5 - BAB 1 Pendahuluan Renstra Kemenhub

41
Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 I - 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 KONDISI UMUM Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 disusun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mengamanatkan bahwa setiap Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang selanjutnya disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L), yang merupakan dokumen perencanaan kementerian/ lembaga untuk periode 5 tahun. Renstra memuat sasaran, arah kebijakan, strategi, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang disusun dengan berpedomanan pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Periode perencanaan jangka menengah tahun 2015-2019 saat ini masuk dalam tahapan ke-3 dari rangkaian perencanaan jangka panjang 2005-2025. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan disusun dengan memperhatikan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019 dan menjadi rujukan dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah setiap unit kerja Eselon I serta menjadi acuan dalam penyusunan rencana kerja tahunan bidang transportasi. Dalam penyusunan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan 2015-2019 mengacu dan berpedoman pada peraturan perundangan antara lain : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;

description

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan

Transcript of 5 - BAB 1 Pendahuluan Renstra Kemenhub

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 I - 1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 KONDISI UMUM

Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 disusun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mengamanatkan bahwa setiap Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang selanjutnya disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L), yang merupakan dokumen perencanaan kementerian/ lembaga untuk periode 5 tahun. Renstra memuat sasaran, arah kebijakan, strategi, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang disusun dengan berpedomanan pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif.

Periode perencanaan jangka menengah tahun 2015-2019 saat ini masuk dalam tahapan ke-3 dari rangkaian perencanaan jangka panjang 2005-2025. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan disusun dengan memperhatikan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019 dan menjadi rujukan dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah setiap unit kerja Eselon I serta menjadi acuan dalam penyusunan rencana kerja tahunan bidang transportasi.

Dalam penyusunan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan 2015-2019 mengacu dan berpedoman pada peraturan perundangan antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 I - 2

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;

8. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;

9. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019.

Transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan mobilitas penumpang yang berkembang sangat dinamis, disamping berperan dalam mendorong dan menunjang segala aspek kehidupan baik dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Pembangunan transportasi pada hakekatnya untuk mendukung tercapainya pembangunan nasional menuju terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanahkan dalam Undang Undang Dasar 1945.

Pembangunan bidang transportasi menjadi bagian upaya mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong sebagaimana visi Presiden ke-7 (tujuh) Republik Indonesia. Perencanaan pembangunan bidang transportasi ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, daya saing nasional, serta meningkatkan kapasitas distribusi barang dan komoditas antar wilayah.

Mencermati dinamika perkembangan yang terjadi, maka perencanaan pembangunan infrastruktur transportasi ke depan tetap memperhatikan lingkungan strategis yang terjadi, baik pada skala lokal, nasional maupun global. Tantangan pembangunan infrastruktur transportasi dalam 5 (lima) tahun ke depan adalah bagaimana mewujudkan konektivitas nasional dalam upaya peningkatan kelancaran akses kepada masyarakat pengguna jasa transportasi termasuk pendistribusian barang sampai ke pelosok nusantara, sebagai upaya untuk mendorong pemerataan pembangunan maupun pertumbuhan ekonomi yang merata serta mewujudkan pembangunan sektor unggulan, antara lain kemaritiman, kelautan, pariwisata dan industri.

Indonesia yang memiliki keunggulan dan karakteristik baik dari segi wilayah maupun jumlah penduduk, dimana diperkirakan sesuai data dari Badan Pusat Statistik jumlah penduduk pada tahun 2019 akan mencapai sekitar 268 juta jiwa, dan lebih dari 60% tinggal di perkotaan. Sedangkan sesuai data yang ada diperkirakan lebih dari setengah penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, dimana Pulau Jawa masih menyumbangkan kontribusi pertumbuhan ekonomi terbesar dibandingkan pulau-pulau lainnya. Upaya untuk mendorong pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di luar

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 I - 3

Jawa dalam kerangka pemerataan pembangunan harus didorong melalui dukungan pembangunan infrastruktur transportasi yang berkelanjutan.

Untuk mewujudkan pemerataan pembangunan infrastruktur transportasi yang merata, proses perencanaan pembangunan transportasi untuk lima tahun ke depan mempertimbangkan hasil evaluasi capaian pembangunan sebelumnya, kondisi sekarang, sasaran maupun target yang belum tercapai. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap pencapaian target RPJMN dan Renstra sampai dengan tahun 2014, perlu digarisbawahi bahwa secara umum target output bisa tercapai, namun secara outcome masih perlu mendapat perhatian apakah dapat memberikan dampak yang besar kepada masyarakat maupun terhadap aspek keberlanjutan pembangunan.

1.1.1 CAPAIAN TARGET KINERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2010-2014

Dalam rangka mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja penyelenggaraan transportasi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, dalam Renstra Kementerian Perhubungan 2010-2014 telah disusun Indikator Kinerja Utama/IKU untuk mengukur tingkat keberhasilan dari sasaran yang telah ditetapkan. Berikut ini hasil capaian kinerja dalam Rencana Strategis Kementerian Perhubungan 2010-2014:

1. Pada sasaran “Meningkatnya keselamatan, keamanan dan pelayanan sarana dan prasarana transportasi sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM)” dengan capaian indikator kinerja utama, meliputi :

a. Jumlah kejadian kecelakaan transportasi nasional yang disebabkan oleh faktor yang terkait dengan kewenangan Kementerian Perhubungan sampai dengan tahun 2014 terdapat kecelakaan sebesar 4.390 kejadian/tahun;

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 I - 4

b. Jumlah gangguan keamanan pada sektor transportasi oleh faktor yang terkait dengan kewenangan Kementerian Perhubungan sampai dengan tahun 2014 terdapat 4 kejadian/tahun;

c. Rata-rata persentase pencapaian On-Time Performance (OTP) sektor transportasi (selain Transportasi Darat) sampai dengan tahun 2014 tercapai 63,01%;

d. Jumlah sarana transportasi yang sudah tersertifikasi sampai dengan tahun 2014 tercapai 13.434 unit;

e. Jumlah prasarana transportasi yang sudah tersertifikasi sampai dengan tahun 2014 tercapai 355 unit;

2. Pada sasaran “Meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi guna mendorong pengembangan konektivitas antar wilayah” dengan indikator kinerja utama yang menjadi ukuran kinerja pembangunan Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014, yaitu Jumlah lintas pelayanan angkutan perintis dan subsidi dengan capaian sampai dengan tahun 2014 sebesar 712 lintas;

3. Pada sasaran “Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi untuk mengurangi backlog dan bottleneck kapasitas infrastruktur transportasi” dengan beberapa indikator kinerja utama Kementerian Perhubungan yang menjadi ukuran kinerja, meliputi :

a. Kontribusi sektor transportasi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dengan capaian kinerja sampai dengan tahun 2014 sebesar 3,6%;

b. Total produksi angkutan penumpang dengan capaian kinerja sampai dengan tahun 2014 sebesar 1.107.480.320 penumpang/tahun;

c. Total produksi angkutan barang dengan capaian kinerja sampai dengan tahun 2014 sebesar 511.806.011 ton/tahun;

4. Pada sasaran “Meningkatkan peran Pemda, BUMN, swasta, dan masyarakat dalam penyediaan infrastruktur sektor transportasi sebagai upaya meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan transportasi” dengan indikator kinerja utama Jumlah infrastruktur transportasi yang siap ditawarkan melalui Kerjasama Pemerintah Swasta dengan realisasi sampai dengan tahun 2014 sejumlah 1 proyek;

5. Pada sasaran “Peningkatan kualitas SDM dan melanjutkan restrukturisasi kelembagaan dan reformasi regulasi” dengan beberapa indikator kinerja utama, meliputi :

a. Peningkatan kualitas SDM dan melanjutkan restrukturisasi kelembagaan dan reformasi regulasi dengan capaian Nilai AKIP Kementerian Perhubungan pada tahun 2014 sebesar B;

b. Opini BPK atas laporan keuangan Kementerian Perhubungan dengan predikat pada tahun 2014 Wajar Tanpa Pengecualian (WTP);

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 I - 5

c. Nilai aset negara yang berhasil diinventarisasi sesuai kaidah pengelolaan BMN dengan capaian sampai dengan tahun 2014 sebesar 147,4 Trilliun;

d. Jumlah SDM operator prasarana dan sarana transportasi yang telah memiliki sertifikat dengan capaian sampai dengan tahun 2014 sebanyak 76.961 Orang;

e. Jumlah SDM fungsional teknis Kementerian Perhubungan dengan capaian sampai dengan Tahun 2014 sebanyak 1.938 orang;

f. Jumlah lulusan diklat SDM Transportasi Darat, Perkeretaapian, Laut, Udara dan Aparatur yang prima, profesional dan beretika yang dihasilkan setiap tahun yang sesuai standar kompetensi/kelulusan dengan capaian sampai dengan tahun 2014 sebanyak 298.594 orang;

g. Jumlah peraturan perundang-undangan di sektor transportasi yang ditetapkan dengan capaian sampai dengan tahun 2014 sebanyak 621 peraturan;

6. Pada sasaran “Meningkatkan pengembangan teknologi transportasi yang efisien dan ramah lingkungan sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim” dengan beberapa indikator kinerja utama, meliputi :

a. Jumlah konsumsi energi tak terbarukan dari sektor transportasi nasional dengan realisasi pada tahun 2014 sebesar 4.229.390 juta liter/tahun;

b. Jumlah emisi gas buang dari sektor transportasi nasional pada tahun 2014 sebesar 252.134 juta ton/tahun;

c. Jumlah penerapan teknologi ramah lingkungan pada sarana dan prasarana transportasi dengan realisasi pada tahun 2014 sejumlah 3.906 lokasi (unit);

d. Jumlah lokasi simpul transportasi yang telah menerapkan konsep ramah lingkungan dengan realisasi pada tahun 2014 sebanyak 90 lokasi;

Hasil capaian indikator kinerja sasaran pada Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014 sebagaimana tabel berikut ini.

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 6

Tabel 1.1 Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014

No Sasaran

Kementerian Perhubungan

Uraian Indikator Kinerja Utama Satuan Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

1 Meningkatnya keselamatan, keamanan dan pelayanan sarana dan prasarana transportasi sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM)

1) Jumlah kejadian kecelakaan transportasi nasional yang disebabkan oleh faktor yang terkait dengan kewenangan Kementerian Perhubungan

kejadian/ tahun

5.356 5.488 5.359 4.965 4.390

2) Jumlah gangguan keamanan pada sektor transportasi oleh faktor yang terkait dengan kewenangan Kementerian Perhubungan

kejadian/ tahun

10 9 6 7 4

3) Rata-rata Prosentase pencapaian On-Time Performance (OTP) sektor transportasi (selain Transportasi Darat)

% 54,84 56,66 72,24 66,98 63,01

4) Jumlah sarana transportasi yang sudah tersertifikasi

unit 2.129 9.324 13.619 13.127 13.434

5) Jumlah prasarana transportasi yang sudah tersertifikasi

unit 0 25 13 345 355

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 7

No Sasaran

Kementerian Perhubungan

Uraian Indikator Kinerja Utama Satuan Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

2 Meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi guna mendorong pengemb. konektivitas antar wilayah

6) Jumlah lintas pelayanan angkutan perintis dan subsidi

lintas 494 561 583 639 712

3 Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi untuk mengurangi backlog dan bottleneck kapasitas infrastruktur transportasi

7) Kontribusi sektor transportasi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional

% - - 1.15 1.17 3.6

8) Total produksi angkutan penumpang

penumpang/ tahun

760.685.901 774.134.177 830.785.753 1.038.054.913 1.107.480.320

9) Total produksi angkutan barang

ton/tahun 329.819.146 337.758.783 374.726.641 461.146.776 511.806.011

4 Meningkatkan peran Pemda, BUMN, swasta, dan masyarakat dalam penyediaan infrastruktur sektor transportasi sebagai upaya

10) Jumlah infrastruktur transportasi yang siap ditawarkan melalui Kerjasama Pemerintah Swasta

Jumlah proyek yang

siap ditawarkan

melalui skema KPS

- - 3 2 1

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 8

No Sasaran

Kementerian Perhubungan

Uraian Indikator Kinerja Utama Satuan Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan transportasi

5 Peningkatan kualitas SDM dan melanjutkan restrukturisasi kelembagaan dan reformasi regulasi

11) Nilai AKIP Kementerian Perhubungan

nilai CC CC B B B

12) Opini BPK atas laporan keuangan Kementerian Perhubungan

Opini WDP WDP WDP WDP WTP

13) Nilai aset negara yang berhasil diinventarisasi sesuai kaidah pengelolaan BMN

