3. TEORI KETIDAKPASTIAN

download 3. TEORI KETIDAKPASTIAN

of 22

Transcript of 3. TEORI KETIDAKPASTIAN

  • 43

    3

    TEORI KETIDAKPASTIAN

    Sudah kita ketahui dari Bab 1 bahwa dalam eksperimen fisika selalu ada pengukuran

    terhadap suatu besaran. Pada bab ini aakan dipelajari arti pengukuran, sumber-sumber ralat,

    ketidakpastian pada pengukuran dan rambatan ketidakpastiannya pada hasil akhir. Dengan

    mengetahui rambatan ketidakpastian tersebut kita juga dapat membandingkan berbagai

    metoda eksperimen, metode mana yang paling baik dengan ketelitian yang kita kehendaki

    Bab ini sangat penting dipelajari, sebab tujuan setiap eksperimen adalah mencapai

    suatu kesimpulan dan hampir sebagian eksperimen mempunyai kesimpulan yang bersifat

    kuantitatif. Seorang eksperimentator harus selalu sadar sampai berapa jauh mutu atau

    ketangguhan kesimpulannya. Hal ini berarti dia harus menyatakan ketelitian dari

    kesimpulannya tersebut. Pertanyaan yang berbunyi : sampai berapa jauh kita percaya kepada

    kesimpulan ? ialah sama dengan pertanyaan yang berbunyi : sampai berapa jauh kita

    mempercayai ketidakpastian dari pengukuran. Kita harus meyakinkan kepada khalayak bahwa

    taksiran atau penilaian kita mengenai batas-batas ketidakpastian dapat diandalkan. Untuk hal

    tersebut seorang eksperimentator harus memahami teori ketidakpastian.

    Sebelum mempelajari bab ini, diharapkan terlebih dahulu anda sudah memahami

    tentang distribusi peluang, terutama distribusi normal, karena pembicaraan dalam bab ini

    menganggap bahwa peluang kebolehjadian adalah terdistribusi normal, sehingga persamaan-

    persamaan dalam distribusi normal langsung digunakan.

    3.1. PENGUKURAN

    Mengukur adalah membandingkan besaran yang diukur terhadap besaran acuan.

    Besaran acuan ini dapat berupa :

    a. Standar mutlak, contoh : meter-standar dan kilogram-standar yang disimpan di the

    International Bureau of Weights and Measures di dekat kota Paris

    b. Standar terkalibrasi, contoh : alat ukur yang kita jumpai sehari-hari pada umumnya

    memiliki satuan standar yang sudah dikalibrasikan.

    c. Sebarang, contoh: tangan, jari, hasta dan lain-lain (pengukuran relatif)

  • 44

    Adapun hasil pengukuran berupa besaran fisika yang dapat dinyatakan dalam angka

    dan satuan atau nilai dan satuan, hasil pengukuran ini bersifat universal (tak bergantung

    pengukurnya, waktunya serta tempatnya).

    Pengukuran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran langsung dan tidak

    langsung. Pengukuran langsung yaitu dengan membandingkan langsung antara benda yang

    akan diukur dengan alat ukurnya. Misal mengukur panjang dan masssa suatu benda. Bila kita

    akan melakukan pengukuran langsung, supaya mendapatkan hasil pengukuran yang baik ada

    beberapa saran yang diperlukan, yaitu :

    1. Perhatikan skala dan batas ukur dari alat ukur

    2. Jika menggunakan alat ukur elektronik. perhatikan tombol/saklar serta fungsinya masing-

    masing

    3. Setelah selesai mengukur, jarum penunjuk harus dikembalikan ke titik nol baru lepas

    kabel powernya (khusunya untuk alat elektronik)

    4. Sebaiknya setelah dicatat dicek sekali lagi penunjukkan alat. Jadi pekerjaan yang dilakukan

    orang pada saat mengukur adalah : baca catat cek.

    Pengukuran tak langsung. Dalam hal ini pengukuran suatu besaran dilakukan

    berdasarkan perubahan gejala fisisnya. Contoh mengukur suhu udara dengan termometer air

    raksa, mengukur intensitas cahaya dengan luxmeter. Saran yang diperlukan sama seperti

    pengukuran langsung tetapi kita harus lebih teliti lagi.

    3.2. SUMBER-SUMBER RALAT

    Dalam suatu eksperimen ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya

    ralat. Tetapi sebelum membuat keputusan berapa besar ketidakpastian (ktpn) nya dalam hasil

    akhir, kita harus terlebih dahulu memperkirakan semua ralat. Adapun sumber-sumber ralat

    antara lain adalah

    1. Adanya nilai skala terkecil (least count) yang ditimbulkan oleh keterbatasan alat ukur .

    Semua pengukuran dilakukan dengan suatu alat ukur, dan setiap alat ukur

    mempunyai nilai skala terkecil. Setiap alat ukur mempunyai skala berupa panjang

    atau busur atau digital. Pada skala tersebut terdapat goresan besar dan kecil sebagai

    pembagi dan ditandai nilai tertentu. Secara fisik, jarak antar dua goresan kecil

    bertetangga jarang yang kurang dari 1mm, sebab mata manusia (tanpa alat bantu) agak

    sukar melihat jarak kurang dari 1 mm dengan tepat. Keadaan menjadi lebih buruk lagi

  • 45

    jika ujung atau pinggir dari obyek yang diukur tidak tajam. Nilai skala dengan jarak

    terkecil inilah disebut nilai skala terkecil (nst) alat ukur tersebut. Contoh :

    - Tentukan nst jam dinding yang satu lingkarannya dibagi 60 skala.

