalahan TKI dan advokasi terhadap TKI yang mengalami permasalahan hukum. Permasalahan dalam pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri masih belum optimal dan menjadi perhatian banyak pihak. Infrastruktur penempatan dan perlindungan baik dalam bentuk kelembagaan maupun peraturan yang ada, belum dapat sepenuhnya memberikan kenyamanan dan keamanan bagi tenaga kerja Indonesia yang mau bekerja dan sedang bekerja di luar negeri. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terus melakukan penyempurnaan mekanisme penempatan dan perlindungan bagi Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Gejolak unjuk rasa/pemogokan dan penyelesaian masalah hubungan industrial yang berlarut-larut (PHK dan tuntutan upah) masih menjadi agenda penting. Berbagai tuntutan yang diajukan, utamanya terkait dengan aspek rekrutmen yang dikenal dengan sistem outsourcing dan sistem pengupahan. Di beberapa daerah sarana hubungan industrial belum terbentuk sepenuhnya dan terbatasnya tenaga pengawas ketenagakerjaan, khususnya di wilayah pemekaran daerah otonom. Kondisi ini mempunyai potensi menurunkan ketenangan berusaha dan bekerja, yang lebih jauh berdampak pada menurunnya kesejahteraan pekerja dan produktivitas pekerja maupun perusahaan.

2. Bidang Ketransmigrasian Menghadapi besarnya kesenjangan antar wilayah yang menjadi salah satu sebab besarnya jumlah penduduk miskin terutama di perdesaan, maka pembangunan transmigrasi merupakan salah satu alternatif solusi yang dapat dikembangkan untuk mengintegrasikan pembangunan kawasan perdesaan sebagai hinterland dengan kawasan perkotaan, sebagai pusat pertumbuhan dalam satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah dengan memanfaatkan potensi dan peluang yang tersedia. Dengan disahkannya UU No. 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, maka transmigrasi akan lebih jelas perannya dalam mengatasi kesenjangan antar wilayah melalui pembangunan perdesaan dan pengembangan ekonomi lokal sebagai upaya peningkatan daya saing daerah. Hal tersebut disebabkan karena berubahnya pendekatan pembangunan transmigrasi dari pendekatan perpindahan penduduk menjadi pendekatan pengembangan kawasan, semakin besarnya peran Pemerintah Daerah sejak perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan transmigrasi, serta diwajibkannya kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberikan kemudahan kepada Badan Usaha untuk mengembangkan investasi di Kawasan Transmigrasi. Berdasarkan perubahan UU tersebut, maka peran transmigrasi dalam RPJM Nasional tahun 2010-2014 semakin jelas dan terukur, yaitu mendukung Prioritas Bidang Wilayah dan Tata Ruang dalam pembangunan perdesaan dan pengembangan ekonomi lokal dan daerah.

~ 20 ~

Pembangunan bidang ketransmigrasian selain menjadi alternatif dalam mengurangi kesenjangan wilayah, dapat berkonstribusi dalam memperkuat ketahanan pangan nasional dan kecukupan papan, memperkuat pilar ketahanan nasional, mendukung kebijakan pengembangan energi alternatif, mendukung pemerataan investasi secara berkelanjutan yang pada akhirnya dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Untuk mendukung program tersebut di atas, terdapat sejumlah kawasan transmigrasi yang potensial untuk direvitalisasi dan kawasan baru yang potensial dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan baru. Sejak diimplementasikan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22/1999 yang diubah terakhir dengan UU No. 32/2004, telah terjadi peningkatan jumlah kabupaten/kota, kecamatan dan desa yang cukup signifikan. Data BPS menunjukkan bahwa tahun 2005 jumlah desa adalah 61.409 desa, berkembang menjadi 65.189 desa pada tahun 2008. Sementara itu, pembangunan perdesaan terutama di daerah tertinggal, terluar, terdepan dan paska konflik, yang selama ini cenderung mengabaikan potensi sinergi dengan kawasan perkotaan dalam suatu konsep pengembangan wilayah dapat mengakibatkan hasil pembangunan perdesaan justru tersedot ke perkotaan baik dari sisi sumberdaya manusia, alam, bahkan modal. Kondisi kawasan perdesaan tersebut pada umumnya memiliki potensi sumberdaya alam cukup besar, namun belum didukung dengan infrastruktur dan sumberdaya manusia yang memadai sehingga merupakan peluang cukup besar untuk pengembangan program-program ketransmigrasian. Akibat kesenjangan antar wilayah yang cukup besar, maka disatu sisi terdapat Pemerintah Daerah yang menghadapi masalah keterbatasan sumberdaya manusia untuk mengembangkan wilayahnya sehingga terkendala dalam melaksanakan pembangunan kawasan perdesaan, tetapi disisi lain terdapat Pemerintah Daerah yang menghadapi tekanan kependudukan cukup berat akibat keterbatasan potensi sumberdaya alam wilayahnya. Kondisi demikian telah mendorong masyarakat untuk pindah melalui transmigrasi yang pada akhir 2009 tercatat pemohon bertransmigrasi mencapai 250.000 keluarga. Masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah tersebut, pada dasarnya merupakan potensi sinergis yang dapat diintegrasikan melalui kerjasama antar daerah di bidang transmigrasi. Memperhatikan berbagai potensi dan peluang tersebut, maka pembangunan transmigrasi berbasis kawasan dalam satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah yang diamanatkan UU No. 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, pada dasarnya merupakan peluang yang cukup besar bagi badan usaha untuk berinvestasi dan terintegrasi dengan pembangunan kawasan transmigrasi, yang perlu didukung sumberdaya masyarakat transmigrasi yang produktif, mandiri dan berdaya saing serta didukung dengan kelembagaan masyarakat dan ekonomi yang kuat.

