3 hal yang perlu disadari

60
CATATAN-CATATAN KECIL DARI DAN BAGI ORANG AWAM BIASA HARAPAN & REALITA YANG PERLU DISADARI Alfa Qr 003 Catatan-catatan kecil ini sekadar untuk bahan perenungan. Siapa pun berhak tetap pada keyakinannya. Pendapat dan --atau-- pemahaman dalam catatan-catatan kecil ini tidak perlu diikuti jika tidak berkenan. Untuk menghindari kesalahpahaman atau kesalahan pemahaman, catatan-catatan kecil ini sebaiknya dibaca dengan tenang.

description

3 hal yang perlu disadari

Transcript of 3 hal yang perlu disadari

Page 1: 3 hal yang perlu disadari

CATATAN-CATATAN KECIL DARI DAN BAGI ORANG AWAM BIASA

HARAPAN & REALITA

YANG PERLU DISADAR I

A l f a Q r

003

Catatan-catatan kecil ini sekadar untuk bahan perenungan. Siapa pun berhak tetap pada keyakinannya.

Pendapat dan --atau-- pemahaman dalam catatan-catatan kecil ini tidak perlu diikuti jika tidak berkenan.

Untuk menghindari kesalahpahaman atau kesalahan pemahaman,

catatan-catatan kecil ini sebaiknya dibaca dengan tenang.

Page 2: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

2

Meyakini agama - 03

Ijtihad - 04 Menegakkan kebajikan - 08

Menghormati perbedaan - 10 Bisnis - 12 Bank - 14

Kesewenang-wenangan yang punya uang - 16 Hal yang perlu ditelaah - 19

Ketidakjujuran dalam menilai - 22 Yang perlu disadari - 24

Muslim dan lingkungan sosialnya - 26 Sistem pemerintahan - 28

Jabatan dan keyakinan agama - 30 Membatasi kewenangan - 31

Menolak demokrasi ala Barat - 32 Demokrasi modern - 34

Komunis, facis, dan paham radikal - 38 Pelaksanaan yang Islami - 41

Pelaksanaan hukum agama - 43 Evaluasi kasus - 46

Ketidakjujuran kapitalis Barat - 50 Jihad - 52

Hindari kekerasan - 54 Ekspansi pengaruh - 56

Batasan toleransi - 58 Menyatukan jamiah-jamiah - 60

Membaca itu mudah; tapi menyimak, memahami, dan mengambil manfaat dari yang dibaca itu lebih penting.

Jangan menipu dengan kamuflase agama. Jangan tukar pahala akhirat yang kekal dengan harta duniawi yang akan jadi rongsokan.

Allah Maha Pengampun. Setiap orang pernah salah. Yang penting, mulai sekarang, marilah melangkah di jalan yang benar.

Sebelum menilai orang lain, nilai dulu diri sendiri. Siapa kita ini?

Boleh diprint dan difotocopy - 40241

Page 3: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

3

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Semoga rahmat Allah senantiasa dilimpahkan kepada

Nabi Muhammad beserta keluarganya, dan umatnya yang setia sampai akhir zaman.

M EYAKINI AGAM A Dalam realita, ada orang yang mengalami peristiwa aneh kemudian

menjadikannya sebagai pembenaran terhadap agama yang dianutnya. Padahal kebenaran suatu agama tidak bisa ditentukan hanya oleh perkara aneh yang pernah kita alami. Sebab perkara aneh dapat dialami oleh siapa saja, baik beragama maupun tidak.

Sebagai contoh, ada seorang muslim yang menderita penyakit yang parah, akhirnya sembuh oleh seorang nonmuslim; dan karena ia mengang-gapnya mukjizat, iapun jadi penganut agama nonmuslim itu. Sebaliknya, ada kasus yang sama terjadi pada nonmuslim, yang justru sembuh setelah berobat kepada seorang muslim (padahal cara pengobatannya tidak sesuai dengan tuntunan Islam); dan ia pun kemudian memeluk Islam.

Kasus-kasus mirip yang serupa dengan di atas banyak terjadi, walau masalahnya berbeda-beda. Seperti kasus yang berkaitan dengan kemajuan usaha. Atau kasus sudah lama tak punya keturunan, akhirnya punya anak juga setelah berkonsultasi dengan kiai atau pendeta. Padahal Nabi Zakaria As pun baru mempunyai anak ketika sudah berusia lanjut.

Dari hal-hal di atas, jelas sekali, dalam masalah keduniawian segala sesuatu itu bisa diselesaikan dengan bantuan orang lain yang berbeda agamanya. Dengan kata lain, keberhasilan itu bukan semata-mata karena mukjizat; keberhasilan bukan tanda kebenaran ajaran sebuah agama.

Dalam realita, ada orang di Barat yang keluar dari agamanya dan pindah menganut kepercayaan lain semata-mata karena pengalaman mistis, dan bukan karena hasil menelaah kebenaran agama tersebut. Karenanya, mempelajari dan mengetahui mana agama yang benar amatlah penting.

Sesungguhnyalah, Islam tidak menyukai penerimaan pemahaman tanpa reserve; menerimanya tanpa menelusuri ajarannya lebih dulu dengan seksama. Artinya, seseorang menjadi Muslim semestinya karena meyakini kebenaran ajaran Islam, dan bukan sekadar ikut-ikutan orang lain. Bukan karena mukjizat atau hal-hal yang aneh; sebab tuntunan Islam ditujukan untuk orang yang berakal pikiran, dan memanfaatkan akal pikirannya.

Catatan: � Masih lebih beruntung orang yang pernah melakukan kesalahan, tapi

menyadarinya dan kemudian menjadi orang yang baik; ketimbang orang baik yang terperosok pada keburukan. Karenanya, jangan terbelenggu dengan kesalahan di masa lalu. Belum terlambat untuk memulai dengan hal yang baru, dengan menjadi Muslim yang berusaha berbuat kebajikan.

Page 4: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

4

I JTIHA D I jtihad umumnya didefinisikan sebagai usaha keras memaksimalkan

kemampuan akal pikiran, dalam mengambil satu keputusan (dari beberapa kemungkinan pemahaman). Ijtihad ulama bisa dimaksudkan sebagai mene-tapkan fatwa hukum atas suatu perkara yang kepastian hukumnya tidak ditemukan dengan tegas di dalam Qur’an dan sunnah Nabi Saw.

Yang namanya buah pikir manusia, walau pakar sekalipun, tentu saja sering membuahkan hasil pemahaman yang berbeda. Di antara pendapat yang tidak sama, adalah adanya ulama yang berpendirian bahwa ijtihad itu sendiri sudah tertutup; maksudnya, muslim sekarang cukup mengikuti dengan memilih di antara pendapat yang sudah ada. Sementara ulama lainnya berkeyakinan bahwa pintu ijtihad selalu terbuka; sebab banyak perkara baru, sesuai perkembangan zaman, yang memerlukan penjelasan hukumnya. Pencangkokan jantung, bayi tabung, asuransi jiwa, adalah masalah-masalah baru yang tidak dialami ulama baheula. Padahal hukum halal haramnya tidak dipahami oleh kita yang hanya muslim awam biasa.