    - Tentukan nst dari tonggak-tonggak di pinggir jalan yang menentukan jarak

    satu kota dengan kota lain yang dibuat oleh DPU.

    2. Adanya ketidakpastian bersistem, di antaranya adalah

    - Kesalahan kalibrasi: pemberian nilai pada skala ketika alat diproduksi ternyata

    kurang tepat.

    - Kesalahan titik nol: Sebelum digunakan untuk mengukur, alat telah menunjuk

    pada suatu harga skala tertentu, atau jarum tidak mau kembali ke titik nol

    secara tepat.

    - Kesalahan pegas: Setelah lama digunakan, pegas dalam alat ukur melembek

    atau mengeras dari keadaan semula.

    - Gesekan pada bagian-bagian alat yang bergerak.

    - Paralaks dalam hal mambaca skala.

    Kesalahan bersistem menyebabkan hasil pengukuran agak menyimpang dari harga

    yang sebenarnya, dan simpangan ini mempunyai arah tertentu, missal menghasilkan

    nilai-nilai yang lebih besar atau lebih kecil dari harga yang semestinya.

    3. Adanya ketidakpastian acak, di antaranya adalah:

    - Gerak Brown molekul udara, gerak ini dapat mengganggu penunjukan jarum

    alat ukur yang sangat halus.

    - Fluktuasi tegangan jaringan listrik, akan mengganggu operasional alat-alat

    listrik

    - Bising elektronik, berupa gangguan pada alat ukur elektronik.

    4. Keterbatasan keterampilan pengamat

    Pada saat sekarang ini banyak alat ukur yang pemakaiannya sangat kompleks sehingga

    menuntut keterampilan dari si pemakai. Misal : mikroskop, osiloskop, spectrometer

    dan sebagainya. Maka sebelum menggunakan alat perlu dipelajari lebih dulu tentang

    bagaimana cara operasinya, bagaimana cara mambaca skalanya dan sebagainya.

    5. Ralat yang mungkin ada dalam obyek, di antaranya adalah :

    - Obyek dapat terpengaruh oleh lingkungan. Misal suhu udara, tekanan udara

    dan sebagainya. Sehingga situasi lingkungan pada saat eksperimen perlu

    dicatat (suhu, tekanan barometer, kelembaban dsb)

  • 46

    - Obyeknya tidak seragam. Misal tebal suatu kawat tidak sama di semua tempat

    atau konsentrasi larutan tidak sama di semua titik dalam suatu cairan.

    3.3. KETIDAKPASTIAN PADA PENGUKURAN

    3.3.1. Pengukuran Tunggal

    Pengukuran tunggal ialah pengukuran yang hanya mungkin dilakukan satu kali saja,

    karena obyek pengukuran tidak mungkin diulang. Contoh mengukur kecepatan suatu

    kendaraan yang lewat di depan kampus, mengukur lintasan komet Halley, mengukur panjang

    suatu kawat yang berdiameter kecil dan sebagainya.

    Ketidakpastian (Ktpn) pada pengukuran tunggal ini, orang biasa mengambil

    kebijaksanaan sebagai berikut :

    x = 0,5 nst

    Contoh 3.1

    Misal arus diukur dengan menggunakan miliampermeter dengan jarum penunjuk

    tebal/kasar seperti pada Gambar 3.1

    Gambar 3.1

    Kita catat : nst = 0,1 mA, sedangkan nilai arus adalah lebih dari 2,6 mA, tetapi kurang dari 2.7

    mA. Maka hasil pengukuran ditulis :

    I = (2,6 0,05) mA

    Apakah yang tersirat dalam cara penulisan demikian ?

    i. Pengamat secara jujur menyatakan tidak mengetahui berapa sebenarnya kuat arus

    itu. Pengamat hanya menduga arus itu di sekitar 2,6 mA, yakni antara 2,55 mA

    dan 2,65 mA. Berapakah tepatnya ?. Dengan satu kali pengukuran saja, kita tidak

    mengetahui. Arus itu mungkin 2,57 mA atau mungkin 2,64 mA bahkan mungkin

    saja 2,509875 mA (tidak seorangpun tahu nilai sebenarnya). Tetapi dapat

    dipastikan arus itu bernilai di antara 2,55 mA dan 2,65 mA.

    2 3

  • 47

    ii. Hal kedua yang tersirat dari penulisan di atas ialah tentang mutu skala alat yang

    digunakan. Untuk contoh di atas rupanya miliampermeter yang dipakai hanya

    mampu dibaca sampai 0,1 mA saja, jadi nilai terkecil skalanya adalah 0,1mA saja.

    Contoh 3.2

    Arus listrik diukur dengan menggunakan ampermeter yang jarumnya cukup halus dan

    goresan skalanya cukup tajam seperti pada Gambar 3.2.

