38 HASIL DAN PEMBAHASAN -...

15
38 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikro Struktur mikro yang dihasilkan pada Gambar 4.1 memiliki tiga bagian, titik 0 mm dan 5 mm dari sumbu las masuk pada daerah las, titik 10 mm dan 15 mm sudah ada pada daerah HAZ, dan titik 25 mm daerah logam induk. Lima titik (0, 5, 10, 15, dan 25 mm) pada pengamatan struktur mikro baik untuk sampel Double V Groove dan Double Bevel Groove memiliki struktur yang identik. Struktur mikro yang dihasilkan memiliki fasa ferrite dan pearlite. Ferrite memiliki butir dengan warna terang, kemudian pearlite butirnya berwarna abu-abu gelap. Munculnya struktur mikro dengan ferrite dan pearlite akibat sampel uji mengalami pendinginan lambat di udara ruangan. Gambar 4.1. Hasil pengamatan struktur mikro. Ferrite Pearlite 0 mm dari sumbu las 20μm 20μm 5 mm dari sumbu las Ferrite Pearlite

Transcript of 38 HASIL DAN PEMBAHASAN -...

Page 1: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

38

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Struktur Mikro

Struktur mikro yang dihasilkan pada Gambar 4.1 memiliki tiga bagian, titik

0 mm dan 5 mm dari sumbu las masuk pada daerah las, titik 10 mm dan 15 mm

sudah ada pada daerah HAZ, dan titik 25 mm daerah logam induk. Lima titik (0,

5, 10, 15, dan 25 mm) pada pengamatan struktur mikro baik untuk sampel Double

V Groove dan Double Bevel Groove memiliki struktur yang identik. Struktur

mikro yang dihasilkan memiliki fasa ferrite dan pearlite. Ferrite memiliki butir

dengan warna terang, kemudian pearlite butirnya berwarna abu-abu gelap.

Munculnya struktur mikro dengan ferrite dan pearlite akibat sampel uji

mengalami pendinginan lambat di udara ruangan.

Gambar 4.1. Hasil pengamatan struktur mikro.

Ferrite

Pearlite

0 mm dari sumbu las

20μm

20μm

5 mm dari sumbu las

Ferrite

Pearlite

Page 2: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

39

39

Gambar 4.1. Hasil pengamatan struktur mikro. (Lanjutan)

Menurut Gambar 4.1 di titik 0 mm dan 5 mm memiliki ukuran butir kecil.

Titik 10 mm dan 15 mm memiliki ukuran butir campuran, besar dan kecil. Titik

25 mm di semua sampel memiliki ukuran butir yang besar.

Pearlite

Ferrite

20μm

20μm

25 mm dari sumbu las

15 mm dari sumbu las

Ferrite

Pearlite

20μm

10 mm dari sumbu las

Ferrite

Pearlite

Page 3: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

40

40

Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah,

sifatnya memiliki keuletan dan ketangguhan yang baik. Struktur mikro baja

karbon AISI 1020 direpresentasikan pada titik 25 mm atau telah berada di logam

induk dengan ukuran butir yang lebih besar (kasar) dibanding daerah las.

Titik 0 mm dan 5 mm memiliki ukuran butir kecil, dan terbentuk dari

pencairan logam filler dari jenis kawat las E6013. Ukuran butir kecil membuat

area batas butir semakin luas sehingga mencegah dislokasi, akibatnya material

menjadi semakin keras.

Titik 10 mm dan 15 mm memiliki ukuran butir campuran, yang terbentuk

dari pencairan antara logam induk dan logam filler, serta masuk di daerah

terpengaruh panas. Kekerasan di daerah ini tentunya dibawah logam las bila

dilihat dari ukuran butir. Titik 25 mm memiliki ukuran butir yang besar karena

pengamatan telah berada di logam induk. Meski daerah ini terkena pengaruh

panas, namun tidak merubah sifat mekanis, dan kekerasan material relatif sama

atau sedikit lebih tinggi dibanding daerah HAZ.

