4 rahayu-embun tepun kedelai

7

Click here to load reader

Transcript of 4 rahayu-embun tepun kedelai

Page 1: 4 rahayu-embun tepun kedelai

Mudji Rahayu : Penyakit Embun Tepung Microsphaera Diffusa Pada Stadia Generatif Dua Varietas Kedela

1

PENYAKIT EMBUN TEPUNG Microsphaera diffusa PADA STADIA GENERATIF DUA VARIETAS KEDELAI

Mudji Rahayu Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang

email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dan pengaruh penyakit embun tepung Microsphaera diffusa pada produksi kedelai. Penyakit embun tepung adalah penyakit baru pada kedelai di Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada musim kemarau 2009 di Kebun Percobaan (KP) Muneng – Probolinggo (milik Balitkabi Malang). Metode penelitian adalah survai, pada pertanaman kedelai produksi benih sumber (BS) yang terdiri dua varietas yaitu Mahameru dan Anjasmoro. Parameter pengamatan meliputi intensitas serangan penyakit, komponen hasil dan hasil biji kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa embun tepung mencapai luas serangan hampir 75% luas areal tanam kedelai Anjasmoro dan Mahameru. Intensitas penyakit pada Anjasmoro mencapai 60% dan 50% pada Mahameru. Tingginya intensitas penyakit tersebut menurunkan kualitas dan kuantitas hasil biji yaitu menyebabkan biji keriput mencapai 87% pada Anjasmoro dan 32% pada Mahameru, dan menurunkan bobot 100 biji. Penyakit embun tepung menyebabkan kehilangan hasil biji sebesar 12% pada Anjasmoro, dan 17% pada Mahameru (berbasis bobot 100 biji), serta menurunkan daya kecambah benih. Dari hasil penelitian ini terdapat indikasi bahwa Anjasmoro relatif lebih rentan daripada Mahameru. Kata kunci : Kedelai, stadia generatif, Microsphaera diffusa, kehilangan hasil

ABSTRACT

The aim of the research was to study the development of powdery mildew disease caused by Microsphaera diffusa and soybean yield reduction causing the disease. Research was done on dry season 2010 at the experimental station Muneng-Probolinggo of the Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute (ILETRI) Malang-East Java. Survey was conducted on diseased soybeans was taken from the breeder seed (BS) material including two varieties i.e. Anjasmoro and Mahameru. The disease intensity and soybean yield were recorded from five samples randomly.The result indicated that the disease infected up to 75% of soybeans population. Disease intensity of Anjasmoro was very high 60% on the other variety causing 50 % disease intensity. The high disease intensity causing the low both quality and quantity of yields i.e causing shrinking seeds (87% for Anjasmoro and 32% for Mahameru), and reducing 100 seeds weight. Powdery mildew was reduced soybean yield 12% for Anjasmoro and 17% for Mahameru (base on 100 seeds weight)., also reduced the seeds emergence. By the research we concluded that Anjasmoro suspected more susceptible than Mahameru. Key words : Soybean, generative stage, powdery mildew, Microsphaera diffusa.

Page 2: 4 rahayu-embun tepun kedelai

Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.2.,2011

2

PENDAHULUAN

Kedelai (Glycines max L. Merr.) di Indonesia adalah komoditas kacang-kacangan unggulan, yang rentan terhadap organisme pengganggu tumbuhan (OPT) meliputi hama dan penyakit. Beberapa penyakit merugikan pada kedelai terutama disebabkan jamur patogen antara lain adalah karat Phakopsora pachyrhizi, antraknose Colletorichum dematium var truncatum, bercak daun dan bercak ungu pada biji disebabkan Cercospora kikuchii, penyakit pustul disebabkan bakteri Xanthomonas axonopodis, penyakit bacterial blight disebabkan Xanthomonas axonopodis pv. glycines, downy mildew Peronospora manshurica, powdery mildew Microsphaera diffusa, serta penyakit karena jamur-jamur tular tanah dan tular benih yaitu Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, Pythium spp (Sweets dan Wrather 2000; Semangun 2008).