    Gambar 3.2

    Karena jarak pisah antara dua goresan bertetangga tampak jelas, dan jarum penunjuk cukup

    halus, hal ini memberi alasan untuk menaksir ktpn kurang dari 0,5 nst, misal 1/3 nst atau 1/5

    nst. Jadi penunjukkan arus dapat ditulis:

    I = (2,64 0,03) mA atau mungkin

    I = (2,64 0,02) mA

    Jadi pengamat melaporkan dugaannya arus bernilai antara 2,61 mA dan 2,67 mA (atau antara

    2,62 mA dan 2,66mA)

    Pengukuran dengan alat ukur yang dilengkapi nonius

    Banyak alat ukur yang dilengkapi dengan nonius. Alat bantu ini membuat alat ukur

    berkemampuan lebih besar, karena nst seolah-olah menjadi lebih kecil.

    Pada nonius biasanya didapatkan

    9 bagian skala utama = 10 bagian skala nonius

    a b

    Gambar 3.3. Nonius

    Pada Gambar 3.3.a. tampak bahwa titik nol skala nonius berimpit dengan titik 6,0 skala

    utama. Maka garis pertama skala nonius berada pada 1/10 kali nst di depan garis berikut skala

    2 3

    7 6

    5

    6 8

    5

  • 48

    utama (yakni 6,1), dan garis kedua skala nonius berada pada 2/10 kali nst di depan garis

    kedua skala alat (yakni 6,2) dan seterusnya. Sehingga garis ke 10 skala nonius tepat berimpit

    dengan garis ke 9 skala alat (titik 6,9).

    Jika nonius digeser sedemikian rupa, sehingga garis kelimanya berimpit dengan garis

    skala alat ukur, maka nonius telah menggeser 5 x 1/10 x nst, dan pengukuran alat

    menunjukkan nilai 6,0 + 5(1/10 x 0.1) = 6,05

    Jadi bila tanpa nonius nst alat 0,1, sedangkan dengan nonius nst nya menjadi 0,01

    Nst dengan nonius = 1/n x nst tanpa nonius

    Dengan n adalah jumlah bagian yang ada pada skala nonius. Dengan demikian jika

    pengukuran tunggal dilakukan dengan alat yang dilengkapi nonius, maka ktpn hasil

    pengukuran juga dinyatakan dengan nst dengan nonius.

    3.3.2. Ketepatan dan Ketelitian Pengukuran

    x disebut ktpn mutlak pada nilai x, dan x ini memberikan gambaran tentang mutu

    alat ukur yang digunakan. Semakin baik mutu alat ukur, semakin kecil x yang dapat

    dilaporkan. Dari dua contoh amperemeter di atas, dapat disimpulkan bahwa amperemeter

    kedua lebih bagus daripada amperemeter pertama. Ktpn mutlak dikaitkan dengan ketepatan

    pengukuran, semakin kecil ktpn mutlak dikatakan semakin tepat hasil pengukuran yang

    bersangkutan.

    x

    x disebut ktpn relatif pada nilai x. Ktpn relatif sering dinyatakan dengan % (prosen)

    dengan mengalikannya dengan 100%. Jadi pada contoh pertama ktpn relatifnya adalah

    %2%1006,2

    05,0

    x

    I

    I(dibulatkan)

    dan pada contoh kedua ktpn relatifnya adalah

    %1%10064,2

    02,0

    x

    I

    I(dibulatkan).

    Ktpn relatif dikaitkan dengan ketelitian hasil pengukuran. Makin kecil ktpn relatif

    makin besar ketelitian yang tercapai pada pengukuran yang bersangkutan. Dengan mengambil

    contoh di atas, dapat dikatakan bahwa arus kedua telah berhasil kita ukur dengan ketelitian

    yang (sekitar) dua kali lebih baik dari pada pengukuran arus pertama.

  • 49

    3.3.3. Pengukuran Berulang

    Untuk pengukuran berulang ini, perlu dibedakan antara pengulangan beberapa kali

    saja, dan pengulangan yang cukup sering, sekitar 10 kali atau lebih. Mestinya pengulangan

    dilakukan sesering mungkin, makin sering makin baik.

    Pengukuran yang diulang beberapa kali saja

    Misal pengukuran diulang tiga kali dengan hasil x1, x2 dan x3, atau dua kali saja pada

    awal dan akhir percobaan. Laporan hasil pengukuran adalah (x x), dengan x adalah nilai

    rata-rata

    3

    321 xxxx

    (3.1)

    dan x merupakan deviasi mutlak yang terbesar. Jika xx 11 , xx 22 , dan

    xx 33 , maka harga x adalah harga yang terbesar diantara 1 , 2 , dan 3 . Inilah

    kebijaksanaan yang sering diambil, namun tidak berarti selalu diikuti. Keuntungan kita

    memilih kebijaksanaan tersebut adalah diperolehnya jaminan bahwa ketiga nilai x1, x2 dan x3

    akan tercakup dalam interval xx dan xx .

    Contoh 3.3

    Misal x1 = 10,1 ; x2 = 9,7 dan x3 = 10,2

    Maka 0,103

    2,107,91,10

    x

    1,00,101,101

    3,00,107,92

    2,00,102,103

    Yang terbesar adalah 2 = 0,3, maka (x x) = (10,0 0,3). Di sini tampak bahwa nilai x

    tercakup dalam interval (10,0 0,3 = 9,7) sampai (10,0 + 0,3 = 10,3)

    Kebijaksanaan lain yang sering juga diambil adalah : x ditentukan sebagai nilai rata-rata

    antara 1 , 2 , dan 3 .