~ 21 ~

F. Dasar Hukum Rencana Strategis Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tahun 20102014 disusun dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang antara lain sebagai berikut: 1. Undang-Undang Uap Tahun 1930 (stoom ordonnantie) ; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia; 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3201); 5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14); 6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5050); 7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 8. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan di Industri dan Perdagangan; 9. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358); 10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 11. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445); 12. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 13. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014; 14. Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

~ 22 ~

15. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Pengangkatan Kabinet Indonesia Bersatu II; 16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.05./MEN/ IV/ 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.28./MEN/ XII/ 2008.

~ 23 ~

BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN

A. Visi Untuk mencapai tujuan pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, maka Visi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi lima tahun ke depan adalah: TERWUJUDNYA TENAGA KERJA DAN MASYARAKAT TRANSMIGRASI YANG PRODUKTIF, BERDAYA SAING, MANDIRI, DAN SEJAHTERA

B.

Misi Upaya pencapaian visi tersebut akan diimplementasikan melalui misi sebagai berikut : 1. Meningkatkan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja dan masyarakat transmigrasi; 2. Memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja di dalam dan di luar negeri; 3. Meningkatkan pembinaan hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja; 4. Meningkatkan perlindungan ketenagakerjaan; 5. Membangun kawasan serta memfasilitasi perpindahan dan penempatan transmigrasi; 6. Mengembangkan kapasitas masyarakat transmigrasi dan kawasan transmigrasi; 7. Menerapkan organisasi yang efisien, tatalaksana yang efektif dan terpadu dengan prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance), meningkatkan efektivitas pengawasan kinerja, dan melaksanakan penelitian, pengembangan serta pengelolaan data dan informasi yang efektif.

C.

Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian adalah: 1. Menyediakan tenaga kerja yang kompeten, produktif dan berdaya saing yang sesuai dengan perkembangan pasar kerja serta menciptakan wirausaha baru; 2. Meningkatkan penempatan tenaga kerja yang efektif, dan perluasan penciptaan lapangan kerja; 3. Menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan meningkatnya peran kelembagaan hubungan industrial; 4. Menciptakan pengawasan ketenagakerjaan secara mandiri (independent), tidak memihak (fair treatment), profesional dan seragam di seluruh Indonesia; 5. Mengembangkan kawasan transmigrasi menjadi tempat tinggal dan usaha yang layak;

