49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

33
GANGGUAN PSIKIATRI PADA PASIEN LANJUT USIA Pembimbing : Prof. Dr. dr. H. A. Prayitno, Sp.KJ (K) Disusun Oleh : Indah Sandy Febryanti 030.05.113 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2010

Transcript of 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

Page 1: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

GANGGUAN PSIKIATRIPADA PASIEN LANJUT USIA

Pembimbing :

Prof. Dr. dr. H. A. Prayitno, Sp.KJ (K)

Disusun Oleh :

Indah Sandy Febryanti030.05.113

i

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWARUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIJAKARTA 2010

Page 2: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. PROSES PENUAAN PADA LANJUT USIA 2

II.1. Batasan Lanjut Usia 2

II.2. Proses Penuaan 2

BAB III. PEMERIKSAAN PSIKIATRIK PADA PASIEN LANJUT USIA 4

III.1. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium 4

III.2. Riwayat Psikiatri 4

III.3. Pemeriksaan Status Mental 5

III.4. Pemeriksaan Neuropsikologi 7

BAB IV. EPIDEMIOLOGI GANGGUAN MENTAL PADA PASIEN LANJUT USIA 8

BAB V. GANGGUAN MENTAL PADA PASIEN LANJUT USIA 10

V.1. Gangguan Demensia 10

V.2. Gangguan Depresif 12

V.3. Gangguan Bipolar 1 13

V.4. Gangguan Skizofrenia 14

V.5. Gangguan Delusional 14

V.6. Gangguan Kecemasan 15

V.7. Gangguan Somatoform 15

V.8. Gangguan Tidur 16

BAB VI. PENATALAKSANAAN GANGGUAN PSIKIATRI PADA PASIEN LANJUT USIA 17

VI.1. Terapi Psikofarmakologis 17

VI.2. Psikoterapi 18

BAB VI. KESIMPULAN 19

DAFTAR PUSTAKA 20

ii

Page 3: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

BAB I

PENDAHULUAN

Usia lanjut bukanlah sebuah penyakit melainkan sebuah fase dalam siklus

kehidupan yang memiliki karakter tersendiri pada setiap fase perkembangan. Usia lanjut

terkait dengan matangnya pemikiran yang bijak yang bisa diwariskan kepada generasi

berikutnya, salah satu tugas pada usia lanjut yang dikemukakan oleh Erik Erikson

tentang usia lanjut yang sehat yaitu integritas dan bukan putus asa.

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil

dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada tahun

2005 tentang umur harpan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada laki-laki 64,3

tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai 2020 mencapai 70

tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta jiwa bahkan lebih atau

sekitar 9,77 % dari total penduduk.

Data prevalensi untuk gangguan mental pada pasien lanjut usia bervariasi,

namun secara konservatif diperkirakan sebanyak 25 persen memiliki gejala psikiatri yang

signifikan. Angka morbiditas gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia diperkirakan

meningkat hingga 20 juta pada pertengahan abad 20 nanti.

Pemeriksaan psikiatri pada pasien lanjut usia sama dengan yang berlaku pada

dewasa muda. Namun dokter harus lebih teliti agar dapat memastikan pasien mengerti

sifat dan tujuan pemeriksaan dikarenakan tingginya prevalensi gangguan kognitif pada

pasien lanjut usia.

Referat ini membahas secara singkat mengenai macam-macam gangguan

psikiatri yang mungkin terjadi pada pasien lanjut usia, berhubungan dengan proses

penuaan yang terjadi. Pemeriksaan psikiatri yang baik diperlukan untuk dapat

mendiagnosis gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia dan pengetahuan akan proses

penuaan berpengaruh terhadap penatalaksaan yang akan direncanakan.

1

Page 4: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

BAB II

PROSES PENUAAN PADA LANJUT USIA

II. 1 BATASAN LANJUT USIA

WHO (1989) telah mencapai konsensus bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia

(elderly) adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih. Menurut Departemen

Kesehatan RI, batasan lanjut usia adalah seseorang dengan usia 60-69 tahun. Sedangkan

usia lebih dari 70 tahun dan lanjut usia berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan seperti kecacatan akibat sakit disebut lanjut usia resiko tinggi.

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil

dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada tahun

2005 tentang umur harapan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada laki-laki 64,3

tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai 2020 mencapai 70

tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta jiwa bahkan lebih atau

sekitar 9,77 % dari total penduduk.

Diperkirakan pada akhir tahun 2030, populasi penduduk lanjut usia keseluruhan

mencapai jumlah 70 juta dan pada tahun 2050 mencapai 82 juta.

