3d seismic survey

94
20 BAB III DASAR TEORI III.1 Gelombang Seismik Gelombang seismik merupakan gelombang elastik yang menjalar di dalam bumi. Gelombang elastik yang menjalar dalam medium seperti gelombang suara, berdasar sifatnya dapat dikategorikan sebagai gelombang seismik. Gelombang seismik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yakni gelombang badan dan gelombang permukaan. III.1.1 Gelombang badan Gelombang badan merambat dalam badan medium yang berarti dapat pula merambat di permukaan medium. Gelombang badan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni : 1. Gelombang P atau gelombang primer atau gelombang longitudinal, yang dapat menjalar dalam segala medium (padat, cair maupun gas). Gerakan partikel medium yang dilewati gelombang ini adalah searah dengan arah penjalaran gelombangnya. 2. Gelombang S atau gelombang sekunder atau gelombang transversal, yang hanya menjalar dalam medium padat. Gerakan partikel yang disebabkan oleh penjalaran gelombang ini adalah tegak lurus terhadap arah penjalaran gelombangnya. Gelombang S dapat dibagi menjadi dua komponen, yakni :

description

3d survey

Transcript of 3d seismic survey

  • 20

    BAB III

    DASAR TEORI

    III.1 Gelombang Seismik

    Gelombang seismik merupakan gelombang elastik yang menjalar di dalam

    bumi. Gelombang elastik yang menjalar dalam medium seperti gelombang suara,

    berdasar sifatnya dapat dikategorikan sebagai gelombang seismik. Gelombang

    seismik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yakni gelombang badan

    dan gelombang permukaan.

    III.1.1 Gelombang badan

    Gelombang badan merambat dalam badan medium yang berarti dapat pula

    merambat di permukaan medium. Gelombang badan dapat dibedakan menjadi dua

    jenis, yakni :

    1. Gelombang P atau gelombang primer atau gelombang longitudinal, yang

    dapat menjalar dalam segala medium (padat, cair maupun gas). Gerakan

    partikel medium yang dilewati gelombang ini adalah searah dengan arah

    penjalaran gelombangnya.

    2. Gelombang S atau gelombang sekunder atau gelombang transversal, yang

    hanya menjalar dalam medium padat. Gerakan partikel yang disebabkan

    oleh penjalaran gelombang ini adalah tegak lurus terhadap arah penjalaran

    gelombangnya. Gelombang S dapat dibagi menjadi dua komponen, yakni :

  • 21

    Gelombang SV, yakni gelombang sekunder yang gerakan partikelnya

    terpolarisasi pada bidang vertikal.

    Gelombang SH, yakni gelombang sekunder yang gerakan partikelnya

    adalah horisontal.

    Pada umumnya gelombang sekunder mempunyai kedua komponen ini,

    yaitu SH dan SV.

    III.1.2 Gelombang permukaan

    Gelombang permukaan adalah gelombang yang merambat pada permukaan

    bidang batas medium tertentu. Ada tiga macam gelombang permukaan, yakni :

    1. Gelombang Rayleigh (R) / ground roll, yakni gelombang yang merambat

    pada permukaan bebas medium berlapis maupun homogen. Gelombang ini

    mempunyai gerakan partikel eliptik retrograd.

    2. Gelombang Love (L), yang merambat pada permukaan bebas medium

    berlapis dengan gerakan partikel seperti gelombang SH.

    3. Gelombang Stonely, yaitu gelombang yang merambat pada bidang batas

    antara dua medium (gelombang antar permukaan atau interface wave)

    dengan gerakan pertikel serupa dengan gelombang SV.

    Dari semua jenis gelombang di atas gelombang P mempunyai kecepatan yang

    paling besar, kemudian berturut-turut disusul oleh gelombang S, gelombang L dan

    gelombang R. Sedangkan untuk gelombang stonely biasanya tidak teramati di

    permukaan tanah. Pada gambar III.1 merupakan ilustrasi penjalaran gelombang

    badan dan gelombang permukaan pada suatu medium.

  • 22

    Gambar III.1 Ilustrasi penjalaran gelombang gelombang badan :

    (a) gelombang P dan (b) gelombang S, gelombang permukaan : (c) gelombang R dan (d) gelombang L (sumber : http://web.ics.purdue.edu)

    III.2 Konsep Dasar Metode Seismik refleksi

    Pada dasarnya metode seismik refleksi dilakukan dengan cara membuat

    getaran yang berfungsi sebagai sumber energi buatan. Gelombang yang dihasilkan

    sumber getaran tersebut merambat ke dalam bumi atau formasi batuan, kemudian

    dipantulkan ke permukaan oleh bidang pantul (reflektor) yang merupakan bidang

    batas perlapisan yang mempunyai kontras akustik impedansi.

    Gelombang yang dipantulkan tersebut diterima oleh receiver yang berada di

    permukaan dan direkam ke instrumen. Gelombang yang terekam digunakan untuk

    merekonstruksi penjalaran gelombang seismik refleksi yang membawa informasi

    struktur bawah permukaan berdasarkan variasi amplitudo, variasi frekuensi dan

    pengukuran waktu tempuh gelombang selama penjalaran (Telford et al., 1976).

  • 23

    III.2.1 Penjalaran gelombang seismik

    Penjalaran gelombang seismik dalam medium bumi mengikuti hukum-hukum

    fisika yang berlaku dalam optika geometri, dengan mengambil pendekatan bahwa

    tiap lapisan batuan dalam medium bumi dianggap bersifat homogen, isotrop dan

    elastis sempurna sehingga gelombang seismik akan merambat dengan kecepatan

    konstan di sepanjang lintasan garis lurus.

    Medium bumi terdiri atas beberapa lapisan batuan yang memiliki kerapatan

    dan kecepatan gelombang berbeda-beda antara lapisan batuan satu dengan lapisan

    batuan yang lain. Penjalaran dari gelombang seismik tersebut memenuhi hukum

    Snellius. Hukum ini mengatakan bahwa gelombang seismik yang melewati bidang

    batas antara dua medium akan mengalami pemantulan dan pembiasan sehingga

    terjadi perubahan arah gelombang (Gambar III.2). Sesuai dengan hukum Snellius,

    dapat dituliskan persamaan yang menjelaskan relasi antara sudut datang, sudut

    bias dan sudut pantul terhadap kecepatan gelombang dalam medium, yakni :

    pVVVVV SPSPP

    2

    2

    2

    2

    1

    1

    1

    '1

    1

    1 sinsinsinsinsin (3.1)

    Gambar III.2 Pemantulan dan pembiasan gelombang seismik berdasarkan hukum Snellius (Yilmaz, 2001)

  • 24

    dengan 1 sudut datang gelombang P, 1 adalah sudut pantul gelombang P, 1

    adalah sudut pantul gelombang S, 2 adalah sudut bias gelombang P, 2 adalah

    sudut bias gelombang S, VP1 dan VP2 adalah kecepatan gelombang P pada medium

    1 dan medium 2, VS1 dan VS2 adalah kecepatan gelombang S pada medium 1 dan

    medium 2, dan p adalah parameter gelombang (konstanta).

    Pada medium banyak lapis, hukum Snellius akan semakin terlihat lebih jelas.

    Gambar III.3 mengilustrasikan 2 berkas gelombang dengan nilai p yang berbeda,

    yakni p1 dan p2 yang menjalar pada medium 1, 2 dan 3. Menurut hukum Snellius

    maka persamaan yang berlaku adalah :

    untuk berkas I 13

    3

    2

    2

    1

    1 sinsinsin pvvv

    (3.2)

    untuk berkas II 21

    '4

    2

    '3

    2

    '2

    1

    '1 sinsinsinsin p

    vvvv

    (3.3)

    Gambar III.3 Perambatan gelombang seismik pada model medium bumi lapisan horisontal

  • 25

    III.2.2 Geometri penjalaran gelombang seismik refleksi

    Perambatan gelombang seismik refleksi dari source S ke receiver R dengan

    kecepatan v dan waktu tempuh t dapat diilustrasikan seperti pada gambar III.4.

    Dengan x adalah jarak dari sumber ke penerima, h adalah ketebalan lapisan

    pertama dan r adalah jarak perambatan gelombang.

    Gambar III.4 Geometri gelombang seismik pantul pada

    model bumi 2 lapis (Robinson dan oruh, 1988)

    Berdasarkan gambar III.4 penjalaran gelombang seismik refleksi tersebut

    melalui garis SOR. Karena sudut datang sama dengan sudut pantul maka jarak

    antara SO dan OR juga sama, sehingga persamaan waktu tempuhnya adalah :

    2

    2

    2

    2222 4

    42

    vh

    vxthx

    vt xx (3.4)

    Pada model bumi dengan lapisan pemantul (reflektor) miring (gambar III.5)

    maka waktu tempuh penjalaran gelombang dari sumber ke receiver menjadi :

    2

    1

    2

    1

    2 sin2cos2

    vhx

    vhtx

    (3.5)

    dengan x adalah jarak sumber ke penerima, v1 adalah kecepatan lapisan pertama,

    v2 adalah kecepatan lapisan kedua, S adalah sumber, R adalah penerima, S adalah

    pencerminan dari titik S terhadap reflektor, S adalah proyeksi reflektor vertikal

    S R x

    i1 i1

    r r h

    v

    O

  • 26

    dari S ke permukaan, D adalah titik pantul, d adalah jarak vertikal terhadap

    reflektor, h adalah jarak tegak lurus terhadap reflektor dan adalah kemiringan

    dari lapisan pemantul.

    Gambar III.5 Geometri gelombang seismik pantul pada

    reflektor miring (Robinson dan oruh, 1988)

    III.3 Akusisi Seismik 3D

    Pengambilan data pada survei seismik 3D secara umum tidak jauh berbeda

    dengan survei seismik 2D. Perbedaan paling menonjol adalah geometri bentangan

    penerima dengan sumber gelombang. Bentangan survei seismik 3D merupakan

    gabungan beberapa lintasan seismik 2D. Untuk survei seismik 3D di darat sering

    digunakan penembakan dengan cara swath shooting, yaitu larikan penerima

    tersusun paralel (in-line direction) sedangkan lintasan sumber berada pada arah

    tegak lurus dengan lintasan penerima (x-line direction). Dalam pelaksanaan survei

    seismik 3D menggunakan teknik tertentu dalam pengambilan data di lapangan

    untuk mendapatkan data dengan kualitas yang bagus.

    S

    S

    S R

    D

    v1

    v2

  • 27

    III.3.1 CDP gather

    Pada eksplorasi hidrokarbon yang menerapkan metode seismik refleksi

    multichannel menggunakan titik tembak sebagai sumber gelombang dan banyak

    geophone/hydrophone sebagai receiver dalam pengumpulan data sehingga dapat

    mempercepat akusisi data.

    Mayne (1962) memperkenalkan teknik common depth point stacking untuk

    meningkatkan signal to noise ratio dan analisis kecepatan yang lebih baik untuk

    konversi kedalaman. Refleksi seismik yang berasal dari beberapa pasangan titik

    tembak dan penerima yang dipantulkan pada satu titik pantul yang sama (CDP

    atau Common Depth Point), kemudian dikumpulkan dalam satu CDP gather

    (gambar III.6a). Selanjutnya data hasil rekaman seismik dari setiap CDP gather

    diurutkan (sorting) kedalam satu susunan pertambahan jarak (offset) terhadap

    waktu tempuh (gambar III.6b). Proses sorting CDP ini dilakukan pada setiap shot

    gather data seismik dari lapangan.

    Kemudian data waktu tiba setiap trace dalam CDP gather dikoreksi NMO

    (Normal Move Out) (gambar III.6c), yaitu koreksi waktu tiba refleksi tiap trace

    terhadap waktu mula-mula (T = 0). Setelah dilakukan koreksi NMO kemudian

    dilanjutkan dengan proses stacking (gambar III.6d). Stacking trace adalah trace

    hasil penjumlahan (stack) trace-trace dalam CDP gather yang telah dikoreksi

    NMO sehingga amplitudo refleksi akan saling menguatkan sedangkan untuk

    amplitudo noise yang sifatnya random akan saling melemahkan. Penampang

    seismik terdiri dari deretan stacking trace yang dapat menggambarkan kondisi

    geologi bawah permukaan bumi.