Kekakuan dan kekerasan bahan erat kaitanya dengan struktur mikro, karena

struktur mikro dapat dipakai untuk mengetahui karakteristik kekuatan bahan.

Material yang dilas akan memiliki struktur mikro dengan butiran halus di daerah

lasan dan mulai kasar di daerah terpengaruh panas dan logam induk. Hal ini

membuat daerah las menjadi keras namun getas, sehingga regangan yang terjadi

lebih kecil dibanding logam induk. Nilai kekerasan akibat ukuran butir berakibat

meningkatnya nilai modulus kekakuan (elastisitas) bahan.

Ukuran butir mempengaruhi sifat mekanis, dimana menurut Saripuddin dan

Lauw (2013) ukuran butir mempengaruhi nilai kekerasan bahan. Pada proses

pengelasan kekerasan di daerah las lebih tinggi dibanding daerah logam induk dan

HAZ. Kemudian, penelitian Aisyah (2010) mengungkapkan pengelasan pada baja

karbon berakibat pada perubahan struktur mikro dan sifat mekanik karena siklus

termal dan proses pendinginan, hal ini membuat daerah las menjadi keras namun

getas dibanding logam induk.

Modulus kekakuan erat kaitanya dengan munculnya tegangan sisa dan

pengaruhnya pada nilai frekuensi natural. Widyanto (2014) meneliti bahwa

tegangan sisa dapat disebabkan oleh perubahan struktur bahan di daerah las akibat

Page 4: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

41

41

siklus termal proses pengelasan. Rozy, dkk (2013) mengungkapkan bahwa

frekuensi natural berhubungan dengan kekakuan dan kekerasan bahan, yang

diekspresikan dalam modulus elastisitas.

Fenomena terbentuknya fasa setelah pendinginan sesuai penelitian

Jokosisworo (2006) yang menyebutkan bahwa pendinginan lambat akan

membentuk material baja karbon menjadi fasa ferrite dan pearlite. Kemudian

struktur mikro menurut riset Setiawan dan Wardana (2006) terbentuk oleh jenis

pendinginan, komposisi logam las, jenis kawat las, dan kondisi udara saat

pengelasan.

Pada pengamatan struktur mikro juga dapat dilihat perubahan struktur di

titik 0, 5, 10, dan 15 mm. Pemetaan ini dapat memiliki arti terjadi perubahan

parameter kisi, jika nantinya dibandingkan dengan bahan referensi (d0) saat

pengukuran tegangan sisa. Sehingga distribusi tegangan sisa dapat sangat

signifikan di dareah tersebut.

4.2 Struktur Makro

Pengamatan struktur makro dimaksudkan untuk melihat perubahan struktur

di daerah lasan, HAZ, dan logam induk. Pengamatan juga dilakukan untuk dapat

melihat munculnya cacat pada pangelasan. Gambar 4.2 dan 4.3 menunjukkan

adanya pengaruh geometri pengelasan terhadap besarnya daerah lasan (fusion

zone) dan daerah HAZ. Sampel Double V Groove dan Double Bevel Groove

dengan sudut 30° memiliki lebar daerah terpengaruh panas yang lebih besar

dibanding sudut 22.5° dan 20°.

Lebar daerah lasan dan daerah terpengaruh panas memiliki pengaruh pada

kekerasan bahan. Sehingga geometri pengelasan tentu berpengaruh juga terhadap

regangan dan nilai modulus elastisitas secara keseluruhan. Semakin lebar sudut

kampuh menjadikan lebar daerah las semakin besar dan kekuatannya semakin

tinggi namun regangan menjadi semakin kecil. Apabila tegangan konstan dan

nilai regangan yang kecil dapat menjadikan modulus elastisitas naik. Seperti

dijelaskan pada pembahasan struktur mikro modulus elastisitas akan berkaitan

dengan tegangan sisa dan frekuensi natural bahan.

Page 5: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

42

42

Gambar 4.2. Struktur makro sampel Double V Groove .

