4. Bab 3 Irigasi

27
18 BAB III PROGRAM PENGELOAAN IRIGASI PARTISIPATIF Sejalan dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah tentang irigasi, yang semula didasarkan pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Pengelolaan Irigasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi, yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, maka pola penangangan irigasi berubah dari pola penyerahan kewenangan irigasi dalam Pembaharuan Kebijaksanaan Pengelolaan Irigasi (PKPI) menjadi pola Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP).

description

ADa

Transcript of 4. Bab 3 Irigasi

Page 1: 4. Bab 3 Irigasi

18

BAB III

PROGRAM PENGELOAAN IRIGASI PARTISIPATIF

Sejalan dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah

tentang irigasi, yang semula didasarkan pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974

tentang Pengairan, Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembaharuan

Kebijaksanaan Pengelolaan Irigasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001

tentang Irigasi, yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang

Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, maka

pola penangangan irigasi berubah dari pola penyerahan kewenangan irigasi dalam

Pembaharuan Kebijaksanaan Pengelolaan Irigasi (PKPI) menjadi pola Pengembangan

dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP).

Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif untuk jaringan primer dan

sekunder dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan mengikutsertakan

perkumpulan petani pemakai air. Keikutsertaan perkumpulan petani pemakai air

tersebut dilakukan secara partisipatif pada seluruh tahapan proses mulai dari pemikiran

awal, proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan dalam perencanaan, pelaksanaan

pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi sistem irigasi.

Pemerintah Indonesia memulai program reformasi kelembagaan melalui Program Water

Resources Sector Adjustment Loan (WATSAL, Loan No 4469-IND) yang pembiayaannya

didukung oleh Bank Dunia. Uji coba pelaksanaan pembaharuan kelembagaan

pengelolaan sumber daya air dan irigasi dengan skala besar dilaksanakan pada Java

Irrigation Improvement and Water Management Project (JIWMP, Loan No. 3762-IND)

dan Indonesia Water Resources and Irrigation Reform Implementation Project (IWIRIP,

TF NO 027755). Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif untuk

jaringan primer dan sekunder dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah

dengan mengikutsertakan perkumpulan petani pemakai air. Keikutsertaan perkumpulan

Page 2: 4. Bab 3 Irigasi

19

petani pemakai air tersebut dilakukan secara partisipatif pada seluruh tahapan proses

mulai dari pemikiran awal, proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan dalam

perencanaan, pelaksanaan pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan dan

rehabilitasi sistem irigasi.

Untuk menunjang pelaksanaan perubahan kebijakan tersebut diatas maka dijalankan

program WISMP mulai tahun 2006 dengan sasaran meningkatnya pelayanan kepada

masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air melalui penyelenggaraan otonomi

daerah dan kepemerintahan sesuai Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.

7 tahun 2004 Tentang Sumber daya Air serta Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun

2006 tentang Irigasi beserta rancangan produk turunannya. Program WISMP merupakan

program 10 tahun yang dibagi menjadi 3 tahapan. Tujuan dari program ini adalah

memfasilitasi dinas kabupaten/provinsi kepada sebuah kondisi dimana mereka dapat

bekerjasama dengan P3A/GP3A/IP3A dalam hal operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi

jaringan irigasi sesuai kewenangannya secara efektif dan berkelanjutan. Program WISMP

ini sudah dimulai

WISMP dilaksanakan dengan tujuan untuk mengkonsolidasikan sektor sumber daya air

yang sudah didesentralisasi dan lembaga pengelolaan irigasi partisipatif masyarakat

yang dibentuk dalam rangka reformasi WATSAP. Program ini akan dilaksanakan dalam

jangka waktu sepuluh tahun dengan menyelenggarakan proses peningkatan

kelembagaan dinas di provinsi; Jawa Barat; Jawa Tengah; DI Yogyakarta; Jawa Timur;

Aceh; Sumatera Utara; Sumatera Barat; Sumatera Selatan; Lampung; Nusa Tenggara

Timur; Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai penyempurnaan

pengaturan dan perencanaan di sector ini, untuk meningkatkan kemampuan

manajemen dan keberlanjutan pendanaan dari instansi-instansi yang bersangkutan,

peningkatan fisik prasarana dan sarana sumber daya air dan irigasi. Di Provinsi Jawa

Page 3: 4. Bab 3 Irigasi

20

Timur program WISMP dilaksanakan di tingkat Provinsi dan Kabupaten pada 15

kabupaten peserta program WISMP. Proyek ini dilaksanakan dari tahun 2006 sampai

dengan 2016 dengan tiga-tahap APL (Ajustable Program Loan) Bank Dunia. Tahap I APL

disebut WISMP I (2006 – 2010), tahap II APL disebut WISMP II (2011 2014), dan tahap III

APL disebut WISMP III ( 2014 – 2016). Proyek tahap I (WISMP I) ada 2 komponen utama,

yaitu: (1) Sector and Basin Water Resources Management Component dan (2)

Participatory Irrigation Management Component.