  • 28

    Gambar III.6 Ilustrasi pengumpulan data rekaman seismik refleksi (a) CDP gather, (b) CDP gather sebelum koreksi NMO, (c) CDP gather sebelum koreksi NMO, (d) stacking trace

    III.3.2 Konsep bin

    Pada survei seismik 2D data diurutkan (sorting) kedalam CMP gathers yang

    berasosiasi dengan satu titik diatas permukaan bumi. Sedangkan data pada seismik

    3D lebih tidak teratur dan memerlukan konsep midpoint bin, (gambar III.7). Pada

    data seismik laut ketidakteraturan berasal dari kabel yang terpuntir dan pada data

    seismik darat dari akses, topografi dan permasalahan desain.

    Bin didefinisikan sebagai ukuran dari in-line dan cross-line serta jumlah

    sebenarnya dari seluruh midpoint yang terekam pada luasan bin dalam bentuk

    CMP gathers. Fold dari setiap bin adalah jumlah dari trace yang terekam.

    Gambar III.7 Midpoint dalam bin seismik 3D

  • 29

    Proses stacking CMP pada seismik 3D adalah dengan menjumlahkan seluruh

    trace dalam bin untuk mendapatkan stack trace tunggal (gambar III.8). Idealnya,

    midpoint sebenarnya (riil) akan mengumpul dekat pusat bin. Trace ini berasosiasi

    dengan pusat geometri bin untuk proses selanjutnya. Pada satu tingkatan untuk

    pemahaman, bin merupakan objek yang sangat sederhana. Sungguh tak lain hanya

    khayalan penggambaran kotak diatas permukaan bumi dengan menggunakan

    ukuran in-line dan cross-line. Tetapi detail bagian dalam bin sulit divisualisasikan

    untuk survei 3D yang besar.

    Gambar III.8 Stacking CMP dalam setiap bin untuk mendapatkan Trace tunggal (Liner, 1999)

    III.3.3 Luasan survei akusisi seismik 3D

    Penentuan luasan area survei seismik 3D sangat penting, untuk mendapatkan

    gambaran bawah permukaan dari target yang akan dicari. Dalam survei seismik

    3D dikenal tiga luasan akusisi (gambar III.9), yaitu :

    1. Luasan target, merupakan luasan yang dipakai sebagai dasar untuk seluruh

    interpretasi geologi. Luasan ini disebut juga sweet spot.

    2. Luasan permukaan liputan penuh (luasan 3D), yaitu luasan di permukaan

    tempat tercapainya jumlah liputan yang dikehendaki, dimana sisi-sisinya

    merupakan sisi luasan target ditambah dengan tingkap migrasi. Luasan ini

    disebut juga image area atau luasan fold taper.

  • 30

    3. Luasan survei, dimana sisi-sisi luasan ini merupakan sisi-sisi dari luasan

    pertama dan kedua ditambah dengan jarak pembentukan jumlah liputan.

    Dalam luasan inilah ditempatkan sumber penembak dan penerima. Luasan

    ini disebut juga acquisition area.

    Gambar III.9 Ilustrasi luasan akusisi

    III.3.4 Geometri lapangan survei seismik 3D

    Dalam survei seismik yang menggunakan berbagai macam susunan source

    dan receiver dan biasanya disebut geometri lapangan atau field layout. Setiap

    geometri lapangan memiliki keunggulan dan kelemahan. Pemilihan jenis geometri

    lapangan yang dipakai pada suatu area survei tergantung dari target, keperluan

    survei dan ketersediaan peralatan. Gambar III.10 menunjukkan beberapa geometri

    lapangan pada survei seismik 3D yang sering digunakan.

    Di sini digunakan tiga jenis geometri lapangan, yaitu : straight line, bricks

    dan slanted. Pada geometri straight line arah lintasan source tegak lurus dengan

    lintasan receiver, sedangkan lintasan source geometri slanted membentuk sudut

    terhadap lintasan receiver (non orthogonal). Untuk geometri bricks merupakan

  • 31

    modifikasi dari straight line, yaitu dengan menggerakkan group dari titik tembak

    yang berada pada lintasan receiver secara bergantian keposisi setengah lintasan.

    Dari segi pelaksanaan di lapangan, geometri bricks lebih susah diterapkan

    daripada geometri straight line dan slanted walaupun terkadang memberikan hasil

    yang lebih baik.

    Gambar III.10 Geometri lapangan survei seismik 3D (a) Straight line, (b) Slanted, (c) Zig-zag, (d) Bricks, (e) Radial dan (f) Button

    III.4 Parameter Akusisi Seismik 3D

    Desain survei merupakan tahapan awal dalam akusisi seismik 3D. Pembuatan

    desain survei melibatkan perhitungan parameter-parameter yang dapat digunakan

    untuk menentukan keberhasilan dari suatu hasil desain. Parameter tersebut adalah

    parameter target dan parameter lapangan.

    III.4.1 Parameter target

    Parameter target adalah parameter yang berhubungan dengan deskripsi dari

    kondisi geologi bawah permukaan yang berisi tentang informasi data-data dari

  • 32

    target survei. Parameter target ini merupakan masukan awal dalam pembuatan

    desain survei seismik 3D baik secara manual maupun dengan simulasi rekaman.

    Semakin jelas dan akurat parameter target yang diperoleh akan semakin baik pula

    desain yang dihasilkan. Parameter target tersebut meliputi :

    1. Target survei

    Target merupakan lapisan batuan atau formasi batuan bawah permukaan yang

    dijadikan sebagai zona interest dari survei karena diperkirakan adanya kandungan

    hidrokarbon yang potensial. Target survei ditentukan berdasarkan data sumur,

    yaitu keadaan litologi batuannya dan berdasarkan penampang data seismik 2D

    sebelumnya berupa horison lapisan batuan.

    2. Kedalaman target

    Kedalaman target merupakan tolok ukur dalam perencanaan sumber seismik

    yang akan dipakai saat survei. Selain itu juga dijadikan sebagai parameter kontrol

    untuk menentukan offset antara source dan receiver.

    Kedalaman target dapat ditentukan berdasarkan peta struktur atau penampang

    seismik 2D sebelumnya dan litologi batuan dari data sumur. Kedalaman target

    meliputi kedalaman terdangkal dan terdalam dari target survei (gambar III.11).

    Gambar III.11 Kedalaman target

    a-b adalah formasi target primer dan b-c : formasi target sekunder

    a b

    c

    target terdangkal

    target terdalam

    surface

  • 33

    Berdasarkan faktor spekulasi kedalaman target dibagi menjadi dua jenis

    (gambar III.11), yaitu : kedalaman primer adalah kedalaman dari zona target yang

    utama dan kedalaman sekunder adalah kedalaman dari kemungkinan adanya zona

    target yang lebih dalam.

    3. Luasan target

    Luasan target merupakan luas dari zona target di bawah permukaan yang

    membutuhkan penggambaran seismik 3D. Informasi mengenai luas daerah target

    merupakan input awal dalam mendesain luas daerah survei di permukaan. Desain

    geometri yang efektif sangat ditentukan oleh informasi mengenai luas target yang

    akan diselidiki karena hal ini berhubungan dengan interval line yang akan dibuat

    dalam survei tersebut. Selain itu informasi luas target juga digunakan untuk

    menentukan pengambilan arah bentangan dari lintasan pengukuran (in-line dan

    cross-line) yang ekonomis.

    Penentuan luasan target dapat ditentukan berdasarkan garis batas minyak

    maksimum atau dari garis batas minyak dan air serta dari pola-pola patahan pada

    penampang seismik 2D sebelumnya. Secara praktis dan ekonomis dapat dilakukan

    perhitungan luasan target secara langsung (gambar III.12) dari peta struktur zona

    target yang telah dibuat berdasarkan hasil survei seismik 2D.

    Gambar III.12 Ilustrasi luasan target dari peta struktur

  • 34

    4. Kemiringan (dip)

    Kemiringan yang dimaksud adalah kemiringan maksimum dari bidang target

    secara geologi pada arah in-line dan cross-line. Di dalam desain lapangan survei

    seismik 3D, kemiringan bidang target berhubungan langsung dengan perencanaan

    luas daerah survei yang akan dilakukan. Selain itu juga menentukan distribusi

    offset dan azimuth antara source dengan receiver, karena pada umumnya lintasan

    penerima eksplorasi seismik cenderung pada arah yang tegak lurus dengan strike

    dari reflektor miring.

    Teknik penentuan kemiringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : Peta

    struktur dan dilakukan langsung dari penampang seismik. Metode time structure

    dapat dibuat berdasarkan data waktu tempuh gelombang pada target. Pada setiap

    kedalaman dari target dibuat peta isotime yang kemudian diinterpretasikan pada

    dua titik kedalaman yang berbeda. Sedangkan penentuan kemiringan bidang target

    berdasarkan penampang seismik pada prinsipnya memiliki kesamaan yaitu dengan

    menghitung selisih waktunya.

    5. Frekuensi

    Frekuensi merupakan salah satu parameter terpenting sebagai input awal

    dalam penentuan parameter lapangan survei seismik. Frekuensi tersebut adalah

    frekuensi maksimum yang dikandung oleh gelombang seismik yang diperoleh di

    lapangan. Nilai frekuensi maksimum diperoleh dari data seismik 2D sebelumnya

    dengan cara mengukur jarak dari puncak ke puncak gelombang di sekitar horison.

    Frekuensi maksimum ini merupakan frekuensi yang bebas dari efek aliasing

    baik akibat dari perubahan offset, kedalaman maupun kemiringan bidang target.

  • 35

    Penentuan frekuensi maksimum sangat berguna untuk mendesain jarak atau spasi

    trace yang optimal, yaitu suatu jarak dimana selisih waktu tiba gelombang pada

    receiver terdekat dan terjauh optimal. Faktor penyebab dari selisih waktu ini

    adalah kemiringan bidang reflektor dan variasi topografi di permukaan.

    6. Kecepatan gelombang

    Kecepatan yang dipakai dalam perhitungan desain parameter lapangan survei

    seismik bisa berupa kecepatan interval atau kecepatan RMS (Root Mean Square).

    Kecepatan interval dapat ditentukan dari survei check shot berdasarkan interval

    kedalaman, sehingga kecepatan interval merupakan kecepatan gelombang yang

    sebenarnya dari lapisan batuan di daerah penelitian atau juga dapat ditentukan dari

    penampang seismik 2D sebelumnya. Sedangkan kecepatan RMS bisa diperoleh

    dari seismik 2D saat melakukan analisis kecepatan sehingga diperoleh kecepatan

    pada masing-masing formasi sekaligus target survei.

    Kecepatan gelombang tersebut menunjukkan nilai kecepatan lapisan batuan

    diatas zona target. Informasi kecepatan gelombang ini berguna untuk perhitungan

    parameter selanjutnya, seperti : spatial sampling, tingkap migrasi maupun dalam

    perhitungan dip dari peta struktur.

    III.4.2 Parameter lapangan

    Parameter lapangan adalah parameter yang dihitung berdasarkan hasil test

    parameter lapangan, perumusan matematis dan parameter target yang ditentukan

    sebelumnya. Dalam penelitian ini, parameter lapangan dikategorikan menjadi 4

    bagian utama, yaitu :

  • 36

    III.4.2.1 Parameter geometri

    Parameter geometri meliputi fold coverage, ukuran bin, Xmin, Xmax, tingkap

    migrasi, fold taper dan geometri bentangan.

    1. Fold coverage (liputan)

    Fold coverage dalam seismik 3D memiliki pengertian yang sama dengan fold

    coverage pada seismik 2D, yaitu jumlah penembakan yang berulang pada satu

    titik yang sama dengan sumber yang berbeda atau banyaknya midpoint setiap bin.

