4. BAB 1 PENDAHULUAN CHF.doc

14
GAGAL JANTUNG KONGESTIF I. Pendahuluan Gagal jantung merupakan suatu keadaan patofisiologis dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Ada juga yang berpendapat bahwa gagal jantung adalah suatu sindrom dimana disfungsi jantung berhubungan dengan penurunan toleransi latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup. Gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failure) adalah gambaran sindrom klinik dengan kelainan struktur atau fungsi dari jantung sehingga tidak mampu untuk memompa darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi metabolisme tubuh. 1 Berdasarkan “The New York Heart Association (NYHA)” gagal jantung (CHF) dibagi atas: Kelas I bila penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak napas. Kelas II bila penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat. Kelas III bila penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih 1

Transcript of 4. BAB 1 PENDAHULUAN CHF.doc

Page 1: 4. BAB 1 PENDAHULUAN CHF.doc

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

I. Pendahuluan

Gagal jantung merupakan suatu keadaan patofisiologis dimana jantung

gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun

tekanan pengisian cukup. Ada juga yang berpendapat bahwa gagal jantung adalah

suatu sindrom dimana disfungsi jantung berhubungan dengan penurunan toleransi

latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup. Gagal

jantung kongestif (Congestive Heart Failure) adalah gambaran sindrom klinik

dengan kelainan struktur atau fungsi dari jantung sehingga tidak mampu untuk

memompa darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi

metabolisme tubuh.1

Berdasarkan “The New York Heart Association (NYHA)” gagal jantung

(CHF) dibagi atas: Kelas I bila penderita dengan gagal jantung tanpa adanya

pembatasan aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah

dan sesak napas. Kelas II bila penderita dengan gagal jantung yang

memperlihatkan adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika

beristirahat. Kelas III bila penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan

adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan

dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas. Kelas IV bila

penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan kegiatan apapun

tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat beristirahat.2,3

II. Patofisiologi

Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah kontraktilitas ventrikel kiri

yang menurun menyebabkan berkurangnya volume sekuncup dan bertambahnya

volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya End Diastolic Volume (EDV)

ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, kemudian

terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri, tekanan yang tinggi ini diteruskan ke

belakang ke pembuluh darah paru-paru, sehingga tekanan di kapiler paru dan vena

paru meningkat. Apabila terjadi peningkatan tekanan hidrostatik anyaman kapiler

1

Page 2: 4. BAB 1 PENDAHULUAN CHF.doc

paru-paru, akan terjadi transudasi cairan ke dalam ruang interstisial paru dan

masuk ke alveoli mengakibatkan edema paru, yang pada akhirnya menyebabkan

hipertensi pulmonal yang mengakibatkan peningkatan tahanan terhadap ejeksi

ventrikel kanan, yang akhirnya mengakibatkan bendungan sistemik dan terjadilah

edema yang dimulai pada ekstremitas bawah (edema pretibial dan dorsum pedis)

karena pengaruh gravitasi. 2,3,4

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan menimbulkan

respon simpatis, denyut dan kontraktilitas jantung akan meningkat, terjadi

vasokontriksi arteri perifer untuk menambah curah jantung. Aktivitas renin-

angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal,

meningkatkan volume ventrikel dan menambah kontraktilitas. Respon

kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau

bertambah tebalnya dinding jantung. Hipertrofi mengakibatkan peningkatan

jumlah sarkomer dalam sel-sel mikokardium. 3,5,6

Pada awalnya, semua respon kompensatorik pada gagal jantung

menguntungkan, tapi pada akhirnya mekanisme ini dapat menimbulkan gejala,

yaitu retensi cairan yang bertujuan meningkatkan kontraktilitas jantung

menyebabkan edema dan kongestif paru. Vasokonstriksi arteri dan redistribusi

aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena,

serta menimbulkan gejala kurangnya output urine. Vasokonstriksi arteri juga

meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi

ventrikel, beban akhir juga meningkat karena adanya dilatasi jantung, akibatnya

kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat.3,5,6

Hipertrofi ventrikel kiri merupakan kompensasi jantung menghadapi

tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohormonal yang ditandai oleh

penebalan konsentrik otot jantung. Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat

gangguan relaksasi ventrikel kiri kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri

(hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivitas sistem RAA memacu

mekanisme Frank Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel sampai

tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard. 3,6

2

Page 3: 4. BAB 1 PENDAHULUAN CHF.doc

Gambar 1. Normal sistolik dan fungsi diastolik dengan fraksi ejeksi normal (tengah), fungsi diastolik dengan fraksi ejeksi menurun karena pengisian diastolik menurun (kiri), disfungsi sistolik dengan fraksi ejeksi menurun karena fungsi sistolik terganggu (kanan).7