Daerah Las

HAZ

Logam Induk

2 mm

Cacat Las

Daerah Las

Logam Induk

Cacat Las

Daerah Las

HAZ

Logam Induk

Cacat Las

HAZ

22.5°

30°

20°

2 mm

2 mm

Page 6: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

43

43

Gambar 4.3. Struktur makro sampel Double Bevel Groove.

Cacat Las

Daerah Las

Logam Induk

Cacat Las

HAZ

Logam Induk

Cacat Las

HAZ

Daerah Las

HAZ

Logam Induk

Daerah Las

Cacat Las

22.5°

20°

30°

2 mm

2 mm

2 mm

Page 7: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

44

44

Pada pangamatan struktur makro dipakai juga untuk melihat munculnya

cacat las. Cacat las yang dialami sampel adalah slag inclusion. Alur/ kampuh

Double V Groove memiliki sedikit cacat las, terutama pada sampel dengan

kemiringan 30° dan 22.5°.

Besarnya lebar daerah terpengaruh panas diakibatkan karena semakin besar

sudut kampuh masukan panas juga makin lama dan besar. Luas daerah las dan

daerah terpengaruh panas juga mempengaruhi sifat mekanik. Lebar terpengaruh

panas dapat meningkatkan kekakuan material sehingga membuat material tidak

mampu menyerap getaran. Sedangkan munculnya cacat las dapat terjadi akibat

sudut alur yang terlalu kecil menghalangi peneterasi saat proses pengelasan,

sehingga saat melakukan multipass, pembersihan slag kurang bersih. Lebar

daerah terpengaruh panas ini dijelaskan pada penelitian Suharno (2008) saat uji

struktur makro, bahwa luas daerah terpengaruh panas diakibatkan oleh tingkat

masukan panas (heat input).

4.3 Regangan dan Tegangan Sisa

4.3.1 Regangan

Sampel yang diukur memiliki 5 titik pengamatan, 0 mm, 5 mm, 10 mm, 15

mm, dan 25 mm dari sumbu las. Apabila diurut dari sumbu las, sampel Double V

Groove dengan sudut kemiringan 22.5° memiliki nilai micro strain, -128, -744,

15, 682, dan 514. Double V Groove 30° memiliki nilai micro strain, -231, 684,

1127, 991, dan 938. Sampel Double Bevel Groove 22.5° memiliki nilai micro

strain -665, -201, 598, 624, dan 307. Sampel Double Bevel Groove 30° memiliki

nilai micro strain, 390, 49, 563, 1220, dan 384. Grafik distribusi micro strain arah

aksial dapat dilihat pada Gambar 4.4, dimana d0 filler yang dipakai untuk titik 0

mm dan 5 mm, d0 base metal untuk titik 5 mm, 10 mm, dan 5 mm.

Pengukuran arah hoop, micro strain sampel Double V Groove, dengan

sudut kemiringan 22.5° jika diurut dari sumbu las nilainya 596, 855, 1133, 470

dan -58. Sampel Double V Groove 30° memiliki nilai micro strain arah hoop, -

513, 1085, 656, 965, dan -75. Sampel Double Bevel Groove 22.5° nilai micro

strain arah hoop adalah -414, 197, 750, -28, dan -162. Sampel Double Bevel

Groove 30° memiliki nilai micro strain 303, 198, 909, 420, dan 181. Kemudian

Page 8: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

45

45

untuk grafik distribusi micro strain arah hoop dapat dilihat pada Gambar 4.5,

dimana d0 filler yang dipakai untuk titik 0 mm dan 5 mm, d0 base metal untuk titik

5 mm, 10 mm, dan 5 mm.

Gambar 4.4. Distribusi micro strain arah aksial.

Gambar 4.5. Distribusi micro strain arah hoop.

