5. Moluska Air Tawar (Revisi)

11
KELIMPAHAN DAN POLA PERSEBARAN BELLAMYA JAVANICA DI EKOSISTEM PERSAWAHAN DI DESA CITALAHAB, TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK 1*) Gita Sulistianingrum 2) , Aulia Rahma 2) , Akbar Maulana 3) *Corresponding author: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Jl. Pemuda No. 10 Rawamangun, Jakarta Timur. Indonesia. Tel.: +62 21 4894909 E-mail address: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan pola persebaran Bellamya javanica di ekosistem persawahan di Desa Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Prosedur pengambilan data adalah mengukur panjang dan lebar sawah secara keseluruhan dan menentukan stasiun penelitian. Penelitian ini dilakukan pada empat stasiun yang berupa empat petak sawah. Kemudian pada tiap stasiun ditarik garis transek sepanjang 40 meter, dengan didalamnya terdapat 10 plot 1x1 meter dengan jarak 3 meter antara satu plot dengan plot lainnya. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa rata-rata kelimpahan Bellamya javanica di ekosistem persawahan adalah 0,03895 ind/m 2 dengan kelimpahan tertingi terdapat di stasiun III yaitu 0,01908 ind/m 2 dan kelimpahan terendah terdapat di stasiun I yaitu 0,00113 ind/m 2 . Sedangkan pola persebaran Bellamya javanica pada ekosistem persawahan adalah bersifat mengelompok Kata kunci: kelimpahan, pola persebaran, Bellamya javanica, persawahan Abstract This study aims to determine the abundance and distribution patterns of Bellamya javanica in rice cultivation ecosystem in the Citalahab village, Halimun Salak Mountain National Park. The method used in this research is descriptive method with purposive sampling technique sampling. The procedure of data retrieval are to measure the length and width of the rice fields and determine the overall research station. This study was conducted at four stations in the form of four research fields. At each station along the transect line drawn 40 meters, with which there are 10 plots of 1x1 meters with a distance of 3 meters from one plot to the other plots. From

description

kelimpahan bellamya javanica

Transcript of 5. Moluska Air Tawar (Revisi)

Format of Paper Preparation

kelimpahan dan pola persebaran bellamya javanica di ekosistem persawahan di desa citalahab, taman nasional gunung halimun salak1*)Gita Sulistianingrum2), Aulia Rahma2), Akbar Maulana3)*Corresponding author: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Jl. Pemuda No. 10 Rawamangun, Jakarta Timur. Indonesia. Tel.: +62 21 4894909E-mail address: [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan pola persebaran Bellamya javanica di ekosistem persawahan di Desa Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Prosedur pengambilan data adalah mengukur panjang dan lebar sawah secara keseluruhan dan menentukan stasiun penelitian. Penelitian ini dilakukan pada empat stasiun yang berupa empat petak sawah. Kemudian pada tiap stasiun ditarik garis transek sepanjang 40 meter, dengan didalamnya terdapat 10 plot 1x1 meter dengan jarak 3 meter antara satu plot dengan plot lainnya. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa rata-rata kelimpahan Bellamya javanica di ekosistem persawahan adalah 0,03895 ind/m2 dengan kelimpahan tertingi terdapat di stasiun III yaitu 0,01908 ind/m2 dan kelimpahan terendah terdapat di stasiun I yaitu 0,00113 ind/m2. Sedangkan pola persebaran Bellamya javanica pada ekosistem persawahan adalah bersifat mengelompok

