331 ga-hasanuddin-hal-105-117
Transcript of 331 ga-hasanuddin-hal-105-117
Jurnal Geoaplika (2008) Volume 3, Nomor 3, hal. 105 – 117
105
Hasanuddin Z. Abidin H. Andreas M. Gamal I. Gumilar T.P. Sidiq C.I. Abdullah Teruyuki Kato Hery Harjono Cecep Subarya
Studi Pergerakan Sesar Lembang dengan Menggunakan Metode Survei GPS
Diterima : 10 Juni 2008 Disetujui : 1 November 2008 © Geoaplika 2008 Hasanuddin Z. Abidin * KK Geodesi, FITB-ITB Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail : [email protected] H. Andreas KK Geodesi, FITB-ITB Jl. Ganesha 10, Bandung M. Gamal KK Geodesi, FITB-ITB Jl. Ganesha 10, Bandung I. Gumilar KK Geodesi, FITB-ITB Jl. Ganesha 10, Bandung T.P. Sidiq KK Geodesi, FITB-ITB Jl. Ganesha 10, Bandung C.I. Abdullah KK Geologi, FITB-ITB Jl. Ganesha 10, Bandung Teruyuki Kato Earthquake Research Institute, the University of Tokyo, Tokyo 113-0032, Japan Hery Harjono Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jl. Gatot Subroto, Jakarta, Indonesia Cecep Subarya Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Cibinong, Indonesia * Alamat korespondensi
Sari – Sesar Lembang terletak di sebelah Utara kota Bandung, membentang dalam arah barat-timur dengan panjang sekitar 22 km. Sesar Lembang berpotensi menyebabkan gempa bumi. Menurut data dari Pusat Lingkungan Geologi (PLG), sesar Lembang akan mengalami siklus gempa sekitar 500 tahun sekali. Penelitian deformasi sesar Lembang telah dilakukan dengan menggunakan metode survei pengamatan satelit GPS (Global Positioning System). Empat survei GPS telah dilaksanakan untuk mempelajari deformasi inter-seismik Sesar Lembang, yaitu pada tanggal Juni 2006, November 2006, Agustus 2007 dan Agustus 2008. Survei GPS dilaksanakan pada 17 titik GPS menggunakan receiver GPS tipe geodetik dua-frekuensi. Berdasarkan hasil survei GPS tersebut, terdeteksi adanya pergerakan horisontal dari titik-titik pantau di sekitar kawasan Sesar Lembang, dengan laju rata-rata sekitar 0.3 sampai 1.4 cm/tahun. Tipe pergerakan dari Sesar Lembang belum terkorfimasi secara baik meskipun dari hasil dua survei GPS yang terakhir terindikasi adanya pergerakan sinistral (mengiri). Kata kunci: Sesar Lembang, GPS, deformasi, inter-seismik
Abstract – Lembang Fault is located in the northern part of Bandung, extending in west-east direction for about 22 km. This fault movement may potentially cause an earthquake. The data from the Center of Environmental Geology (CEG) indicates that Lembang fault has an earthquake cycle of about 500 years. Deformation study of Lembang fault has been conducted using GPS (Global Positioning System) surveys method. Four GPS surveys have been performed to study the inter-seismic deformation of Lembang Fault, namely on June 2006, November 2006, August 2007 and August 2008. The surveys are conducted at 17 GPS monitoring points using dual-frequency geodetic-type GPS receivers. GPS surveys have detected the horizontal displacements of GPS stations with average rates about 0.3 to 1.4 cm/year. The movement type of the fault cannot fully be confirmed, although the sinistral movement is indicated by the result of the last two GPS surveys. Keywords: Lembang fault, GPS, deformation, inter-seismic
106
SesarLembang
Lembang
Bandung
SesarLembang
SesarLembang
Lembang
Bandung
Pendahuluan Sesar Lembang terletak sekitar 10 km di sebelah Utara kota Bandung, memanjang dengan arah barat-timur melalui kota Lembang. Tingkat aktivitas sesar Lembang ini belum diketahui secara baik. Berdasarkan catatan sejarah kegempaan, tidak ada gempa besar yang berasosiasi dengan Sesar Lembang ini. Gempa-gempa yang tercatat umumnya berasosiasi dengan sesar Cimandiri, yang membentang dari Pelabuhan Ratu, Cianjur, Padalarang dan kemudian menyambung dengan ujung sebelah barat Sesar Lembang.
Kejadian gempa besar yang berasosiasi dengan aktivitas sesar Lembang belum pernah tercatat dalam sejarah, sehingga adanya gempa di masa mendatang sulit untuk diprediksi. Oleh sebab itu pemantauan terhadap aktivitas Sesar Lembang ini perlu dilakukan secara baik, mengingat jumlah penduduk yang berdiam di sekitar zona sesar (kawasan Bandung Utara dan Lembang) berjumlah cukup besar.
