46-91-2-PB.pdf

6
Pendahuluan Proses persalinan sering menimbulkan komplika- si akibat adanya stres terhadap jaringan jalan lahir dan bayi. Pribakti (2006) menyatakan lamanya persalinan dapat mengakibatkan terjadinya keru- sakan saraf otot dasar panggul, termasuk uterus, dan otot-otot kandung kemih. Lemahnya otot dasar panggul dapat menimbulkan inkontinensia. Data WHO menyebutkan 200 juta penduduk dunia mengalami inkontinensia urin. Di Amerika Serikat, penderita inkontinensia urin mencapai 13 juta de- ngan 85% perempuan. Jumlah ini sangat sedikit dari kondisi sebenarnya, sebab masih banyak ka- sus yang tidak dilaporkan (Saifudin, 2001). Inkontinensia urin tidak mengancam jiwa pada penderita, tetapi dapat berdampak terhadap fisik dan kualitas hidup. Dalam penelitian Srikrishna, Robinson, dan Cardozo (2009) tentang pengalam- an dan harapan wanita yang mengalami inkon- tinensia urin secara kualitatif dan kuantitatif bah- wa wanita dengan inkontinensia urin membatasi aktivitas (71,26%), pembatasan peran (67,24%), dan pembatasan sosial (50,38%). Secara kualita- tif, ditemukan juga bahwa wanita dengan inkon- tinensia urin merasakan gangguan body images, tidak percaya diri karena menimbulkan bau, dan melakukan pembatasan aktivitas seperti belanja, dansa, bermain dengan anak-anaknya, tertawa dan bersin. Menurut Heit, Blackwell, dan Kelly (2008), komplikasi fisik yang paling umum terjadi pada penderita inkontinensia urin antara lain; infeksi kandung kemih, infeksi uretra, dan iritasi vagina. PENCEGAHAN INKONTINENSIA URIN PADA IBU NIFAS DENGAN PAKET LATIHAN MANDIRI Lina Herida Pinem 1,2* , Setyowati 3 , Dewi Gayatri 3 1. Akademi Keperawatan Mitra Keluarga Jakarta, Jakarta 13350, Indonesia 2. Program Studi Magister Fakltas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 3. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *Email: [email protected] Abstrak Inkontinensia urin merupakan masalah yang umum terjadi pada periode nifas. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas “paket latihan mandiri” terhadap pencegahan inkontinensia urin pada ibu nifas di Bogor. Penelitian ini menggunakan desain quasy experiment dengan rancangan pre-post test with control group. Sampel dengan tekhnik consecutive sampling, melibatkan 74 ibu pada periode nifas. Kejadian inkontinensia urin kelompok intervensi menurun dari 44,4% menjadi 16,7% setelah intervensi sedangkan pada kelompok kontrol meningkat dari 36,8% menjadi 44,7% (p= 0,02; α= 0,05). Berdasarkan hasil studi ini, direkomendasikan agar rumah sakit membuat program kelas prenatal dengan latihan mandiri sebagai salah satu komponen untuk pencegahan inkontinensia urin sejak kehamilan. Kata kunci: bladder drill, inkontinensia urin, kegel’s exercise, nifas Abstract Urinary incontinence is common and troublesome in postpartum periode. This research aimed to know the Effectiveness of “self exercise package” to prevent of urine incontinence in postpartum periode at Bogor. The study was used a quasi experimental design with control group pretest-posttest. The sample utilized consecutive sampling involved 74 womens in postpartum periode. The proportion of urine incontinence in the intervention group decreased from 44,4% to 16,7% and in the control group increased from 36,8% to 44,7% (p= 0.02; α= 0.05). This result study recommended to hospital, that it is need to make the programme of prenatal class with self exercise package to prevent urine incontinence. Keywords: bladder drill, urine incontinence, kegel’s exercise, postpartum

Transcript of 46-91-2-PB.pdf

  • Pendahuluan

    Proses persalinan sering menimbulkan komplika-si akibat adanya stres terhadap jaringan jalan lahirdan bayi. Pribakti (2006) menyatakan lamanyapersalinan dapat mengakibatkan terjadinya keru-sakan saraf otot dasar panggul, termasuk uterus,dan otot-otot kandung kemih. Lemahnya otot dasarpanggul dapat menimbulkan inkontinensia. DataWHO menyebutkan 200 juta penduduk duniamengalami inkontinensia urin. Di Amerika Serikat,penderita inkontinensia urin mencapai 13 juta de-ngan 85% perempuan. Jumlah ini sangat sedikitdari kondisi sebenarnya, sebab masih banyak ka-sus yang tidak dilaporkan (Saifudin, 2001).