Kata kunci: kelimpahan, pola persebaran, Bellamya javanica, persawahan Abstract This study aims to determine the abundance and distribution patterns of Bellamya javanica in rice cultivation ecosystem in the Citalahab village, Halimun Salak Mountain National Park. The method used in this research is descriptive method with purposive sampling technique sampling. The procedure of data retrieval are to measure the length and width of the rice fields and determine the overall research station. This study was conducted at four stations in the form of four research fields. At each station along the transect line drawn 40 meters, with which there are 10 plots of 1x1 meters with a distance of 3 meters from one plot to the other plots. From the analysis of the data can be seen that the average abundance of Bellamya javanica in rice cultivation ecosystem is 0,00113 ind/m2 with the highest abundance found in station III is 0,01908 ind/m2 and lowest abundance at the station I found that 0.0625 ind / m2. While the dispersion pattern of Bellamya javanica in rice cultivation ecosystem is clumped distribution. Key word: abundance , distribution pattern, Bellamya javanica, rice cultivation ecosystem_____________________________

1) Dipresentasikn pada Seminar Hasil Latihan Dasar Manajemen Penelitian Lapangan 20142) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Reguler, Jurusan Biologi FMIPA UNJ

3) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Bilingual, Jurusan Biologi FMIPA UNJ

PENDAHULUAN

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu dari tiga Taman Nasional yang ada di Provinsi Jawa Barat selain dari Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) dan Taman Nasional Gunung Cerme (TNGC). Secara geografis Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terletak pada 1061258 BT - 1064550 BT dan 063214 LS - 065512 LS. Secara administratif Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) berada di dalam tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Lebak.

Salah satu desa yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah Desa Citalahab. Desa Citalahab secara administratif wilayahnya berada di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Desa ini berada diantara perbatasan perkebunan teh Nirmala dan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sebagian besar penduduk Desa Citalahab bermatapencaharian sebagai karyawan perkebunan teh.Selain itu penduduk desa Citalahab ada juga yang bermatapencaharian sebagai petani yang mengelola lahan pertanian berupa sawah dan ladang.Sawah merupakan salah satu ekosistem buatan yang dibuat oleh manusia. Sawah digunakan sebagai media untuk memenuhi kebutuhan manusia diantaranya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia, seperti ditanami padi, jagung, tebu, dan lain lain. Ekosistem sawah terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Salah satu komponen biotik yang terdapat di ekosistem sawah adalah moluska, yaitu hewan bertubuh lunak yang biasanya dilindungi oleh cangkang.

Salah satu jenis moluska yang terdapat di ekosistem persawahan adalah Bellamya javanica dari kelas gastropoda yang seringkali dikenal dengan tutut. Bellamya javanica termasuk dalam kelompok Operculata yang hidup di perairan dangkal yang berdasar lumpur serta ditumbuhi rerumputan air dengan aliran air yang lamban. Hewan ini memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Masyarakat seringkali memanfaatkan Bellamya javanica untuk dikonsumsi karena mengandung protein yang tinggi.Selain menjadi salah satu sumber protein hewani, Bellamya javanica juga berperan sebagai pengurai serasah, pemakan detritus, alga dan sebagai perantara kehidupan berbagai jenis cacing parasit yang juga menyerang manusia. Oleh karena itu, mempelajari kelimpahan dan pola persebaran Bellamya javanica berguna untuk mendukung kegiatan lain seperti memprediksi tingkat pencemaran suatu perairan, menjaga siklus alami dan memberantas penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit.Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelimpahan dan pola persebaran Bellamya javanica di ekosistem persawahan di Desa Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di ekosistem persawahan di Desa Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tanggal 20-21 Juni 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang ditentukan. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, pH meter, secchi disk, meteran gulung, transek, plot 1x1 meter, ayakan, plastik spesimen, label, dan kamera Canon PowerShot A800.

Teknik Pengambilan Data

Prosedur pengambilan data adalah dengan mengukur panjang dan lebar area sawah secara keseluruhan dan menentukan stasiun penelitian. Penelitian ini dilakukan pada empat stasiun penelitian yang berupa empat petak sawah. Kemudian pada tiap stasiun ditarik garis transek sepanjang 40 meter, dengan didalamnya terdapat 10 plot 1x1 meter dengan jarak 3 meter antara satu plot dengan plot lainnya. Selain pengambilan sampel Bellamya javanica dilakukan juga pengambilan data untuk parameter fisik berupa suhu dan pH air serta penetrasi cahaya.