Tentu saja, akan sangat utama jika fatwa tentang satu masalah datang dari pakar yang benar-benar memahami perkara yang dihadapinya. Misal-nya fatwa yang menyangkut tentang kedokteran, akan lebih baik bila da-tang dari pakar yang juga bergerak di bidang kedokteran. Begitu pun dalam masalah asuransi dan bank, pakar agama yang ahli ekonomi tentunya akan lebih memahami persoalannya sebelum berfatwa. Namun, pemahaman tiap orang tetap saja bisa berbeda. 1 Selain karena referensi yang dipakai tidak sama, bisa juga dikarenakan adanya hal baru yang ikut menunjang untuk dilakukannya penafsiran lain yang baru pula. Yang jelas, penafsiran yang mengada-ada tidaklah diperkenankan. Lagi pula sebuah penafsiran baru, tidak boleh begitu saja mencampakkan penafsiran ulama terdahulu. 2

Begitu pula ijtihad tidak dapat menghapus ketentuan hukum syareat yang sudah jelas dan tegas ada di dalam Qur’an. Seperti potong tangan untuk pencuri; Bagian waris anak laki-laki yang dua bagian; Kebolehan untuk berpoligami; Haramnya makan babi; Haramnya riba.

1 Dulu, ada fikih hasil ijtihad ulama yang melarang --secara mutlak haram-- foto, gambar, nyanyian, catur, atau wanita bekerja keluar rumah. Sekarang, fikih serupa itu dikesampingkan orang. Jadi, fikih itu harus pada tempatnya. Jangan berlebihan. 2 Mufasirin baheula ada yang mengartikan kulli syai’ dengan makna kebanyakan-nya (umumnya), sehingga ayat 49 surat Adz Dzaariyat diartikan “… kebanyakan Kami ciptakan berpasang-pasangan…” Sekarang, ada pakar yang mengartikan sesuai makna zahirnya “…segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan..” yakni diartikan semuanya berpasangan; ada betina ada jantan. Ternyata penak-wilan lama lebih sesuai dengan fakta ilmu pengetahuan. Amuba contohnya, ia tak memerlukan pasangan untuk berkembang biak, tapi cukup membelah diri. Hidra sejenis hewan kecil di air, berbiak dengan menumbuhkan cabang di tubuhnya yang kemudian memisahkan diri. Tetumbuhan pun ada yang seperti itu.

Page 5: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

5

Ijtihad muslim awam Sering kita temukan pengertian-pengertian yang sama, mengguna-

kan istilah yang berbeda. Atau istilah yang sama, sering dirumuskan atau didefinisikan dengan pengertian yang berlainan. Hal itu wajar saja, sebab tidak ada keharusan semua pemikir mesti memiliki kesamaan pendapat. Namun, kalau kita perhatikan, antara satu definisi dengan definisi lainnya tidaklah terlalu berjauhan artinya. Terkecuali bagi orang yang mempunyai kepentingan tertentu, definisi yang dikemukakannya malah bisa bertolak belakang dengan yang dipahami orang lainnya.

Rumusan yang mudah dipahami Muslim awam, tanpa menyimpang dari hakekatnya, ijtihad adalah usaha maksimal seseorang dalam meng-ambil satu keputusan ketika memilih salah satu dari beberapa pemahaman para ulama pada sebuah perkara. Contohnya, jika seorang Muslim berkeya-kinan pendapat Kiai X lebih baik daripada pendapat Kiai Y, karena ditun-jang dalil yang lebih bisa dipertanggungjawabkan, dan kemudian ia ikuti pemahaman Kiai X tersebut, maka pada hakekatnya ia telah berijtihad.

Ijtihad, dalam pengertian seperti di atas, merupakan suatu keharusan bagi setiap Muslim yang diberi akal yang sehat. Artinya, sebelum melak-sanakan satu fatwa seorang ulama, tiap Muslim seharusnya mengkaji dulu pendapat tersebut. Baik melalui perbandingan dengan pendapat ulama la-innya, maupun dengan pendapat yang terlebih dahulu ada pada dirinya.

Sikon serba-salah Walau untuk dirinya sendiri orang cenderung pada kebaikan; tapi

dalam menilai orang lain, seseorang justru lebih condong untuk melihat kekurangannya. Seperti kisah si Fulan, anaknya, dan keledai tuanya. 3

Ketika keduanya berjalan kaki sambil menuntun keledainya, orang menertawakannya sebagai orang-orang bodoh; Ketika si anak naik keledai dan ayahnya yang menuntun, orang mencela si anak sebagai tidak tahu diri; Ketika si ayah yang naik keledai dan anaknya yang menuntun, orang mencela si ayah karena tega membiarkan anaknya berjalan kaki; Ketika si ayah dan si anak bersama-sama naik keledai, orang mencela mereka seba-gai orang yang tak punya rasa kemanusiaan. Semuanya ‘serba-salah’.

Realitanya, manusia sering berada dalam kondisi atau situasi serba-salah. Contohnya, dengan pertimbangan takut menyinggung perasaan, ada kalanya kita tak bisa berlaku jujur; kita tak bisa berterus-terang mengemu-kakan sifat-sifat buruk atau kebodohan orang yang sedang kita hadapi. Dijelaskan, takut ia marah; tidak dikemukakan, dianggapnya kita membiar-kannya terperosok pada keburukan.

Begitu pun tatkala hendak mengikuti pendapat para pakar, kita sering berada dalam situasi ‘serba-salah’. Terkadang, dengan melihat alas-annya, kita merasa ijtihad para pakar yang berbeda itu ‘semuanya benar’.

3 Ada yang menilai kisah ini diceritakan Luqman kepada anaknya untuk diambil hikmahnya. Tapi ada juga yang menganggap sebagai kisah Luqman dan anaknya.

Page 6: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

6

Mengikuti pendapat orang lain Dalam kenyataannya, kalau kita hanya dihadapkan pada dua pilihan,

untuk memilih ajaran yang akan membawa kita ke surga atau ke neraka, dengan mudah kita akan memilih ajaran yang akan membawa ke surga. Namun dalam kenyataannya pula, dalam hal ajaran yang akan membawa kita ke surga pun (yaitu Islam), kita masih dihadapkan kepada beberapa pilihan fatwa para ulama yang berbeda pendapatnya.

Contohnya dalam masalah zakat profesi (seperti dokter) atau zakat pada harta inventaris perniagaan (seperti kendaraan atau rumah tempat kita berjualan), kita temukan pendapat yang mewajibkan dan yang tidak. Yang masing-masing mengemukakan alasan yang ‘sama kuat’, yang membuat kita muslim awam sulit untuk menentukan pilihannya.

Pakar agama yang berpendapat tidak wajib, berargumentasi dengan tak adanya dalil yang tegas (to the point) dalam Al Qur’an yang memerin-tahkan wajibnya zakat profesi atau zakat inventaris perniagaan tersebut. Malah dalam hadits yang lemah sekalipun. Yang tidak menjelaskan nisab, waktu dan besarnya zakat yang harus dikeluarkan. Mereka berpegang pada keyakinan bahwa semua perintah itu datangnya dari Allah; dan manusia tidak berhak menetapkan suatu syariat di sisiNya tanpa izinNya.