    Kegunaan dari fold coverage untuk menaikkan signal to noise ratio dan meredam

    noise random serta filtering. Besarnya sinyal dilipatkan sejumlah fold kali dan

    noise (random) akan diredam akar dua fold kali.

    Fold ini merupakan parameter awal yang harus ditentukan, karena parameter

    ini sangat penting dalam desain geometri penembakan dan juga dalam penentuan

    biaya yang efisien. Pada gambar III.13 menunjukkan grafik kesebandingan antara

    fold dengan S/N. Dari gambar tersebut terlihat bahwa setiap peningkatan fold

    sebanyak 2 kali diperoleh kenaikan S/N 41 % atau dua kali S/N akan memperoleh

    4 kali fold dengan asumsi noise bersifat Gaussian.

    Gambar III.13 Hubungan fold dengan S/N (Cordsen dan Pierce, 1995)

  • 37

    Secara umum penentuan jumlah fold dalam survei seismik 3D sebenarnya

    tidak menggunakan perumusan matematika yang akurat tetapi hanya berdasarkan

    pada fold survei seismik 2D sebelumnya. Biasanya nilai fold 3D adalah dari

    fold 2D atau dilebihkan sampai dengan 32 fold 2D jika memiliki S/N yang tinggi.

    Beberapa pendapat mengatakan untuk data dengan S/N tinggi biasanya nilai fold

    3D yang diinginkan adalah 31 dari nilai fold 2D.

    Cara apapun yang dipakai untuk menghitung fold 3D harus mengacu kepada

    fakta bahwa satu titik tembak akan membuat beberapa midpoint dimana terdapat

    titik perekaman. Jika semua offset berada pada jangkauan yang diperbolehkan,

    maka nilai dari fold dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :

    UbNCNSFold 2 (3.6)

    dengan NS adalah jumlah titik tembak per luasan, NC adalah jumlah channel, b

    adalah dimensi bin (persegi) dan U adalah unit faktor (10-6 untuk satuan m/km2)

    Seismik 3D mempunyai nilai fold yang berbeda pada sisi-sisinya. Penentuan

    nilai fold seismik 3D dilakukan dalam 2 arah, yaitu : in-line dan cross-line. Fold

    dalam arah in-line dapat dihitung dengan persamaan (3.7), sedangkan fold dalam

    arah cross-line dihitung dengan menggunakan persamaan (3.8). Gambar III.14

    menunjukkan pembentukan liputan bawah permukaan.

    SLIRINCfold rinline 2

    (3.7)

    dengan NCr adalah jumlah channel dalam arah in-line, RI adalah jarak antar group

    receiver dan SLI adalah jarak antar lintasan titik tembak.

    2NRLfoldcrossline (3.8)

  • 38

    dengan NRL adalah jumlah lintasan receiver dalam satu template atau satu kali

    dilakukan penembakan.

    Jumlah fold total dari survei seismik 3D dapat dihitung dengan menggunakan

    persaman (3.9) yang merupakan perkalian antara foldinline dengan foldcrossline.

    Perkalian dari keduanya tidak akan melebihi dari jumlah fold total.

    crosslineinlinetotal foldfoldfold (3.9)

    Gambar III.14 Pembentukan liputan (Stone, 1994, hal.56)

    Beberapa area akan memberikan nilai batas bawah dan lainnya memberikan

    nilai batas atas untuk mendapatkan rata-rata dari nilai fold bukan bilangan cacah

    tersebut. Jika dari hasil didapatkan nilai bukan bilangan cacah, maka akan terdapat

    penumpukan nilai fold.

    2. Ukuran bin

    Salah satu teknik coverage yang digunakan untuk mendapatkan informasi

    bawah permukaan berbentuk volumetrik adalah dengan membuat sample-sample

    kecil pada setiap bagian dari target yang diinginkan. Sample-sample kecil dalam

  • 39

    seismik 3D tersebut disebut bin, umumnya digunakan istilah bin size untuk

    menyatakan ukuran besar dari nilai bin tersebut. Jumlah total dari setiap bin size

    merupakan luas total dari seluruh target yang diinginkan.

    Ukuran serta interval bin sangat diperlukan dalam desain survei seismik 3D.

    Penentuan ukuran bin berdasarkan spasi cuplik, yaitu jarak maksimum antara dua

    jejak seismik yang berturutan pada penampang seismik yang telah distack (zero

    offset). Ukuran bin dan besarnya nilai fold akan saling mempengaruhi karena fold

    merupakan fungsi kuadratik dari sisi bin (gambar III.15) selain itu ukuran bin

    akan mempengaruhi nilai S/N.

    Gambar III.15 Hubungan fold dengan bin size (Cordsen dan Pierce, 1995)

    Bin adalah suatu luasan dimana beberapa CMP yang dihasilkan digabung

    menjadi satu CMP gather. Bentuk bin pada umumnya berupa persegi, namun jika

    diinginkan pada salah satu arah sisi bin maka geometrinya dapat diperpanjang

    menuju arah tersebut. Penentuan ukuran bin ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu

    ukuran target, frekuensi maksimum agar tidak terjadi aliasing serta resolusi

  • 40

    horisontal yang diinginkan. Berdasarkan pengalaman, ukuran bin ini diperoleh

    dengan membagi ukuran target dengan tiga. Ukuran target ini ditentukan cukup

    dengan 2-3 trace, untuk menggambarkan target yang berukuran kecil dalam

    seismik 3-D. Untuk menentukan ukuran bin supaya tidak terjadi aliasing frekuensi

    tergantung pada kemiringan target, kecepatan RMS dan frekuensi maksimum atau

    sampling rate. Persamaan untuk menentukan ukuran bin tersebut adalah :

    sin..4 maxfvb rms (3.10)

    dengan b adalah ukuran bin, vrms adalah kecepatan RMS formasi batuan diatas

    target survei, fmax adalah frekuensi maksimum gelombang yang dipantulkan zona

    target dan adalah sudut kemiringan tercuram dari bidang target.

    Parameter vrms dan fmax merupakan fungsi kedalaman. Perhitungan kecepatan

    tetap dan jejak sinar yang lurus (raypath) menggunakan pendekatan yang lebih

    realistik dengan mengasumsikan sebagai fungsi linear v(z).

    3. Xmin (offset minimum terbesar)

    Offset minimum terbesar adalah panjang diagonal dari suatu luasan survei

    (box/kotak) yang dibatasi 2 lintasan source dan 2 receiver. Xmin digunakan untuk

    menentukan kedalaman terdangkal dari target survei.

    Penentuan nilai Xmin pada geometri lapangan dengan box berupa persegi

    empat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan phytagoras. Secara umum

    persamaan yang digunakan dalam penentuan Xmin dari setiap geometri lapangan

    tersebut adalah :

    22min RLISLIX (3.11)

  • 41

    dengan SLI adalah jarak antar lintasan source atau titik tembak dan SLI adalah

    jarak antar lintasan receiver atau penerima.

    Secara mudah nilai Xmin ini dihitung dengan mengalikan kedalaman yang

    diinginkan dengan suatu konstanta 1 sampai dengan 1,2 (Cordsen dan Pirce,

    1995). Pada prinsipnya peletakan receiver dengan offset sedekat-dekatnya akan

    menghasilkan data lebih baik khususnya pada intercept time dari kurva travel

    time. Semakin jelas intercept time maka proses NMO akan semakin baik karena

    pengambilan harga t akan terdeskripsi dengan jelas dan akurat.

    4. Xmax (offset maksimum)

    Offset maksimum merupakan jarak terjauh antara source dengan receiver.

    Penentuan offset maksimum bergantung pada kedalaman reflektor terdalam pada

    daerah survei dengan mempertimbangkan NMO serta kemiringannya. Apabila

    kedalaman terget maksimum adalah d meter maka offset maksimum haruslah d

    meter (gambar III.16). Hal tersebut karena pada umumya jarak offset maksimum

    adalah sama atau mendekati sama dengan kedalaman maksimum dari jangkauan

    raypath seismik dari permukaan.

    Gambar III.16 Hubungan antara offset dengan kedalaman target

    x = d

    d = kedalaman

    R S

  • 42

    Nilai Xmax dapat diubah dengan menggeser lokasi titik tembak. Faktor lain

    dalam penentuan Xmax adalah ketersediaan kabel terpanjang dari kontraktor.

    Dengan asumsi bahwa template/patch yang digunakan berbentuk persegi empat

    dan titik tembak berada di tengah-tengah (gambar III.17) maka persamaan yang

    digunakan untuk menentukan Xmax adalah :

    22max 2

    1xi SLLRLLX (3.12)

    dengan RLLi adalah dimensi in-line dan SLLx adalah dimensi x-line.

    Gambar III.17 Diagonal Xmax

    5. Tingkap migrasi

    Tingkap migrasi adalah besar luasan yang ditambahkan pada area survei yang

    dibutuhkan untuk mengetahui target dengan luasan dan kemiringan tertentu serta

    mencakup zona difraksi. Semakin banyak difraksi sinar gelombang yang terekam

    (difraksi masih memperjelas titik-titik reflektor) akan semakin baik pada proses

    migrasi, karena titik reflektor akan diperjelas oleh ekor-ekor difraksi tersebut.

    Patch

    Source Point

    Xmax

  • 43

    Sebelum dilakukan proses migrasi pengolahan data seismik berasumsi bahwa

    gelombang seismik pantul berasal dari reflektor horisontal. Pada kenyataannya

    rekaman seismik berasal dari gelombang yang dipantulkan oleh lapisan dengan

    berbagai sudut kemiringan. Akibatnya reflektor yang digambarkan tidak berada

    pada posisi sebenarnya. Untuk menempatkan posisi reflektor ke posisi sebenarnya

    maka dilakukan proses migrasi.

    Proses pemindahan reflektor ke posisi yang sebenarnya dalam proses migrasi

    memerlukan lintasan penerima di permukaan yang lebih panjang melebihi batas

    tepi reflektor di bawah permukaan. Gambar III.18 menunjukkan panjang lintasan

    penerima yang dibutuhkan untuk mengembalikan posisi reflektor sebenarnya.

    Gambar III.18 Tingkap migrasi

    Untuk menggambarkan batas tepi titik D pemantul miring di kedalaman, penerima

    harus ditempatkan di titik permukaan B. Jika penerima ditempatkan di titik A,

    maka yang tergambarkan adalah posisi bawah permukaan titik C. Tambahan

    panjang lintasan penerima di permukaan dari titik A ke titik B (Xm) disebut

    tingkap migrasi. Besarnya nilai tingkap migrasi ini tergantung pada kedalaman

    dan kemiringan target. Hal ini dinyatakan dalam persamaan berikut :

    tandX m (3.13)

    d

    Xm A B

    D D C

    A

  • 44

    dengan Xm adalah tingkap migrasi, h adalah kedalaman dan adalah sudut

    kemiringan reflektor.

    6. Fold taper

    Pada prinsipnya zona target dan zona tingkap migrasi seharusnya memiliki

    distribusi fold yang tinggi, sedangkan zona di luar daerah tersebut memilki fold

    yang lebih rendah. Zona-zona yang memiliki fold rendah dalam survei seismik 3D

    tidak diperhitungkan dalam desain.

    Berdasarkan analisis jumlah fold maka perluasan area survei tingkap migrasi

    tidak akan menghasilkan distribusi fold yang diinginkan karena batas paling luar

    dari area yang telah didesain hanya menerima satu raypath seismik saat dilakukan

    penembakan yang berarti bahwa batas terluar hanya memiliki satu fold coverage.

    Supaya batas paling luar area tingkap migrasi menerima full fold coverage, maka

    desain survei harus dibuat sedemikian rupa supaya raypath yang jatuh pada batas

    terluar area dapat memberikan distribusi fold maksimum.

    Menurut Cordsen dan Pirce (1995) besarnya nilai fold taper mendekati 20 %

    dari kedalaman target terdalam dengan asumsi bahwa lapisan bawah permukaan

    adalah datar. Secara matematis, nilai dari fold taper dapat dihitung dengan

    menggunakan persamaan (3.14), yakni :

    dFT 2,0 (3.14)

    dengan FT adalah fold taper, d adalah kedalaman terdalam dari target dan 0,2

    adalah faktor pengali.

