3. METODE PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro,...
Transcript of 3. METODE PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro,...
19
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Februari 2011 hingga Januari 2012.
Temilok diperoleh dari hutan mangrove Dusun Tanjung Batu, Kabupaten Bangka,
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Uji proksimat dilakukan di laboratorium
Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro, Bogor. Proses ekstraksi
glikogen dilakukan di laboratorium Biokimia I, Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Karakterisasi glikogen terekstrak
dilakukan di laboratorium Proling Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
IPB. Proses ekstraksi, presipitasi, dan kuantitasi DNA dilakukan di laboratorium
DNA, Pusat Kedokteran dan Kesehatan Markas Besar Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Jakarta Timur.
3.2 Alat dan Bahan
Alat- alat yang digunakan dalam peneltian ini meliputi alat-alat dalam uji
proksimat, alat-alat untuk ekstraksi glikogen metode alkali panas dan karakterisasi
glikogen metode fenol-sulfat yang meliputi gelas kimia, gelas ukur, pipet
volumetrik, labu ukur, tabung erlenmeyer, timbangan digital Sartorius TE 502S,
thermometer, magnetic stirrer Yamato Mag Mixer MD-41, desikator vakum gel
silika, spektrofotometer Shimadzu UV-1800 ENG 240V, serta alat-alat untuk
ekstraksi, presipitasi dan kuantitasi DNA seperti laminary flow cabinet, biological
safety cabinet 1.2 Top Safe, freezer U725 Innova-New Brunswick Scientific,
tabung microlit, sentrifugasi 200-R, vortex Model VM-100 Digisystem, shaker
waterbath Memmert, Real-Time Polymerase Chain Reaction (PCR) Applied
Biosystems 7500.
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini meliputi temilok yang
diambil pada bulan Maret 2011, dan bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk
uji proksimat, akuades (dH2O), akuabides (ddH2O), KOH padat, etanol 96%,
asam asetat glasial, resin kationik Amberlite IR-120 dengan gugus aktif Na+, fenol
5%, asam sulfat pekat 95-97%, glukosa standar, serbuk tulang paha manusia
(serbuk femur), proteinase-K 20 mg/ml, sodium asetat 3 M, phenol chloroform
isoamyl alcohol (PCIA) pH 6,6, DL dithiothreitol (DTT), bufer TENS (yang
20
terdiri dari campuran Tris-HCl 2 M pH 8, EDTA 0,5 M, NaCl, Sodium Dodecyl
Sulphates[SDS], ddH2O), bufer TE pH 8, etanol absolut, Quantifiler Human
DNA Standard, Human Primer Mix, PCR Reaction Mix.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan yaitu tahap penelitian
pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi karakterisasi
bahan baku dengan metode analisis proksimat, optimasi ekstraksi dan
karakterisasi glikogen hasil ekstraksi. Penelitian utama meliputi proses ekstraksi,
presipitasi dan kuantitasi DNA femur hasil presipitasi dengan penambahan larutan
ekstrak glikogen temilok. Tahapan penelitian tersebut secara ringkas disajikan
pada Gambar 5.
Gambar 5 Skema tahapan penelitian.
Tahapan penelitian
1. Karakterisasi bahan baku
3. Ekstraksi DNA femur
1. Konsentrasi KOH, konsentrasi resin
kationik, dan lama pengadukan
2. Kadar glukosa di dalam glikogen
terekstrak (%)
3. Rendemen glikogen terekstrak (%)
4. Residu nitrogen di dalam glikogen
terekstrak (ppm)
5. Residu asam nukleat di dalam
glikogen terekstrak (mg/mL)
Hasil proksimat meliputi kadar air,
protein, lemak, abu, dan karbohidrat
temilok (%)
Keluaran
2. Optimasi ekstraksi dan
karakterisasi glikogen terekstrak
Konsentrasi DNA yang terpresipitasi
(ng/µL) dengan penambahan larutan
glikogen terekstrak dan tanpa
penambahan larutan glikogen
4. Presipitasi DNA dengan/tanpa
penambahan glikogen
5. Kuantitasi DNA
Larutan DNA
Pellet DNA femur
21
3.3.1 Karakteristik proksimat temilok (Metode SNI.01-2891-1992)
Kadar proksimat yang diuji meliputi air, abu, protein, lemak, dan
karbohidrat (by difference). Glikogen adalah salah satu jenis karbohidrat, yaitu
polisakarida yang terdiri dari unit terkecil (monosakarida) yaitu glukosa, oleh
karena itu kadar karbohidrat yang dihitung dari hasil uji proksimat suatu bahan
dapat dijadikan sebagai petunjuk awal kandungan glikogen di dalam bahan
tersebut.
