38-69-1-SM.pdf

download 38-69-1-SM.pdf

of 27

Transcript of 38-69-1-SM.pdf

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    1/27

    HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN EMOSIONAL KELUARGA DAN RESILIENSI

    DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER DI

    RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

    Febi Dwi Setyaningsih, Makmuroch, Tri Rejeki Andayani

    Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran

    Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Abstrak

    Kemoterapi adalah salah satu cara pengobatan kanker yang dilakukan dengan

    memasukkan obat-obatan anti-kanker ke tubuh pasien. Kemoterapi sebagai salah satu pilihanutama pengobatan untuk penyakit kanker memiliki berbagai efek samping yang dapat

    menimbulkan kecemasan dalam diri pasien. Pasien yang mendapatkan dukungan emosional dari

    keluarga akan terhindar dari kecemasan menghadapi kemoterapi karena adanya berbagaiperasaan positif yang dirasakan pasien dengan tersedianya dukungan emosional keluarga.

    Resiliensi dalam diri pasien akan dapat mengurangi kecemasan menghadapi kemoterapi ketika

    muncul bersama dengan dukungan emosional keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

    mengetahui hubungan antara dukungan emosional keluarga dan resiliensi dengan kecemasan

    menghadapi kemoterapi serta hubungan antara masing-masing variabel prediktor, yaitudukungan emosional keluarga dan resiliensi, dengan kecemasan menghadapi kemoterapi.

    Populasi penelitian adalah pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUD Dr.Moewardi Surakarta dengan sampel penelitian sebanyak 50 responden yang diambil

    menggunakan purposive incidental sampling.Pengumpulan data penelitian menggunakan Skala

    Kecemasan Menghadapi Kemoterapi (daya beda item = 0,433-0,900;reliabilitas = 0,974), Skala Dukungan Emosional Keluarga (daya beda item = 0,391-0,889;

    reliabilitas = 0,967), dan Skala Resiliensi (daya beda item = 0,395-0,866; reliabilitas = 0,978).

    Uji F dalam teknik analisis regresi berganda menunjukkan Fhitung= 9,649 (Ftabel= 3,195;

    Fhitung>Ftabel) dan p = 0,000 (pttabel), p= 0,025 (p

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    2/27

    maupun psikis yang mengancam kesehatan manusia, bahkan menyebabkan kematian. Salah satu

    penyakit yang menjadi penyebab utama kematian masyarakat dunia adalah kanker.

    Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang cepat dan tidak

    terkendali dengan bentuk, sifat dan gerakan yang berbeda dari sel normal. Sel-sel tersebut

    mampu merusak bentuk dan fungsi organ tempat sel tumbuh dan berkembang serta menyerang

    jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan

    (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis) (Dalimartha, 2004).

    Penanganan terhadap kanker yang biasanya dilakukan adalah operasi, radioterapi atau

    terapi radiasi, dan atau kemoterapi. Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia untuk perawatan

    penyakit. Di dalam penggunaan modernnya, istilah kemoterapi hampir merujuk secara eksklusif

    kepada obat sitostatik yang digunakan untuk mengobati kanker (Indrawati, 2009). Kemoterapi

    telah digunakan sejak tahun 1950-an dan biasa diberikan sebelum atau sesudah operasi. Efek

    samping dari kemoterapi timbul karena obat-obatan kemoterapi sangat kuat dan tidak hanya

    membunuh sel-sel kanker, tetapi juga menyerang sel-sel sehat, terutama sel-sel yang membelah

    dengan cepat, misalnya sel-sel rambut, sumsum tulang belakang, kulit, mulut dan tenggorokan

    serta saluran pencernaan. Akibatnya adalah rambut rontok; hemoglobin, trombosit, dan sel darah

    putih berkurang; tubuh lemah; merasa lelah, sesak napas; mudah mengalami perdarahan; mudah

    terinfeksi; kulit membiru/menghitam, kering, serta gatal; mulut dan tenggorokan terasa kering

    dan sulit menelan; sariawan; mual; muntah; nyeri pada perut; menurunkan nafsu seks dan

    kesuburan karena perubahan hormon (Rahayu, 2009; Rachmawati, 2009; dan Sukardja, 2000).

    Oleh karena itu, kemoterapi dilakukan ketika pasien dalam kondisi terbaik.

    Beberapa pasien menganggap efek samping kemoterapi yang sangat melemahkan

    tersebut sebagai sesuatu yang lebih buruk daripada penyakit kanker itu sendiri (Burish, dkk.,

    1987). Konsekuensi-konsekuensi yang menyertai kemoterapi membuat sebagian besar pasien

    yang telah didiagnosis menderita kanker diliputi rasa khawatir, cemas dan takut menghadapi

    ancaman kematian dan rasa sakit saat menjalani terapi (Purba, 2006).

    Kecemasan adalah perasaan tidak menyenangkan yang khas yang disebabkan oleh

    dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa aman

    (Groen, dalam Prasodjo, 2006). Individu yang merasa cemas sama sekali tidak mengetahui

    langkah dan cara yang harus diambil untuk menyelamatkan diri dari sumber rasa cemas tersebut.

    Kecemasan terjadi ketika individu menganggap suatu situasi yang membuat dirinya tertekan

    (stressor) sebagai suatu ancaman (Safaria dan Saputra, 2009). Gejala kecemasan melibatkan

    aspek kognitif, emosional dan fisiologis.1

    60

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    3/27

    Kecemasan yang dialami oleh pasien kanker yang menjalani kemoterapi akan

    menghambat proses penyembuhan. Maka dari itu, agar kemoterapi menjadi efektif dan efisien,

    pasien sebaiknya dibantu untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya. Smith (dalam Etty,

    2004) berpendapat bahwa yang paling bisa menolong individu dalam mengatasi kecemasan

    adalah keluarga, teman atau kerabat yang bisa menjadi pendengar yang baik dan bisa dihormati

    pendapatnya. Dukungan keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial yang terdiri dari

    dukungan emosional, dukungan penilaian atau penghargaan, dukungan instrumental, dan

    dukungan informatif. Menurut House (dalam Corneil, 1998), aspek-aspek yang terdapat dalam

    dukungan emosional memungkinkan timbulnya dukungan lain, yaitu dukungan penilaian atau

    penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif.

    Dukungan yang diterima oleh pasien kanker yang menjalani kemoterapi dari lingkungan

    sosial, terutama keluarga, akan membuat pasien merasa diperhatikan dan tidak sendirian dalam

    menjalani kemoterapi sehingga akan menjadi kekuatan bagi pasien dalam menjalani rangkaian

    proses kemoterapi (Hartanti, 2002). Dukungan yang diterima oleh pasien kanker yang menjalani

    kemoterapi pada akhirnya akan membuat pasien tidak akan berpikir bahwa kemoterapi yang

    sedang dijalani sebagai sebuah situasi yang mengancam.

    Cemas tidaknya individu tergantung pada bagaimana individu tersebut merespon

    stressor. Individu dapat merespon suatu stressorsecara positif apabila penilaian kognitif individu

    terhadap stressor adalah positif. Hal ini akan menimbulkan reaksi senang, rileks, santai serta

    nikmat. Sebaliknya, apabila stressor dinilai menekan dan menegangkan maka dapat

    mengakibatkan timbulnya kecemasan, ketakutan dan sebagainya (Tosi, dkk., 1990). Kemampuan

    individu dalam merespon stressor tidaklah sama, salah satunya dipengaruhi oleh kepribadian.

    Salah satu sumber kepribadian yang diharapkan mampu untuk merespon stressor secara positif

    adalah resiliensi.

    Resiliensi menurut Grotberg (1999) adalah kapasitas individu untuk menghadapi,

    mengatasi, diperkuat dan bahkan diubah oleh pengalaman yang kurang menyenangkan. Adanya

    resiliensi memungkinkan individu untuk berkembang menjadi lebih kuat setelah mengalami

    pengalaman yang kurang menyenangkan. Individu akan mampu mengubah keadaan yang kurang

    menyenangkan bahkan cenderung menyengsarakan menjadi sesuatu yang wajar untuk diatasi.