Secara umum program WISMP terdiri dari 3 tahapan, yaitu sebagai berikut :

1. Tahap I : Tahap Capacity Building (tahun 2006-2009), yang orientasi kegiatannya

diarahkan untuk membantu pemerintah dan daerah dalam mengembangkan

program peningkatan kemampuan (Capacity Building) yang diperlukan untuk

memperkuat keberlanjutan kerangka kelembagaan Water Sector Adjustment

Policy (WATSAP) di 5 (lima) provinsi di Jawa dan 7 (tujuh) provinsi lain di luar

Jawa yang termasuk dalam Irrigation Reform Implementation Program (IWIRIP) –

(beserta kabupaten/kota yang terpilih).

2. Tahap II : Tahap Perluasan/Pengembangan (tahun 2009-2012), akan mencakup

penyesuaian program berdasarkan pelaksanaan Tahap I dan akan diperluas

dengan penambahan jumlah kabupaten/kota, peningkatan lingkup dan

komleksitas perencanaan, pemrograman dan pembiayaan serta investasi dari

berbagai sector pada beberapa wilayah sungai terpilih.

3. Tahap III : Tahap Konsolidasi (tahun 2012-2015), akan memperluas lingkup

WISMP dan melembagakan inovasinya sebagai modus operandi yang

berkelanjutan dalam pengelolaan Sumber Daya Air di Indonesia.

1. Dasar Hukum Kebijakan PPSIP-WISMP

Program PPSIP-WISMP Tahun Anggaran 2006 - 2009 menggunakan kebijakan

perundangan sebagai pegangan dasar untuk pelaksanaan PPSIP-WISMP, sebagai berikut

Page 4: 4. Bab 3 Irigasi

21

Undang Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistim Perencanaan

Pembangunan Nasional.

Undang Undang No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah,Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007, Tentang Organisasi Perangkat

Daerah

Peraturan Menteri PU No. 30/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Pengembangan

dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipasif

Peraturan Menteri PU Np. 31/PRT/M/2007, Tentang Pedoman Komisi Irigasi

Peraturan Menteri PU No. 32/PRT/M/2007, Tentang Pedoman Operasi dan

Pemeriharaan Jaringan Irigasi

Peraturan Menteri PU No. 33/PRT/M/2007, Tentang Pedoman Pemberdayaan

Perkumpulan Petani Pemakai Air

Keputusan Menteri PU No. 390/PRT/2007, Tentang Penetapan Status Daerah

Irigasi Yang pengelolaannya Menjadi Wewenang dan Tanggungjawab

Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Loan Agreement

Project Appraisal Document (PAD)

Project Management Manual (PMM)

Project Implementation Plan (PIP)

Page 5: 4. Bab 3 Irigasi

22

2. Lokasi Pelaksanaan WISMP

Pada pelaksanaan tahun 2009-2010, WISMP dilaksanakan di 13 propinsi yang tersebar di

pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Pada tahun 2009-2010, luasan total

area yang mengikuti WISNP berkisar 1.829.978 Ha dengan Jumlah DI mencapai 9.586

lokasi. Data tersebut belum termasuk Propinsi Sulawesi Barat yang hingga saat

penulisan buku ini, data tersebut belum tersedia. Dari data yang didapatkan, Propinsi

Jawa barat dengan total luas area mencapai 972.928 Ha, diikuti dengan Propinsi

Sulawesi Selatan diperingkat ke dua dengan total luas area berkisar 334.520 Ha. Hal ini

berkorelasi dengan besarnya jumlah DI yang dimiliki di masing-masing propinsi, Jawa

Barat memimpin dengan total 6.951 dan Sulawesi Selatan dengan 2.075 DI. Hingga saat

penulisan buku ini, data dari propinsi Sulawasi Barat masih belum tersedia (lihat tabel

1).