3.3.2 Optimasi ekstraksi glikogen temilok (modifikasi Metode Nicoletti dan
Baiocchi 1994)
Ekstraksi glikogen temilok dilakukan dengan melakukan modifikasi
proses ekstraksi glikogen metode Nicoletti dan Baiocchi. Optimasi proses yang
dilakukan meliputi penentuan konsentrasi KOH (%), persentase resin kationik (%)
yang digunakan, dan lama pengadukan (jam). Optimasi tersebut bertujuan untuk
mendapatkan glikogen terekstrak dengan residu nitrogen dan asam nukleat yang
terendah. Modifikasi proses yang dilakukan adalah konsentrasi etanol untuk
mempresipitasi glikogen, suhu dan lama pengeringan presipitat glikogen kasar,
serta volume pelarut (akuades) yang ditambahkan setelah pengeringan awal.
Prosedur ekstraksi glikogen yang telah dimodifikasi dari metode Nicoletti
dan Baiocchi yaitu 100 g temilok tanpa cangkang dan pallet direbus hingga suhu
100 oC dengan larutan KOH. Konsentrasi KOH optimal ditentukan dengan
perlakuan konsentrasi KOH 20%, 30%, dan 40%, setelah suhu 100 oC tercapai
perebusan dihentikan dan larutan dibiarkan hingga suhu 32 oC kemudian ke dalam
larutan tersebut ditambahkan 150 mL etanol 96%. Presipitat yang terbentuk
kemudian disaring dengan kertas saring lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu
50 oC selama 21 jam. Presipitat hasil pengeringan kemudian dilarutkan dengan
penambahan 150 mL akuades lalu pH larutan tersebut dinetralkan dengan
penambahan beberapa mL asam asetat glasial. Larutan disaring dengan kertas
saring lalu ditambah dengan 6% resin kationik (persen bobot resin kationik
terhadap 100 g bahan baku), diaduk dengan magnetic stirrer selama 24 jam pada
suhu ruang. Larutan hasil penyaringan ditambah dengan etanol 96% dengan
perbandingan volume 1:1 hingga terbentuk presipitat. Presipitat diambil dengan
penyaringan menggunakan kertas saring. Presipitat yang diperoleh kemudian
22
dikeringkan di dalam desikator vakum gel silika hingga diperoleh bobot tetap.
Presipitat yang diperoleh kemudian ditimbang. Perbandingan antara bobot
presipitat setelah pengeringan dan bobot awal bahan baku dihitung sebagai
rendemen ekstrak glikogen temilok. Interaksi persentase resin kationik dan lama
pengadukan yang optimal ditentukan setelah konsentrasi KOH optimal diperoleh,
yaitu dengan percobaan konsentrasi resin kationik 9% dan 12% dengan lama
pengadukan 8, 16, dan 24 jam. Resin kationik dipisahkan dari larutan dengan
penyaringan menggunakan kertas saring. Prosedur optimasi ekstrasi glikogen
temilok secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 6.
3.3.3 Karakterisasi ekstrak glikogen (Bennett et al. 2007)
Karakterisasi ekstrak glikogen dilakukan untuk memastikan produk hasil
ekstraksi adalah glikogen. Karakterisasi suatu bahan dapat dilakukan secara
fisika, atau kimia, baik kualitatif maupun kuantitatif.
