3-PPh 22
-
Upload
dhany-fibrianto -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of 3-PPh 22
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 1/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 106
Bab 8
Pajak Penghasilan Pasal 22
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah terkait dengan pembelian
barang, dan badan-badan tertentu terkait dengan kegiatan di bidang impor dan
kegiatan usaha di bidang lainnya, misalnya penjualan hasil produksi tertentu di
dalam negeri.
Pemungut pajak Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 22 ayat (1)huruf a, huruf b, dan huruf c, adalah:
1. Bank devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah,
atas pembelian barang.
3. BUMN/BUMD, atas pembelian barang dengan dana APBN/APBD.
4. Bank Indonesia, Perum Bulog, PT. Telkom, PT. PLN, PT. Garuda Indonesia,
PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan bank-bank BUMN, atas
pembelian barang dengan dana APBN/APBD maupun dari non APBN/APBD.
5. Badan usaha industri semen, rokok, kertas, baja (hulu), dan otomotif, yang
ditunjuk oleh Kepala KPP, atas penjualan hasil produksi di dalam negeri
(termasuk Wajib Pajak importer kendaraan dalam keadaan CBU yang dijual
di dalam negeri).
6. PT. Pertamina dan badan usaha lainnya di bidang industri produk bahan
bakar migas (premix/pertamax, super TT/pertamax plus, dan gas) atas
penjualan hasil produksinya.
7. Industri dan eksportir di sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak, atas pembelian
bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan diolah/diekspor.
BESARNYA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, PELAPORAN
1. Atas impor barang.
a. Besarnya PPh Pasal 22:
menggunakan API, sebesar 2,5% dari nilai impor;
tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari nilai impor;
tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang;
atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importer yang
menggunakan API sebesar 0,5% dari nilai impor.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 2/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 107
Nilai impor adalah nilai yang menjadi dasar perhitungan bea masuk,
yaitu CIF ditambah bea masuk dan pemungutan impor lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan pabean.
b. Importir yang tidak memilik NPWP dikenanakan pajak 2 kali lebih besar.
c. PPh Pasal 22 disetor ke bank persepsi atau kantor pos dan giro oleh
Bendaharawan Direktorat Jenderal Bea Cukai paling lambat 1 (satu) harisetelah pemungutan pajak dilakukan, atau oleh importer sendiri, sehingga
bukti pehgkreditan pajak adalah bukti pungutan bea cukai atau SSP.
2. Atas pembelian barang oleh Pemerintah dan BUMN/BUMD, serta Bank
Indonesia, Perum Bulog, PT. Telkom, PT. PT. PLN, PT. Garuda Indonesia,
PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. pertamina, dan bank-bank BUMN.
a. PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.
bila tidak mempunyai NPWP beban pajak menjadi 2 kali lebih besar;
pajak terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
b. Pajak harus disetor oleh bendaharawan pemerintah pusat/daerah padahari yang sama dengan pembayaran atas penyerahan barang.
Sedangkan Bank Indonesia, Perum Bulog, PT. Telkom, PT. PT. PLN, PT.
Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan
bank-bank BUMN distor paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya,
SSP diisi atas nama WP rekanan.
c. PPh Pasal 22 harus dilaporkan paling lambat 14 hari setelah Masa Pajak
berakhir bagi bendaharawan dan BUMN/BUMD.
Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya bagi Bank Indonesia, Perum
Bulog, PT. Telkom, PT. PT. PLN, PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT.
Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan bank-bank BUMN.
3. Atas penjualan hasil produksi tertentu oleh badan usaha industri semen,
kertas, baja (hulu), dan otomotif.
a. Terutang PPh Pasal 22 sebagai berikut:
1. industri semen, sebesar 0,25% untuk semua jenis semen;
2. industri kertas, sebesar 0,1%;
3. industri baja, sebesar 0,3%;
4. industri otomotif, sebesar 0,45%.
Beban PPh Pasal 22 poin 1, 2, 3 menjadi 2 kali lebih besar, bila WP
yang dipotong tidak mempunyai NPWP.Pajak yang dipungut khusus industri rokok bersifat final.
b. Pajak terutang dan dipungut pada saat penjualan.
c. Pajak disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan
menggunakan SSP atas nama WP.
d. Pajak dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
4. Atas penjualan produksi PT. Pertamina dan badan usaha lainnya di bidang
bahan bakar minyak.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 3/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 108
a. Terutang PPh sebagai berikut:
Jenis BBM SPBU Swasta SPBU Pertamina
Premium 0,30 % 0,25 %
Solar 0,30 % 0,25 %
Premix/Super TT 0,30 % 0,25 %
Minyak Tanah - 0,30 %
Gas LPG - 0,30 %
Pelumas - 0,30 %
Pungutan pajak kepada penyalur/agen bersifat final
Beban menjadi 2 kali lebih besar bila pihak yang dipotong tidak
mempunyai NPWP.
b. Pajak dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang
(SPPB) atau delivery order (DO).
c. Pajak disetor sendiri oleh WP sebelum surat perintah pengeluaran barang
atau DO ditebus.
d. Pajak dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
5. Atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan
diolah/diekspor bagi industri dan eksportir di sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan.
a. Terutang PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian, beban pajak
menjadi 2 kali lebih besar bila pihak yang dipotong tidak mempunyai
NPWP.
b. Pajak terutang dan dipungut pada saat pembelian.
c. Pajak disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya denganmenggunakan SSP atas nama WP. Pajak dilaporkan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya.