Teknik Analisis Data

Data sampel yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui kelimpahan dan pola persebaran Bellamya javanica. Menurut Misra (1973) dan Braver & Zar (1977) rumus kelimpahan adalah :

Sedangkan untuk pola persebaran Bellamya javanica dianalisis dengan index persebaran Morishita menurut Krebs (1989), yaitu :

Dimana n : jumlah satuan pengambilan sampel

Xi : jumlah individu pada pengambilan sampel ke-i (jumlah individu pada tiap plot)

N : jumlah individu pada transek

Jika Id > 1 : pola persebaran jenis individu bersifat mengelompok

Id = 1 : pola persebaran jenis individu bersifat seimbang

Id < 1 : pola persebaran jenis individu bersifat menyebarHASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Lingkungan

Parameter lingkungan yang diukur selama penelitian meliputi substrat, kecerahan , pH, dan suhu.

Tabel 1. Data parameter fisik lingkungan di setiap stasiun di Ekosistem Persawahan Di Desa Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun SalakParameterLokasi pengamatan

ST IST IIST IIIST IV

SubstratTanah berlumpurTanah berlumpurTanah berlumpurTanah berlumpur

Suhu26c26c27c26c

pH7776

Kecerahan4574

Lokasi penelitian termasuk perairan dengan substrat berlumpur dan memiliki rerata kecerahan 5 cm. Nilai pada Tabel 2. menunjukkan bahwa nilai kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 7 cm dan kecerahan terendah terdapat pada stasiun I dan IV yaitu 4 cm. (Parsons dkk, 1977) menyatakan bahwa kecerahan suatu perairan dipengaruhi kemampuan cahaya menembus lapisan air sampai kedalaman tertentu. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan cahaya menembus suatu perairan adalah kandungan bahan organik dan anorganik yang terdapat dalam suatu perairan.

Lokasi penelitian memiliki rerata pH sebesar 6,75. Berdasarkan nilai pH-nya, perairan di lokasi penelitian tergolong cukup menguntungkan bagi perkembangan dan kehidupan Gastropoda. Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Hynes, 1978) yang menyatakan bahwa umumnya Gastropoda perairan tawar dapat hidup secara optimal pada lingkungan yang memiliki kisaran pH 5,0 - 9,0. Nilai pH dibawah 5 atau diatas 9 sangat tidak menguntungkan bagi kebanyakan makrozobenthos. Nilai pH yang rendah menyebabkan menurunnya jumlah oksigen terlarut pada suatu perairan, sehingga menyebabkan aktivitas pernafasan Gastropoda meningkat dan selera makan menurun. Hal sebaliknya terjadi pada perairan yang memiliki nilai pH yang tinggi menyebabkan kadar ammonia meningkat, sehingga secara tidak langsung membahayakan organisme yang hidup di perairan tersebut (Kordi & Tancung, 2002). Lokasi penelitian memiliki rerata suhu sebesar 26,25 C. Kondisi suhu dilokasi penelitian cocok untuk kehidupan Gastropoda. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Siagian (2001) yang menyatakan bahwa suhu yang tepat untuk kehidupan Gastropoda berkisar antara 25 - 32 C.Kelimpahan

Pada penelitian ini pengambilan data dilakukan di ekosistem persawahan yang sudah panen. Kondisi dari ekosistem persawahan ini adalah sawah hanya terdiri atas genangan air dengan substrat tanah berlumpur dengan kedalaman yang berbeda. Sawah hanya ditumbuhi oleh sisa-sisa tumbuhan padi yang tumbuh secara liar. Pada ekosistem persawah tersebut juga ditemukan beberapa jenis serangga air serta banyak telur katak dan berudunya yang mengindikasikan bahwa ekosistem persawahan tersebut merupakan lingkungan yang tercemar.