Bennet et al. (2007) melaporkan bahwa sampel glikogen dikarakterisasi
secara kimia dengan pereaksi fenol-sulfat (fesul), lalu diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm untuk mengetahui
konsentrasi glukosa di dalam glikogen. Penghitungan konsentrasi glukosa di
dalam glikogen dilakukan dengan terlebih dahulu membuat persamaan kurva
standar dengan cara mereaksikan glukosa standar pada beberapa tingkat
konsentrasi yang ditentukan dengan pereaksi fesul, lalu diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm. Persamaan regresi
dari hubungan antara konsentrasi glukosa standar dan nilai absorbansinya setelah
direaksikan dengan pereaksi fesul dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi
glukosa di dalam glikogen. Asam sulfat dapat menghidrolisis glikogen secara
sempurna meskipun sumber bahan baku tidak sama, sehingga glikogen yang
terhidrolisis juga sangat stabil hingga jam ke-24. Metode ini memiliki limit of
detection (LOD) hingga konsentrasi glikogen sebesar 4,29 ppm, dan limit of
quantification (LOQ) hingga konsentrasi glikogen sebesar 7,16 ppm.
23
Gambar 6 Prosedur optimasi ekstraksi glikogen temilok.
Penambahan 150 ml etanol 96% pada suhu ruang
Pengadukan dengan penambahan resin
kationik Amberlite IR-120 pada suhu ruang
Penambahan 150 mL akuades
Perebusan dengan larutan KOH dengan rasio
1:1 (b/v) hingga mencapai suhu 100 oC
KOH 30% selama 1 jam biarkan pada suhu
kamar hingga dingin
Penambahan etanol 96% 1:1 (v/v) pada suhu ruang
Pengeringan residu dengan desikator vakum
Penyaringan
Penyaringan
Penyaringan
Penetralan pH larutan dengan asam asetat glasial
Pengeringan residu dalam oven pada suhu
50 oC selama 21 jam
Penyaringan
Glikogen
100 g Temilok
Penurunan suhu larutan hingga suhu 32 oC
KOH 20%,
30%, dan 40%,
Resin kationik 9%
dan 12% dengan
lama pengadukan
8, 16, dan 24 jam
24
3.3.4 Aplikasi glikogen sebagai ko-presipitan DNA (Lennard et al. 2007)
Proses ekstraksi DNA femur dilakukan dengan menyiapkan bufer
ekstraksi (campuran 50 µL Proteinase K 20 mg/mL, 1 mL bufer TENS, dan 6 mg
DTT solid) lalu dikocok perlahan dengan inversi selama 5 detik. Sampel serbuk
femur sebanyak 0,2 g ditimbang di dalam safe lock tube steril berukuran 2 mL,
kemudian 1.000 µL larutan buffer ekstraksi ditambahkan ke dalam tiap tube yang
berisi sampel serbuk femur, dan satu tube tanpa serbuk femur (sebagai blanko
ekstraksi). Campuran yang dihasilkan kemudian divortex selama 10 detik dan
sampel diinkubasi pada suhu 56 oC selama 20 jam dalam shaking water bath.
Sampel disentrifugasi pada 3.000 rpm selama 5 menit hingga serbuk femur
mengendap, lalu supernatan dipindahkan ke dalam safe lock tube steril berukuran
2 mL yang baru. Larutan PCIA sebanyak 800 µL ditambahkan ke dalam
supernatan lalu dikocok dengan inversi selama 10 menit, dan disentrifugasi pada
5000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan (bagian bening paling
atas) diambil dari dalam tube dengan pipet volumetrik 200 µL. Langkah dari
penambahan larutan PCIA hingga pengambilan supernatan hasil sentrifugasi
diulang sebanyak 2 kali.
Presipitasi DNA femur hasil ekstraksi dilakukan dengan menambahkan
40 µL sodium asetat 3 M (pH 5,2) dan 20 µL larutan glikogen (20 µg glikogen
dalam ddH2O hingga 1 µL) ke dalam 800 µL larutan DNA femur. Analisis
dilakukan 3 kali ulangan untuk sampel glikogen dan larutan blanko (tanpa
glikogen). Larutan glikogen disinari dengan ultraviolet selama 30 menit sebelum
dicampur dengan larutan sodium asetat dan larutan DNA. Hal ini dilakukan untuk
menghancurkan kontaminan berupa asam nukleat. Larutan campuran di atas lalu
ditambah dengan 1100 µL etanol absolut dingin, dikocok dengan inversi selama
5 menit. Larutan diinkubasi di dalam freezer pada suhu -80 oC selama 40 menit,
kemudian disentrifugasi pada 13.000 rpm selama 30 menit pada suhu 4 oC.
Supernatan yang terbentuk dipisahkan sedangkan bagian pelet diambil lalu
dikeringkan di dalam laminar flow cabinet pada suhu ruangan selama 20 menit.