II. 2. PROSES PENUAAN

Dalam beberapa dekade terakhir, perhatian dunia medis terhadap proses

penuaan dan permasalahan yang timbul pada orang usia lanjut meningkat. Banyak

penelitian dilakukan untuk lebih memahami proses penuaan baik dari segi fisiologis,

psikologis, dan sosiologis. Para peneliti menyadari pentingnya membedakan proses

penuaan yang fisiologis dan penuaan yang bersifat patologis. Efek proses penuaan yang

fisiologis penting untuk dipahami sebagai dasar respons terhadap pengobatan atau

terapi serta komplikasi yang timbul.

Variabel-variabel fisiologis seperti kardiovaskuler, sistem imun, endokrin, ginjal,

dan paru, menunjukan penurunan fungsi dan perubahan seiring dengan meningkatnya

2

Page 5: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

usia. Namun, perubahan pada salah satu organ akibat usia tidak menjadikannya sebagai

prediktor atau tolak ukur bahwa akan terjadi perubahan-perubahan pada organ yang

lainnya. Sebagai contoh, seseorang yang tampak sehat pada usianya yang ke-60

ternyata ditemukan curah jantungnya menurun. Hasil pemeriksaan tersebut tidak

bernilai dalam memprediksikan kapan ginjal, kelenjar tiroid, sistem saraf simpatis, atau

organ lain orang tersebut mengalami perubahan.

Perubahan fisiologis dengan tidak disertainya suatu penyakit yang terjadi pada

individu yang lebih tua merupakan hal yang tidak berbahaya dan bukan merupakan

suatu faktor risiko yang signifikan. Perubahan fisiologis pada usia “normal” yang tidak

disertai dengan penyakit, sangat bervariasi. Akan tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor

intrinsik seperti gaya hidup, diet, aktivitas, nutrisi, paparan lingkungan, dan komposisi

tubuh memegang peran yang penting.

Perjalanan dari perubahan fisiologis atau psikologis dengan bertambahnya usia

pada masing-masing individu dipengaruhi proses penuaan intrinsik dan bermacam

faktor ekstrinsik, contohnya genetik, pengaruh lingkungan, gaya hidup, diet, faktor

psikososial.

Ada perubahan yang terjadi seiring dengan peningkatan usia tampak menyerupai

gejala klinis yang sesungguhnya berbeda, hal ini menyebabkan sulitnya mendiagnosis

secara tepat pada orang usia lanjut.

Proses penuaan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses normal yang

harus dimengerti dengan jelas untuk mendiagnosis secara tepat kemudian memberikan

penatalaksanaan yang tepat sehingga beban yang dirasakan akibat penyakit dapat

berkurang. Namun, perubahan fungsi beberapa organ patut diperhitungkan dalam

pemberian terapi farmasi agar tepat sasaran dan tidak membahayakan.

3

Page 6: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

BAB III

PEMERIKSAAN PSIKIATRIK PADA PASIEN LANJUT USIA

Format pemeriksaan psikiatri pada pasien lanjut usia sama dengan yang berlaku

pada dewasa muda. Namun dokter harus lebih teliti agar dapat memastikan pasien

mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan dikarenakan tingginya prevalensi gangguan

kognitif pada pasien lanjut usia. Jika pasien mengalami gangguan kognitif, riwayat

tersendiri haris didapatkan dari anggota keluarga atau pengasuhnya.

1. PEMERIKSAAN FISIK DAN LABORATORIUM

Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan mengingat banyaknya

perubahan fisiologis yang terjadi pada proses penuaan. Pemeriksaan

laboratorium dan pencitraan dapat membantu menegakkan diagnosis dan

mendeteksi kondisi yang dapat diobati. Tomografi komputer, pencitraan

resonansi magnetik, atau pemeriksaan penunjang lainnya dapat diindikasikan

bilamana ditemukan perubahan status mental yang belum jelas. Termasuk

medikasi yang saat ini sedang digunakan untuk mengatasi penyakit fisiknya,

untuk mengetahui apakah ada efek samping psikiatriknya.

2. RIWAYAT PSIKIATRI

Pasien yang berusia di atas 65 tahun sering memiliki keluhan subjektif

adanya gangguan daya ingat yang ringan, seperti tidak mengingat nama orang

atau keliru meletakkan benda. Masalah kognitif ringan juga dapat terjadi karena

kecemasan dalam situasi wawancara. Fenomena ini dapat dijelaskan dalam

istilah ”kelupaan lanjut usia yang ringan” (benign sensecent forgetfulness).

Riwayat medis termasuk riwayat penyalahgunaan zat harus dicatat

sebagai kemungkinan penyebab defisit yang terjadi sekarang. Begitu juga dengan

4

Page 7: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

riwayat masa kanak dan remaja untuk mengetahui organisasi kepribadian pasien

dan mekanisme pertahanan yang dia gunakan.