Contoh:
1) PT ABC importir mobil complete build up dan pada bulan Juli 2009
melakukan penjualan atas mobil impor tersebut senilai Rp.
500.000.000,- . PPh Pasal 22 yang harus dipungut = 0,45% x Rp.
500.000.000,- = Rp. 2.250.000,-.
2) CV XYZ merupakan industri rokok pada bulan Agustus 2009
melakukan pembelian tembakau kepada pedagang pengumpul senilai
Rp. 200.000.000,- dan juga melakukan penjualan atas hasilproduksinya senilai Rp. 400.000.000,- sesuai harga banderol.
- PPh yang harus dipotong atas pembelian tembakau : 1,5% x Rp.
200.000.000,- = Rp. 3.000.000,-
- PPh yang harus dipungut atas penjualan rokok sebesar : 0,15% x
Rp. 400.000.000,- = Rp. 600.000.000,-
3) Bendaharawan pemerintah Kota Kediri melakukan pembelian dan
pembayaran barang senilai Rp. 20.000.000,- (tidak termasuk PPN)
pada bula September 2008. PPh Pasal 22 = 1,5% x Rp. 20.000.000,-
= Rp. 300.000,-
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 4/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 109
6. Transaksi barang yang tergolong sangat mewah:
a. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 5 % dari harga
jual tidak termasuk PPN dan PPnBM. Beban pajak menjadi 2 kali lebih
besar apabila pihak yang dipotong tidak mempunyai NPWP.
b. Barang yang tergolong sangat mewah adalah:1) pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp.
200.000.000.000,- (dua ratus milyar rupiah);
2) kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.
10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah);
3) rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar
rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2 (lima ratus meter
persegi);
4) apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengahlihannya lebih dari Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyarrupiah) dan atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter
persegi);
5) kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10
orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose
vehicle (MPV), minibus, dan sejenisnya dengan harga jual lebih Rp.
5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder
lebih dari 3.000 cc.
c. Pajak terutang dan dipungut pada saat pembelian dan memberikan tanda
bukti pemungutan kepada pembeli orang pribadi maupun badan.
d. Pajak disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan SSP atasnama WP dan harus dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PAJAK
Transaksi atau kegiatan yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal
22, yaitu:
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau PajakPertambahan Nilai:
a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas
di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar
pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di
Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia;
c. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial atau
kebudayaan;
d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain
semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. Barang untuk keperluan penelitian dan penegmbangan ilmu
pengetahuan;
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 5/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 110
f. Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat
lainnnya;
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
h. Barang pindahan;
i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan
barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuanperundang-undangan pabean;
j. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
yang ditunjukkan untuk kepentingan umum;
k. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang
yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
l. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi
keperluan pertahanan dan kemanan negara;
m. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN);
n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama;o. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal
angkutan penyebarangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkapan
ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran
atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan Penangkapan
Ikan Nasional;
p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan
atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;q. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT.
Kereta Api Indonesia;
r. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional
Indonesia;
3. Dalam hal impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata
dimaksudkan untuk diekspor kembali;
4. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
dan tidak merupakan pembayaran yang dipecah-pecah;
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, dan benda-benda pos;
6. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan
dari emas untuk tujuan ekspor;
7. Pembayaran/pencairan dana Jaringan Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara;
8. Impor kembali yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah
diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 6/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 111
Untuk pengecualian dapat diberikan dengan:
1. Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan
oleh Direktorat Jenderal Pajak yaitu pengecualian sebagaimana
dimaksudkan pada angka 1 dan angka 6.
2. Secara otomatis (tanpa SKB) dikecualikan dari pengenaan PajakPenghasilan Pasal 22 yaitu pengecualian sebagaimana dimaksud pada
angka 4, angka 5, angka 7, angka 8, dan angka 9.
Pelaksanaan pembebasan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 khusus angka 2
dan angka 3 dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 7/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 112
Bab 9
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
PEMOTONG PAJAK
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 (pemberi hasil) adalah sebagai berikut:
1. Badan Pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT,
atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Pemotong ini sifatnya
otomatis dan tidak ada penunjukkan sebagai pemotong PPh Pasal 23.
2. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktorat
Jenderal Pajak sebagai pihak yang wajib membayarkan penghasilan,
diantaranya : akuntan, arsitek, dokter, notaris, pengacara, konsultan, PPAT
(kecuali Camat dan orang pribadi yang menjalankan usaha dengan
menggunakan pembukuan).
OBJEK DAN TARIF PAJAK
Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas:a. Dividen, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf g undang-
undang Pajak Penghasilan;
b. Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
c. Royalti; dan
d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong
Pajak Penghasilan Pasal 21 ayat (1) huruf e undang-undang Pajak
Penghasilan.
Hadiah dan penghargaan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21
adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apa pun yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berkenaandengan suatu kegiatan yang diselenggarakan, misalnya kegiatan
olahraga, keagaamaan, kesenian, dan kegiatan lainnya.
Sedangkan hadiah dan penghargaan yang dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 23 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apa pun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri berkenaan
dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan.
2. Sebesar 2 % dari jumlah bruto atas:
a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain
yang terutang PPh Pasal 4 ayat (2); dan
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 8/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 113
b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
3. Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan seperti
pada butir 1 dan 2 tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan menjadi
lebih tinggi 100% (seratus persen) dari tarif sebagaimana ditetapkan padabutir 1 dan butir 2.
Dividen
Sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak
Penghasilan, pengertian dividen adalah merupakan bagian laba yang diperoleh
pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha
koperasi yang diperoleh anggota koperasi.
Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
a. Pembagian laba baik secara langsung maupun tidak langsung dengan nama
dan dalam bentuk apapun;
b. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang
disetor;
c. Pembagian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
d. Pembagian laba dalam bentuk saham;
e. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
f. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan
yang bersangkutan;
g. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan,
jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika
pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar yang
dilakukan secara sah;
h. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
i. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
j. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
k. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
l. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Contoh :
PT. Anugrah membayar dividen senilai Rp. 100.000.000,- kepada PT. Prima atas
penyertaan saham biasa sebesar 20%.
Dalam hal ini PT. Anugrah wajib memotong PPh Pasal 23 atas dividen sebesar
15% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 15.000.000,-
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 9/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 114
Bunga
Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang Pajak Penghasilan, pengertian bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang.
Premium terjadi apabila surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya, sedangkan
diskonto terjadi bila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut
merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan
penghasilan bagi yang membeli obligasi.
Tidak termasuk objek PPh Pasal 23 adalah bunga tabungan dan jasa giro serta
bunga deposito, bunga oblegasi, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi, karena merupakan objek Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final.
Royalti
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau
perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbal
jasa atas:
a. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesustraan,
kesenian, atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau
proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
b. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,
komersial, atau ilmiah;
c. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, tehnikal, industrial,
atau komersial;
d. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a,
penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan tersebut
pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada
huruf c, berupa:
1) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara
atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel,
serta optic, atau teknologi yang serupa;
2) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman
suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang
disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serta optic, atau teknologi
yang serupa;
3) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum
radio komunikasi;
e. Penggunaan atau hak menggunakan film atau gambar hidup (imotion picture
films), film atau pita video untuk siaran televis1, atau pita suara untuk siaran
radio; dan
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 10/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 115
f. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-
hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
Contoh:
Penerbit Kuat membayar royalti atas penerbitan dan penjualan buku rohanikepada Marisa sebesar Rp. 100.000.000,-.
Penerbit Kuat wajib memotong PPh Pasal 23 atas royalti sebesar Rp.
15.000.000,- yaitu (15% x Rp. 100.000.000,-).
Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan Sejenisnya
Pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti
hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain sebagianya.
Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu,
misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda
purbakala.
Hadiah, penghargaan, bonus yang tidak termasuk objek Pajak Penghasilan Pasal 23
adalah hadiah, penghargaan, bonus, yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal
21 yaitu penyelenggaraan kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan
dengan pelaksanaan suatu kegiatan, hadiah undian karena merupakan objek PPh
Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final, serta hadiah langsung dalam penjualan barang
atau jasa dengan syarat:
1. Hadiah tersebut diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa
diundi;
2. Hadiah tersebut diterima langsung konsumen akhir pada saat pembelian
barang atau jasa.
Contoh:
a. CV. Aman memenangkan lomba membuat rancangan taman di Universitas
Nusantara senilai Rp. 50.000.000,-. Atas hadiah tersebut wajib dipotong PPh
Pasal 23 sebesar Rp. 7.500.000,- yaitu (15% x Rp. 50.000.000,-) oleh
Universitas Nusantara.
b. Ahmad seorang penggali tanah yang secara kebetulan menemukanbeberapa benda purbakala yang kemudian dilaporkan kepada Pengurus
Museum Daerah setempat. Ahmad diberikan hadiah berupa uang tunai
sejumlah Rp. 10.000.000,-. PPh Pasal 23 yang harus dipotong adalah
sebesar Rp. 1.500.000,-
Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan Penggunaan Harta
Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak atau harta tak
gerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 11/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 116
Tidak termasuk objek Pajak Penghasilan Pasl 23 adalah sewa tanah dan bangunan,
karena merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final, serta sewa terkait
dengan sewa guna usaha denganhak opsi (financial lease).
Contoh:
PT. Marga menyewa sebuah mobil pada bulan Nopember 2009 dari Bapak Ahmad
selama 1 (satu) bulan dengan nilai sewa sebesar Rp. 10.000.000,-. Atas sewa
tersebut PT. Marga wajib memotong PPh Pasal 23 kepada Bapak Ahmad sebesar
2% x Rp. 10.000.000,- atau sebesar Rp. 200.000,-.
PENGERTIAN JUMLAH BRUTO
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-53/PJ/2009
tertanggal 25 Mei 2009 menekankan bahwa “jumlah bruto” sehubungan jasa teknik,
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain saja yang telah
dipotong PPh Pasal 21, adalah sebagai berikut:
1. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah
jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk
usaha tetap, tidak termasuk:
a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan olehWajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa.
b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material,
pembayaran harus dapat dibuktikan dengan faktur pembelian barang atau
material.
c. Pembayaran kepada pihak ke dua (sebagai perantara) untuk selanjutnya
dibayarkan kepada pihak ke tiga. Pembayaran harus dapat dibuktikan
dengan faktur tagihan dari pihak ke tiga disertai dengan perjanjian tertulis.
d. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement ) yaitu penggantian
pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan olehpihak ke dua kepada pihak ke tiga. Pembayaran harus dapat dibuktikan
dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh
pihak ke dua kepada pihak ke tiga.
2. Jumlah bruto sebagaimana dimaksud di atas tidak berlaku:
a. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
atau
b. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, yang
telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat f inal.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 12/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 117
BUKAN OBJEK PAJAK
Tidak termasuk penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah:
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa dengan hak
opsi.
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri, Koperasi, BUMN atau BUMD, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia, dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. bagi PT, BUMN, BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktifdi luar kepemilikan saham tersebut.
4. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia dengan syarat badan usaha tersebut:
a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan; dan
b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia.6. Sisa Hasil Usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 13/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 118
Bab 10
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
PENGERTIAN
Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan : Pajak yang dibayar atau terutang di
luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan
undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
Penentuan Sumber Penghasilan
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan
ditentukan oleh:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah Negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan;
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah Negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani bunga, royalty, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau
berada;
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak
bergerak adalah Negara tempat harta tersebut terletak;
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah Negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan
tersebut bertempat kedudukan atau berada;
5. Penghasilan BUT adalah Negara tempat BUT tersebut menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan;
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah Negara tempat lokasi penambangan berada;
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap
berada;
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu BUT
adalah Negara tempat BUT berada.
Penggambungan Penghasilan
Untuk menghitung pajak penghasilan terutang atas seluruh penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri, baik dari dalam negeri maupundari luar negeri, maka penghasilan Wajib Pajak tersebut digabungkan.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 14/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 119
Untuk penggabungan penghasilana yang berasal dari luar negeri dilakukan untuk:
1. Penghasilan dari usaha dilakukan dalam Tahun Pajak diperolehnya
penghasilan tersebut.
2. Penghasilan lainnya dilakukan dalam Tahun Pajak diterimanya penghasilan
tersebut.3. Penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan, dilakukan dalam Tahun Pajak pada saat
perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
Penggabungan penghasilan ini tidak diperkenankan apabila terjadi kerugian
yang diderita di luar negeri.
Saat penggabungan Penghasilan
Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak ternyata terdapat penghasilan yang berasal
dari luar negeri, maka penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri ataspenghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak penghasilan yang terutang di
Indonesia. Pengkreditan pajak tersebut dilakukan dalam Tahun Pajak
digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia.
Contoh perhitungan :
PT. Amarta yang berkedudukan di Jakarta menerima dan memperoleh penghasilan
neto dalam Tahun Pajak 2010 dari sumber luar negeri sebagai berikut:
1. Penghasilan dari hasil usaha di Singapura dalam Tahun Pajak 2010 sebesar
Rp. 800.000.000,-2. Dividen atas pemilikan saham pada “Singapore Ltd” di Singapura sebesar Rp.
200.000.000,- yang berasal dari keuntungan tahun 2007 yang ditetapkan
dalam rapat pemegang saham tahun 2009 dan baru dibayarkan dalam tahun
2010.
3. Dividen atas penyertaan saham sebesar 70% pada Sung Lie Corporation di
Hongkong yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp.
75.000.000,- yang berasal dari keuntungan saham tahun 2008 yang berdasar
Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 2010.
4. Bunga kuartal IV tahun 2010 sebesar Rp. 100.000.000,- dari Riza di Kuala
Lumpur yang baru akan diterima Juli 2011.
Berdaskan data di atas, penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan
dengan penghasilan dalam negeri dalam Tahun Pajak 2010 adalah penghasilan
yang bersumber dari:
1. Penghasilan usaha dari Singapura (butir 1)
2. Penghasilan dari dividen (butir 2)
3. Penghasilan dari dividen (butir 3)
Sedangkan penghasilan pada butir 4 digabungkan dengan penghasilan dalam
negeri Tahun Pajak 2011.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 15/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 120
Kredit Pajak Luar Negeri
PT. Abadi di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai
berikut:
Penghasilan neto dalam negeri Rp. 1.000.000.000,-
Penghasilan luar negeri (tarif pajak 20%) Rp. 1.000.000.000,-
Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah:
Penghasilan dari luar negeri Rp. 1.000.000.000,-
Penghasilan dari dalam negeri Rp. 1.000.000.000,-
Jumlah penghasilan neto Rp. 2.000.000.000,-
Apabila jumlah penghasilan neto sama sama dengan Penghasilan Kena
Pajak, maka sesuai dengan tariff Pasal 17, Pajak Penghasilan terutang:28% x Rp. 2.000.000.000,- = Rp. 560.000.000,-
Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:
(1.000.000.000 : 2.000.000.000) x 560.000.000,- = Rp. 280.000.000,-
Pajak luar negeri : 20% x Rp. 1.000.000.000,- = Rp. 200.000.000,-
Kredit pajak luar negeri yang diperkenankan Rp. 200.000.000,-
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
1. Penghasilan Kena PajakPenghasilan neto Rp. 2.000.000.000,-
PTKP (TK/0) Rp. 15.840.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp. 1.984.160.000,-
2. Pajak Penghasilan terutang sesuai tarif Pasal 17
5% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
15% x Rp. 200.000.000,- = Rp. 30.000.000,-
25% x Rp. 250.000.000,- = Rp. 62.500.000,-
30% x Rp. 1.484.160.000,- = Rp. 445.248.000,-
Total Rp. 540.248.000,-
3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri :
1.000.000.000/1.984.160.000 x 540.248.000 = Rp. 272.280.461,-
Kredit pajak luar negeri yang diperkenankan Rp. 200.000.000,-
Contoh Pengkreditan Menurut KEPMENKEU Nomor 164/KMK.03/2002
PT. B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai
berikut:
Penghasilan yang diperoleh dari Negara Singapura sebesar Rp. 1.000.000.000,-
dengan tariff pajak sebesar 40% atau Rp. 400.000.000,-, penghasilan dari
Negara Italia Rp. 3.000.000.000,- dengan tariff pajak 25% atau TRp.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 16/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 121
750.000.000,-,sedangkan dari Negara India menderita kerugian sebesar Rp.