Rp Triliun 77,9 137,7 162,7 147,4 147,4

14) Jumlah SDM operator prasarana dan sarana transportasi yang telah memiliki sertifikat

Orang 50.499 50.649 58.175 60.046 76.961

15) Jumlah SDM fungsional teknis Kementerian Perhubungan

Orang 558 1.099 3.637 6.181 1.938

16) Jumlah lulusan diklat SDM Transportasi Darat, Laut, Udara, Perkeretaapian dan Aparatur yang prima, profesional dan beretika yang dihasilkan setiap tahun yang sesuai standar kompetensi/ kelulusan

Orang 142.386 140.246 162.364 201.838 298.594

17) Jumlah peraturan perundang-undangan di sektor transportasi yang ditetapkan

Peraturan 95 74 65 200 621

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 9

No Sasaran

Kementerian Perhubungan

Uraian Indikator Kinerja Utama Satuan Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

6 Meningkatkan pengembangan teknologi transportasi yang efisien dan ramah lingkungan sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim

18) Jumlah konsumsi energi tak terbarukan dari sektor transportasi nasional

juta liter/tahun

- 3.379.507 3.758.484 4.201.000 4.229.390

19) Jumlah emisi gas buang dari sektor transportasi nasional

juta ton/th - - 88.691 94.500 252.134

20) Jumlah penerapan teknologi ramah lingkungan pada sarana dan prasarana transportasi

lokasi (unit) 333 1076 2.946 2.564 3.906

21) Jumlah lokasi simpul transportasi yang telah menerapkan konsep ramah lingkungan

lokasi 18 19 53 48 90

Sumber: LAKIP Kementerian Perhubungan, Tahun 2010-2014

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 10

Di dalam pengukuran Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014 terdapat beberapa permasalahan terkait sistem pengumpulan data kinerja yang terpadu dan kontiniu, belum tersedianya data secara lengkap, karakteristik kinerja pada masing-masing Direktorat Jenderal (darat, perkeretaapian, laut, dan udara) yang berbeda sehingga menjadi faktor kesulitan tersendiri dalam mengukur kinerja pada level kementerian. Terdapat persepsi indikator kinerja yang belum seragam sehingga berdampak pada data yang disediakan mengikuti persepsi yang berkembang. Dalam pola penyusunan Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014 belum memperhatikan ketersediaan data (baseline) dan belum disusun tata cara perhitungan pencapaian indikator dalam bentuk formula atau meta indikator.

Berdasarkan pada kondisi tersebut di atas, perlu penguatan sistem manajemen kinerja di Kementerian Perhubungan, terutama yang berkaitan dengan (1) sistem pengukuran, pengumpulan, dan pelaporan data kinerja melalui penetapan metode dan prosedurnya; (2) pemanfaatan data kinerja sebagai alat evaluasi kemajuan pelaksanaan pembangunan bidang perhubungan; serta (3) penilaian publik terhadap capaian kinerja, sehingga kebijakan yang ditempuh lebih adaptive dalam merespon keinginan publik.

1.1.2 CAPAIAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2010-2014

Capaian pembangunan perhubungan selama tahun 2010-2014 yang merupakan penjabaran Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014, meliputi pembangunan sarana dan prasarana transportasi darat, perkeretaapian, transportasi laut, transportasi udara, pengembangan sumber daya manusia, penyusunan peraturan perundang-undangan dan ketatalaksanaan, dengan hasil capaian sebagai berikut :

1.1.2.1 Capaian Pembangunan Sarana dan Prasarana

A. Transportasi Darat

Dalam rangka peningkatan keselamatan, pelayanan dan peningkatan kapasitas serta aksesibilitas transportasi darat telah dilakukan kegiatan pembangunan rambu lalu lintas, marka jalan, guard rail di jalan nasional, kampanye keselamatan jalan dalam rangka mendukung Dekade Aksi Keselamatan Jalan sesuai program Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan 2011-2035, pembangunan terminal bus, pengembangan transportasi massal berbasis bus melalui pengembangan Bus Rapid Transit di kota-kota besar, pembangunan/rehabilitasi dermaga sungai, danau dan penyeberangan, dengan capaian pembangunan transportasi darat selama tahun 2010-2014, meliputi penyelesaian pembangunan terminal sebanyak 15 lokasi, rehabilitasi pada 8 terminal, penyelesaian pembangunan Area Traffic Control System (ATCS) sebanyak 4 unit, penyelesaian pembangunan jembatan timbang sebanyak 8 unit, penyelesaian rehabilitasi jembatan timbang 4 unit, pembangunan dermaga penyeberangan 70 dermaga (selesai), 162 dermaga lanjutan dan pembangunan baru sebayak 62 dermaga penyeberangan, pembangunan

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 11

prasarana dermaga sungai sebanyak 44 dermaga (selesai), pembangunan 20 dermaga lanjutan dan pembangunan 36 dermaga sungai baru, penyelesaian pembangunan prasarana dermaga danau di 9 lokasi, lanjutan pembangunan dermaga di 2 lokasi dan 10 pembangunan dermaga danau baru, pembangunan kapal penyeberangan sebanyak 57 kapal, pembangunan kapal perintis sebanyak 39 kapal, penyediaan sarana bantu navigasi pelayaran sebanyak 99 unit. Rincian pembangunan sarana dan prasarana transportasi darat sebagaimana tabel berikut.

Tabel 1.2 Capaian Pembangunan Transportasi Darat Tahun 2010-2014

No Kegiatan Satuan

Pencapaian Per Tahun

Jumlah 2010 2011 2012 2013 2014

1 Pembangunan Terminal yang selesai

terminal 2 1 6 2 4 15

2 Peningkatan/Rehabilitasi Terminal yang selesai

terminal 1 2 2 2 1 8

3 Pembangunan Area Traffic Control System (ATCS) yang sudah terselesaikan

unit 1 0 1 2 - 4

4 Pembangunan jembatan timbang yang selesai

unit 0 3 2 3 0 8

5 Peningkatan/Rehabilitasi jembatan timbang yang selesai

unit 0 0 2 0 2 4

6 Pembangunan Bus Rapid Transit (BRT)

unit 40 21 0 30 258 349

7 Pembangunan dermaga penyeberangan (selesai)

dermaga 15 14 9 14 18 70

- Lanjutan dermaga 35 37 20 37 33 162

- Baru dermaga 8 15 19 10 10 62

8 Pembangunan dermaga sungai (selesai)

dermaga 8 3 6 13 14 44

- Lanjutan dermaga 7 2 6 5 - 20

- Baru dermaga 1 12 10 7 6 36

9 Pembangunan dermaga danau (selesai)

dermaga 1 3 0 5 0 9

- Lanjutan dermaga 1 - - 1 - 2

- Baru dermaga - 2 3 3 2 10

10 Pembangunan Kapal penyeberangan

kapal 14 9 17 8 9 57

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 12

No Kegiatan Satuan

Pencapaian Per Tahun

Jumlah 2010 2011 2012 2013 2014

11 Pembangunan kapal perintis

kapal 6 6 17 4 6 39

12 Penyediaan sarana bantu navigasi pelayaran

unit 4 28 23 26 18 99

13 Pelayanan angkutan bus perintis

Trayek 142 157 169 185 205 -

14 Pelayanan angkutan perintis SDP

Lintas 91 117 135 169 178 -

Sumber: Ditjen Perhubungan Darat, 2015

B. Transportasi Perkeretaapian

Dalam rangka meningkatkan keselamatan, keamanan, pelayanan dan peningkatan kapasitas perketaapian selama tahun 2010-2014 telah dilakukan pembangunan perkeretaapian antara lain meliputi pembangunan jalur KA baru termasuk pembangunan jalur ganda sepanjang 922 Km’sp, panjang jalur kereta api yang ditingkatkan kondisinya/keandalannya termasuk reaktivasi sepanjang 923 Km’sp,

peningkatan/rehabilitasi jalur kereta api guna meningkatkan kondisi/keandalannya sepanjang 73 Km’sp, pengadaan rel sepanjang 1.296 Km’sp, pengadaan wesel sejumlah 645 unit, jembatan KA yang ditingkatkan/direhabilitasi dan dibangun pada sebanyak 501 unit, peningkatan persinyalan dan telekomunikasi sebanyak 206 paket, peningkatan/pembangunan pelistrikan sejumlah 50 paket, pembangunan/rehabilitasi bangunan operasional/stasiun sebanyak 80 paket, pengadaan peralatan/fasilitas prasarana perkeretaapian sebanyak 38 paket, peningkatan fasilitas pintu perlintasan sebidang sebanyak 17 unit, pengadaan peralatan/fasilitas keselamatan perkeretaapian sejumlah 59 paket, kereta ekonomi yang dibangun sebanyak 82 unit, pengadaan lokomotif, KRDI, KRDE, KRL, Tram, Railbus, Sarana Kerja sebanyak 107 unit dan modifikasi sarana kereta api sebanyak 49 unit pelayanan angkutan KA perintis sebanyak 1 lintas. Rincian pembangunan perekeretaapian setiap tahunnya sebagaimana pada tabel berikut ini.

Tabel 1.3 Capaian Pembangunan Transportasi Perkeretaapian Tahun 2010-2014

No Kegiatan Satuan

Pencapaian Per Tahun

Jumlah 2010 2011 2012 2013 2014

1 Panjang km jalur KA baru yang dibangun termasuk jalur ganda

Km'sp 81 135 103 497 106 922

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 13

No Kegiatan Satuan

Pencapaian Per Tahun

Jumlah 2010 2011 2012 2013 2014

2 Panjang km jalur KA yang ditingkatkan kondisinya/ keandalannya termasuk reaktivasi

Km'sp 297 140 79 75 332 923

3 Panjang km jalur KA yang direhabilitasi

Km'sp 11 4 20 - 38 73

4 Jumlah km'sp pengadaan rel Km'sp 168 100 550 155 323 1.296

5 Jumlah unit pengadaan wesel Unit 163 20 232 420 10 645

6 Jumlah unit jembatan KA yang ditingkatkan/ direhabilitasi dan dibangun

Unit 89 70 140 123 79 501

7 Jumlah paket pekerjaan peningkatan persinyalan dan telekomunikasi

Paket 27 26 69 65 19 206

8 Jumlah paket pekerjaan peningkatan/pembangunan pelistrikan

Paket 10 9 14 13 4 50

9 Jumlah paket pembangunan/rehabilitasi bangunan operasional/stasiun

Paket 11 12 9 10 38 80

10 Jumlah paket pengadaan peralatan/fasilitas prasarana perkeretaapian

Paket 10 7 8 5 8 38

11 Jumlah unit peningkatan fasilitas pintu perlintasan sebidang

Unit 5 4 4 - 4 17

12 Jumlah paket pengadaan peralatan/fasilitas keselamatan perkeretaapian

Paket 1 21 25 10 2 59

13 Jumlah paket pengadaan peralatan/fasilitas sarana perkeretaapian

Paket 1 6 17 6 5 35

14 Jumlah kereta ekonomi yang dibangun

Unit 16 11 55 - - 82

15 Jumlah unit pengadaan lokomotif, KRDI, KRDE, KRL, Tram, Railbus, sarana kerja

Unit 3 61 20 11 12 107

16 Jumlah unit modifikasi sarana KA

Unit - 33 - 3 - 36

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 14

No Kegiatan Satuan

Pencapaian Per Tahun

Jumlah 2010 2011 2012 2013 2014

17 Pelayanan angkutan perintis Lintas - - - - 1 1 Sumber : Ditjen Perkeretaapian, 2015

C. Transportasi Laut

Capaian pembangunan transportasi laut dikelompokkan menjadi 3 (tiga) komponen, yaitu bidang angkutan laut, bidang kepelabuhan, bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dengan capaian pembangunan selama tahun 2010-2014 sebagai berikut :

1. Pembangunan kapal perintis sebanyak 54 Kapal dalam rangka meningkatkan aksesibilitas khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

2. Pembangunan/Pengembangan fasilitas pelabuhan laut sebanyak 289 paket meliputi pembangunan/pengembangan fasilitas pelabuhan pada sisi perairan dan sisi daratan serta pemeliharaan alur pelayaran untuk meningkatkan kapasitas pelayanan transportasi laut dalam rangka mendukung pertumbuhan kawasan.

3. Pembangunan bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dilakukan untuk memenuhi tingkat kecukupan dan kehandalan sarana dan prasarana transportasi laut dalam rangka peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran meliputi: Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) sebanyak 2.269 unit, menara suar sebanyak 282 unit, rambu suar sebanyak 1.339 unit, tanda siang sebanyak 135 unit, anak pelampung sebanyak 38 unit, pelampung suar sebanyak 415 unit, stasiun vessel traffic services (VTS) sebanyak 34 unit, kapal patroli KPLP sebanyak 315 unit, dan pelayanan angkutan laut perintis untuk 84 trayek.