    Oleh karena itu, pasien dengan resiliensi tinggi diharapkan mampu menganggap kemoterapi

    sebagai prosedur pengobatan kanker yang wajar untuk dihadapi sehingga timbulnya berbagai

    emosi negatif ketika menghadapi kemoterapi akan dapat diminimalkan.

    61

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    4/27

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan emosional

    keluarga dan resiliensi dengan kecemasan menghadapi kemoterapi pada pasien kanker di RSUD

    Dr. Moewardi Surakarta, mengetahui hubungan antara dukungan emosional keluarga dengan

    kecemasan menghadapi kemoterapi pada pasien kanker di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dan

    mengetahui hubungan antara resiliensi dengan kecemasan menghadapi kemoterapi pada pasien

    kanker di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

    B. TINJAUAN PUSTAKA

    1. Kecemasan Menghadapi Kemoterapi

    Kanker merupakan penyakit pertumbuhan sel akibat adanya kerusakan gen yang

    mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel (Sukardja, 2000). Berdasarkan sistem TNM

    (tumor size, node, metastasis), semua jenis kanker dibagi menjadi 4 stadium. Setiap jenis

    kanker memiliki stadium yang sedikit berbeda. Akan tetapi, secara umum kanker

    Stadium I memiliki prognosis yang sangat baik dan kanker Stadium IV biasanya telah

    bermetastasis dan memiliki prognosis yang sangat buruk. Stadium I sampai II sering

    disebut stadium dini dan Stadium III sampai IV disebut stadium lanjut atau akhir.

    Terdapat tiga jenis pengobatan kanker yang paling sering digunakan, yaitu

    operasi, radioterapi dan kemoterapi, yang bisa digunakan sendiri-sendiri maupun

    dikombinasikan (Sarafino, 1990). Kemoterapi adalah penggunaan obat anti-kanker

    (sitostatika) yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan membunuh sel kanker dalam

    terapi kanker (Sukardja, 2000). Kemoterapi mungkin dikombinasikan dengan operasi dan

    radioterapi untuk menurunkan ukuran tumor sebelum operasi, merusak semua sel kanker

    yang masih tertinggal setelah operasi, dan mengobati beberapa jenis leukemia (kanker

    darah). Kemoterapi memberikan efek yang berbeda pada masing-masing pasien

    tergantung dari jenis obat, kondisi tubuh, kondisi psikis, dan sebagainya (Rahayu, 2009).

    Kemoterapi dibagi menjadi kemoterapi kecil dan besar. Kemoterapi kecil

    ditujukan untuk pasien yang menderita kanker stadium dini atau kanker dengan tingkat

    keparahan rendah sampai sedang dengan dosis obat yang tidak terlalu tinggi. Kemoterapi

    kecil juga biasa dikombinasikan dengan kemoterapi besar dengan mempertimbangkan

    kondisi pasien dan efektivitas obat yang digunakan. Kemoterapi besar ditujukan untuk

    kanker stadium lanjut dengan menggunakan obat dosis tinggi. Jika kemoterapi kecil

    62

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    5/27

    diberikan selama 3 jam dengan interval antar-siklus 1 minggu, kemoterapi besar

    memerlukan waktu sehari semalam dengan interval antar-siklus 3 minggu. Pemilihan

    kemoterapi kecil atau besar juga didasarkan pada jenis kanker yang diderita pasien

    (Indrawati, 2009).

    Kecemasan pasien dalam menghadapi kemoterapi sebagai salah satu pengobatan

    terhadap kanker adalah hal yang sering terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Abraham

    dan Shanley (1997) yang menyatakan bahwa kecemasan merupakan salah satu dari

    sekian banyak reaksi yang sifatnya umum terhadap penyakit dan pengobatan, antisipasi

    dan pemeriksaan serta penegakkan diagnosis.

    Kecemasan merupakan perasaan ketakutan, baik realistis maupun tidak, yang

    disertai dengan peningkatan reaksi kejiwaan (Calhoun dan Acocella, 1990). Carpenito

    (2000) berpendapat bahwa kecemasan merupakan perasaan yang sulit dan aktivasi sistem

    saraf otonom dalam merespon terhadap ketidakjelasan atau ancaman yang tidak spesifik.

    Individu yang cemas akan mengalami kekhawatiran, sukar berkonsentrasi, pikiran

    kosong, mudah marah, perasaan sangat tegang, gemetar, pusing, berkeringat, mual,

    berdebar-debar, dan sebagainya (Maher, dalam Sobur, 2003).

    Tingkat kecemasan menurut Stuart dan Sundeen (1993), mulai dari kecemasan

    sedang sampai tingkat panik dari kecemasan termasuk dalam respon maladaptif,

    sedangkan kecemasan ringan sampai kecemasan sedang termasuk dalam respon adaptif.

    Semakin tinggi tingkat kecemasan menghadapi kemoterapi akan semakin mengganggu

    proses kemoterapi. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan fisiologis yang menyertai

    kecemasan.

    Kecemasan tidak dapat diketahui secara langsung, tetapi dapat diketahui melalui

    gejala-gejala yang nampak. Gejala-gejala yang nampak inilah yang disebut Calhoun dan

    Acocella (1990) sebagai reaksi kejiwaan. Masih menurut Calhoun dan Acocella (dalam

    Safaria dan Saputra, 2009), aspek-aspek kecemasan dapat dikemukakan dalam tiga

    reaksi, yaitu reaksi emosional, reaksi kognitif, dan reaksi fisiologis.

    Kecemasan menghadapi kemoterapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang

    dapat digolongkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal meliputi

    adanya ancaman fisik dan harga diri (Safaria dan Saputra, 2009) serta keadaan dan

    tingkat keparahan penyakit (Johnston, dalam Smett, 1994). Faktor internal meliputi

    kemampuan beradaptasi (Daradjat, 2001), keyakinan akan kemampuan untuk mengontrol

    situasi (Edelmann, 1995), jenis kelamin dan kepribadian (Smet, 1994), usia (Smett, 1994

    63

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    6/27

    dan Hawari, 2004), pengalaman yang dimiliki individu tentang situasi yang dihadapi

    (Blackburn dan Davidson, dalam Safaria dan Saputra, 2009), pengetahuan pasien

    mengenai berbagai hal tentang kanker dan prosedur pengobatan, termasuk kemoterapi

    (Hawari, 2004 dan McGhie, 1996), keadaan finansial (Hawari, 2004), tingkat konflik

    dalam kepribadian dan efektivitas dari mekanisme-mekanisme pertahanan individu

    (Semiun, 2006), dan faktor-faktor kognitif, seperti: prediksi berlebihan terhadap rasa

    cemas, keyakinan yang self-defeating atau irasional, sensitivitas berlebihan terhadap

    ancaman, sensitivitas kecemasan, salah dalam mengatribusikan sinyal-sinyal tubuh, dan

    self-efficacyyang rendah (Nevid, dkk., 2005).

    2. Dukungan Emosional Keluarga

    Dukungan emosional keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial.

    Dukungan sosial adalah bantuan, kenyamanan, kepedulian, maupun penghargaan yang

    diterima individu dari individu atau sekelompok individu lain (Sarafino, 1990). Individu

    pemberi bantuan atau sumber dukungan sosial adalah individu yang berarti, seperti

    anggota keluarga, teman, saudara, tenaga medis, dan sebagainya.

