4. Laporan Awal (Tensile) Brian

22
Pengujian Tarik (Tensile Test) I. Tujuan Praktikum Pengujian Tarik Berikut adalah tujuan Praktikum Karakterisasi Material 1 untuk pengujian tarik (tensile test), yaitu: Untuk dapat memahami prinsip dasar dari pengujian tarik pada material logam. Untuk dapat memahami mekanisme dan prosedur dari pengujian tarik pada material logam. Untuk dapat mendeskripsikan dan menentukan beberapa titik penting dalam pengujian tarik seperti batas proporsionalitas, batas elastisitas, titih luluh (yield point), kekuatan tarik maksimum, tegangan patah dan daerah necking pada kurva tegangan-regangan yang menjelaskan perilaku mekanis dari material. Untuk dapat membandingkan kekuatan tarik maksimum untuk beberapa jenis logam seperti besi tuang (cast iron), baja (steel), tembaga dan aluminium. Untuk dapat membandingkan titik luluh (yield point) dari logam-logam tersebut. Untuk dapat membandingkan tingkat keuletan (ductility) dari logam-logam tersebut melalui perhitungan persentase elongasi spesimen dan persentase reduksi luas penampang spesimen. 7

Transcript of 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Page 1: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Pengujian Tarik

(Tensile Test)

I. Tujuan Praktikum Pengujian Tarik

Berikut adalah tujuan Praktikum Karakterisasi Material 1 untuk pengujian tarik (tensile

test), yaitu:

Untuk dapat memahami prinsip dasar dari pengujian tarik pada material logam.

Untuk dapat memahami mekanisme dan prosedur dari pengujian tarik pada material

logam.

Untuk dapat mendeskripsikan dan menentukan beberapa titik penting dalam

pengujian tarik seperti batas proporsionalitas, batas elastisitas, titih luluh (yield point),

kekuatan tarik maksimum, tegangan patah dan daerah necking pada kurva tegangan-

regangan yang menjelaskan perilaku mekanis dari material.

Untuk dapat membandingkan kekuatan tarik maksimum untuk beberapa jenis logam

seperti besi tuang (cast iron), baja (steel), tembaga dan aluminium.

Untuk dapat membandingkan titik luluh (yield point) dari logam-logam tersebut.

Untuk dapat membandingkan tingkat keuletan (ductility) dari logam-logam tersebut

melalui perhitungan persentase elongasi spesimen dan persentase reduksi luas

penampang spesimen.

Untuk dapat membandingkan dan menganalisa fenomena penciutan (necking) pada

logam-logam tersebut.

Untuk dapat menghitung dan membandingkan modulus elastisitas (E) dari logam-

logam tersebut.

Untuk dapat mengkonstruksi, membandingkan dan menganalisa kurva tegangan-

regangan rekayasa (engineering stress-strain curve) untuk logam-logam tersebut.

Untuk dapat mengkonstruksi, membandingkan dan menganalisa kurva tegangan-

regangan sesungguhnya (true stress-strain curve) untuk logam-logam tersebut.

Untuk dapat membandingkan dan menganalisa tampilan perpatahan (fraktografi)

logam-logam tersebut berdasarkan sifat mekanis yang telah diuji.

II. Dasar Teori

7

Page 2: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Pengujian tarik (tensile test) merupakan salah satu pengujian yang paling

banyak dilakukan karena mampu memberikan informasi yang representatif dari sifat

mekanis material. Sampel atau benda uji dengan bentuk dan ukuran tertentu ditarik

dengan beban kontinyu (sampai patah) sambil diukur pertambahan panjangnya. Data

yang didapat berupa perubahan panjang dan perubahan beban yang selanjutnya

ditampilkan dalam bentuk grafik tegangan-regangan.

Pengujian tarik ini dilakukan pada sample yang telah di bentuk sedemikian

rupa sesuai standart yang di tentukan yang diberi nama dog bone shape, dimana

panjang bagian tengah specimen memiliki luas penampang lebih kecil dibandingkan

kedua ujungnya. Hal ini dimaksudkan agar patahan yang terjadi berada di sekitar

daerah tersebut. Daerah tersebut dinamakan gauge length, yaitu daerah bagian tengah

specimen dimana elongasi yang terjadi diukur dengan menggunakan alat

extensometer.

Gambar 1. Alat Untuk Uji Tarik Beserta Extensometer

Pengujian tarik yang akan dilakukan di Laboraturium Metalurgi Fisik DMM

FTUI menggunakan alat universal testing machine (Sulvopuser Shimadzu). Dari hasil

pengujian tarik yang telah dilakukan, diperoleh data berupa grafik perbandingan

beban aplikasi (applied load) dengan pertambahan panjang (elongation) dari spesimen

uji tarik hingga pada titik perpatahan.