    Inkontinensia urin tidak mengancam jiwa padapenderita, tetapi dapat berdampak terhadap fisik

    dan kualitas hidup. Dalam penelitian Srikrishna,Robinson, dan Cardozo (2009) tentang pengalam-an dan harapan wanita yang mengalami inkon-tinensia urin secara kualitatif dan kuantitatif bah-wa wanita dengan inkontinensia urin membatasiaktivitas (71,26%), pembatasan peran (67,24%),dan pembatasan sosial (50,38%). Secara kualita-tif, ditemukan juga bahwa wanita dengan inkon-tinensia urin merasakan gangguan body images,tidak percaya diri karena menimbulkan bau, danmelakukan pembatasan aktivitas seperti belanja,dansa, bermain dengan anak-anaknya, tertawadan bersin.

    Menurut Heit, Blackwell, dan Kelly (2008),komplikasi fisik yang paling umum terjadi padapenderita inkontinensia urin antara lain; infeksikandung kemih, infeksi uretra, dan iritasi vagina.

    PENCEGAHAN INKONTINENSIA URIN PADA IBU NIFASDENGAN PAKET LATIHAN MANDIRI

    Lina Herida Pinem1,2*, Setyowati3, Dewi Gayatri3

    1. Akademi Keperawatan Mitra Keluarga Jakarta, Jakarta 13350, Indonesia2. Program Studi Magister Fakltas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

    3. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

    *Email: [email protected]

    Abstrak

    Inkontinensia urin merupakan masalah yang umum terjadi pada periode nifas. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitaspaket latihan mandiri terhadap pencegahan inkontinensia urin pada ibu nifas di Bogor. Penelitian ini menggunakan desainquasy experiment dengan rancangan pre-post test with control group. Sampel dengan tekhnik consecutive sampling, melibatkan74 ibu pada periode nifas. Kejadian inkontinensia urin kelompok intervensi menurun dari 44,4% menjadi 16,7% setelah intervensisedangkan pada kelompok kontrol meningkat dari 36,8% menjadi 44,7% (p= 0,02; = 0,05). Berdasarkan hasil studi ini,direkomendasikan agar rumah sakit membuat program kelas prenatal dengan latihan mandiri sebagai salah satu komponenuntuk pencegahan inkontinensia urin sejak kehamilan.

    Kata kunci: bladder drill, inkontinensia urin, kegels exercise, nifas

    Abstract

    Urinary incontinence is common and troublesome in postpartum periode. This research aimed to know the Effectiveness ofself exercise package to prevent of urine incontinence in postpartum periode at Bogor. The study was used a quasiexperimental design with control group pretest-posttest. The sample utilized consecutive sampling involved 74 womens inpostpartum periode. The proportion of urine incontinence in the intervention group decreased from 44,4% to 16,7% and inthe control group increased from 36,8% to 44,7% (p= 0.02; = 0.05). This result study recommended to hospital, that it isneed to make the programme of prenatal class with self exercise package to prevent urine incontinence.

    Keywords: bladder drill, urine incontinence, kegels exercise, postpartum

  • Iritasi vagina dapat berkembang menjadi infeksidan sampai terjadinya infeksi pada sistem re-produksi lainnya. Melihat dampak yang timbulakibat inkontinensia urin, maka perawat harusmampu melakukan pencegahan masalah inkon-tinensia urin. Salah satu cara yang bisa dilakukanperawat adalah dengan mengoptimalkan fungsinyasebagai edukator dengan memberikan pengetahu-an tentang pencegahan masalah inkontinensiaakibat kehamilan dan persalinan. Pencegahan in-kontinensia urin yang dapat dilakukan oleh perawatadalah meningkatkan kekuatan otot-otot dasarpanggul termasuk otot detrusor dan uretra.

    Berdasarkan uraian di atas menurut peneliti perludilakukan penelitian terhadap kombinasi intervensibladder drill, kegels exercise, dan pengaturan dietdengan menghindari makanan dan minuman me-ngandung kafein dan alkohol yang dibuat dalamsatu paket untuk mengetahui apakah paket tersebutefektif terhadap pencegahan inkontinensia urinpada ibu post partum.