~ 24 ~

6. Mengembangkan masyarakat transmigrasi yang mandiri dan kawasan transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan baru; 7. Mewujudkan good governance di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, efektivitas pengawasan kinerja, memanfaatkan hasil penelitian dan pengembangan, serta menyediakan data dan informasi untuk kebijakan/manajemen dan informasi publik. D. Sasaran Strategis Pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian dilakukan untuk mencapai sasaran antara lain : 1. Terlaksananya pelatihan berbasis kompetensi dan berbasis masyarakat sebanyak 700.000 orang; 2. Terciptanya pelayanan penempatan tenaga kerja (bursa kerja) di 551 Kab/Kota, dan fasilitasi penempatan tenaga kerja sebanyak 8.000.000 orang; 3. Terbentuknya Lembaga Kerjasama (LKS) Bipartit di 20.000 perusahaan serta LKS Tripartit di 33 provinsi dan 400 kab/kota; 4. Terselenggaranya pembinaan dan pengawasan dalam rangka peningkatan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di 300.000 perusahaan; 5. Terbangunnya 10 Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) dan 25 Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT) baru serta terfasilitasinya perpindahan dan penempatan 44.233 keluarga transmigran; 6. Terpenuhinya kebutuhan dasar dan meningkatnya kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan masyarakat transmigrasi untuk 86.200 keluarga (344.800 jiwa) di 478 permukiman transmigrasi serta berkembangnya 18 kawasan transmigrasi sebagai embrio pusat pertumbuhan baru; 7. Terciptanya tata kelola organisasi yang efektif, transparan, akuntabel dan bersih dari KKN serta meningkatnya pemanfaatan hasil penelitian sebagai acuan perumusan kebijakan, serta meningkatnya ketersediaan data dan informasi untuk kebijakan dan pelayanan informasi. E. Kebijakan Kebijakan untuk melaksanakan visi dan misi dalam upaya pencapaian sasaran strategis Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah:1. Peningkatan kompetensi dan kualitas produktivitas tenaga kerja untuk 2. 3. 4. 5.

mencetak tenaga kerja dan wirausaha baru yang berdaya saing; Perluasan penciptaan kesempatan kerja dan penempatan tenaga kerja, baik di dalam maupun di luar negeri; Pengelolaan iklim kerja yang kondusif melalui hubungan industrial yang harmonis; Peningkatan intensitas dan kualitas pengawasan ketenagakerjaan, keselamatan kerja dan kesehatan kerja serta penegakan hukum; Mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam perdesaan terintegrasi dengan pengembangan perkotaan dalam satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah dalam bentuk Wilayah Pengembangan

~ 25 ~

Transmigrasi (WPT) atau Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT), serta fasilitasi perpindahan dan penempatan penduduk untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya manusia dan memberikan peluang usaha di kawasan transmigrasi; 6. Pembinaan dan pemberdayaan masyarakat transmigrasi dan pengembangan kawasan transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan baru dalam mendukung pengembangan perdesaan dan ekonomi lokal dan daerah untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dan daya saing kawasan transmigrasi; 7. Peningkatan fungsi pembinaan manajemen, dukungan administratif, pengawasan fungsional, sumberdaya, serta peningkatan fungsi penelitian, pengembangan dan pengelolaan data dan informasi.

F.

Strategi Umum Dalam rangka mencapai sasaran, maka strategi umum yang akan dilaksanakan adalah: 1. Penetapan Kebijakan dan Peraturan Kemenakertrans akan menetapkan kebijakan dan peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang dan norma, standar, prosedur dan kriteria bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian akan ditetapkan menjadi panduan pelaksanaan program dan kegiatan dalam rangka memenuhi Standar Pelayanan Minimal bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. 2. Koordinasi dan Sinkronisasi Dalam penyelenggaraan tugas bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, Kementerian akan menjalin kerjasama dengan semua instansi terkait baik di pusat maupun di daerah, juga melibatkan pihak swasta dan masyarakat (stakeholders). Koordinasi dengan memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan menyelaraskan berbagai stakeholders yang saling berkaitan beserta segenap gerak, langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran menjadi prioritas utama. 3. Fasilitasi Program dan Pendampingan Dalam pelaksanaan program dan kegiatan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memfasilitasi program dan kegiatan mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan program, monitoring dan evaluasi pelaksanaan. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi akan memberikan kegiatan pendampingan melalui pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi maupun tugas pembantuan. Program-program pendampingan diantaranya adalah pemberdayaan masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, pengembangan kewirausahaan, dan mendorong peran serta aktif masyarakat (participatory process).