III. Etiologi

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh beberapa hal, infark

miokard adalah penyebab terbanyak, kemudian kardiomiopati, penyakit jantung

hipertensi, kelainan katup, dan penyakit jantung bawaan. Di negara berkembang

penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak. Sedangkan

faktor-faktor yang dapat memicu timbulnya gejala-gejala gagal jantung adalah

infeksi, aritmia, faktor fisik, makanan, asupan cairan, faktor lingkungan, emosi,

serangan infark miokard, emboli paru, anemis, tirotoksikosis, kehamilan,

hipertensi, miokarditis, dan endokarditis. 2,3,4

IV. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari gagal jantung adalah akibat dari gangguan cardiac

output dan atau peningkatan tekanan vena serta berhubungan dengan ventrikel

yang terkena. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan gagal jantung kronik

progresif. Namun ada pula yang datang dengan tanda dekompensasi jantung kiri

yang tiba-tiba (misalnya udem paru akut). Manifestasi klinis pada gagal jantung

kiri yaitu dyspnea, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, fatigue, takikardi,

takipnea, ronkhi, P2 mengeras (P2 : menutupnya katup pulmonal pada saat

tekanan ventrikel kanan turun di bawah tekanan diastolik pulmonal), S3 gallop

(S3 : bunyi jantung ketiga yang terdengar pada akhir periode pengisian cepat;

irama gallop menyerupai derap kuda yang ditimbulkan irama S3 dan S4 secara

bersamaan; S4 : bunyi yang terdengar pada akhir diastol saat kontraksi atrium dan

tambahan pengisian ventrikel 20%). Sedangkan pada gagal jantung kanan

didapatkan edema perifer, distensi vena jugularis, hepatomegali dan sebagainya.7

3

Page 4: 4. BAB 1 PENDAHULUAN CHF.doc

Berdasarkan kriteria Framingham, diagnosis CHF membutuhkan adanya 2

kriteriamayor atau 1 kriteria mayor dengan tambahan 2 kriteria minor

bersamaan.2,3,4

Tabel 1. Kriteria CHF berdasarkan kriteria Framingham2,3,4

KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR

Paroxysmal nocturnal dyspnea

Distensi vena-vena leher

Peningkatan vena jugularis

Ronki

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Refluks hepatojugular

Edema ekstremitas

Batuk malam

Dyspnea d’effort

Hepatomegali

Efusi pleura

Kapasitas vital berkurang 1/3 dari

normal

Takikardia (>120 denyut/menit)

Mayor atau Minor: Penurunan BB > 4.5 kg dalam 5 hari terapi

V. Pemeriksaan Penunjang

Rekaman EKG harus dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai dengan

gagal jantung. Perubahan EKG biasanya dijumpai pada pasien yang diduga

mengalami gagal jantung. Abnormalitas dari EKG memiliki nilai prediksi yang

kecil akan adanya gagal jantung. Foto thoraks digunakan untuk mendeteksi adanya

kardiomegali, kongesti pulmonal dan akumulasi cairan pleura, serta dapat

menunjukkan adanya penyakit paru atau infeksi yang menyebabkan atau yang

memperberat sesak nafasnya. Pemeriksaan diagnostik yang rutin dilakukan pada

pasien gagal jantung berupa pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin, leukosit,

dan platelet), elektrolit serum, kreatinin serum, laju filtrasi glomerulus, kadar

glukosa, tes fungsi hati, dan urinalisa. Abnormalitas elektrolit atau hematologis

tidak sering dijumpai pada pasien gagal jantung, meskipun anemia ringan,

hiponatremia, hiperkalemia, dan penurunan fungsi ginjal umum dijumpai.

Konfirmasi dengan ekokardiografi untuk diagnosa gagal jantung dianjurkan dan

4

Page 5: 4. BAB 1 PENDAHULUAN CHF.doc

sebaiknya segera dilakukan mengikuti dugaan gagal jantung. Yang paling sering

dinilai dari ekokardiografi adalah fungsi ventrikel membedakan antara pasien

dengan disfungsi sistolik dan pasien dengan fungsi sistolik yang masih baik

(normal fraksi ejeksi > 45 ± 50%).7,8

VI. Pengobatan Gagal Jantung Kongestif

Usaha pertama dalam penanggulangan gagal jantung kongestif ialah

mengatasi sindrom gagal jantung. Kemudian mengobati faktor presipitasi seperti

aritmia, anemia, tirotoksikosis, stress, infeksi, dan lain-lain, dan memperbaiki

penyakit penyebab serta mencegah komplikasi seperti tromboemboli.1,8

Pada kasus kronis pengobatan nonfarmakologik seperti memperbaiki

oksigenasi jaringan, membatasi kegiatan fisik sesuai beratnya keluhan, dan diet

rendah garam, cukup kalori dan protein. Kesemuanya ini memegang peranan

penting dalam penanggulangan gagal jantung kongestif kronis atau yang tidak

akut.1,8

Dalam penentuan terapi CHF, ACC/AHA (American College of

Cardiology/American Heart Association) membuat guideline dimana stadium

gagal jantung diklasifikasikan menjadi stage A-D berdasarkan ada tidaknya gejala

dan kelainan struktural. Pada stage A pasien dengan risiko tinggi gagal jantung

tanpa kelainan struktural pada jantung atau gejala gagal jantung misalnya pasien

dengan hipertensi, penyakit atherosklerosis, DM, obesitas, sindrom metabolik atau