    Sears, dkk. (1970) berpendapat bahwa dukungan sosial adalah transaksi

    interpersonal dimana individu memberikan bantuan kepada individu lain. Bantuan

    tersebut dapat ditunjukkan melalui beberapa cara, yaitu dukungan emosional, dukungan

    penghargaan atau penilaian, dukungan informatif, dan dukungan instrumental. House

    (dalam Corneil, 1998) yang juga membagi dukungan sosial ke dalam empat bentuk

    seperti Sears, dkk. (1970), mengemukakan bahwa dari keempat bentuk dukungan sosial,

    dukungan emosional adalah dukungan yang terpenting. Dukungan emosional dinilai

    paling penting karena dukungan emosional adalah dasar bagi munculnya ketiga bentuk

    dukungan lain, yaitu dukungan penghargaan atau penilaian, dukungan informatif, dan

    dukungan instrumental. Masih menurut House (dalam Cohen dan Syme, 1985), penyedia

    dukungan emosional adalah juga individu yang dapat diandalkan sebagai penyedia

    dukungan instrumental, dukungan informatif, dan dukungan penghargaan atau penilaian.

    Dukungan emosional adalah ekspresi empati dan perhatian terhadap individu

    (Sarafino, 1990). Dukungan emosional meliputi empati, perhatian, rasa cinta, dan

    penghargaan (House, dalam Corneil, 1998). Thoits (1986) mengungkapkan bahwa

    dukungan emosional dapat berupa ungkapan rasa simpati, yaitu ikut merasakan apa yang

    dirasakan oleh individu lain; pemberian perhatian melalui penyediaan waktu untuk

    mendengarkan dan didengarkan; kasih sayang yang merupakan kelanjutan dari rasa

    64

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    7/27

    simpatik; penghargaan yang dapat berupa penghargaan verbal, non-verbal, dan material,

    dan kebersamaan dengan individu lain untuk mempertahankan semangat di saat

    membutuhkan.

    Keluarga adalah tempat dimana individu tumbuh dan berkembang. Pertalian yang

    erat dalam keluarga menimbulkan perasaan aman dan nyaman sehingga emosi masing-

    masing anggota keluarga akan dapat mengalir secara positif (Kalsum, 2009). Pertalian

    erat antara masing-masing anggota keluarga membuat dukungan keluarga menjadi

    penting ketika salah satu anggota keluarga mengalami keadaan yang tidak

    menyenangkan, seperti misalnya sakit kanker dan harus menjalani kemoterapi. Individu

    yang mendapatkan dukungan emosional memiliki keyakinan bahwa dirinya dicintai dan

    diperhatikan, dihargai, di saat individu tersebut membutuhkan atau berada dalam bahaya

    (Sarafino, 1990). Jadi, dukungan emosional keluarga adalah ungkapan rasa simpati,

    pemberian perhatian, kasih sayang, penghargaan dan kebersamaan yang diperoleh

    individu dari keluarga. Adanya dukungan emosional keluarga akan membuat individu

    merasa nyaman, aman, dicintai, diperhatikan, dan menjadi bagian dari suatu jaringan

    sosial ketika berada dalam situasi yang tidak menyenangkan.

    Thoits (1986) mengungkapkan bahwa terdapat lima aspek dukungan emosional,

    yaitu ungkapan rasa simpati, pemberian perhatian, kasih sayang, penghargaan, dan

    kebersamaan.

    3. Resiliensi

    Resiliensi merupakan istilah yang relatif baru dalam khasanah ilmu psikologi.

    Istilah resiliensi digunakan dan menjadi populer dalam khasanah ilmu psikologi sejak

    tahun 1980-an. Resiliensi adalah kemampuan individu untuk tidak hanya bertahan

    melainkan juga tumbuh dan berkembang menjadi individu yang lebih baik setelah

    mengalami keadaan hidup yang sulit (Eisendrath, 1996). Resiliensi memungkinkan

    individu untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sukses dalam menghadapi

    keadaan hidup yang sulit. Kesuksesan dalam menghadapi kesulitan hidup tersebut dapat

    dilihat dari tumbuhnya kepercayaan diri individu untuk menghadapi berbagai rintangan

    yang mungkin muncul dalam kehidupan mendatang.

    Wagnild dan Young (1993) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan

    individu untuk dapat berhasil mengatasi kemalangan dan perubahan dalam hidup.

    Menurut Grotberg (2005), resiliensi adalah kemampuan individu untuk menghadapi,

    mengatasi, dan diperkuat bahkan diubah oleh berbagai keadaan tidak menyenangkan

    65

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    8/27

    dalam hidup. Resiliensi dapat tumbuh dan berkembang ketika terdapat kekuatan dalam

    diri individu yang meliputi perasaan, sikap dan keyakinan pribadi dapat berkembang (I

    am), ketika permasalahan pribadi dan interpersonal dapat diselesaikan (I can), dan

    karena adanya pemaknaan indiviu terhadap keberadaan individu lain (I have). Kekuatan

    personal (I am) meliputi menghargai diri sendiri, menghargai individu lain, disayang dan

    disukai individu lain, optimis, dan mempercayai kemampuan diri sendiri; kemampuan

    interpersonal (I can) meliputi memiliki keterampilan memecahkan masalah, mampu

    berkomunikasi dengan individu lain, dan menjalin hubungan saling mempercayai dengan

    individu lain; serta dukungan dan sumber eksternal (I have) yang meliputi meyakini

    bahwa individu lain dapat diandalkan, menganggap individu lain memberi kepercayaan,

    dan memiliki individu lain yang dapat dijadikan contoh.

    Kekuatan personal (I am), kemampuan interpersonal (I can) serta dukungan dan

    sumber eksternal (I have) inilah yang menurut Grotberg (2005) adalah aspek resiliensi.

    4.

    Hubungan antara Dukungan Emosional Keluarga dan Resiliensi dengan

    Kecemasan Menghadapi Kemoterapi

    Adanya kecemasan pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi akan

    berpengaruh pada keadaan fisiologis pasien. Perubahan fisiologis pasien, seperti

    pernapasan, aliran darah, dan denyut jantung yang meningkat, akan mempengaruhi

    efektivitas kemoterapi. Oleh karena itu, kecemasan dalam menghadapi kemoterapi

    sedapat mungkin diatasi agar pasien kanker lebih cepat pulih. Berbagai faktor berperan

    dalam timbulnya kecemasan dalam menghadapi kemoterapi, dua di antaranya adalah

    dukungan keluarga (Hawari, 2004) dan kepribadian (Smett, 1994, dan Semiun, 2006).

    Dukungan keluarga penting bagi pasien, dalam hal ini adalah pasien kanker yang

    menjalani kemoterapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Baron & Byrne (1994) dan

    Sheridan & Radmacher (1992) yang menyebutkan bahwa pasien yang sedang berada

    pada masa penyembuhan akan lebih cepat sembuh apabila memiliki keluarga yang

    bersedia menolong. Dukungan emosional keluarga yang ditunjukkan melalui ungkapan

    rasa simpati, pemberian perhatian, kasih sayang, penghargaan, dan kebersamaan akan

    membuat individu merasa tenang dalam menghadapi berbagai keadaan tidak

    menyenangkan, termasuk kemoterapi. Perasaan tenang timbul karena individu memiliki

    jaminan akan adanya anggota keluarga yang senantiasa dapat diandalkan ketika individu

    dalam keadaan penuh tekanan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sarafino (1990), yaitu

    terdapat perasaan nyaman, memiliki, tentram, dan dicintai pada diri inividu yang

    66

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    9/27

    mendapat dukungan emosional. Perasaan positif tersebut pada akhirnya akan dapat

    menghindarkan pasien kemoterap dari perasaan maupun emosi negatif, termasuk

    kecemasan.

    Resiliensi adalah suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan oleh individu karena

    kehidupan individu senantiasa diwarnai oleh keadaan tidak menyenangkan, termasuk

    berbagai kemalangan dan kesulitan hidup (Desmita, 2007). Individu dengan resiliensi

    tinggi adalah individu yang mampu menyesuaikan diri dengan efektif ketika menghadapi

    kemalangan dan kesulitan hidup. Kemoterapi dan efek samping yang menyertai yang

    sering dipersepsikan sebagai sesuatu yang lebih rumit dan menuntut daripada penyakit

    kanker itu sendiri (Sarafino, 1990) adalah salah satu keadaan tidak menyenangkan yang

    harus dihadapi dan diatasi oleh pasien kanker, terutama pasien kanker stadium lanjut.