Rincian pembangunan sarana dan prasarana transportasi laut tahun 2010-2014, sebagaimana tabel berikut.

Tabel 1.4 Capaian Pembangunan Transportasi Laut Tahun 2010-2014

No Kegiatan Satuan

Pencapaian

2010 2011 2012 2013 2014

1 Pembangunan kapal perintis unit 23 25 32 36 64

2 Pembangunan fasilitas pelabuhan laut

paket 156 262 386 379 289

3 Pembangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)

unit 2.069 2.124 2.142 2.188 2.269

4 Pembangunan menara suar unit 277 278 279 281 282

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 15

No Kegiatan Satuan

Pencapaian

2010 2011 2012 2013 2014

5 Pembangunan rambu suar unit 1.263 1.284 1.313 1.332 1.399

6 Tanda siang (Day Mark) unit 125 149 138 140 135

7 Anak pelampung (Unlighted Buoy) unit 49 50 40 36 38

8 Pembangunan pelampung suar unit 355 363 372 399 415

9 Pembangunan stasiun Vessel Traffic Services (VTS)

unit 8 10 15 33 34

10 Pembangunan kapal patroli KPLP unit 195 233 261 292 315

11 Pelayanan angkutan laut perintis trayek 60 67 80 80 84

Sumber : Ditjen Perhubungan Laut, 2015

D. Transportasi Udara

Capaian pembangunan transportasi udara selama tahun 2010-2014 antara lain meliputi :

1. Pengembangan/rehabilitasi prasarana bandar udara antara lain perpanjangan landas pacu, perluasan apron, pelebaran taxiway, pelapisan/peningkatan daya dukung landas pacu, apron, taxiway, pengadaan dan pemasangan peralatan bantu pendaratan, pemenuhan catu daya bandar udara, pemagaran area bandar udara pada tahun 2010 sebanyak 80 bandar udara, sedangkan tahun 2014 sebanyak 140 bandar udara;

2. Untuk meningkatkan aksesibilitas wilayah dan meningkatan perekonomian daerah selama tahun 2010-2014 telah dibangun 28 bandar udara baru;

3. Untuk memenuhi tingkat kecukupan dan kehandalan navigasi penerbangan telah dibangun dan direhabilitasi fasilitas navigasi penerbangan antara lain meliputi peralatan ILS, DVOR, DME, Radar, NDB sebanyak 365 paket pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2013 sebanyak 409 paket fasilitas navigasi dibangun dan direhabilitasi;

4. Untuk meningkatkan keamanan penerbangan, selama tahun 2010-2014 telah dilakukan pengadaan dan pemasangan peralatan keamanan penerbangan antara lain peralatan X-Ray Cabin, X-Ray Bagasi dan X-Ray Cargo serta peralatan CCTV sebanyak 102 paket pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 224 paket;

5. Dalam rangka memenuhi tingkat kecukupan dan kehandalan peralatan penanggulangan dan pertolongan pada kecelakaan penerbangan, dilakukan melalui pengadaan dan rehabilitasi kendaraan PKP-PK sebanyak 24 paket pada tahun 2010 sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 88 paket;

6. Pelayanan angkutan udara perintis tahun 2010 sebanyak 118 rute dan tahun 2014 sebanyak 164 rute.

Rincian capaian kegiatan pembangunan transportasi udara sebagaimana tabel berikut:

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 16

Tabel 1.5 Capaian Pembangunan Transportasi Udara Tahun 2010-2014

No Kegiatan Satuan Pencapaian

2010 2011 2012 2013 2014

1 Bandara dikembangkan/direhabilitasi Bandara 80 148 146 140 140

2 Bandara baru yang dibangun Bandara 14 5 3 4 2

3 Fasilitas Navigasi yang dibangun dan direhabilitasi

Paket 365 385 388 409 0

4 Fasilitas Keamanan yang dibangun dan direhabilitasi

Paket 102 180 112 622 224

5 Fasilitas Pelayanan darurat (PK-PPK) Paket 24 7 7 95 88

6 Pelayanan angkutan perintis Rute 118 130 130 138 164

Sumber : Ditjen Perhubungan Udara, 2015

Keterangan : Fasilitas navigasi yang dibangun dan direhabilitasi adalah termasuk fasilitas penunjang navigasi penerbangan. Khusus untuk :

1. Fasilitas navigasi tahun 2011 dan fasilitas keamanan tahun 2011 serta 2. Fasilitas PKP-PK, data dari tahun 2010-2011

berasal dari Memorandum Menteri Perhubungan Republik Indonesia Tahun 2010-2014

1.1.2.2 Capaian Penyusunan Peraturan Perundang-undangan

Dalam kurun waktu 2010-2014 Kementerian Perhubungan, telah menyelesaikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan/Keputusan Menteri sebagai amanat dari 4 (empat) Undang-undang di bidang transportasi, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan dan Keputusan Menteri Perhubungan yang disusun dalam rangka kebutuhan organisasi dan menunjang operasional kegiatan Kementerian Perhubungan. Rincian capaian penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana tabel berikut.

Tabel 1.6 Capaian Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Tahun 2010-2014

Capaian Pencapaian

Jumlah 2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah peraturan perundang-undangan di sektor transportasi yang ditetapkan, dalam bentuk: 1. Peraturan Pemerintah 2. Peraturan Presiden 3. Peraturan Menteri Perhubungan 4. Keputusan Menteri Perhubungan

3 -

86 525

4 -

78 1.030

5 1

49 1.097

2 -

74 1.389

4 -

25 709

18 1

312 4.750

Sumber : Biro Hukum dan KSLN, 2015

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 17

1.1.2.3 Capaian Kinerja Kelembagaan dan Ketatalaksanaan

Penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan ditujukan untuk mewujudkan struktur organisasi yang terbebas dari tumpang tindih pelaksanaan tugas, fungsi maupun kewenangan di dalam organisasi maupun antar instansi pemerintah, serta terwujudnya organisasi pemerintah yang berorientasi pada hasil atau outcome secara efektif dan efisien. Hasil capaian penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan berupa penerbitan Peraturan Menteri Perhubungan sebagaimana tabel berikut.

Tabel 1.7 Capaian Kinerja Kelembagaan dan Ketatalaksanaan

No Tahun Jumlah Penataan (Berupa Permenhub)

1 2010 6

2 2011 8

3 2012 7

4 2013 5

5 2014 7

Sumber : Biro Kepegawaian dan Organisasi, 2015

1.1.2.4 Capaian Kinerja Pengembangan Sumberdaya Manusia

Jumlah pegawai Kementerian Perhubungan pada tahun 2014 sebanyak 29.994 orang, dengan komposisi pegawai terdiri dari Sekretariat Jenderal sebanyak 876 orang, Inspektorat Jenderal sebanyak 263 orang, Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 736 orang, Ditjen Perkeretaapian sebanyak 574 orang, Ditjen Perhubungan Laut sebanyak 15.745 orang, Ditjen Perhubungan Udara sebanyak 8.622 orang, Badan Pengembangan SDM Perhubungan sebanyak 2.928 orang, dan Badan Litbang sebanyak 250 orang.

Tabel 1.8 Komposisi Sumberdaya Manusia Kementerian Perhubungan 2010-2014

No Unit Kerja Jumlah SDM (orang)

2010 2011 2012 2013 2014

1 Sekretariat Jenderal 1.045 983 941 897 876

2 Inspektorat Jenderal 284 276 271 261 263

3 Ditjen Perhubungan Darat 713 668 645 649 736

4 Ditjen Perkeretaapian 582 577 565 574 574

5 Ditjen Perhubungan Laut 18.520 17.375 16.856 15.782 15.745

6 Ditjen Perhubungan Udara 9.329 8.945 8.687 8.437 8.622

7 BPSDM Perhubungan 3.170 3.059 2.993 2.917 2.928

8 Badan Litbang Perhubungan 292 276 276 249 250

Jumlah 33.935 32.159 31.234 29.766 29.994

Sumber : BPSDMP, 2015

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 18

Dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM transportasi, meningkatnya kualitas dan kuantitas SDM serta tenaga pendidik selama tahun 2010-2014 telah dilakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan berupa diklat pembentukan, diklat penjenjangan dan diklat ketrampilan khusus kepada peserta diklat yang berasal dari masyarakat maupun aparatur perhubungan, dengan capaian kinerja sebagaimana tabel berikut.

Tabel 1.9 Peserta Diklat BPSDMP Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014

No Uraian Jumlah Peserta

2010 2011 2012 2013 2014

1 SDM Perhubungan Darat 3.236 5.023 6.702 6.999 4.027

a. Pendidikan Pembentukan 839 1.023 1.247 1.324 1.324

b. Pendidikan Penjenjangan 56 39 41 17 17

c. Pelatihan Teknis (Short Course) 2.060 3.378 5.181 5.166 2.686

d. Pelatihan Lainnya 281 583 233 492 0

2 SDM Perhubungan Laut 135.350 130.001 153.604 188.532 94.100

a. Pendidikan Pembentukan 4.784 6.953 8.978 9.202 7.918

b. Pelatihan Penjenjangan 14.517 17.595 20.169 20.484 3.912

c. Pelatihan Ketrampilan Khusus Pelaut (PKKP)/Pelatihan Teknis (Short Course)

115.030 104.168 122.797 154.759 82.270

d. Pelatihan Lainnya 1.019 1.285 1.660 4.087 0

3 SDM Perhubungan Udara 3.696 5.491 7.705 10.601 4.133

a. Pendidikan Pembentukan 1.667 2.338 2.602 2.699 1.707

b. Pendidikan Penjenjangan 229 288 200 118 0

c. Pelatihan Teknis (Short Course) 1.526 2.497 4.514 6.235 2.426

d. Pelatihan Lainnya 274 368 389 1.549 0

4 PPSDM Aparatur Perhubungan dan Sekretariat Badan Pengembangan SDM Perhubungan

5.888 8.779 7.782 8.858 6.461

a. Pelatihan Prajabatan 2.570 4.774 0 91 737

b. Pelatihan Struktural/Kepemimpinan 205 336 476 488 320

c. Pelatihan Fungsional 20 40 156 145 210

d. Pelatihan Teknis Manajerial 379 479 2.495 2.709 1.439

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 19

No Uraian Jumlah Peserta

2010 2011 2012 2013 2014

e. Pelatihan Lainnya 140 0 0 0 0

f. Rintisan Gelar S2/S3 111 300 298 323 323

g. Pelatihan Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas SDM

2.463 2.850 4.357 5.102 3.432

Jumlah 148.170 149.294 175.793 214.990 108.721

Sumber : BPSDMP, 2015

1.1.3 REALISASI KINERJA KEUANGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2010-2014

Alokasi anggaran Kementerian Perhubungan selama tahun 2010-2014 terus mengalami peningkatan. Namun dari alokasi anggaran yang ada, realisasi penyerapan anggaran masih relatif kecil. Berdasarkan evaluasi terhadap realisasi keuangan Kementerian Perhubungan pada tahun anggaran 2010-2014 dapat diidentifikasi target dan capaian keuangan yang menunjukkan angka fluktuatif, dimana terjadi beberapa perubahan fluktuatif dari masing-masing direktorat. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.10 Perkembangan Alokasi Anggaran Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014

No Unit Kerja Pagu Alokasi Anggaran (Dalam Juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

1 Sekretariat Jenderal

322.940,2 408.031,6 462.851,5 1.019.145,2 1.450.724,7

2 Inspektorat Jenderal

71.001,7 67.721,2 69.099,0 85.751,7 79.618,8

3 Ditjen Perhubungan Darat

1.838.442,6 2.095.941,0 2.859.805,2 3.013.165,2 3.619.419,9

4 Ditjen Perkeretaapian

3.916.862,3 4.727.369,1 9.252.127,7 9.372.585,7 11.907.537,4

5 Ditjen Perhubungan Laut

4.623.016,0 7.758.927,5 11.562.984,5 11.622.244,9 9.619.922,8

6 Ditjen Perhubungan Udara

4.462.999,9 5.360.813,8 6.898.259,8 7.568.474,1 7.505.786,1

7 BPSDM Perhubungan

2.572.463,3 2.753.427,8 2.611.975,2 3.023.619,9 2.867.346,8

8 Badan Litbang Perhubungan

87.828,6 136.568,9 194.878,7 221.298,0 205.717,7

Jumlah 17.895.554,9 23.318.055,9 33.899.548,2 35.926.284,7 37.256.101,2

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 20

Dalam melaksanakan pembangunan sektor transportasi, tidak seluruh anggaran yang dialokasikan dapat terserap, yang berakibat hilangnya manfaat belanja. Rata rata penyerapan anggaran rendah di awal tahun, karena unit kerja berhati-hati ketika melakukan pengeluaran anggarannya, sehingga terkesan lambat dan tidak optimal dalam memanfaatkan waktu. Selain itu, adanya pemblokiran yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan juga mengakibatkan penundaan penyerapan anggaran, dimana hal ini menjadi bahan evaluasi oleh Kementerian Perhubungan. Besarnya prosentase penyerapan anggaran Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014 seperti gambar berikut:

Gambar 1.1 Prosentase Capaian Kinerja Keuangan Kementerian Perhubungan

Menurut Unit Kerja Eselon I Tahun 2010-2014 Fluktuasi realisasi capaian keuangan tahun 2010-2014 tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa target capaian keuangan yang masih di bawah 80% sampai dengan akhir tahun 2014, yaitu pada Unit Kerja Ditjen Perkeretaapian sebesar 53,26% dan Badan Litbang Perhubungan sebesar 79,34%. Sedangkan unit kerja yang melakukan penyerapan anggaran terbesar pada tahun 2014 adalah Ditjen Perhubungan Udara sebesar 91,14%.