~ 26 ~

4. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Sumberdaya Manusia Kelembagaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi akan disesuaikan dengan kebutuhan. Peningkatan kapasitas kelembagaan dilakukan melalui peningkatan kapasitas Sumberdaya Manusia (SDM) sehingga kapasitas kelembagaan dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan tujuan organisasi. 5. Meningkatkan Kualitas Penerapan Good Governance Penyelenggaraan tugas di bidang ketenagakerjaan akan dilaksanakan sejalan dengan prinsip Penyelenggaraan ini akan menghasilkan kinerja yang efektif, efisien dan responsif untuk memperoleh opini Tanpa Pengecualian (WTP). 6. Peningkatan Kerjasama Luar Negeri Selama ini berbagai kerjasama luar negeri telah dibangun dan dibina, baik secara bilateral maupun multilateral, dan akan terus ditingkatkan dalam mendukung pelaksanaan program dan kegiatan bidang ketenagakerjaan maupun ketransmigrasian. Mengingat masih adanya berbagai permasalahan yang terkait dengan issue ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di luar negeri, maka kerjasama yang telah dirintis selama ini, antara lain dengan International Labour Organization (ILO) dan International Organization for Migration (IOM) serta lembaga internasional lainnya akan terus ditingkatkan. 7. Pengarusutamaan Gender Dalam dinamika hak asasi manusia, pengarustamaan gender (PUG) adalah merupakan wawasan salah satu strategi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Strategi ini dilaksanakan melalui pengintegrasian gender ke dalam tahapan perencanaan dan pelaksanaan serta penganggaran baik di tingkat pusat dan daerah sehingga pengalokasian sumber daya pembangunan menjadi lebih efektif, akuntabel, dan adil dalam memberikan manfaat kepada perempuan dan laki-laki. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi akan melanjutkan upaya penerapan pengarustamaan gender secara rasional dan sistematis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. dan ketransmigrasian Good Governance. akuntabel, transparan, pelaporan yang Wajar

8. Peningkatan Pengendalian dan Pengawasan Sebagai upaya untuk menjamin agar visi, misi, dan tujuan pelaksanaan program dan kegiatan di bidang ketenagakerjan dan ketransmigrasian berjalan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, maka Kementerian melaksanakan pengendalian dan pengawasan, melalui Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

~ 27 ~

9. Monitoring dan Evaluasi Untuk mendukung tercapainya visi dan misi Kemenakertrans, serta tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui kebijakan dan strategi yang dilaksanakan dalam bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, maka diperlukan kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan secara berkala terhadap pelaksanaan program dan kegiatan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mendapatkan umpan balik dalam upaya penyempurnaan dan penajaman pelaksanaan program dan kegiatan.

~ 28 ~

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

A. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, maka prioritas pembangunan nasional diarahkan pada kebijakan dan strategi nasional sebagai berikut: 1. Arah Kebijakan Pembangunan Nasional Mengacu pada permasalahan yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia baik dewasa ini maupun dalam lima tahun mendatang, secara garis besar, arah kebijakan umum pembangunan nasional 2010-2014 adalah sebagai berikut: a. Melanjutkan pembangunan mencapai Indonesia yang sejahtera tercermin dari peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dalam bentuk percepatan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengurangan kemiskinan, pengurangan tingkat pengangguran yang diwujudkan dengan bertumpu pada program perbaikan kualitas sumberdaya manusia, perbaikan infrastruktur dasar, serta menjaga dan memelihara lingkungan hidup secara berkelanjutan; b. Memperkuat pilar-pilar demokrasi dengan penguatan yang bersifat kelembagaan dan mengarah pada tegaknya ketertiban umum, penghapusan segala macam diskriminasi, pengakuan dan penerapan hak asasi manusia serta kebebasan yang bertanggung jawab; c. Memperkuat dimensi keadilan di semua bidang termasuk pengurangan kesenjangan pendapatan, pengurangan kesenjangan pembangunan antar daerah (termasuk desa-kota), dan kesenjangan jender. Keadilan juga hanya dapat diwujudkan bila sistem hukum berfungsi secara kredibel, bersih, adil dan tidak pandang bulu. Demikian pula kebijakan pemberantasan korupsi secara konsisten diperlukan agar tercapai rasa keadilan dan pemerintahan yang bersih. Sebagian besar sumberdaya dan kebijakan akan diprioritaskan menjamin implementasi dari 12 prioritas nasional yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) Reformasi birokrasi dan tata kelola; Pendidikan; Kesehatan; Penanggulangan kemiskinan; Ketahanan pangan; Infrastruktur; Iklim investasi dan usaha; Energi; Lingkungan hidup dan bencana; Daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan paska konflik; Kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi; untuk

~ 29 ~

12)

Prioritas nasional lainnya di bidang politik, hukum, dan keamanan, di bidang perekonomian, dan di bidang kesejahteraan rakyat.

Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi diamanatkan untuk mendukung 3 prioritas nasional yaitu:

a. Penanggulangan kemiskinan Kebijakan penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk menurunkan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8-10% pada 2014 dan perbaikan distribusi perawatan dengan perlindungan sosial yang berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat yang berpendapatan rendah. Kebijakan penanggulangan kemiskinan tersebut akan dilaksanakan melalui Program Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja dan Program Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan. b. Iklim investasi dan usaha Arah kebijakan peningkatan iklim investasi dan usaha adalah melalui perbaikan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, perbaikan sistem informasi, dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) serta sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dalam rangka penciptaan kesempatan kerja. Pembangunan ketenagakerjaan yang mendukung iklim investasi dan iklim usaha yang kondusif akan dilaksanakan melalui Program Pengembangan Hubungan Industrial dan Peningkatan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan Program Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan. c. Prioritas nasional lainnya di bidang perekonomian Arah kebijakan bidang perekonomian diarahkan pada: 1) Pelaksanaan pengembangan industri sesuai dengan Peraturan Presiden No.28/2008 tentang Kebijakan Industri Nasional; 2) Peningkatan peran dan kemampuan Republik Indonesia dalam diplomasi perdagangan internasional; 3) Peningkatan pelayanan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) selama proses penyiapan, pemberangkatan, dan kepulangan; 4) Peningkatan upaya pelayanan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Kebijakan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mendukung prioritas nasional bidang perekonomian terkait dengan upaya pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri akan dilaksanakan melalui Program Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja.

~ 30 ~

2. Strategi Pembangunan Nasional a. Penanggulangan Kemiskinan Dengan perkiraan ekonomi dunia yang hanya akan mengalami pemulihan secara bertahap, serta tidak lagi terjadi gejolak (shock) berskala global yang baru, maka kinerja ekonomi nasional juga akan pulih secara bertahap. Dalam meniti ketidakpastian ini, fondasi ekonomi dan stabilitas harus tetap dapat dipelihara dan bahkan harus diperkuat. Dengan kondisi itulah, ratarata pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun kedepan akan dapat dijaga pada kisaran 6,3%-6,8%. Jika pemulihan ekonomi global terjadi secara lebih cepat dan tidak terjadi gejolak ekonomi baru, maka pertumbuhan ekonomi rata-rata tersebut dapat lebih tinggi, dan pada akhir periode lima tahun kedepan bukan tidak mungkin dapat mencapai 7% atau lebih. Kombinasi antara percepatan pertumbuhan ekonomi dengan berbagai kebijakan intervensi pemerintah yang terarah diharapkan dapat mempercepat penurunan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi sekitar 8-10 persen pada akhir 2014, dan tingkat pengangguran terbuka akan dapat diturunkan dari 8,14% di tahun 2009 menjadi 5%-6% pada akhir 2014. Strategi pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan antara lain melalui integrasi program perlindungan sosial berbasis keluarga yang mencakup program Bantuan Langsung Tunai (BLT) baik yang bersifat insidensial atau kepada kelompok marginal, program keluarga harapan, bantuan pangan, jaminan sosial bidang kesehatan, beasiswa bagi anak keluarga berpendapatan rendah, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan Parenting Education mulai 2010 dan diperluas menjadi program nasional mulai 2011-2012. Untuk mendukung strategi tersebut, kontribusi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah melalui: 1) Program Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan dengan kegiatan prioritas Peningkatan Perlindungan Pekerja Perempuan dan Penghapusan Pekerja Anak. Hasil yang ingin dicapai adalah mengurangi jumlah anak yang bekerja pada bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, sekaligus memfasilitasi pekerja anak untuk kembali ke dunia pendidikan atau memperoleh pelatihan keterampilan; Alokasi pendanaan yang dibutuhkan untuk mendukung program ini selama empat tahun sebesar Rp. 192.100.000.000,2) Program Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja, dengan kegiatan prioritas kegiatan Pengembangan dan Peningkatan Perluasan Kesempatan Kerja. Hasil yang ingin dicapai adalah terselenggaranya padat karya produktif dalam rangka cash for work di 200 kabupaten/kota.