    Keadaan kemoterapi yang tidak menyenangkan tersebut berpotensi menimbulkan

    kecemasan dalam diri pasien, apalagi ketika pasien tidak beradaptasi dengan baik

    terhadap keadaan kemoterapi dan menganggap kemoterapi sebagai suatu ancaman bagi

    dirinya.

    Keadaan penuh tekanan dalam kehidupan yang pada akhirnya memunculkan

    berbagai emosi negatif, seperti rasa marah, kecemasan, dan depresi, akan dapat diatasi

    oleh individu dengan resiliensi tinggi. Hal ini dapat terjadi karrena individu dengan

    resiliensi tinggi memiliki kemampuan untuk kembali ke keadaan emosi yang normal

    seperti sebelum mengalami berbagai tekanan hidup (Mills & Dombeck, 2005). Berbagai

    kemampuan yang terangkum dalam aspek resiliensi dimungkinkan akan membuat

    individu dapat mengatasi berbagai kemalangan hidup yang akan memunculkan emosi

    negatif, termasuk kecemasan.

    Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan antara dukungan emosional

    keluarga dan resiliensi dengan kecemasan menghadapi kemoterapi pada pasien kanker di

    RSUD Dr. Moewardi Surakarta, ada hubungan antara dukungan emosional keluarga

    dengan kecemasan menghadapi kemoterapi pada pasien kanker di RSUD Dr. Moewardi

    Surakarta, dan ada hubungan antara resiliensi dengan kecemasan menghadapi kemoterapi

    pada pasien kanker di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

    C. METODE PENELITIAN

    1. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian

    Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

    a. Variabel kriterium: Kecemasan Menghadapi Kemoterapi

    67

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    10/27

    Kecemasan menghadapi kemoterapi adalah reaksi kejiwaan yang tidak

    menyenangkan yang meliputi reaksi emosional, kognitif, dan fisiologis yang

    meningkat ketika akan menjalani kemoterapi. Kecemasan menghadapi kemoterapi

    diukur dengan menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Kemoterapi yang

    dibuat berdasar aspek-aspek kecemasan menurut Calhoun dan Acocella (dalam

    Safaria dan Saputra, 2009) dan Carpenito (2000), yaitu reaksi emosional, reaksi

    kognitif, dan reaksi fisiologis. Semakin tinggi jumlah skor yang diperoleh responden

    berarti semakin tinggi tingkat kecemasan menghadapi kemoterapi. Sebaliknya,

    semakin rendah jumlah skor yang diperoleh berarti semakin rendah tingkat

    kecemasan menghadapi kemoterapi.

    b. Variabel prediktor:

    1). Dukungan Emosional Keluarga

    Dukungan emosional keluarga adalah frekuensi ungkapan rasa simpati,

    pemberian perhatian, kasih sayang, penghargaan, dan kebersamaan yang

    diperoleh individu dari keluarga, yang akan membuat individu merasa

    bersemangat. Selain bersemangat, adanya dukungan emosional keluarga akan

    membuat individu merasa nyaman, aman, dicintai, diperhatikan, dan menjadi

    bagian dari keluarga ketika berada dalam situasi yang tidak menyenangkan.

    Pengukuran dukungan emosional keluarga dilakukan dengan Skala Dukungan

    Emosional Keluarga yang dibuat berdasar aspek-aspek dukungan emosional

    menurut Thoits (1986), yaitu ungkapan rasa simpati, perhatian, kasih sayang,

    penghargaan, dan kebersamaan. Semakin tinggi jumlah skor yang diperoleh

    responden berarti semakin tinggi dukungan emosional yang didapatkan dari

    keluarga. Sebaliknya, semakin rendah jumlah skor yang diperoleh berarti

    semakin rendah dukungan emosional yang didapatkan dari keluarga.

    2). Resiliensi

    Resiliensi adalah kemampuan individu untuk dapat menghadapi dan

    mengatasi keadaan hidup yang sulit yang meliputi kekuatan personal (I am)

    seperti menghargai diri sendiri, menghargai individu lain, disayang dan disukai

    individu lain, optimis, dan mempercayai kemampuan diri sendiri; kemampuan

    interpersonal (I can) seperti memiliki keterampilan memecahkan masalah,

    mampu berkomunikasi dengan individu lain, dan menjalin hubungan saling

    mempercayai dengan individu lain; serta dukungan dan sumber eksternal (I

    68

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    11/27

    have) seperti meyakini bahwa individu lain dapat diandalkan, menganggap

    individu lain memberi kepercayaan, dan memiliki individu lain yang dapat

    dijadikan contoh. Individu yang dapat beradaptasi dengan keadaan hidup yang

    sulit akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang kuat. Selain berhasil

    dalam beradaptasi, resiliensi memungkinkan individu untuk mengubah keadaan

    hidup yang sulit dan tidak menyenangkan menjadi wajar untuk diatasi.

    Resiliensi diukur dengan Skala Resiliensi yang dibuat berdasar aspek-aspek

    resiliensi menurut Grotberg (2005), yaitu kekuatan personal(I am), kemampuan

    interpersonal (I can) serta dukungan dan sumber eksternal (I have). Semakin

    tinggi jumlah skor yang diperoleh berarti semakin tinggi resiliensi yang dimiliki

    responden. Sebaliknya, semakin rendah jumlah skor yang diperoleh berarti

    semakin rendah resiliensi yang dimiliki responden.

    2.

    Populasi, Sampel, Sampling

    Populasi penelitian adalah pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUD Dr.

    Moewardi Surakarta dengan ciri-ciri menderita kanker, menjalani kemoterapi, berusia 20-

    50 tahun, laki-laki maupun perempuan, pendidikan minimal SMP atau sederajat, dan

    berasal dari berbagai tingkat ekonomi.

    Sampel diambil dengan purposive incidental sampling, yaitu siapa saja yang

    sesuai dengan karakteristik tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti, yang secara

    kebetulan bertemu dengan peneliti pada suatu waktu tertentu (Arikunto, 2006). Syarat

    menjadi sampel penelitian adalah kesediaan pasien untuk menjadi responden. Penelitian

    ini melibatkan 50 responden Ruang Mawar RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

    3. Metode Pengumpulan Data

    Penelitian ini menggunakan tiga jenis skala psikologi sebagai alat pengumpul

    data, yaitu

    a. Skala Kecemasan Menghadapi Kemoterapi

    Item yang sahih dalam Skala Kecemasan Menghadapi Kemoterapi

    mempunyai nilai daya beda item yang bergerak dari 0,433 sampai 0,900, dan

    koefisien reliabilitas alpha 0,974.

    b. Skala Dukungan Emosional Keluarga

    69

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    12/27

    Item yang sahih dalam Skala Dukungan Emosional Keluarga mempunyai

    nilai daya beda item yang bergerak dari 0,391 sampai 0,889, dan koefisien

    reliabilitas alpha 0,967

    c. Skala Resiliensi

    Item yang sahih dalam Skala Resiliensi mempunyai nilai daya beda item

    yang bergerak dari 0,395 sampai 0,866, dan koefisien reliabilitas alpha 0,978.

    4.

    Teknik Analisis Data

    Digunakan teknik analisis regresi berganda untuk melakukan pengujian dan

    pembuktian secara statistik hubungan antara dukungan emosional keluarga dan resiliensi

    dengan kecemasan menghadapi kemoterapi, hubungan antara dukungan emosional

    keluarga dengan kecemasan menghadapi kemoterapi, dan hubungan antara resiliensi

    dengan kecemasan menghadapi kemoterapi. Digunakan program Statistical Product and

    Service Solution (SPSS) versi 17.0 untuk mempermudah perhitungan.