Sedangkan pakar agama yang mewajibkan zakat, berdalih dengan keumuman perintah yang menyatakan bahwa pada setiap [kelebihan] harta yang kita punyai ada hak bagian orang lain di dalamnya; padahal yang namanya hak orang lain, wajib untuk dikeluarkan. Sedangkan sebutan un-tuk setiap harta yang wajib dikeluarkan adalah zakat; sebab ada hadis yang menerangkan bahwa selain zakat tak ada harta yang wajib kita keluarkan.

Dari hal-hal di atas, maka kita meyakini, pada akhirnya, kemaha bijaksanaan Allah Subhanahu wa Ta’ala jugalah yang akan jadi pertim-banganNya dalam mengampuni kesalahan kita --dan tentu saja kesalahan orang lain-- tatkala berijtihad memilih pendapat yang [dianggap] benar.

Kecenderungan menolak Tidak sedikit orang condong untuk kena tipu; mudah terperangkap

oleh rayuan orang lain yang disampaikan dengan cara halus dan menarik. Sebaliknya, orang juga condong untuk menolak nasihat atau ijtihad orang lain, jika orang yang menasihati itu dinilai ‘tidak ada apa-apanya’.

Realitanya, adakalanya kita salah dalam memilih orang untuk dimin-tai nasihatnya. Padahal saran yang tidak tepat bukannya menyelesaikan masalah tapi menambah masalah. Biasanya kita lebih mau menerima saran dari orang lain, ketimbang menerima nasihat dari orang yang dekat dengan kita. Karenanya, menjadi satu hal yang tidak aneh, jika nasihat kita pun lebih didengarkan oleh orang lain ketimbang didengarkan oleh kerabat kita. Sama tidak anehnya dengan dokter yang bisa menyembuhkan anak orang lain, tapi tak bisa menyembuhkan anaknya sendiri.

Realitanya, setingkat nabi pun (semisal Nuh, Ibrahim, Luth As) tak mampu mengajak semua anggota keluarganya untuk beriman. Apalagi kita.

Page 7: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

7

Ijtihad memungkinkan hukum (fikih) jadi berbeda Syareat adalah dasar pokok hukum Islam; sumber utamanya Qur’an

dan Sunnah. Fikih adalah ketetapan hukum yang merupakan hasil ijtihad manusia atas syareat. Oleh karena merupakan hasil ijtihad ulama, kadang dijumpai ketetapan hukum fikih yang berbeda dari satu ulama dengan ulama lainnya untuk suatu perkara yang sama. Realitanya, penafsiran atau penawilan Qur’an dan sunnah Nabi Saw hakekatnya merupakan hasil ijtihad. Begitu pun ijma (kesepakatan), istihsan (pertimbangan), dan qiyas (penganalogian) para ulama, hakekatnya hasil ijtihad manusia.

Mesti diingat, karena banyak syarat bagi seorang pakar dalam ber-ijtihad sebelum mengeluarkan pendapat, maka bagi kita muslim yang awam cukuplah dengan mengkaji pendapat pakar-pakar agama yang sudah ada, dan tinggal memilihnya (mengikutinya, ittiba). Tentunya sesudah mengkajinya sungguh-sungguh. Yang pasti, ijtihad selalu terbuka untuk perkara yang ketentuan hukumnya tidak secara tegas ditekankan di dalam Qur’an. Sebab mustahil Allah Subhanahu wa Ta’ala lupa untuk mewa-jibkan atau mengharamkan sesuatu secara tegas dan jelas.

Yang jelas, seorang petani biasa yang cerdas, walau tidak dilarang, tidak akan bersusah payah mencoba-coba cara bertani yang belum pasti. Ia akan memilih di antara beberapa cara bertani yang sudah ada, yaitu cara bertani yang [dianggap] paling baik. Begitupun dalam perkara ijtihad.

Menghormati pemahaman orang lain K ita harus beriman dikarenakan ketulusikhlasan hati kita; dan bukan

karena dipaksa oleh orang lain. Begitu pula orang lain, ia seharusnya men-jadi seorang Muslim dikarenakan keikhlasan dan kesadarannya. Dan bukan karena dipaksa. Karenanya, walau kita merasa benar, kita sama sekali tidak boleh memaksakan pemahaman atau hasil ijtihad kita kepada orang lain. Sebab, kalau kita tidak mau dipaksa oleh orang lain, maka orang lain pun jelas tidak mau dipaksa oleh kita.

Realitanya, apapun kelompok atau mazhab yang kita ikuti, kadang oleh kelompok lainnya kita ini dinilai sebagai kelompok yang salah; seba-gai kelompok yang akan masuk ke dalam neraka. Artinya, kita tidak akan masuk surga jika ketentuan mesti sama sekali terbebas dari kesalahan pemahaman sebagai satu syarat mutlak (untuk masuk surga). Padahal kita yakin Allah itu pasti Mahatahu dan Maha Pengampun. Mengetahui ke-mampuan kita, dan memaafkan kesalahan kita yang tidak disengaja.

Yang jelas, orang yang senantiasa berpikir positip akan menghormati hasil ijtihad orang lain yang berbeda atau malah yang berlawanan dengan pemahamannya, karena menyadari bahwa kemampuan akal atau sudut pandang memungkinkan terjadinya ketidaksamaan itu. Malah pendapat yang sama pun, bisa saja bertitik tolak dari alasan yang berbeda.

Yang pasti, setiap orang harus siap mempertanggungjawabkan pe-mahaman atau ijtihadnya di hadapan Allah kelak. Karena, hakekatnya, ijtihad kita itulah yang dimintai pertanggungjawaban.

Page 8: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

8

M ENEGAKKAN KEBAJIKA N Hukum Islam memang tegas, tapi sebenarnya juga luwes. Tegas

artinya tidak pilih bulu, luwes artinya tidak asal menghukum. Maknanya, ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang adil dan bijak sebelum sebu-ah hukum dijatuhkan.

Nabi Saw pernah menekankan, sekiranya putri beliau (Fatimah ra) mencuri, maka beliau tidak akan segan-segan untuk memotong tangan putrinya itu. Namun terhadap orang lain yang mencuri, dalam suasana perang, Nabi pernah melarang dijatuhkannya hukum potong tangan; dengan tidak bermaksud menghapus hukumnya secara umum.

Ini menunjukkan pelaksanaan hukum dalam Islam, selama tidak menyimpang dari tujuan utama syareat yaitu mencari ridha Allah semata-mata, bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Hanya saja keringanan hukum itu sama sekali tidak dibolehkan karena pertimbangan nepotisme atau pertalian kekerabatan. Artinya, hukum itu tetap harus tegas dilaksana-kan tanpa pilih bulu. Pertimbangan keringanan semata-mata karena situasi dan kondisi yang melatar belakangi terjadinya kejahatan tersebut.