    Sebagai contoh jika full fold in-line sebesar 600% terjadi pada waktu shooting

    ke-tiga dilakukan, baik di awal maupun di akhir lintasan, maka desain jumlah shot

  • 45

    point harus ditambah dua di awal dan di ujung lintasan. Apabila dalam arah in-

    line memiliki interval line a meter, maka penambahan panjang lintasan receiver

    adalah 3a meter pada setiap ujung (gambar III.19). Penambahan a meter di kedua

    ujung lintasan receiver dilakukan untuk mendapatkan full fold pada shot ketiga.

    Gambar III.19 Penambahan area pada arah in-line

    7. Geometri bentangan

    Penentuan geometri bentangan dalam desain survei seismik 3D berdasarkan

    target, parameter lapangan dan jumlah alat-alat yang tersedia. Geometri bentangan

    meliputi perhitungan jumlah sumber (shot point), jarak antar lintasan source, dan

    jarak antar lintasan receiver. Gambar III.20 menunjukkan gambaran perhitungan

    paramater geometri bentangan dalam suatu template/patch.

    1. Jumlah source / shot point

    Penentuan jumlah source tiap km2 dapat dihitung menggunakan persamaan

    (3.15), sehingga persamaannya menjadi :

    UbNCFoldNS

    2 (3.15)

    dengan NS adalah jumlah source per luasan, NC adalah jumlah channel

    yang tersedia, b adalah ukuran bin (berbentuk persegi) dan U adalah unit

    faktor (10-6 untuk satuan m/km2).

    in-line

    Full Fold Full Fold

    a m a m a m a m a m a m

  • 46

    2. Jarak antar lintasan source

    Perhitungan jarak antar lintasan source adalah jumlah source tiap 1 km

    lintasan dibagi dengan jumlah source setiap 1 km2. Jadi, persamaan untuk

    menentukan jarak antar lintasan source adalah :

    UNSbSLI

    21

    (3.16)

    dengan SLI adalah Jarak antar lintasan source, NS adalah jumlah source per

    luasan, b adalah ukuran bin (berbentuk persegi) dan U adalah unit faktor

    (10-6 untuk satuan m/km2).

    3. Jarak antar lintasan receiver

    Persamaan untuk menentukan jarak antar lintasan receiver adalah :

    NCbXARLI r

    22

    (3.17)

    dengan RLI adalah Jarak antar lintasan receiver, A adalah aspect ratio, Xr

    adalah dari panjang patch pada arah in-line, NC adalah jumlah channel

    yang tersedia, b adalah ukuran bin (berbentuk persegi) dan U adalah unit

    faktor (10-6 untuk satuan m/km2).

    Gambar III.20 Geometri bentangan dalam satu patch

    RLI Xr

    A 2.Xr

    NC per line = b

    X r1

    NC = b

    XNRL r

    Xline dimension : RLNRLXA r .2

    RLI = NCb

    XA r 22

    NRL = jumlah lintasan receiver RL = lintasan receiver

  • 47

    III.4.2.2 Parameter perekaman

    Parameter perekaman dalam desain survei seismik meliputi penentuan durasi

    perekaman, waktu cuplik dan filter high-cut/low-cut.

    1. Durasi perekaman

    Durasi perekaman adalah lamanya penerima merekam gelombang seismik

    setiap penembakan. Penentuan lama perekaman berdasarkan kedalaman terdalam

    dari target survei yang terlihat pada penampang seismik. Berdasarkan eksperimen

    (Liner, 1999), durasi perekaman dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

    22max 4

    4,1 dxv

    t (3.18)

    Dengan tmax adalah durasi perekaman, v adalah kecepatan rata-rata, x adalah offset

    maksimum, d adalah kedalaman terdalam target dan konstanta pengali 1,4. Jika

    menurut aturan, offset maksimum adalah x d maka persamaan (3.16) menjadi :

    vdt 2,3max (3.19)

    2. Waktu cuplik

    Waktu cuplik adalah interval waktu maksimum antara dua pencuplikan data

    yang berurutan dalam perekaman gelombang seismik untuk menghindari aliasing.

    Syarat yang harus dipenuhi supaya tidak terjadi aliasing saat merekam sinyal

    seismik maka frekuensi maksimum dari gelombang harus kurang dari atau sama

    dengan dari frekuensi nyquist. Secara matematis dapat dituliskan sebagai :

    nyquistff 21max (3.20)

    dengan fmax adalah frekuensi maksimum dan

  • 48

    tf nyquist

    .21 (3.21)

    dengan t adalah waktu cuplik.

    Jadi, berdasarkan persamaan (3.17) dan (3.18) waktu cuplik yang diperlukan

    saat merekam sinyal adalah :

    max41f

    t (3.22)

    3. Filter high-cut/low-cut

    Low-cut filter dan high-cut filter adalah filter rendah dan tinggi yang terdapat

    pada instrumen perekaman atau processing. Filter high-cut dipasang untuk anti

    alias filter sesuai dengan sample rate (dihitung berdasarkan besarnya frekuensi

    nyquist). Sedangkan untuk filter low-cut dipasang bila noise terlalu besar dan sulit

    dihilangkan dalam processing maupun dengan sistem array. Pada geophone juga

    memiliki sistem filter low-cut di dalamnya dengan fungsi yang sama dengan filter

    pada instrumen perekaman.

    III.4.2.3 Parameter source

    Sumber getaran gelombang pada survei seismik darat biasanya menggunakan

    dinamit atau vibroseis dan menggunakan air gun pada survei seismik laut. Sumber

    getaran parameter penting terhadap kualitas data setelah direkam.

    Parameter source pada survei seismik darat antara lain : muatan sumber,

    kedalaman sumber dan orientasi lintasan dari source.

  • 49

    1. Muatan sumber

    Muatan sumber adalah jumlah bahan peledak (dinamit) yang dipergunakan

    saat survei. Ukuran dari dinamit yang digunakan ditentukan oleh beberapa faktor,

    yaitu : target kedalaman, resolusi vertikal, noise dan dipilih jumlah muatan yang

    paling kecil, paling ekonomis tanpa mengorbankan sasaran survei.

    Semakin dalam target kedalaman, semakin besar dinamit yang digunakan dan

    sebaliknya. Resolusi vertikal dikontrol frekuensi, semakin besar muatan dinamit

    maka semakin rendah frekuensi signal yang ditimbulkan begitu pula sebaliknya.

    Semakin besar muatan dinamit yang digunakan semakin besar noise ground roll

    yang akan dihasilkan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka besarnya muatan

    harus didesain sedemikian rupa supaya hasilnya optimal.

    Penentuan besar muatan dinamit dilakukan dengan cara charge test, meliputi :

    penetrasi cukup dalam, frekuensi cukup tinggi, noise yang rendah dan energi yang

    cukup untuk pertimbangan far offset.

    2. Kedalaman sumber

    Penentuan kedalaman lubang bor dilakukan dengan test depth. Kedalaman

    sumber biasanya bergantung dari ketebalan lapisan lapuk serta jenis batuan yang

    ada di bawahnya (gambar III.21).

    Kedalaman dipilih yang paling dangkal dengan biaya paling murah tetapi

    memenuhi kriteria, antara lain :

    1) Kualitas refleksi tinggi, kedalaman dinamit mempengaruhi koreksi statik

    sehingga bila mengukurnya tidak benar dan penempatan dinamit tidak selalu

    di bawah weathering zone maka mutu refleksi akan jelek.

  • 50

    2) Frekuensi tinggi, jika dinamit yang ditanam dibawah weathering zone maka

    frekuensi yang dihasilkan selalu tinggi sehingga resolusi vertikal juga tinggi

    begitu pula sebaliknya.

    Gambar III.21 Posisi kedalaman sumber

    di bawah lapisan lapuk 3. Orientasi lintasan source

    Orientasi lintasan source merupakan arah lintasan source (sumber) terhadap

    lintasan receiver (penerima). Pada umumnya lintasan source tegak lurus dengan

    lintasan receiver karena pelaksanaan di lapangan lebih mudah dilakukan. Tetapi

    untuk keperluan tertentu lintasan source dibuat tidak tegak lurus dengan lintasan

    receiver (slanted source line).

    III.4.2.4 Parameter receiver

    Pada survei seismik darat alat yang digunakan untuk merekam sinyal seismik

    dari sumber adalah geophone. Parameter receiver yang dipakai dalam desain

    survei seismik darat, meliputi : jumlah geophone per group, spasi antar group

    geophone dan orientasi lintasan receiver di lapangan.

    weathering zone

    Fresh Rock Batuan Segar

  • 51

    1. Jumlah geophone per group

    Dalam perekaman data seismik di lapangan menggunakan beberapa geophone

    dalam setiap tracenya atau disebut dengan group geophone. Penentuan jumlah

    geophone dalam setiap trace berdasarkan test parameter sebelum survei. Selain itu

    juga ditentukan konfigurasi dari sejumlah geophone tersebut.

    2. Spasi antar group geophone (group interval)

    Group interval merupakan jarak antar group geophone. Penentuan jarak ini

    mempengaruhi resolusi horisontal dari interval CMP. Interval dari CMP adalah

    setengah dari group interval. Pada perlapisan miring diusahakan supaya interval

    antar group semakin kecil untuk memperapat CMP.

    Persamaan yang digunakan untuk menentukan group interval adalah :

    bRI 2 (3.23)

    dengan RI adalah group interval dan b adalah ukuran bin.

    3. Orientasi lintasan receiver

    Orientasi lintasan receiver merupakan arah lintasan dari penerima di lapangan

    yang digunakan untuk merekam sinyal seismik. Faktor yang perlu diperhatikan

    dalam penentuan lintasan receiver adalah mengenai informasi target dari struktur

    yang di lapangan, hal ini berkaitan dengan nilai ekonomis survei. Biasanya arah

    lintasan ditentukan tegak lurus dengan arah strike struktur dan searah dengan dip.

    III.5 Geometri Perekaman

    Geometri perekaman merupakan gambaran pelaksanaan survei seismik 3D di

    lapangan yang dibuat berdasarkan hasil perhitungan parameter lapangan dan

  • 52

    simulasi dengan menggunakan bantuan perangkat lunak. Cakupan dari geometri

    penembakan ini meliputi operasi swath dan pola bentangan, diagram penembakan,

    desain trace swing dan jarak pembentukan jumlah liputan.

    III.5.1 Operasi swath dan pola bentangan

    Desain swath dan live trace merupakan alternatif solusi terhadap keterbatasan

    instrumen yang ada. Pada prinsipnya apabila instrumen, tenaga kerja, biaya dan

    sistem manajemen komunikasi di lapangan memungkinkan tentunya akan lebih

    baik jika shooting dilakukan sekaligus dengan menghidupkan semua receiver atau

    sering disebut full sampling survey.

    Berdasarkan permasalahan tersebut maka sistem penembakan dalam survei

    seismik 3D dilakukan dengan hanya menghidupkan beberapa receiver line dan

    beberapa group receiver perlintasan dalam setiap kali penembakan. Teknik ini

    dalam survei seismik 3D disebut sebagai sistem swath dan patch. Dasar-dasar

    desain swath maupun patch atau live traces yaitu berdasarkan pada distribusi fold

    yang ada pada arah in-line dan cross-line. Desain swath ini biasa dilakukan pada

    arah cross-line. Oleh sebab itu pemetaan desain luas daerah survei seismik akan

    didapatkan setelah setelah desain swath dilakukan.

    Secara umum metode penembakan untuk survei seismik darat terdiri dari dua

    macam, yaitu :

    1. Swath, yaitu sejumlah titik penembakan dengan beberapa lintasan receiver

    (geophone) disusun paralel dan lintasan SP tegak lurus. Sekuen penembakan

    dikontrol dengan CDP switch.