2.500.000.000,- dengan tarif pajak 30%.
Penghitungan kredit pajak luar negeri sebagai berikut:
1. Penghasilan dalam negeri Rp. 4.000.000.000,-
2. Penghasilan luar negeri
a. Laba di Negara Singapura Rp. 1.000.000.000,-
b. Laba di Negara Italia Rp. 3.000.000.000,-
c. Laba di Negara India Rp. -
d. Jumlah penghasilan luar negeri Rp. 4.000.000.000,-
3. Jumlah penghasilan neto Rp. 8.000.000.000,-
4. PPh terutang menurut Pasal 17 Rp. 2.382.500.000,-
5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri masing-masing Negara :
a. Untuk Negara Singapura
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 17/29
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 18/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 123
Wajib Pajak Berhak atas Kompensasi Kerugian
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan,
Surat Ketetapan Pajak, Surat Keberatan, atau Surat Putusan Banding sesuai
ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Contoh:
a. Penghasilan neto PT. ABC selama tahun 2009 sebesar Rp. 120.000.000,-
b. Sisa kerugian tahun sebelumnya, dapat dikompensasi (Rp. 150.000.000,-)
c. Sisa kerugian yang belum dikompensasi tahun 2009 (Rp. 30.000.000,-)
d. PPh terutang tahun 2009 NIHIL
e. Kredit Pajak (Pasal 21, 22, 23, 24) Rp. 2.000.000,-
(Rp. 2.000.000,-)
f. PPh Pasal 25 tahun 2009 (Rp. 30.000.000,-)
Pph yang kurang atau lebih bayar (Rp. 32.000.000,-)
Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2010 sebagai berikut:
Penghasilan neto PT. ABC tahun 2009 sebesar Rp. 120.000.000,-
Sisa kompensasi kerugian tahun 2009 Rp. 30.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp. 90.000.000,-
PPh terutang: 25% x Rp. 90.000.000,- = Rp. 22.500.000,-
PPh Pasal 25 yang dibayar setiap bulan dalam tahun 2010 Rp. 1.708.330,-
Wajib Pajak memperoleh Penghasilan Tidak Teratur
Penghasilan tidak teratur adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh selain
dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, dan atau modal, misalnya
keuntungan dari pengalihan harta. Sedangkan penghasilan teratur adalah
penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-
kurangnya sekali dalam setiap Tahun Pajak yang bersumber dari kegiatan usaha,
pekerjaan bebas, pekerjaan, harta, dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah
dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.
Apabila Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka dasar perhitungan
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah hanya penghasilan neto yang diterima atau
diperoleh secara teratur menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Tahun Pajak yang lalu.
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
dihitung dengan dasar perhitungan sebagaimana dimaksud di atas, dikurangi
dengan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut serta Pajak Penghasilan
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 19/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 124
yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau
banyaknya bulan dalam Tahun Pajak.
Contoh:
Berdasarkan laporan SPT PPh Tahun 2009:
Penghasilan neto (diterima teratur) Rp. 420.000.000,-
Penghasilan neto (diterima tidak teratur) Rp. 80.000.000,-
PPh Pasal 21, 22, dan 24 Rp. 51.250.000,-
PPh Pasal 23 (atas kontrak 2 buah mobil Rp. 80 juta) Rp. 3.600.000,-
Perhitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2010:
Penghasilan neto teratur Rp. 420.000.000,-
PPh terutang = 28% x Rp. 420.000.000,- Rp. 117.600.000,-
Kredit pajak Pasal 21, 22, 24 Rp. 51.250.000,-
Rp. 66.350.000,-
Angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2010
1/12 x Rp. 66.350.000,- Rp. 5.529.167,-
PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008
yang diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2009 adalah Wajib Pajak Orang Pribadi
dan Badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau
pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak berjalan.
Prinsip penghitungan besarnya angsuran bulanan dalam tahun berjalan didasarkan
pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu. Namun ketentuan ini
memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan dasar
penghitungan besarnya angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut di
atas.
1. Bagi Wajib Pajak baru yang mulai menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan dalam Tahun Pajak berjalan perlu diatur perhitungan besarnya
angsuran, karena Wajib Pajak belum pernah memasukkan SPT Tahunan
Pajak Penghasilan. Penentuan didasarkan atas kenyataan usaha atau
kegiatan Wajib Pajak.
2. Bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, BUMN, BUMD,
Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan
ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala perlu diatur
perhitungan angsuran tersendiri, karena terdapat kewajiban menyampaikan
kepada instansi pemerintah yaitu laporan yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan dalam suatu periode tertentu, yang dapat dipakai sebagai dasar
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 20/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 125
penghitungan untuk menentukan besarnya angsuran pajak dalam tahun
berjalan.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu yaitu Wajib Pajak Orang
Pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang
mempunyai tempat usaha lebih dari satu atau mempunyai tempat usaha
yang berbeda alamat dengan domisili, maka besarnya angsuran pajaknyaperlu diatur tersendiri agar besarnya angsuran mendekati keadaan
sebenarnya.
a. WP Badan Baru Menyelenggarakan Pembukuan
b. WP Orang Pribadi Baru Menyelenggarakan Pembukuan
c. WP Orang Pribadi Baru Tidak Menyelenggarakan Pembukuan
Contoh: WP Badan Menyelenggarakan Pembukuan
PT. Makmur Sentosa terdaftar sebagai Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kediri pada tanggal 1 Mei 2009. Selama bulan Mei 2009 peredaran bruto
usaha sebesar Rp. 100.000.000,- setelah dikurangi dengan biaya yang
diperkenankan oleh undang-undang Pajak Penghasilan, penghasilan netonya usaha
sebesar Rp 40.000.000,- per bulan.