8

Page 3: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Data yang diambil pertama adalah luas penampang A, lalu data yang diambil

dari mesin tarik, berupa beban P yang diberikan (load cell) dan strain ε yang terbaca

(extensometer), data tersebut dimasukkan ke dalam stress-strain Untuk menghitung

stress dan strain digunakan rumus

σ= FA0

; ε=li−l0

l0

= ∆ll0

= tegangan, stress (N/m2) ; F = beban aplikasi (N); A0 = luas area cross

sectional pada gauge length (m2); = regangan, strain (unitless); l0 = gauge

length awal(m) ; li = gauge length setelah pembebanan (m); l = li-l0 = gauge

length setelah pembebanan dikurang gauge length awal (m).

Data ini untuk selanjutnya direduksi dan dikonversikan ke dalam bentuk tabel,

untuk kemudian diolah guna memperoleh grafik perbandingan tegangan – regangan

9

(a) (b)

Gambar 1. (a) Bentuk spesimen untuk sampel pelat (b) Bentuk spesimen untuk sampel rod (batangan). (Sumber: ASM Handbook Vol. 8)

Page 4: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

rekayasa (engineering stress-strain), grafik perbandingan tegangan – regangan

sesungguhnya (true stress-strain), serta beberapa nilai lain yang penting yang

memberikan gambaran sifat-sifat mekanis (mechanical properties) dari masing-

masing material.

Gambar 3. Kurva tegangan-regangan spesimen uji tarik terbuat dari baja ulet

Tegangan (stress) dapat diartikan sebagai besarnya beban yang diterima bahan

per satuan luas penampang. Secara matematis besarnya tegangan (stess) dapat

dirumuskan sebagai berikut:

σ= FA

di mana:

σ : Stress (Pascal)

F : Gaya pembebanan (Newton)

A : Luas penampang (m2)

Dalam pengujian tarik (tensile test), pembebanan yang diberikan kepada

material merupakan pembebanan statis. Sebagai akibat dari tegangan (stress) pada

10

Page 5: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

permukaan material maka material akan merespon pembebanan tersebut dalam bentuk

pertambahan panjang (elongasi). Bila pertambahan panjang material dibagi dengan

panjang material awal sebelum pembebanan maka akan didapatkan nilai regangan

(strain) yang dialami oleh material tersebut. Elongasi akan terus bertambah sampai

akhirnya material mengalami perpatahan. Secara matematis besarnya regangan

(strain) dapat dirumuskan sebagai berikut:

ε= Δll0

=l1−l0

l0

di mana:

ε : Regangan (strain)

Δl: elongasi atau pertambahan panjang

l0 : Panjang spesimen awal sebelum pembebanan

l1 : Panjang spesimen saat pembebanan.

Informasi penting yang berhubungan dengan sifat mekanis bahan yang dapat

diperoleh dari kurva tegangan-regangan (stress-strain curve) adalah sebagai berikut:

1. Batas Proporsionalitas (Proportionality Limit)

Batas Proporsionalitas adalah batas daerah di mana tegangan (stress) dan regangan

(strain) mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap

penambahan tegangan (stress) akan diikuti dengan penambahan regangan secara

proporsional dalam hubungan linier sebagai berikut:

σ=E . ε

di mana:

σ : Tegangan (stress)

ε : Regangan (strain)

E : Modulus elastisitas

Batas proportionalitas dari kurva tegangan-regangan spesimen uji baja ulet limit pada

gambar 1 ditunjukkan dengan titik P.

2. Batas Elastis (Elastic Limit)

11

Page 6: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Batas elastis adalah batas daerah di mana bahan akan kembali kepada panjang semula

apabila tegangan luar dihilangkan. Batas elastis merupakan batas antara daerah elastis

dan daerah plastis seperti ditunjukkan titik P pada gambar 2 di bawah ini.

Gambar 4. Proyeksi batas elastis dari kurva tegangan-regangan

Daerah elastis adalah daerah pada kurva tegangan-regangan di mana bahan

akan kembali kepada panjang semula apabila tegangan luar dihilangkan. Sedangkan

daerah plastis adalah daerah pada kurva tegangan-regangan di mana deformasi yang

terjadi pada bahan bersifat permanen atau tidak dapat kembali ke bentuk semula jika

tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan bagian dari batas

elastis ini. Apabila bahan terus diberikan tegangan maka batas elastis akhimya akan

terlampaui sehingga bahan tidak dapat kembali seperti ukuran semula. Hal ini berarti

bahwa batas elastis merupakan titik di mana tegangan yang diberikan akan

menyebabkan terjadinya deformasi plastis untuk pertama kalinya. Sebagian besar

material rekayasa mempunyai batas elastis yang hampir berimpitan dengan batas

proporsionalitasnya.