Bufer TE sebanyak 50 µL ditambahkan sambil diaduk dengan pipet, kemudian
sampel divortex selama 3 detik. Sampel hasil ekstraksi disimpan pada suhu 4 oC
sebagai stok untuk tahap kuantitasi dengan RT-PCR.
25
3.4 Metode Analisis
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi proksimat bahan
baku, rendemen glikogen terekstrak, residu nitrogen di dalam glikogen terekstrak,
residu asam nukleat di dalam glikogen terekstrak, dan kapasitas glikogen
terekstrak sebagai ko-presipitan DNA dengan menghitung kuantitas DNA yang
terpresipitasi menggunakan RT-PCR. Pengujian proksimat dilakukan secara
duplo, sedangkan pengujian rendemen, residu nitrogen, residu asam nukleat dan
kuantitas DNA hasil presipitasi dilakukan dengan 3 kali ulangan.
3.4.1 Analisis proksimat (Metode SNI.01-2891-1992)
a) Kadar air
Sampel sebanyak 1–2 g ditimbang dengan seksama pada sebuah botol
timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Botol yang dilengkapi dengan
pengaduk dan pasir kuarsa/ kertas saring berlipat ditimbang untuk sampel berupa
cairan. Sampel dikeringkan pada oven suhu 105 oC selama 3 jam, didinginkan
dalam eksikator lalu ditimbang. Pekerjaan ini diulangi hingga diperoleh bobot
tetap.
Perhitungan :
Kadar air = x 100%
Keterangan :
W adalah bobot sampel sebelum dikeringkan, dalam gram.
W1 adalah kehilangan bobot setelah dikeringkan, dalam gram.
b) Kadar abu
Sampel sebanyak 2-3 g ditimbang dengan seksama dalam sebuah cawan
porselen (atau platina) yang telah diketahui bobotnya, untuk sampel cairan
diuapkan di atas penangas air sampai kering lalu diarangkan di atas nyala
pembakar. Pengabuan dilakukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 oC
sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur dibuka sedikit, agar oksigen
bisa masuk), selanjutnya didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang sampai
bobot tetap.
Perhitungan :
Kadar abu = x 100%
26
Keterangan :
W adalah bobot sampel sebelum diabukan, dalam gram.
W1 adalah bobot sampel + cawan sesudah diabukan, dalam gram.
W2 adalah bobot cawan kosong, dalam gram.
c) Kadar protein
Sampel sebanyak 0,51 g ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam
labu kjeldahl 100 mL, lalu ditambah dengan 2 g campuran selen (campuran 2,5 g
serbuk SeO2, 100 g K2SO4 dan 30 g CuSO4.5H2O) dan 25 mL H2SO4 pekat.
Larutan dipanaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih
dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam). Larutan tersebut
dibiarkan dingin, kemudian diencerkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur
100 mL, lalu ditepatkan sampai tanda garis. Larutan tersebut dipipet sebanyak
5 mL kemudian dimasukkan ke dalam alat penyuling tambahkan 5 mL NaOH
30% dan beberapa tetes indikator PP untuk kemudian disulingkan selama lebih
kurang 10 menit. Sebanyak 10 mL larutan asam borat 2% yang telah dicampur
indikator digunakan sebagai penampung. Ujung pendingin dibilas dengan air
suling. Penitaran dilakukan dengan larutan HCl 0,01 N, lalu penetapan blanko
dikerjakan.
Perhitungan :
Kadar protein =
Keterangan :
W adalah bobot sampel.
V1 adalah volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran sampel.
V2 adalah volume HCl yang dipergunakan penitaran blanko.
N adalah normalitas HCl.
fk adalah protein dari makanan secara umum 6,25.
fp adalah faktor pengenceran.
d) Kadar lemak
Sampel sebanyak 1–2 g ditimbang dengan seksama dalam gelas piala.
Tiga puluh mL HCl 25% dan 20 mL air serta beberapa butir batu didih lalu
ditambahkan. Gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dididihkan selama
15 menit, lalu disaring dalam keadaan panas dan dicuci dengan air panas sehingga
27
tidak bereaksi dengan asam lagi. Kertas saring berikut isinya dikeringkan pada
suhu 100–105 oC lalu dimasukkan ke dalam kertas saring pembungkus (paper
thimble) dan diekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya 2-3 jam pada
suhu lebih kurang 80 oC. Larutan heksana atau pelarut lemak lainnya disulingkan
dan ekstrak lemak dikeringkan pada suhu 100–105 oC lalu didinginkan dan
ditimbang. Pengeringan ini diulangi hingga tercapai bobot tetap.