Contohnya, jika muslim yang miskin mencuri karena terdesak oleh kebutuhan keluarga, maka yang sebenarnya lebih pantas disalahkan adalah lingkungannya; terutama para tokoh agama dan orang kaya di komunitas tersebut yang tidak peka terhadap masalah kemiskinan. Jadi amat wajar jika si pencuri tersebut diberi keringanan hukuman. Lain halnya jika di ke-mudian hari ia mencuri lagi, memotong kedua belah tangannya pun sudah sepantasnya dilaksanakan.

Realitanya, khalifah Umar bin Khaththab ra pernah mengasingkan seorang peminum khamar sebagai hukuman; namun ketika kemudian orang tersebut pindah menganut agama lain, Umar tidak lagi mengasingkan pe-minum khamar sebagai hukuman. Di sini jelas, setiap pelaksanaan hukum dalam Islam hendaknya tidak mengabaikan manfaat dan mudharat yang akan terjadi dari dampak hukuman itu sendiri. Selain menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kejujuran, hukum Islam tak terlepas dari mengu-tamakan kemaslahatan dan menghindari kemudharatan bagi orang banyak.

Karenanya, dalam pelaksanaan hukum yang berkaitan dengan kasus kejahatan antar manusia, dibolehkan adanya pertimbangan kemaslahatan oleh seorang hakim yang betul-betul bijak. Namun dalam masalah ritus ibadat tak boleh ada perobahan, melainkan harus ada contohnya dari Nabi.

Yang pasti, dalam Islam, jatuhnya sebuah keputusan hakim harus berpihak pada kebenaran yang diridhai Allah. Harus mengutamakan ke-jujuran yang selaras dengan rasa keadilan; bukan sekadar harus sesuai dengan undang-undang atau hukum yang tertulis. Sebab, hakim --termasuk juga para jaksa dan pengacara-- yang melahirkan jatuhnya hukuman yang tidak berpihak kepada kebenaran yang diridhai Allah, akan berhadapan dengan balasan hukum Allah yang lebih dahsyat di akhirat.

Page 9: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

9

Memberi pelajaran kebajikan sejak masa kanak-kanak Sesuai dengan yang pertama diperintahkan dalam tuntunan Islam,

yaitu membaca atau menuntut ilmu, semua kegiatan yang dilakukan seorang manusia harus berawal dari belajar. Orang yang terlambat belajar, ia akan tertinggal oleh orang lainnya. Yang tidak mau belajar, ia akan tersi-sihkan; ia akan keluar dari norma-norma yang berlaku di lingkungannya.

Itu sebabnya mendidik anak, malah dibolehkan dengan sedikit kekerasan, menjadi suatu keharusan bagi setiap orangtua muslim. Memberi pelajaran tata krama, bisa membedakan hal yang baik dan buruk, meru-pakan satu hal yang amat penting untuk diterapkan sejak dini. Memberi pelajaran yang bermanfaat sejak masa kanak-kanak akan menjadi bekal bagi masa depan seorang manusia, sebab pembelajaran adalah pondasi dari semua yang akan dijalani dan dialami seorang manusia.

Faktanya, tak sedikit orang yang di masa mudanya berperilaku buruk kepada anak yang lain, di masa tuanya hidupnya terpuruk. Sementara anak yang jadi korban keburukannya justru jadi orang yang berhasil. Dari sebab itu, orangtua serta guru di sekolah wajib mengingatkan anak-anak muslim untuk menjadi anak yang berakhlak baik; untuk menjadi anak yang tidak emosional, yang tidak merugikan temannya. Sebab, jika si anak dibiarkan memiliki sifat buruk, yang bisa diprediksikan dari kehidupan di masa tua-nya hanyalah keburukan-keburukan juga.

Kebajikan membuat suasana menjadi aman dan damai Amat wajar jika orang yang memiliki perilaku yang positip --seperti

loyal, bertanggungjawab, penolong, setia, dan santun-- akan disukai orang lain. Sayangnya, dalam prakteknya, untuk menjadi seorang yang berakhlak mulia --penolong yang tulus, yang berempati kepada orang yang kesulitan, rendah hati, jujur dan bijak-- amatlah sulit. Namun, kalaupun tidak menjadi orang yang sarat dengan nilai plus, paling tidak kita jangan jadi orang yang merugikan orang lain. Memang, sama sekali terluput dari berbuat dosa adalah hal yang tidak mungkin; tapi berusaha menghindar dari berbuat keburukan bukanlah hal yang mustahil.

Realitanya, selain motivasi untuk bisa sukses dan bisa bahagia, mo-tivasi paling utama saat ini yang mesti ditumbuhkan, dan semestinya ada pada seorang anak manusia, adalah motivasi untuk tidak berbuat jahat. Motivasi untuk tidak curang; motivasi untuk tidak berbuat kekerasan. Sebab, realitanya, kejahatan dan kekerasanlah yang membuat kehidupan di lingkungan kita ini menjadi tidak aman dan tidak tenteram. Dari sebab itu, dalam Islam, pelaku kejahatan haruslah dihukum berat, sehingga orang lain yang belum berbuat kejahatan berpikir dua kali sebelum berbuat jahat.

Jelas, andai setiap orang mampu membangun kebajikan dan mau membuang sifat-sifat buruknya, maka semua orang, apapun etnis atau agamanya, bisa hidup bersama dalam suasana damai. Karenanya, seorang Muslim harus berusaha jadi warganegara yang bermanfaat; jadi orang baik yang tidak mengganggu tetangga dan lingkungannya.

Page 10: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

10

M ENGHORMATI PERBEDAA N Ada orang yang berpaham bahwa bersentuhan dengan orang lain itu

membatalkan wudhu. Seorang Muslim yang toleran akan menyikapi hal itu justru dengan

rasa hormat kepada orang tersebut, karena orang itu berpegang kepada nash Qur’an surat Al-Maai’dah sesuai bunyi zahirnya ayat yang membatalkan wudhu. Sementara sebagian Muslim lainnya menganggap menyentuh (lams) sebagai hubungan intim (bersetubuh, jima) suami dengan istrinya.

Sikap hormat kita seharusnya juga berlaku untuk masalah-masalah lainnya, selama perkara itu tetap berpegang kepada dalil dari Qur’an atau sunnah. Walau, dikarenakan perbedaan interpretasi serta kemampuan pena-laran tiap orang berlainan, penerjemahan ke dalam pemahamannya menjadi tidak sama. Dari sebab itu, kita harus memaklumi orang yang berpegang pada kejelasan zahir kalimat dalam ayat 31 surat An-Nuur, yang mema-hami ayat tersebut sebagai perintah kepada perempuan untuk menutup dada. Mereka mengaitkan sebab turunnya ayat ini dengan masalah per-hiasan, terutama menyangkut gelang di kaki yang dihukumkan sebagai makruh yang amat sangat; dan bukan masalah rambut.

Mereka tidak melihat adanya perintah yang tegas (to the point) dalam Qur’an yang memerintahkan menutup rambut hingga tidak kelihatan sama sekali, walau hanya satu baris kalimat pun. Suatu hal yang berbeda dengan larangan minum khamr atau berjudi, atau perintah salat dan saum, yang selain jelas dan tegas tapi juga diulang-ulang. Padahal mustahil Allah Subhanahu wa Ta’ala lupa mengharamkan suatu perkara secara tegas dan jelas, sementara dalam mengharamkan perkara lainnya diulang-ulang.