Beberapa metode dapat digunakan untuk memantau aktivitas suatu sesar, seperti metode seismik, metode gayaberat (periodik) dan metode deformasi. Dalam penelitian ini, pergeseran atau pergerakan sekitar zona Sesar lembang dipantau menggunakan metode deformasi yang berbasiskan pada survei pengamatan satelit GPS (Global Positioning System). Dengan metode survei GPS ini, sejumlah benchmark yang terletak di sepanjang dan sebelah-menyebelah sesar dipantau perubahan koordinatnya secara teliti dengan survei GPS. Karakteristik pergeseran dan pergerakan sejumlah benchmark tersebut selanjutnya akan digunakan untuk mempelajari
karakteristik dari aktivitas (pergeseran dan pergerakan) Sesar Lembang tersebut. Sesar Lembang Sesar Lembang terletak sekitar 10 km di utara kota Bandung dan memanjang dengan arah barat-timur (Gambar 1). Sesar Lembang berpotensi menimbul kan gempa, dan menurut data dari Pusat Lingkungan Geologi (PLG) dalam Pikiran Rakyat (2004), sesar Lembang akan mengalami siklus gempa sekira 500 tahun sekali. Sedangkan menurut data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dalam Kompas (2005), sesar Lembang dengan panjang 22 kilometer bergeser sekitar 0.2 sampai 2.5 mm per tahun.
Perlu dicatat di sini bahwa menurut Tjia (1968), Sesar Lembang adalah sesar mengiri (sinistral) yang juga memiliki komponen sesar menurun (normal), dengan rasio rata-rata antara strike slip dan dip slip sekitar 2 banding 1.
Secara geologis, Sesar Lembang adalah satu landmark yang paling menarik di dataran tinggi Bandung yang terletak di lereng sebelah Selatan dari gunung Tangkuban Perahu dan menurut (Nossin et al., 1992; Brahmantyo, 2005) merupakan ekspresi geomorfologi yang jelas dari neotektonik di cekungan Bandung (Gambar 2). Sesar Lembang secara morfologi diekspresikan berupa gawir sesar (fault scarp) dengan dinding gawir menghadap ke arah utara. Sesar Lembang yang dapat dilihat pada foto udara maupun citra satelit, mempunyai panjang sekitar 22 km, dan memanjang dengan arah barat-timur.
Segmen sebelah Timurdari Sesar Lembang
dilihat dari kawasan KawahG. Tangkuban Perahu
Gambar 1. Sesar Lembang
(citra sebelah kanan dari Google Earth)
107
Berdasarkan umur dan tinggi gawir nya, sesar Lembang dapat dibagi atas Segmen Timur dan Segmen Barat (Nossin et al., 1992). Batas antara kedua segmen ini terletak di jalan Bandung-Lembang yang memotong sesar kurang lebih 1 km sebelum memasuki kota Lembang. Dari titik perpotongan ini sampai kota kecamatan Lembang terdapat suatu dataran. Di bagian Barat, dataran sempit ini dibatasi oleh S. Cihideung yang mempunyai lembah terjal dan dalam, mengalir dari utara ke selatan memotong gawir sesar. Di bagian timur dari dataran sempit ini, gawir sesar dicirikan oleh tebing-terbing terjal mulai dari sekitar 75 m di Kawasan Lembang sampai 450 m di G. Pulasari di ujung timurnya. Secara umum dari timur ke barat, tinggi gawir sesar yang mencerminkan besarnya pergeseran vertikal sesar berubah dari sekitar 450 m di ujung timur (Maribaya, G. Pulusari)
hingga sekitar 40 m di sebelah barat (Cisarua) dan bahkan menghilang di ujung barat sekitar utara Padalarang (Brahmantyo, 2005).
Menurut Nossin et al. (1996), pembentukan Sesar Lembang bagian timur terjadi sekitar 100.000 tahun yang lalu, dan bagian baratnya terbentuk sekitar 27.000 tahun lalu. Signifikansi geomorfologis dari sesar Lembang adalah sesar ini mengontrol sistem drainase dan produk-produk vulkanik ke dataran di sekitarnya.
Penjelasan yang lebih detil tentang karakteristik cekungan Bandung serta sesar Lembang, dapat dilihat di (Nossin et al., 1992; Dam, 1994; Dam et al, 1996; Nossin et al, 1996; Brahmantyo, 2005).
Gambar 2. Kedudukan geologis dari sesar Lembang, diadaptasi dari (Dam, 1994).