Perhitungan :
Kadar lemak = x 100%
Keterangan :
W adalah bobot sampel, dalam gram.
W1 adalah bobot labu lemak sesudah ekstraksi, dalam gram.
W2 adalah bobot labu lemak sebelum ekstraksi, dalam gram.
e) Kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat dihitung by difference berdasarkan hasil pengurangan
100% dengan total persentase kadar air, abu, protein, dan lemak.
3.4.2 Analisis rendemen glikogen terekstrak (AOAC 1995)
Sampel glikogen terekstrak yang telah dikeringkan di dalam desikator
vakum gel silika ditimbang hingga dicapai bobot tetap. Bobot sampel tersebut
dibandingkan dengan bobot bahan baku awal, keduanya dengan satuan gram.
Perhitungan :
Rendemen = x 100%
3.4.3 Analisis residu nitrogen (Winarno 2002)
Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 mL, lalu
tambahkan 10 mL H2SO4 pekat. Sampel kemudian didestruksi selama 60 menit
sampai cairan berwarna hijau jernih lalu dibiarkan hingga dingin. Larutan
tersebut kemudian ditambah dengan 35 mL air suling dan 10 mL NaOH pekat
sampai warna coklat kehitaman, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam
erlenmeyer 125 mL yang berisi H3BO3 dan indikator, lalu dititrasi dengan HCl
0,1013 N (A). Larutan blanko dianalisis seperti sampel (B). Kadar nitrogen
dihitung berdasarkan rumus :
28
% N = x 100%
3.4.4 Analisis kadar glukosa di dalam glikogen (Bennett et al. 2007)
Sampel ekstrak glikogen ditimbang sebanyak 8 mg lalu dilarutkan ke
dalam akuades hingga volume larutan menjadi 10 ml. Konsentrasi larutan
glikogen yang terbentuk adalah 800 ppm. Sebanyak 0,5 ml dari larutan tersebut
ditambahkan 1 ml larutan fenol dengan konsentrasi 5% lalu divortex selama
10 detik, kemudian ditambah dengan 5 ml larutan H2SO4 pekat dan divortex lagi
selama 15 detik. Larutan tersebut diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang.
Absorbansi larutan diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang
490 nm.
Kurva standar untuk menghitung kadar glukosa di dalam glikogen
terekstrak dibuat dengan melarutkan glukosa menjadi 5 konsentrasi berbeda yaitu
50, 100, 150, 200, dan 250 ppm. Sebanyak 0,5 ml dari setiap konsentrasi tersebut
ditambah 1 ml larutan fenol dengan konsentrasi 5% lalu divortex selama 10 detik,
kemudian ditambah dengan 5 ml larutan H2SO4 pekat dan divortex lagi selama
15 detik. Larutan tersebut diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang.
Absorbansi larutan diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang
490 nm. Hubungan antara konsentrasi (x) dan absorbansi (y) disajikan dalam
bentuk persamaan regresi linear.
3.4.5 Analisis residu asam nukleat (Adams et al. 1986)
Ekstrak glikogen yang telah dikeringkan di dalam desikator vakum gel
silika kemudian ditimbang untuk mengukur rendemennya. Ekstrak glikogen
tersebut lalu dilarutkan di dalam ddH2O (akuabides) menjadi larutan 2% untuk
mengukur kadar asam nukleatnya (mg/mL) dengan spektrofotometer.
Pengukuran kadar asam nukleat ekstrak glikogen dilakukan dengan
melarutkan 0,4 g ekstrak glikogen di dalam akuabides hingga 20 mL. Larutan
disimpan di dalam botol kaca pada suhu 4 oC selama 24 jam hingga melarut
sempurna. Larutan dibiarkan pada suhu ruang hingga tidak ada lagi embun pada
dinding botol. Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 260 nm, 280 nm, dan 320 nm.