Lagipula ada hadis yang melarang wanita muslim memakai rambut tambahan. Logikanya, tak perlu ada hadis semacam itu jika memang tidak ada wanita yang memakai sanggul. Dan logikanya pula, tak ada gunanya wanita memakai sanggul jika rambut tak boleh kelihatan. Jelas, keberadaan hadis itu menunjukkan adanya wanita muslim yang kelihatan rambutnya. Larangan memakai rambut palsu itu makruh yang amat sangat.

Memang ada hadis yang meriwayatkan Nabi Saw menunjuk muka dan tangan saat ditanya tentang bagian tubuh wanita yang boleh kelihatan. Namun, kalau kata menyentuh boleh ditafsirkan sebagai ‘hubungan badan suami dengan istrinya’, apa menunjuk wajah tidak boleh dimaksudkan se-bagai menunjuk kepala; dan menunjuk tangan diartikan sebagai anggota badan selain tubuh? Bukankah yang mengatakan ‘menunjuk wajah’ itu pe-rawi hadis; bagaimana jika si perawi hadis mengatakan menunjuk hidung? Apa hanya hidung saja yang boleh kelihatan? Padahal untuk menunjukkan kepala, seseorang bisa saja menunjuk ke arah mata atau hidung.

Yang jelas, memakai jilbab seperti yang biasa dipakai wanita Islam, karena lebih menjaga kehormatan seorang Muslimah, lebih utama untuk dilaksanakan.

Page 11: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

11

Pemahaman agama, tanggung jawab masing-masing Banyak orang kafir yang bertemu tuntunan Islam tapi tak mau me-

meluknya. Itu karena mereka melihat ajaran Islam tampak memberatkan; padahal sebenarnya tidak. Yang membuatnya jadi memberatkan adalah fikih yang tidak benar; yang merupakan hasil ijtihad sebagian orang.

Di agama lain, cara berdoa itu tidak berat. Dalam keadaan ‘dekil’ sekalipun orang bisa berdoa. Jelas sekali, agama orang lain itu tidak mem-beratkan. Di agama kita, walau sudah bersuci, jika ada sedikit saja yang tak sempurna, langsung ditolak amalnya. Yang jadi pertanyaan, apa Tuhan itu banyak? Apa Tuhan mereka berbeda dengan Tuhan kita? Kalau Tuhan itu satu, mengapa Tuhan itu kepada mereka tampaknya begitu kasih, semen-tara kepada kita Tuhan itu memberatkan?

Jelas, Penguasa alam semesta itu hanya ada satu. Artinya, Tuhan kita adalah Tuhan mereka juga. Jelas, ajaran yang memberatkan itu bukan tuntunan Allah, tapi pemahaman sebagian orang; sebab tuntunan Islam mustahil memberatkan. Karenanya, seorang Muslim tidak perlu mencela Muslim lain yang berpaham bahwa hukum berjilbab --ataupun pada bebe-rapa perkara lain-- sekadar keutamaan dan bukan satu kemestian.

Tentu saja, siapa pun akan setuju bahwa memakai jilbab, seperti yang biasa terlihat dan dipakai wanita Islam, lebih menjaga kehormatan se-orang Muslimah. Namun kita tetap harus menghormati pemahaman orang lain yang beralasan kepada zahirnya dan asbab nuzulnya ayat tersebut.

Untuk masalah jilbab ini, hendaknya dikembalikan kepada satu hal: bahwa tanggung jawab seseorang kepada Tuhannya, ditanggung oleh yang bersangkutan sesuai kadar akal dan kadar ilmunya. Sudah sepantasnya yang tidak berjilbab menaruh hormat kepada Muslimah yang berjilbab. Se-baliknya, yang memakai jilbab menghormati keyakinan mereka yang tidak berjilbab selama auratnya tertutup dan kehormatannya terjaga.

Jelas, dalam memahami satu perkara, seorang Muslim bisa salah. Namun manusia berbuat kesalahan pasti ada sebabnya; kalau sebabnya bisa dimaklumi atau dimaafkan, pasti Allah akan memaafkan orang tersebut. Sebab, selain Maha Pemaaf, Allah itu pasti Mahatahu dan Mahaadil.

Penyampaian harus lembut Selama berpegang teguh pada keyakinan masing-masing, perbedaan

pendapat mustahil dihilangkan. Di hadapan Allah kelak, masing-masing orang harus mempertanggungjawabkan dan mengemukakan alasan untuk setiap yang diyakininya. Karenanya, jangan sampai perbedaan pendapat mengakibatkan pertengkaran, apalagi perpecahan.

Mesti dicamkan, untuk memotong kuku di jari kita, sebaiknya meng-gunakan gunting kuku; dan bukan gergaji.

Memang, kebenaran dan kesucian ajaran agama semestinya diper-juangkan tanpa kenal lelah. Namun penyampaiannya haruslah lembut dan benar, jangan menipu hanya karena sekadar ingin banyak pengikut.

Page 12: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

12

BISNI S Sistem bagi hasil adalah sistem yang idealis. Sistem ini akan ber-

jalan mulus sesuai teori, hanya jika si pemberi modal dan yang diberi modal adalah muslim yang benar-benar ikhlas. Masalahnya, mencari orang-orang yang ikhlas dalam perkara yang menyangkut bisnis duniawi di masa sekarang adalah sulit, baik si pemberi maupun yang diberi modal.

Dalam banyak realita, hampir tidak ada --atau memang tidak ada-- si pemberi modal yang ikhlas bila usaha itu bangkrut dan modalnya tidak kembali atau menjadi berkurang; kecil sekali kemungkinannya kalau orang ini tidak menggerutu. Begitu juga, hampir tidak ada --atau memang tidak ada-- orang yang diberi modal, yang merasa sudah bekerja keras setengah mati, ikhlas memberikan setengah dari keuntungannya kepada si pemberi modal yang biasanya ongkang-ongkang menunggu keuntungan.

Sesuai kodratnya sebagai manusia, orang yang diberi modal akan memilih untuk memberi keuntungan yang lebih sedikit kepada si pemberi modal. Dalam hal ini wajar orang tersebut cenderung meminjam kepada bank, dengan persentase bunga yang lebih kecil, daripada harus membagi separuh keuntungan dengan cara bagi hasil.

Dalam kenyataan praktek, sering dijumpai dua orang yang bekerja sama dalam suatu perusahaan berakhir dengan perpecahan, terkadang malah dengan permusuhan. Lantas, apakah sistem bagi hasil ini suatu hal yang salah? Jelas tidak. Bagi hasil adalah sistem terbaik selama orang-orang yang terlibat di dalamnya adalah muslim-muslim yang ikhlas, yang lebih mengutamakan pahala akhirat ketimbang keuntungan duniawi.