108
Prinsip Pemantauan Aktivitas Sesar dengan Survey GPS GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan pada pengamatan satelit-satelit GPS (Global Positioning System) (Abidin, 2007). Prinsip studi aktivitas sesar dengan metode survei GPS (Abidin et al., 2002) pada prinsipnya bertumpu pada vektor pergeseran koordinat 3D yang ditentukan secara teliti pada beberapa kala (epok) pengamatan.
Pada metode ini, beberapa titik yang ditempatkan pada beberapa lokasi yang dipilih, secara periodik ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat (vektor pergeseran) dari titik-titik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya, selanjutnya dengan menggunakan teori deformasi elastik, maka karakteristik aktivitas sesar akan dapat dipelajari dan model potensi bencana alam gempa bumi dapat diestimasi (Segal and Davis, 1997; Abidin et al., 2007). Dalam hal ini dengan menggunakan vektor pergeseran sesar sebagai input bagi model deformasi elastik, kita akan mengetahui parameter-parameter sesar seperti lokasi sesar, geometri sesar dan tingkat akumulasi deformasi pada sesar. Kemudian dari model sesar ini kita dapat menentukan akumulasi strain, locking depth, prediksi energi gempa yang mungkin terjadi di daerah sesar tersebut. Dengan kata lain melalui input data GPS dan output model aktivitas sesar, maka kita dapat menentukan model potensi bencana alam gempa bumi di wilayah sesar yang kita teliti.
Perlu dicatat di sini bahwa dalam konteks studi aktivitas sesar dengan metode survei GPS, ada beberapa keunggulan dan keuntungan yang ditawarkan, yaitu seperti yang dijelaskan berikut :
1. GPS memberikan nilai vektor pergerakan kerak bumi dalam tiga dimensi (dua komponen horisontal dan satu komponen vertikal). Jadi disamping memberikan informasi tentang besarnya vektor pergerakan sesar dalam arah horisontal, GPS juga sekaligus memberikan informasi tentang vektor pergerakan sesar dalam arah vertikal.
2. GPS memberikan nilai vektor pergerakan sesar dalam suatu sistem koordinat referensi yang tunggal. Dengan itu maka GPS dapat digunakan untuk memantau pergerakan suatu wilayah secara regional secara efektif dan efisien.
3. GPS dapat memberikan nilai vektor pergerakan sesar dengan tingkat presisi sampai beberapa mm, dengan konsistensi yang tinggi baik secara spasial maupun temporal. Dengan tingkat presisi yang tinggi dan konsisten ini maka diharapkan besarnya pergerakan sesar yang kecil sekalipun akan dapat terdeteksi dengan baik.
4. GPS dapat dimanfaatkan secara kontinyu tanpa tergantung waktu (siang maupun malam), dalam segala kondisi cuaca. Dengan karakteristik semacam ini maka pelaksanaan survei GPS untuk pemantauan pergerakan kerak bumi dalam fase interseismic dapat dilaksanakan secara efektif dan fleksibel.
Pelaksanaan Survei GPS
Sampai saat ini, empat (4) survei GPS telah dilaksanakan untuk memantau aktivitas sesar Lembang, yaitu pada tanggal 22-24 Juni 2006, 9-13 November 2006, 16-19 Agustus 2007, dan 13-16 Agustus 2008. Survei GPS dilaksanakan pada 17 titik menggunakan receiver GPS tipe geodetik dua-frekuensi. Lokasi dan distribusi titik-titik GPS tersebut ditunjukkan pada Gambar 4. Survei GPS ini dilaksanakan oleh staf dari KK (Kelompok Keilmuan) Geodesi ITB dan mahasiswa program studi Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, bekerjasama dengan ERI Tokyo University, RCSVDM Nagoya University, serta Puslitbang Geoteknologi LIPI.
Dalam pengamatan satelit-satelit GPS, setiap titik umumnya mengamati sekitar 8 sampai 12 jam. Pengamatan dilaksanakan dengan data interval sebesar 30 detik serta mask angle sebesar 15o. Contoh dari beberapa stasion GPS yang diamati pada survei ini ditunjukkan pada Gambar 5.
109
CPBJ
SRHL
IKIP
MIRI
LNGU
RSJW
BOSC
BLKP
TNKP
CITR
VIEW UJLU
BSTA
SMP4
DTPOLBG2
PSCA
Lembang fault
Gambar 4. Distribusi titik GPS untuk pemantauan aktivitas sesar Lembang
Pengolahan Data, Hasil dan Analisis Pengolahan data seluruh survei GPS dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ilmiah Bernesse 5.0. Pengolahan dilakukan secara jaring dengan memanfaatkan titik-titik IGS Stasiun yang tersebar di seluruh dunia. Dalam pengolahan data survei GPS di kawasan Sesar lembang ini, dipilih 21 stasion IGS untuk memastikan sistem referensi koordinat global yang digunakan (lihat Gambar 6). Titik-titik IGS dipilih untuk mewakili beberapa lempeng besar dunia seperti BAKO, SAMP, KUNM, WUHN dan IRKT yang mewakili lempeng Eurasia; DARW, KARR, YAR2, TOW2 yang mewakili lempeng Australia; dan GUAM yang
mewakili Lempeng Pasifik.