    Metode

    Penelit ian ini menggunakan desain quasyexperimental dengan rancangan control grouppretestposttest. Besar sampel yang diambil denganconsecutive sampling dengan total sampling 74ibu nifas. Kelompok intervensi (n= 36) adalah ibunifas yang melahirkan di RS PMI, diberi paketlatihan mandiri (Latihan Kegel, Bladder drill, dandiet rendah kafein dan alkohol) selama 4 minggu.Kelompok kontrol (n= 38) adalah ibu nifas yang

    melahirkan di sebuah rumah sakit di Bogor. Pe-nelitian ini dilaksanakan pada 29 April 16 Juni2009. Pengumpulan data dilakukan dengan meng-gunakan kuesioner dari International Consul-tant Incontinence Questionnaire-Urine Incon-tinence Short Form (ICIQ-UI SF) berisi lima per-tanyaan untuk mengidentifikasi inkontinensia urinpada responden dengan nilai Pearson (r hitung)=0,89 dan nilai Cronbach alpha 0,88 (Espua-Pons,et al., 2007). Selain itu, peneliti juga konsultasidengan ahli atau dokter spesialis urology.

    Hasil

    Analisis univariat menggambarkan karakteristikdari 74 responden diantaranya: rerata usia respon-den adalah 29,55 dengan rentang 19 tahun sam-pai 42 tahun. Rerata lama kala II persalinan adalah33,74 menit dengan berat lahir bayi 3108,8 gram.Paritas responden mayoritas multipara (75,7%)dengan keadaan perineum mayoritas tidak utuh (82,4%). Karakteristik responden kelompok intervensisetara dengan kelompok kontrol.

    Kejadian inkontinensia urin pada kelompokintervensi menurun dari 44,4 % menjadi 16,7 %setelah intervensi sedangkan kelompok kontrolmeningkat dari 36,8% menjadi 44,7% (p= 0,02;= 0,05). Nilai OR= 4,05, setelah dilakukan pa-ket latihan mandiri artinya ibu nifas yang tidakmelakukan paket latihan mandiri berisiko 4,05 ka-li mengalami inkontinensia urin dibandingkan ibunifas yang melakukan paket latihan mandiri (95%CI : 1,37 ; 11,98).

    Tabel 1. Perbedaan Kejadian Inkontinensia Urin Sebelum dan Sesudah Intervensi

    Kelompok Inkontinensia urin Total OR

    (95% CI ) p ya tidak n % n % n %

    Pretest - Kontrol

    - Intervensi

    14 16

    36,8 44,4

    24 20

    63,2 55,6

    38 36

    100 100

    1

    0,73 (0,3-1,8)

    0,67

    Posttest - Kontrol - Intervensi

    17 6

    44,7 16,7

    21 30

    55,3 83,3

    38 36

    100 100

    1

    4,05 (1,4 11,9)

    0,02

    48 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 15, No. 1, Maret 2012; hal 47-52

  • Pembahasan

    Rerata usia dalam penelitian ini mendukung hasilpenelitian Hullfish, Bovbjerg, dan Steers (2007)dan rerata usia nifas yang diperoleh Neilsen,Essary, dan Stoehr (2008). Rerata usia ibu nifastersebut sesuai dengan usia yang direkomendasikanWHO untuk kehamilan dan persalinan yang aman.Usia yang dianggap paling aman menjalani ke-hamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Usiamerupakan salah satu faktor risiko terjadinya in-kontinensia urin. Peningkatan usia akan menyebab-kan penurunan tonus otot dasar panggul yang dapatmenyebabkan terganggunya kontrol otot spingtereksternal uretra dan otot kandung kemih (Kozier,et al., 2003; Craven & Hirnle, 2007). Hatem, et al.(2007) menyatakan bahwa wanita yang berusia diatas 35 tahun mempunyai risiko 2 (dua) kali lebihtinggi dibandingkan wanita yang berusia di bawah35 tahun bukan hanya terhadap inkontinensia tetapijuga terhadap komplikasi lain seperti perdarahandan prolapsus uteri.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reratalama kala II responden masih dalam batas normal.Hasil penelitian Hatem, et al. (2007) menunjukkanrerata lama kala II yang lebih lama yaitu 1 jamdan seluruh respondennya adalah primipara. Lamakala II merupakan periode pengeluaran bayi yangdimulai dari pembukaan serviks 10 cm sampailahirnya bayi secara keseluruhan. Lama kala IIberbeda antara ibu primipara dengan ibu multipara.Pada ibu primipara lama kala II yang normal mulaidari beberapa menit sampai 2 jam (120 menit), danpada primipara mulai dari beberapa menit sampai1 jam (60 menit) (Wold, 1997).