Hakekatnya, selama disandarkan kepada keridhaan Allah semata-mata --ada keuntungan pada kedua pihak, dilaksanakan dengan kejujuran, ditegakkan di atas keadilan hukum-- semua usaha bisnis termasuk asuransi adalah boleh. Realitanya, kebanyakan orang mau berbisnis bagi hasil bila ada kemungkinan keuntungan pada usaha itu, dan bukan karena ikhlas demi Allah semata-mata. Ini, bagi kebanyakan manusia, kodrat yang wajar.

Contoh kasus: Si A, orang soleh yang merasa beragamanya hebat, menawarkan bisnis bagi hasil kepada si B yang prospek bisnisnya bagus. Si B secara halus menolak dan menganjurkan kepada si A untuk menawarkan bisnis bagi hasilnya kepada si C yang lebih memerlukan modal. Si A ter-nyata tidak bersedia berbisnis bagi hasil dengan si C, sebab walau si C orangnya jujur, prospek bisnisnya dinilai tidak menguntungkan!

Kalau sudah begitu, apa betul tawaran bisnis bagi hasilnya itu ikhlas karena Allah? Maaf, kalau ada yang menilai perilaku Muslim seperti ini sebagai munafik, maka akan terlalu banyak Muslim hipokrit saat ini. Barangkali, termasuk diri kita sendiri.

Jadi, yang penting bukan hanya bicara dan berteori. Sebab setiap orang bisa berteori masalah bisnis bagi hasil, bisa bicara masalah kejujuran dan berbuat baik, tapi tidak ada artinya jika tidak dipraktekkan.

Page 13: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

13

Hindari bisnis yang spekulatif Patungan dalam bisnis bisa direalisasikan dengan menanam saham.

Namun penanaman saham yang cenderung kepada spekulasi harus di-hindari. Sebab sistem ekonomi yang mendorong orang untuk mencari keuntungan dalam usaha yang spekulatif, tidak akan membuat para pela-kunya meraih ketenteraman batin.

Sistem ekonomi yang islami seharusnya mendorong orang untuk berusaha secara produktif, usaha yang menghasilkan produk. Sebab ekono-mi yang produktif akan membuat orang berbisnis dengan kegiatan yang nyata. Dan bukan dengan duduk-duduk menunggu keuntungan yang sifatnya spekulatif. Karenanya, bisnis bagi hasil yang islami adalah bisnis produktif yang melibatkan semua pemegang sahamnya dalam aktivitas bisnis perusahaan tersebut. Dan bukan sekadar jadi penonton.

Bisnis yang berkah Selain dikelola oleh orang yang terampil dan profesional di bidang-

nya, perusahaan yang membawa berkah adalah perusahaan yang para buruhnya bekerja dengan jujur dan pemiliknya berlaku adil. Yang buruh maupun majikannya melaksanakan hak dan kewajibannya dengan benar. Karenanya, ketika mendirikan perusahaan, niat Muslim yang ikhlas bukan semata-mata untuk mencari keuntungan tapi karena ingin berbagi rezeki dengan buruhnya; sebab, di antara kebahagiaan yang bisa dirasakan seo-rang Muslim adalah ketika ia bisa berbuat kebajikan kepada orang lain.

Seorang Muslim yang ikhlas akan memperlakukan buruhnya sebagai partner yang setara; yang sama-sama saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Sebaliknya, sebagai buruh, seorang Muslim menjadikan majikan atau perusahaannya sebagai bagian dari keluarganya. Ia loyal, jujur, setia dan bertanggung jawab. Ia patuh bukan semata-mata sebagai kewajiban seorang buruh, tapi sebagai kewajiban seorang muslim.

Seorang Muslim yang tidak puas sebagai buruh di sebuah perusa-haan, ia akan keluar dari perusahaan tersebut secara baik-baik; dan mencari pekerjaan lain yang dinilai lebih baik. Ia tak akan melakukan protes dengan cara anarkis, yang tak sesuai tuntunan yang islami. Sebab, seorang Muslim sejati akan mengutamakan otak dan ilmunya; bukan otot dan dengkulnya.

Realitanya, jika kita punya keahlian atau kelebihan, kita akan dibu-tuhkan orang lain. Karenanya, jika atasan atau majikan kita butuh --atau tergantung-- kepada kita, kita tak perlu takut dipecat majikan. Dari sebab itu, kita harus punya keahlian atau kelebihan. Dan keahlian atau kelebihan serupa itu hanya mungkin dimiliki bila kita membiasakan diri untuk tekun menuntut ilmu; bukan hanya mimpi rezeki turun dari langit begitu saja.

Yang jelas, pegawai yang atheis pasti malas dan tidak jujur dalam bekerja; sebab ia berpikir, walau rajin atau tidak, ia akan digaji sama. Pe-gawai yang Muslim, pasti rajin dan jujur; sebab ia percaya Allah pasti melihat kerajinan dan kejujurannya. Dan Allah pasti akan memberikan rezekiNya yang lebih besar dengan cara dan dari jalan yang lain.

Page 14: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

14

BANK Bank adalah institusi keuangan yang bersifat duniawi. Bank memer-

lukan pengelola yang mustahil tidak digaji. Bank wajar mencari keun-tungan, seperti juga wajar memberi keuntungan bagi penyimpan uang di bank. Sebab mencari orang yang ikhlas untuk menyimpan uang di bank begitu saja, di zaman sekarang adalah sulit. Saat ini, selain memudahkan orang yang membutuhkan modal, bank berfungsi memudahkan transaksi bisnis internasional. Bank tidak sekadar alat simpan pinjam.

Dalam prakteknya, karena harus mengembalikan pinjaman, orang yang diberi modal oleh bank --kecuali yang niatnya memang tidak baik-- terpacu untuk berusaha dengan sungguh-sungguh. Dampak positifnya, ia akan mengembangkan kreativitas demi kemajuan usahanya. Realitanya, usahawan Muslim yang maju tak terlepas dari bekerja sama dengan bank. Kalaupun ada yang tidak pernah berhubungan dengan bank, itu adalah pengecualian yang jumlahnya kecil. Jika usahanya bangkrut, bank wajar menuntut kembali pinjaman yang pernah diberikan. Jelas, di sini seorang Muslim diuji dalam menegakkan akhlak Islami; artinya, sudah selayaknya seorang Muslim membayar hutangnya di dunia.

Anehnya, ada orang yang mengharamkan bank, tapi menggunakan jasa bank dalam mengirimkan uangnya ke luar negeri. Seharusnya, jika konsekwen, ia mengantarkan sendiri uang itu. Atau mungkin tidak tahu, bahwa memberi keuntungan kepada perusahaan yang dianggap haram merupakan sikap yang munafik. Sama anehnya dengan orang yang me-larang bekerja sama dengan nonmuslim; tapi pakai arloji, kaca mata, tivi, dan komputernya --malah sajadahnya-- bikinan kafir. Padahal, hakekatnya, dengan menggunakan barang buatan kafir itu sama dengan memberi ke-untungan, secara tak langsung, kepada kafir itu sendiri.