~ 31 ~

Alokasi pendanaan yang dibutuhkan untuk mendukung program ini selama empat tahun sebesar Rp. 800.000.000.000,b. Iklim Investasi dan Iklim Usaha Peningkatan daya tarik iklim investasi akan sangat dipengaruhi oleh upaya perbaikan iklim investasi. Belum optimalnya kinerja investasi saat ini adalah akibat sejumlah permasalahan yang masih terjadi, mulai dari proses perijinan, sampai dengan pelaksanaan realisasi investasi. Hal ini menyebabkan menurunnya minat untuk melakukan investasi baru, termasuk persebaran investasi. Untuk itu, upaya peningkatan daya tarik investasi menjadi penting, yang tercermin dari meningkatnya minat investasi dari berbagai sektor usaha. Titik-titik lemah investasi yang sering dikeluhkan oleh dunia usaha antara lain masalah perijinan, perpajakan, kepabeanan, kepastian hukum, peraturan-peraturan daerah yang menghambat, infrastruktur, dan iklim ketenagakerjaan. Kecepatan dalam membenahi iklim investasi sangat menentukan respon penanaman modal dengan persaingan yang ketat antarnegara dalam menarik investasi dengan tujuan agar tercipta kesempatan kerja. Berkaitan dengan itu, penciptaan iklim usaha didorong dengan memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien, sehat dalam persaingan, dan non-diskriminatif bagi kelangsungan dan peningkatan kinerja sektor riil di daerah. Strategi pembangunan ketenagakerjaan untuk mendukung iklim investasi dan iklim usaha yang kondusif adalah sebagai berikut : 1) Sinkronisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dan Iklim Usaha Dalam Rangka Penciptaan Lapangan Kerja, dilakukan melalui: a) Program Pengembangan Hubungan Industrial dan Peningkatan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dengan kegiatan prioritas; (1) Penyempurnaan Peraturan Ketenagakerjaan; (2) Pengelolaan Kelembagaan dan Pemasyarakatan Hubungan Industrial. Hasil yang ingin dicapai adalah: (1) Tersusunnya regulasi berkaitan dengan struktur dan skala upah, aturan main pesangon, aturan main pekerja, aturan main outsourcing dan perlindungan tenaga kerja; (2) Sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan pusat dengan kebijakan peraturan daerah; (3) Menguatnya kelembagaan hubungan industrial. Alokasi pendanaan yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran tersebut selama empat tahun sebesar Rp 633.000.000.000,b) Program Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan, melalui kegiatan prioritas Peningkatan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Hasil yang ingin dicapai adalah:

~ 32 ~

(1) Diterapkannya manajemen dan standar K3; (2) Menurunnya jumlah kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Alokasi pendanaan yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran tersebut selama empat tahun sebesar Rp. 385.000.000.000,2) Mendukung Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam, Bintan, Karimun, Suramadu dan Sabang, dilakukan melalui 4 (empat) program yaitu: (a) Program Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja; (b) Program Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja dan Produktivitas; (c) Program Pengembangan Hubungan Industrial dan Peningkatan Jaminan Sosial Tenaga Kerja; (d) Program Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan. Hasil yang ingin dicapai adalah: (a) Terlaksananya pelatihan di lokasi KEK; (b) Terlaksananya sinkronisasi pelaksanaan ketentuan tentang pengupahan di lokasi KEK; (c) Terlaksananya sinkronisasi kebijakan dan pemberdayaan tripartit dan konsituen hubungan industrial di lokasi KEK; (d) Terkendalinya penggunaan tenaga kerja asing di lokasi KEK; (e) Meningkatnya penerapan ketentuan K3 di lokasi KEK; (f) Tersedianya informasi pasar kerja di lokasi KEK.

c. Prioritas Lainnya Bidang Perekonomian Prioritas nasional lainnya yang diamanatkan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terdapat dalam bidang perekonomian yang terkait dengan upaya pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, yaitu: 1) Peningkatan pelayanan dan perlindungan TKI selama proses penyiapan, pemberangkatan dan kepulangan; 2) Peningkatan upaya pelayanan dan perlindungan TKI di luar negeri. Prioritas nasional ini juga menjadi salah satu indikator dalam Kontrak Kinerja Menteri. Penugasan ini akan dilaksanakan melalui Program Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja, dengan kegiatan prioritas Pembinaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Luar Negeri. Hasil yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut adalah terlaksananya perlindungan TKI di luar negeri melalui penyempurnaan regulasi yang melindungi pekerja di luar negeri, meliputi: 1) Ratifikasi konvensi buruh migran; 2) Amandemen UU No. 39 Tahun 2004; 3) Penyusunan nota kesepahaman dengan negara tujuan penempatan TKI.