    Kala II merupakan salah satu faktor risiko ter-jadinya inkontinensia urin. Hatem, et al. (2007)menyatakan kala II yang lama menyebabkan wanitanifas 2,28 kali lebih berisiko mengalami inkon-tinensia urin. Semakin lama kala II menyebabkanperlukaan pada uretra dan otot kandung kemihakibat penekanan yang berat dan lama oleh kepalabayi saat memasuki panggul. Kandung kemihakan menjadi edema dan mengalami penurunansensitivitas, serta terjadi ekstravasi darah ke dalam

    mukosa dinding kandung kemih akan menyebab-kan ostium interna tersumbat (Pilliteri, 2003).

    Rerata berat lahir bayi responden dalam penelitianini masih dalam rentang normal. Penelitian Hatem,et al. (2007) juga menunjukkan rerata berat lahirbayi dari responden penelitiannya adalah 4000gram. Hasil penelitian ini mendukung hasil pene-litian Capelini, et al. (2006) yang mengevaluasi ke-untungan latihan Kegel Exercise digabung denganbiofeedback untuk mengatasi masalah stress inkon-tinensia urin. Dalam penelitian ini diperoleh wanitamultipara mempunyai risiko yang lebih besar me-ngalami inkontinensia urin. Hal ini sudah dibukti-kan hasil penelitian Bajuadji (2004) yang mem-peroleh data kejadian inkontinensia urin 64,1% ter-jadi pada wanita multipara dan hanya 7,09 % yangterjadi pada wanita primipara. Hal yang sama di-sampaikan dalam penelitian yang dilakukan olehEason, et al. (2004) bahwa multipara mempunyairisiko sebesar 1,5 kali mengalami inkontinensiaurin dibandingkan dengan primipara.

    Paritas merupakan satu faktor risiko yang dapat me-nyebabkan terjadinya inkontinensia urin. Hal inidisebabkan karena penekanan berat yang terjadi se-lama kehamilan dan persalinan yang berulang padawanita multipara sehingga kekuatan otot-otot dasarpanggul menjadi lemah terutama otot kandung ke-mih, leher kandung kemih, uretra, dan uterus. Se-lanjutnya akan meningkatkan risiko terjadinya in-kontinensia urin (Wold, 1997). Bila pada kehamilanpertama mengalami inkontinensia urin dan tidakditanggulangi dengan baik maka kelemahan ototdasar panggul semakin lemah pada nifas.

    Hasil penelitian Stainton, Strahle, dan Fethney(2005) menemukan bahwa wanita yang mengalamiinkontinensia urin pada kehamilan pertama mem-punyai risiko 4,14 kali mengalami inkontinensiaurin setelah melahirkan dan pada kehamilan be-rikutnya dibanding wanita yang tidak mengalamiinkontinensia urin sebelumnya. Oleh karenaitu, kejadian inkontinensia urin sebaiknya di-cegah sejak kehamilan pertama dengan mengu-rangi faktor-faktor penyebab inkontinensia urinserta melakukan latihan kegel selama kehamilan.

    Pencegahan inkontinensia urin pada ibu nifas dengan paket latihan mandiri (Lina Herida Pinem, Setyowati, Dewi Gayatri) 49

  • Hal tersebut dapat meningkatkan elastisitas ototperineum sehingga ruptur dapat dicegah serta me-ningkatkan kekuatan otot-otot dasar panggul.

    Keadaan perineum responden dalam penelitian inihampir sama dengan yang ditemukan dalam pene-litian Ermiati, Rustina, dan Sabari (2007) terhadapibu nifas, sebagian besar (60%) responden yangmelahirkan pervaginam mempunyai perineum yangtidak utuh akibat ruptur dan episiotomi. Keadaanperineum yang tidak utuh akibat ruptur atau epi-siotomi umumnya terjadi akibat penekanan kepalabayi terhadap jalan lahir. Penekanan yang terlalubesar oleh kepala bayi dapat menyebabkan laserasidan ruptur jaringan jalan lahir sampai ke saluranperkemihan dan pencernaan (Hatem, et al. 2007).