    D.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    1. Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan try out terpakai sehingga skala penelitian hanya

    diberikan satu kali kepada responden untuk kemudian diuji validitas, daya beda item, dan

    reliabilitasnya sehingga didapatkan item sahih yang selanjutnya diolah untuk menguji

    hipotesis penelitian. Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 29 April 2011 sampai 31

    Mei 2011 dengan melibatkan 50 responden. Pengumpulan data memerlukan waktu yang

    lama karena rata-rata pasien kanker yang menjalani kemoterapi di Ruang Mawar RSUD

    Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti

    adalah 3-4 orang per-hari.

    Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala penelitian. Sebanyak 20

    responden diambil datanya ketika sedang menunggu resep obat kemoterapi. Sisanya,

    yaitu 30 responden diambil datanya ketika sedang menjalani kemoterapi. Peneliti

    membacakan skala penelitian kepada responden yang diambil datanya ketika sedang

    menjalani kemoterapi.

    Pengambilan data responden yang sedang menjalani kemoterapi terpaksa

    dilakukan karena pasien kanker yang hendak menjalani kemoterapi mendapatkan

    perawatan yang cepat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, sehingga pasien tidak perlu

    menunggu terlalu lama sebelum menjalani kemoterapi dengan cara memasukkan obat-

    obatan anti-kanker melalui infus. Seluruh responden yang diambil datanya ketika sedang

    70

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    13/27

    menjalani kemoterapi berada dalam kondisi yang baik dan dapat berkomunikasi dengan

    lancar dengan peneliti.

    2. Hasil Penelitian

    a. Uji Asumsi Dasar

    1).

    Uji Normalitas

    Tabel Hasil Uji Normalitas

    One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

    KecemasanMenghadapiKemoterapi

    DukunganEmosionalKeluarga

    Resiliensi

    N 50 50 50

    Normal Parametersa Mean 90.94 112.88 126.54

    Std. Deviation 31.366 23.162 29.054

    Most Extreme Differences Absolute .180 .124 .121

    Positive .180 .070 .115

    Negative -.076 -.124 -.121

    Kolmogorov-Smirnov Z 1.273 .878 .858

    Asymp. Sig. (2-tailed) .078 .424 .453

    a. Test distribution is Normal.

    Hasil perhitungan di baris Asymp. Sig.menunjukkanp>0,05. Jadi, dapat

    disimpulkan bahwa ketiga variabel tersebut telah terdistribusi secara normal.

    2). Uji Linieritas

    Tabel Hasil Uji Linieritas antara

    Dukungan Emosional Keluarga dengan Kecemasan

    Menghadapi Kemoterapi

    ANOVA Table

    Model Sum ofSquares

    df Mean Square F Sig.

    KecemasanMenghadapiKemoterapi *

    DukunganEmosionalKeluarga

    BetweenGroups

    (Combined) 38922.103 36 1081.170 1.514 .214

    Linearity 13997.756 1 13997.756 19.599 .001

    Deviation from Linearity 24924.347 35 712.124 .997 .531

    Within Groups 9284.717 13 714.209

    Total 48206.820 49

    71

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    14/27

    Tabel Hasil Uji Linieritas antara

    Resiliensi dengan Kecemasan Menghadapi Kemoterapi

    ANOVA Table

    ModelSum ofSquares

    df Mean Square F Sig.

    KecemasanMenghadapi

    Kemoterapi *

    Resiliensi

    BetweenGroups

    (Combined) 43053.153 32 1345.411 4.438 .001

    Linearity 10147.683 1 10147.683 33.473 .000

    Deviation from Linearity 32905.470 31 1061.467 3.501 .004

    Within Groups 5153.667 17 303.157

    Total 48206.820 49

    Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi pada linearityp

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    15/27

    Gambar Scatterplotuntuk Uji Heterokedastisitas

    Dari hasil analisis diperoleh bahwa penyebaran residual adalah tidak

    teratur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model regresi terbebas dari asumsi

    klasik heterokedastisitas.

    3). Uji Autokorelasi

    Tabe Hasil Uji Autokorelasi

    Model Summaryb

    Model R R SquareAdjusted R

    SquareStd. Error of the

    EstimateDurbin-Watson

    1 .540a .291 .261 26.965 1.898

    a. Predictors: (Constant), Resiliensi, Dukungan Emosional Keluarga

    b. Dependent Variable: Kecemasan Menghadapi Kemoterapi

    Hasil analisis output SPSS tabel model summarymenunjukkan nilai DW

    (Durbin-Watson) berada antara 1,5 sampai 2. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

    tidak terdapat autokorelasi.

    c. Uji Hipotesis

    1). Uji koefisien regresi secara bersama-sama (uji F)

    Tabel Hasil Uji F

    73

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    16/27

    ANOVAb

    Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

    1 Regression 14032.004 2 7016.002 9.649 .000a

    Residual 34174.816 47 727.124

    Total 48206.820 49

    a. Predictors: (Constant), Resiliensi, Dukungan Emosional Keluarga

    b. Dependent Variable: Kecemasan Menghadapi Kemoterapi

    Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapatkan nilai p (pada kolom

    Sig.) = 0,000 (pFtabel). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

    dukungan emosional keluarga dan resiliensi dengan kecemasan menghadapi

    kemoterapi.

    2). Uji koefisien regresi secara parsial (uji t)

    Tabel Hasil Uji t

    Coefficientsa

    Model

    UnstandardizedCoefficients

    StandardizedCoefficients t Sig.

    B Std. Error Beta

    1 (Constant) 173.156 19.170 9.033 .000

    Dukungan Emosional Keluarga -.795 .344 -.587 -2.311 .025

    Resiliensi -.060 .274 -.055 -.217 .829

    a. Dependent Variable: Kecemasan Menghadapi Kemoterapi

    Berdasarkan hasil perhitungan di atas, untuk dukungan emosionalkeluarga didapatkan nilai p(pada kolom Sig.) = 0,025 (pttabel). Hal ini berarti bahwa terdapat

    hubungan yang signifikan antara dukungan emosional keluarga dengan

    kecemasan menghadapi. Dukungan emosional keluarga mempunyai hubungan

    negatif dengan kecemasan menghadapi kemoterapi yang terlihat dari nilai B

    yang sebesar -0,795, tanda negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan

    antara dukungan emosional keluarga dengan kecemasan menghadapi

    kemoterapi.

    Berdasar pengujian terhadap resiliensi dapat disimpulkan bahwa

    hubungan antara resiliensi dengan kecemasan menghadapi kemoterapi adalah

    tidak signifikan. Hal ini terlihat dari nilai B sebesar -0,060, nilai p (pada kolom

    Sig.) sebesar 0,829 (p>0,05) serta thitung= 0,217 dan ttabel= 2,012 (thitung

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    17/27

    Tabel Hasil Analisis Korelasi Ganda dan Determinasi

    Model Summaryb

    Model R R Square Adjusted R SquareStd. Error of the

    Estimate

    1 .540a .291 .261 26.965

    a. Predictors: (Constant), Resiliensi, Dukungan Emosional Keluarga

    b. Dependent Variable: Kecemasan Menghadapi Kemoterapi

    Besarnya hubungan yang terjadi antara dukungan emosional keluarga

    dan resiliensi secara bersama-sama dengan kecemasan menghadapi kemoterapi

    dapat dilihat dari nilai R, yaitu 0,540. R2(R Square) sebesar 0,291 atau 29,1%,

    menunjukkan bahwa presentase sumbangan pengaruh dukungan emosional

    keluarga dan resiliensi terhadap kecemasan menghadapi kemoterapi adalah

    sebesar 29,1%.

    d. Hasil Analisis Deskriptif

    1).

    Kecemasan Menghadapi Kemoterapi

    Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 50 responden penelitian, 27

    responden (54%) berada dalam kategori kecemasan menghadapi kemoterapi

    rendah, 15 responden (30%) berada dalam kategori kecemasan menghadapi

    kemoterapi sedang, dan 8 responden (16%) berada dalam kategori kecemasan

    menghadapi kemoterapi tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka dapat

    disimpulkan bahwa responden penelitian rata-rata memiliki kecemasan

    menghadapi kemoterapi rendah.