Penting juga untuk dokter mengetahui riwayat pekerjaan pasien dan

hubungan sosial pasien. Berhubungan dengan masalah pensiun dan rencana

masa depan serta apakah ada ketakutan ataupun harapan pasien. Situasi sosial

pasien sekarang harus dinilai yaitu siapa yang merawat pasien sekarang,

bagaimana keadaan keluarga ataupun anak-anak pasien. Semua ini menjadi

bekal pertimbangan dokter dalam membuat anjuran terapi yang realistik.

Riwayat perkawinan dan riwayat seksual pasien juga perlu ditanyakan.

Karena masalah yang sering dihadapi pada usia lanjut adalah kematian pasangan

dan peristiwa tersebut dapat berdampak pada defisit yang terjadi saat ini.

3. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Pada pasien lanjut usia, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan status

mental berulang-ulang karena adanya perubahan yang berfluktuasi dalam status

mental pasien. Riwayat longitudinal dari pasien atau keluarga penting nilainya.

DESKRIPSI UMUM

Termasuk di dalam bagian ini adalah penampilan pasien, aktivitas

psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktivitas bicara. Gangguan motorik

seperti gaya berjalan yang menyeret, postur bungkuk, gerakan jari memilin pil,

tremor harus dicatat. Gerakan involunter pada mulut atau lidah mungkin

merupakan efek samping fenotiazine. Wajah seperti topeng pada penyakit

Parkinson. Air mata atau menangis dapat ditemukan pada gangguan depresif

dan gangguan kognitif, terutama jika pasien merasa frustasi tidak bisa menjawab

pertanyaan pemeriksa.

PENILAIAN FUNGSI

Tanyakan mengenai kemampuan mereka mempertahankan kemandirian

dan melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yaitu toilet, menyiapkan

makanan, berpakaian, berdandan.

5

Page 8: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

ALAM PERASAAN

Gangguan pada keadaan mood, terutama adalah depresi dan kecemasan

dapat mengganggu fungsi daya ingat. Tanyakan mengenai pikiran bunuh diri,

apakah pasien merasa tidak lagi berharga, merasa lebih baik mati dan jika mati,

tidak membebani orang lain lagi. Suatu mood yang meluas atau euforik mungkin

menyatakan suatu episode manik atau mungkin merupakan bagian dari

gangguan demensia. Afek yang datar, tumpul, terbatas, dangkal atau tidak

sesuai, dapat merujuk ke gangguan depresif, skizofrenia atau disfungsi otak.

GANGGUAN PERSEPSI

Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia mungkin merupakan fenomena

transien yang disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus

mencatat dengan teliti kelainan yang terjadi apakah berhubungan dengan suatu

kondisi organik. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologi lokal.

KEMAMPUAN BERBAHASA

Mencakup afasia, yang merupakan gangguan pengeluaran bahasa yang

berhubungan dengan lesi organik otak. Pada afasia Broca, pengertian pasien

tetap utuh tetapi kemampuan untuk berbicara terganggu, salah diucapkan. Pada

afasia Wernicke, pasien diminta menunjukkan beberapa benda sederhana yang

umum (kunci, pensil, tombol lampu). Pasien mungkin tidak dapat menunjukkan

kegunaan benda sederhana tersebut (apraksia ideomotorik).

FUNGSI VISUOSPASIAL

Suatu penurunan kapasitas fungsi visuospasial adalah normal dengan

bertambahnya usia. Pemeriksaan neuropsikologi harus dilakukan jika fungsi

visuospasial sangat terganggu.

ALAM PIKIRAN

6

Page 9: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

Hilangnya kemampuan untuk berpikir abstrak merupakan tanda awal dari

demensia. Isi pikiran harus diperiksa mengenai fobia, obsesi, preokupasi somatik

dan kompulsi. Gagasan bunuh diri pun harus diperiksa dengan teliti.

SENSORIUM DAN KOGNISI

Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indera tertentu dan kognisi

mempermasalah proses informasi dan intelektual.

PERTIMBANGAN

Adalah kapasitas umtuk bertindak sesuai dalam berbagai situasi. Sebagai

contoh, apakah yang akan pasien lakukan bila menemukan sebuah amplop di

jalan dengan perangko dan alamat sudah tertulis? Apa yang akan dilakukan bila

mencium bau asap di dalam bioskop? Dapatkah pasien membedakan?

4. PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI

Mini Mental State Examination (MMSE) adalah tes fungsi kognitif yang

paling sering digunakan. Menilai orientasi, atensi, berhitung, daya ingat segera

dan jangka pendek, bahasa dan kemampuan untuk mengikuti perintah

sederhana. MMSE digunakan untuk mendeteksi gangguan sederhana, perjalanan

penyakit dan untuk monitor respon pasien terhadap terapi. Tes ini tidak

digunakan untuk membuat suatu diagnosis resmi.