    Keadaan perineum yang tidak utuh akibat rupturatau episiotomi akan menimbulkan rasa nyeri danmenurunkan sensasi berkemih serta menimbulkanrasa takut untuk berkemih sehingga menghambatpengosongan kandung kemih setelah melahirkan.Hal ini yang sering menyebabkan retensi urin yangdapat berkembang menjadi inkontinensia urinakibat peningkatan kapasitas kandung kemih danoverdistensi pada kandung kemih. Kondisi ini akanmerangsang urin keluar tanpa disadari akibat pe-nekanan yang tinggi terhadap spingter (Craven& Hirnle, 2007). Didukung oleh Pilliteri (2003),yang menyatakan bahwa ibu yang mengalami over-distensi kandung kemih akan mengalami residuurin karena urin yang dikeluarkan hanya sebagian,akibat menurunnya kekuatan kontraksi otot de-trusor. Hal ini akan menambah overdistensi lebihserius dan dapat menyebabkan gangguan permanenakibat kehilangan tonus otot detrusor dan berakhirdengan inkontinensia permanen.

    Perbedaan proporsi kejadian inkontinensia urinantara kelompok intervensi dengan kelompokkontrol pada penelitian ini mendukung hasilpenelitian Chiarelli dan Cockburn (2002) yangbertujuan mempromosikan latihan kegel untukmempertahankan kontinensia yang normal. Hay-Smith, et al. (2009) yang meneliti tentang efeklatihan otot dasar panggul terhadap inkontinensiapada 6181 wanita hamil dan nifas. Penelitian ter-

    sebut juga mendukung hasil penelitian ini yangmenyatakan bahwa wanita yang mengalami in-kontinensia urin pada periode tiga bulan nifas lebihrendah 20% pada kelompok yang dilatih Kegelsexercise dibanding kelompok kontrol.

    Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa Kegelsexercise memfasilitasi penyembuhan perineal danmembantu pemulihan vagina, dan memperkuattonus otot pelvik melalui peningkatan sirkulasi danaktivitas isometrik otot (Sampselle,1990 dalamReeder, Martin, & Koniak-Griffin, 1997). Kegelsexercise sangat bermanfaat untuk memulihkaninkontinensia urin, mengendalikan perkemihan danBAB, mengencangkan otot vagina kembali sepertisebelum melahirkan dan meningkatkan elastisitasotot-otot pelvik (University of Illinois, 2007).

    Berdasarkan berbagai teori dan penelitian Kegelsexercise sudah terbukti dapat mengatasi dan me-nurunkan inkontinensia urin. Bila Kegels exercisedikombinasi dengan intervensi lain maka hasil danmanfaatnya semakin besar. Bladder training dapatmenurunkan kejadian inkontinensia urin, tetapilebih efektif bila dikombinasikan dengan terapilain. Hal tersebut diungkapkan oleh Wallace, et al.(2006) dalam penelitian mengenai efek bladdertraining terhadap inkontinensia urin yang mem-bandingkan wanita dengan inkontinensia urin yangdilakukan bladder training dan yang tidak di-lakukan bladder training tidak menunjukkan per-bedaan yang signifikan. Tetapi kombinasi Kegelsexercise dan bladder training yang dilakukan pada125 wanita yang dibagi menjadi dua kelompokyang ditraining dan latihan secara mandiri me-nunjukkan hasil yang sangat memuaskan dan sig-nifikan secara statistik.

    Penelitian yang dilakukan oleh Setyowati, Yetti,dan Sutadi (2008) menunjukkan bahwa Kegelsexercise dan bladder training mampu me-ngembalikan interval berkemih pada interval yangnormal yaitu 23 jam pada responden yang me-ngalami inkontinensia urin. Bladder training ber-tujuan untuk mengembalikan fungsi kandung ke-mih yang mengalami gangguan ke keadaan normalatau ke fungsi optimal (Potter & Perry, 2005).