    2). Dukungan Emosional Keluarga

    Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 50 responden penelitian, 3

    responden (6%) berada dalam kategori dukungan emosional keluarga rendah,

    17 responden (34%) berada dalam kategori dukungan emosional keluarga

    sedang, dan 30 responden (60%) berada dalam kategori dukungan emosional

    keluarga tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

    responden penelitian rata-rata memiliki dukungan emosional keluarga tinggi.

    3). Resiliensi

    Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 50 responden penelitian,

    tidak ada yang berada dalam kategori resiliensi rendah, 2 responden (4%)

    75

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    18/27

    berada dalam kategori resiliensi sedang, dan 48 responden (96%) berada dalam

    kategori resiliensi tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan

    bahwa responden penelitian rata-rata memiliki resiliensi tinggi.

    Penelitian ini melibatkan responden yang menderita berbagai jenis kanker.

    Data responden berdasar jenis kanker yang diderita dapat dilihat dalam tabel berikut.

    Tabel Kategorisasi Responden Berdasar Jenis Kanker yang Diderita

    Jenis Kanker Jumlah Responden Presentase

    Payudara 25 50%

    NHL (Non Hodgin

    Lymphoma) atau kelenjar

    getah bening

    10 20%

    Kandungan 8 16%

    Serviks 4 8%

    Usus 3 6%

    Jumlah 50 100%

    Kategorisasai responden berdasar stadium kanker yang diderita dapat dilihat

    dalam tabel berikut.

    Tabel Kategorisasi Responden

    Berdasar Stadium Kanker

    StadiumJumlah

    RespondenPresentase

    I-II (dini) 12 24%

    III-IV (lanjut/akhir) 38 76%

    Jumlah 50 100%

    Jumlah siklus kemoterapi yang dijalani oleh responden penelitian terbagi

    menjadi dua jenis, yaitu 6 dan 12. Jumlah siklus tersebut ditentukan oleh jenis dan

    stadium kanker yang diderita responden. Tabel berikut ini menunjukkan kategorisasi

    responden berdasar jumlah siklus kemoterapi dan sudah berapa kali responden

    menjalani kemoterapi.

    Tabel Kategorisasi Responden Berdasar Jumlah

    Siklus Kemoterapi dan Sudah Berapa Kali

    Menjalani Kemoterapi

    Jumlah

    SiklusKemoreapi

    Kemoterapi

    ke-

    Jumlah

    Responden Presentase

    6 3 kali 18 36%

    > 3 kali 23 46%

    12 6 kali - -

    > 6 kali 9 18%

    Jumlah 50 100%

    76

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    19/27

    Berdasar tabel di atas, dapat diketahui bahwa 32 responden (64%) telah

    menjalani setengah dari jumlah siklus kemoterapi yang harus dijalani.

    3. Pembahasan

    Hasil analisis data menunjukkan bahwa Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa ada

    hubungan antara dukungan emosional keluarga dan resiliensi dengan kecemasan

    menghadapi kemoterapi pada pasien kanker di RSUD Dr. Moewardi Surakarta diterima.

    Kekuatan hubungan antara ketiga variabel penelitian ditunjukkan oleh koefisien korelasi

    sebesar R = 0,540 dengan Fhitung= 9,649 dan Ftabel= 3,195 (Fhitung>Ftabel) serta p = 0,000

    (p

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    20/27

    pasien bahwa keluarganya dapat diandalkan pada akhirnya akan membuat pasien

    bersemangat dalam menjalani kemoterapi dan terhindar dari kecemasan.

    Hasil uji t untuk resiliensi dengan kecemasan menghadapi kemoterapi pada pasien

    kanker di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menghasilkan p = 0,829 (p>0,05), thitung =

    0,217 dan ttabel= 2,012 (thitung

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    21/27

    keluarganya. Ketika pasien mendapatkan dukungan emosional dari keluarga, berarti

    pasien mendapatkan penentraman hati, dorongan semangat dan persetujuan dari

    keluarganya (Corsini, 1999). Ketentraman hati dan semangat yang tumbuh dalam diri

    pasien dengan adanya dukungan emosional dari keluarga ini akan membuat pasien

    terhindar dari kecemasan yang dirasakan ketika menghadapi kemoterapi. Selain itu,

    resiliensi menjamin individu memiliki keyakinan terhadap diri sendiri dalam menghadapi

    berbagai keadaan tidak menyenangkan, dalam hal ini adalah kemoterapi dengan berbagai

    efek sampingnya, karena adanya berbagai kekuatan personal (I am), kemampuan

    interpersonal (I can) serta dukungan dan sumber eksternal (I have). Pada akhirnya,

    besar kecilnya dukungan emosional keluarga yang diterima oleh pasien dan tinggi

    rendahnya resiliensi yang dimiliki pasien akan bersama-sama memberikan kontribusi

    pada kecemasan menghadapi kemoterapi yang dialami pasien.

    Dukungan emosional keluarga dan resiliensi mampu memberikan kontribusi

    terhadap kecemasan menghadapi kemoterapi sebesar 29,1%, sedangkan 70,9%

    dipengaruhi oleh variabel lain di luar dukungan emosional keluarga dan resiliensi. Selain

    dukungan emosional keluarga dan resiliensi, kecemasan menghadapi kemoterapi

    dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang dapat digolongkan menjadi faktor internal dan

    faktor eksternal.

    Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui bahwa rata-rata responden penelitian

    mengalami kecemasan menghadapi kemoterapi yang rendah. Lebih dari setengah jumlah

    responden, yaitu 32 responden dengan rincian 23 responden dengan jumlah siklus

    kemoterapi 6 kali dan 9 responden dengan jumlah siklus 12 kali, telah menjalani setengah

    dari total jumlah siklus yang harus dijalani. Empat dari 8 responden yang mengalami

    kemoterapi tinggi baru menjalani kemoterapi kurang dari setengah jumlah siklus

    kemoterapi yang harus dijalani, sedangkan 4 responden lainnya menderita kanker

    stadium akhir. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman responden dalam menjalani

    kemoterapi membuat responden memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai

    kemoterapi sehingga pada akhirnya membuat responden mengalami kecemasan

    menghadapi kemoterapi yang rendah. Stadium kanker juga dimungkinkan memiliki

    hubungan dengan kecemasan menghadapi kemoterapi.

    Rata-rata responden penelitian memiliki dukungan emosional keluarga yang

    tinggi, meskipun terdapat 3 responden yang memiliki dukungan emosional keluarga yang

    rendah. Berdasarkan wawancara dan observasi peneliti ketika proses pengambilan data,

    79

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    22/27

    diketahui bahwa terdapat 5 responden yang tidak memiliki pasangan hidup karena

    bercerai maupun meninggal. Ketiga responden dengan dukungan emosional keluarga

    rendah tersebut adalah 3 dari 5 responden yang tidak memiliki pasangan hidup. Tidak

    adanya pasangan hidup inilah yang dimungkinkan membuat responden mendapatkan

    dukungan emosional keluarga yang rendah. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa 2

    responden lain yang tidak memiliki pasangan hidup mendapatkan dukungan emosional

    sedang.

    Selain itu, dimungkinkan responden memiliki tingkat kebutuhan terhadap

    dukungan emosional keluarga yang berbeda-beda tergantung dari jenis kanker yang

    diderita. Misalnya, responden yang menderita kanker payudara tidak lebih membutuhkan

    dukungan emosional dari keluarga dibandingkan dengan responden yang menderita

    kanker kandungan dan belum memiliki anak. Di dalam penelitian ini, 3 reponden yang

    mendapatkan dukungan emosional rendah adalah pasien kanker payudara.

    Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu hasil penelitian hanya dapat

    digeneralisasikan pada masyarakat yang sesuai dengan karakteristik sampel dalam

    penelitian saja, sedangkan penerapan penelitian untuk populasi yang lebih luas dengan

    karakteristik yang berbeda memerlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan atau

    menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini.