Weschler Adult Intelligence Scale – Revised (WAIS-R) dapat memeriksa

kemampuan intelektual yang memberikan skor verbal, skor intelegensia (IQ) dan

kinerja. Bagian kinerja dari WAIS-R adalah indikator yang lebih peka dari

kerusakan otak dibandingkan bagian verbalnya.

Geriatric Depression Scale adalah instrumen penyaring yang berguna

untuk memeriksaan depresi pada pasien lanjut usia, walaupun tanpa adanya

demensia, sering mengganggu kinerja psikomotorik.

7

Page 10: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

BAB IV

EPIDEMIOLOGI GANGGUAN MENTAL PADA PASIEN LANJUT USIA

Data prevalensi untuk gangguan mental pada pasien lanjut usia bervariasi,

namun secara konservatif diperkirakan sebanyak 25 persen memiliki gejala psikiatri yang

signifikan. Angka morbiditas gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia diperkirakan

meningkat hingga 20 juta pada pertengahan abad 20 nanti.

Prevalensi nasional Gangguan Mental Emosional Pada Penduduk Umur lebih dari

sama dengan 15 tahun adalah 11,6% (berdasarkan Self Reported Questionnarie).

Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi Gangguan Mental Emosional Pada

Penduduk Umur ≥ 15 Tahun diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh

Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Papua Barat.

Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia adalah sebesar 4,6‰. Prevalensi

tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (20,3‰) yang kemudian secara berturut turut

diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,5‰), Sumatera Barat (16,7‰), Nusa

Tenggara Barat (9,9‰), Sumatera Selatan (9,2‰). Prevalensi terendah terdapat di

Maluku (0,9‰).

Prevalensi gangguan mental emosional meningkat sejalan dengan pertambahan

usia. Berdasarkan umur, tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas (33,7%).

Kelompok yang rentan mengalami gangguan mental emosional adalah kelompok

dengan jenis kelamin perempuan (14,0%), kelompok yang memiliki pendidikan rendah

(paling tinggi pada kelompok tidak sekolah, yaitu 21,6%), kelompok yang tidak bekerja

8

Page 11: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

(19,6%), tinggal di perdesaan (12,3%), serta pada kelompok tingkat pengeluaran rumah

tangga per kapita terendah.

9

Page 12: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

BAB V

GANGGUAN MENTAL PADA LANJUT USIA

Program Epidemiological Catchment Area (ECA) dari National Institude of Mental

Health telah menemukan bahwa gangguan mental yang paling sering pada lanjut usia

adalah gangguan depresif, gangguan kognitif, fobia dan gangguan pemakaian alkohol.

Lanjut usia juga memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat.

Banyak gangguan mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan atau bahkan

dipulihkan. Jika tidak didiagnosis dengan akurat dan diobati tepat waktu, kondisi

tersebut dapat berkembang menjadi keadaan ireversibel yang membutuhkan

institusionalisasi pasien.

Sejumlah faktor resiko psikososial juga mempredisposisikan lanjut usia pada

gangguan mental. Faktor resiko tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya

otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatam, peningkatan

isolasi, keterbatasan finansialm dan penurunan fungsi kognitif.

V. 1. GANGGUAN DEMENSIA

Demensia, suatu gangguan intelektual yang umumnya progresif dan ireversibel,

meningkat prevalensinya dengan bertambahnya usia. Dari orang Amerika yang berusia

lebih dari 65 tahun, kira-kira 5 persen mengalami demensia parah, dan 15 persen

mengalami demensia ringan. Dari orang Amerika yang berusia lebih dari 80 tahun, kira-

kira 20 persennya menderita demensia parah.

Berbeda dengan retardasi mental, gangguan intelektual pada demensia terjadi

dengan berjalannya waktu yaitu fungsi mental yang sebelumnya telah tercapai secara

bertahap akan hilang. Perubahan karakteristik dari demensia melibatkan fungsi kognisi,

daya ingat, bahasa dan fungsi visuospasial, tetapi gangguan perilaku adalah sering.

10

Page 13: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

Gangguan perilaku adalah berupa agitasi, kegelisahan, berkelana, penyerangan,

kekerasan, berteriak, disinhibisi social dan seksual, impulsivitas, gangguan tidur dan

waham. Waham dan demensia terjadi selama perjalanan demensia pada hampir 75

persen dari semua pasien.

Walaupun demensia yang berhubungan dengan lanjut usia biasanya disebabkan

oleh penyakit degenerative primer sistem saraf pusat dan penyakit vascular, banyak

faktor berperan dalam gangguan kognitif, pada lanjut usia, penyebab campuran dari

demensia sering ditemukan.