Penghitungan PPh Pasal 25 bulan Mei 2009:
Penghasilan neto bulan Mei 2009 Rp. 40.000.000,-
Penghasilan neto yang disetahunkan Rp. 480.000.000,-PPh yang terutang sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 25
PPh terutang 28% x Rp. 480.000.000,- = Rp. 13.440.000,-
Angsuran PPh Pasal 25 bulan Mei 2009 1/12 x Rp. 13.440.000,-=Rp. 1.120.000,-
Contoh: WP Orang Pribadi Menyelenggarakan Pembukuan
Tuan Ahmad terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP Jakarta Timur pada tanggal 1
April 2009. Peredaran bruto usaha dalam satu bulan sebesar Rp. 50.000.000,- danpenghasilan netonya adalah Rp. 15.000.000,- per bulan (setelah dikurangi biaya
yang diperkenankan). Tuan Ahmad belum menikah dan belum memiliki tanggungan.
Penghitungan PPh Pasal 25 bulan April 2009:
Penghasilan neto bulan April 2009 Rp. 15.000.000,-
Penghasilan neto yang disetahunkan Rp. 180.000.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp. 15.840.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp. 164.160.000,-
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 21/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 126
PPh yang terutang sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 25
5% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
15% x Rp. 114.160.000,- = Rp. 17.124.000,-
Jumlah PPh terutang = Rp. 19.624.000,-
Angsuran PPh Pasal 25 bulan April 2009 : 1/12 x 19.624.000,- = Rp. 1.635.333,-
Contoh WP Orang Pribadi Yang Tidak Menyelenggarakan Pembukuan
Tuan Samudra terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP Mojokerto pada tanggal 1
April 2009. Disamping itu Tuan Samudra juga telah memberitahukan kepada pihak
KPP bahwa atas usahanya tersebut memilih menggunakan norma penghitungan dan
berdasarkan jenis usaha norma penghitungannya sebesar 20%. Tuan Sanudra
belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan.
Penghitungan PPh Pasal 25 bulan April 2009 adalah:
Penghasilan neto bulan April = 20% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 10.000.000,-
Penghasilan neto yang disetahunkan Rp. 120.000.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp. 15.840.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp. 104.160.000,-
PPh yang terutang :
5% x Rp. 50.000.000,- Rp. 2.500.000,-
15% x Rp. 54.160.000,- Rp. 8.124.000,-
Jumlah PPh terutang Rp. 10.624.000,-
PPH Pasal 25 bulan April 2009 adalah 1/12 x Rp. 10.624.000,- Rp. 885.333,-
WAJIB PAJAK BANK
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha
dengan hak opsi (financial lease) adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan
triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua
belas).
Dalam hal Wajib Pajak adalah Wajib Pajak baru, maka besarnya angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah Pajak Penghasilan yang
dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba-rugi fiskal triwulan
pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 22/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 127
Contoh:
Bank ABC berdiri sejak tanggal 2 Januari 2009 dan telah terdaftar pada Kantor
Pelayanan Pajak Medan Kota sejak tanggal 2 Januari 2009. Berdasarkan laporan
keuangan triwuln I menunjukkan penghasilan kena pajak sebesar Rp. 60.000.000,-.
Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 bulan Januari, Pebruari, dan Maret 2009
masing-masing adalah sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak triwulan I Rp. 60.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan Rp. 240.000.000,-
PPh yang terutang sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 25
28% x Rp. 240.000.000,- = Rp. 67.200.000,-
Angsuran PPh Pasal 25 bulan Januari, Pebruari, Maret 2009 masing-masing
sebesar Rp. 67.200.000,- : 12 = Rp. 5.600.000,-.
WAJIB PAJAK BUMN/BUMD
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha
Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk
apapun adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan
tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan
(RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar
negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan, maka
besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan
pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan
terakhir tahun pajak sebelumnya.
FISKAL LUAR NEGERI
Setiap Orang Pribadi yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 (dua puluh
satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar Fiskal Luar Negeri dan
ketentuan ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, selain mereka
yang dikecualikan. Mereka diwajibkan membayar Pajak Penghasilan Pasal 25
(Fiskal Luar Negeri) sebesar :
a. Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap orang setiap kali
bertolak ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara;
b. Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk setiap orang setiap kali bertolak ke
luar negeri dengan menggunakan kapal laut.
Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dilakukan dengan menggunakan TandaBukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN) di Unit Pelaksana Fiskal Luar
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 23/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 128
Negeri (UPFLN) di bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri
maupun tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pembayaran Fiskal Luar Negeri dibebaskan terhadap Orang Pribadi yang telah
mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan memperoleh NPWP. Pembayaran Fiskal
Luar Negeri merupakan pembayaran angsuran PPh yang dapat dikreditkan terhadapPPh yang terutang pada akhir tahun oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang
bersangkutan setelah memiliki NPWP. Pengecualian dari kewajiban membayar
Fiskal Luar Negeri bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertolak ke luar negeri
dilakukan secara otomatis untuk Wajib Pajak Orang pribadi tertentu dengan cara
menerbitkan Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri (SKBFLN)
Bebas Fiskal Luar Negeri
1. Bebas Otomatis
Subjek Pajak yang dibebaskan secara otomatis adalah:
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berusia kurang dari 21 (dua puluh satu)tahun.
b. Orang asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12
bulan.
c. Pejabat Perwakilan Diplomatik.
d. Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional, WNI yang memiliki
dokumen resmi penduduk negara lain (termasuk pelajar/mahasiswa yang
belajar di luar negeri dengan menunjukkan kartu identitas, misalnya green
card, identity card, student card , pengesahan alamat di luar negeri pada
paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Surat
Keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kator
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, tertulis resmi di paspor oleh
Kantor Imigrasi Negara setempat.
e. Jemaah Haji.
f. Pelintas batas jalan darat.
g. Tenaga Kerja Indonesia dengan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri
(KTKLN).