    E. KESIMPULAN DAN SARAN

    1. Kesimpulan

    Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah

    a. Dukungan emosional keluarga dan resiliensi secara bersama-sama mempunyai

    hubungan yang signifikan dengan kecemasan menghadapi kemoterapi pada pasien

    kanker di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

    b. Ada hubungan yang signifikan antara dukungan emosional keluarga dengan

    kecemasan menghadapi kemoterapi pada pasien kanker di RSUD Dr. Moewardi

    Surakarta. Arah hubungan tersebut adalah negatif. Artinya, semakin tinggi dukungan

    emosional keluarga yang diterima oleh pasien, maka kecemasan menghadapi

    kemoterapi yang dirasakan semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah

    dukungan emosional keluarga yang diterima pasien, maka kecemasan menghadapi

    kemoterapi yang dirasakan semakin tinggi.

    80

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    23/27

    c. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara resiliensi dengan kecemasan

    menghadapi kemoterapi pada pasien kanker di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

    d. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian,

    memiliki kecemasan menghadapi kemoterapi rendah, dukungan emosional keluarga

    tinggi, dan resiliensi tinggi.

    2. Saran

    Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dapat diberikan saran antara lain:

    a. Bagi responden penelitian yang masih mengalami kecemasan menghadapi

    kemoterapi tinggi dan sedang, dapat lebih meningkatkan dukungan emosional

    keluarga untuk mengurangi kecemasan menghadapi kemoterapi. Bagi responden

    penelitian yang mengalami kecemasan menghadapi kemoterapi rendah, dapat

    mempertahankan dukungan emosional keluarga. Kecemasan menghadapi

    kemoterapi dapat ditingkatkan maupun dipertahankan dengan mengkomunikasikan

    kebutuhan dukungan emosional kepada sumber dukungan, yang dalam hal ini adalah

    pihak keluarga.

    b. Bagi pihak keluarga responden penelitian, dapat memberikan dukungan terutama

    dukungan emosional untuk mengurangi kecemasan menghadapi kemoterapi yang

    dirasakan responden dengan cara memberikan kasih sayang, ungkapan rasa simpati,

    perhatian dan penghargaan serta menjaga kebersamaan dengan responden. Pihak

    keluarga responden yang mengalami kecemasan menghadapi kemoterapi tinggi

    dapat meminta masukan kepada keluarga responden yang mengalami kecemasan

    menghadapi kemoterapi rendah, sehingga pada akhirnya akan lebih mempu

    membantu responden yang mengalami kecemasan menghadapi kemoterapi tinggi

    untuk dapat menurunkan kecemasan yang dirasakan.

    c. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dikembangkan variabel psikologis lain di luar

    variabel yang telah digunakan dalam penelitian ini, misalnya penerimaan diri,

    kecerdasan emosi, kepribadian hardiness (ketabahan), dll., sehingga dapat dilihat

    sumbangan masing-masing variabel psikologis tersebut terhadap kecemasanmenghadapi kemoterapi. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan perbedaan

    jenis kanker untuk melihat hubungannya dengan kecemasan menghadapi

    kemoterapi. Penelitian dengan metode kualitatif dapat dikembangkan untuk lebih

    memperdalam pemahaman tentang kecemasan menghadapi kemoterapi.

    81

  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    24/27

    DAFTAR PUSTAKA

    Abraham, Charles & Shanley, Eamon. 1997. Psikologi Sosial untuk Perawat. Alih Bahasa:

    Leoni Sally M. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Penelitian. Jakarta: Rineka

    Cipta.

    Arylangga. 2010. Proaktif & Resiliens. 21 Februari 2010. Retrieved fromhttp://www.bizresult.com/?view=4&sub=11&id=3.

    Aspek Psikologis dan Efektivitas Terapi.(2004, Oktober 9). Kompas, h. 13.

    Azwar, Saifuddin. 2008. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Baron, Robert A. & Byrne, Donn E. 1994. Social Psychology: Understanding HumanInteraction. Boston: Allyn and Bacon.

    Burish, Thomas G., Carey, Michael P., Krozely, Mary G., & Greeo, F. Anthony. 1987.Conditioned Side Effects Induced by Cancer Chemotherapy: Prevention Through

    Behavioral Treatment.Journal of Consulting and Clinical Psychology, 55, 42-48.

    Calhoun, James F. & Acocella, Joan Ross. 2005. Psikologi Tentang Penyesuaian dan HubunganKemanusiaan. Edisi Ketiga. Penerjemah: Prof. Dr. Ny. R. S. Satmoko. Semarang: IKIP

    Semarang Press.

    Carpenito, Linda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta:

    Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Cohen, Sheldon & Syme, S. Leonard. 1985. Social Support and Health.Florida: Academic Press

    Inc.

    Comas-Diaz, L., Luthar, Suniya S., Maddi, Salvatore R., ONeill, H. K., Saakvitne, Karen W., &

    Tedeschi, Richard G. 2010. The Road to Resilience.Washington DC: APA.

    Corneil, Wayne D. 1998. SafeWork Bookshelf: ILO Encyclopedia of Occupational Health andSafety. Geneva: ILO.

    Corsini, Raymond, J. 1999. The Dictionary of Psychology.London: Brunner and Mazzel.

    Cutrona, C. E. 1986. Behavior Manifestation of Social Support: A Microanalytic Investigation.Journal of Personality and Social Psychology, 51, 201-208.

    Dalimartha, S. 2004.Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Anti-kanker. Depok: Penebar Swadaya.

    Daradjat, Zakiah. 2001. Kesehatan Mental.Jakarta: PT Toko Gunung Agung, Tbk.

    Diananda, Rama. 2009.Mengenal Seluk Beluk Kanker.Yogyakarta: Keluarga Penerbit Ar-Ruzz

    Media.

    Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan.Bandung: PT. Remaja Rosidakarya.

    Di Indonesia Kanker Penyebab Kematian Nomor 7.(2010, Pebruari 4). Kedaulatan Rakyat, h. 4.Edelmann, Robert J. 1995. Anxiety, Theory, Research, and Intervention in Clinical and Health

    Psychology.West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd.

    Eisendarth, Polly Young. 1996. The Resilient Spirit: Transforming Suffering into Insight and

    Renewal.Cambridge: Da Capro Press.

    Etty, Maria. 2004. Mengelola Emosi, Tips Praktis Meraih Kebahagiaan.Jakarta: PT GramediaWidiasarana Indonesia.

    82

    http://www.bizresult.com/?view=4&sub=11&id=3http://www.bizresult.com/?view=4&sub=11&id=3
  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    25/27

    Fahmi, Musthafa. 1977. Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat. Alih

    Bahasa: Zakiah Daradjat. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.

    Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku

    Kedokteran EGC.

    Grotberg, Edith Henderson. 1999. Countering Depression with the Five Building Blocks of

    Resilience.19 April 2010. Retrieved fromhttp://resilnet.uiuc.edu/library/grotb99.html.

    ________. 2005. Resilience for Tomorrow. 30 Agustus 2010. Retrieved from

    resilnet.uiuc.edu/library/grotberg2005_resilience-for-tomorrow-brazil.pdf.Hartanti. 2002. Peran Sense of Humor dan Dukungan Sosial pada Tingkat Depresi Penderita

    Dewasa Pasca-stroke.Anima, 17, 107-119.

    Hartono. 2008. SPSS 16.0 Analisis Data Statistika dan Penelitian.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Hawari, Dadang. 2004. Kanker Payudara, Dimensi Psikoreligi.Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

    Heriady, Yusuf. 2008. Arti dan Guna Stadium Kanker. 12 Maret 2010. Retrieved from

    http://obatdankesehatan.cemiti.com/arti-dan-guna-stadium-kanker.

    Indrawati, Maya. 2009. Bahaya Kanker bagi Wanita dan Pria: Pengenalan, Penanganan danPencegahan Kanker.Jakarta: AV Publisher.

    Johnson, D. W. & Johnson, F. P. 1991. Joining Together: Group Theory and Group Skill.NewYork: Prentice Hall International.