    Dalam contoh 3 di atas : 2,03

    3.03,01,0

    x

    Dengan demikian hasil yang dilaporkan adalah : (x x) = (10,0 0,2)

  • 50

    Kita lihat bahwa dengan memakai cara kedua tidak semua x hasil pengukuran tercakup dalam

    interval xx sampai xx . Maka jika kita ingin bersikap hati-hati dan adil terhadap

    semua hasil pengukuran yang kita dapatkan: cara pertama lebih tepat, walaupun cara kedua

    tidak salah.

    Pengukuran Yang Diulang Cukup Sering

    Pengukuran yang diulang cukup sering (sekitar 10 kali atau lebih), menghasilkan apa

    yang dalam ilmu statistika disebut sample.

    Misal pengukuran diulang n kali dan hasil pengukurannya adalah x1, x2,xn.

    maka hasil pengukuran yang dilaporkan adalah (x x). Menurut teori ilmu statistika :

    i. Nilai terbaik yang mendekati nilai x0 (nilai benar) sebaik -baiknya adalah

    nilai rata-rata n

    xxxx n

    ................21 (3.2)

    ii. Karena x bukan nilai x0 , maka padanya terdapat suatu penyimpangan.

    Ketidakpastian pada x adalah deviasi standart nilai rata-rata yaitu

    1

    2

    N

    XXx

    i (3.3)

    x ini sebaiknya lebih kecil dari pada nst alat yang digunakan, karena

    tujuan pengulangan adalah agar nilai benar x0 dapat diketahui dengan lebih

    tepat, sehingga memperoleh ktpn yang lebih kecil dari nst.

    Contoh 3.4

    Diameter sebuah pipa diukur 10 kali menggunakan jangka sorong. Sampel yang

    dihasilkan adalah:

    X = 11,8; 12,0; 12,0; 12,4; 12,4; 12,4; 11,6; 11,8; 12,0 dan 12,0

    Bagaimanakah kita harus melaporkan hasil pengukuran ?

    Penyelesaian

    Untuk mempermudah perhitungan kita gunakan kalkulator yang mampu menghitung deviasi

    standar, atau kita gunakan table seperti di bawah ini

  • 51

    I xi 2XX 1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11,6

    11,8

    11,8

    12,0

    12,0

    12,0

    12,0

    12,0

    12,4

    12,4

    0,16

    0,04

    0,04

    0,00

    0,00

    0,00

    0,00

    0,00

    0,16

    0,16

    120,0 0,56

    Sehingga

    00,1210

    0,120

    N

    xx i

    186,09

    56,02

    x

    maka 2,000,12 xx

    Pembahasan

    Jika diameter pipa itu diukur sekali saja, maka besar kemungkinan hasil pengukuran adalah x

    = (12 0,5) mm. Dengan demikian interval yang diperkirakan mencakup nilai x0 adalah 11,5

    dan 12,5 (Lihat Gambar 3.4), dan tampak memang mencakup nilai pengamatan di atas

    Gambar 3.4

    Tetapi berkat pengulangan kita berhasil menekan ktpn menjadi 0,2 mm. Yang berarti

    memperoleh interval yang lebih sempit, yaitu antar 11,8 sampai 12,2. Dengan kata lain x0

    berhasil kita ketahui dengan lebih baik.

    11,5 12,0 12,5

    11,8 12,2

    12,08

  • 52

    3.3.4. Perambatan Ralat

    Dalam kenyataan biasanya besaran yang harus ditentukan tidak dapat diukur langsung,

    tetapi harus dihitung dari besaran-besaran yang diukur langsung. Misal kita akan menentukan

    percepatan gravitasi bumi di suatu tempat, dengan mengingat persamaan ayunan sederhana :

    g

    lT 2 , maka

    2

    24

    T

    lg

    Jadi dengan mengukur panjang l dari tali dan mengukur waktu ayun T, kita dapat menentukan

    g. Ktpn dalam g ditentukan oleh ktpn dalam l dan T.

    Pada umumnya, jika suatu besaran z (yang tidak dapat diukur langsung) tergantung

    dari beberapa besaran x, y, a, b,w, yang dapat diukur langsung, maka ktpn dalam z

    dapat dinyatakan dalam ktpn x, y, a, b,w.

    Jika z(x, y) dan diketahui bahwa x = (x0 x) dan y = (y0 y) maka bagaimanakah z

    = (z0 z). Secara umum persoalan ini dapat diselesaikan dengan hitung diferensial.