29
Kadar asam nukleat di dalam larutan glikogen 2% (mg/mL) ditentukan
dengan persamaan:
[Asam nukleat] = [(0,064x[A260 -ABlanko]-[A320-ABlanko]-(0,031x[A280-ABlanko]-[A320-ABlanko])]
3.4.6 Analisis DNA terpresipitasi (Lennard et al. 2007)
Kapasitas glikogen temilok hasil ekstraksi sebagai ko-presipitan diukur
berdasarkan konsentrasi DNA femur hasil presipitasi menggunakan RT-PCR
dengan satuan ng/µL. Kuantitas DNA hasil presipitasi tanpa penambahan larutan
ekstrak glikogen (blanko) dibandingkan dengan kuantitas DNA yang diperoleh
dari penambahan larutan ekstrak glikogen.
Konsentrasi stok glikogen standar yang secara komersial digunakan
sebagai ko-presipitan DNA adalah 2% di dalam akuabides bebas nuklease. Rasio
antara bobot glikogen dengan volume campuran dari larutan glikogen, larutan
DNA, dan sodium asetat umumnya berkisar antara 0,05 µg/µL hingga 1,00 µg/µL
(Fermentas 2011). Rasio tersebut di dalam percobaan ini adalah 0,465 µg/µL
sehingga larutan glikogen 2% yang ditambahkan (di dalam campuran sebelum
presipitasi etanol) sebanyak 20 µL untuk setiap 800 µL larutan DNA, dan 40 µL
sodium asetat (sebagai monovalen kationik). Campuran tersebut kemudian
ditambah dengan 1100 µL etanol absolut.
Kuantitasi DNA hasil presipitasi yang dilakukan dengan mencampur
241,5 µL larutan Human Primer Mix dan 287,5 µL PCR Reaction Mix menjadi
Quantifiler Master Mix , lalu dimasukkan ke dalam 23 well sebanyak 23 µL/ well
sesuai dengan posisi yang telah ditentukan (Lampiran 1a) menggunakan
micropipet volumetrik. Larutan standar DNA manusia dibuat dengan
8 konsentrasi berbeda (Lampiran 1b) untuk membuat kurva standar. Larutan
standar DNA manusia sebanyak 2 µL ditambahkan ke dalam 16 well yang
masing-masing berisi 23 µL Quantifiler Master Mix. Sampel larutan DNA
sebanyak 2 µL ditambahkan ke dalam 6 well yang berisi masing-masing 23 µL
Quantifiler Master Mix. Larutan blanko ekstraksi sebanyak 2 µL ditambahkan ke
dalam satu well extraction control (EC) yang berisi 23 µL Quantifiler Master Mix.
Dua well yang tersisa adalah Non Template Control (hanya berisi bufer TE). Well
ditutup dengan sealer transparan khusus, disentrifugasi selama 1 menit pada
30
3000 rpm, lalu dimasukkan ke dalam RT-PCR selama kurang lebih 1 jam, dengan
thermal profile sebagai berikut :
a) Tahap ke-1 (denaturation), suhu 95 oC selama 10 menit sebanyak satu siklus.
b) Tahap ke-2 (annealing), suhu 95 oC selama 15 detik dan suhu 60
oC selama 1
menit sebanyak 40 siklus.
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan di dalam penelitian ini terdiri dari :
1) Rancangan Acak Lengkap dengan faktor konsentrasi KOH pada taraf 20%,
30%, dan 40%. Resin kationik yang digunakan sebanyak 6% (3 kali ulangan)
per 100 gram daging temilok dengan pengadukan selama 24 jam. Data yang
diamati dari 3 satuan percobaan ini adalah rataan residu nitrogen ekstrak
glikogen. Percobaan ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi KOH pada
percobaan selanjutnya. Model observasi untuk perlakuan konsentrasi KOH
(Steel 1989) :
Yij = µ+ τi + εij i = 1, 2 dan j = 1,2,3
Keterangan :
Yij = residu nitrogen glikogen terekstrak pada konsentrasi KOH ke-i,
ulangan ke-j.
µ = rataan umum residu nitrogen glikogen terekstrak karena konsentrasi
KOH.
τi = pengaruh perlakuan konsentrasi KOH ke-i.
εij = pengaruh selain perlakuan yang acak dan menyebar normal.