    Kalsum, Ferial Umi. 2009. Mengapa Keluarga Begitu Penting?21 September 2010. Retrieved

    from http://kosmo.vivanews.com/news/read/42692-mengapa_keluarga_begitu_penting.

    Kekerasan di Sekolah dan Gangguan Mental.(2009, November 8). Warta Warga Gunadarma.

    Kusmawan, Eka. 2007. Tahap-tahap Penanganan Kanker. 7 Agustus 2010. Retrieved fromhttp://rumahkanker.com/katadokter/ekakusmawan/61-tahap-tahap-penanganan-kanker.

    Lutfa, Umi. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien dalam Tindakan

    Kemoterapi di RS Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi(tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas

    Psikologi, UMS.

    McDowell, Ian & Newell, Claire. 1996. Measuring Health: A Guide to Rating Scales and

    Questionaires.Second Edition. New York: Oxford University Press.

    McGhie, Andrew. 1996. Penerapan Psikologi dalam Perawatan.Yogyakarta: Yayasan Essentia

    Medica dan Penerbit Andi.

    Mills, Harry & Dombeck, Mark. 2005. Introduction to Emotional Resilience. 13 April 2010.Retrieved from alhelp.net/poc/view_doc.php?type=doc&id=5778&cn=298.

    Muzaham, F. 1995.Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan.Jakarta: UI Press.

    Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. 2005. Psikologi Abnormal.Jakarta:

    Penerbit Erlangga.

    Notosoedirjo, Moeljono & Latipun. 2005. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. Malang:

    UMM Press.

    Nugroho, Bhono Agung. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS.

    Yogyakarta: Penerbit ANDI.

    83

    http://resilnet.uiuc.edu/library/grotb99.htmlhttp://resilnet.uiuc.edu/library/grotb99.htmlhttp://resilnet.uiuc.edu/library/grotb99.htmlhttp://obatdankesehatan.cemiti.com/arti-dan-guna-stadium-kankerhttp://rumahkanker.com/katadokter/ekakusmawan/61-tahap-tahap-penanganan-kankerhttp://rumahkanker.com/katadokter/ekakusmawan/61-tahap-tahap-penanganan-kankerhttp://rumahkanker.com/katadokter/ekakusmawan/61-tahap-tahap-penanganan-kankerhttp://obatdankesehatan.cemiti.com/arti-dan-guna-stadium-kankerhttp://resilnet.uiuc.edu/library/grotb99.html
  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    26/27

    Nuralita, Arida & Hadjam, M. Noor Rachman. 2002. Kecemasan Pasien Rawat Inap Ditinjau

    dari Persepsi tentang Layanan Keperawatan di Rumah Sakit.Anima, 17, 150-160.

    Penastiana, Agustin Ari. 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan PenderitaKanker Payudara dalam Menghadapi Kemoterapi : Studi di Poli Onkologi Bedah RSU Dr.

    Soetomo Surabaya. 7 Maret 2010. Retrieved from

    http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2008-penastiana-8419&q=penastiana.

    Prasodjo, W. 2006. Kesehatan Mental, Kajian Sudut Pandang Agama dan SosialKemasyarakatan.Bekasi: Tsaqafah.

    Priyatno, Duwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product and Service Solution) untuk

    Analisis Data & Uji Statistik. Yogyakarta: MediaKom.

    Purba, Anna Wati Dewi. 2006. Semangat Hidup Penderita Kanker Ditinjau dari Optimisme,

    DukunganSosial, dan Kepasrahan Kepada Tuhan.Indigenious, 8, 41-54.

    Rachmawati, Evy. (2009, Juli 23).Efek Samping Kemoterapi.Kompas, h. 14.

    Rahayu, Titah. 2009. Kemoterapi, Kawan atau Lawan? 18 Februari 2010. Retrieved fromhttp://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19:kemoterapi-

    kawan-atau-lawan&catid=15:medis&Itemid=69.

    Ruwaida, A., Lilik, S., & Dewi, R. 2006. Hubungan antara Kepercayaan Diri dan Dukungan

    Keluarga dengan Kesiapan Menghadapi Masa Menopause.Indigenous, 8, 76-99.

    Safaria, Triantoro, & Saputra, Nofrans Eka. 2009. Manajemen Emosi: Sebuah Panduan Cerdas

    Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda.Jakarta: Bumi Aksara.

    Sarafino, Edward P. 1990. Health Psychology: Biopsychosoial Interaction. New York: John

    Willey & Sons Inc.

    Santoso, Satnoko Budi. 2009. Buku Pintar Kanker: Mengenal Penyebab-penyebabnya, CaraMengantisipasi, dan Bagaimana Mengurangi Resiko-resikonya dalam Kehidupan Sehari-

    hari.Yogyakarta: Power Books (Ihdina).

    Sears, David O., Taylor, Shelley E., & Peplau, Letitia Anne. 1970. Social Psychology. Ninth

    edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

    Semiun, Yustinus. 2006.Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

    Sheridan, C. L. & Radmacher, S. A. 1992. Health Psychology: Challenging the Biomedical

    Model.New York: John Wiley & Sons Inc.

    Siebert, Al. 2009. The Resiliency Advantage: Master Change, Thrive Under Pressure, and

    Bounce Back from Setbacks.San Francisco: Berrett-Koehler Publishers.

    Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol. 1.

    Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan.Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

    Sobri, Imaduddien. 2010. Hubungan antara Dukungan Emosional Keluarga dengan Penerimaan

    Diri pada Penyandang Cacat Tetap Akibat Gempa Bumi di Kabupaten Bantul. Skripsi

    (tidak diterbitkan). Surakarta: Prodi Psikologi, FK UNS.

    Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum.Bandung: Pustaka Setia.

    84

    http://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19:kemoterapi-kawan-atau-lawan&catid=15:medis&Itemid=69http://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19:kemoterapi-kawan-atau-lawan&catid=15:medis&Itemid=69http://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19:kemoterapi-kawan-atau-lawan&catid=15:medis&Itemid=69http://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19:kemoterapi-kawan-atau-lawan&catid=15:medis&Itemid=69http://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19:kemoterapi-kawan-atau-lawan&catid=15:medis&Itemid=69
  • 8/10/2019 38-69-1-SM.pdf

    27/27

    Strongman, Kenneth T. 2003. The Psychology of Emotion, from Everyday Life to Theory.West

    Sussex: John Wiley & Sons, Ltd.

    Stuart, Gail Wiscarz & Sundeen, Sandra J. 1993.Buku Saku Keperawatan Jiwa.Edisi 3. Jakarta:

    Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Sukardja, I Dewa Gede. 2000. Onkologi Klinik.Surabaya: Airlangga University Press.

    Tejawinata, S. 2007. Penanganan Kanker Stadium Lanjut. 19 April 2010. Retrieved fromhttp://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=37:penanganan

    -kanker-stadium-lanjut&catid=24:prof-sunaryadi&Itemid=77.Thoits, Peggy A. 1986. Social Support as Coping Assistance. Journal of Consulting and Clinical

    Psychology. 54, 416-423

    Tosi, Henry L., Rizzo, John R., & Carrol, S. J. 1990. Managing Organizational Behavior.New

    York: Harper Collins Publisher.

    Wagnild, Gail M. & Young, Heather M. 1993. The Resilience Scale.2 Agustus 2010. Retrieved

    from http://www.resiliencescale.com/index.html.

    http://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=37:penanganan-kanker-stadium-lanjut&catid=24:prof-sunaryadi&Itemid=77http://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=37:penanganan-kanker-stadium-lanjut&catid=24:prof-sunaryadi&Itemid=77http://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=37:penanganan-kanker-stadium-lanjut&catid=24:prof-sunaryadi&Itemid=77http://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=37:penanganan-kanker-stadium-lanjut&catid=24:prof-sunaryadi&Itemid=77http://rumahkanker.com/index.php?option=com_content&view=article&id=37:penanganan-kanker-stadium-lanjut&catid=24:prof-sunaryadi&Itemid=77