Pengolahan data dilakukan dengan tahap pengolahan baseline ke ke titik–titik IGS regional yang dipilih dengan strategi OBS MAX pada Bernese 5.0. Data IGS yang dilibatkan dalam pengolahan data adalah data selama 4 hari, dengan sesi per 24 jam, disesuaikan dengan periode pengamatan di kawasan sesar Lembang. Epok referensi yang digunakan dalam pendefinisian sistem referensi koordinat disesuaikan dengan waktu pengambilan data GPS tiap kalanya. Parameter dan strategi yang digunakan dalam pengolahan data GPS diringkaskan pada Tabel 1 .
110
Titik : LBG2
Titik : CITR
Titik : RSJW
Titik : CPBJ
Titik : BSTA
Titik : MIRI
Titik : BOCH
Titik : SHRL
Titik : VIEW
Gambar 5. Contoh beberapa Stasion GPS di kawasan Sesar Lembang.
-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
YAR2
TID2
ALIC
TOW2DARW
KARR
COCO
BAKO
PIMO GUAMIISC
DGAR
LHAZKUNM
WUHNTSKB
IRKT
KIT3
BAHR
NICO
MATE
CEDU
SAMP
IGS STATIONS DISTRIBUTIONCBDRF NETWORK
Gambar 6. Lokasi sebaran kerangka titik ikat IGS yang digunakan.
111
Tabel 1. Parameter dari strategi pengolahan data GPS.
Orbit precise ephemeris Efek tropospir parameternya diestimasi setiap jam Effek ionosfir dikoreksi dgn menggunakan model lokal harian
yang ditentukan dari data GPS setiap hari Ambiguitas fase metode penentuan ambiguitas fase menggunakan metode QIF
dengan terlebih dahulu memproses data menggunakan moda solusi ambiguity-free L3 untuk melihat kualitas data.
Penentuan koordinat final
Menggunakan sinyal kombinasi bebas-ionosfir L3 yang nilai ambiguitas fase nya telah ditentukan sebelumnya.
Dari pengolahan data survei GPS akan diperoleh koordinat geodetik (Lintang, Bujur, tinggi Ellipsoid atau L,B,h) dari titik-titik GPS. Koordinat yang diperoleh dari empat survei GPS yang telah dilaksanakan di sekitar kawasan Sesar Lembang diberikan pada Tabel 2. Dari Tabel ini dan juga dari Gambar 7 terlihat bahwa deviasi standar dari komponen koordinat geodetik yang diperoleh, umumnya berada pada level beberapa mm. Ini menunjukkan bahwa pengolahan data telah dilakukan secara relatif baik dan benar.
Berdasarkan koordinat dari titik-titik GPS yang diestimasi dari hasil survei GPS, selanjutnya diestimasi kecepatan pergerakan titik-titik GPS tersebut. Dalam studi pergerakan (deformasi inter-seismik) sesar Lembang, kecepatan rata-rata dihitung menggunakan koordinat yang diestimasi dari survei-survei Juni 2006, Agustus 2007 dan Agustus 2008 yang rentang waktunya
sekitar setahun atau lebih. Nilai kecepatan pergerakan titik-titik GPS hasil estimasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 7. Secara teoritis vektor pergerakan horisontal pada Gambar 7, masih dipengaruhi oleh pergerakan blok Sunda dalam lempeng Eurasia. Pergerakan horisontal blok Sunda ini (E,N) adalah sekitar (2.7 cm, -0.8 cm), yaitu kira-kira dalam arah Timur-Tenggara (Bock et al., 2003). Kalau pergerakan blok Sunda ini kita eliminir, maka kecepatan vektor pergerakan horisontal seperti pada Gambar 8 akan diperoleh. Dalam hal ini laju pergerakan horisontal antara 0.3 sampai 1.4 cm/tahun masih terlihat. Karena bagian Selatan dan Utara dari Sesar Lembang bergerak dalam arah yang relatif sama, maka pergerakan horisontal yang ditunjukkan pada Gambar 8 tidak sepenuhnya terkait dengan deformasi inter-seismik dari Sesar Lembang.