3. Titik luluh (Yield Point) dan Kekuatan Luluh (Yield Strength)

Titik luluh (yield point) adalah batas di mana material akan terus mengalami

deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan (stress) yang mengakibatkan

bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Titik

luluh (yield point) pada gambar 2 ditunjukkan oleh titik Y.

12

Page 7: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Gejala luluh (yielding) umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet

dengan struktur kristal Body Center Cubic (BCC) dan Face Center Cubic (FCC) yang

membentuk struktur interstitial solid solution dari atom-atom karbon, boron, hidrogen

dan oksigen. Interaksi antar dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet

seperti mild steel menunjukan dua nilai tegangan luluh yang muncul dari hasil

percobaan tarik. Tegangan luluh paling tinggi disebut upper yield point dan yang

tegangan luluh yang paling rendah disebut lower yield point, seperti ditunjukkan oleh

gambar 3 di bawah ini.

Gambar 5. Fenomena upper yield point dan lower yield pointpada kurva tegangan-regangan

Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas pada umumnya tidak

memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh material

seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal dengan metode offset. Dengan

metode ini kekuatan luluh ditentukan sebagai tegangan di mana bahan

memperlihatkan batas penyimpangan atau deviasi tertentu dari keadaan

proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada gambar 4 di bawah ini garis offset OX

ditarik paralel dengan OP, sehingga perpotongan antara garis XW dan kurva tegangan

regangan memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX

diambil 0,1% – 0,2% dari regangan total dimulai dari titik O.

13

Page 8: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Gambar 6. Metode offset untuk menentukan yield point pada kurva tegangan-regangan dari

spesimen terbuat dari bahan getas

Titik luluh (yield point) juga dapat dikatakan sebagai suatu tingkat tegangan yang:

Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service)

Harus dilewati dalam proses manufaktur logam atau pengubahan bentuk logam

(forming process).

4. Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)

Kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength/UTS) adalah tegangan

maksmum yang dapat ditanggung oleh material sebelum tejadinya perpatahan

(fracture). Secara matematis nilai dari kekuatan tarik maksimum dapat dirumuskan

sebagai berikut:

di mana:

σ uts : Kekuatan tarik maksimum (UTS)

Fmaks : Beban tarik maksimum

A0 : Luas penampang awal

14

Page 9: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Pada gambar 4 dari kurva tegangan-regangan material ulet, titik M merupakan

tegangan maksimum bahan ulet yang akan terus berdeformasi hingga titik B.

Sedangkan pada gambar 6 dari kurva tegangan-regangan material getas, titik B

merupakan tegangan maksimum sekaligus tegangan perpatahan untuk material getas.

Dalam kaitannya dengan penggunaan struktural maupun dalam proses pengubahan

bentuk bahan, kekuatan tarik maksimum adalah batas tegangan yang sama sakali tidak

boleh dilewati.

5. Kekuatan Putus (Breaking Strength)

Kekuatan putus (breaking strength) ditentukan dengan membagi beban pada saat

benda uji putus (Fbreaking) dengan luas penampang awal (A0). Secara matematis dapat

dirumuskan sebagai berikut:

σ breaking=Fbreaking

A0

Untuk bahan yang bersifat ulet, pada saat beban maksimum M terlampaui maka bahan

ulet tersebut akan terus berdeformasi hingga titik putus B. Deformasi yang terjadi

antara tegangan maksimum sampai bahan mengalami perpatahan terjadi melalui

mekanisme penciutan (necking). Penciutan (necking) terjadi sebagai akibat adanya

deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet, kekuatan putus adalah lebih kecil

daripada kekuatan tarik maksimumnya. Sementara pada bahan getas, kekuatan putus

adalah sama dengan kekuatan tarik maksimumnya.

6. Keuletan (Ductility)

Keuletan (ductility) adalah sifat mekanis dari suatu material yang menggambarkan

kemampuan material tersebut menahan deformasi hingga tejadinya perpatahan.

Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran keuletan bahan, yaitu sebagai

berikut:

Persentase Perpanjangan (Elongation):

ε (% )=( l f−l0

l0) x100 %

15

Page 10: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

di mana:

ε(%) : Persentase elongasi (ductility)

l0 : Panjang awal spesimen

lf : Panjang akhir spesimen saat mengalami perpatahan

Persentase Reduksi Luas Penampang (Area Reduction):

R(% )=( A0−A f

A0)x 100%

di mana:

R(%) : Persentase reduksi luas penampang (ductility)

A0 : Luas penampang awal spesimen

Af : Luas penampang akhir spesimen mengalami perpatahan

7. Modulus Elastisitas/Modulus Young (E)

Modulus elastisitas atau modulus Young adalah ukuran yang menyatakan tingkat

kekakuan suatu material. Semakin besar harga modulus elastisitas ini maka semakin

kecil regangan elastis yang terjadi atau dapat dikatakan material tersebut semakin

kaku. Pada kurva tegangan-regangan (gambar 2 dan 4), modulus kekakuan dihitung

dari slope atau kemiringan (gradien) garis elastis yang linier. Secara matematis dapat

dirumuskan sebagai berikut:

di mana:

E : Modulus elastisitas

σ : Tegangan (stress)

ε : Regangan (strain)

α : Sudut yang dibentuk oleh daerah elastis pada kurva tegangan-regangan.

Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat antar atom-atom,

sehingga besarnya nilai modulus elastisitas ini tidak dapat diubah oleh suatu proses

tanpa meubah struktur bahan.

8. Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience)

16

Page 11: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Modulus kelentingan (modulus of resilience) adalah besaran yang menyatakan

kemampuan material untuk menyerap energi dari luar tanpa terjadinya kerusakan.

Modulus resilience menyatakan besarnya energi yang dapat diserap oleh material saat

mengalami deformasi elastis. Dengan demikan besarnya nilai dari modulus resilience

dapat dihitung melalui perhitungan luas daerah di bawah daerah elastis (daerah abu-

abu) pada gambar 5 di bawah ini.

Gambar 7. Nilai modulus kelentingan (modulus resilience)

berdasarkan luas segitiga pada area elastik

9. Modulus Ketangguhan (Modulus of Toughness)

Modulus ketangguhan (modulus of toughness) adalah kemampuan material dalam

mengabsorbsi atau menyerap energi hingga terjadinva perpatahan. Secara kuantitatif dapat

ditentukan dari luas area keseluruhan di bawah kurva tegangan-regangan hasil pengujian

tarik seperti pada gambar 7 di bawah ini:

Gambar 8. Nilai modulus ketangguhan berdasarkan luas area

kurva tegangan-regangan

:

Kurva Tegangan-Regangan Rekayasa dan Sesungguhnya

17

Modulus resilience

Page 12: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Jika pada kurva tegangan-regangan rekasaya (engineering stress-strain curve), dimensi

awal (luas area dan panjang) dari benda uji diasumsikan tetap. Pada kurva tegangan-

tegangan sesungguhnya (true stress-strain curve), luas permukaan diperhitungkan berubah

sehingga nilai tegangan terus akan bertambah karena luas permukaan menjadi semakin

kecil.

Perhitungan nilai tegangan rekayasa adalah sebagai berikut:

σ eng=FA0

di mana:

σeng : Tegangan rekayasa

F : Gaya pembebanan

A0 : Luas penampang awal spesimen

Perhitungan nilai regangan rekayasa adalah sebagai berikut:

ε eng=li−l0

l0

di mana:

εeng : Regangan rekayasa

li : Panjang spesimen saat pembebanan berlangsung

l0 : Panjang awal spesimen sebelum pembebanan berlangsung

Perhitungan nilai tegangan sesungguhnya (true stress) adalah sebagai berikut:

σ true=FA i

σtrue : Tegangan sesungguhnya (true stress)

F : Gaya pembebanan

Ai : Luas penampang aktual spesimen

Perhitungan nilai regangan sesungguhnya (true strain) adalah sebagai berikut:

18

Page 13: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

ε true=ln( l1

l0)

di mana:

εtrue : Regangan sesungguhnya

li : Panjang aktual spesimen saat pembebanan berlangsung

l0 : Panjang awal spesimen sebelum pembebanan berlangsung

Hubungan antara tegangan rekayasa dan tegangan sesungguhnya adalah sebagai berikut:

σ true=σeng (1+ε eng )

Sementara hubungan antara regangan rekayasa dan regangan sesungguhnya adalah

sebagai berikut:

ε true=ln(1+ε eng )

Perbedaan antara kurva tegangan-regangan rekayasa dengan kurva tegangan-regangan

sesungguhnya tidaklah terlalu besar pada regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan

pada daerah terjadinya pengerasan regangan (strain hardening), yaitu setelah titik luluh

(yield point) terlampaui. Secara khusus perbedaan menjadi demikian besar di daerah

penciutan (necking). Pada kurva tegangan-regangan rekayasa, dapat diketahui bahwa

benda uji secara aktual mampu menahan turunnya beban karena luas area awal A0 bernilai

konstan pada saat perhitungan tegangan σ = P/A0. Sementara pada kurva tegangan-

regangan sesungguhnya luas area aktual adalah selalu turun sehingga terjadinya

perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena σ = P/A.