Diantara kompleks penyakit kedelai tersebut, salah satu penyakit yang baru pertama kali ditemukan menyerang tanaman di KP (kebun percobaan) Muneng-Probolinggo adalah penyakit embun tepung (powdery mildew), dan hanya menyerang dua varietas kedelai yaitu Anjasmoro dan Mahameru. Sebelumnya penyakit embun tepung belum pernah diteliti di Indonesia, sehingga belum diketahui pengaruhnya terhadap kerugian hasil kedelai.

Penyakit embun tepung pada kedelai disebabkan Microsphaera diffusa Cooke and Peck, adalah penyakit merugikan dan dapat ditemukan di negara-negara produsen kedelai (McLaughlin et al., 1976). Infeksi M. diffusa menyebabkan penurunan produksi kedelai 10 – 30%, terutama pada varietas rentan yang terinfeksi sejak awal pertumbuhan (Dunleavy 1978 dan Hartman et al. 1999). Jamur embun tepung adalah parasit obligat dan mampu hidup pada beragam jenis tanaman. Patogen mampu bertahan dari satu musim ke musim berikutnya dengan membentuk badan buah berbentuk bulat dan berwarna hitam yang disebut kleistotesia, yang dapat dijumpai pada sisa-sisa jaringan tanaman terinfeksi di lapangan. Di dalam kleistotesia diproduksi spora seksual yang disebut askuspora dan mudah tersebar oleh angin. Spora seksual tersebut biasanya terbentuk selama musim semi. Askuspora berperan sebagai sumber inokulum primer penyakit. Sumber inokulum sekunder dihasilkan dari stuktur pembiakan berbeda yaitu spora aseksual yang disebut konidia dan terbentuk pada daun dan bagian lain tanaman. Dengan perantaraan angin konidia dapat menyebar ke areal yang jauh. Pengendalian penyakit melalui penanaman varietas resisten menguntungkan di areal produksi kedelai yang endemik embun tepung (Dunleavy 1977).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan pengaruh penyakit pada produksi kedelai.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan KP Muneng – Probolinggo Jawa Timur, pada musim kemarau 2009 (Mei - Juli). Metode penelitian adalah metode survei pada tanaman perbanyakan benih BS (benih sumber atau benih penjenis), terdiri dua jenis varietas unggul yaitu Anjasmoro (ditanam 10 Maret 2009) dan Mahameru (ditanam 19 Maret 2009). Pertanaman berada di lahan sawah irigasi teknis, masing-masing varietas ditanam pada petak berukuran 25m x 25m.

Patogen diidentifikasi secara mikroskopis untuk mengetahui morfologi konidianya (spora vegetatif). Pengamatan penyakit di lapangan dilakukan tiga kali dengan interval seminggu, pada stadia generatif yaitu pembentukan polong hingga pemasakan polong. Tanaman sampel ditentukan secara acak pada diagonal petak, dengan jumlah sampel 5 tanaman/petak/varietas. Setiap daun tanaman sampel diberi skor yang dibedakan dalam 5 kategori (skor 0 hingga skor 4). Skor 0 berarti daun sehat tanpa bercak putih (koloni embun tepung); skor 1 = embun tepung meliputi 5-10% luasan daun; skor 2 = embun tepung 11-25%; skor 3 = embun tepung 26-50%; skor 4 = embun tepung meliputi >50% disertai gejala defoliasi. Selanjutnya nilai skor tersebut digunakan untuk menghitung persentase intensitas penyakit (IP) berdasarkan rumus berikut ini :

Page 3: 4 rahayu-embun tepun kedelai

Mudji Rahayu : Penyakit Embun Tepung Microsphaera Diffusa Pada Stadia Generatif Dua Varietas Kedela

3

Jumlah (n x v) IP = ---------------- x 100 % NV

dimana : n = jumlah daun pada masing-masing kategori skor v = jumlah tanaman dalam setiap kategori serangan v = nilai skala tiap kategori serangan V = nilai skala dari kategori serangan tertinggi N = jumlah tanaman contoh yang diamati