Orientasi dari data micro strain arah aksial dan hoop dihasilkan dari titik 0

mm hingga 10 mm atau 15 mm memiliki regangan tarik, dan mulai terjadi

regangan tekan dari titik 15 mm hingga 25 mm. Regangan tarik di titik 0 mm

hingga 15 mm terjadi karena pada daerah ini saat proses solidifikasi akan terjadi

penyusutan volume di daerah las dan HAZ yang kemudian ditahan oleh logam

induk. Saat pendinginan penyusutan tersebut membuat titik 0 mm dan 15 mm

mulai mengalami regangan tarik dan titik 15 mm hingga 25 mm mengalami

Page 9: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

46

46

regangan tekan. Sehingga muncul konfigurasi regangan terjadi tarik (tensile) di

dekat logam las dan menjadi tekan saat menjauhi HAZ setelah pendinginan.

Widyanto (2014) dalam penelitiannya juga mengungkapkan pengaruh

proses solidifikasi akan terjadi penyusutan volume (perubahan parameter kisi)

sehingga timbul regangan yang menjadi sebab munculnya tegangan sisa.

Wiryosumarto dan Okumura (2000) menyebutkan pada bagian yang dilas akan

terjadi pengembangan thermal, kemudian bagian dingin tidak berubah

membentuk penghalang bagi pengembangan thermal sehingga terjadi regangan

(strain) dan tegangan sisa.

Menurut Wiryosumarto dan Okumura (2000) normalnya distribusi regangan

dan tegangan sisa pada las melingkar akan mencapai kekuatan luluh (regangan

sisa tertinggi) pada daerah terpengaruh panas dan menurun mencapai nol saat

menjauhi daerah las. Namun, terjadi anomali pada data pengukuran micro strain

baik untuk pengukuran arah aksial dan hoop. Distribusi micro strain arah aksial

anomali berada di titik 5 mm untuk sampel Double V Groove 22.5° dan Double

Bevel Groove 30°. Distribusi micro strain arah hoop anomali ada di titik 5 dan 10

mm, untuk sampel Double V Groove 30° dan Double Bevel Groove 30°. Anomali

terjadi akibat dilakukan pengelasan ulang pada cover, sehingga terbentuk

mekanisme regangan baru pada titik tersebut. Hal yang sama juga akan terjadi saat

perhitungan tegangan sisa karena berkaitan dengan pembahasan pada regangan.

4.3.2 Tegangan Sisa

Data micro strain yang diperoleh kemudian dipakai untuk mencari nilai

tegangan sisa. Hasil perhitungan distribusi tegangan sisa arah aksial dapat dilihat

pada gambar 4.6 memiliki konfigurasi sebagai berikut, sampel Double V Groove,

sudut kemiringan 22.5° di titik 0 mm 36 MPa. Titik 5 mm dengan -105 MPa

mengalami tegangan tekan relatif terhadap titik 0 mm. Titik 10 mm dengan 140

MPa, mengalami tegangan tarik relatif terhadap titik 5 mm. Titik 15 mm dengan

246 MPa, mengalami tegangan tarik relatif terhadap titik 10 mm, dan titik 25 mm

dengan 136 MPa, mengalami tegangan tekan relatif terhadap titik 15 mm.

Sampel Double V Groove 30°, di titik 0 mm nilai tegangan sisanya -126

MPa. Titik 5 mm dengan 320 MPa dan mengalami tegangan tarik relatif terhadap

titik 0 mm. Titik 10 mm nilainya 393 MPa, mengalami tegangan tarik relatif

Page 10: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

47

47

terhadap titik 5 mm. Titik 15 mm nilainya 391 MPa, mengalami tegangan tekan

relatif terhadap titik 10 mm. Kemudian titik 25 mm 252 MPa, mengalami

tegangan tekan relatif terhadap titik 15 mm.

Sampel Double Bevel Groove 22.5° di titik 0 mm nilai tegangan sisa -235

MPa. Titik 5 mm dengan -33 MPa, mengalami tegangan tarik relatif terhadap titik

0 mm. Titik 10 nilainya mm 256 MPa, mengalami tegangan tarik relatif terhadap

titik 5 mm. Titik 15 mm nilainya 171 MPa, mengalami tegangan tekan relatif

terhadap titik 10 mm. Kemudian titik 25 mm 66 MPa, mengalami tegangan tekan

relatif terhadap titik 15 mm.