19

Page 14: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Gambar 9. Perbedaan antara kurva tegangan-regangan rekayasa dan kurva tegangan regangan

sesungguhnya

Mode Perpatahan

Saat sampel ditarik sampai patah, akan terlihat beberapa model tampilan

perpatahan yang berbeda-beda untuk setiap jenis material tergantung sifat keuletan

dari material tersebut.

Klasifikasi perpatahan ini didasarkan pada kemampuan material mengalami

deformasi plastis. Jenis perpatahan dapat dibagi menjadi perpatahan brittle dan

perpatahan ulet. Secara umum patah ulet memiliki karakteristik permukaan yang

berserabut (fibrous) dan gelap (dull), sedangkan patah getas dengan permukaan

patahan yang berbutir (granullar) dan terang.

20

Gambar 10. Ilustrasi penampang samping bentuk peperpatahan benda uji tarik sesuai

dengan tingkat keuletan atau kegetasannya. (Sumber: Callister, 7th ed. halaman 209)

Page 15: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

a. Patah ulet (ductile fracture)

Karakteristik permukaan berserabut (fibrous) dan gelap (dull). Perpatahan

ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan

memberikan peringatan sebelum terjadinya kerusakan. Pada perpatahan ulet terjadi

penyerapan energi yang tinggi dan mengalami deformasi plastis terlebih dahulu.

a. Penyempitan awal

b. Pembentukan rongga-rongga kecil (cavity).

c. Penyatuan rongga – menjadi crack.d. Perambatan retak.

e. Perpatahan geser akhir pada sudut 45o

Pada pengujian tarik ini untuk jenis patahan ductile ini sampel akan

mengalami necking terlebih dahulu sebelum akirnya patah.

b. Patah getas (brittle fracture)

Jenis perpatahan ini sangat sedikit atau tidak mengalami adanya deformasi

plastis sebelum terjadinya patah dengan perambatan retak yang sangat cepat, jadi

tidak adanya peringatan sebelum patah terjadi. Permukaan patahnya rata (flat),

bright. Retak atau perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin

membelah atom-atom material (clevage).

21

Gambar 11. Bentuk patahan ductile/ulet (kiri)dan patah brittle/getas (kanan) pada

sampel uji tarik. (Sumber: Callister, 6th ed. halaman 195)

Gambar 12. Mekanisme perpatahan ductile. (Sumber: Callister, 7th ed. 210)

Page 16: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Dalam pengujian tarik ini terdapat beberapa standar pengujian antara lain:

ASTM (American Standard)

A370Standard Test Methods and Definitions for Mechanical

Testing of Steel Products

D2290

Standard Test Method for Apparent Tensile Strength of

Ring or Tubular Plastics & Reinforced Plastics by Split Disk

Method

D638 Standard Test Method for Tensile Properties of Plastics

E527 Numbering of Metals and Alloys

E8Standard Test Methods for Tension Testing of Metallic

Materials

III. Metodologi Penelitian

III.1. Alat dan Bahan

1. Universal testing machine, Servopulser Shimadzu kapasitas 30 ton

2. Caliper dan/atau micrometer

3. Spidol permanen atau penggores (cutter)

4. Stereoscan macroscope

5. Sampel uji tarik (besi tuang, baja, tembaga dan alumunium)

III.2. Flow Chart Proses Pengujian

22

Gambar 13. Gambar SEM yang menunjukkan permukaan patahan getas. (Sumber:

Callister, 6th ed.)

Page 17: 4. Laporan Awal (Tensile) Brian

Mengamati karakteristik perpatahan, sketsa

Pengujian selesai

Ulangi pengujian untuk material lain yang berbeda

Hitung formulasi sesuai nilai-nilai yang ditentukan

Ukur dimensi benda uji dengan Caliper/mikrometer

Mulai penarikan, perhatikan mekanisme yang terjadi

Tandai pada grafik titik UTS dan fracture point

Pasang benda uji pada grip mesin Shimadzu

Tandai panjang ukur dengan spidol sesuai standar ASTM/JIS

Sketsa benda uji, catat ukurannya

Lepaskan benda uji dari mesin dan ukur panjang dan diameter akhir

23