Pengamatan hasil panen meliputi : bobot biji kering dari 5 tanaman sampel, bobot 100 biji, rasio

biji normal/abnormal, viabilitas biji dari tanaman sakit dan tanaman sehat (tanpa gejala embun tepung) diamati menggunakan metode uji perkecambahan di atas kertas dalam cawan. Kehilangan hasil diprediksi berdasar penurunan bobot biji kedelai berbasis bobot 100 biji, dengan cara membandingkan bobot potensial setiap varietas dengan bobot aktual yang dicapai oleh tanaman terserang M. diffusa di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala penyakit embun tepung pada kedelai mulai nampak pada pertengahan Mei 2009, dan infeksi jamur terjadi secara alami. Penyakit hanya ditemukan pada varietas Anjasmoro dan Mahameru, sedang pada galur-galur kedelai lainnya yang ada di sekeliling petak percobaan tidak terdeteksi adanya penyakit tersebut. Tanda khas penyakit embun tepung adalah permukaan atas daun terdapat bercak-bercak putih mirip terpapar kapur. Bercak putih tersebut adalah koloni patogen M. diffusa yang membentuk lapisan tipis terdiri dari miselia dan konidia berwarna putih. Bentuk koloni bulat dengan diameter 5 – 20 mm, dan pada tingkat serangan lanjut antar koloni saling bergabung sehingga membentuk koloni yang lebih lebar dan dapat menutup seluruh permukaan daun kedelai (Gambar 1A dan 1B). Gejala awal serangan M. diffusa tidak merubah warna daun atau daun tetap berwarna hijau. Patogen juga tumbuh di bawah permukaan daun namun lebih berlimpah di atas pemukaan daun. Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa M. diffusa isolat Muneng memiliki karakter konidia berbentuk bulat telur dan selnya transparan atau bening (Gambar 1D). Penyakit yang berkembang semakin parah menyebabkan daun menjadi kekuningan (klorosis), kemudian mengering atau nekrosis dan gugur lebih awal. Jamur tidak hanya menyerang daun tetapi juga menyerang tangkai, batang dan polong sehingga tajuk tanaman kedelai nampak berdebu putih (Gambar 1C).

A

B

Page 4: 4 rahayu-embun tepun kedelai

Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.2.,2011

4

C

D

Gambar 1. Gejala serangan penyakit embun tepung M. diffusa pada kedelai varietas Anjosmoro dan Mahameru (Gambar A, B,C) dan morfologi konidia M. diffusa isolat Muneng-Probolinggo (perbesaran 400x).

Kondisi cuaca di lahan percobaan pada saat penelitian berlangsung relatif tidak stabil yaitu

kemarau relatif tidak normal karena masih hujan. Di KP Muneng rata-rata Jumlah hujan (data 10 tahun) di KP Muneng pada periode April - Juni adalah 108 – 47 mm, dengan jumlah hari hujan 3 – 9 hari. Sementara itu pada saat terjadi serangan jamur embun tepung (periode Mei – Juni 2009) jumlah hujan tertinggi 132 mm dan terendah 41 mm, dengan jumlah hari hujan terendah 3 hari dan tertinggi 9 hari. KP Muneng yang berada di Kabupaten Probolinggo adalah daerah dekat pantai dengan tinggi tempat 10 m dpl. Kondisi kemarau disertai hujan tersebut ternyata kondusif bagi perkembangan jamur embun tepung, yang diduga inokulumnya telah tersedia di lapangan. Sementara itu kedelai Anjasmoro dan Mahameru sensitive terhadap jamur embun tepung, sehingga patogen tersebut menjadi organisme pengganggu yang tidak lazim (unusual). Grau (2006) menyatakan bahwa suhu dingin dengan kelembaban udara relatif rendah, dapat memicu perkembangan penyakit embun tepung pada kedelai. Hal yang sama dinyatakan Phillips (1984) bahwa kondisi cuaca mempengaruhi keparahan penyakit embun tepung, dimana kelembaban tinggi, suhu udara rendah, dan curah hujan dengan intensitas sedang (moderat) ternyata sangat sesuai untuk perkembangan penyakit.

Sumber penularan embun tepung di KP Muneng diduga berasal dari beberapa jenis gulma dan dari tanaman kacang hijau. Sweets dan Wrather ( 2000) menyatakan bahwa species M. diffusa dapat menginfeksi beberapa jenis kacang-kacangan seperti buncis, ercis, kacang tunggak, dan kacang hijau. Secara makroskopis dan mikroskopis, jamur embun tepung yang menyerang kedelai berbeda dengan jamur embun tepung Erysiphe polygoni yang menyerang kacang hijau. Dari referensi yang ditulis Johnston (1961) dan Semangun (2008) tidak dilaporkan keberadaan jamur embun tepung pada tanaman kedelai di Indonesia.