Tentu saja masalah ini tidak usah diperdebatkan atau diperpanjang, sebab yang namanya alasan selalu bisa dicari-cari. Kodrat manusia biasa, yang umumnya mau menang sendiri, memang begitu. Yang jelas, untuk zaman ini, mustahil ada kedinamisan bisnis tanpa adanya bank. Sama mustahilnya jika ada lembaga penyedia sumber modal yang pengelolanya tidak digaji. Dan mustahil pengelolanya atau pegawainya digaji, jika lem-baga itu tidak punya sumber keuntungan.

Memang, mungkin saja mendirikan lembaga penyedia sumber modal yang dikelola yayasan keagamaan. Hanya saja, jangan sekadar teori di atas kertas. Sebab orang lain, di belakang kita (agar kita tak tersinggung), akan menertawakan kita. Terlebih jika lembaga itu hanya sekadar ganti nama. Jika dalam prakteknya tetap mengambil keuntungan, maka keberadaannya tidak berguna. Apalagi jika bunga yang ditariknya malah lebih besar.

Yang pasti, sistem bunga-berbunga yang mencekik merupakan riba yang haram; dan dipastikan membawa musibah dan kehancuran bagi semua pelakunya. Sistem bunga-berbunga membuat yang diberi pinjaman terlilit kesulitan; dan yang memberi pinjaman menjadi tidak berkah.

Page 15: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

15

Fikih dalam berekonomi harus sesuai realita Di Barat, seorang nonmuslim yang memiliki ide bisnis, tapi tidak

punya modal, mengajukan proposal ke bank. Bank mengkaji prospeknya, dan memberi pinjaman lunak dengan bunga lebih ringan dan tenggang waktu bebas bunga. Usaha si nonmuslim menjadi industri milyaran dollar; bank dan perusahaan serta buruh sama-sama diuntungkan.

Di belahan bumi yang lain, seorang muslim yang punya ide bisnis luar biasa, tidak pergi ke bank; sebab berdasar pemahaman fikih ulama yang diikutinya, ia menilainya haram. Ia juga tak mau berbisnis bagi hasil, karena kodrat manusiawinya tidak ikhlas berbagi dua dalam keuntungan. Anehnya, tanpa melihat situasi dan kondisi sebenarnya yang menyebab-kannya, banyak orang mengeritik muslim sebagai tidak mau maju seperti orang di Barat. Padahal penyebabnya jelas, yaitu aturan fikih (hasil ijtihad ulama) yang salah, bukan syareat agamanya yang salah.

Kenyataannya, hukum fikih bisa berbeda atau berobah, tergantung ijtihad yang memahaminya. Artinya, hukum fikih hasil ijtihad manusia belum tentu sesuai dengan hukum syareat yang sebenarnya. Hukum syareat yang sebenarnya mustahil berobah-robah, sebab mustahil Allah tidak tahu situasi masa depan. Yang haram menurut syareat, akan tetap haram sampai akhir zaman; begitu pula yang hukumnya wajib, mubah, atau makruh.

Mesti diperhatikan, sebagus apa pun suatu teori menjadi tidak ada manfaatnya jika tak dapat dilaksanakan dalam praktek nyata. Karenanya, aturan fikih yang sangat menyulitkan umat, apalagi yang tidak dapat dipraktekkan dalam realita kehidupan, harus diwaspadai sebagai aturan yang bertentangan dengan aturan syareat yang sebenarnya. Sebab mustahil syareat Allah tidak bersesuaian dengan kodrat kemampuan manusia.

Realitanya, ekonomi yang berjalan baik adalah ekonomi yang perpu-taran uangnya secara dinamis merata di semua lapisan masyarakatnya. Artinya, kegiatan berekonomi yang baik sudah seharusnya menyentuh sampai ke masyarakat paling bawah. Sehingga setiap orang bisa merobah kehidupan ekonominya menjadi lebih baik; dan bukannya makin terpuruk.

Dari sebab itu, pemberian pinjaman permodalan --dengan bunga dan aturan yang tidak memberatkan-- harus menyentuh masyarakat bawah ini; sehingga permodalan itu tidak berputar hanya disekitar orang-orang yang sudah kaya saja. Yang jelas, bagi seorang Muslim, modal serupa itu saja tidak cukup; selain kemampuan finansial, Muslim harus menyertai usaha bisnisnya dengan kejujuran dan keadilan. Sebab memiliki modal bukan berarti kita boleh berlaku sewenang-wenang merugikan orang lain.

Contohnya, pada saat barang berkurang padahal dibutuhkan, amat wajar harga barang menjadi naik. Tapi menyengaja membuat pasokan berkurang --misalnya dengan menyabotase pengiriman barang di tengah perjalanan-- hanya pantas dilakukan pebisnis yang tidak bermoral. Dan mustahil dilakukan pebisnis Muslim yang berakhlak mulia, yang senantiasa mengharap pahala dan ridha Allah.

Page 16: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

16

K ESEWENANG-WENANGAN YANG PUNYA UAN G Si Jahil menjual barang kepada si A secara kredit dua kali bayar.

Dengan cicilan sebesar 1500 rupiah perbulan, maka total harga barang ter-sebut adalah 3000 rupiah. Si A kemudian langsung menjual lagi barang tersebut kepada isteri si Jahil, secara kontan, dengan harga 2000 rupiah.

Kalau diperhatikan selintas, perkara jual beli di atas merupakan hal yang wajar. Sebab bolak-balik membuka dalil agama, tidak akan ditemu-kan pengharaman transaksi jual beli ini. Begitu pun tidak akan ditemukan pengharamannya, jika istri si Jahil kemudian memberikan lagi barang itu kepada suaminya; untuk nanti dikreditkan kembali kepada orang lainnya.

Dalam kasus di atas, pada hakekatnya si Jahil menjadikan dirinya sebagai makhluk yang tak tahu berterimakasih kepada Allah Swt. Jasmani dan akalnya yang sehat tidak digunakan untuk hal-hal yang diridhaiNya. Keunggulannya berpikir justru dimanfaatkan untuk mencurangi sesamanya. Pada puncaknya malah untuk mengelabui Tuhannya. Si Jahil berusaha menghindar dari hukum riba yang diharamkan Allah. Ia mengabaikan akhlak Islami: Kebenaran, keadilan dan kejujuran.

Bila dikaji dengan cermat, pada kasus tersebut si Jahil hakekatnya memberi pinjaman, melalui istrinya, kepada si A sebesar 2000 rupiah. Dan menerima pendapatan sebesar 3000 rupiah. Jadi memperoleh keuntungan sebesar 1000 rupiah, atau limapuluh persen sebagai bunga pinjaman.

Hikmah dari kasus di atas: Kebenaran, keadilan dan kejujuran, lebih utama dari bentuk aturan hukum yang zahir. Sebab zahir suatu peraturan hukum bisa saja berpihak pada orang yang sesungguhnya salah. Sementara keadilan dan kejujuran sudah pasti, karena sudah semestinya, berpihak kepada yang betul-betul benar. Karenanya, aturan hukum fikih --yang hakekatnya, dalam hal ini, disahkan dan ditentukan oleh ijtihad manusia-- boleh dikesampingkan jika bertentangan dengan keadilan dan kejujuran dalam pandangan agama (pada hakekat syareat yang sesungguhnya).