TABEL 1 DATA TOTAL LUAS AREAL PELAKSANAAN WISMP

No. Propinsi Jumlah DI Total Luas Area (Ha)1 Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) 27 20.7422 Sumatra Utara (Sumut) 29 18.1143 Sumatra Barat (Sumbar) 39 13.0874 Sumatra Selatan (Sumsel) 42 35.4785 Lampung 14 36.4536 Jawa Barat (Jabar) 6,951 972.9287 Jawa Tengah (Jateng) 309 161.2038 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 71 34.1959 Jawa Timur (Jatim) 13 19.097

10 Sulawesi Selatan (Sulsel) 2.075 334.52011 Sulawesi Tengah (Sulteng) 10 15.91112 Sulawesi Barat (Sulbar) Data belum

tersediaData belum tersedia

13 Nusa Tenggara Timur (NTT) 6 168.249Sumber : Data WISMP propinsi

3. Pembelajaran Yang Didapatkan

Page 6: 4. Bab 3 Irigasi

23

Selama pelaksanaan project WISMP, banyak pembelajaran terbaik (best practice) yang

didapatkan. Buku ini merangkum berbagai pemnbelajaran terbaik yang terjadi selama

tahun 2009-2010 di 13 propinsi pelaksana dalam WISMP di Indonesia.

A. Penyadaran Publik

Proses penyadaran publik merupakan salah satu upaya melakukan sosialisasi pada

masyarakat petani terhadap mengenai berbagai kegiatan pengelolaan irigasi yang

dilakukan oleh pemerintah. Hal ini penting dilakukan agar masyarakat petani pada

khususnya dan masyarakat umum pada umumnya, menjadi lebih baik dan tahu akan

hak, kewajiban dan tanggung jawabnya dalam pengembangan dan pengelolaan sistem

irigasi partisipatif sesuai dengan perundangan yang berlaku. Sasaran utama dari

kegiatan ini adalah organisasi P3A, GP3A dan IP3A yang tersebar di seluruh propinsi

yang melaksanakan program WISMP. Kegiatan penyadaran publik tersebut juga

melibatkan berbagai elemen masyarakat lainnya seperti, Dinas PU Pengairan Irigasi,

Dinas Pertanian, Bapedda, Aparat Kecamatan, Perguruan Tinggi serta perwakilan dari

kalangan LSM.

TABEL 2JUMLAH PESERTA PENYADARAN PUBLIK

No. Propinsi Jumlah Peserta1 Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) 532 Sumatra Utara (Sumut) 473 Sumatra Barat (Sumbar) Data belum tersedia4 Sumatra Selatan (Sumsel) 465

5 Lampung Data belum tersedia6 Jawa Barat (Jabar) 2.5977 Jawa Tengah (Jateng) 20

8 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Data belum tersedia9 Jawa Timur (Jatim) 418

10 Sulawesi Selatan (Sulsel) 13211 Sulawesi Tengah (Sulteng) Data belum tersedia12 Sulawesi Barat (Sulbar) Data belum tersedia13 Nusa Tenggara Timur (NTT) Data belum tersedia

3.732

Page 7: 4. Bab 3 Irigasi

24

Sumber : Data WISMP propinsi

Ada beberapa propinsi yang belum melengkapi data peserta kegiatan penyadaran public

yaitu Propinsi Sumatera barat, Lampung, DI Yogyakarta, Sulawesi Tengah dan Sulawesi

Barat. Hal ini menyebabkan data tersebut belum dapat ditampilkan dalam Tabel 2

seperti di atas. Dengan demikian data yang ditampilkan di table 2 belum dapat

mecerminkan peta peserta penyadaran public secara keseluruhan

Kegiatan yang dilakukan sangat beragam di masing-masing propinsi. Mulai datri

melakukan workshop, seminar hingga melakukan putaran diskusi di masing-masing

kecamatan. Hal ini dilakukan agar peserta kegiatan penyadaran public memiliki

pemahaman mendalam mengenai reformasi pengelolaan irigasi yang kini tengah

dilakukan oleh pemerintah. Kegiatan penyadaran public ini dilakukan di seluruh propinsi

pelaksana program WISMP.

B. Perbaikan dan Pembangunan Fisik Irigasi

Perbaikan dan pembangunan sarana irigasi dilakukan sebagai upaya untuk

meningkatkan layanan terhadap masyarakat petani. Adanya sarana irigasi yang baik

merupakan salah satu prasyarat agar distribusi air irigasi dapat mengalir secara merata

ke seluruh petani. Perbaikan sarana fisik yang dilakukan sangat beragam. Tergantung

pada kerusakan sarana fisik yang terjadi di masing-masing wilayah. Tabel 3

menunjukkan propinsi yang telah melakukan perbaikan dan pembangunan irigasi. Ada

beberapa propinsi yang belum melengkapi datanya, sehingga tidakdapat ditampilkan

dalam table 3. Propinsi tersebut adalah Sumatera Barat dan Lampung.