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 21

1.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN

1.2.1 LINGKUNGAN STRATEGIS

1.2.1.1 Lingkungan Strategis Global

A. Transformasi Perekonomian Global

Transformasi perekonomian global ditandai dengan adanya pergeseran pendulum perekonomian dunia (global shifting) ke Asia. Asian Development Bank1 memproyeksi atas skema peralihan perekonomian dunia ke Asia, dimana pada tahun 2050 perekonomian Asia diproyeksikan akan bangkit mencapai 52% dari perekonomian dunia dan Indonesia bersama lima Negara Asia lainnya akan menyumbang sekitar 91% (China, India, Singapura, Thailand, Korea, dan Jepang) dari perekonomian Asia pada tahun 2010-2050. Kebangkitan ekonomi Asia ini membawa dua konsekuensi bagi Indonesia. Di satu sisi akan terjadi persaingan yang sangat ketat di antara bangsa-bangsa di Asia untuk memperebutkan sumberdaya ekonomi. Di sisi lain membuka peluang yang sangat besar bagi Indonesia untuk segera tampil berada di barisan depan dari negara-negara maju dan modern Asia dengan proyeksi pendapatan per kapita jauh di atas USD 14.000.

Aspek ekonomi dalam mendukung transportasi nasional perlu menjadi perhatian terlebih sejarah Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang menenggelamkan perekonomian nasional tahun 1997. Ekonomi mengalami kontraksi sampai dengan minus 14% dan mengakibatkan dampak yang sangat buruk bagi sektor-sektor ekonomi dan infrastruktur. Pada tahun 1999 sampai 2003 ekonomi mulai tumbuh positif walaupun lebih banyak ditopang oleh konsumsi dibanding investasi dan ekspor. Bahkan pada tahun 2003 ekonomi hampir sepenuhnya ditopang oleh konsumsi, baik konsumsi pemerintah maupun masyarakat .

Sejak 2004 ekonomi terus tumbuh pada kisaran sekitar 5%-6,3%, juga kebanyakan masih ditopang oleh konsumsi dan investasi belanja barang dan modal pemerintah. Ekonomi menurun ke angka sekitar 4,5% di tahun 2008-2009 akibat krisis global, namun meningkat kembali ke kisaran 6,3% sejak 2010 sampai semester pertama 2013. Di semester kedua 2013, ekonomi mengalami penurunan ke skala 5,5-5,9% akibat menurunnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar (Rp.12.700 per US dolar di penghujung tahun 2013) dan defisit transaksi berjalan. Perekonomian Indonesia menghadapi tantangan sejalan dengan menguatnya tekanan inflasi, melebarnya defisit neraca berjalan, dan depresiasi rupiah. Pertumbuhan produksi domestik bruto (PDB) turun menjadi 5,9% pada periode Januari-Juni. Pertumbuhan investasi melemah, sedangkan konsumsi swasta tetap kuat. Meskipun laju pertumbuhan ekonomi melambat, Indonesia tetap mampu menciptakan 1,2 juta lapangan pekerjaan baru, dan jumlah ini lebih banyak dari jumlah angkatan kerja baru. Inflasi melonjak menjadi 8,8% year-on-year Tahun 2014, setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar pada bulan Juni untuk mengurangi biaya subsidi. Harga beberapa bahan pokok juga meningkat, yang diakibatkan oleh pembatasan impor. Pasar ekspor yang lemah dan menurunnya harga komoditas ekspor memangkas nilai ekspor menjadi 5,2% pada tengah tahun pertama. Sebagai akibatnya, necara berjalan mengalami defisit sebesar $15,7 milyar, atau 3,5% dari PDB.

1Asian Development Bank (ADB). Asian Development Outlook 2013 Update.

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 22

B. Daya Saing Global

Adanya pergeseran perekonomian dunia membawa konsekuensi bagi adanya persaingan ketat dalam memperebutkan hegemoni ekonomi dunia, semua itu mengarah pada perlunya peningkatan daya saing Indonesia dalam kancah global. Sebagaimana diketahui bahwa World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Report edisi 2014-2015, menempatkan Global Competitiveness Index (GCI) Indonesia pada peringkat 34 dunia dari 144 negara (di bawah Singapura, Malaysia, Brunei, Darussalam, dan Thailand) dengan skor 4,6 (skala 7). Salah satu penyebab belum maksimalnya daya saing Indonesia adalah kualitas infrastruktur, dimana WEF memberikan skor 4,2 (skala 7) di peringkat 72 dari 144 negara.

Tabel 1.10 berikut memperlihatkan peringkat kualitas infrastruktur Indonesia, termasuk transportasi dari tahun 2010 sampai 2014. Dalam tabel terlihat bahwa Indonesia mengalami fluktuasi peringkat kualitas infrastruktur yang bersaing dengan negara lain. Pada tahun 2010 Indonesia berada pada peringkat 90 dari 139 negara, meningkat menjadi peringkat 82 dari 142 negara pada tahun 2011 dengan nilai 3,9 (skala 7). Sedangkan pada tahun 2012 hingga tahun 2014 kualitas infrastruktur Indonesia secara keseluruhan mengalami peningkatan, yaitu nilai 3,7 (skala 7) dengan peringkat ke-92 dari 144 negara di tahun 2012, menjadi nilai 4,0 (skala 7) dengan peringkat ke-82 dari 148 negara di tahun 2013, dan meningkat lagi pada tahun 2014 menjadi nilai 4,2 (skala 7) dengan peringkat ke-72 dari 144 negara.

Tabel 1.11 Daya Saing Global Pada Infrastruktur Transportasi

Indikator Infrastruktur

2010-2011 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015

Nilai Peringkat/ 139 negara

Nilai Peringkat/ 142 negara

Nilai Peringkat/ 144 negara

Nilai Peringkat/ 148 negara

Nilai Peringkat/ 144 negara

Kualitas Infrastruktur keseluruhan

NA 90 3,9 82 3,7 92 4,0 82 4,2 72

Kualitas Jalan NA 84 3,5 83 3,4 90 3,7 78 3,9 72

Kualitas Infrastruktur Kereta Api

NA 56 3,1 52 3,2 51 3,5 44 3,7 41

Kualitas Infrastruktur Pelabuhan

NA 96 3,6 103 3,6 104 3,9 89 4,0 77

Kualitas Infrastruktur transportasi udara

NA 69 4,4 80 4,2 89 4,5 68 4,5 64

Sumber : The Global Competitiveness Report, WEF 2010-2014

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 23

Gambar 1.2 Global Competitiveness Index Tahun 2014-2015

Sumber : The Global Competitiveness Report, WEF 2014-2015

Sepanjang tahun 2014 ini pun infrastruktur Indonesia masih tetap memegang posisi sebagai salah satu dari lima faktor besar yang menghambat investasi dan bisnis ekonomi. Mengingat infrastruktur masuk dalam salah satu pilar yang utama dalam peningkatan daya saing global, sehingga diperlukan perubahan besar dalam membangun infrastruktur Indonesia ke depan, khususnya dalam Renstra Kementerian Perhubungan 2015-2019.

C. Kerjasama Ekonomi Global dan Regional

Pertimbangan terhadap lingkungan strategis global dalam hal ini dilakukan terkait dengan perkembangan ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang merupakan wujud kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.

ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk Free Trade Area (FTA) dan berlokasi di kawasan Asia Tenggara. ASEAN Economic Community yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan negara-negara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi negara ASEAN saat ini. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Economic Community, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional.

Sebagai anggota WTO, Indonesia saat ini sudah menghadapi tekanan persaingan yang sedemikain ketat untuk berbagai jenis produk yang sudah dikurangi/ dihilangkan hambatan perdagangannya. Selanjutnya, APEC juga telah mensyaratkan bahwa di antara negara anggota pada tahun 2020 sudah tercipta pasar bebas. Dalam waktu dekat di akhir tahun 2015, seluruh anggota AEC (Asean Economi Community) akan memberlakukan liberalisasi perdagangan diantara negara ASEAN.

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 24

1.2.1.2 Lingkungan Strategis Nasional

A. Kependudukan dan Urbanisasi

Indonesia adalah negara besar dengan jumlah penduduk nomor 4 terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat dengan pertumbuhan sebesar 1,21% per tahun. Sementara itu proyeksi yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memberikan fakta bahwa jumlah penduduk dunia sudah mencapai 7 miliar jiwa pada 31 Oktober 2011 dan akan mencapai 8 miliar jiwa pada pertengahan tahun 2024 (10 tahun mendatang).

Pada akhir tahun 2013, penduduk Indonesia menurut versi PBB ini sudah mencapai 251,4 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat cukup signifikan dalam beberapa tahun belakangan ini, dua dekade setelah program keluarga berencana di Masa Orde Baru berhasil menekan pertumbuhan ini. Namun setelah Orde reformasi program tersebut mulai tidak efektif ditujukkan dengan angka pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yaitu sekitar 1,21%, sejak tahun 2000-an.

Proyeksi jumlah penduduk Indonesia sampai dengan tahun 2035 yang disusun BPS-Bappenas-UNFPA memperkirakan bahwa penduduk Indonesia tumbuh secara konsisten mencapai 271 juta di 2020, 285 juta di 2025, 297 juta di tahun 2030, dan 306 juta di tahun 2035. Implikasi dari jumlah penduduk yang makin membesar ini terhadap transportasi sangat luar biasa besar dan kompleks. Pergerakan antar pulau, antar provinsi, antar kabupaten, bahkan antar desa serta pergerakan antar wilayah menjadi beban besar bagi sistem dan jaringan transportasi yang saat ini sudah sangat jenuh dan rapuh menahan beban ekonomi yang ada.

B. Kesenjangan Antar Wilayah

Selama ini masih terjadi kesenjangan antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia (KBI-KTI). Salah satu penyebabnya adalah karena wilayah di timur Indonesia masih sangat kurang akan pembangunan infrastruktur dan jaringan transportasi. Kawasan Barat Indonesia-Jawa, Sumatera, dan Bali telah menyumbang sekitar 82% dari PDB nasional sedangkan Kawasan Timur Indonesia yang sangat kaya akan sumber daya alam, laut, hutan, dan mineral, hanya menyumbang sekitar 18%. Pulau Jawa saja menyumbang sekitar 58,8% dari PDB nasional.

Kesenjangan wilayah ini disebabkan antara lain (1) belum meratanya pembangunan infrastruktur di wilayah Timur, (2) tingkat pendidikan yang masih rendah dibandingkan dengan wilayah Barat, (3) rata-rata pendapatan perkapita yang masih rendah, (4) masih banyak wilayah-wilayah di Timur Indonesia yang belum tersedia fasilitas infrastruktur yang memadai; (5) belum memadainya peran infrastruktur dalam mengurangi kesenjangan wilayah Barat dan Timur, (6) belum optimalnya konektivitas baik di dalam koridor ekonomi utama maupun aksesibilitas ke wilayah terpencil, perbatasan, dan perdalaman; serta (7) belum meratanya distribusi pelayanan infrastruktur dasar di wilayah timur.

C. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diatur dalam Undang-Undang No. 39 tahun 2009, dimana salah satu tujuannya untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 25

kemajuan suatu daerah dalam kesatuan ekonomi nasional. Pada Pasal 13 Undang-undang ini menegaskan bahwa pembiayaan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK dapat berasal dari pemerintah/pemerintah daerah, swasta, KPS, atau sumber pendanaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1.2.1.3 Lingkungan Strategis Transportasi

A. Transportasi dan Perdagangan Dunia (Global Sea Borne-Trade)

Untuk jangka waktu yang sangat lama kedepan, perdagangan dunia melalui laut masih akan mendominasi pergerakan barang antar negara dan antar benua. Sementara itu, peningkatan perdagangan dunia melalui laut dari tahun 1980 sampai tahun 2012 dan tumbuh sebesar 4% dengan total volume menyentuh rekor 8,7 miliar ton. Ekspansi ini didorong oleh pertumbuhan yang cepat dalam volume dry cargo (5,6 %) yang digerakkan oleh peti kemas dan perdagangan besar, yang tumbuh sebesar 8,6 persen (dalam ton) dan 5,4 persen, masing-masing tahun 2011 dan 2012.

Arus perdagangan internasional dengan menggunakan peti kemas utamanya dipicu oleh arus perdagangan dari Amerika Serikat dan Eropa dan oleh permintaan impor berkelanjutan untuk bahan mentah di negara berkembang besar lainnya, terutama Cina dan India. Arus barang curah kering utamanya ditopang oleh pertumbuhan perdagangan bijih besi (6%), yang melayani permintaan impor yang kuat di China, yang membutuhkan sekitar dua pertiga dari volume perdagangan bijih besi global pada 2011. Volume perdagangan tanker (minyak mentah, produk minyak olahan, dan cair minyak bumi dan gas) tetap berada hampir rata, tumbuh dengan kurang dari 1 persen akibat turunnya volume minyak mentah. Bersama-sama, perdagangan produk minyak olahan dan gas tumbuh sebesar 5,1 persen, terutama karena ledakan terbaru di perdagangan gas alam cair (LNG).

Kontribusi negara-negara berkembang (new emerging economies) terhadap perdagangan lewat laut dunia juga meningkat. Pada tahun 2011, total 60 persen dari volume perdagangan lewat laut dunia berasal dari negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang sekarang pemain utama dunia baik sebagai eksportir dan importir, suatu pergeseran yang luar biasa dari pola sebelumnya. Transportasi Indonesia, khususnya pelabuhan dan akses transportasi darat ke pelabuhan, harus mengantisipasi berkembangnya perdagangan inter-nasional ini. Indonesia harus melakukan upaya besar untuk meningkatkan pangsa pasarnya dalam perdagangan global menggunakan peti kemas.

Gambar 1.3 Distribusi Pergerakan

Peti Kemas Dunia

Gambar 1.4 Distribusi Pergerakan Peti Kemas

Indonesia (Pelindo I, 2012)

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 26

B. Transportasi Terkait Aksi Mitigasi Perubahan Iklim

Pertimbangan lebih lanjut adalah pada pelaksanaan program lintas bidang perubahan iklim pada kurun RPJMN 2010-2014 telah berhasil menyelesaikan: (i) Penyusunan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) yang diterbitkan dalam bentuk Perpres No. 61/2011, dan diikuti dengan penyusunan dan penerbitan 33 Peraturan Gubenur tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) dan Pelaksanaan Pemantauan Evaluasi dan Pelaporan (PEP) dari pelaksanaan RAN-GRK dan RAD-GRK; (ii) penyusunan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2013 tentang Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim/Monitoring Reporting dan Verifikasi (MRV) dan pembentukan Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN) Center untuk inventarisasi GRK sesuai Perpres No. 71/2011 tentang Inventarisasi GRK; (iii) Tersusunnya Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim (RANAPI). Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) merupakan tindak lanjut dari komitmen Indonesia dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya di depan para pemimpin negara pada pertemuan G-20 di Pittsburgh, Amerika Serikat, 25 September 2009. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dari tingkat BAU dengan usaha sendiri dan mencapai 41% apabila mendapat dukungan internasional.

Sesuai dengan hasil perhitungan dari Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dapat disampaikan bahwa sektor transportasi pada Tahun 2012 akan memberikan sumbangan sekitar 60%-70% emisi gas rumah kaca nasional. Hal ini artinya masalah transportasi menjadi salah satu komponen serius yang perlu ditangani ke depan, mengingat kontribusi transportasi cukup besar dalam memberikan pengaruh terhadap terjadinya masalah-masalah perubahan iklim global.

C. Konektivitas Transportasi Nasional

Peraturan Presiden No. 26 tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional memberi dasar hukum dan landasan substansi bagi Renstra Kemenhub 2015-2019 untuk menindaklanjutinya dalam program strategis membangun konektivitas nasional ini. Cetak Biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas) menggariskan tersedianya jaringan infrastruktur transportasi yang memadai dan handal dan beroperasi secara efisien sehingga terwujud konektivitas domestik (domestic connectivity) baik konektivitas lokal (local connectivity) maupun konektivitas nasional (national connectivity), dan konektivitas global (global connectivity) yang terintegrasi dengan transportasi laut sebagai tulang punggungnya. Perwujudan dari kebijakan tersebut adalah terbentuknya jaringan transportasi antar pulau dan nasional dengan membangun jaringan infrastruktur transportasi yang mengikat kuat interkoneksi antara pedesaan, kawasan-kawasan industri, perkotaan dan antar pulau, serta infrastruktur dan jaringan transportasi global yang menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama (national gate way) ke pelabuhan Hub internasional baik di wilayah barat Indonesia maupun wilayah timur Indonesia serta antara Pelabuhan Hub International di Indonesia dengan Hub Port International di berbagai negara yang tersebar pada lima benua.

Sebagaimana diinginkan dalam agenda pembangunan nasional, seperti MP3EI (Perpres No. 32 Tahun 2011) dan Sislognas (Perpres No. 26 Tahun 2012) bahwa dalam 10 tahun ke depan diharapkan sudah terwujud konektivitas transportasi nasional yang efisien dan handal yang

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 27

menjangkau seluruh titik NKRI melalui terintegrasinya jaringan transportasi intermoda/multimoda.

Penguatan konektivitas nasional menjadi salah satu bagian dari lingkungan strategis Kementerian Perhubungan dalam mewujudkan keseimbangan pembangunan antarwilayah yang didorong dengan adanya peningkatan kualitas infrastruktur pendukung konektivitas nasional dalam rangka meningkatkan kelancaran distribusi barang dan informasi. Keseimbangan pembangunan antarwilayah saat ini kondisinya belum memadai terutama di wilayah Indonesia bagian Timur yang berdampak pada tingginya biaya transportasi dan biaya logistik, sehingga mengurangi daya saing produk dan gerak ekonomi. Hal tersebut diakibatkan oleh belum memadainya jaringan infrastruktur transportasi yang terintegrasi dan menghubungkan lapisan wilayah serta masih terbatasnya infrastruktur broadband termasuk belum terhubungnya seluruh wilayah dalam jaringan backbone serat optik nasional terutama wilayah timur Indonesia.

D. Biaya Logistik Nasional

Pada Tahun 2014, World Bank merilis data bahwa LPI (Logistics Performance Index) Indonesia berada pada rangking 53 dunia, dengan skor 3,08. Sedangkan perkiraan total biaya logistik Indonesia masih sangat tinggi, yakni di atas 25% dari PDB, dengan komposisi 12,04% untuk biaya transportasi, 9,47% untuk biaya persediaan (inventory), dan 4,52% untuk biaya administrasi. Data tersebut menunjukkan bahwa biaya logistik di Indonesia masih relatif tinggi, bahkan jika dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Singapura (8%), Malaysia (13%), dan Thailand (20%). Pengembangan moda transportasi sangat penting khususnya dalam upaya meningkatkan kinerja transportasi untuk meningkatkan nilai LPI Indonesia ke depan, serta usaha untuk memberikan nilai biaya logistik yang lebih rendah sebagai salah satu upaya memberikan jaminan kemudahan dalam sistem distribusi komoditas.

E. Pengembangan Teknologi Transportasi Melalui ITS

Tinjauan lingkungan strategis dalam kaitannya dengan aspek transportasi juga mempertimbangkan pada beberapa hal diantaranya Intelligent Transport System (ITS). Intelligent Transport System (ITS) atau Sistem Transportasi Cerdas adalah suatu sistem pengendalian lalu lintas yang dilakukan melalui teknologi informasi dimana pengumpulan data-data langsung dari lapangan selanjutnya diolah sedemikian rupa, sehingga hasil dari pengolahan yang dilakukan tersebut kemudian dikembalikan kepada pengguna jalan dalam bentuk informasi-informasi melalui papan informasi atau dalam bentuk digital map dan lain sebagainya. Pengembangan ITS di beberapa negara pada dasarnya adalah untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dan memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jalan. Terdapat banyak teknologi dan konfigurasi sistem ITS. Oleh karena itu, pilihan terhadap teknologi jika akan menerapkan ITS harus dapat memenuhi beberapa hal, antara lain: dapat direncanakan dengan logis, dapat dilakukan integrasi sistem terbuka (open system), mempunyai karakteristik yang sesuai dengan kondisi lalu lintas maupun kondisi lingkungan, mempunyai tingkat kinerja yang sesuai dengan kebutuhan, mudah untuk dioperasikan dan dikelola, mudah untuk dilakukan perawatan, mudah untuk dikembangkan, dan sesuai dengan keinginan pengguna.

Intelligent Transport System (ITS) adalah penerapan teknologi maju di bidang elektronika, komputer dan telekomunikasi untuk membuat prasarana dan sarana transportasi lebih informatif, lancar, aman dan nyaman sekaligus ramah lingkungan. Sistem ini mempunyai

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 28

tujuan dasar untuk membuat sistem transportasi yang mempunyai kecerdasan, sehingga dapat membantu pemakai transportasi dan pengguna transportasi untuk:

Mendapatkan informasi;

Mempermudah transaksi;

Meningkatkan kapasitas prasarana dan sarana transportasi;

Mengurangi kemacetan atau antrian;

Meningkatkan keamanan dan kenyamanan;

Mengurangi polusi lingkungan;

Mengefisiensikan pengelolaan transportasi.

Penerapan ITS telah dilakukan di negara-negara maju seperti: Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Korea Selatan, dan sebagainya. Negara berkembang juga sudah mulai menerapkan ITS dalam skala terbatas, misalnya sistem pengumpulan tol secara elektronis dan sistem informasi lalu lintas. Contoh beberapa negara tetangga yang telah menggunakan sistem pengumpulan tol adalah Malaysia dan Filipina. Pengorganisasian ITS di negara-negara maju dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah, kepolisian, operator transportasi, dan kalangan industri. Selain masalah kebijakan, industri-industri terkait juga turut mendukung dari segi riset dan pengembangan teknologi. Kalangan industri yang terkait antara lain industri otomotif, elektronika, komputer, telekomunikasi, penerbangan, perhubungan, dan jalan tol. Karena itu ITS menjadi primadona dan dianggap sebagai masa depan transportasi.

F. Isu Gender dan Anak Berkebutuhan Khusus dalam Transportasi

Penyusunan Renstra sebagai dasar untuk menyusun rencana pembangunan yang demokratis dan berkeadilan di bidang transportasi penting untuk mengintegrasikan aspek gender dan aspek sosial inklusif lainnya. Perencanaan pembangunan di bidang transportasi perlu mendorong terciptanya peran yang setara antara laki-laki dan perempuan dan kelompok masyarakat lain yang berkebutuhan khusus sehingga aspirasi, kebutuhan dan kepentingan mereka dalam bidang transportasi dapat terakomodir dengan baik.

Penyediaan layanan dan sarana transportasi yang berperspektif gender juga berarti mempertimbangkan dan mengakomodir permasalahan orang-orang atau kelompok masyarakat yang berkebutuhan khusus. Termasuk dalam hal ini adalah kebijakan perlindungan dan layanan transportasi bagi lansia, penyandang cacat, perempuan khususnya perempuan hamil dan balita. Penyediaan layanan dan sarana tersebut mempertimbangkan beberapa aspek yaitu aspek aksesibilitas, kenyamanan, keselamatan, keamanan dan keterjangkauan. Aspek keamanan sering menjadi persoalan bagi perempuan, anak-anak, lansia bahkan penyandang cacat. Layanan dan sarana transportasi seyogyanya dapat diakses secara aman oleh mereka termasuk aman dari segala tindak kriminalitas dan kekerasan seksual.