pada pasien dengan riwayat keluarga yang kuat kardiomiopati atau mereka

menerima intervensi kardiotoksik. Terapi pada stage A yaitu edukasi agar

berhenti merokok, mengobati gangguan lipid, latihan secara reguler, mencegah

konsumsi alkohol, penggunaan narkoba, mengendalikan sindrom metabolik dan

ACEI inhibitor dan Angiotensin II reseptor blocker dapat berguna untuk

mencegah heart failure pada pasien berisiko tinggi yang memiliki riwayat

penyakit vaskular aterosklerotik, diabetes melitus, atau hipertensi terkait faktor

risiko kardiovaskular. Pada stage B yaitu kelainan struktural jantung tanpa gejala

dan tanda gagal jantung misalnya pada pasien riwayat infark miokard, remodeling

LV termasuk LVH dan rendah fraksi ejeksi, asimptomatik penyakit katup. Terapi

stage B yaitu semua langkah pada stage A dan beta-blocker diindikasikan pada

5

Page 6: 4. BAB 1 PENDAHULUAN CHF.doc

semua pasien tanpa riwayat infark miokard yang memiliki LVEF berkurang tanpa

gejala gagal jantung. ACEI digunakan pada pasien dengan fraksi ejeksi berkurang

dan tidak ada gejala gagal jantung, bahkan jika mereka tidak mengalami infark

miokard, ARB diberikan untuk pasien riwayat infark miokard tanpa gagal jantung

yang tidak toleran terhadap ACEI dan memiliki LVEF rendah. Pada stage C yaitu

kelainan struktural jantung dengan gejala gagal jantung sebelumnya atau sekarang

misalnya pasien yang terdapat kelainan struktural jantung, sesak napas dan

kelelahan serta toleransi latihan berkurang. Terapi stage C dengan semua langkah

di stage A dan B, obat yang digunakan rutin yaitu diuretik dan pembatasan garam

untuk mengatasi retensi cairan. ACEI direkomendasikan untuk semua pasien

dengan gejala gagal jantung saat ini atau sebelumnya dari LVEF heart failure,

beta-blocker (penggunaan 1 dari 3 terbukti mengurangi angka kematian, yaitu,

bisoprolol, carvedilol, dan pelepasan berkelanjutan metoprolol suksinat) yang

direkomendasikan untuk semua pasien yang stabil dengan gejala heart failure saat

ini atau sebelumnya dan mengurangi LVEF, kecuali ada kontraindikasi, implan

cardioverter-defibrillator dianjurkan sebagai pencegahan sekunder untuk

memperpanjang kelangsungan hidup pada pasien dengan gejala gagal jantung saat

ini atau sebelumnya dan mengurangi LVEF yang memiliki riwayat serangan

jantung, fibrilasi ventrikel, atau hemodinamik tidak stabil, penambahan antagonis

aldosteron pada pasien dengan gejala heart failure dan LVEF berkurang

dimonitor untuk fungsi ginjal dan konsentrasi kalium yang normal. Kreatinin

harus kurang dari atau sama dengan 2,5 mg/dl pada pria atau kurang dari atau

kalium sama dengan 2,0 mg/dl pada wanita dan harus kurang dari 5,0 mEq / L.

Pada stage D yaitu paisen dengan gagal jantung refrakter yang membutuhkan

intervensi khusus misalnya pasien yang dengan gejala saat istirahat meskipun

dengan terapi medis maksimal (misalnya mereka yang berulang dirawat di rumah

sakit atau tidak dapat bertahan diluar rumah sakit tanpa intervensi khusus)

ditatalaksana dengan sesuai langkah-langkah di stage A, B, C . Transplantasi

jantung dianjurkan untuk pasien dengan stadium akhir gagal jantung yang

refrakter. Pilihan untuk end of life care harus didiskusikan dengan pasien dan

keluarga ketika gejala memberat pada pasien dengan refrakter stadium akhir gagal

6

Page 7: 4. BAB 1 PENDAHULUAN CHF.doc

jantung meskipun semua terapi yang disarankan sudah dilakukan. Efektivitas

perbaikan katup mitral atau penggantian tidak disarankan untuk regurgitasi mitral

sekunder pada stadium akhir heart failure yang refrakter. Inotropik positif

intravena dapat dipertimbangkan untuk terapi paliatif pada pasien dengan heart

failure stadium akhir yang refrakter.