0
2
4
6
8
10
12
14
Titik-titik GPS (dari 4 Survei)
(L)(B)(h)
Dev
iasi
Stan
dar(
mm
)
Survei GPS di Sesar Lembang
Gambar 7. Deviasi standar komponen koordinat geodetic (L,B,h) dari 4 survei GPS.
112
Tabel 1. Koordinat geodetik (L,B,h) dan deviasi standar ( L, B, h) titik GPS survei Lembang
(Pengamatan GPS di setiap titik berkisar antara 8 sampai 12 jam).
Survei GPS ke 1 : 22 – 24 Juni 2006 Titik L B h (m) L (m) B (m) h (m)
BAKO 6° 29' 27.79677" S 106° 50' 56.07914" E 158.1534 1.2 2.4 4
BLKP 6° 48' 50.72685" S 107° 36' 58.60428" E 1264.9894 1.3 2.7 4.9
BOSC 6° 49' 30.07882" S 107° 36' 59.71071" E 1321.5941 1.0 1.9 3.4
BSTA 6° 48' 04.38623" S 107° 38' 58.59050" E 1243.703 1.2 2.4 4.4
CITR 6° 43' 07.95927" S 107° 39' 38.84275" E 860.597 1.6 3.4 6.3
CPBJ 7° 00' 30.92771" S 107° 37' 33.79369" E 700.2512 1.8 4.1 7.4
DTP0 6° 49' 58.24144" S 107° 41' 59.90556" E 1339.3256 1.4 3.0 5.5
IKIP 6° 51' 47.02680" S 107° 35' 38.51590" E 926.292 1.8 3.4 6
LBG2 6° 49' 30.20538" S 107° 41' 11.93893" E 1279.4493 1.2 2.4 4.7
LNGU 6° 47' 55.39281" S 107° 32' 09.03269" E 1170.4209 1.5 3.0 5.5
MIRI 6° 50' 14.78403" S 107° 34' 02.51425" E 1050.1571 1.4 2.8 5.3
PSCA 6° 53' 17.06173" S 107° 36' 32.57911" E 813.1966 1.6 3.2 5.6
RSJW 6° 48' 35.26702" S 107° 33' 50.98049" E 1259.0486 1.6 3.0 5.5
SMP4 6° 49' 05.91363" S 107° 40' 38.77857" E 1227.3787 1.5 2.6 4.7
SRHL 6° 49' 52.98518" S 107° 31' 11.06274" E 940.6027 1.4 2.8 5.0
TNKP 6° 46' 21.95831" S 107° 38' 00.68441" E 1567.4021 1.1 2.7 5.0
UJLU 6° 51' 35.35515" S 107° 40' 40.84152" E 1176.0495 1.3 2.7 4.9
VIEW 6° 51' 25.54342" S 107° 39' 02.42092" E 1019.8902 1.2 2.3 4.7
Survei GPS ke 2 : 9-13 November 2006 Titik L B h (m) L (m) B (m) h (m)
BAKO 6° 29' 27.79693" S 106° 50' 56.07945" E 158.161 1.2 2.5 4.2
BLKP 6° 48' 50.72701" S 107° 36' 58.60422" E 1265.1269 1.4 2.9 5.1
BOSC 6° 49' 30.07950" S 107° 36' 59.71109" E 1321.6003 1.5 2.9 5.5
BSTA 6° 48' 04.38684" S 107° 38' 58.59051" E 1243.7109 1.2 2.3 4.2
CITR 6° 43' 07.95970" S 107° 39' 38.84356" E 860.6672 1.3 2.7 5.3
CPBJ 7° 00' 30.92812" S 107° 37' 33.79371" E 700.3697 1.8 4 7.5
DTP0 6° 49' 58.24194" S 107° 41' 59.90544" E 1339.4704 1.7 4.1 7.8
IKIP 6° 51' 47.02774" S 107° 35' 38.51603" E 926.4801 1.3 2.5 4.8
LBG2 6° 49' 30.20598" S 107° 41' 11.93982" E 1279.4413 1.3 2.6 4.6
LNGU 6° 47' 55.39308" S 107° 32' 09.03216" E 1170.5153 1.4 3.3 5.5
MIRI 6° 50' 14.78437" S 107° 34' 02.51473" E 1050.1364 1.5 2.9 4.7
PSCA 6° 53' 17.06254" S 107° 36' 32.57939" E 813.2285 1.7 3.5 5.8
RSJW 6° 48' 35.26726" S 107° 33' 50.98099" E 1258.9417 1.6 2.9 5.5
SMP4 6° 49' 05.91425" S 107° 40' 38.77812" E 1227.5471 1.5 3.1 5.6
SRHL 6° 49' 52.98574" S 107° 31' 11.06322" E 940.6734 2.0 4.0 7.3
TNKP 6° 46' 21.95874" S 107° 38' 00.68497" E 1567.5496 1.6 3.8 7.4
UJLU 6° 51' 35.35567" S 107° 40' 40.84136" E 1176.2686 1.7 3.4 5.6
VIEW 6° 51' 25.54375" S 107° 39' 02.42134" E 1020.0181 1.4 2.8 5.4