G. Angkutan Umum Massal

Indonesia merupakan negara besar dengan berbagai kompleksitas permasalahan didalamnya, tak terkecuali masalah transportasi jalan. Infrastruktur dan sistem yang terbatas menimbulkan permasalahan-permasalan yang perlu ditangani secara serius. Berbagai permasalahan transportasi jalan saat ini, antara lain:

1. Tingginya tingkat penggunaan kendaraan pribadi mengakibatkan penggunaan ruang jalan tidak efektif dan efisien sehingga mengakibatkan kemacetan lalu lintas;

2. Belum memadainya kualitas pelayanan angkutan umum;

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 29

3. Peningkatan pencemaran udara sebagai akibat meluasnya kemacetan lalu lintas; 4. Rendahnya disiplin berlalu lintas.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, pemerintah telah membuat 5 Pilar Kebijakan, yaitu:

1. Peningkatan Peran Angkutan Umum (Prioritas); 2. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas (MRLL); 3. Penurunan Polusi Udara dan Suara; 4. Transportastion Demand Management (TDM); 5. Pengembangan Non Motorized Transport (NMT).

Sebagai salah satu bentuk dari implementasi 5 pilar tersebut adalah penerapan sistem Angkutan Umum Massal. Melihat kondisi Indonesia saat ini yang memiliki 11 kota metropolitan dan 15 kota besar serta berbagai kompleksitas permasalahan di dalamnya, dipandang perlu untuk mengiplementasikan sistem angkutan umum massal karena sistem ini merupakan sistem yang memprioritaskan angkutan umum sebagai alat transportasi utama serta integrasi dan konektivitas sebagai penunjang utamanya. Sistem ini juga dapat menekan angka jumlah kendaraan pribadi serta jumlah kejadian kecelakaan di jalan raya.

1.2.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI

1.2.2.1 Potensi Sektor Transportasi

1. Indonesia merupakan salah satu pasar potensial dengan jumlah penduduk terbesar nomor 4 di dunia, dimana jumlah penduduk perkotaan semakin meningkat yang pada akhirnya menciptakan pertumbuhan permintaan transportasi (transport demand).

Penduduk yang besar dengan daya beli yang terus meningkat adalah pasar yang potensial, sementara itu jumlah penduduk yang besar dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terus membaik adalah potensi daya saing yang luar biasa.

Potensi penduduk yang besar, serta sumberdaya yang besar memberikan pengaruh positif pada semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi banyak dipengaruhi oleh semakin berkembangnya aktivitas perdagangan dan jasa, serta aktivitas komersial maupun industri yang membutuhkan jasa layanan transportasi. Lebih lanjut seiring dengan semakin meningkatnya pangsa pasar transportasi, maka pertumbuhan perjalanan akan linier dengan semakin meningkatnya pertumbuhan aktivitas transportasi ke depan dan akan memberikan pengaruh terhadap semakin meningkatnya aktivitas masyarakat. Aktivitas masyarakat tersebut dapat diwujudkan pada peningkatan aktivitas dalam distribusi komoditas dan distribusi penumpang. Hal ini tentunya juga akan memberikan dukungan pada peningkatan pendapatan nasional maupun regional.

2. Pengembangan antarmoda/multimoda yang terintegrasi didukung dengan konektivitas transportasi antara lain dengan pengembangan pelabuhan, bandar udara, terminal-terminal bus AKDP/AKAP, angkutan feeder, angkutan SDP, angkutan kereta api, dan Bus Rapid Transit

Transportasi multimoda berkaitan erat dengan Sistem Logistik Nasional (Perpres 26/2012) yang mensyaratkan konektivitas untuk mewujudkan konsep koridor ekonomi. Oleh karena itu, regulasi yang terkait dengan pengembangan transportasi multimoda

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 30

(PP Nomor 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda, Permenhub Nomor KM 15/2010 tentang Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, Permenhub Nomor PM 8/2012 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Multimoda) perlu ditindaklanjuti dan dilaksanakan secara konsisten dalam kurun waktu 5 tahun kedepan. Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda menetapkan 25 pelabuhan utama, 7 pelabuhan khusus untuk batubara dan CPO, 9 kota-kota besar, dan 183 wilayah belakang (hinterland) untuk logistik atau angkutan antarmoda/multimoda. Sedangkan Permenhub Nomor PM 8/2012 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Multimoda mengatur sisi bisnis dari transportasi sebagai penjelasan operasional dari PP 8/2011. Kebijakan yang digariskan dalam Permenhub Nomor KM 15/2010 dan juga Permenhub Nomor KP.414/2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) mensyaratkan perlunya integrasi pelabuhan dengan akses jalan atau kereta api. Untuk itu, akses langsung jaringan jalan atau kereta api ke pelabuhan (terutama pelabuhan utama) harus diwujudkan dan dioperasionalkan.

3. Tersedianya jaringan prasarana KA yang dapat mendukung sistem logistik nasional serta angkutan penumpang massal perkotaan dan antar kota

Potensi transportasi perkeretaapian dengan tersedianya prasarana kereta api (panjang jalan kereta api) sejumlah 4.861,10 m dan sarana kereta api berupa lokomotif sejumlah 486 unit, KRD/KRL sejumlah 920 unit, kereta sejumlah 1.716 unit, serta gerbong sejumlah 6.249 unit. Potensi pasar angkutan untuk kereta api sangatlah besar khususnya terkait dengan keunggulan angkutan KA dibandingkan moda lain seperti kapasitas angkut, ketepatan waktu, dan biaya angkut yang lebih murah. Angkutan kereta api mendukung pengembangan multimoda yang terintegrasi dengan pengembangan transportasi umum lainnya khususnya pada kawasan perkotaan dan antar kota, baik pelabuhan (transportasi laut), bandar udara (transportasi udara), serta terminal-terminal bus AKDP/AKAP, angkutan feeder, dan bus rapid transit (transportasi jalan).

4. Wilayah Indonesia sangat strategis karena dilewati oleh satu Sea Lane of Communication (SLoC)

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah dengan panjang mencapai 5.200 km dan lebar mencapai 1.870 km. Lokasi geografisnya juga sangat strategis (memiliki akses langsung ke pasarterbesar di dunia) karena Indonesia dilewati oleh satu Sea Lane of Communication (SLoC), yaitu Selat Malaka, dimana jalur ini menempati peringkat pertama dalam jalur pelayaran kontainer global. Lebih lanjut Indonesia memiliki akses langsung kepada 6 (enam) wilayah LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar.

Melihat kondisi geografis dan demografis sebagaimana dikemukakan di atas, maka sistem transportasi Indonesia tidak dapat mengandalkan hanya satu jenis moda transportasi saja, melainkan membutuhkan sistem transportasi intermoda (darat, laut dan udara) maupun intramoda secara terintegrasi dalam pola transportasi multimoda. Pada saat ini, secara umum dapat dikatakan, bahwa sektor transportasi belum mampu menyatukan seluruh wilayah Indonesia dalam satu kesatuan pembangunan. Hal ini terlihat dari belum meratanya pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Tidak meratanya pembangunan di daerah-daerah ini berimplikasi pada ketahanan nasional yang juga belum merata.

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 31

5. Pelabuhan utama nasional yang beroperasi memiliki kemampuan pengelolaan angkutan barang untuk ekspor dan impor dalam volume yang besar

Pelabuhan utama nasional yang beroperasi saat ini memiliki kemampuan pengelolaan angkutan barang untuk ekspor dan impor dengan sistem kontainer. Dari seluruh pelabuhan utama di Indonesia yang terbesar adalah Tanjung Priok. Peningkatan fasilitas pelabuhan dan manajemen kepelabuhan akan meningkatkan trend lalu lintas komoditas antar pulau dan antar wilayah. Pada tahun 2009, tercatat pelabuhan di seluruh Indonesia secara total menangani 968,4 juta ton muatan yang terdiri atas 560,4 juta ton muatan curah kering (hampir tiga perempatnya adalah batubara), 176,1 juta ton muatan curah cair (86 persennya adalah minyak tanah atau produk minyak tanah dan minyak kelapa sawit), 143,7 juta ton general cargo dan 88,2 muatan peti kemas. Sedangkan perdagangan luar negeri tercatat sebesar 543,4 juta ton atau 56 % dari total volume muatan yang ditangani melalui pelabuhan Indonesia pada tahun 2009. Muatan ekspor sebesar 442,5 juta ton atau lebih dari 80 % perdagangan luar negeri, sementara impor sebanyak 101,0 juta ton atau 20 % perdagangan luar negeri. Muatan ekspor lebih tinggi karena angkutan batubara jumlahnya sangat besar yaitu 278,6 juta ton pada tahun yang 2009. Pertumbuhan lalu lintas barang melalui pelabuhan Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 1999 sampai dengan 2009 juga menunjukkan angka yang tinggi yaitu rata-rata 11,0 %.

6. Dilewati oleh 2 jalur penerbangan (Major Air Traffic Flow) Internasional

Kenaikan volume angkutan udara dalam 20-30 tahun belakangan ini terus mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh kemajuan e-commerce, perkembangan global supply chain, dan upaya untuk menurunkan biaya inventory yang mahal serta memperpendek order cycle time. Walaupun volume barang yang diangkut melalui angkutan udara ini masih relatif kecil, namun nilai barang yang diangkut terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk pengiriman dalam negeri maupunluar negeri. Lebih lanjut potensi yang dimiliki oleh Indonesia saat ini adalah dilewatinya Indonesia oleh 2 jalur penerbangan (Major Air Traffic Flow) Internasional yang memberikan peluang dalam pengembangan pangsa pasar transportasi udara ke depan khususnya terkait dengan open sky tahun 2015.

1.2.2.2 Permasalahan Transportasi

Transportasi merupakan salah satu roda pendorong pertumbuhan ekonomi dan tulang punggung dari proses distribusi orang maupun barang serta berperan sebagai pembuka keterisolasian wilayah. Ketersediaan infrastruktur transportasi merupakan salah satu aspek dalam meningkatkan daya saing produk nasional sehingga harus didukung dengan sumber daya manusia yang profesional, tanggap terhadap perkembangan teknologi dan kondisi sosial masyarakat. Di masa mendatang Kementerian Perhubungan berupaya untuk dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat atas kualitas transportasi baik dari aspek keselamatan, keamanan, pelayanan dan ketersediaan kapasitas. Permasalahan transportasi yang dihadapi saat ini sangat beragam sehingga perlu dipengaruhi dari berbagai aspek untuk menyelesaikannya. Aspek-aspek tersebut diantaranya :

A. Aspek Keselamatan dan Keamanan Transportasi

1. Belum optimalnya fungsi kelembagaan dalam peningkatan keselamatan transportasi secara terintegrasi;

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 32

Saat ini fungsi lembaga keselamatan moda transportasi ditangani oleh masing-masing unit kerja moda transportasi, padahal keselamatan transportasi saling berkaitan antar moda transportasi, dan juga terkait dengan unit K/L lain karena keselamatan transportasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan. Termasuk pada tahap pencegahan kecelakaan maupun setelah terjadinya kecelakaan, misalnya pendataan kecelakaan yang terjadi.

2. Minimnya kesadaran dan peran serta masyarakat akan keselamatan dan keamanan transportasi;

Keselamatan dan keamanan transportasi merupakan prinsip dasar dalam penyelenggaraan transportasi yang meliputi angkutan jalan, angkutan sungai, angkutan danau, angkutan penyeberangan, kereta api, pelayaran, dan penerbangan. Jumlah kejadian dan fatalitas kecelakaan lalu lintas jalan merupakan yang paling tinggi bila dibandingkan moda lainnya. Masih tingginya jumlah dan fatalitas kecelakaan ini akibat kurangnya disiplin pengguna jalan dan rendahnya tingkat kelaikan armada. Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap keselamatan penerbangan yang terlihat dari masih diaktifkannya peralatan elektronik dan komunikasi serta masih terdapatnya barang-barang yang tidak diperbolehkan dibawa saat menggunakan jasa penerbangan. Masih ditemukannya masyarakat yang merusak fasilitas bandar udara antara lain fasilitas lampu pendaratan, pagar bandar udara akibat kurang sosialisai akan pentingnya peralatan bandar udara. Sedangkan tingkat kesadaran masyarakat dalam keselamatan pelayaran ditunjukan pada masih terdapatnya masyarakat yang merusak fasilitas navigasi pelayaran. Sedangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan perkeretaapian terlihat dari pemanfaatan jalur kereta api untuk berjualan dan mendirikan bangunan pada daerah larangan.

3. Belum optimalnya pengawasan dan penegakan hukum dalam pemenuhan standar keselamatan dan keamanan transportasi.

Pengawasan terhadap pemenuhan standar keselamatan dan keamanan transportasi dianggap belum optimal banyak disebabkan karena keterbatasan personil dan lebih pada aspek keterbatasan kapasitas sumberdaya manusia. Apabila dilihat dari aspek penegakan hukum dalam pemenuhan standar keselamatan dan keamanan transportasi, saat ini masih tingginya tingkat toleransi aparatur dalam memberikan sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi. Sebagai contoh pengguna alat elektronik di dalam pesawat tentunya perlu ditindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, demikian juga pelaku pelanggaran terhadap lalu lintas di jalan, maupun pengguna jasa layanan transportasi laut, dan perkeretaapian.