Demensia telah diklasifikasikan sebagai kortikal dan subkortikal, tergantung pada

letak lesi serebral. Suatu demensia subkortikal adalah ditemukan pada penyakit

Huntington, penyakit Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, demensia multi-infark,

dan penyakit Wilson. Demensia subkortikal adalah disertai dengan gangguan

pergerakan, apraksia gaya berjalan, retardasi psikomotor, apati dan mutisme akinetik

yang dapat dikacaukan dengan katatonia. Demensia kortikal adalah ditemukan pada

demensia tipe Alzheimer dan penyakit Pick, yang sering menunjukkan afasia, agnosia,

dan apraksia. Dalam praktek klinis, dua jenis demensia ini tumpang tindih, dan diagnosis

yang tepat hanya dapat dibuat dengan otopsi.

DEMENSIA TIPE ALZHEIMER

Dari semua pasien dengan demensia, 50 sampai 60 persen nya memiliki

demensia tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia tersering. Prevalensi

demensia tipe Alzheimer adalah lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.

Demensia tipe Alzheimer ditandai oleh penurunan fungsi kognitif dengan onset

yang bertahap dan progresif. Daya ingat mengalami gangguan dan sekurangnya

ditemukan satu seperti afasia, apraksia, agnosia dan gangguan fungsi eksekutif. Urutan

umum defisit adalah daya ingat, bahasa dan fungsi visuospasial. Awalnya, pasien

mungkin memiliki suatu ketidakmampuan mempelajari dan mengingat informasi baru,

selanjutnya gangguan penamaan, selanjutnya ketidakmampuan untuk mencontoh

gambar.

11

Page 14: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

Penyebab penyakit Alzheimer adalah tidak diketahui, walaupun pemeriksaan

neuropatologi dan biokimiawi postmortem telah menemukan kehilangan selektif

neuron kolinergik. Temuan anatomik makroskopis adalah penurunan volume girus pada

lobus frontalis dan temporalis, dengan relatif terjaganya korteks motorik dan sensorik

primer.

Demensia tipe Alzheimer tidak memiliki pencegahan atau penyembuhan yang

tidak diketahui. Terapi adalah paliatif, terdiri dari nutrisi yang tepat, latihan dan

pengawasan aktifitas sehari-hari. Medikasi mungkin berguna dalam menangani agitasi

dan gangguan perilaku. Propanolol, pindolol, buspirone dan valproate semuanya telah

dilaporkan membantu menurunkan agitasi dan agresi. Haloperidol berguna untuk

mengendalikan gangguan perilaku akut.

DEMENSIA VASKULAR

Demensia vaskular adalah tipe demensia kedua yang tersering. Demensia ini

ditandai oleh defisit kognitif yang sama seperti demensia tipe Alzheimer ,tetapi

demensia ini memiliki tanda gejala neurologis fokal, seperti meningkatnya refleks

tendon dalam, respon plantar ekstensor, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan,

dan kelemahan pada anggota gerak. Dibandingkan dengan demensia tipe Alzheimer,

demensia vaskular memiliki onset yang tiba-tiba dan merupakan penyebab pemburukan

yang bertahap. Demensia vaskular mungkin dapat dicegah dengan menurunkan factor

resiko yang diketahui, seperti hipertensi, diabetes, merokok, dan aritmia. Diagnosis

dapat ditegakkan dengan pencitraan resonansi magnetik (MRI) dan pemeriksaan aliran

darah serebral.

V. 2. GANGGUAN DEPRESIF

Gejala depresif ditemukan pada kira-kira 25 persen dari semua penduduk

komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatan. Tanda dan gejala yang sering dari

gangguan depresif adalah penurunan energi dan konsentrasi, gangguan tidur (terutama

terbangun dini hari dan sering terbangun di malam hari), penurunan nafsu makan,

12

Page 15: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

penurunan berat badan, dan keluhan somatik. Gejala yang tampak mungkin berbeda

dibandingkan dengan pasien dewasa muda, pada pasien lanjut usia terdapat

peningkatan pada keluhan somatik.

Lanjut usia rentan terhadap episode depresif berat dengan ciri melankolik,

ditandai oleh depresi, hipokondriasis, harga diri yang rendah, perasaan tidak berharga,

dan kecenderungan menyalahkan diri sendiri, dengan ide paranoid dan bunuh diri.

Hampir 75 persen dari semua korban bunuh diri menderita depresi dan penyalahgunaan

alkohol. Resiko bunuh diri yang tinggi bila diapatkan perasaan kesepian, tidak berguna,

tidak berdaya, putus asa terutama bila hidup sendirian, kematian pasangan yang belum

lama terjadi dan nyeri somatik.

Pada pasien lanjut usia yang mengalami depresi, kadang terdapat gangguan

kognitif yang dinamakan sindroma pseudodemensia. Sindrom ini harus dibedakan

dengan demensia yang sebenarnya. Pada pseudodemensia, ada defisit konsentrasi dan

atensi dan jarang disertai dengan gangguan berbahasa.