Intensitas penyakit pada awal pengamatan (P-1) berkisar 25 - 30% pada kedua varietas yang diteliti (Gambar 2). Pada pengamatan terakhir (selang 3 minggu) intensitasnya meningkat hingga 50% pada Mahameru, dan pada Anjasmoro intensitasnya lebih tinggi mencapai 60% (P-3). Diantara kedua varietas tersebut nampak bahwa Anjasmoro terserang embun tepung lebih parah daripada Mahameru, sehingga dapat dinyatakan bahwa kedua varietas tersebut rentan terhadap penyakit embun tepung.

Page 5: 4 rahayu-embun tepun kedelai

Mudji Rahayu : Penyakit Embun Tepung Microsphaera Diffusa Pada Stadia Generatif Dua Varietas Kedela

5

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

Inte

nsita

s em

bun

tepu

ng (%

)

Anjasmoro Mahameru

Varietas kedelai

P-1P-2P-3

Gambar 2. Intensitas penyakit embun tepung Microsphaera diffusa pada kedelai di KP Muneng-Probolinggo, MK 2009.

Hasil biji kedelai dari tanaman terserang embun tepung ditampilkan dalam Tabel 1. Secara

kualitas dan kuantitas hasil biji kedua varietas tergolong rendah. Hasil biji kering dari pada varietas Anjasmoro rata-rata lebih tinggi dari Mahameru (48 gram dan 41,2 gram per lima tanaman). Bobot 100 biji pada Anjasmoro relatif lebih tinggi mencapai 14,0 gram, sedangkan Mahameru 13,6 gram. Rata-rata bobot 100 biji tersebut ternyata di bawah kisaran rata-rata potensi varietas dengan teknis budidaya optimal (angka dicetak miring dalam Tabel 1). Dari tanaman sakit didapatkan sejumlah biji abnormal yaitu tidak bernas atau keriput. Rasio biji normal dan biji keriput dari 100 butir biji pada Anjasmoro adalah 13:87, sedang pada Mahameru 68:32.

Tabel 1. Bobot biji kering, bobot 100 biji, dan rasio biji normal/keriput pada kedelai

terserang embun tepung M. diffusa. KP Muneng – Probolinggo, MK 2009

Parameter pengamatan Anjasmoro Mahameru 1. Bobot biji (g/5 tanaman) 48,0 41,2 2. Bobot 100 biji (gram) 14,01 13,60 3. Rasio biji (normal : keriput) 13 : 87 68 : 32

Pada uji daya kecambah biji kedelai hasil panen dari tanaman terinfeksi M. diffusa, didapatkan

indikasi turunnya viabilitas benih kedelai yang ditunjukkan dengan rendahnya persentase daya kecambah (berkisar 48-51%), sedangkan biji dari tanaman sehat tanpa serangan embun tepung daya kecambahnya lebih tinggi mencapai 84-86%. Kehilangan hasil biji kedelai yang dipanen dari tanaman terserang embun tepung mencapai 12% pada Anjasmoro dan 17% pada Mahameru, berdasarkan perhitungan berbasis bobot 100 biji secara potensial dan secara aktual dari tanaman terinfeksi (Tabel 2).

Tabel 2. Kehilangan hasil dan daya kecambah biji kedelai akibat serangan M. diffusa

Varietas Bobot biji (g/100 biji) Potensial Aktual

Kehilangan hasil biji (%)