4. Belum optimalnya pemenuhan standar keselamatan dan keamanan transportasi meliputi kecukupan dan kehandalan sarana prasarana keselamatan dan keamanan transportasi sesuai dengan perkembangan teknologi.

Saat ini tingkat kecukupan dan kehandalan sarana dan prasarana keselamatan dan keamanan transportasi masih kurang, dimana masih terdapat daerah rawan kecelakaan yang belum dipasang pagar pengaman jalan, masih belum optimalnya tingkat kecukupan dan keandalan sarana bantu navigasi pelayaran, serta masih terdapatnya kinerja yang kurang pada peralatan navigasi udara. Hal ini menjadi permasalahan yang harus ditangani untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam penyelengaraan pelayanan transportasi yang ditujukan dalam rangka meningkatkan

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 33

rasa aman dan kenyamanan pengguna transportasi serta menurunkan jumlah dan tingkat kecelakaan transportasi yang meliputi transportasi jalan, kereta api, pelayaran, dan penerbangan dalam menuju target zero accident.

5. Minimnya kualitas dan kuantitas SDM Transportasi sesuai kompetensi standar keselamatan dan keamanan transportasi.

Saat ini kualitas SDM pelaku transportasi masih rendah dan kualitas SDM yang ada belum sesuai dengan perkembangan teknologi transportasi. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan peningkatan peran pemerintah dalam rangka pengembangan SDM Transportasi, pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana diklat serta pengembangan kualitas dan kuantitas tenaga pengajar serta pengembangan metode pembelajaran.

6. Tingginya tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas jalan

Fatalitas korban kecelakaan khususnya pada lalu lintas jalan disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan kendaraan setiap tahun. Hal ini memberikan pengaruh terhadap semakin meningkatnya kepadatan lalu lintas khususnya pada kawasan perkotaan. Dominasi pengguna sepeda motor di jalan menjadi salah satu bagian penyumbang permasalahan lalu lintas di ruas jalan khususnya kemacetan dan kesemerawutan lalu lintas jalan yang berdampak pada meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas karena banyak diantaranya terjadi karena ketidaktertiban terhadap aturan maupun rambu, serta marka lalu lintas. Dominasi kecelakaan lalu lintas pada sepeda motor adalah paling tinggi jika dibandingkan dengan moda transportasi lainnya.

7. Belum terintegrasinya data kecelakaan yang dapat digunakan untuk peningkatan keselamatan jalan

Data menjadi bagian penting dalam memberikan informasi dan menjadi bahan analisis kaitannya dengan pencegahan dan penanganan masalah keselamatan jalan. Namun ketersediaan data keselamatan jalan saat ini masih belum memberikan informasi yang komprehensif, serta belum menjadi bahan evaluasi maupun pertimbangan secara optimal dalam perencanaan dan pembangunan transportasi. Integrasi data kecelakaan dengan data-data sub sektor transportasi menjadi bagian penting didalam usaha meningkatkan keselamatan jalan.

8. Belum optimalnya penanganan perlintasan sebidang jalur KA dengan jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Dalam UU 23/2009 tentang Perkeretaapian mengatur bahwa perlintasan sebidang jalur KA tidak diizinkan. Namun pada kenyataannya telah terbangun jalur KA yang sebidang dengan jalan sebelum terbitnya UU tersebut, sehingga penanganan perlintasan sebidang sebagai jalur kereta api di beberapa wilayah menemui berbagai macam kendala, khususnya terkait dengan masalah pendanaan/penganggaran. Persilangan sebidang pada ruas jalan tidak hanya melewati ruas jalan nasional, melainkan juga melewati ruas jalan berstatus sebagai jalan provinsi, jalan kota maupun Kabupaten, sehingga pendanaan dalam penanganannya (misalnya pembangunan flyover/ underpass) menjadi kewenangan masing-masing wilayah sesuai dengan kewenangan ruas jalan tersebut. Namun perlu dipahami bahwa persilangan sebidang ruas jalan dengan jalur kereta api pada beberapa lokasi menimbulkan permasalahan signifikan

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 34

terkait dengan tundaan lalu lintas sampai dengan menimbulkan permasalahan kemacetan lalu lintas pada ruas jalan.

B. Aspek Pelayanan

1. Belum optimalnya skema multi operator dalam penyelenggaraan transportasi

Permasalahan mendasar yang dihadapi sektor transportasi selama ini terutama adalah masih kurang memadainya sarana dan prasarana transportasi jika dibandingkan dengan permintaan akan pelayanan jasa transportasi. Penyediaan, kepemilikan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana transportasi selama ini masih didominasi oleh Pemerintah dan BUMN. Peran swasta dalam skema penyelenggaraan transportasi sampai saat ini masih perlu peningkatan, karena masih minimnya minat swasta sebagai operator dalam penyelenggaraan transportasi. Hal ini menyebabkan kurangnya kompetisi dalam penyediaan pelayanan transportasi oleh operator.

2. Kurang optimalnya pelaksanaan perlindungan lingkungan yang diakibatkan penyelenggaraan transportasi

Kaitannya perlindungan lingkungan terhadap penyelenggaraan transportasi adalah peningkatan emisi gas buang kendaraan akibat pertumbuhan kendaraan bermotor, serta peningkatan volume limbah B3 dari sisa oli kendaraan. Perlindungan lingkungan terkait dengan penyelenggaraan transportasi saat ini dapat dikatakan belum optimal, mengingat peningkatan emisi gas buang kendaraan tidak diiringi dengan usaha mereduksi pengaruh emisi gas buang, misalnya melalui pengembangan Ruang Terbuka Hijau, mekanisme punishment untuk kendaraan yang tidak lolos uji emisi maupun penyediaan lokasi pengolahan limbah B3 yang dapat mengakomodir limbah pembuangan oli bekas tersebut.

3. Tingginya penggunaan bahan bakar minyak berbasis fosil dalam penyelenggaraan transportasi

Masalah lain yang dihadapi sektor transportasi adalah besarnya jumlah penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai sumber energi transportasi. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2004 hampir separuh (48 persen) konsumsi BBM nasional digunakan oleh sektor transportasi. Penggunaan BBM untuk pengoperasian kendaraan/angkutan saat ini menjadi beban berat bagi pemerintah. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan meningkatnya harga BBM di pasar dunia, penggunaan energi alternatif/bahan bakar non BBM yang ramah lingkungan untuk pengoperasian kendaraan/angkutan saat ini merupakan suatu keharusan. Selain mempunyai keuntungan ekonomis penggunaan energi alternatif non BBM juga dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Tingginya penggunaan bahan bakar minyak berbasis fosil memunculkan permasalahan lebih lanjut kaitannya dengan pencemaran lingkungan dari emisi gas buang kendaraan yang berkorelasi dengan masalah lingkungan. Pembakaran bahan bakar fosil juga menghasilkan pencemar lain, seperti nitrogen oksida, sulfur dioksida, senyawa organik berbau, dan logam berat.

4. Belum optimalnya pelayanan transportasi multimoda dan antarmoda yang terintegrasi

Tidak bisa dipungkiri bahwa ongkos transportasi publik di Indonesia masih mahal, yang disebabkan oleh belum terwujudnya integrasi antar moda transportasi secara menyeluruh yang dapat mengefisienkan waktu, biaya, dan tenaga. Saat ini sudah

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 35

terdapat beberapa moda transportasi yang terkoneksi dengan moda lainnya, seperti Bus Damri yang menghubungkan antara Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Stasiun Gambir, serta beberapa lokasi terminal bus di wilayah Jakarta, demikian juga dengan Bus Rapid Transit (BRT) yang dikembangkan di beberapa kota di Indonesia, sudah terkoneksi dengan Bandar Udara, Stasiun, maupun Terminal Bus Reguler. Konektivitas antar dan intermodal tersebut masih terkendala dengan belum terbentuknya sistem feeder dari bus-bus regular yang beroperasi pada ruas-ruas jalan, sehingga beberapa diantaranya masih tercampur.

5. Belum optimalnya pemenuhan standar pelayanan sarana dan prasarana transportasi

Saat ini kondisi sarana dan prasarana transportasi masih banyak yang belum memenuhi standar pelayanan, yang tercermin dari kondisi kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana transportasi yang ada. Ekspektasi masyarakat terhadap pelayanan dan kondisi angkutan umum sebagai bagian dari pelayanan dasar (public service) tentu sangat maksimal, yaitu : aman (safety and secure), nyaman (bersih, tidak pengap, dan tidak berdesakan), tarif terjangkau (tarif yang pantas), tepat waktu (on schedule), bahkan door to door (sedikit mungkin pergantian moda angkutan), dan memiliki fasilitas penunjang yang memadai (misalnya jumlah toilet di simpul transportasi yang cukup). Namun, secara faktual kondisi pelayanan sarana dan prasarana transportasi masih belum memenuhi harapan masyarakat tersebut.

6. Belum optimalnya penyelenggaraan dan pelayanan angkutan keperintisan

Keperintisan merupakan jalan pembuka terisolasinya suatu daerah untuk menghubungkan daerah satu dengan yang lain atau dari daerah minus ke daerah maju maupun berkembang. Guna menjaga kesinambungan pelayanan keperintisan, maka perlu adanya pengaturan sarana dan cadangannya apabila terjadi kerusakan atau pelaksanaan pemeliharaan tahunan. Permasalahan penyelenggaraan angkutan perintis yang paling menonjol adalah waktu pelayanan. Untuk transportasi laut, lama pelayaran (round voyage) kapal perintis berkisar 10 sampai dengan 22 hari karena keterbatasan jumlah sarana angkutan laut perintis. Pelayanan keperintisan udara juga memiliki permasalahan yang sama, dimana pelayanan flight perintis tidak tersedia setiap hari, bahkan ada beberapa flight perintis yang akhirnya ditiadakan karena tidak ada maskapai yang melayani. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan sarana yang dimiliki oleh operator dalam penyelenggaraan pelayanan keperintisan.

7. Rendahnya tingkat pelayanan angkutan umum perkotaan dan tingginya penggunaan kendaraan pribadi

Tingginya penggunaan kendaraan pribadi sebagai bagian dari dampak peningkatan pertumbuhan penduduk, serta belum optimalnya penyediaan sarana transportasi dalam melayani kebutuhan penduduk. Kebutuhan masyarakat akan moda transportasi yang cukup, aman, nyaman, dan handal masih belum terpenuhi sehingga masih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi. Selain lebih aman dan nyaman, menggunakan kendaraan pribadi dianggap dapat menempuh perjalanan lebih cepat dibandingkan menggunakan angkutan umum. Pertumbuhan kendaraan pribadi juga menimbulkan kerentanan kaitannya dengan keamanan dan keselamatan transportasi, salah satunya sepeda motor yang menjadi bagian moda transportasi pribadi dengan pelayanan nyaman, fleksibel, cepat, namun dari aspek keselamatan cukup rendah.

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 36

8. Pengaturan slot time penerbangan yang masih menumpuk pada jam-jam sibuk di bandara tertentu.

Kondisi pengalokasian slot time penerbangan di Indonesia sangat berbeda dengan kondisi dari negara lain yang telah melakukan koordinasi slot time dengan baik. Di beberapa negara di dunia, slot time di suatu bandar udara telah tersebar merata dan tidak hanya menumpuk pada jam-jam sibuk pada rute-rute tertentu. Slot time penerbangan di Indonesia belum teratur dan terencana dengan baik karena belum berjalannya market intelegent yang sudah seharusnya dilakukan oleh operator penerbangan nasional yang bertujuan untuk mengukur keberlangsungan rute-rute penerbangan baik yang baru akan masuk ke dalam airline business plan maupun yang telah dioperasikan oleh operator penerbangan tersebut. Permasalahan utama yang terjadi pada pengalokasian slot time penerbangan di Indonesia dapat disebabkan terlebih dahulu oleh permasalahan yang terjadi pada komponen yang berkaitan dengan slot time di bandar udara, diantaranya adalah: i) Airside, yaitu terbatasnya kapasitas runway, taxiway dan apron/parking stand; ii) Landside, yaitu terbatasnya kapasitas terminal khususnya pada check-in counter, ruang tunggu penumpang, conveyer belt serta pengaturan ruang Imigrasi, Bea Cukai, Badan Karantina Hewan dan Tumbuhan dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (bandar udara); iii) Operator penerbangan, yaitu yang berkaitan dengan pengajuan slot time pada jam-jam sibuk dan slot time di luar jam operasi bandar udara; iv) Tenaga kerja, yaitu permasalahan pada keterbatasan jumlah Petugas Pemandu Lalu Lintas Udara atau Air Traffic Controller dan Petugas Pengawas Pergerakan Lalu Lintas di area Apron atau Apron Movement Controller; dan v) Sistem, yaitu yang menyangkut pengaturan ruang udara atau Air Traffic Flow Management, Central Operating Terminal dan Coordinated Airport System serta proses penerbitan rekomendasi slot time yang belum terkoordinasi baik oleh petugas di bandar udara pada masing-masing unit.