Depresi juga kemungkinan berhubungan dengan penyakit fisik yang dialami dan

medikasi yang digunakan untuk mengobati penyakit tersebut.

V. 3. GANGGUAN BIPOLAR I

Gangguan bipolar I biasanya dimulai pada masa dewasa pertengahan, walaupun

prevalensi seumur hidup sebesar 1 persen adalah stabil sepanjang hidup. Kerentanan

akan rekurensi tetap, sehingga pasien dengan riwayat gangguan bipolar I mungkin

datang dengan periode manik di kemudian hari.

Tanda dan gejala mania pada lanjut usia adalah serupa dengan tanda dan gejala

pada orang dewasa yang lebih muda dan berupa mood yang meninggi, ekspansif, atau

mudah tersinggung; penurunan kebutuhan akan tidur; distraktibilitas; impulsivitas; dan,

sering kali, asupan alkohol yang berlebihan. Perilaku bermusuhan atau paranoid

biasanya ditemukan. Adanya gangguan kognitif, disorientasi, atau tingkat kesadaran

yang berfluktuasi harus menyebabkan klinisi curiga akan penyebab organik.

13

Page 16: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

Lithium tetap merupakan terapi terpilih untuk mania; tetapi, pemakaiannya pada

pasien lanjut usia harus dimonitor dengan cermat, karena penurunan klirens pada lanjut

usia menyebabkan toksisitas lithium adalah resiko yang bermakna. Efek neurotoksik

juga lebih sering pada lanjut usia dibandingkan pada dewasa yang lebih muda.

V. 4. SKIZOFRENIA

Skizofrenia biasanya mulai pada masa remaja akhir atau masa dewasa muda dan

menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia onset lambat

dibandingkan laki-laki. Prevalensi skizofrenia paranoid tinggi pada tipe onset lambat.

Kira-kira 20 persen orang skizofrenia tidak menunjukkan gejala aktif pada usia 65

tahun, 80 persen menunjukkan gangguan dengan berbagai tingkatan. Psikopatologi

menjadi kurang jelas saat pasien bertambah tua. Skizofrenia tipe residual terjadi pada

kira-kira 30 persen. Pasien yang tidak mampu merawat dirinya sendiri, dianjurkan

dirawat di rumah sakit dalam waktu jangka panjang.

Orang lanjut usia dengan skizofrenik adalah berespon baik terhadap obat

antipsikotik. Medikasi harus diberikan dengan hati-hati. Dosis yang lebih rendah dari

biasanya sering efektif pada lanjut usia.

V. 5. GANGGUAN DELUSIONAL

Usia onset gangguan delusional biasanya antara usia 40 dan 55 tahun; tetapi,

gangguan ini dapat terjadi kapan saja dalam periode geriatrik. Gangguan delusional

terjadi dibawah stress fisik dan psikologis pada orang yang rentan dan mungkin

dicetuskan oleh kematian pasangan, kehilangan pekerjaan, pensiun, isolasi sosial,

keadaan finansial yang tidak baik, penyakit medis atau pembedahan yang menimbulkan

kecacatan, gangguan penglihatan, dan ketulian.

Waham yang tersering adalah waham kejar dan gangguan delusional dengan

onset lambat yang ditandai dengan waham kejar, disebut parafrenia. Gangguan ini

timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai dengan demensia. Pasien dengan

riwayat keluarga skizofrenia menunjukkan peningkatan parafrenia. Tidak jarang, waham

14

Page 17: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

somatik juga dapat ditemukan. Sindroma delusional mungkin juga diakibatkan oleh

medikasi atau merupakan tanda awal tumor otak.

Prognosis cukup baik pada sebagian besar kasus, dengan hasil terbaik dicapai

melalui kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi.

V. 6. GANGGUAN KECEMASAN

Gangguan kecemasan berupa gangguan panic, fobia, gangguan obsesif

kompulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, dan gangguan stress

pascatraumatik. Menurut ECA, gangguan paling sering adalah fobia sebanyak 4 persen

dan gangguan panik sebanyak 1 persen. Onset awal gangguan panik adalah jarang tetapi

dapat terjadi.

Orang lanjut usia telah harus menyiapkan diri menghadapi kematian dan

kecemasan dapat timbul akibat pikiran mengenai kematian, bukan dengan ketenangan

hati dan rasa integritas menurut Erik Erikson. Tanda dan gejala fobia pada lanjut usia

kurang parah dibandingkan pada orang yang lebih muda tetapi efeknya sama. Gangguan

pascatraumatik sering lebih parah pada lanjut usia dibandingkan pada orang muda

karena adanya kecacatan fisik yang menyertai pada lanjut usia.