  • 53

    2. Seisloop atau loop technique, yaitu sejumlah titik penembakan pada daerah

    dengan sarana jalan dan transportasi terbatas atau tempat untuk posisi

    receiver dan SP terbatas, seperti : perkampungan, bukit-bukit curam, kota,

    instalasi listrik, dll. Teknik loop mempunyai kelemahan bahwa fold dan

    offset tidak merata (uniform). Teknik loop biasa digunakan untuk regional

    atau sasaran dimana tidak dituntut resolusi tinggi dan bukan untuk sasaran

    stratigrafi dan struktur komplek.

    Operasi swath merupakan suatu teknik perekaman seismik 3D standar di

    lapangan dengan menggunakan dua atau lebih lintasan penerima yang sejajar.

    Lintasan sumber energi yang tegak lurus atau miring terhadap lintasan penerima,

    bergerak dengan arah sejajar lintasan penerima dari awal sampai akhir lintasan

    penerima (satu swath).

    Pemilihan teknik operasi swath harus mempertimbangkan pada target struktur

    geologi bawah permukaan serta ketersediaan peralatan yang dimiliki untuk survei.

    Operasi swath in-line cocok untuk struktur berupa patahan, sementara operasi

    swath cross-line biasanya dipakai untuk struktur berupa kubah atau cekungan.

    Ditinjau dari segi pendanaannya, maka teknik swath in-line lebih murah bila

    dibandingkan swath cross-line.

    Tipe bentangan swath dapat ditetapkan menggunakan lebih dari 2 lintasan

    penerima dengan split spread simetri ataupun asimetri. Untuk overlapping swath

    sebaiknya diatas 50 % supaya informasi data yang diperoleh lebih detil.

  • 54

    III.5.2 Diagram penembakan

    Diagram penembakan adalah gambaran geometri utama meliputi penyebaran

    lintasan penerima dan lintasan penembakan beserta posisi titik tembak dan titik

    penerima. Diagram penembakan dapat dibuat berdasarkan jenis bentangan operasi

    swath dengan bantuan perangkat lunak.

    Strategi penembakan pada survei seismik darat mempunyai keuntungan yaitu

    beberapa crew dapat melakukan dua penembakan secara berurutan menggunakan

    dinamit atau sering disebut tandem shooting.

    Perpindahan patch sangat penting untuk meminimalisasi jumlah posisi patch

    dalam survei seismik 3D. Pergerakan patch memerlukan waktu, khususnya ketika

    jumlah channel yang tersedia dengan crew terbatas. Patch bergerak secara normal

    memenuhi melalui penggunaan dari tombol roll sepanjang dalam truk recording.

    Persamaan untuk menghitung jumlah perpindahan patch (roll patch) dalam

    arah in-line adalah

    in-line roll = (ukuran in-line survei - ukuran in-line patch) / SLI (3.24)

    dan dalam arah x-line persamaannya adalah

    x-line roll = (ukuran x-line survei - ukuran x-line patch) / SLI (3.25)

    dengan asumsi bahwa titik source hanya melebihi satu interval lintasan receiver

    pada bagian tengah dari patch dan posisi awal patch seluruhnya berada dalam area

    survei 3D. Jumlah total roll secara sederhana merupakan perkalian dari keduanya

    Jumlah total roll = in-line roll x-line roll (3.26)

  • 55

    III.5.3 Desain trace swing

    Trace swing adalah satu teknik effisiensi dalam survei seismik refleksi.

    Pengertian trace swing ini adalah pemindahan trace di lapangan ke poisisi trace

    berikutnya. Teknik ini biasanya dilakukan karena keterbatasan jumlah geophone

    yang dipakai di lapangan, dengan demikian dapat menghemat jumlah geophone

    yang digunakan saat perekaman.

    Dalam eksplorasi dengan metode seismik 3D, trace swing dilakukan dalam

    multi lintasan sesuai dengan swath yang diperlukan. Kriteria perancangan trace

    swing berdasarkan pada jumlah fold dan split spread dari raypath. Bila suatu

    penembakan sudah berada pada posisi full spread maka untuk penembakan

    selanjutnya trace no-1 akan off dan dengan demikian trace tersebut dipindah ke

    nomor titik terdepan/selanjutnya.

    III.5.4 Jarak pembentukan jumlah liputan

    Jarak pembentukan jumlah liputan adalah jarak yang menyatakan seberapa

    jauh akan diperoleh jumlah liputan yang diinginkan pada suatu lintasan penerima.

    Jarak pembentukan liputan diukur pada arah in-line dan cross-line berdasarkan

    jarak yang ditentukan pada tipe bentangan operasi swath.

    Pembentukan liputan dilakukan dengan cara memindahkan lintasan receiver

    sepanjang patch atau sama dengan spasi lintasan source sampai semua area survei

    selesai dilakukan penembakan dan perekaman satu persatu. Dalam penerapannya

    desain ini membutuhkan banyak bentangan kabel serta peralatan dan receiver

    dengan banyak channel. Setiap line swath sama dengan satu bentangan 2D.

  • 56

    III.6 Distribusi Attribut Bin

    Pembuatan desain survei seismik belum lengkap jika analisis attribut dalam

    setiap bin belum dilakukan. Maksud attribut dalam desain survei seismik adalah

    informasi yang dikandung dalam setiap bin setelah dilakukan penembakan dan

    perekaman. Attribut hanya bisa dianalisis lebih detil dengan bantuan perangkat

    lunak komputer. Rintangan di lapangan berefek pada desain geometri utama dan

    tidak bisa ditafsirkan dengan tangan atau pengamatan secara visual dan sebaiknya

    dibuat sebelum dilakukan analisis. Standar attribut yang dianalisis dalam setiap

    bin pada desain survei seismik 3D, yaitu :

    1. Depth point coverage, yaitu liputan bawah permukaan titik kedalaman yang

    ingin dicapai dalam survei berupa geometri midpoint dalam bin.

    2. Distribusi fold, yaitu sebaran dari jumlah trace pada area survei dengan titik

    kedalaman yang berada dalam setiap bin.

    3. Distribusi offset, sebaran jarak antara source dan receiver dalam setiap bin

    pada area survei.

    4. Distribusi azimuth, sebaran arah source ke receiver untuk trace dalam setiap

    bin pada area survei.

    5. Biaya, merupakan attribut yang dapat diperkirakan dengan statistik desain

    survei seperti jumlah total station dan channel.

    Dengan adanya ribuan bin dalam area survei, tampilan attribut memerlukan

    tampilan warna supaya bisa dilihat dengan mudah. Tampilan warna dari attribut

    juga menyediakan kombinasi attribut seperti azimuth dan offset.

  • 57

    III.6.1 Distribusi fold coverage

    Analisis utama pada desain survei seismik 3D dilakukan terhadap distribusi

    fold pada seluruh area survei, khususnya pada zona target. Jika terdapat lintasan

    pengukuran mengalami rintangan sehingga daerah tersebut tidak bisa dilakukan

    penembakan dapat mengakibatkan penurunan jumlah fold. Dengan melakukan

    pemetaan distribusi fold bisa dilakukan analisis penurunan fold dan desain ulang

    sistem penembakan pada daerah yang mengalami rintangan.

    Prinsip perhitungan untuk membuat peta distribusi fold yaitu dengan cara

    mengalikan in-line fold dengan cross-line fold dalam setiap bin pengukuran. Hasil

    pemetaan distribusi fold dari seluruh area survei akan memiliki distribusi fold

    coverage yang maksimum pada area target survei di dalam batas tingkap migrasi,

    sedangkan bagian tepi area survei memiliki distribusi fold yang minimum.

    Fold minimum dari setiap bin biasanya dijadikan sebagai bagian dari desain

    survei. Nilai dari fold coverage akan semakin meningkat dengan cara mengurangi

    interval source dan menambah receiver station ke layout.

    III.6.2 Distribusi offset

    Pada setiap bin biasanya berisi midpoint dari banyak pasangan source dan

    receiver. Setiap kontribusi trace dalam bin memiliki offset yaitu jarak dari source

    ke receiver. Pertimbangan dari attribut distribusi offset tersebut sangat penting

    dalam survei seismik 3D.

    Distribusi offset dalam stacking bin sangat dipengaruhi oleh fold. Nilai fold

    yang rendah akan menyebabkan distribusi offset yang sangat rendah sedangkan

  • 58

    peningkatan nilai fold dapat meningkatkan distribusi offset. Distribusi offset dalam

    desain survei seismik 3D dapat dikatakan baik apabila memiliki keseragaman dari

    offset terdekat sampai offset terjauh dalam setiap bin pada seluruh area survei.

    Hasil distribusi offset yang semakin rata (seragam) akan semakin baik digunakan

    dalam perhitungan kecepatan untuk koreksi NMO dan memperoleh respon

    stacking yang baik. Campuran dari offset yang jelek dapat mengakibatkan aliasing

    dari efek dipping signal, source noise atau even primer pada sejumlah kesalahan

    analisis kecepatan.

    III.6.3 Distribusi azimuth

    Azimuth merupakan arah raypath dari source ke receiver dalam setiap bin

    pada seluruh area survei seismik berupa sudut. Distribusi azimuth dalam stacking

    bin sangat dipengaruhi oleh fold sama seperti distribusi offset. Jika aspect ratio

    dari patch kurang dari 0,5 dapat menyebabkan distribusi azimuth tidak bagus.

    Campuran dari azimuth yang kurang bagus biasanya mengindikasikan adanya

    ketidakmampuan mendeteksi dependent variations yang muncul akibat dari dip

    dan atau anisotropy. Peningkatan aspect ratio antara 0,6 sampai dengan 1,0 dapat

    memecahkan masalah tersebut. Distribusi azimuth yang bagus dapat memberikan

    informasi dari semua sudut sekeliling stacking bin termasuk dalam stack. Bin

    dengan distribusi azimuth bagus pada area survei akan sangat berguna dalam

    melakukan analisis kecepatan azimuth pada daerah dengan struktur yang komplek,

    sedangkan untuk lapisan target yang relatif datar analisis kecepatan azimuth tidak

    begitu berpengaruh.

  • 59

    III.7 Geometri Template / Patch

    Perekaman dalam akusisi seismik 3D tidak dilakukan dengan cara memasang

    receiver dan kabel pada seluruh area survei karena keterbatasan peralatan. Oleh

    sebab itu penembakan atau perekaman dilakukan menggunakan beberapa lintasan

    receiver dan source. Geometri dari lintasan receiver dan source tersebut disebut

    template / patch. Jenis template yang sering digunakan dalam akusisi di lapangan

    antara lain narrow geometry dan wide geometry.

    Survei narrow geometry memiliki distribusi offset linear dengan aspect ratio

    kurang dari 0,5. Sedangkan survei wide geometry mempunyai distribusi offset non

    linear dengan aspect ratio 0,6 sampai dengan 1,0. Patch narrow geometry lebih

    bagus digunakan untuk analisis AVO, DMO dan keberadaan variasi lateral yang

    signifikan (Lansley, 1994). Sedangkan untuk patch wide geometry lebih bagus

    digunakan untuk analisis kecepatan, atenuasi multipel, solusi static dan banyak

    lagi keseragaman arah sampling dari sub surface.

    Penentuan patch yang digunakan di lapangan sebaiknya menggunakan patch

    wide geometry mengikuti aturan 85 % karena dapat memberikan penggambaran

    dari target survei dengan lebih luas dan jelas. Hal ini berkaitan dengan nilai aspect

    ratio dan penentuan dari offset maksimum Xmax.

    Aturan 85 % merupakan suatu cara sederhana untuk mengoptimasi area dari

    perekaman trace yang bisa dipakai dan jumlah channel diperlukan. Pada dasarnya

    aturan 85 % dibuat berdasarkan aspect ratio seperti pada survei wide geometry.

    Gambar III.22 menunjukkan ilustrasi aturan 85 %.

  • 60

    Langkah-langkah dalam aturan 85 % adalah :

    1. Menentukan Xmax

    2. Memilih offset in-line Xr menjadi 0,85 Xmax

    3. Memilih offset x-line Xs menjadi 0,85 Xr = 0,72 Xmax

    dengan aspect ratio Xs / Xr = 85 %.