9. Terbatasnya kualitas, kuantitas, standar kompetensi SDM Transportasi dan tenaga pendidik transportasi

Meningkatnya pembangunan infrastruktur transportasi menimbulkan konsekuensi akan pemenuhan sumber daya manusia transportasi yang berdaya saing. Pemenuhan akan sumber daya manusia transportasi (regulator dan operator) yang berdaya saing menemui beberapa hambatan antara lain adalah kurangnya standar kompetensi SDM transportasi, terbatasnya ketersediaan kesempatan sekolah dan diklat transportasi, keterbatasan sarana dan prasarana serta kurangnya tenaga pendidik transportasi. Selain itu, perkembangan teknologi yang cepat dalam penyelenggaraan transportasi menyebabkan sumber daya manusia transportasi perlu ditingkatkan agar tetap memiliki daya saing.

10. Masih rendahnya tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan masih kurangnya kualitas dan kuantitas tenaga auditor internal serta belum menggunakan teknologi informasi secara optimal;

Terkait dengan rendahnya tindak lanjut hasil audit lebih banyak disebabkan karena permasalahan sumberdaya manusia, serta komplektisitas kasus yang terjadi. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang belum sesuai kebutuhan, kompetensi tenaga auditor yang belum merata, Standar Operating Procedure (SOP) kegiatan internal belum tersusun dengan baik, Sistem Informasi Pengawasan (SIP) yang belum

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 37

dimanfaatkan secara maksimal, dan kurangnya kesadaran objek audit untuk menindaklanjuti hasil audit menjadi beberapa permasalahan terkait dengan sumberdaya manusia tenaga auditor internal. Dalam kaitannya dengan hal tersebut tindaklanjut rekomendasi hasil audit perlu mendapatkan perhatian serius, mengingat hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja dan reformasi birokrasi.

11. Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM Peneliti sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, dan belum optimalnya kolaborasi penelitian dengan universitas dan lembaga penelitian dalam pengembangan riset transportasi serta ujicoba sektor transportasi;

Dari sisi sumber daya manusia (SDM) kecenderungan formasi rekrutmen SDM yang ditetapkan untuk Badan Litbang Perhubungan masih dalam jumlah yang sangat terbatas, sedangkan jumlah SDM Badan Litbang Perhubungan selama lima tahun terakhir mengalami stagnasi yang akan berakibat fatal pada keberlanjutan Badan Litbang Perhubungan kedepan apabila tidak ada rekrutmen pegawai baru khususnya untuk tenaga peneliti akan berakibat pada terbatasnya pelaksanaan kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang Perhubungan. Dari komposisi jenjang peneliti di tahun 2014, tercatat peneliti pertama mendominasi sebesar 40%, selanjutnya peneliti madya 34%, peneliti muda 24% dan peneliti utama 2%. Kondisi ini berbanding lurus dengan tingkat pendidikan Sarjana/S1 yang mendominasi SDM Badan Litbang Perhubungan, yakni sebesar 37%. Sementara itu untuk tingkat pendidikan Magister/S2 sebanyak 32% dan tingkat pendidikan Doktoral/S3 sebesar 4%. Tingkat pendidikan S1 dan jenjang peneliti pertama yang mendominasi cukup menunjukkan kondisi sumber daya manusia Badan Litbang Perhubungan saat ini masih membutuhkan dukungan peningkatan kompetensi secara sistematis yang besar.

Lebih lanjut terkait dengan kolaborasi penelitian dengan universitas dan lembaga penelitian dalam pengembangan riset transportasi serta uji coba sektor transportasi masih belum optimal. Dalam hal ini optimalisasi pada prinsipnya akan mampu memberikan pengaruh positif terhadap pengembangan konsep, strategi, serta perumusan perencanaan, dan kebijakan pembangunan transportasi ke depan.

12. Belum optimalnya pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Perhubungan

Reformasi birokrasi menjadi grand design nasional yang ingin dicapai dari tahun 2010 – 2025. Agenda nasional ini tertuang di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 yang diterjemahkan oleh Kementerian Perhubungan ke dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 38 Tahun 2011 tentang roadmap reformasi birokrasi 2010 – 2014 di lingkungan kementerian perhubungan. Upaya ini dilakukan untuk mendukung tata kelola yang baik (good governance).

Belum optimalnya pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Perhubungan tentunya lebih pada kinerja organisasi, tata laksana, peraturan perundang-undangan, sumberdaya manusia aparatur, sistem pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, serta mindset maupun cultural set aparatur. Permasalahan tersebut tentunya

Upaya mewujudkan optimalisasi reformasi birokrasi diarahkan pada upaya mewujudkan organisasi yang : i) tepat fungsi dan tepat ukuran, ii) sistem, proses dan prosedur kerja

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 38

yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai prinsip-prinsip good governance, iii) regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif, iv) SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera, v) meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bebas KKN, vi) meningkatnya kapasitas dan kapabilitas kinerja birokrasi, vii) pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat, serta viii) birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi.

C. Aspek Kapasitas Transportasi

1. Kurangnya tingkat kesesuaian, kecukupan dan keandalan sarana dan prasarana transportasi

Kurangnya tingkat kesesuaian, kecukupan dan keandalan sarana dan prasarana transportasi dalam hal ini sangat terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana transportasi. Keterbatasan dalam penyediaan sarana transportasi menyebabkan masyarakat beralih menggunakan kendaraan pribadi, sedangkan keterbatasan dalam penyediaan prasarana transportasi menyebabkan wilayah akan sulit diakses, sehingga menyebabkan sistem distribusi barang dan penumpang menjadi terhambat. Kurangnya tingkat kesesuaian, kecukupan dan keandalan sarana dan prasarana transportasi banyak direpresentasikan tidak hanya pada aspek kuantitas, melainkan juga terkait dengan kualitas (kemudahan, keamanan, serta kenyamanan) dalam menggunakan sarana dan prasarana transportasi.

2. Belum memadainya ketersediaan fasilitas penunjang dalam optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana transportasi

Belum memadainya ketersediaan fasilitas penunjang dalam optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana transportasi, seperti pengembangan transfer point (transfer moda), lokasi park and ride, maupun terminal dan stasiun feeder akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja transportasi. Fasilitas penunjang akan membantu pengguna dalam memberikan kenyamanan dan kemudahan pemanfaatan sarana dan prasarana transportasi. Selain itu, fasilitas penunjang seperti jalan akses pada simpul transportasi masih ada beberapa yang belum terbangun, sehingga memerlukan koordinasi dengan pemerintah daerah maupun Kementerian PU.

3. Belum optimalnya pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan bidang perhubungan

Teknologi bidang transportasi pada prinsipnya memberikan dampak signifikan terhadap penataan dan pengaturan sistem transportasi di Indonesia. Beberapa konsep pengembangan teknologi melalui Intelligent Transport System (ITS) akan memberikan kemudahan dalam manajemen transportasi. Namun kendala yang dihadapi saat ini bahwa permasalahan transportasi di Indonesia tidak serta merta karena masalah teknologi, melainkan lebih pada masalah sosial dan ekonomi.

4. Masih rendahnya minat swasta dalam penyediaan infrastruktur transportasi

Masih rendahnya minat swasta dalam penyediaan infrastruktur transportasi dipengaruhi oleh faktor komitmen pemerintah dalam memberikan road map, penataan transportasi, serta kepastian investasi yang akan dilakukan oleh swasta dan pertimbangan ekonomi. Pola pengembangan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) terkait dengan prosedur dan komitmen pembangunan maupun sharing sampai saat ini

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 39

masih memerlukan perbaikan terkait dengan usaha mewujudkan kemudahan prosedur KPS dan kemudahan dalam berinvestasi di Indonesia.

Di dalam kerangka perencanaan pembangunan nasional yang tertuang di RPJMN Tahun 2015-2019 Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP) menjadi salah satu alternatif dalam pembiayaan infrastruktur yang melibatkan peran badan usaha. Permasalahan dalam penyediaan infrastruktur melalui skema KPS atau PPP adalah (1) Masih kurangnya informasi mengenai proyek baik dari sisi detail teknis maupun informasi keuangan serta analisis terhadap berbagai macam risiko dan jaminan pemerintah untuk pengelolaan resiko tersebut; (2) Masih sulitnya penerapan peraturan terkait dengan KPS oleh para Penanggung Jawab Proyek Kerja sama (PJPK); (3) Masalah pengadaan lahan yang terkadang belum terlihat di awal pengusulan proyek; (4) Kapasitas aparatur dan kelembagaan dalam melaksanakan KPS masih belum sesuai kebutuhan; (5) Belum optimalnya dokumen perencanaan proyek KPS bidang infrastruktur mengakibatkan pilihan strategi pelaksanaan proyek yang kurang memihak pada KPS sehingga proyek infrastruktur yang menarik bagi pihak swasta dilaksanakan melalui pembiayaan APBN/APBD, sedangkan proyek infrastruktur yang tidak menarik justru ditawarkan kepada pihak swasta.

5. Masih minimnya peralihan transportasi barang yang selama ini didominasi moda jalan

Pemilihan moda jalan banyak dipilih oleh perusahaan jasa pengiriman ekspedisi dikarenakan beberapa kelebihannya, salah satunya adalah tidak terikat oleh waktu dimana pengiriman dapat dilakukan kapan saja apabila kuota pengiriman telah tercapai. Namun tingginya beban jalan pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan jalan, kemacetan, serta dampak lain seperti meningkatnya polusi udara, inefisiensi penggunaan BBM dan meningkatnya resiko terjadinya kecelakaan lalu lintas. Masih minimnya peralihan moda transportasi barang yang didominasi moda jalan menjadikan peran transportasi lainnya kurang optimal. Khususnya transportasi laut dan udara. Transportasi laut dan udara lebih banyak mendominasi pengangkutan komoditas/barang pada wilayah lain di luar Pulau Jawa atau wilayah terpencil. Namun optimalisasi pola pengangkutan dalam mewujudkan konektivitas nasional belum terwujud dengan baik, sehingga optimalisasi pengembangan angkutan non darat sangat dibutuhkan ke depan khususnya dalam sistem distribusi barang dan komoditas.

6. Belum optimalnya dukungan hasil penelitian untuk menunjang kebutuhan sektor transportasi

Peningkatan kinerja penelitian/pengkajian transportasi membutuhkan peran aktif dari setiap sub-sektor khususnya untuk merumuskan kebutuhan penelitian/pengkajian sehingga hasil penelitian/kajian memiliki nilai pemanfaatan yang tinggi. Namun dalam pelaksanaannya hasil penelitian yang dilakukan belum optimal untuk menunjang kebutuhan sektor transportasi, yang disebabkan banyak kegiatan penelitian/kajian masih bersifat sektoral dan belum memberikan nuansa lintas sektor. Hal ini menyebabkan penanganan permasalahan transportasi yang pada prinsipnya membutuhkan keterlibatan lintas sektor untuk mewujudkan peran transportasi yang maju, handal, dan produktif menjadi kurang optimal.

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 1 - 40

7. Angkutan Barang/Logistik masih didominasi moda jalan

Angkutan barang (logistik) di Indonesia masih didominasi oleh angkutan jalan. Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadi kecelakaan lalu lintas dan meningkatnya kerusakan jalan. Selain itu, terlalu banyaknya angkutan barang melalui transportasi jalan tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi tetapi juga tidak ramah lingkungan akibat kemacetan dan yang dapat meningkatkan emisi gas buang. Hingga saat ini, sekitar 80% pergerakan transportasi di Pulau Jawa masih didominasi oleh transportasi jalan. Para pelaku usaha lebih memilih penggunaan truk daripada kereta api karena alasan handling, jadwal, aksesibilitas, dan sebagainya. Pengurangan beban jalan dapat dialihkan dan diseimbangkan dengan moda transportasi lainnya seperti kereta api dan transportasi laut yang memiliki kapasitas daya angkut lebih besar dan waktu perjalanan yang relatif cepat, bebas pungutan liar dan keamanan serta keselamatan barang lebih terjaga.

Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 - 1 -