V. 7. GANGGUAN SOMATOFORM

Gangguan somatoform, ditandai oleh gejala fisik yang menyerupai penyakit

medis, adalah relevan dengan psikiatri geriatrik karena keluhan somatic sering

ditemukan pada lanjut usia.

Hipokondriasis sering ditemukan pada pasien berusia diatas 60 tahun, walaupun

insiden puncak adalah pada kelompok usia 40 sampai 50 tahun. Gangguan biasanya

kronis dan pemeriksaan fisik ulang berguna untuk menenteramkan pasien bahwa

mereka tidak memiliki penyakit yang mematikan. Tetapi prosedur invasif yang memiliki

resiko tinggi, harus dihindari.

15

Page 18: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

V. 8. GANGGUAN TIDUR

Fenomena yang berhubungan dengan tidur yang lebih sering pada orang usia

lanjut adalah gangguan tidur, mengantuk di siang hari, tidur sejenak di siang hari dan

pemakaian obat hipnotik.

Disamping perubahan fisiologis dan sistem regulasi, penyebab gangguan tidur

pada lanjut usia adalah gangguan tidur primer, gangguan mental lain, kondisi medis

umum, dan faktor sosial dan lingkungan. Di anatara gangguan tidur primer, disomnia

adalah yang paling sering, terutama insomnia primer, mioklonus nocturnal, sindroma

kaki gelisah (restless leg syndrome) dan apnea tidur. Kondisi yang sering menggangu

tidur pada lanjut usia adalah nyeri, nokturia, sesak nafas, dan nyeri perut.

Alkohol dengan jumlah yang kecil sekalipun dapat mengganggu kualitas tidur,

yang menyebabkan fragmentasi tidur dan terbangun di dini hari. Alkohol juga dapat

mencetuskan atau memperberat apnea tidur obstruktif. Banyak pasien lanjut usia

menggunakan alkohol, hipnotik, dan depresan sistem saraf pusat lain unutk membantu

mereka tertidur. Tetapi, data menunjukkan bahwa sebagian besar pasien lanjut usia

lebih banyak mengalami terbangun dini hari dibandingkan gangguan dalam tertidur.

Perubahan dalam struktur tidur di lanjut usia adalah tidur gerakan mata cepat

(rapid aye movement, REM) sepanjang malam, peningkatan jumlah episode REM,

penurunan lama episode, penurunan tidur REM total. Perubahan tidur gerakan mata

lambat (non rapid eye movement, NREM) yaitu penurunan amplitude gelombang delta.

Di samping pada lanjut usia juga mengalami bertambahnya terjaga setelah onset tidur.

16

Page 19: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

BAB VI

PENATALAKSANAAN GANGGUAN PSIKIATRI

PADA PASIEN LANJUT USIA

VI.1. TERAPI PSIKOFARMAKOLOGIS

Tujuan utama terapi farmakologis pada lanjut usia adalah untuk meningkatkan

kualitas hidup, mempertahankan mereka dalam komunitas dan menunda atau

menghindari penempatan mereka di rumah perawatan.

Prinsip dasar psikofarmakologi geriatri adalah individualisasi dosis, karena

berhubungan dengan perubahan fisiologis pada proses penuaan. Penurunan klirens

obat dapat terjadi pada gangguan ginjal, gangguan kardiovaskular dan penurunan curah

jantung. Penyakit hati menyebabkan penurunan kemampuan metabolisme obat.

Penyakit gastrointestinal dan penurunan sekresi asam lambung mempengaruhi absorpsi

obat. Massa tubuh yang tidak berlemak (lean body mass) menurun pada lanjut usia dan

lemak tubuh meningkat mempengaruhi distribusi obat.

Pada lanjut usia, pedoman tertentu tentang pemakaian semua obat harus diikut.

Pemeriksaan medis praterapi adalah penting, termasuk elektrokardiogram (EKG).

Seluruh obat-obatan yang sedang diminum penting untuk dievaluasi efek sampingnya

dan efek interaksi dengan obat psikotropika yang akan diberikan.

Sebagian besar obat psikotropika harus diberikan dalam dosis terbagi yang sama

tida atau empat kali selama periode 24 jam. Pasien lanjut usia mungkin tidak mampu

mentoleransi peningkatan kadar obat dalam darah yang tiba-tiba yang disebabkan dari

dosis sekali sehari yang besar. Klinisi harus sering memeriksa kembali semua pasien

untuk menentukan perlunya medikasi pemeliharaan, perubahan dalam dosis dan

perkembangan efek samping. Jika pasien sedang menggunakan obat psikotropika saat

pemeriksaan, klinisi harus mengentikan medikasi tersebut juka dimungkinan dan setelah

17

Page 20: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

periode pembersihan (washout period), periksa ulang pasien selama keadaan dasar yang

bebas dari obat.