Terapi pada setiap stadium berbeda seperti yang dapat dilihat pada bagan

berikut ini:

Guideline ACC/AHA Mengenai Tahap-Tahap Perkembangan Gagal Jantung dan Terapinya.7

Berdasarkan patofisiologis yang telah diuraikan sebelumnya, konsep terapi

farmakologis saat ini ditujukan terutama pada :1,7,8

1. Menurunkan afterload dengan ACE-Inhibitor, atau antagonis kalsium

(yang tidak memiliki efek inotropik dan kronotropik negatif).

7

Page 8: 4. BAB 1 PENDAHULUAN CHF.doc

2. Meningkatkan kontraktilitas jantung melalui pemberian digitalis atau

dopamin.

3. Menurunkan preload melalui pemberian nitrat atau diuretik. Diuretik juga

dipakai sebagai obat untuk mengatasi retensi cairan tubuh.

VII. Penyakit Jantung Koroner 10

Istilah Penyakit Jantung Koroner (PJK) menggambarkan gangguan pada

aliran darah koroner. Pada kebanyakan kasus PJK disebabkan oleh aterosklerosis.

Penyakit arteri koroner dapat menyebabkan angina, infark miokard atau serangan

jantung, dan mati mendadak (sudden death).7

VIII. Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran koroner: 10

Arteri koroner bermuara di pangkal aorta pada sinus valsava, yang berada

di belakang katup aorta. Arus darah yang keluar dari bilik kiri bersifat turbulen

yang menyebabkan terhambatnya aliran koroner. Arteri koroner tidak seluruhnya

berada di permukaan jantung, tetapi sebagian besar berada di miokard, sehingga

sewaktu jantung berkontraksi atau sistol tekanan intramiokard meningkat, hal

mana akan menghambat aliran darah koroner. Karena itu dapat dipahami aliran

darah koroner 80% terjadi pada saat diastol dan hanya 20% saat sistol.10

Sistem autoregulasi, otot polos arteriol mampu melakukan adaptasi,

berkontraksi (vasokonstriksi) maupun berdilatasi (vasodilatasi) baik oleh

rangsangan metabolis maupun adanya zat-zat lain seperti adenin, ion K,

prostaglandin, dan kinin. Demikian pula oleh karena adanya regulasi saraf, baik

yang bersifat alfa dan beta adrenergik maupun yang bersifat tekanan

(baroreseptor). Tekanan Perfusi, meskipun aliran darah dalam arteri koroner dapat

terjadi, tetapi perfusi ke dalam jaringan memerlukan tekanan tertentu. Tekanan

perfusi dipengaruhi oleh tekanan cairan dalam rongga jantung, khususnya tekanan

ventrikel kiri, yang secara umum diketahui melaui pengukuran tekanan darah.

Tekanan perfusi normal antara 70-130 mmHg. Pada tekanan perfusi normal

tersebut sistem otoregulasi di atas dapat berjalan dengan baik. Bila tekanan perfusi

menurun di bawah 60 mmHg, maka sistem regulasi aliran darah koroner tidak

bekerja, sehingga aliran darah koroner hanya ditentukan oleh tekanan perfusi itu

8

Page 9: 4. BAB 1 PENDAHULUAN CHF.doc

sendiri. Hal ini menyebabkan kebutuhan jaringan tidak tercukupi. Dalam klinis

keadaan ini menunjukkan suatu fase hipotensif yang mengarah gagal jantung.

Artinya kerja jantung tidak mencukupi kebutuhan dirinya sendiri, karena sistem

autoregulasi lumpuh. 10

Ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan, berbagai keadaan akan

mempengaruhi antara pasokan dan kebutuhan, yang pada dasarnya melalui

mekanisme sederhana, yaitu: 1) pasokan berkurang meskipun kebutuhan tak

bertambah, dan 2) kebutuhan meningkat, sedangkan pasokan tetap. Bila arteri

koroner mengalami gangguan penyempitan (stenosis) atau penciutan (spasme),

pasokan arteri koroner tidak mencukupi kebutuhan, secara populer terjadi

ketidakseimbangan antara pasokan (supply) dan kebutuhan (demand), hal mana

akan memberikan gangguan. Manifestasi gangguan dapat bervariasi tergantung

berat ringannya stenosis atau spasme, kebutuhan jaringan (saat istirahat atau

aktif), dan luasnya daerah yang terkena. Dalam keadaan istirahat, meskipun arteri

koroner mengalami stenosis lumen sampai 60% belum menimbulkan gejala, sebab

aliran darah koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan, antara lain dengan

mekanisme pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) pasca stenosis. Stenosis

koroner pada keadaan ini tidak memberi keluhan, sering disebut penyakit jantung

koroner laten atau silent ischemia. 10

9