    ............,, 00 yyxxzyxzz yang setelah diuraikan dalam deret Taylor di

    sekitar titik (x0, y0) menjadi :

    diabaikanyy

    zxx

    zyxzyxzzyx

    yx...........,,

    0000

    00

    Sehingga z = z0 z dapat ditulis dengan

    yy

    zxx

    zz

    yxz

    yxyx

    0000

    000 ,

    (3.4)

    Untuk mempermudah pemakaian persamaan (3.4) berikut ini diberikan beberapa fungsi yang

    sering kita jumpai beserta diferensialnya :

    xz atau yxz , z z

    z

    1

    2

    yxz

    xyz

    yx

    yxxy

    yx

    yx

    y

    y

    x

    x

  • 53

    3

    4

    5

    6

    7

    y

    xz

    naxz (a dan n tetapan)

    xaez (a tetapan)

    xaz ln

    nm yxz

    2y

    yx

    y

    x

    xnaxn 1

    xaex

    x

    xa

    yynxxxmy nmmn 11

    y

    y

    x

    x

    x

    xn

    x

    xxx

    ln

    y

    yn

    x

    xm

    Dalam penerapan persamaan (3.4), kita harus memperhatikan tiga kasus sebagai berikut :

    1. Jika x dan y ditentukan dari nst, maka

    yy

    zx

    x

    zz

    yxyx

    0000

    (3.5)

    2. Jika x dan y, keduanya berupa deviasi standar, maka

    2

    2

    2

    2

    0000 yyxxyxz Sy

    zS

    x

    zSz

    (3.6)

    dengan xS dan yS adalah nilai deviasi standar rata-rata (persamaan 3.3)

    3.Jika x ditentukan dengan nst (berarti diukur sekali saja) dan y merupakan deviasi

    standar (diukur berulang), maka makna tsatistik kedua ktpn tersebut tidak sama,

    sehingga sebelum dipadukan harus disamakan terlebih dahulu. Misal dengan membuat

    jaminan pada x, dari jaminan 100% menjadi jaminan 68% seperti halnya jaminan pada

    y. Dengan demikian kita pakai x (baru) = 2/3 x (lama). Karena 68% = 2/3 x 100%,

    maka

    2222

    0000

    3

    2y

    y

    zx

    x

    zSz yxyxz

    (3.7)

  • 54

    Contoh 3.5

    Sepotong balok kayu diukur panjang, lebar dan tingginya masing-masing satu kali

    sehingga ktpn masing-masing adalah nst. Panjang p = (4,0 0,05) cm, lebar l = (3,0

    0,05) cm dan tinggi t = (2,0 0,05) cm . Tentukan volume V V

    Penyelesaian

    Volume V = p x l x t = 4,0 x 3,0 x 2,0 = 24,00 cm3

    V dihitung menurut persamaan (3.5)

    053,02

    05,0

    3

    05,0

    0,4

    05,0

    t

    t

    l

    l

    p

    p

    V

    V

    tpllptpltV

    maka V= 0,053 x 24,00 = 1,272

    dan V = ( 24 1) cm3.

    Contoh 3.6

    Jika pengukuran panjang, lebar dan tinggi balok tersebut dilakukan beberapa kali sehingga

    memberikan hasil pengukuran panjang p = (4,00 0,02) cm, lebar l = (3,00 0,03) cm dan

    tinggi t = (2,00 0,04) cm. Tentukan volume V V

    Penyelesaian

    Volume V = p x l x t = 4,0 x 3,0 x 2,0 = 24,00 cm3

    V dihitung menurut persamaan (3.6)

    222222222 tlpltpptlV

    5817,004,03403,02402,023 222222222 V

    Sehingga V = (24,0 0,6) cm3

    Contoh 3.7

    Kita ingin menentukan massa jenis suatu benda tak teratur, dengan mengukur massa

    benda dan volume benda. Massa benda hanya diukur sekali tetapi volume benda diukur

    beberapa kali. Didapatkan hasil pengukuran massa m = (5,0 0,05 ) g dan volume V =

    (1,00 0,02) cm3. Maka tentukan massa jenis benda tersebut.

    Penyelesaian

  • 55

    Massa jenis benda : 00,500,1

    00,5

    V

    m

    Mengingat sifat ktpn pada m dan V tidak sama (keduanya berlainan sifat statistiknya), maka

    persoalan ini harus diselesaikan dengan persamaan (3.7)

    03,005,03

    2 barum

    22

    2

    22

    3

    21V

    V

    mm

    V

    1044,020,1

    0,505,0

    3

    2

    1

    1 22

    2

    22

    Maka massa jenis benda dari eksperimen ini adalah = (5,00 0,10) gcm-3

    Contoh 3.8

    Kita akan menentukan suatu besaran y dengan mengukur besaran-besaran x1, x2, x3 dan

    x4. Sedangkan hubungan besaran-besaran tersebut adalah

    343

    21

    xx

    xxy

    Berapakah ktpn dari masing-masing besaran yang terukur supaya ktpn relatif dari y

    adalah sekitar 6%. Misal kita melakukan pengukuran pendahuluan dan memperoleh hasil

    x1 4, x2 16, x3 0,4 dan x4 5.