Daya kecambah biji (%) Tan. sakit Cek tan. sehat

1. Anjasmoro 14,8 -15,3 14,01 12 50 84 2. Mahameru 16,5 -17,0 13,60 17 51 86

Page 6: 4 rahayu-embun tepun kedelai

Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.2.,2011

6

Rendahnya hasil biji, bobot 100 biji, dan daya tumbuh biji adalah akibat dari infeksi jamur embun tepung yang telah mengganggu proses fotosintesis. Proses fotosistesis abnormal menyebabkan pembentukan biji tidak optimal sehingga berdampak menurunkan komponen produksi kedelai. Hal demikian dinyatakan oleh Mignucci dan Boyer (1979), bahwa infeksi M. diffusa pada kedelai dapat menghambat proses fotosistesis dan transpirasi. Berikutnya dinyatakan Phillips (1984) bahwa penyakit embun tepung secara substansial memang mampu menurunkan produksi kedelai. Anjasmoro dan Mahameru adalah varietas kedelai yang secara genetis masih berkerabat. Di dalam deskripsi aneka varietas kacang-kacangan dan umbi-umbian yang disusun oleh Suhartina (2005) disebutkan bahwa Anjasmoro dan Mahameru sama-sama berasal dari seleksi massa dari populasi galur murni varietas Mansuria, suatu varietas introduksi. Anjasmoro berasal dari nomor galur Mansuria 395-49-4, sementara itu Mahameru dengan nomor galur Mansuria 204-19-1. Kekerabatan yang erat itulah yang diduga menjadi penyebab kedua varietas tersebut terserang embun tepung dengan intensitas penyakit sama-sama tinggi (50 – 60%).

Dari hasil penelitian ini didapatkan informasi bahwa serangan jamur embun tepung pada stadia generatif tanaman kedelai berpengaruh menurunkan hasil biji, menurunkan bobot 100 biji, menurunkan kualitas fisik biji yaitu menyebabkan biji keriput, serta menurunkan daya tumbuh kedelai. Jumlah biji keriput dan intensitas penyakit yang lebih tinggi pada Anjasmoro, mengindikasikan bahwa Anjasmoro relatif lebih rentan daripada Mahameru.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang didapatkan pada penelitian ini adalah : 1. Penyakit embun tepung M. diffusa pada varietas Anjasmoro dan Mahameru, yang masih sekerabat

secara genetik, mencapai intensitas penyakit termasuk kategori tinggi (masing-masing 60% dan 50%).

2. M. diffusa menurunkan kualitas dan kuantitas hasil biji kedelai yaitu menyebabkan biji keriput (87% pada Anjasmoro dan 32% pada Mahameru), menurunkan bobot 100 biji, dan menyebabkan kehilangan hasil biji sebesar 12% pada Anjasmoro dan 17% pada Mahameru (berbasis bobot 100 biji), serta menurunkan daya kecambah benih.

3. Anjasmoro dengan intensitas serangan embun tepung 60% dan persentase biji keriput mencapai 87% Anjasmoro dinyatakan relatif lebih rentan daripada Mahameru.

Saran : Perlu penelitian pengendalian penyakit untuk mendapatkan teknologi pengendalian yang efektif.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada staf teknisi KP Muneng-Probolinggo yaitu Bpk. Daryanto, dan juga disampaikan terima kasih untuk Dr. Suharsono atas semua koreksi dan saran dalam penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Dunleavy, J.M. 1977. Comparison of the disease response of soybean cultivars to Microsphaera diffusa in the greenhouse and the field. Plant Dis. Rep. 61:32-34.

Dunleavy, J.M. 1978. Soybean seed yield losses caused by powdery mildew. Crop Science 18:337-339.

Hartman, G.L., J.B. Sinclair, and J.C. Rupe. 1999. Compendium of Soybean Diseases. Fourth Edition. American Phytopathological Press. 100 p.

Johnston, A. 1961. A Preliminary Plant Disease Survey in Netherlands New Guinea. Bull. Dept. Econ. Affairs, Agric. Series 4, 55 p.

Page 7: 4 rahayu-embun tepun kedelai

Mudji Rahayu : Penyakit Embun Tepung Microsphaera Diffusa Pada Stadia Generatif Dua Varietas Kedela

7

Mignucci, J.S. and J.S Boyer. 1979. Inhibition of photosynthesis and transpiration in soybean infected by Microsphaera diffusa. Phytopathology 69:227-230.

Phillips. D.V. 1984. Stability of Microsphaera diffusa and the effect of powdery mildew on yield of soybean. Plant Disease 68:953-956.

Semangun, H. 2008. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia (Edisi kedua). Gadjah Mada University Press. 475 h.

Suhartina. 2005. Deskripsi varietas kedelai unggul kacang kacangan dan umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. (Balitkabi) Malang. 154 hlm.

Sweets. L.E. and A. Wrather. 2000. Soybean diseases. Integrated pest management manuals. Plant protection programs of the University of Missouri. Columbia. 26pp.