Hipotesis uji meliputi :
H0 : µ1 = µ2, atau taraf konsentrasi KOH tidak mempengaruhi rendemen
glikogen atau residu nitrogen ekstrak glikogen temilok.
H1 : µ1 ≠ µ2, atau taraf konsentrasi KOH mempengaruhi rendemen glikogen
atau residu nitrogen ekstrak glikogen temilok.
2) Rancangan Acak Lengkap Faktorial, dimana faktor pertama yaitu persentase
resin kationik dengan dua taraf (9% dan 12%), dan faktor kedua adalah lama
pengadukan (8, 16, dan 24 jam). Data yang diamati dari 6 satuan percobaan
ini adalah rataan rendemen glikogen terekstrak dan residu asam nukleat.
Percobaan ini dilakukan untuk memperoleh ekstrak glikogen dengan
karakteristik mutu terbaik yang akan digunakan dalam pengujian kapasitas ko-
31
presipitan DNA femur. Model observasi untuk perlakuan persentase resin
kationik dan lama pengadukan (Montgomery 2001) :
Yijk = µ + τi + βj + (τβ)ij +εijk
Keterangan :
Yijk = rendemen glikogen atau residu asam nukleat glikogen karena
pengaruh lama pengadukan taraf ke-i, persentase resin kationik
Amberlite IR-120 taraf ke-j, satuan percobaan ke-k.
µ = rataan umum rendemen glikogen atau residu asam nukleat glikogen
hasil ekstraksi.
τi = rendemen glikogen atau residu asam nukleat glikogen karena
pengaruh lama pengadukan taraf ke-i
βj = rendemen glikogen atau residu asam nukleat glikogen karena
pengaruh persentase resin kationik Amberlite IR-120 taraf ke-j.
(τβ)ij = Rendemen glikogen atau residu asam nukleat glikogen karena
pengaruh interaksi lama pengadukan dan persentase resin kationik
Amberlite IR-120 taraf ke-ij.
εijk = pengaruh selain perlakuan yang acak dan menyebar normal.
Hipotesis uji meliputi :
H0: (αβ)11=( αβ)12=…=( αβ)ij= 0, atau interaksi perlakuan lama pengadukan dan
persentase resin kationik Amberlite IR-120 tidak mempengaruhi rendemen
glikogen atau residu asam nukleat glikogen.
H1: (αβ)ij≠0, atau sedikitnya ada satu pasang interaksi perlakuan lama
pengadukan dan persentase resin kationik Amberlite IR-120 yang
mempengaruhi rendemen glikogen atau residu asam nukleat glikogen.
Jika hasil analisis ragam menunjukkan nilai F hitung > F tabel atau H0 ditolak
maka analisis dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur dengan model uji (Steel
1989):
W = qα (p,dbg) Sy
Keterangan :
Sy = galat baku nilai tengah dari akar kuadrat dari KTG/r
dbg = derajat bebas galat
p = jumlah perlakuan
qα = nilai pada tabel Tukey pada taraf nyata α.
Dari uji lanjut di atas diperoleh perlakuan lama pengadukan dan persentase resin
kationik Amberlite IR-120 yang menghasilkan ekstrak glikogen temilok terbaik.
3) Rancangan Perbandingan Berganda (paired comparison design) dengan
membandingkan konsentrasi DNA femur yang terpresipitasi dengan
32
penambahan larutan ekstrak glikogen temilok yang terbaik sebanyak 2% dan
tanpa penambahan larutan ekstrak glikogen (blanko) masing-masing sebanyak
3 kali ulangan. Model observasi untuk menguji kapasitas ko-presipitan
glikogen terhadap DNA femur dilakukan uji perbandingan berganda
(Montgomery 2001) :
Yij = µi + βj + εij i = 1, 2 dan j = 1,2,3
Keterangan :
Yij = konsentrasi DNA femur pada larutan glikogen ke-i, ulangan ke-j.
µi = rataan umum konsentrasi DNA femur karena larutan glikogen ke-i.
βj = pengaruh ulangan ke-j.
εij = pengaruh selain perlakuan yang acak dan menyebar normal.
Hipotesis uji meliputi :
H0 : µ1 = µ2, atau penambahan glikogen tidak mempengaruhi presipitasi DNA
femur
H1 : µ1 ≠ µ2 , atau penambahan glikogen mempengaruhi presipitasi DNA femur.