Double Bevel Groove 30° di titik 0 mm nilai tegangan sebesar 145 MPa.

Titik 5 mm dengan 37 MPa, mengalami tegangan tekan relatif terhadap titik 0

mm. Titik 10 nilainya mm 266 MPa, mengalami tegangan tarik relatif terhadap

titik 5 mm. Titik 15 mm nilainya 390 MPa, mengalami tegangan tarik relatif

terhadap titik 10 mm. Kemudian titik 25 mm 126 MPa, mengalami tegangan tekan

relatif terhadap titik 15 mm.

Gambar 4.6. Distribusi tegangan sisa arah aksial.

Distribusi tegangan sisa arah hoop dapat dilihat pada Gambar 4.7 memiliki

konfigurasi sebagai berikut, sampel Double V Groove 22.5° di titik 0 mm 151

MPa. Lalu di titik 5 mm dengan 149 MPa mengalami tegangan tekan relatif

terhadap titik 0 mm. Titik 10 mm dengan 317 MPa mengalami tegangan tarik

relatif terhadap titik 5 mm. Titik 15 mm dengan 213 MPa mengalami tegangan

tekan relatif terhadap titik 10 mm, dan titik 25 mm dengan 45 MPa mengalami

tegangan tekan relatif terhadap titik 15 mm.

Page 11: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

48

48

Sampel Double V Groove 30° di titik 0 mm memiliki nilai tegangan -171

MPa. Titik 5 mm dengan 384 MPa mengalami tegangan tarik relatif terhadap titik

0 mm. Titik 10 nilainya mm 317 MPa mengalami tegangan tekan relatif terhadap

titik 5 mm. Titik 15 mm nilainya 387 MPa mengalami tegangan tarik relatif

terhadap titik 10 mm. Kemudian titik 25 mm 91 MPa, mengalami tegangan tekan

relatif terhadap titik 15 mm.

Sampel Double Bevel Groove 22.5° di titik 0 mm nilai tegangan -195 MPa.

Titik 5 mm dengan 31 MPa mengalami tegangan tarik relatif terhadap titik 0 mm.

Titik 10 nilainya mm 280 MPa mengalami tegangan tarik relatif terhadap titik 5

mm. Titik 15 mm nilainya 64 MPa mengalami tegangan tekan relatif terhadap

titik 10 mm. Kemudian titik 25 mm -8 MPa, mengalami tegangan tekan relatif

terhadap titik 15 mm.

Sampel Double Bevel Groove 30° di titik 0 mm nilai tegangan sebesar 131

MPa. Titik 5 mm dengan 61 MPa mengalami tegangan tekan relatif terhadap titik

0 mm. Titik 10 mm nilainya 321 MPa mengalami tegangan tarik relatif terhadap

titik 5 mm. Titik 15 mm nilainya 263 MPa mengalami tegangan tekan relatif

terhadap titik 10 mm. Kemudian titik 25 mm 96 MPa, mengalami tegangan tekan

relatif terhadap titik 15 mm.

Gambar 4.7. Distribusi tegangan sisa arah hoop.

Distribusi tegangan sisa arah aksial, sampel Double V Groove 30° di hampir

semua titik memiliki nilai tertinggi dibanding sampel lain, yaitu di titik 5 mm, 10

mm, 15 mm, 25 mm dari sumbu las, kecuali di titik 0 mm Double Bevel Groove

Page 12: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

49

49

30°, memiliki nilai tegangan sisa tertinggi. Nilai tegangan sisa terendah ada pada

sampel Double V Groove 22.5° dan Double Bevel Groove 22.5°. Sampel Double

Bevel Groove 22.5° dengan tiga titik, 0 mm, 15 mm, 25 mm, kemudian sampel

Double V Groove 22.5° dengan dua titik, 5 mm dan 10 mm.