    Penyelesaian

    4,054,0

    1643

    xy

    4

    4

    3

    3

    21

    21 3

    x

    x

    x

    x

    xx

    xx

    y

    y

    Masing-masing suku harus memberikan sumbangan ktpn yang kira-kira sama, maka ktpn

    relatif dalam (x1 + x2), x3 dan x4 adalah masing-masing 2%, 2% dan 0,7%. Ktpn relatif

    21

    1

    xx

    x

    dan

    21

    2

    xx

    x

    masing-masing adalah 1%. Dengan demikian kita dapat menentukan

    besaran-besaran dengan ktpn masing-masing sebagai berikut

  • 56

    Besaran Harga kira-kira Ktpn mutlak Ktpn relatif (%)

    X1

    X2

    X3

    X4

    4

    16

    0,4

    5

    0,2

    0,2

    0,008

    0.035

    5

    1,3

    2

    0.7

    3.4. ANGKA BERARTI (Significant figures)

    Di dalam ilmu Fisika banyak besaran yang memiliki nilai sangat besar atau sangat

    kecil. Dalam ilmu pengetahuan, bilangan yang jauh lebih besar atau jauh lebih kecil dari 1

    (satu) ditulis dengan cara eksponen. Yakni ditulis dengan bilangan 1 sampai 10 (disebut

    mantise), dikalikan dengan factor 10n (disebut orde besar), dengan n bilangan positif atau

    negatif.

    Sebagai contoh kita akan menuliskan hasil pengukuran diameter uang logam D1 = (12

    0,5) mm dan D2 = (12,0 0,08) mm. Dengan menggunakan notasi eksponen kedua bilangan

    itu dapat ditulis

    D1 = (1,2 0,05) x 101 mm atau (1,2 0,05) x 10-2 m dan

    D2 = (1,20 0,008) x 101 mm atau (1,20 0,008) x10-2 m

    Dapat kita lihat bahwa bilangan yang berada di dalam kurung tidak berubah jika satuannya

    diubah, dan memang tidak boleh berubah, karena bilangan tersebut tidak sekedar bilangan ,

    melainkan mempunyai arti fisis, karena ditentukan melalui suatu ukuran fisis yang memiliki

    ketepatan dan ketelitian tertentu. Hal ini tercermin dalam penggunaan angka berarti yang

    tepat dalam penulisan hasil pengukuran.

    Diameter D1 dikatakan mempunyai dua angka berarti, sedangkan diameter D2

    mempunyai tiga angka berarti, yaitu angka 1, 2 dan 0. Dari bahasan yang terdahulu

    disimpulkan bahwa semakin tepat hasil suatu pengukuran, semakin banyak jumlah angka

    berarti (AB) yang dapat diikutsertakan dalam penulisan hasilnya, dan ini berarti semakin

    besar kepercayaan kita akan hasil tersebut. Jadi jumlah angka berarti ditentukan oleh

    ketelitian hasil pengukuran atau oleh ktpn relatifnya.

    Untuk penulisan angka berarti orang sering menggunakan aturan praktis sebagai

    berikut :

  • 57

    Ktpn relatif

    x

    x

    Jumlah angka berati (AB) yang dipakai

    x

    xAB log1

    Sekitar 10 %

    Sekitar 1 %

    Sekitar 0,1 %

    2

    3

    4

    Contoh 3.9

    Bilangan = 3,141591. Tuliskan bilangan ini dengan ktpn relatif sebesar a). 0,1%, b).

    1%, c). 10%, d). 6%.

    Penyelesaian

    a). Ktpn relatif 0,1% memberi hak atas 4 AB, jadi = (3,141 0,003)

    b). Ktpn relatif 1% menggunakan 3 AB, jadi = (3,14 0,03)

    c). Ktpn relatif 10% menggunakan 2 AB, jadi = (3,1 0,3)

    d). Ktpn relatif 6% menggunakan 3 AB, jadi = (3,14 0,19)

    Angka Penting (AP)

    Cara lain menyatakan ketidakpastian ialah dengan menggunakan angka penting, Cara

    ini merupakan suatu penyederhanaan dari cara yang dibahas terdahulu. Apakah yang

    dimaksud dengan angka penting itu ?. Sebagai contoh lihat Gambar 3.1, yaitu tentang

    penggunaan miliamperemeter. Pada Gambar 3.1 tersebut nyata bahwa nst alat adalah 0,1 mA.

    Adapun arus yang diukur adalah I = 2,6 mA atau (2,6 x 10-3

    ) A. Arus ini dikatakan diketahui

    dengan dua angka penting (AP), yakni angka 2 dan angka 6. Angka 2 disebut angka

    pasti dan angka 6 disebut angka yang meragukan.

    Jadi angka penting adalah semua angka (yang pasti maupun yang meragukan) yang

    diperoleh dari pengukuran. Dapat dilihat bahwa perubahan satuan tidak merubah jumlah AP.

    Penulisan 2,6 mA berarti bahwa nilai arus berada dalam interval 2,5 dan 2,7 mA. Dari

    Gambar 3.2, besarnya arus dibaca I= 2,63 atau 2,64. Dalam pengukuran ini jumlah AP yang

    dapat dilaporkan lebih banyak dari pada pengukuran Gambar 3.1, karena skala dan jarum

    penunjuk lebih halus.

  • 58

    Untuk menentukan angka penting terdapat beberapa aturan sebgai berikut :

    1. Angka yang paling kiri yang tidak nol adalah angka yang paling penting

    2. Jika tidak ada decimal, angka yang paling kanan bukan nol adalah angka yang paling

    tidak penting.

    3. Jika terdapat decimal, angka yang paling kanan adalah angka yang paling tidak

    penting, termasuk nol.

    4. Semua angka antara angka yang paling penting dan angka yang paling tidak penting

    adalah angka penting.