Page 8: 4. Bab 3 Irigasi

25

Sumber : Data WISMP propinsi

Perbaikan yang dilakukan meliputi peningkatan kondisi fisik bendung, saluran, maupun

bangunan pelengkap jaringan irigasi yang sebelumnya banyak mengalami kerusakan

dalam berbagai tingkatan (rusak berat, sedang dan ringan). Dalam pelaksanaannya,

perbaikan dan pembangunan

C. Kebijakan Irigasi

Pelaksanaan UU no 7 tahun 2004 tentang Sumber daya Air perlu didukung oleh adanya

payung hukum yang jelas di tingkat propinsi. Dengan demikian pelaksanaan kebijakan

reformasi sistem pengelolaan irigasi dapat diterapkan sesuai dengan kondisi sosial

budaya setempat. Hal ini disebabkan pada dasarnya Undang-undang masih bersifat

umum, sehingga pada penerapannya, perlu ada kebijakan yang mengatur hal tersebut

dengan lebih rinci dan teknis. Adanya perturan yang lebih teknis dan sesuai dengan

kondisi setempat tentu saja memudahan para pengelola irigasi untuk

TABEL 3PROPINSI YANG TELAH MELAKSANAKAN PERBAIKAN FISIK IRIGASI

No. Propinsi Keterangan1 Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Sudah Melakukan2 Sumatra Utara (Sumut) Sudah Melakukan3 Sumatra Barat (Sumbar) Data Belum Tersedia4 Sumatra Selatan (Sumsel) Sudah Melakukan

5 Lampung Data Belum Tersedia6 Jawa Barat (Jabar) Sudah Melakukan7 Jawa Tengah (Jateng) Sudah Melakukan

8 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sudah Melakukan9 Jawa Timur (Jatim) Sudah Melakukan

10 Sulawesi Selatan (Sulsel) Sudah Melakukan11 Sulawesi Tengah (Sulteng) Sudah Melakukan12 Sulawesi Barat (Sulbar) Sudah Melakukan13 Nusa Tenggara Timur (NTT) Sudah Melakukan

Page 9: 4. Bab 3 Irigasi

26

mengejawantahkan kebijakan tersebut dalam aturan yang lebih praktis tanpa

melenceng dari koridor hukum yang berlaku. Saat ini perkembangan untuk masing-

masing propinsi berbeda-beda, seperti yang tercantum pada table perkembangan untuk

masing-masing propinsi berbeda-beda, seperti yang tercantum pada table 4. Ada

beberapa propinsi yang belum melaporkan perkembangan terakhirnya tentang

kebijakan irigasi di daerahnya. Propinsi tersebut adalah: Sumatera Barat dan Sulawesi

Tengah

TABEL 4PENETAPAN PERDA PENGELOLAAN IRIGASI

No Propinsi Sudah/Belum Ditetapkan

Keterangan

1 Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)

Belum Perda akan ditetapkan pada tahun 2010

2 Sumatra Utara (Sumut)

Sudah Perda sudah ditetapkan di tingkat Propinsi Sumatera Utara, Kab. Serdang Bedagai dan Kab. Simalungun. Sedangkan Kab. Deli Serdang dan Humbang Hasundutan sedang dlm proses dan belum menetapkan perda ttg irigasi

3 Sumatra Barat (Sumbar)

Data belum tersedia

Data belum tersedia

4 Sumatra Selatan (Sumsel)

Sudah Baru Kab. OKU Selatan yang tekah menetapkan perda pengelolaan irigasi, sedangkan perda tingkat propinsi Sumatera Selatan dan kabupaten lain sedang dalam proses.

5 Lampung Sudah Baru Kab. Lampung Utara yg sudah menetapkan Perda No. 3 tahun 2005. Perda tingkat propinsi Lampung dan kabupaten lain sedang dalam proses.

6 Jawa Barat (Jabar) Sudah Jawa Barat baru menatapkan perda tingkat propinsi yaitu Perda No. 4 tahun 2008. Sedangkan perda tingkat kabupaten sedang dalam penyusunan draft.

7 Jawa Tengah (Jateng)

Sudah Adanya 19 Perda tentang Irigasi/PPSIP yang mengatur PPSIP di Provinsi dan 18 Kabupaten

8 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Belum Perda sedang proses pembahasan draft raperda irigasi

9 Jawa Timur (Jatim) Belum Perda sedang proses pembahasan draft raperda irigasi

Page 10: 4. Bab 3 Irigasi

27

10 Sulawesi Selatan (Sulsel)

Sudah Sulawesi Selatan telah menetapkan perda tingkat propinsi yaitu Perda No. 3 tahun 2009. Sedangkan perda tingkat kabupaten sedang dlm penyusunan draft.