Distribusi tegangan sisa arah hoop untuk sampel Double V Groove 30° juga

memiliki nilai tertinggi dibanding sampel lain, yaitu di titik 5 mm, 10 mm, 15

mm, 25 mm dari sumbu las, lalu pada titik 0 mm sampel Double V Groove 22.5°

memiliki nilai tegangan tertinggi. Sementara itu, untuk titik terendah ada pada

sampel Double Bevel Groove 22.5°, yaitu di titik 0 mm, 5 mm, 10 mm, 15 mm

dan 25 mm.

Double V Groove 30° mengalami tegangan sisa tertinggi, dapat diakibatkan

karena memiliki sudut kampuh paling besar dari semua sampel. Heat input

(masukan panas) yang dialami tentu berkaitan dengan bentuk dan besarnya

geometri sudut kampuh. Sudut kampuh yang besar tentu membuat heat input dan

paparan panas yang dialami sampel menjadi lebih lama dan makin tinggi, dan

tegangan sisa meningkat. Penelitian Widyanto (2014) mengungkapkan bahwa

semakin besar sudut kampuh yang digunakan semakin tinggi nilai tegangan sisa

yang didapat.

Besaran masukan panas (heat input) mempengaruhi regangan melalui

pemuaian bahan. Bila regangan melebihi batas transformasi dan batas luluh bahan

atau sampai deformasi plastis, regangan akan bersifat tetap setelah diikuti proses

pendinginan. Widyanto (2014) dalam penelitiannya juga menjelaskan tegangan

sisa akibat deformasi plastis yang tidak seragam, lalu diikuti penyusutan saat

proses pendinginan.

Setelah proses pengelasan kemudian diikuti proses pendinginan. Proses

pendinginan membuat penyusutan volume material, sehingga muncul deformasi

dan tegangan sisa. Tegangan sisa tertinggi berada di titik 5 mm, 10 mm, dan 15

mm diakibatkan karena pada bagian ini mengalami penyusutan terbesar dibanding

derah dekat logam induk atau titik 25 mm. Fenomena solidifikasi dan penyusutan

juga membuat daerah las dan HAZ berpotensi memiliki tegangan tarik saat

sampel telah dingin.

Page 13: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

50

50

Kemudian tegangan sisa tertinggi berada didaerah HAZ sesuai dengan

penelitian Kohler, dkk (2012) yang menyatakan tegangan sisa terbesar ada pada

titik HAZ. Orientasi distribusi yang terjadi juga sejalan dengan teori menurut

Fitzpatrick dan Lodini (2003) dan penelitian Price, dkk (2006) bahwa tegangan

tarik akan terjadi dekat logam las dan daerah terpengaruh panas, lalu terjadi

tegangan tekan saat jaraknya menjauh dari garis las atau menuju logam induk.

Selain regangan, pola struktur mikro dapat mempengaruhi nilai tegangan

sisa. Ukuran butir yang kecil (halus) pada daerah terpengaruh panas membuat

kekerasan lebih tinggi, dan modulus elastisitas naik. Apabila nilai regangan

konstan, dengan modulus elastisitas yang tinggi, tegangan sisa dapat naik. Sampel

dengan geometri sudut kampuh besar tentu akan memiliki modulus elastisitas

menyeluruh dalam sampel yang tinggi, sehingga bila di kolaborasikan dengan

regangan, tegangan sisa makin signifikan. Fenomena tersebut sejalan dengan

formula tegangan, bahwa nilainya akan sama dengan modulus elastisitas dikali

regangan.

4.4 Frekuensi Natural

Pembahasan pengujian frekuensi natural difokuskan pada titik pengukuran

35 mm dari sensor accelerometer. Data pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.8,

memperlihatkan semakin besar sudut kampuh memiliki kecenderungan terhadap

meningkatnya nilai frekuensi natural.