    Gambar III.22 Patch ideal, menggunakan aturan 85 % (Cordsen dan Pierce, 1995)

    III.8 Desain Ulang Shot Point

    Desain ulang shot point adalah mendesain kembali titik-titik penembakan

    berdasarkan kondisi lapangan sebenarnya karena titik tembak yang telah didesain

    tidak bisa diterapkan di lapangan karena mengalami rintangan seperti sungai dan

    permukiman pada area survei, sehingga titik-titik tersebut tidak dapat dilakukan

    pengeboran dan peledakan. Akibat skip tersebut dapat menyebabkan penurunan

    jumlah fold, sehingga posisi tersebut harus didesain ulang untuk mendapatkan

    jumlah fold yang diinginkan.

    78 %

  • 61

    Desain ulang terhadap posisi receiver dan shot point dapat dilakukan dengan

    dua teknik, yaitu : recovery offset dan shot point infill.

    III.8.1 Pemetaan rintangan

    Pemetaan rintangan dilakukan setelah checker line mendeskripsikan data-data

    rintangan dengan jelas, meliputi :

    1. Jenis rintangan pada setiap shot point skip.

    2. Jarak minimum dan maksimum antara shot point terhadap rintangan.

    3. Kondisi dari lingkungan di sekitar shot point yang mengalami skip, hal ini

    bertujuan untuk memperkirakan kemungkinan recovery dapat dilakukan.

    Selain checker line tim drilling/preloading juga memberikan informasi offset

    shot point pada tim surveying kemudian titik offset tersebut ditentukan posisinya

    dan diberikan ke desainer untuk disimulasikan distribusi fold-nya.

    III.8.2 Recovery Shot point

    Hasil pemetaan rintangan yang telah diperoleh digunakan sebagai masukan dalam

    melakukan desain. Shot point recovery biasanya dilakukan pada daerah yang skip akibat

    adanya perumahan penduduk. Pada jenis rintangan seperti ini lintasan receiver masih bisa

    melintasi daerah tersebut dan persoalan penurunan fold bisa diatasi dengan melakukan

    recovery offset shot point dengan cara coba-coba sampai distribusi fold-nya meningkat

    sesuai yang diinginkan. Saat me-recovery shot point ada 2 parameter kontrol, yaitu :

    1. Distribusi fold coverage

    2. Muatan sumber yang digunakan

  • 62

    Kontrol utama yang digunakan berdasarkan distribusi fold, hal disebabkan

    geometri pengukuran seismik 3D merupakan satu kesatuan. Sehingga bila satu

    shot point di recovery menyebabkan penurunan fold dan juga kenaikan fold pada

    daerah tertentu yang dapat mempengaruhi saat processing data.

    Faktor yang menjadi pertimbangan ketika melakukan desain recovery shot

    point, antara lain :

    1. Jumlah fold minimum yang masih diperbolehkan bila recovery shot point

    menyebabkan penurunan fold.

    2. Distribusi offset dan azimuth harus merata dalam setiap bin, tidak boleh

    terjadi kekosongan ataupun overlapping offset dan azimuth karena sangat

    mempengaruhi dalam pelaksanaan processing data khususnya pada proses

    NMO dan DMO.

    3. Muatan sumber ledakan, pertimbangan ini lebih bersifat safety terhadap

    lingkungan disekitar recovery shot point. Apabila satu titik tembak tidak

    mungkin dilakukan recovery dilakukan penurunan ukuran muatan sumber

    ledakan. Penurunan muatan sumber ditentukan berdasarkan test parameter,

    meliputi kondisi geologi dan kondisi disekitar titik tembak.

    4. Arah recovery shot point, hal ini juga harus diperhitungkan dalam desain

    recovery shot point karena berhubungan dengan jatuhnya raypath seismik

    pada bin-bin yang kita inginkan.

    5. Jarak maksimum recovery shot point, penentuan jarak maksimum recovery

    dilakukan untuk menghindari penurunan fold secara drastis pada tiap bin.

  • 63

    III.8.3 Shot point infill

    Desain shot point infill merupakan suatu teknik untuk mengatasi jumlah fold

    minimum yang masih terjadi setelah dilakukan recovery shot point dengan cara

    penambahan jumlah titik tembak pada lokasi yang sama. Daerah yang biasanya

    dilakukan shot point infill adalah lintasan sungai dimana pada daerah ini shot

    point sudah maksimum dilakukan.

    Shot point infill dilakukan setelah analisis offset dan azimuth pada daerah

    yang memiliki nilai fold minimum karena raypath dalam survei seismik 3D terjadi

    dalam semua arah. Dengan adanya analisis offset dan azimuth sebelum shot point

    infill bisa diketahui arah dari shot point yang mempengaruhi bin dengan distribusi

    fold minimum.

    III.8.4 Sistem penembakan shot point infill

    Dengan adanya shot point infill berarti terjadi penggandaan shot point dalam

    suatu lokasi yang sama. Dalam survei seismik 2D dan 3D bila terjadi penembakan

    pada posisi titik tembak dan receiver serta waktu penembakan yang sama maka

    penembakan tersebut akan dihitung sebagai satu kali penembakan dengan jumlah

    fold yang tetap.

    Berdasarkan hal tersebut untuk meningkatkan fold, maka penembakan harus

    dilakukan dalam situasi berbeda. Apabila shot point infill terjadi pada swath I

    maka penembakan harus dilakukan pada swath II (gambar III.23) dan sebaliknya,

    begitu juga untuk infill-infill dari swath yang lainnya.

  • 64

    Gambar III.23 Sistem penembakan shot point infill

    1 2 3 4 6 5

    6 5 4 3 1 2

    Swath I Infill Swath II

    Infill Swath I

    Swath II

  • 65

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    IV.1 Materi Penelitian

    Pada penelitian ini menggunakan data masukan yang telah diketahui secara

    langsung tanpa melakukan perhitungan, berupa :

    a) Data pemetaan rintangan pada area survei seismik yang berisi tentang kondisi

    lapangan yang sebenarnya dan posisi koordinat shot point dan receiver yang

    telah dikoreksi. Data diperoleh dari hasil surveying data, baik pengukuran yang

    dilakukan dari awal survei topografi maupun saat akan dilakukan perekaman.

    b) Informasi parameter target dari lapangan SARKUN yang diperoleh dari data

    geologi, data sumur dan data seismik 2D sebelumnya pada daerah penelitian.

    Parameter target yang telah diketahui adalah :

    Tabel 4.1 Data parameter target Parameter Target Nilai

    1. Kedalaman Terdangkal Terdalam

    400 meter 1800 meter - 2400 meter

    2. Kemiringan (dip) maksimum lapisan 300 3. Kecepatan gelombang (vrms)

    0 ms (two way time) 3000 ms (two way time)

    1500 m/s 3500 m/s

    4. Frekuensi Maksimum Dominan

    (60 - 80) Hz (25 - 30) Hz

    5. Fold seismik 2D 6000 % (S/N tinggi) Penulis menggunakan geometri lapangan straight line, bricks dan slanted

    sebagai fokus objek penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan asumsi yang

    sama kemudian diterapkan pada masing-masing geometri lapangan. Asumsi yang

  • 66

    digunakan dalam penelitian ini berdasarkan geometri survei seismik lapangan

    SARKUN, asumsi tersebut antara lain :

    1. Luas area survei : 12.960 m 10.000 m = 130 km2

    2. Pacth : 1200 channel

    3. Template

    Wide geometry = 10 120 channel = 1200 channel

    Narrow geometry = 6 200 channel = 1200 channel

    4. Jumlah SP/salvo = 10 SP

    5. Source dan receiver

    RLI = 400 meter SLI = 400 meter

    RI = 40 meter SI = 40 meter

    Untuk geometri lapangan slanted berdasarkan hukum phytagoras maka

    interval shot point menjadi 6,564040 2222' RISISI meter.

    Gambar IV.1 Ilustrasi perhitungan interval sumber

    Ukuran dinamit = (0,25 - 1,00) kg

    Kedalaman dinamit = 30 meter

    Spasi antar geophone = 2,22 meter

    Arah lintasan receiver = N 78,540 E

    Jumlah geophone/group = 18 buah/group = 9 buah/string

    40 m 56,6 m

    40 m

  • 67

    IV.2 Peralatan Penelitian

    Sarana peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi perangkat keras

    dan perangkat lunak, yakni :

    a) Komputer tipe PC dengan sistem operasi Windows XP service pack 2,

    processor intel pentium IV 2.67 GHz dan RAM 512 MB.

    b) Program perangkat lunak Mesa ver9.0 dengan sistem operasi Windows XP

    service pack 2 digunakan untuk simulasi rekaman.

    c) Program perangkat lunak Microsoft Office 2003 dengan sistem operasi

    Windows XP service pack 2 digunakan untuk penulisan laporan.

    IV.3 Tata Cara Penelitian

    Tahapan penelitian meliputi pemilihan daerah penelitian, pemilihan geometri

    lapangan survei seismik 3D, penentuan parameter lapangan, simulasi rekaman dan

    analisis hasil penelitian. Diagram alir penelitian disajikan pada gambar IV.1.

    IV.3.1 Pemilihan daerah penelitian

    Area survei seismik 3D lapangan SARKUN dijadikan sebagai daerah

    penelitian karena memiliki stratigrafi dan struktur geologi yang komplek dan

    diperkirakan cadangan sisa pada reservoar vulkanik masih cukup besar serta

    komplektisitas dari reservoar terutama perkembangan secara lateral dan vertikal.

    Dengan demikian diharapkan lapangan tersebut dapat memenuhi syarat dalam

    studi kelayakan teknik dan kelayakan ekonomi.

  • 68

    Gambar IV.2 Diagram Alir Penelitian

    Geometri Ideal (Normal SP)

    Geometri Riil (Recovery SP)

    Obstacle Map Recovery SP

    Simulasi Rekaman I (Mesa)

    Geometri Bentangan

    Parameter Lapangan

    Parameter Target

    Bricks Straight Line Slanted

    Field Layout

    Mulai

    Geologi Seismik 2D

    Well log

    Surveying Data : Topografi Checker Line

    Template

    Selesai

    Kesimpulan

    Analisis Analisis

    Simulasi Rekaman II (Mesa) Narrow

    Geometry Wide

    Geometry

    Peta Distribusi : Fold, Offset dan Azimuth

    Peta Distribusi : Fold, Offset dan Azimuth

    Slanted Layout

  • 69

    IV.3.2 Pemilihan geometri lapangan survei seismik 3D

    Pada penelitian ini penulis menggunakan tiga jenis geometri lapangan, yaitu :

    straight line, bricks dan slanted. Dari ketiga geometri lapangan tersebut dilakukan

    perbandingan kemudian dipilih geometri mana yang paling optimal untuk daerah

    penelitian. Penentuan darigeometri lapangan ini berdasarkan pada variasi antara

    lintasan source terhadap lintasan receiver serta ortogonalitasnya.

    IV.3.3 Penentuan parameter lapangan

    Berdasarkan pemilihan geometri lapangan kemudian dilakukan penentuan

    parameter lapangan/survei pada setiap geometri lapangan yang telah ditentukan

    sebelumnya. Sebelumnya melakukan terlebih dahulu interpolasi pada kecepatan

    gelombang (vrms) untuk memilih kecepatan yang digunakan dalam perhitungan

    parameter lapangan. Perhitungan parameter lapangan dilakukan secara manual

    berdasarkan parameter target yang telah diketahui secara langsung dan asumsi

    geometri bentangan yang telah ditentukan oleh penulis berdasarkan informasi

    desain survei lapangan SARKUN yang sudah ada.

    IV.3.4 Simulasi rekaman

    Dari informasi parameter target, asumsi geometri bentangan dan hasil

    perhitungan parameter lapangan kemudian dilakukan simulasi rekaman untuk

    melihat hasil desain survei dari setiap geometri lapangan. Berdasarkan kondisi

    lapangan simulasi rekaman dilakukan pada dua jenis geometri, yaitu : geometri

    ideal dan geometri riil.