113
Tabel 1. (Lanjutan)
Survei GPS ke 3 : 16-19 Agustus 2007 Titik L B h (m) L (m) B (m) h (m)
BAKO 6° 29' 27.79692" S 106° 50' 56.08037" E 158.1132 1.2 2.3 3.9
BLKP 6° 48' 50.72780" S 107° 36' 58.60561" E 1264.9972 0.8 1.5 2.7
BOSC 6° 49' 30.07962" S 107° 36' 59.71199" E 1321.6180 1.4 2.8 5.0
BSTA 6° 48' 04.38723" S 107° 38' 58.59186" E 1243.7009 0.8 1.5 2.7
CITR 6° 43' 07.96031" S 107° 39' 38.84444" E 860.6365 1.6 3.1 6.4
DTP0 6° 49' 58.24163" S 107° 41' 59.90737" E 1339.4046 1.0 2.0 3.8
LBG2 6° 49' 30.20628" S 107° 41' 11.94045" E 1279.4568 1.1 2.1 4.0
LNGU 6° 47' 55.39363" S 107° 32' 09.03372" E 1170.4583 0.9 1.8 3.6
MIRI 6° 50' 14.78465" S 107° 34' 02.51556" E 1050.1637 0.9 1.6 3.0
PSCA 6° 53' 17.06293" S 107° 36' 32.58034" E 813.2097 1.6 3.2 5.6
RSJW 6° 48' 35.26768" S 107° 33' 50.98168" E 1259.0358 1.0 1.9 3.5
SRHL 6° 49' 52.98579" S 107° 31' 11.06416" E 940.6394 0.9 1.7 3.2
TNKP 6° 46' 21.95901" S 107° 38' 00.68579" E 1567.4457 2.0 4.8 8.7
UJLU 6° 51' 35.35622" S 107° 40' 40.84304" E 1176.0534 0.8 1.4 2.6
VIEW 6° 51' 25.54476" S 107° 39' 02.42226" E 1019.8975 0.9 1.8 3.6
VIKU 6° 51' 51.04225" S 107° 35' 43.58034" E 917.7348 2.3 6.9 11.9
CPBJ(*) 7° 00' 30.92330" S 107° 37' 33.79567" E 700.3596 0.8 1.6 3.1
SRNG 7° 01' 18.59061" S 107° 31' 41.93760" E 740.5461 0.9 1.5 2.9
Survei GPS ke 4 : 13-16 Agustus 2008 Titik L B h (m) L (m) B (m) h (m)
BAKO 6° 29' 27.79706" S 106° 50' 56.08117" E 158.1334 0.3 0.6 1.0
BLKP 6° 48' 50.72804" S 107° 36' 58.60676" E 1265.0131 0.3 0.7 1.2
BOSC 6° 49' 30.07962" S 107° 36' 59.71290" E 1321.6341 1.0 1.8 3.6
BSTA 6° 48' 04.38741" S 107° 38' 58.59250" E 1243.6974 0.3 0.7 1.2
CITR 6° 43' 07.96015" S 107° 39' 38.84532" E 860.6813 0.3 0.7 1.2
CPBJ 7° 00' 30.92348" S 107° 37' 33.79665" E 700.3831 0.4 0.8 1.5
DTP0 6° 49' 58.24242" S 107° 41' 59.90805" E 1338.9113 0.5 1.0 1.8
LBG2 6° 49' 30.20636" S 107° 41' 11.94136" E 1279.4746 0.3 0.8 1.3
LNGU 6° 47' 55.39388" S 107° 32' 09.03458" E 1170.4716 0.4 0.8 1.6
MIRI 6° 50' 14.78511" S 107° 34' 02.51665" E 1050.1556 0.4 0.8 1.4
PSCA 6° 53' 17.06352" S 107° 36' 32.58134" E 813.2198 0.7 1.3 2.2
RSJW 6° 48' 35.26723" S 107° 33' 50.98345" E 1259.0628 0.8 1.7 3.2
SRHL 6° 49' 52.98626" S 107° 31' 11.06508" E 940.6446 0.3 0.7 1.2
SRNG 7° 01' 18.59096" S 107° 31' 41.93843" E 740.5442 0.3 0.7 1.3
TNKP 6° 46' 21.95899" S 107° 38' 00.68673" E 1567.4519 0.7 2.0 3.5
UJLU 6° 51' 35.35646" S 107° 40' 40.84392" E 1176.0465 0.3 0.7 1.2
VIEW 6° 51' 25.54487" S 107° 39' 02.42303" E 1019.9032 0.3 0.7 1.3
VSI1 6° 46' 21.95904" S 107° 38' 00.68675" E 1567.4404 0.6 1.2 2.1
114
1.4 cm/year
0.3 cm/year
2 cm/year
Gambar 8. Laju rata-rata pergerakan horizontal titik-titik GPS di sekitar kawasan sesar Lembang dalam periode Juni 2006 sampai Agustus 2008,
setelah pergerakan blok Sunda dieliminir. Laju bervariasi secara spasial dari 0.3 sampai 1.4 cm/tahun.