    Angka penting dari hasil percobaan

    Jika suatu besaran A ditentukan melalui hasil pengukuran besaran x dan y, maka

    keraguan yang terdapat pada x dan y menyebabkan nilai A yang diperoleh juga mengandung

    keraguan. Dengan kata lain A harus ditulis dengan sejumlah AP tertentu.

    Adapun aturan-aturannya adalah sebagai berikut :

    a.Jumlah dan selisih A = x y

    Aturan :

    - tulis x dan y tanpa notasi eksponen

    - jumlah atau kurangkan seperti biasa, dengan ketentuan

    penjumlahan/pengurangan angka pasti dengan angka yang diragukan,

    menhasilkan angka yang meragukan

    - bulatkan jawaban akhir sampai dengan hanya mengandung angka ragu yang

    pertama saja (dari kiri)

    - kembalikan ke notasi eksponen (bila dikehendaki)

    Contoh 3.10

    x = 1,26 dan y = 6,21 x 10-2

    . Hitunglah A = x +y dan B = x - y

    Penyelesaian

    A = x + y = 1,26 + 0,0621 = 1,3221 = 1,32

    B = x y = 1,26 - 0,0621 = 1,1979 = 1,20

  • 59

    b.Kali, bagi, pangkat dan akar : P = xy , Q = x/y, A = xn , B = x

    Aturan :

    - dalam bentuk eksponen, kalikan atau bagikan seperti biasa, demikian juga

    untuk pangkat dan akar

    - jumlah angka penting dalam hasil akhir adalah sama dengan jumlah angka

    penting pada factor yang memiliki jumlah angka penting paling sedikit.

    Contoh 3.11

    x = 9,752 x 102 dan y = 2,5 Hitunglah P = xy dan Q = x/y

    Penyelesaian

    P = (9,752 x 2,5) x 102 = 24,3800 x 10

    2

    Gunakan 2 AP saja sehingga P = 2,4 x 103

    Q = (9,752 : 2,5) x 102

    = 3,9008 x 102

    Gunakan 2 AP saja sehingga Q = 3,9 x102

    3.5. MEMBANDINGKAN BERBAGAI METODE

    Dalam menentukan suatu besaran kadang-kadang kita mempunyai lebih dari satu

    metode untuk menentukan metode mana yang terbaik kita dapat menempuh langkah-langkah

    sebagai berikut :

    1. Untuk tiap metode, diselidiki hubungan antara besaran-besaran yang harus ditentukan

    dan besaran-besaran yang diukur.

    Misal metode 1 : 33

    21 xxxy

    Metode 2 : 542

    4 xxxy

    2. Dilakukan perkiraan kasar, sampai berapa teliti besaran-besaran terukur dapat diukur

    tanpa menuntut kerja yang susah. Dalam hal ini perlu pengukuran pendahuluan. Misal

    x1 = 10, x2 = 1,2, x3 = 7. x4 = 12. x5 = 9, dengan ketidakpastian dalam x1, x2 dan x5

    adalah 10 % ; x2 dan x4 5 %

    3. Menentukan bagaimana sumbangan ketidakpastian masing-masing besaran terukur

    terhadap ketidakpastian akhir besaran yang dicari.

  • 60

    Metode 1 : 1;3;3

    2

    21

    2

    2

    2

    1

    x

    yxx

    x

    yx

    x

    y

    I ii xx

    ix

    y

    2

    i

    i

    xx

    y

    1

    2

    3

    10 1

    1,20 0,06

    7,0 0,7

    1,73

    43,2

    1

    3.0

    6,7

    0,5

    2y 10,2

    y = 3

    y = (10) (1,2)3 + 7 = 24

    Jadi y = (24 3)

    Metode 2 : 45

    54

    4

    ;2 xx

    yxx

    x

    y

    I ii xx

    ix

    y

    2

    i

    i

    xx

    y

    4

    5

    12,0 0,6

    9,0 0,9

    15

    12

    81

    116,4

    2y 197,4

    y = 14

    y = (12)2- (12)(9) = 22

    Jadi y = (22 14)

    Dari hasil perhitungan (y y) dapat dilihat langsung besaran mana yang harus diukur

    dengan lebih cermat (dengan perhatian khusus).

    4. Metode-metode tersebut dibandingkan, metode terbaik adalah metode dengan

    ketidakpastian terkecil. Dalam contoh, metode 1 lebih baik daripada metode 2.

    5. Kemudian kita dapat menanyakan diri, seberapa besar ketidakpastian akhir yang kita

    inginkan, sehingga dapat ditentukan syarat ketelitian untuk masing-masing besaran

    terukur.

    Contoh 3.12

  • 61

    Akan dihitung suatu besaran y yang tergantung pada besaran-besaran x1, x2 dan x3 yang

    dapat diukur. Adapun hubungannya dinyatakan dengan persamaan

    23

    21

    xx

    xxy

    Hasil pengukuran adalah sebagai berikut x1 = 48; x2 =32; x3 = 54, dengan ketidakpastian

    masing-masing 10 %. Misal diinginkan ketidak pastian akhir y sebesar 10 % dan dituntut

    supaya ketidak pastian tiap besaran memberi sumbangan sama besar kepada ketidak

    pastian y, sampai berapa telitikah besaran-besaran x1, x2 dan x3 harus diukur ?