11 Sulawesi Tengah (Sulteng)

Sudah Data belum tersedia

12 Sulawesi Barat (Sulbar)

Belum Perda sedang proses pembahasan draft raperda irigasi

13 Nusa Tenggara Timur (NTT)

Belum Perda sedang proses pembahasan draft raperda irigasi

Sumber : Data WISMP propinsi

D. Revitalisasi Komisi Irigasi

Dalam system pengelolaan irigasi partisipatoris, keberadaan komisi irigasi menjadi

sangat penting. Karenanya keberadaanya perlu mendapatkan legalitas formal dari

pemerintah daerah pelaksana program WISMP. Pada tahun 2009-2010, 13 propinsi

pelaksana WISMP telah menerbitkan SK Gubernur atau SK Bupati yang terkait dengan

Revitalisasi Komisi Irigasi di tingkat Propinsi dan Kabupaten pelaksana, seperti yang

tercantum dalam tabel 5 di bawah ini

TABEL 5REVITALISISASI KOMISI IRIGASI

No. Propinsi Jumlah Ketetapan Keterangan1 Nanggroe

Aceh Darussalam (NAD)

3 Permen PU Nomor 31/PRT/M/2007

Ada 2 Kabupaten yang belum mengajukan anggaran

2 Sumatra Utara (Sumut)

4 SK Bupati Kab Deli Serdang No.883 tahun 2008/4 Agt 2008,

SK Bupati Kab Serdang No 422/058/2007 tgl 28 Des 2007

SK Bupati Kab Simalungun No 188-45/3611/BPPD/14 Okt 2009,

SK Bupati Kab Humbang Hasundutan No. 144/10 Agt 2009

Data belum tersedia

3 Sumatra Barat

Data belum

Data belum tersedia Data belum tersedia

Page 11: 4. Bab 3 Irigasi

28

(Sumbar) tersedia4 Sumatra

Selatan (Sumsel)