2. Bebas dengan SKBFLN
Subjek Pajak yang bebas dengan Surat Keterangan Fiskal Luar Negeri
adalah:
a. Mahasiswa asing dengan rekomendasi Perguruan Tinggi.
b. Orang asing yang melakukan penelitian.
c. Tenaga kerja asing di Pulau Batam, Bintan, dan Karimun.
d. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas
biaya organisasi sosial termasuk pendamping.
e. Anggota misi kesenian, kebudayaan, olah raga, dan keagamaan.
f. Program pertukaran mahasiswa atau pelajar.
g. Tenaga kerja Indonesia selain dengan KTKLN.
Dengan berlakunya Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 yang
berlaku mulai 1 Januari 2009, maka bagi Wajib Pajak yang telah memilki Nomor
Pokok Wajib Pajak yang bertolak ke luar negeri dibebaskan dari pembayaran fiskal
luar negeri.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 24/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 129
Bab 12
PPh Pasal 29 dan Rekonsiliasi Fiskal
PENGERTIAN
Dalam Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap yang terutang pada akhir tahun atas seluruh penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam tahun pajak, kecuali atas penghasilan yang telah
dipotong pajak bersifat final, dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang
bersangkutan baik yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk
Usaha Tetap tersebut atau yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain. Kekurangan
pembayaran pajak terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan disampaikan.
PAJAK TERUTANG LEBIH BESAR DIBANDING KREDIT PAJ AK
Jika Pajak Penghasilan yang terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar daripada
jumlah kredit pajak, maka kekurangan pajak yang terutang tersebut harus dilunasi
sebelum SPT Tahunan disampaikan. Pasal 3 ayat 3 huruf a dan b Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 menyebutkan bahwa untuk SPT Tahunan Orang Pribadi
disampaikan paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, dan SPT Tahunan
Badan disampaikan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Contoh: PT. Makmur Sentosa Jakarta
Pajak Penghasilan yang terutang tahun 2009 Rp. 80.000.000,-
Kredit Pajak:
PPh Pasal 21 Rp. 5.000.000,-
PPh Pasal 22 Rp. 10.000.000,-
PPh Pasal 23 Rp. 5.000.000,-
PPh Pasal 24 Rp. 15.000.000,-
PPh yang dibayar sendiri Rp. 10.000.000,-
Rp. 45.000.000,-
Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar (Pasal 29) Rp. 35.000.000,-
Apabila tahun buku Wajib Pajak sama dengan tahun takwim, maka kekurangan
sebesar Rp. 35.000.000,- harus dilunasi paling lambat tanggal 30 April 2010.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 25/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 130
PAJAK TERUTANG LEBIH KECIL DIBANDING KREDIT PAJAK
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak lebih kecil dibanding dengan
jumlah kredit pajak, maka terjadi kelebihan pembayaran pajak dan setelah dilakukan
pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak tersebut dikembalikan setelah
diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya.
Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang Nomer 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat lain yang
ditunjuk diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum dilakukan
pengembalian atau penghitungan kelebihan pajak.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan sebelum dilakukan pengembalian atau
penghitungan kelebihan pajak adalah:
Kebenaran materiil tentang besarnya Pajak Penghasilan yang terutang;
Keabsahan bukti-bukti pungutan dan bukti-bukti potongan pajak serta buktipembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri selama tahun pajak yang
bersangkutan.
Contoh:
Pajak Penghasilan yang terutang tahun 2009 Rp. 50.000.000,-
Kredit Pajak:
PPh Pasal 21 Rp. 9.000.000,-
PPh Pasal 22 Rp. 10.000.000,-
PPh Pasal 23 Rp. 10.000.000,- PPh Pasal 24 Rp. 15.000.000,-
PPh Pasal 25 Rp. 15.000.000,-Rp. 59.000.000,-
Pajak Penghasilan yang lebih bayar Rp. 9.000.000,-
Kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp. 9.000.000,- harus diperiksa terlebihdahulu untuk memastikan bahwa permohonan atas kelebihan pembayaran pajaktersebut sudah sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Apabilasudah dinyatakan sesuai, maka diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pajak
lainnya yang sejenis, kemudian baru dikembalikan kepada Wajib Pajak pemohon.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 26/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 131
REKONSILIASI FISKAL
Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia,
sedangkan laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun
berdasarkan Undang-Undang Perpajakan beserta peraturan pelengkapnya. Dengandemikian laporan keuangan yang telah disusun berdasarkan SAK perlu dilakukan
rekonsiliasi fiskal guna menentukan besarnya pajak yang terutang.
Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
1. Perbedaan prinsip akuntansi.
2. Perbedaan metode dan prosedur akuntansi.
3. Perbedaan pengakuan dan perlakukan penghasilan dan biaya.
Perbedaan Prinsip Akuntansi
Beberapa Standar Akuntansi Keuangan yang telah diakui secara umum dalam dunia
bisnis dan profesi tetapi tidak diakui dalam fiskal, meliputi:
a. Prinsip konservatisme.