    Penyelesaian

    x1 = 48 4,8

    x2 = 32 3,2

    x3 = 54 5,4

    6,33254

    3248

    y

    2

    3

    2

    2

    2

    1

    2

    321

    xxxy

    x

    y

    x

    y

    x

    y

    045,01

    231

    xxx

    y

    2,02

    23

    13

    2

    23

    2123

    2

    xx

    xx

    xx

    xxxx

    x

    y

    165,02

    23

    21

    3

    xx

    xx

    x

    y

    Jika dikehendaki ketidakpastian akhir y sebesar 10 %, artinya

    1,0

    y

    y atau 36,0y

    Jika masing-masing ketidakpastian tiap besaran memberi sumbangan yang sama besar kepada

    ketidakpastian y, maka

    3

    36,022

    3

    3

    2

    2

    2

    2

    1

    1

    x

    x

    yx

    x

    yx

    x

    y

  • 62

    maka %1048

    6,46,4

    1

    3

    136,0

    1

    1

    1

    1

    x

    x

    x

    yx

    %332

    9,09,0

    1

    3

    136,0

    2

    2

    2

    2

    x

    x

    x

    yx

    %254

    1,11,1

    1

    3

    136,0

    3

    3

    3

    3

    x

    x

    x

    yx

    SOAL-SOAL

    1. Tentukan nst dari alat ukur di bawah ini yang ada di sekitar anda

    Alat ukur Nst dan satuannya

    1. mistar plastik

    2. busur derajat

    3. arloji

    4. jam dinding

    5. meteran listrk PLN

    2. Carilah jangka sorong, micrometer, spectrometer optis, sferometer dan neraca Ohaus.

    Tentukan nilai skala terkecilnya dengan dan tanpa nonius

    Alat Nilai skala terkecil

    Tanpa nonius Dengan nonius

    1. Jangka sorong

    2. micrometer

    3. sferomeer

    4. spectrometer

  • 63

    5. neraca Ohaus

    3. Diameter sebuah kelereng logam diukur 10 kali menggunakan jangka sorong. Sampel

    yang dihasilkan adalah d = 2,9; 3,1; 2,8; 3,0; 3,0; 3,2; 2,8; 3,1; 3,0; 3,2 cm. Berapakah

    d d menurut pengukuran ini ?

    4. Tuliskan dengan angka yang tepat besaran-besaran di bawah ini

    V = (10,7321 0,01240) cm3

    = (1,5576 0,0512) g/cm3

    n = (1,736 0,1628)

    c = (2,9758 0,0372) x 108 m/s

    5. Diketahui x = 3,675, y = 2,45 x 102 dan z = 3,4

    Hitunglah A = 2x +3y 10z, B = xyz2 dan C = xz/y

    6. Tentukan ktpn mutlak dan ktpn relatif dari suatu besaran P yang harus dihitung dengan

    rumus berikut 2FDEC

    ABP

    , jika diketahui harga ktpn mutlak dari A, B, C, D, E

    dan F adalah A, B, C, D, E dan F

    7. Koefisien panjang logam dapat dihitung dengan rumus TL

    L

    . Dari suatu

    eksperimen diperoleh data : panjang L = (1 0,05) cm, pertambahan panjang L =

    (0,80 0,005) mm dan perubahan suhu T = (75 0,5) oC. Berapakah koefisien

    panjang logam tersebut menurut data ini ?

    8. Suatu besaran y akan ditentukan dengan mengukur besaran x1, x2 dan x3 menurut

    rumus 2

    32

    4

    1

    xx

    xy . Berapakah ktpn dari masing-masing besaran terukur supaya ktpn

    relatif dari y adalah sekitar 6 %. Setelah diadakan pengukuran secara kasar diperoleh

    x1 3,9; x2 22,0 dan x3 2,5.

    9. Kita akan menentukan suatu besaran y. Terdapat dua metode yang kita kenal, yaitu

    metode 1 :3

    21

    x

    xxy dan metode 2 :

    2

    65

    4

    4

    xx

    xy Dari pengukuran secara kasar

  • 64

    diperoleh x1 = 59; x2 = 2,5; x3 = 75; x4 = 3,9; x5 = 22 dan x6 = 2,5, dengan masing-

    masing ktpn relatif x1, x3, dan x6 adalah 10 % sedangkan ktpn relatif dari x2, x4 dan x5

    adalah 5 %. Selidikilah metode mana yang lebih baik !

    10. Jika ketidakpastian akhir dari besaran yang akan di tentukan kita kehendaki maksimal

    5 %, dan dituntut setiap besaran memberikan sumbangan yang sama kepada

    ketidakpastian y. dari metode yang terbaik pada nomor 9, Tentukan sampai berapa

    telitikah besaran-besaran yang terukur harus diukur ?

    DAFTAR PUSTAKA

    Kusminarto, Dr. 1993. Metode Fisika Eksperimen. Yogyakarta : Universitas Gadjahmada.

    Darmawan Djonoputro, R. 1990. Teori Ketidakpastian. Bandung : Institut Teknologi

    Bandung.

    Philip, R, Bevington. 1969. Data Reduction And Error Analysis For The Physical Sciences.

    New York: McGraw-Hill Book Company