5 SK Gubernur Prop Sumatera Selatan No. 589/KPTS/BAPPEDA/2009

SK Bupati Kab OKU Timur No. 589/KPTS/BAPPEDA/2009,

SK Bupati Kab OKU Selatan No. 35/KPTS/BAPPEDA-PM/2009

SK Bupati Kab Lahat masih di diproses di biro hukum DPRD Kab Lahat

5 Lampung 3 SK Gubernur Prop Lampung nomor G/569/III.09/ HK / 2008 tanggal 15 oktober 2008

SK Bupati Kab Lampung Utara No 225.A tahun 2006

SK Bupati Kab Tulang Bawang No G/394/III.06/HK/2007 tanggal 11 Juli 2007

Data belum tersedia

6 Jawa Barat (Jabar)

8 SK Gubernur Prop Jawa Barat No 611/Kep.424-DisPSDA/2009

SK Bupati Kab Bandung No 611/Kep.259-Beppeda/2008,

SK Bupati Kab Bogor No 611/355/Kpts/Hkm/2009,

SK Bupati Kab Cianjur No 611/Kep-20-PSDA/2007

SK Bupati Kab Purwakarta No 611.05/Kep. 966-Bappeda/ 2006

SK Bupati Sukabumi 611/Kep-506 A-Bap/2006,

SK Bupati Kab Kerawang no 611.05/Kep.327-Huk/2008,

SK Bupati Kab Bekasi No 050.13/kep.27A-bappeda/2009

Kabupaten (Purwakarta) belum sesuai dengan Permen PU No. 31/PRT/M/2007,

Kabupaten bandung Barat masih dalam proses pembentukan

Page 12: 4. Bab 3 Irigasi

29

7 Jawa Tengah (Jateng)

18 SK Bupati Magelang No.01 Thn 2009,

SK Bupati Pati No.47 Thn 2002,

SK Bupati Grobogan No.050/1063/XIII/2006,

SK Bupati Klaten No.611.1/07/2003

SK Bupati Sukoharjo No.6/2007,

SK Bupati Karanganyar No.610/261/2003,

SK Bupati Sragen No.611/105/02/2007,

SK Bupati Rembang No.100/318/2008,

SK Bupati Jepara No.311/193/2002,

SK Bupati Kudus No.611/225/2008,

SK Bupati Demak No.611.05/667/03

SK Bupati Temanggung No.28 Thn 2008,

SK Bupati Boyolali No.050/52/2008

SK Bupati Temanggung Kendal No.81/Thn 2008,

SK Bupati Wonogiri No.03/Thn 2009

Komir Propinsi belum mempunyai ketetapan,

Kab. Blora Kab Semarang dan Purbalingga masih dalam proses

8 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

4 SK Gubernur Prop DIY No 144/KEP/2006 tanggal 9 Oktober 2006

Komir tingkat propinsi belum terlaksana

Page 13: 4. Bab 3 Irigasi

30

9 Jawa Timur (Jatim)

15 SK Gubernur Prop Jawa Timur No. 183/330/KPTS/013/2008,

SK Bupati Banyuwangi No 188/608/KEP/429.012/2007,

SK Bupati Bondowoso No 1017 tahun 2006,

SK Bupati Situbondo No 188/198/P/001.2/2003,

SK Bupati Probolinggo No 650/714/426.12/2006,

SK Bupati Pasuruan No 050/733/HK/424.022/2007,

SK Bupati Sidoarjo No 188/618/404.1.1.3/2007,

SK Bupati Mojokerto 188.45/505/IIK/416-12/2007,

SK Bupati Jombang No 188/64/415.12/2007,

SK Bupati Nganjuk 188/194/K/411.101.03/2006,

SK Bupati Kediri No 687 tahun 2001,

SK Bupati Bangkalan No 188.45/339/Kpts/433.013/2007,

SK Bupati Sampang No 188/418/KEP/434.013/2006,

SK Bupati Pamekasan No 188/208/441.131/2009,

SK Bupati Sumenep No 188/425/KEP/435.013/2007

SK Bupati Kab Kab. Jember i tentang revitralisasi Komisi irigasi masih dalam proses

10 Sulawesi Selatan (Sulsel)

11 Data belum tersedia SK Bupati Kab Kab. Wajo tentang revitralisasi Komisi

Page 14: 4. Bab 3 Irigasi

31

irigasi masih dalam proses

11 Sulawesi Tengah (Sulteng)

8 SK Gubernur Prop Sulawesi Tengah No 050.13/212/BAPPEDA-GST/2007,

SK Bupati Kab Donggala No 188.45/0664/VIII/PRASWIL,

SK Bupati Kab Parigi Moutong No 611/18.206/BAPPEDA,

SK Bupati Kab Poso No 188.45/1578/2009,

SK Bupati Kab Toli-Toli No 188.45/0869/DIS.PU-TLI,

SK Bupati Kab Buol No 611/10845/BAPPEDA,

SK Bupati Kab Morowali No 611/SK,0277/BAPPEDA/XII/2009,

SK Bupati Kab Tojo Una-Una No 188,45/170.b/PU

SK Bupati Kab Kab. Banggai tentang revitralisasi Komisi irigasi masih dalam proses

12 Sulawesi Barat (Sulbar)

4 SK Bupati Kab Mamuju No.365 tahun 2008

Tiga kabupaten lain seperti Mamuju Utara, Majene dan Polman sedang dalam proses pembentukan Komir

13 Nusa Tenggara Timur (NTT)

3 SK Gubernur Prop NTT No 341/KEP/HK/2006

SK Bupati Kab Manggarai No HK/232.a/2008,

SK Bupati Kab Manggarai Barat No.147/Kep/HK/2006

SK Bupati Kab Sumba Timur No 266/Bap.611/2539/X/2006

-

Sumber : Data WISMP propinsi

Page 15: 4. Bab 3 Irigasi

32

E. Peningkatan Kapasitas Pengelola Irigasi

Peningkatan kapasitas pengelola irigasi merupakan prasyarat wajib yang harus dilakukan

dalam system pengelolaan irigasi yang partisipatif. Hal ini juga merupakan bagian dari

refoermasi terhadap system pengelolaan irigasi yang bersifat top down yang selama ini

dilakukan oleh pemerintah. Sesuai dengan amanat UU no 7 tahun 2004 tentang

pengelolaan irigasi, maka P3A, GP3A dan IP3A memiliki peran yang sangat vital; dalam

pengelolaan irigasi. Karenanya, peningkatan kapasitas mereka dalam mengelola irigasi

menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi.

Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pengelola irigasi dilakukan

dengan berbagai cara, sesuai dengan kebutuhan masing-masing propinsi. Upaya

peningkatan kapasitas tersebut meliputi pelatihan manajeman dan organisasi

pengelolaaan irigasi, pelatihan pengelolaan keuangan, dasar-dasar pengelolaan irigasi

dan sebagainya. Hal penting yang didapatkan dalam pelatihan ini adalah meningkatnya

kemampuan petani dalam mengelola irigasi secara terpadu. Mulai dari kemampuan

melakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengelolaan irigasi. Petani juga telah

mampu menyusun rencana tanam dan penyediaan air, pengelolaan irigasi partisipatif,

serta pengumpulan iuran pengelolaan irigasi. Dalam tatanan organisasi, petani telah

mampu menata manajemen organisasi pengelola irigasi (P3A, GP3A dan IP3A). Kegiatan

peningkatan kapasitas ini merupakan agenda wajib yang telah dilaksanakan di seluruh

propinsi pelaksana program WISMP. Tabel 6 menunjukkan kegiatan revitalisasi

P3A/IP3A dan GP3A

TABEL 6REVITALISASI P3A/ GP3A DAN IP3A

Propinsi Sudah/Belum Terlaksana

Lokasi Jumlah Peserta P3A. IP3A dan GP3A yang terlibat

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)

Sudah Dilaksankan di 11 Daerah Irigasi.

Data belum tersedia

Sumatra Utara (Sumut)

Sudah 165 peserta

Sumatra Barat (Sumbar)

Data belum tersedia

Data belum tersedia Data belum tersedia

Page 16: 4. Bab 3 Irigasi

33

Sumatra Selatan (Sumsel)

Sudah Dilaksankan di 42 Daerah Irigasi.

Data belum tersedia

Lampung Sudah 239 peserta

Jawa Barat (Jabar) Sudah 1.792 peserta

Jawa Tengah (Jateng)

Sudah 1.988 peserta

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Sudah 737 peserta

Jawa Timur (Jatim) Sudah Dilaksankan di 13 Daerah Irigasi

Data belum tersedia

Sulawesi Selatan (Sulsel)

Sudah Dilaksankan di 2.075 Daerah Irigasi

Data belum tersedia

Sulawesi Tengah (Sulteng)

Sudah Dilaksankan di 10 Daerah Irigasi,

Data belum tersedia

Sulawesi Barat (Sulbar)

Data belum tersedia

Data belum tersedia Data belum tersedia

Nusa Tenggara Timur (NTT)

Sudah Dilaksankan di 6 Daerah Irigasi

Data belum tersedia

Sumber : Data WISMP propinsi

Upaya peningkatan kapasitas juga dilakukan melalui pelatihan Tenaga Pendamping

Masyarakat atau yang dikenal dengan istilah TPM. TPM ini lah yang akan secara

langsung melakukan kegiatan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di 13

propinsi pelaksana WISMP. Agar hasil pendampingan tersebut maksimal, maka

dibentuklah TPM di masing-masing propinsi yang jumlahnya disesuaikan dengan

kebutuhan setempat. Seperti yang ditamilkan dalam table 7.

TABEL 7TENAGA PENDAMPING MASYARAKAT

No. Propinsi 2006 2007 2008 2009 Jumlah (TPM/KTPM) TPM/KTPM TPM/KTPM TPM/KTPM TPM/KTPM

1 Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)

- - 20/3 20/3 40/6

2 Sumatra Utara (Sumut)

17/2 22/3 47/4 45/4 131/13

3 Sumatra Barat (Sumbar)

* * * * *

4 Sumatra Selatan (Sumsel)

6/2 25/6 26/6 20/7 77/21

5 Lampung - - 24/3 * 24/3

Page 17: 4. Bab 3 Irigasi

34

6 Jawa Barat (Jabar) 73/8 70/8 93/8 128/9 364/337 Jawa Tengah

(Jateng)- 4/1 1/6 2/15 7/22

8 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

* * * * 22/9

9 Jawa Timur (Jatim) 25/* 28/* 27/* * 80/*10 Sulawesi Selatan

(Sulsel)66/19 40/11 100/25 * 206/55

11 Sulawesi Tengah (Sulteng)

* 25/4 32/7 * 57/11

12 Sulawesi Barat (Sulbar)

* 12/4 16/5 * 28/9

13 Nusa Tenggara Timur (NTT)

* 10/1 4/3 13/1 27/5

Sumber : Data WISMP propinsi

F. Meningkatnya Kesadaran Gender Dalam Pengelolaaan Irigasi

Indonesia telah merativikasi UU No.7 tahun 1984 dan diperkokoh dengan UU No.29

tahun 1999 tentang Konvensi Internasional tentang Penghapusan segala bentuk

diskriminasi. Subtansi dari konvensi ini adalah menetapkan bahwa perempuan memiliki

hak sipil, politik,ekonomi, sosial dan budaya yang harus dinikmati atas dasar persamaan.