~ 33 ~

Alokasi pendanaan yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan ini selama empat tahun sebesar Rp. 423.430.000.000,d. Kontrak Kinerja Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sebagai pembantu Presiden yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mendapatkan perintah khusus yang termuat dalam Kontrak Kinerja. Dalam Kontrak Kinerja ini, yang menjadi kegiatan prioritas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan akan dievaluasi oleh Presiden, meliputi : 1) Meningkatkan pelayanan dan perlindungan TKI selama proses penyiapan, pemberangkatan dan kepulangan; 2) Meningkatkan upaya pelayanan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri; 3) Peningkatan penciptaan lapangan kerja melalui sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha; 4) Mengembangkan model link and match dengan sektor pendidikan dalam upaya mencetak wiraswasta baru. Tiga perintah khusus Presiden yang terdapat dalam Kontrak Kinerja di atas telah termuat di dalam Prioritas Nasional Rencana Aksi Bidang Iklim Investasi dan Iklim Usaha serta Prioritas Lain Bidang Perekonomian. Sedangkan perintah khusus Presiden untuk mengembangkan model link and match dengan Sektor Pendidikan dalam upaya mencetak wiraswasta baru akan diwujudkan melalui: 1) Program Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja dan Produktivitas, dengan kegiatan prioritas Pelatihan Kewirausahaan meliputi rekrutmen, pelatihan, pendampingan dan pemantauan calon wirausaha; 2) Program Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja, dengan kegiatan prioritas Pengembangan dan Peningkatan Perluasan Kesempatan Kerja. 3. Prioritas Bidang Perencanaan pembangunan nasional dikelompokkan ke dalam 9 (sembilan) bidang pembangunan yaitu: a. b. c. d. e. f. g. h. i. Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama; Bidang Ekonomi; Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; Bidang Sarana dan Prasarana; Bidang Politik; Bidang Pertahanan dan Keamanan; Bidang Hukum dan Aparatur; Bidang Wilayah dan Tataruang; Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup.

Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi masuk dalam prioritas bidang bidang ekonomi serta bidang wilayah dan tata ruang.

~ 34 ~

a. Bidang Ekonomi. Fokus prioritas ketenagakerjaan dalam bidang ekonomi diarahkan untuk meningkatkan daya saing ketenagakerjaan, yang meliputi : 1) Peningkatan Fasilitasi dan Perlindungan untuk mendukung mobilitas tenaga kerja. Fokus prioritas ini dilakukan dengan Program Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja melalui kegiatan : a) Peningkatan Pengembangan Pasar Kerja; b) Pengembangan dan Peningkatan Perluasan Kesempatan Kerja. 2) Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja dan Produktivitas. Fokus prioritas ini dilakukan dengan Program Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja dan Produktivitas, melalui kegiatan: a) Pengembangan Standarisasi Kompetensi Kerja dan Program Pelatihan; b) Peningkatan Kapasitas Kelembagaan, Sarana dan Pemberdayaan Kelembagaan Pelatihan dan Produktivitas; c) Peningkatan Kompetensi Instruktur dan Tenaga Kepelatihan; d) Peningkatan Penyelenggaraan Pemagangan Dalam dan Luar Negeri; e) Peningkatan dan Pengembangan Produktivitas; f) Pengembangan dan Penyelenggaraan Pelatihan. b. Bidang Wilayah dan Tata Ruang Pembangunan ketransmigrasian dalam bidang Wilayah dan Tata Ruang diarahkan untuk mendukung 2 fokus prioritas, yaitu: 1) Pembangunan perdesaan Arah kebijakan pembangunan perdesaan adalah memperkuat kemandirian desa dalam pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; meningkatkan ketahanan desa sebagai wilayah produksi; serta meningkatkan daya tarik perdesaan melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan seiring dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan lingkungan. Arah kebijakan tersebut akan dilaksanakan melalui 2 program yaitu: a) Program Pembangunan Kawasan Transmigrasi, meliputi kegiatan sebagai berikut: (1) Penyediaan Tanah Transmigrasi; (2) Penyusunan Rencana Pembangunan Kawasan Transmigrasi dan Penempatan Transmigrasi; (3) Pembangunan Permukiman di Kawasan Transmigrasi; (4) Fasilitasi Perpindahan dan Penempatan Transmigrasi;

~ 35 ~

(5) Pengembangan Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan Transmigrasi. b) Program Pengembangan Masyarakat Transmigrasi dan Kawasan Transmigrasi, meliputi kegiatan sebagai berikut: (1) Penyusunan Rencana Teknis Pengembangan Masyarakat Transmigrasi dan Kawasan Transmigrasi; (2) Peningkatan Kapasitas SDM dan Masyarakat di Kawasan Transmigrasi; (3) Pengembangan Usaha di Kawasan Transmigrasi; (4) Pengembangan Sarana dan Prasarana di Kawasan Transmigrasi; (5) Penyerasian Lingkungan di Kawasan Transmigrasi.