Kemungkinan besar pergerakan horisontal yang terlihat pada Gambar 8 merupakan kombinasi dari deformasi inter-seismik sesar Lembang serta deformasi ko-seismik dan post-seismik gempa Indramayu yang terjadi pada 9 Agustus 2007 dengan kekuatan 7.5 Mw dan kedalaman 290 km (USGS, 2007). Gempa ini terjadi sekitar seminggu sebelum survei GPS ke 3 dilaksanakan pada 16-19 Agustus 2009. Sehingga, pergerakan pada Gambar kemungkinan besar masih mengandung komponen deformasi akibat gempa tersebut. Gambar 9 dan 10 mengindikasikan adanya pengaruh dari Gempa Indramayu tersebut. Dalam periode survei yang mengandung gempa Indramayu, pergerakan horisontal dalam periode 14 bulan bisa mencapai 3.4 cm (i.e. laju
maksimum 2.9 cm/tahun). Sementara pada periode berikutnya dimana tidak ada pengaruh gempa, pergerakan horisontal umumnya lebih kecil dari 1.1 cm dalam periode 12 bulan (laju maksimum 1.1 cm/tahun). Meskipun begitu penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengkonfirmasi hipotesis tersebut dan untuk mengestimasi berapa sebenarnya kontribusi deformasi ko-seismik dan post-seismik dari gempa Indramayu tersebut.
Menarik juga untuk diamati pada Gambar 10 tentang adanya indikasi pergerakan sinistral dari Sesar Lembang, meskipun belum terlalu konklusif. Ini ditunjukkan dengan adanya pergerakan ke arah Timur dari beberapa titik GPS di sebelah Selatan Sesar.
115
2 cm
3.4 cm
1.3 cm
Gambar 9. Pergerakan horizontal titik-titik GPS di sekitar kawasan sesar Lembang dalam periode Juni 2006 sampai Agustus 2007, setelah
pergerakan blok Sunda dieliminir. Gempa Indramayu terjadi dalam periode survei. Pergerakan bervariasi secara spasial dari 1.3 sampai 3.4 cm.
2 cm
1.1 cm
Gambar 10. Pergerakan horizontal titik-titik GPS di sekitar kawasan sesar Lembang dalam periode Agustus 2007 sampai Agustus 2008, setelah
pergerakan blok Sunda dieliminir. Pergerakan bervariasi secara spasial dengan nilai maksimum 1.1 cm
116
Catatan Penutup
Berdasarkan empat survei GPS yang telah dilaksanakan dari Juni 2006 sampai Agustus 2008, terdeteksi adanya pergerakan horisontal dari titik-titik pantau di sekitar kawasan Sesar Lembang, dengan laju rata-rata sekitar 0.3 sampai 1.4 cm/tahun. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memperoleh laju yang terkait dengan deformasi inter-seismik sebenarnya dari Sesar Lembang. Saat ini hasil survei GPS belum bisa menunjukkan secara pasti tentang tipe pergerakan dari Sesar Lembang ini, meskipun dari hasil dua survei GPS yang terakhir (e.g Agustus 2007 dan Agustus 2008) terindikasi adanya pergerakan sinistral (mengiri). Hasil dari beberapa survei
GPS juga belum dapat memastikan apakah sesar Lembang bergerak secara konstan (creeping), terkunci (locking), atau kombinasi keduanya.
Kalau diperhatikan solusi dari stasion kontinyu GPS yang berlokasi di kawasan Observatorium Boscha dan terletak sekitar 100 meter di sebelah Selatan stasion survei GPS BOSC (lihat Gambar 11), terlihat bahwa selama lebih dari 1.5 tahun (Feb.2008 – Okt.2009) tidak tampak adanya kecenderungan (trend) pergerakan sesar Lembang dalam arah horizontal (arah Northing dan Easting). Variasi siklik yang nampak dalam solusi koordinat kemungkinan merupakan variasi temporal yang terkait dengan perubahan kondisi atmosfir.