Menurut konvensi CEDAW prinsip dasar kewajiban negara tersebut meliputi hal-hal

sebagai berikut Menjamin pelaksanaan praktis dari hak-hak itu melalui langkah-langkah

tindak atau aturan khusus, menciptakan kondusi yang konduksif untuk meningkatkanj

akses bagi perempuan pada peluang yang ada. Dengan kebijakan negara yang ada

sampai implikasinya ketingkat bawah.

Perempuan, secara tradisional memiliki peran yang sangat penting dalam dunia

pertanian, khususnya dalam pengelolaan irigasi. Karena itulah dalam program

pengelolaan irigasi secara partisipastif, keterlibatan kaum perempuan mendapatkan

perhatian yang khusus. Berbagai pelatihan dan diskusi mengenai gender mainstreaming

atau pengarus utamaan gender telah dilakukan di hamper semua propinsi pelaksana

program WISMP, seperti yang ditampilkan dalam table 8.

TABEL 8

Page 18: 4. Bab 3 Irigasi

35

PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN PEREMPUANNo. Propinsi Sudah Belum

1 Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)  

2 Sumatra Utara (Sumut)  

3 Sumatra Barat (Sumbar) Data belum tersedia

Data belum tersedia

4 Sumatra Selatan (Sumsel)  5 Lampung   6 Jawa Barat (Jabar)  

7 Jawa Tengah (Jateng)  

8 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)  

9 Jawa Timur (Jatim)  

10 Sulawesi Selatan (Sulsel)  

11 Sulawesi Tengah (Sulteng)  

12 Sulawesi Barat (Sulbar)  

13 Nusa Tenggara Timur (NTT)  

Sumber : Data WISMP propinsi

Ada beberapa manfaat yang diraih dalam kegiatan peningkatan kesadaran gender dalam

pengelolaan irigasi yaitu :

1. Adanya keterwakilan perempuan dalam kepengurusan P3A, GP3A dan IP3A

2. Adanya perempuan yang menjadi TPM/ KTPM

3. Keterlibatan perempuan dalam kegiatan usaha tani yang dilakukan

4. Adanya keterlibatan perempuan pengambilan keputusan seperti dalam dalam

penentuan IPI dan dalam system pengaturan pembagian air

G. Peningkatan Produksi Pertanian

Ketersediaan irigasi yang memadai untuk mengaiari sawah petani sepanjang tahun

adalah salah satu tujuan pelaksanaan project WISMP. Adanya pasokan air tersebut

tentunya berdampak signifikan pada keberhasilan panen petani Indonesia. Semakin

meningkatnya panen petani bukan hanya akan meningkatkan kesejahtaraan petani,

Page 19: 4. Bab 3 Irigasi

36

namun juga berdampak padaketersediaan dan keamanan pangan bagi masyarakat

Indonesia. Dalam pelaksanaan WISMP tahun 2009-2010 telah terjadi peningkatan

produksi yang cukup signifikan di 13 propinsi. Hal ini Nampak pada table 9

TABEL 9PENINGKATAN PRODUKSI PERTANIAN

No. Propinsi Hasil Produksi Rata-rata Produksi

Sebelum WISMP

Rata-rata Produksi Sesudah WISMP

1 Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)

Data belum tersedia

Data belum tersedia

Data belum tersedia

2 Sumatra Utara (Sumut) Padi 5-6 ton/ha 6-7 ton ha3 Sumatra Barat

(Sumbar)Data belum tersedia

Data belum tersedia

Data belum tersedia

4 Sumatra Selatan (Sumsel)

Padi 6-7 ton/ha 9-10 ton/ha

5 Lampung Data belum tersedia

Data belum tersedia

Data belum tersedia

6 Jawa Barat (Jabar) Padi 4-5 ton/ha 7-8 ton/ha7 Jawa Tengah (Jateng) Padi 4-5 ton/ha 6-7 ton/ha8 Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY)Padi 4-5 ton/ha 6-7 ton/ha

9 Jawa Timur (Jatim) Padi 4-5 ton/ha 6-7 ton/ha10 Sulawesi Selatan

(Sulsel)Padi 4-5 ton/ha 6-7 ton/ha

11 Sulawesi Tengah (Sulteng)

Padi 4-5 ton/ha 6-7 ton/ha

12 Sulawesi Barat (Sulbar) Data belum tersedia

Data belum tersedia

Data belum tersedia

13 Nusa Tenggara Timur (NTT)

Data belum tersedia

Data belum tersedia

Data belum tersedia

Sumber : Data WISMP propinsi