    50 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 15, No. 1, Maret 2012; hal 47-52

  • Hickey (2003) menyatakan bahwa dengan bladdertraining pasien dibantu belajar menahan ataumenghambat sensasi urgensi, dan berkemih sesuaidengan jadwal yang sudah ditentukan dengantujuan meningkatkan interval antar waktu pe-ngosongan kandung kemih ataupun mengurangifrekuensi berkemih selama terjaga sampai denganwaktu tidur, meningkatkan jumlah urin yang dapatditahan oleh kandung kemih, dan meningkatkankontrol terhadap urge incontinence. Kafein danalkohol bersifat mengiritasi kandung kemih. Selaindapat mengiritasi otot kandung kemih, kafeinjuga bersifat diuretik dan akan meningkatkan fre-kuensi berkemih. Selain itu, alkohol akan meng-hambat hormon antidiuretik sehingga produksiurin meningkat. Menurut Ghetti (2006), makanandan minuman dapat menyebabkan inkontinen-sia seperti kafein (ditemukan dalam kopi, soda dancoklat), dan alkohol. Dengan membatasi makan-an dan minuman tersebut dapat mengurangi in-kontinensia.

    Hal yang sama disampaikan oleh Arya, et al. (2000,dalam Goldman & Vasavada, 2007) yang me-nyatakan bahwa inkontinensia urin dapat diatasidengan mengurangi konsumsi kafein. Goldmandan Vasavada (2007) juga berpendapat bahwapasien dengan urgency, frekuensi urin dan urgeincontinence mengalami perbaikan setelah me-nerapkan bladder training dan mengurangi kon-sumsi kafein. Menurut Newman (2004, dalamGoldman & Vasavada, 2007) kafein dan alkoholyang terdapat dalam makanan dan minuman dapatmenyebabkan diuresis atau iritasi kandung kemihyang berkontribusi terhadap overactive bladder dangejala inkontinensia urin.

    Kiney (1999, dalam June Russells Health Fact,2005) menyatakan alkohol dapat menghambat sek-resi hormon oleh kelenjar pituitary sehingga pe-ngeluaran urin menjadi berlebih dan frekuensi ber-kemih dapat meningkat. Alkohol juga dapat meng-ganggu sistem saraf pada kandung kemih dan me-nurunkan sensitivitas kandung kemih dan kadangmenyebabkan kandung kemih terlalu aktif yangdapat menyebabkan urge incontinence (Goldman& Vasavada, 2007).

    Kesimpulan

    Kejadian inkontinensia urin pada kelompok inter-vensi setelah dilakukan paket latihan mandiri me-nurun sedang pada kelompok kontrol meningkat.Proporsi kejadian inkontinensia urin berbeda antarakelompok kontrol dengan kelompok intervensisetelah dilakukan paket latihan mandiri. Ibu nifasyang tidak melakukan paket latihan mandiri be-risiko 4,05 kali mengalami inkontinensia urin di-banding yang melakukan paket latihan mandiri.

    Hasil penelitian ini merekomendasikan untuk me-masukkan latihan mandiri ke dalam program kelasprenatal, sebagai komponen discharge planning.Selain itu, perlu dilanjutkan dengan penelitiandengan desain kualitatif tentang respon psikologisibu yang mengalami inkontinensia urin pada pe-riode nifas, efektivitas paket latihan mandiri ter-hadap pencegahan inkontinensia urin pada ibuhamil dengan memperhatikan aspek budaya. Perluditeliti juga hubungan intervensi budaya pijatsetelah melahirkan dengan kejadian inkontinensiaurin pada periode nifas (AT, YR, EF).

    ReferensiBajuadji, H.S. (2004). Stress inkontinensia urin

    pasca persalinan (Tesis master, Program PascaSarjana Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia). Diperoleh dari http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?lokasi=lokal.

    Capelini, M.V., Riccetto, C.L., Dambros, M., Tamanini,J.T., Herrmann, V., & Muller, V. (2006). Pelvicfloor exercises with biofeedback for stress urinaryincontinence. Int Braz J Urol, 32 (4), 462-468.

    Chiarelli P, & Cockburn J. (2002). Promoting urinarycontinence in women after delivery: Randomisedcontrolled trial. BMJ, 324 (7348), 1241.

    Craven, R. F., & Hirnle, C. J. (2007). Fundamentals ofnursing human health and function (3th Ed.).Philadelphia: Lippincott.

    Eason, E., Labrecque, M., Marcoux, S., & Mondor,M. (2004). Effects of carrying a pregnancy and ofmethod of delivery on urinary incontinence:

    Pencegahan inkontinensia urin pada ibu nifas dengan paket latihan mandiri (Lina Herida Pinem, Setyowati, Dewi Gayatri) 51

  • A prospective cohort study. BMC PregnancyChildbirth. 4 (1), 4.

    Ermiati, Rustina,Y., & Sabari, L. (2007). Efektivitasbladder training terhadap eliminasi buangair kecil pada ibu postpartum spontan diRSUPN Dr.Cipto Mangunkusum (Tesismaster, tidak dipublikasikan). Fakultas IlmuKeperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.