Gambar 11. Variasi temporal dari koordinat (solusi harian) stasion kontinyu GPS dari 29 Februari 2008 sampai 25 Oktober 2009 (dari atas ke bawah : komponen Northing, komponen Easting dan komponen tinggi); courtesy of Cecep Subarya
(MSc), Bakosurtanal.
117
Oleh sebab itu untuk mendapatkan informasi yang lebih baik tentang karakteristik deformasi inter-seismik dari sesar Lembang ini, maka survei-survei GPS lanjutan masih diperlukan. Disamping itu juga perlu ditambahkan beberapa stasion GPS kontinyu di sekitar kawasan Sesar Lembang ini. Studi korelasi antara vektor pergeseran dari GPS dengan data-data seismisitas dan juga karakteristik geologis dari kawasan Sesar Lembang juga perlu dilakukan secara lebih baik. Kinematika sesar Lembang yang sesungguhnya juga perlu dikonfirmasi berdasarkan kombinasi data geologi, mekanisme fokal dan hasil dari GPS (survei periodik dan sistem kontinyu). Disamping itu, studi terhadap aktivitas dari Sesar Lembang ini juga perlu diintegrasikan dengan studi aktivitas
sesar Cimandiri di sebelah Barat nya serta aktivitas sesar Baribis di sebelah Timur nya.
Ucapan Terima Kasih Pelaksanaan survei-survei GPS di kawasan Sesar Lembang mendapatkan dukungan dana melalui program Penelitian ITB 2006 serta program penelitian kerjasama LIPI dan JSPS. Apresiasi yang tinggi juga perlu disampaikan pada staf KK Geodesi serta para mahasiswa prodi Teknik Geodesi dan Geomatika FITB ITB, untuk peran dan bantuannya dalam pelaksanaan survei GPS di kawasan sesar Lembang.
Daftar Pustaka
Abidin, H.Z., 2000. Penentuan Posisi Dengan GPS dan Aplikasinya, Edisi ke-2. P.T. Pradnya Paramita, Jakarta, 268 hal.
Abidin, H.Z., Jones, A., dan Kahar, J., 2002. Survei Dengan GPS, Edisi ke-2. P.T. Pradnya Paramita, Jakarta, 280 hal.
Bock, Y., L. Prawirodirdjo, J. F. Genrich, Stevens, C. W., McCaffrey, R., Subarya C., Puntodewo, S. S. O., dan Calais, E., 2003. Crustal motion in Indonesia from Global Positioning System measurements. Journal of Geophysical Research, 108(B8), doi: 10.1029 / 2001JB000324.
Brahmantyo, B., 2005. Geologi Cekungan Bandung. Catatan Kuliah GL-4021, Program Studi Teknik Geologi, Penerbit ITB, Bandung.
Dam, M. A. C., 1994. The Late Quatemary evolution of the Bandung Basin, West-Java, Indonesia.
Thesis, Vrije Universiteit Amsterdam, 252 hal.
Dam, M. A. C., Suparan, P., Nossin, J. J., Voskuil, R. P. G. A., dan GTL Group, 1996. A chronology for geomorphological developments in the greater Bandung area, West-Java, Indonesia. Journal of Southeast Asian Earth Sciences, 14(1-2): 101-115.
Kompas, 2005. Pemda Harus Memiliki Institusi Khusus Bencana. HU Kompas, Kolom Jawa Barat, Kamis, 20 Januari 2005.
Nossin, J. J., Darnen, M., dan Voskuil, R., 1992. Morphostructural rela-tionships in the Lembang fault area, West Java, Indonesia. Geomorph, Berlin - Stuttgart, hal. R185R-R201R.
Nossin, J. J., Robert, P. G. A., Voskui, dan Dam, M. A. C., 1996. Geomor-phologic development of the Sunda volcanic complex, West Java,
Indonesia. ITC Journal, No. 1996-2, hal. 157-165.
Pikiran Rakyat, 2004. 90% Izin di KBU dari Pemprov, Pemkab Bandung Merasa Dizalimi, HU Pikiran Rakyat, Kolom Bandung Raya, Sabtu, 14 Agustus 2004.
Tjia, H.D., 1968. The Lembang Fault, West Java. Geologie en Mijnbouw, 47 (2): 126-130.
UN/ISDR (United Nations Inter-Agency Secretariat of the International Strategy for Disaster), 2004. Living with Risk: A global review of disaster reduction initiatives. United Nations, Geneva.
USGS, 2007. Website of the United States Geological Survey, Earthquake Hazards Program, http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/recenteqsww/Quakes/us2007fubd.php#details.
118
Jurnal Geoaplika (2008) Volume 3, Nomor 3, hal. 105 – 117
105