Pada umumnya siput yang ada di sawah, salah satunya Bellamya javanica, berukuran kecil dan lebih menyukai habitat air yang tenang dan airnya relatif tidak mengalir seperti kondisi air di sawah sehingga siput tersebut sering dijumpai dalam keadaan mengapung di permukaan air (Marsetiyowati, 1983). Namun begitu Bellamya javanica juga memiliki kemampuan beradaptasi untuk memendamkan diri ke dalam substarat. Bellamya javanica memiliki mobilitas yang rendah sehingga sulit meloloskan diri saat pengambilan sampel.

Untuk kelimpahan Bellamya javanica pada setiap stasiun penelitian di ekosistem persawahan Desa Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun Salak disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Kelimpahan Bellamya javanica pada tiap stasiun

FamilySpeciesKelimpahan (ind/m2)Rata Rata

(ind/m2)

ST IST IIST IIIST IV

LiymnacidaeBellamya javanica0,001130,002870,019080.015870,03895

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa kelimpahan Bellamya javanica yang tertinggi adalah di stasiun penelitian III yaitu sebesar 0,01909 ind/m2 dan kelimpahan yang terendah adalah di stasiun penelitian I yaitu sebesar 0,00113 ind/m2. Sedangkan rata-rata kelimpahan Bellamya javanica dari ke-4 stasiun penelitian adalah 0,03895 ind/m2Kelimpahan jenis Belamya javanica dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu diantaranya adalah ketersediaan sumber makanan. Bellamya javanica memakan alga dan plankton yang terdapat di perairan. Ketersediaan sumber makanan bagi Bellamya javanica di sawah sangat berkaitan dengan kegiatan pertanian. Pada saat masa pertumbuhan tanaman padi, populasi Bellamya javanica biasanya akan semakin meningkat. Populasi Bellamya javanica cenderung menurun pada masa pertumbuhan padi terakhir dan menjelang panen, karena pada saat tersebut air sawah dikurangi bahkan hampir tidak ada sehingga sumber makanan bagi Bellamya javanica pun semakin sedikit yang dapat mempengaruhi reproduksi siput, dalam hal ini produksi telurnya. Pada saat pengambilan sampel adalah masa setelah panen, sehingga diduga kelimpahan Bellamya javanica pada saat itu lebih kecil dibandingkan dengan saat masa pertumbuhan padi. Bila dilihat dari hasil penelitian, stasiun III memiliki kelimpahan Bellamya javanica yang paling tinggi, diduga bahwa lokasi penelitian di stasiun III ini memiliki ketersediaan jumlah makanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun yang lain. .

Selain ketersedian sumber makanan, kondisi fisik dan kimia dari lingkungan juga mempengaruhi kelimpahan suatu populasi. Suhu adalah salah satu faktor fisik yang mempengaruhi kelimpahan Bellamya javanica. Suhu berpengaruh terhadap proses metabolisme suatu organisme. Selain itu suhu juga berpengaruh terhadap kandungan oksigen yang terlarut dalam air. Semakin tinggi suhu perairan, makin tinggi pula oksigen yang terlarut dalam air (Pescod 1973: 17). Dari hasil pengambilan data parameter fisik dapat diketahui bahwa keempat stasiun memiliki suhu yang masih menunjang untuk kehidupan gastropoda.Kecerahan juga merupakan faktor fisik yang mempengaruhi kelimpahan Bellamya javanica di ekosistem persawahan. Kecerahan mempengaruhi aktiviatas fotosintesis alga dan plankton yang terdapat di perairan. Alga dan plankton merupakan sumber makanan Bellamya javanica sehingga kecerahan secara tidak langsung berpengaruh untuk kelimpahan Bellamya javanica.Selain itu pH juga mempengaruhi kelimpahan Bellamya javanica. Menurut Kordi dan Tancung (2002) suatu lingkungan dengan pH rendah mengakibatkan kandungan oksigen terlarut berkurang. Hal terebut mengakibatkan aktivitas pernapasan naik sehingga selera makan gastropoda berkurang karena lebih banyak beraktivitas mengambil udara. Dari hasil pengambilan data parameter kimia, pH air dikeempat stasiun memiliki sifat yang netral kecuali pada stasiun IV yang bersifat lebih asam.