VI.2 PSIKOTERAPI

Intervensi psikoterapi standar seperti psikoterapi berorientasi tilikan, psikoterapi

suportif, terapi kognitif, terapi kelompok dan terapi keluarga harus tersedia bagi pasien

lanjut usia. Menurut Freud, orang berusia lebih dari 50 tahun tidak cocok untuk

psikoanalisi karena tidak adanya elastisitas pada proses mental mereka.

Masalah dalam terapi yang berkaitan dengan usia dan yang sering adalah

kebutuhan untuk beradaptasi terhadap kehilangan pasangan hidup, perlunya menerima

peran baru (pensiun, lepas dari peran yang sebelumnya) dan kebutuhan untuk

menerima kematian diri sendiri. Psikoterapi membantu lanjut usia menghadapi masalah

tersebut, meningkatkan hubungan interpersonal, psikoterapi meningkatkan harga diri

dan keyakinan diri, menurunkan perasaan ketidakberdayaan dan kemarahan dan

memperbaiki kualitas hidup. Bentuk psikoterapi yang dilakukan adalah transferensi,

terapi kelompok, terapi keluarga dan terapi singkat.

18

Page 21: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

BAB VII

KESIMPULAN

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil

dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada tahun

2005 tentang umur harapan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada laki-laki 64,3

tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai 2020 mencapai 70

tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta jiwa bahkan lebih atau

sekitar 9,77 % dari total penduduk.

Angka morbiditas gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia diperkirakan

meningkat hingga 20 juta pada pertengahan abad 20 nanti. Prevalensi gangguan mental

emosional meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Berdasarkan umur, tertinggi

pada kelompok umur 75 tahun ke atas (33,7%).

Maka dari itu, diperlukan pemeriksaan psikiatri yang rinci pada pasien lanjut usia

agar dapat memastikan pasien mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan dikarenakan

tingginya prevalensi gangguan kognitif pada pasien lanjut usia. Karena proses penuaan

bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses normal yang harus dimengerti dengan

jelas untuk mendiagnosis secara tepat kemudian memberikan penatalaksanaan yang

tepat sehingga beban yang dirasakan akibat penyakit dapat berkurang.

Seluruh stressor pada pasien lanjut usia baik yang bersifat fisik dan psikososial

harus dapat dinilai agar penatalaksanaan yang holistik dapat tercapai dengan tujuan

utama untuk meningkatkan kualitas hidup, mempertahankan mereka dalam komunitas

dan menunda atau menghindari penempatan mereka di rumah perawatan. Oleh karena

itu kesiapan fisik serta mental maupun kerasnya ikhtiar diperlukan untuk dapat

bersama-sama mewujudkan keinginan melihat generasi tua kita dapat menjalani hari

tua yang berkualitas.

19

Page 22: 49901167 Gangguan Psikiatri Pada Lansia

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ and Grebb JA. Kaplan-Sadock. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1. Alih

bahasa : Wijaya Kusuma. Jakarta : Bina Rupa Aksara. 2010. Hal 867-891.

2. Busse EW and Blazer DG. Textbook of Geriatry Psychology. Edisi kedua.

Washington : The American Psychiatric Press. 1997. Hal 155-263.

3. Sadock BJ, Sadock VA. Concise Textbook of Clinical Psychiatry. Edisi kedua.

Philadelphia : The William-Wilkins. 2004. Hal 599-602.

4. Sadock BJ, Sadock VA. Synopsis of Psychiatry. Edisi kesepuluh. Philadelphia : The

William-Wilkins. 2007. Hal 1348-1358.

5. Kaplan HI, Sadock BJ and Grebb JA. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri jilid 1. Alih

bahasa : Wijaya Kusuma. Jakarta : Bina Rupa Aksara. 2010. Hal 116-134.

6. WebMD. Alzheimer's Disease and Other Forms of Dementia. Diunduh dari :

http://www.webmd.com/alzheimers/guide/alzheimers-dementia. Diakses

tanggal 10 Desember 2010.

7. Alzheimer's Society. What is vascular dementia? Diunduh dari :

http://alzheimers.org.uk/site/scripts/documents_info.php?

categoryID=200137&documentID=161&pageNumber=1. Diakses tanggal 10

Desember 2010.

8. Helpguide.org. Depression in Older Adults and Elderly. Diunduh dari :

http://helpguide.org/mental/depression_elderly. Diakses tanggal 12 Desember

2010.

9. Covino, Jennifer. Depression in Geriatric Patients. Diunduh dari :

http://www.medscape.com/viewarticle/520534. Diakses tanggal 12 Desember

2010.

10. Moran M, Lawlor B; Late-life Schizophrenia; PSYCHIATRY 4:11; 2005 The Medicine Publishing Company Ltd, 2005 (ebook).

20