  • 70

    IV.3.4.1 Geometri ideal

    Simulasi rekaman pada geometri ideal dilakukan pada tiap geometri lapangan

    dengan cara variasi jenis template yang digunakan saat perekaman di lapangan.

    Variasi template tersebut adalah wide geometry dengan patch 10 120 channel

    dan narrow geometry dengan patch 6 200 channel.

    IV.3.4.2 Geometri riil (recovery shot point)

    Proses simulasi rekaman pada geometri riil hanya dilakukan pada geometri

    slanted berdasarkan hasil pemetaan rintangan yang didapatkan saat surveying

    data. Template yang dipakai dalam simulasi ini adalah wide geometry dengan

    patch 10 120 channel.

    IV.4 Analisis Hasil

    Analisis dilakukan dengan cara membandingkan beberapa geometri lapangan

    yang telah dipilih, yaitu : straight line, bricks dan slanted serta analisis recovery

    shot point. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui geometri lapangan yang

    tepat untuk survei seismik 3D pada lapangan SARKUN. Analisis hasil dari

    penelitian ini meliputi :

    a) Perbandingan hasil penentuan parameter lapangan pada setiap geometri

    lapangan yang telah ditentukan.

    b) Perbandingan operasi swath dan pola bentangan wide geometry dengan

    narrow geometry berdasarkan jumlah perpindahan patch pada seluruh area

    survei seismik 3D.

  • 71

    c) Perbandingan hasil setiap geometri lapangan meliputi patch wide geometry

    dan patch narrow geometry berdasarkan jumlah source, analisis distribusi

    fold, offset dan azimuth untuk seluruh area survei.

    d) Analisis recovery shot point geometri riil pada geometri lapangan slanted

    berdasarkan analisis distribusi fold dan aturan recovery shot point pada

    daerah penelitian.

    e) Analisis geometri riil dengan menggunakan patch wide geometry pada

    geometri slanted berdasarkan distribusi fold, offset dan azimuth mulai dari

    tanggal 27 Desember 2007 sampai dengan 25 Januari 2008.

    f) Analisis gabungan dari perbandingan-perbandingan yang telah dilakukan

    pada setiap geometri lapangan.

  • 72

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    V.1 Uraian Hasil Parameter Target

    Survei seismik 3D pada lapangan SARKUN memiliki target utama berupa

    batuan vulkanik yang terekah secara alami (naturally fractured) cukup kuat pada

    Formasi Jatibarang. Sedangkan target sekunder yaitu Formasi Cibulakan Atas dan

    Equivalen Baturaja. Luasan dari target kurang lebih 60,29 km2 dengan kemiringan

    perlapisan maksimum 300, kedalaman target terdangkal 400 meter (1500 ms) dan

    kedalaman target terdalam 1800 - 2400 meter (2000 ms).

    Hasil pemrosesan data seismik 2D pada lapangan SARKUN sebelumnya,

    mempunyai frekuensi maksimum 60 - 80 Hz, frekuensi dominan 25 - 30 Hz, fold

    6000 % dan kecepatan gelombang (vrms) 1500 m/s pada saat to = 0 ms sampai

    dengan 3500 m/s saat ti = 3000 ms.

    Frekuensi maksimum yang digunakan dalam perhitungan parameter lapangan

    adalah rata-ratanya yaitu 70 Hz. Sedangkan kedalamannya adalah 2400 meter

    2000 ms supaya bisa mencapai lapisan target utama dan sekunder saat menghitung

    luasan survei seismik. Untuk pemilihan kecepatan gelombang dilakukan terlebih

    dahulu interpolasi saat to - ti. Tabel (5.1) merupakan hasil interpolasi kecepatan

    gelombang (vrms).

    Berdasarkan tabel (5.1) dapat diketahui kecepatan gelombang (vrms) target

    survei pada 2000 ms adalah 2833 m/s. Pada perhitungan parameter lapangan

    penulis menggunakan kecepatan gelombang (vrms) di atas perlapisan target yaitu

  • 73

    2766 m/s dengan pertimbangan bahwa lapisan di atas target memiliki litologi

    berbeda dengan lapisan target dan kecepatan gelombang lebih rendah. Pemilihan

    kecepatan gelombang di atas lapisan target tersebut dimaksudkan untuk penentuan

    parameter lapangan.

    Tabel 5.1 Hasil interpolasi kecepatan gelombang (vrms) No twt (ms) vrms (m/s) No twt (ms) vrms (m/s) 1 0 1500.00 17 1600 2566.67 2 100 1566.67 18 1700 2633.33 3 200 1633.33 19 1800 2700.00 4 300 1700.00 20 1900 2766.67 5 400 1766.67 21 2000 2833.33 6 500 1833.33 22 2100 2900.00 7 600 1900.00 23 2200 2966.67 8 700 1966.67 24 2300 3033.33 9 800 2033.33 25 2400 3100.00 10 900 2100.00 26 2500 3166.67 11 1000 2166.67 27 2600 3233.33 12 1100 2233.33 28 2700 3300.00 13 1200 2300.00 29 2800 3366.67 14 1300 2366.67 30 2900 3433.33 15 1400 2433.33 31 3000 3500.00 16 1500 2500.00

    V.2 Penentuan Parameter Lapangan

    Berdasarkan parameter target dan asumsi pada geometri bentangan dilakukan

    penentuan parameter lapangan survei seismik 3D lapangan SARKUN, meliputi

    geometri lapangan straight line, bricks dan slanted serta template yang digunakan

    yaitu wide geometry dan narrow geometry.

    1. Liputan (fold coverage)

    Hasil fold coverage sebesar 6000 % pada data seismik 2D sebelumnya telah

    memberikan liputan bawah permukaan dengan baik. Liputan yang diinginkan

  • 74

    dalam survei seismik 3D pada umumnya adalah dari fold 2D yaitu 3000 %

    atau 30 fold. Penentuan fold 3D dilakukan dalam dua arah pada masing-masing

    template, yaitu in-line dan cross-line berdasarkan asumsi bentangan yang telah

    ditentukan meliputi wide geometry dan narrow geometry. Penentuan fold 3D

    dapat dicari dengan persamaan (3.7) untuk in-line fold dan persamaan (3.8)

    untuk cross-line fold.

    Untuk wide geometry

    640040

    2120

    2 SLI

    RINCfold rlinein

    52

    102

    NRLfold linecross

    Sehingga nilai fold total seismik 3D adalah

    3056 linecrosslineintotal foldfoldfold

    Untuk narrow geometry

    1040040

    2200

    2 SLI

    RINCfold rlinein

    326

    2

    NRLfold linecross

    Sehingga nilai fold total seismik 3D adalah

    30310 linecrosslineintotal foldfoldfold

    Dari hasil perhitungan fold 3D dapat dilihat bahwa nilai fold untuk wide

    geometry dan narrow geometry memberikan hasil yang sama dan sesuai

    dengan nilai fold yang diinginkan berdasarkan data seismik 2D sebelumnya

    yaitu 30 atau 3000%. Dalam hal ini jenis geometri lapangan yang digunakan

  • 75

    tidak mempengaruhi nilai fold tetapi dipengaruhi oleh ukuran template/patch

    serta spasi antar trace dan source point.

    2. Ukuran bin

    Penentuan ukuran bin (b) dapat dihitung menggunakan persamaan (3.10)

    dengan vrms = 2766,66 m/s, fmax = 70 Hz dan kemiringan maksimum 300, maka

    akan diperoleh hasil sebagai berikut :

    2076,1930sin704

    66,2766sin..4 0max

    f

    vb rms meter

    Berdasarkan hasil perhitungan maka bentuk bin yang sesuai adalah persegi

    dengan luasan 20 meter 20 meter karena dengan luasan tersebut telah mampu

    meliput target area survei.

    Ukuran bin tersebut digunakan pada setiap geometri lapangan yang nantinya

    akan diterapkan untuk simulasi perekaman pada survei seismik 3D lapangan

    SARKUN baik pada wide geometry maupun narrow geometry.

    3. Xmin (offset minimum terbesar)

    Pada wide geometry dan narrow geometry memiliki bentuk box yang sama,

    sehingga perhitungan Xmin dilakukan pada masing-masing geometri lapangan

    dengan asumsi bentangan sama. Penentuan Xmin dapat dihitung berdasarkan

    persamaan (3.11), sebagai berikut :

    a) Geometri lapangan straight line

    Berdasarkan bentuk box geometri straight line pada gambar V.1 maka

    persamaan untuk menghitung Xmin menjadi :

    22min 2 SLISIRLIX (5.1)

  • 76

    552400240400 22

    min X meter

    Gambar V.1 Box geometri straight line

    b) Geometri lapangan bricks

    Berdasarkan bentuk box geometri straight line pada gambar V.2 maka

    persamaan untuk menghitung Xmin menjadi :

    2221min . SLIRLIX (5.2)

    447400400. 2221min X meter

    Gambar V.2 Box geometri bricks

  • 77

    Pada persamaan (5.2) jarak antar lintasan receiver yang digunakan adalah

    RLI karena lintasan source digeser menjadi SLI.

    c) Geometri lapangan slanted

    Lintasan source membentuk sudut 450 terhadap lintasan receiver, maka

    berdasarkan bentuk box geometri slanted pada gambar V.1 persamaan untuk

    menghitung Xmin menjadi :

    222221min 221 SLIRISIRLIX (5.3)

    8864002406,56400 222221min X meter

    Gambar V.3 Box geometri slanted

    Dari hasil perhitungan Xmin ketiga jenis layout, geometri bricks memiliki

    nilai terkecil sehingga dapat merekam target terdangkal dengan lebih baik,

    tetapi dari segi operasional pelaksanaan di lapangan pengukuran topografi

    tidak efektif dan membutuhkan biaya lebih banyak. Sedangkan untuk kedua

    layout yang lain lebih mudah pelaksanaannya saat di lapangan walaupun

    akan banyak menggunakan kabel yang panjang. Saat ini kebutuhan kabel

    telah terpenuhi maka tidak menjadi masalah.

  • 78

    Hasil perhitungan Xmin geometri slanted sebesar 886 meter tidak menjadi

    masalah karena target utama yang diinginkan adalah kedalaman target

    terdalam, sedangkan untuk target terdangkal masih bisa terliput oleh offset

    yang lebih kecil dari Xmin sampai pada kedalaman 400 meter. Jadi geometri

    lapangan yang cocok untuk survei seismik adalah geometri straight line atau

    slanted, kemudian pemilihan dilakukan lagi setelah simulasi rekaman.

    4. Xmax (offset maksimum)

    Penentuan offset maksimum setiap geometri lapangan dihitung berdasarkan

    ukuran template/patch yang dipergunakan, yaitu : wide geometry dan narrow

    geometry. Hasil perhitungan offset maksimum dapat diselesaikan berdasarkan

    persamaan (3.12) dengan asumsi bentangan yang sama.

    Offset maksimum untuk geometri straight line dan bricks mempunyai nilai

    yang sama karena posisi shot point dalam template/patch sama (gambar V.4).