Dari ketiga parameter lingkungan yang telah disebutkan, dapat diketahui bahwa suhu, kecerahan, dan pH ikut berpengaruh dalam menentukan kelimpahan Bellamya javaica di ekosistem persawahan Desa Citalahab. Diduga stasiun penelitian III lebih memiliki daya dukung lingkungan yang lebih baik sehingga kelimpahan Bellamya javanica di stasiun III lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun penelitian lainnya. Pola Persebaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola sebaran Bellamya javanica lebih cenderung mengelompok. Pola sebaran yang mengelompok terjadi karena adanya pengumpulan individu sebagai startegi dalam menanggapi perubahan cuaca dan musim, serta perubahan habitat dan proses reproduksi (Odum, 1993).KESIMPULANKelimpahan Bellamya javanica di ekosistem persawahan di Desa Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun Sawah memiliki rata-rata sebesar 0,03895 ind/m2 dengan kelimpahan tertinggi ada pada stasiun penelitian III yaitu sebesar 0,01908 ind/m2 dan kelimpahan terrendah ada pada stasiun penelitian I yaitu sebesar 0,00113 ind/m2. Hal yang mempengaruhi kelimpahan Bellamya javanica adalah ketersediaan sumber makanan dan parameter fisik seperti suhu, kecerahan, dan pH air. Sedangkan pola persebaran Bellamya javanica adalah cenderung mengelompok. DAFTAR PUSTAKA Gundo, Meria Tirsa. 2010. Kerapatan, Keanekaragaman, dan Pola Penyebaran Gastropoda Air Tawar di Perairan Danau Poso. Media Litbang Sulteng III (2) : 137-143

Hyness, H. B M. 1978. The Biology of Polluted Water. Liverpool University Press : London

Kariono, Magfirah. Ramadhan, Achmad. Bustamin. 2013. Kepadatan dan Frekuensi Kehadiran Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Gumbasa Kabupaten Sigi. E-Jipbiol Vol. 1 : 57-64

Kordi, M. G. H., & Truncung. 2007. Pengeloloaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : JakartaM, Ristiyanti. Mujiono, Nova. Isnaningsih, Nur R, dkk. 2011. Keong Air Tawar Pulau Jawa (Moluska, Gastropoda). Bogor : LIPIMunarto. 2010. Studi Komunitas Gastropoda di Situ Salam Kampus Universitas Indonesia, Depok. Depok : Universitas Indonesia

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi Jilid ke-3 Terjemahan dari Fundamental of Ecology 3rd,. oleh Samingan, T. Gajah Mada University Press : YogyakartaParson, T. R., M, Takahashi, & B, Hargrave. 1977. Biological Oceanographic Processes 2nd ed. Pergamon Press : OxfordRiniatsih, Ita. Widianingsih. 2007. Kelimpahan dan Pola Sebaran Kerang-kerangan (Bivalve) di Ekosistem Padang Lamun. Ilmu Kelautan Vol 12 (1) : 53-58R. Marsetiyowati. 1983. Moluska di Kolam-kolam Kebun Raya Bogor. Bull. Kenun Raya 6 (2) : 39-44Wahyono, Sri. 2005. Identifikasi Populasi Gastropoda Air Tawar di Waduk Saguling dan Sekitarnya. Tek. Ling. P3TL-BPPT. (6). 1 : 274-282

Widjajanti, S. 1997. Estimasi Populasi Siput Lymnaea rubiginosa dan Siput Air Tawar Lainnya di Sawah dan Kolam di Bogor, Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol 3 no 2 : 124-128