2) Pengembangan ekonomi lokal dan daerah. Arah kebijakan pengembangan ekonomi lokal pada tahun 2010--2014 adalah meningkatkan keterkaitan ekonomi antara desa-kota atau antara wilayah pusat pertumbuhan dengan wilayah produksi (hulu-hilir). Arah kebijakan tersebut akan dilaksanakan melalui Program Pembangunan Kawasan Transmigrasi, meliputi kegiatan sebagai berikut: a) Penyusunan Rencana Teknis Pengembangan Masyarakat Transmigrasi dan Kawasan Transmigrasi; b) Peningkatan Kapasitas SDM dan Masyarakat di Kawasan Transmigrasi; c) Pengembangan Usaha di Kawasan Transmigrasi; d) Pengembangan Sarana dan Prasarana di Kawasan Transmigrasi;

B. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 1. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, tugas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah menyelenggarakan urusan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi melaksanakan fungsi : a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian; b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;

~ 36 ~

d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah; e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terdiri dari 9 unit eselon I yaitu: 1) Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen. Bina Lattas); 2) Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Ditjen. Bina Penta); 3) Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen. PHI dan JSTK); 4) Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (Ditjen. Binwasnaker); 5) Direktorat Jenderal Pembinaan Penyiapan Permukiman dan Penempatan Transmigrasi (Ditjen. P4Trans); 6) Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (Ditjen. P2MKT); 7) Sekretariat Jenderal (Setjen); 8) Inspektorat Jenderal (Itjen); 9) Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi (Balitfo). Oleh karena sifat pekerjaannya, maka terdapat 26 unit kerja Kementerian di daerah dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP). Didalam upaya mencapai tujuan, sumberdaya manusia yang mendukung Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi berjumlah 4.429 orang, dimana jumlah pegawai laki-laki sebanyak 2.993 orang dan perempuan 1.506 orang. Profil SDM tersebut dapat digambarkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4 : Rekapitulasi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Berdasarkan Jenis KelaminJENIS KELAMIN LAKI-LAKI 658 1.058 190 91 132 284 299 111 170 2.993 PEREMPUAN 390 373 110 69 67 174 152 58 113 1.506

NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

UNIT KERJA ESELON I Setjen Ditjen Bina Lattas Ditjen Bina Penta Ditjen PHI dan JS TK Ditjen Binwasnaker Ditjen P4 Trans Ditjen P2MKT Itjen Balitfo JUMLAH

TOTAL 1.048 1.431 300 160 199 458 381 169 283 4.429

Sumber : Biro Organisasi dan Kepegawaian Kemenakertrans, Desember 2009

~ 37 ~

Tabel 5 : Rekapitulasi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Berdasarkan Tingkat PendidikanNO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. UNIT KERJA ESELON I Setjen Ditjen Bina Lattas Ditjen Bina Penta Ditjen PHI dan JS TK Ditjen Binwasnaker Ditjen P4 Trans Ditjen P2MKT Itjen Balitfo JUMLAH PENDIDIKAN S3 6 2 1 1 10 S2 111 139 50 36 35 69 56 26 44 566 S1 339 751 148 73 113 102 135 87 105 1.853 Dipl 51 169 10 5 7 16 13 7 17 295 SLTA 432 316 75 42 42 250 150 43 105 1.455 SLTP 44 23 4 2 1 13 13 2 5 107 SD 65 31 13 2 1 7 14 3 7 143 TOTAL 1.048 1.431 300 160 199 458 381 169 283 4.429

Sumber : Biro Organisasi dan Kepegawaian Kemenakertrans, Desember 2009

2. Arah Kebijakan dan Strategi Tahun 2010 Kebijakan dan Strategi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi diarahkan untuk mendukung pencapaian Visi Nasional yaitu Terwujudnya Indonesia Yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan, dengan penekanan pada peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi dengan sasaran untuk menurunkan tingkat pengangguran terbuka hingga di sekitar 5-6 persen, dan menurunkan tingkat kemiskinan absolut menjadi sekitar 8-10 persen pada akhir 2014. Kebijakan dan strategi tersebut berikutnya dapat ditinjau dari bidang ketenagakerjaan, bidang ketransmigrasian dan bidang pendukung. Kebijakan dan strat