Penyisihan piutang atau cadangan piutang ragu-ragu atau piutang tak
tertagih diakui sebagai beban dalam akuntansi komersial, akan tetapi tidak
diakui dalam penghitungan laba-rugi fiskal.
b. Prinsip harga perolehan.
Akuntansi komersial dalam menentukan harga pokok untuk barang yang
diproduksi dapat memasukkan unsur biaya yang berupa kenikmatan natura
yang diberikan kepada tenaga kerja, dalam fiskal pengeluaran dalam bentuk
natura tidak diakui sebagai pengurangan/biaya.
Perbedaan Metode dan Prosedur Akuntansi
a. Metode penilaian persediaan.
Dalam akuntansi komersial dapat memilih beberapa metode penentuan
harga perolehan persediaan (FIFO, LIFO, Average) sedangkan fiskal hanya
membolehkan memilih dua metode, yaitu Average dan FIFO.
b. Metode penyusutan dan amortisasi.
Metode penyusutan dalam akuntansi komersial cukup banyak diantaranya,
metode garis lurus (straight line method ), metode jumlah angka tahun (sum of
the years digits method ), metode saldo menurun (declining balanced method ),
metode saldo menurun ganda (double declaining balanced method ), metode
jam mesin, metode jumlah unit produksi, dan lain-lain. Dalam fiskal, metode
penyusutan yang diperbolehkan metode garis lurus, metode saldo menurun,
dan metode jasa produksi.
c. Metode penyisihan piutang tak tertagih.
Akuntansi komersial diperkenankan membentuk penyisihan piutang ragu-
ragu dan dibebankan sebagai biaya, sedangkan fiskal tidak diperkenankan
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 27/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 132
mengurangi penghasilan. Piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih
setelah dilakukan penagihan aktif baru dapat diakui sebagai beban dalam
penghitungan laba-rugi fiskal. Khusus pembentukan cadangan piutang tak
tertagih untuk industri bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, dan asuransi
dapat diakui sebagai beban dalam penghitungan laba-rugi fiskal.
Perbedaan Pengakuan dan Perlakuan Penghasilan dan Biaya
a. Penghasilan yang telah dikenakan pajak yang bersifat final, seperti: bunga
deposito, bunga tabungan, penjualan saham di bursa efek, persewaan tanah
dan bangunan dan lain sebagainya, dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan
tersebut dikeluarkan dari total Penghasilan Kena Pajak.
b. Pengeluaran yang diakui dalam akuntansi komersial sebagai biaya tetapi
dalam akuntansi fiskal tidak diakui. Misalnya: sumbangan, cadangan piutang
ragu-ragu (kecuali bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, asuransi),sanksi perpajakan, pajak penghasilan.
PERBEDAAN WAKTU DAN PERMANEN
Perbedaan laba menurut fiskal dan komersial menghasilkan perbedaan angka yang
bersifat permanen atau sementara.
Perbedaan permanen terjadi karena akuntansi fiskal menghitung laba yang berbeda
dengan akuntansi komersial tanpa adanya koreksi di kemudian hari. Contoh:
Penghasilan yang sudah dikenakan pajak final (bunga deposito, bunga
tabungan, sewa tanah dan bangunan, dan lainnya).
Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak (pembayaran yang
dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada orang pribadi).
Beban yang tidak boleh dikurangkan dalam akuntansi fiscal tetapi dalam
akuntansi komersial diperkenankan (sumbangan, pajak penghasilan,
sanksi perpajakan, dan biaya lain yang tidak diperkenankan undang-
undang perpajakan).
Perbedaan waktu, yang bersifat sementara terjadi karena adanya ketidaksamaansaat pengakuan penghasilandan beban oleh akuntansi komersial dengan akuntansi
fiskal. Contoh: perbedaan waktu disebabkan oleh perbedaan metode penyusutan
aktiva tetap, metode penilaian persediaan, dan lain-lain.
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 28/29
Rangkuman Perpajakan – Drs. Ec. Sugeng, MM., M.Ak 133
PT. TETAP MEKAR
REKONSILIASI FISKAL
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR PER 31 DESEMBER 2009
Menurut Koreksi Fiskal Menurut
Komersial BedaSementara BedaPermanen Fiskal
Pendapatan 1,500,000,000 1,500,000,000
Harga Pokok Penjualan 700,000,000 700,000,000
Laba Kotor 800,000,000 800,000,000
Biaya Umum dan Admin:
Biaya gaji 100,000,000 100,000,000
Biaya telepon 35,000,000 35,000,000
Biaya listrik 15,000,000 15,000,000
Biaya BBM 6,000,000 6,000,000
Biaya administrasi bank 1,550,000 1,550,000Biaya kirim surat 1,000,000 1,000,000
Biaya penyusutan 55,000,000 (10,000,000) 45,000,000
Biaya kantor 39,000,000 39,000,000
Biaya sumbangan 10,500,000 (10,500,000) -
Biaya cadangan piutang 34,000,000 (34,000,000) -
Biaya iklan 42,500,000 42,500,000
T. Biaya umum dan Admin 339,550,000 285,050,000
Laba Usaha 460,450,000 514,950,000
Pendapatan(beban) diluarusaha
Bunga bank 1,100,000 (1,100,000) -Pajak bunga bank 250,000 (250,000) -
Pendapatan diluar usaha 850,000 -
Laba Sebelum PPh 461,300,000 514,950,000
8/10/2019 3-PPh 22
http://slidepdf.com/reader/full/3-pph-22 29/29