    Espua-Pons, M., Dilla, T., Castro, D., et al. (2007).Analysis of the value of the ICIQ-UI SFquestionnaire and stress test in the differentialdiagnosis of the type of urinary incontinence.Neurourol Urodyn, 26 (6), 836-841.

    Ghetti, C. (2006). Urinary incontinence. Diperolehdari http://www.womenshealth.gov/faq/urinary-incontinence.cfm.

    Goldman, H.B., & Vasavada, S.P. (2007). Femaleurology: A practical clinical guide. New Jersey:Humana Press.

    Hatem, M., Pasquier, J. C., Fraser, W., & Lepire, E.(2007). Factors associated postpartum urinary/anal incontinence in primiparaous women inquebee. Diperoleh dari http://www. sogc.org/jogc/abstracts/full/200703_Obstetrics _2.pdf.

    Hay-Smith, J., Mrkved, S., Fairbrother, K.A., &Herbison, G.P. (2009). Pelvic floor muscle trainingfor prevention and treatment of urinary and faecalincontinence in antenatal and postnatal women(Review). The Cochrane Library, issue 1. NewZealand: JohnWiley & Sons, Ltd.

    Heit, M., Blackwell, L., & Kelly, S. (2008). Adaptingthe theory of care seeking behavior to the clinicalproblem of urinary incontinence. Journal of PelvicMedicine and Surgery, 14 (1), 29-35.

    Hickey, J.V. (2003). The clinical practice: neurologicaland neurosurgical nursing (5th Ed.). Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins.

    Hullfish, K.L., Bovbjerg, V.E., & Steers, W.D. (2007).Colpocleisis for pelvic organ prolapse: Patientgoals, quality of life and satisfaction. ObstetGynecol, 110, 341-345.

    June Russells Health Facts. (2005). Alcohol - Kidneyand bladder. Diperoleh dari http://www.jrussellshealth.com/alckid.html.

    Neilsen, L.A., Essary, A., & Stoehr, J. (2008). Doesthe use of episiotomy protect against postpartumincontinence? JAAPA, 21 (5), 56-57.

    Pillitteri, A. (2003). Maternal and child healthnursing (4th Ed.). Philadelphia: LippincottWilliams & Wilkins.

    Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajarfundamental keperawatan: Konsep, proses,dan praktik (Volume 2, Edisi 4). (Alih Bahasa:Renata Komalasari, dkk.). Jakarta: EGC.

    Pribakti, B. (2006). Tinjauan kasus retensio urinpostpartum di RSUD Ulin Banjarmasin 2002 2003. Dexa Media, 19 (1), 10 - 13.

    Reeder, S., Martin, L., &Koniak-Griffin, D. (1997).Maternity Nursing: Family, newborn, and womenshealth care. Philadelphia: Lippincott Company.

    Saifudin, A.B. (2001). Buku acuan pelayanan ke-sehatan maternal dan neonatal. Jakarta: YayasanBina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

    Setyowati, R., Yetti, K., & Sutadi, H. (2007).Efek kombinasi kegels exercise dan bladdertraining dalam menurunkan episode inkon-tinensia urin pada lansia di panti wredhawilayah Semarang (Tesis master, tidak dipubli-kasikan). Fakultas Ilmu Keperawatan UniversitasIndonesia, Jakarta.

    Srikrishna, S., Robinson, D., & Cardozo, L. (2009).Qualifying a quantative approach to womensexpectations of continence surgery. Int Uro-gynaecol J Pelvic Floor Dysfunct , 20, 859-865.

    Stainton, M.C., Strahle, A., & Fethney J. (2005).Leaking urine prior to pregnancy: A risk factorfor postnatal incontinence. Aust N Z J ObstetGynaecol, 45 (4), 295-299.

    University of Illinois. (2007). Kegels exercise forurinary incontinence. Diperoleh dari http://www.mckinley.uiuc.edu/mhc.html.

    Wallace, S.A., Roe, B., Williams, K., & Palmer, M.(2006). Bladder training for urinary inconti-nence in adults. Diperoleh dari http://www:cochrane. org/index.htm.

    Wold, G.H. (1997). Contemporary maternity nursing(1st Ed.). St. Louis: Mosby.

    52 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 15, No. 1, Maret 2012; hal 47-52