Data yang diperoleh pada sampel Double V Groove 20° di tiga titik secara

berurutan adalah 53.711 Hz. Sampel Double V Groove 22.5° memiliki nilai

frekuensi natural 51.270 Hz. Double V Groove 30° memiliki nilai frekuensi

natural 56.152 Hz. Sampel Double Bevel Groove 20° memiliki nilai frekuensi

natural 52.490 Hz. Sampel Double Bevel Groove 22.5° memiliki nilai frekuensi

natural 52.490 Hz. Sampel Double Bevel Groove 30° memiliki nilai frekuensi

natural 57.373 Hz.

Nilai frekuensi natural terbesar ada di sampel Double Bevel Groove dengan

sudut kemiringan 30° 57.373 Hz, lalu Double V Groove 30° dengan 56.152 Hz.

Nilai terkecil ada di sampel Double V Groove 22.5° dengan 51.270 Hz. Hasil

pengujian menunjukkan ada perbedaan, namun tidak terlalu signifikan di setiap

Page 14: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

51

51

variasi, dimana sampel dengan sudut kemiringan 30° memiliki nilai frekuensi

natural tertinggi.

Gambar 4.8. Hasil pengujian frekuensi natural.

Frekuensi natural meningkat diakibatkan oleh proses pengelasan. Apabila

dilihat pada struktur mikro, telah terjadi perubahan ukuran butir, sehingga

berpengaruh pada nilai kekerasan dan kekakuan. Pada pengamatan struktur makro

dapat dilihat semakin besar sudut kampuh membuat daerah las dan daerah

terpengaruh panas semakin lebar. Daerah las yang lebar akan membuat material

makin kaku dan regangan menjadi kecil, sehingga secara keseluruhan

mempengaruhi nilai modulus elastisitas.

Kekakuan dan kekerasan berhubungan dengan ukuran butir pada struktur

mikro, karena struktur mikro dapat dipakai untuk mengetahui kekuatan bahan.

Material yang dilas akan mengalami perubahan ukuran butir sehingga menjadi

keras dan getas terutama di daerah las. Makin tinggi nilai modulus elastisitas

maka material tersebut semakin kaku sehingga kemampuan menyerap getaran

makin kecil, akibatnya frekuensi natural bahan akan naik.

Rozy, dkk (2013) menyebutkan bahwa modulus elastisitas merupakan

karakteristik dalam suatu logam, makin besar modulus elastisitas makin kecil

regangan yang dihasilkan, dimana regangan tersebut yang nantinya akan

mempengaruhi nilai modulus kekakuan. Semakin kecil regangan maka makin

besar modulus kekakuan dan frekuensi natural sebuah material.

Page 15: 38 HASIL DAN PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I1410014_bab3.pdf · Material baja karbon AISI 1020 masuk pada kategori baja karbon rendah, sifatnya

52

52

Nilai frekuensi natural juga sejalan dengan nilai tegangan sisa. Semakin

besar tegangan sisa tentunya berpotensi meningkatkan nilai frekuensi natural,

karena salah satu cara mengubah frekuensi adalah dengan merubah tegangannya.

Sehingga tegangan sisa pada sebuah pembebanan struktural inilah yang

menyebabkan naiknya modulus kekakuan sehingga berpengaruh terhadap nilai

frekuensi natural. Efek tersebut telah dibuktikan melalui penelitian Jason, dkk

(2014) bahwa tegangan sisa memiliki pengaruh pada frekuensi natural sistem.

Sebelumnya Yongyi dan Lichuan (1996) juga menyebut makin tinggi tegangan

sisa karena pengelasan maka frekuensi natural komponen akan meningkat.

Sudut kemiringan kampuh las tentu memiliki pengaruh terhadap besaran

heat input saat proses pengelasan diikuti pendinginan. Akibat siklus termal

tersebut berpengaruh pada ukuran butir, lebar daerah las, deformasi dan nilai

tegangan sisa. Hasil pengujian menunjukkan meningkatnya nilai tegangan sisa

sejalan dengan meningkatnya nilai frekuensi natural.