    Perhitungan offset maksimum pada wide geometry dan narrow geometry dari

    setiap geometri lapangan adalah sebagai berikut :

    a) Geometri straight line dan bricks

    a.1) Untuk wide geometry

    Berdasarkan ukuran template/patch wide geometry (gambar V.4) maka

    persamaan untuk menghitung Xmax menjadi :

    221221max 2.2. RIRLLSISLLX (5.4)

    25552404760.2402000.2

    21

    2

    21

    max X meter

  • 79

    a.2) Untuk narrow geometry

    Berdasarkan ukuran template/patch wide geometry (gambar V.5) maka

    persamaan untuk menghitung Xmax menjadi :

    221221max 2.2. RIRLLSISLLX (5.5)

    47952409560.2401200.2

    21

    2

    21

    max X meter

    Gambar V.4 Patch wide geometry untuk perhitungan Xmax geometri straight line dan bricks

    Gambar V.5 Patch narrow geometry untuk perhitungan Xmax geometri straight line dan bricks

    0 0.5 1 0.75 1 km

  • 80

    b) Geometri slanted

    b.1) Untuk wide geometry

    Berdasarkan ukuran template/patch wide geometry (gambar V.6) maka

    persamaan untuk menghitung Xmax menjadi :

    221221max 2.2. RIRLLSISLLX (5.6)

    2760400.4760.2402000. 221212

    21

    max X meter

    Gambar V.6 Patch wide geometry untuk perhitungan Xmax geometri slanted

    b.2) Untuk narrow geometry

    Berdasarkan ukuran template/patch wide geometry (gambar V.7) maka

    persamaan untuk menghitung Xmax menjadi :

    22121221max ..2. SLIRLLSISLLX (5.7)

    5014400.9560.2401200. 221212

    21

    max X meter

  • 81

    Gambar V.7 Patch narrow geometry untuk perhitungan Xmax geometri slanted

    Berdasarkan hasil perhitungan offset maksimum dapat dilihat bahwa nilai

    Xmax geometri lapangan slanted memberikan nilai offset maksimum lebih besar

    daripada geometri lapangan straight line dan bricks sehingga dimungkinkan

    dapat merekam target yang lebih dalam. Sama halnya dengan narrow geometry

    juga memiliki nilai Xmax lebih besar daripada wide geometry sehingga dapat

    merekam target yang lebih dalam pula.

    Semua hasil perhitungan dapat dikatakan memenuhi kriteria untuk mencapai

    kedalaman target utama yaitu 2400 meter. Pemilihan geometri lapangan yang

    cocok untuk survei adalah geometri slanted karena kemudahannya pelaksanaan

    saat di lapangan dan nilai offset maksimum yang lebih besar dibandingkan

    dengan geometri bricks dan straight line. Sedangkan untuk pemilihan template

    dilakukan setelah melakukan simulasi rekaman desain survei.

    5. Tingkap migrasi

    Dari hasil informasi kedalaman target survei terdalam d = 2400 meter dan

    kemiringan maksimum sebesar 300 maka tingkap migrasi (Xm) dapat dihitung

    dengan menggunakan persamaan (3.13) sehingga diperoleh :

    64,138530tan.2400tan. 0 dX m m = 1,4 km

    0 0.5 1 0.75 1 km

  • 82

    Hasil penentuan tingkap migrasi tersebut digunakan untuk memperluas area

    survei dari bagian tepi area target pada arah in-line dan cross-line. Jenis dari

    setiap geometri lapangan tidak dipengaruhi luasan tingkap migrasi, sehingga

    hasil perhitungan dapat diterapkan pada masing-masing geometri lapangan.

    6. Fold taper

    Fold maksimum dari target survei dapat dicapai dengan menambahkan area

    survei pada bagian tepi luasan tingkap migrasi. Berdasarkan kedalaman target

    terdalam d = 2400 meter, maka fold taper (FT) tersebut dapat dihitung dengan

    menggunakan persamaan (3.14).

    48024002,02,0 dFT m

    Sama halnya dengan area tingkap migrasi, hasil perhitungan nilai fold taper

    tersebut dapat diterapkan pada masing-masing geometri lapangan. Pengaruh

    dari penentuan fold taper akan terlihat pada distribusi fold seluruh area survei

    setelah dilakukan simulasi rekaman pada setiap geometri lapangan. Pemilihan

    geometri lapangan sebaiknya menggunakan hasil distribusi fold optimal yaitu

    fold maksimum dapat meliput seluruh area target untuk mengantisipasi kualitas

    data yang jelek pada target utama.

    7. Durasi perekaman

    Supaya dapat merekam target terdalam, maka penentuan durasi perekaman

    minimum harus dilakukan. Penentuan durasi perekaman tmax dapat dihitung

    dengan menggunakan persamaan (3.19) dengan target terdalam d = 2400 meter

    dan kecepatan gelombang vrms = 2766 m/s, maka hasil yang diperoleh :

    78,22766

    24002,32,3max

    rmsvdt

    s

  • 83

    Berdasarkan hasil perhitungan, maka durasi perekaman untuk two way time

    adalah tmax = 5,56 s 6 s. Dengan durasi perekaman selama 6 s diharapkan

    dapat merekam target terdalam. Pada prinsipnya penggunaan waktu perekaman

    lebih lama dapat merekam target yang lebih dalam lagi tetapi disisi lain banyak

    noise yang terekam dan biaya jadi meningkat karena data penyimpanan (tape)

    yang diperlukan semakin banyak. Hasil perhitungan ini tidak berpengaruh pada

    jenis geometri lapangan yang digunakan sehingga dapat diterapkan pada jenis

    geometri lapangan apa saja.

    8. Waktu cuplik

    Waktu cuplik yang dipakai saat merekam supaya tidak terjadi aliasing dapat

    ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.22), sehingga diperoleh :

    0036,0704

    11max

    f

    t s 3,6 ms

    Dalam penerapan dilapangan di lapangan perekaman menggunakan waktu

    cuplik yang lebih kecil, yaitu 2 ms supaya dapat merekam data lebih banyak

    dan menghasilkan sinyal dengan S/N tinggi. Selain itu sampai pada saat ini

    kebanyakan dari instrumen perekaman seismik memiliki spesifikasi waktu

    cuplik 1 ms, 2 ms, 4ms dan 8 ms.

    Pemilihan waktu cuplik sebesar 2 ms tidak dipengaruhi oleh jenis geometri

    lapangan dan template/patch yang digunakan dalam survei seismik tetapi

    dipilih berdasarkan pertimbangan biaya karena pada prinsipnya semakin kecil

    waktu cuplik maka data yang akan diperoleh semakin baik tetapi biaya menjadi

    lebih mahal.

  • 84

    9. Filter low-cut dan high-cut

    Dalam instrumen perekaman juga terdapat sistem filter untuk merekam

    sinyal seismik saja. Filter low-cut biasanya memakai frekuensi sampai 0 Hz

    untuk mengantisipasi adanya sinyal seismik yang terekam lemah. Sedangkan

    untuk filter high-cut dihitung berdasarkan besarnya nilai frekuensi nyquist

    dengan menggunakan persamaan (3.21).

    25,022

    1.21

    t

    f nyquist kHz = 250 Hz

    Filter high-cut yang dipergunakan dilapangan bisa juga memakai frekuensi

    128 Hz. Pemilihan ini didasarkan pada karakter frekuensi gelombang seismik

    berkisar antara 10 - 80 Hz.

    10. Kedalaman dan muatan sumber

    Berdasarkan test parameter sebelum survei seismik 3D diketahui kedalaman

    sumber adalah 30 meter yang berada dibawah lapisan lapuk. Sedangkan ukuran

    untuk sumber ledakan adalah 1 kg. Dalam keadaan tertentu seperti perumahan

    penduduk maka muatan sumber diturunkan menjadi 0,5 kg atau 0,25 kg untuk

    menghindari kerusakan lingkungan. Muatan sumber ledakan (dinamit) dipilih

    satu kg dengan kedalaman 30 meter karena mampu menghasilkan data seismik

    dengan signal to noise ratio tinggi, frekuensi tinggi jauh dari noise ground roll

    (resolusi tinggi) dan kualitas refleksi bagus (lapisan pemantul terlihat jelas).

    Adapun aturan penggunaan muatan sumber berdasarkan jarak antara shot point

    dengan bangunan bisa dapat dilihat pada tabel (5.2). Sumber ledakan dengan

    muatan dan kedalaman yang sama dalam survei seismik 3D tidak berpengaruh

    pada jenis geometri lapangan dan template/patch tetapi pada kualitas refleksi.

  • 85

    Tabel 5.2 Jarak aman minimum pemasangan sumber ledakan

    Jenis Bangunan Jarak berdasarkan muatan sumber (meter) 0.25 kg 0.50 kg 1.00 kg

    Sumur minyak 100 100 100 Sumur Air pipa PVC dan Besi 50 100 150 Sumur Air Semen 100 100 100 Pipa di atas Tanah 25 50 50 Pipa di Permukaan Tanah 25 50 50 Pipa di bawah Tanah 50 100 100 Jalan Tanah Kerikil 5 10 10 Jaringan Listrik 50 50 50 Jaringan Telpon 30 30 30 Jembatan Semen / Beton 30 50 50 Jembatan Kayu 10 30 30 Bangunan Kayu / Bambu 15 50 50 Bangunan Semen / Beton 50 100 150 Tempat Ibadah 100 100 150 Sekolah 50 100 150 Makam 25 50 50 Kandang Ayam 75 100 150 Tanggul Tanah 10 20 50 Bendungan Semen 10 20 50 Bendungan Tanah 10 20 50 Selokan 25 50 100

    11. Receiver

    Penentuan dari parameter receiver meliputi jarak antar geophone dan jumlah

    geophone dalam satu group geophone. Hasil test parameter yang dipergunakan

    untuk survei adalah 18 buah geophone per group dan jarak antar geophone 2,22

    meter per group. Konfigurasi atau susunan dari group geophone adalah searah

    lintasan receiver. Dengan parameter tersebut mampu meredam noise terutama

    ground roll atau gelombang permukaan baik pada geometri straight line, bricks

    dan slanted serta patch wide geometry dan narrow geometry.

  • 86

    12. Orientasi Lintasan

    Parameter orientasi lintasan meliputi penentuan arah lintasan receiver dan

    source. Arah lintasan receiver biasanya ditentukan sejajar strike dan tegak

    lurus dip. Berdasarkan informasi geologi berupa arah bidang patahan pada

    umumnya utara-selatan ( N1700 E) maka arah lintasan receiver N 78,540 E.

    Sedangkan untuk lintasan source tegak lurus dengan lintasan receiver, tetapi

    untuk survei lapangan SARKUN lintasan source membentuk sudut 450

    terhadap lintasan receiver. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan distribusi

    offset dan azimuth yang seragam dan bervariasi. Distribusi fold, offset dan

    azimuth template wide geometry dan narrow geometry dapat dilihat pada hasil

    simulasi rekaman

    Gambar V.8 menunjukkan arah lintasan receiver survei seismik 3D pada

    lapangan SARKUN.

    Gambar V.8 Arah lintasan receiver survei seismik (N 78,540 E)

  • 87

    V.3 Penentuan Geometri Perekaman

    Penentuan geometri penembakan dalam penelitian ini meliputi operasi swath

    dan pola bentangan serta sekuen penembakan.

    V.3.1 Operasi swath dan pola bentangan

    Pemilihan swath dan pola bentangan ditentukan berdasarkan kapasitas dari

    alat perekaman seismik dan biaya yang tersedia. Berdasarkan parameter lapangan

    dan asumsi bentangan yang telah ditentukan sebelumnya, maka pada patch wide

    geometry menggunakan 10 lintasan receiver, 120 channel per lintasan dalam satu

    swath dan overlap 90 % atau 9 lintasan setiap pemindahan patch. Sedangkan

    untuk patch narrow geometry menggunakan 6 lintasan receiver, 200 channel per

    lintasan dalam satu swath dan overlap 83,33 % atau 5 lintasan setiap pemindahan

    patch. Kedua jenis patch menggunakan pola bentangan split spread simetri yaitu

    60 - 60 kelompok channel aktif perlintasan.

    Berdasarkan hasil penentuan operasi swath dan pola bentangan pada kedua

    patch, kemudian dilakukan perhitungan jumlah perpindahan patch pada seluruh

    area survei seismik 3D. Karena luasan area survei setiap geometri lapangan sama,

    maka perhitungan dilakukan pada patch wide geometry dan narrow geometry saja

    tanpa mengubah ukuran luasan area survei. Penentuan jumlah perpindahan patch

    dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.24) dan (3.25).

    Untuk wide geometry

    in-line roll = (ukuran in-line survei - ukuran in-line patch) / SLI

    = (12960 - 4760) / 400 = 20,5 rolls

  • 88

    x-line roll = (ukuran x-line survei - ukuran x-line patch) / SLI

    = (10000 - 360