Hukum dari kredit gaya si Jahil di atas, secara zahir hukum fikih memang halal; tapi secara hakekat syareat adalah haram. Masalahnya se-karang, apa yang disebut riba itu yang sebenarnya? Apa yang disebut riba itu sekadar bentuk zahir, yaitu membungakan uang yang dipinjamkan. Atau yang dimaksud dengan riba itu dari sifatnya, yaitu kesewenang-wenangan pemilik uang --terlepas bagaimana pun caranya-- terhadap orang yang membutuhkan uang?

Bagi Muslim yang ikhlas, tanpa perlu berdebat panjang lebar dengan argumentasi dalil, akan menemukan jawaban yang tidak berbelit-belit: Tujuan pengharaman riba yang sebenarnya jelas untuk menghindarkan kesewenang-wenangan para pemilik uang, yang mengambil kesempatan mengeruk keuntungan di atas penderitaan orang lain.

Yang pasti, karena sifatnya yang saling memakan, siapapun yang mendewakan kapitalisme ia akan dilahap kapitalisme orang (negara) lain.

Page 17: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

17

Antara kebutuhan keluarga dan modal dagang Ada dua kemungkinan seseorang meminjam uang: Pertama, untuk

mempertahankan hidup keluarga; seperti untuk membeli makanan pokok. Kedua, untuk modal berdagang.

Bukan mustahil kasus-kasus riba yang terlarang itu berkaitan dengan pinjaman uang karena kebutuhan keluarga; dan bukan pinjaman untuk mo-dal usaha. Sebab dalam ayat Qur’an yang menyangkut masalah riba, pada kalimatnya menyabit juga masalah zakat dan sedekah. Ini jelas ada kaitan dengan masalah orang miskin yang membutuhkan bantuan.

Karenanya, kepada si peminjam yang kesulitan hidup, lebih utama kita menyedekahkan sisa hutang yang ia tidak dapat membayarnya. Jadi pantas sekali, jika Islam memasukkan orang yang punya hutang --tapi bukan hutang konglomerat yang milyaran-- ke dalam kelompok yang men-dapat bagian zakat. Sebaliknya, jika sebagai orang yang menerima bantuan pinjaman modal, satu hal yang wajar bila kita memberi keuntungan pula kepada orang yang membuat kita mendapat keuntungan.

Realitanya, dalam situasi normal, bunga bank berkisar sekitar dua persen per bulan. Diandaikan kita memerlukan modal, mana yang kita pilih: Meminjam kepada bank dengan bunga dua persen perbulan, atau me-lakukan cara jual-beli gaya si Jahil yang hakekatnya kita membayar uang kelebihan duapuluh lima persen per bulan? Memang, ijtihad bukan berarti pembenaran terhadap semua realita yang ada. Tetapi bersembunyi dari realita pun, apalagi jika di sana memang ada keburukan, bukanlah sikap yang diajarkan agama kita. Bersembunyi dari realita sama dengan berenang dalam mimpi. Karenanya, mau melihat kepada kenyataan, adalah suatu hal yang mutlak dipraktekkan bila kita ingin keluar dari keterbelakangan.

Diakui atau tidak, selama ini kita sering rancu dalam menempatkan atau membedakan antara sistem dan tujuan. Contohnya, tujuan berperang dalam Islam jelas berbeda dengan yang bukan Islam, namun sistem berperang bisa saja mengadopsi dari golongan yang bukan Islam. Seperti pembuatan parit pada perang Khandaq di masa Nabi Saw.

Undang-undang perlindungan konsumen dan antimonopoli di Barat (termasuk pengawasan terhadap bank, agar bank tidak seenaknya memu-ngut bunga), hakekatnya pencegahan terjadinya kesewenang-wenangan pemilik uang. Satu hal yang selaras dengan tujuan pengharaman riba, tanpa menafikan kodrat manusia untuk mendapat keuntungan.

Yang jelas, mengutang hanya enak pada saat awal meminjamnya. Tapi amat menyiksa pada saat ditagihnya. Apalagi jika yang meminjam-kannya memperdaya dengan ketentuan yang menjebak, dengan persyaratan yang sebenarnya licik; yang merugikan. Dari sebab itu, sebelum melakukan transaksi peminjaman, perhatikan persyaratannya dengan seksama. Baca dan pahami ketentuan-ketentuannya dengan teliti; jangan sampai terbujuk rayuan beracun, jangan sampai terjebak sistem bunga-berbunga.

Yang terbaik, usahakan jangan mengutang.

Page 18: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

18

Jangan mengelabui Allah Allah Yang Maha Melihat tidak sekadar memantau bentuk zahir

sebuah amalan, sesuatu yang di balik itu (berupa hakekat, sifat sebenarnya) Allah lebih mengetahui. Karenanya, setiap amal seorang Muslim semes-tinya didasarkan kepada niat ibadah mengharap keridhaan Allah.

Mengelabui atau menyiasati Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menghindar dari hukumNya secara zahir, tapi dalam sifat atau hakekat adalah identik sama, harus dijauhi seorang Muslim.

“Yang halal dan yang haram telah jelas, namun sebagian besar umat manusia tak mengetahui bahwa di antara keduanya terdapat syubhat (yang meragukan). Siapa pun yang meninggalkannya, ia telah me-nyelamatkan agamanya dan kehormatannya.” (HR. Bukhari) Penghapusan hakekat riba, yaitu kesewenang-wenangan yang punya

modal, adalah lebih utama ketimbang sebatas melihat bentuk zahirnya. Terlebih, seorang muslim mustahil menari di atas penderitaan orang lain; sebab kapitalisme yang sewenang-wenang bukanlah tuntunan Islam.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (Qur’an, An Nisaa’ [4]:29) Bukan mustahil, balasan dosa perilaku licik bin batil dalam perni-

agaan sama besarnya dengan dosa bunuh diri; yaitu neraka. Semestinya diingat pesan Nabi Saw, “Allah tak menerima iman tan-

pa amal perbuatan, dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman.”

Sesuaikan dengan kemampuan Semahal apa pun sebuah barang tak ada salahnya kita membelinya

jika kita memang menyukainya dan kita punya uang. Tapi semurah apa pun sebuah barang, usahakan jangan sampai kita mendapatkannya dengan beru-tang. Kecuali amat terpaksa, usahakan jangan mengutang; terlebih untuk sesuatu yang sama sekali tidak sangat penting. Hendaknya diingat, kepuasan yang semu hanya akan menyenangkan kita sementara waktu; tapi akan membuat kita susah untuk waktu yang jauh lebih lama.

Dalam bercita-cita wajar melihat ke atas, mencontoh orang-orang yang sukses. Namun dalam memenuhi kebutuhan kita sehari-hari, sudah seharusnya menyesuaikan diri dengan kemampuan yang ada. Dan bukan sebaliknya; tidak optimal dalam berusaha tapi cara hidup malah sok kaya.

Padahal, mesti dicamkan, orang paling kaya yang sesungguhnya ada-lah orang yang tidak punya utang. Sebab, walau perutnya keroncongan, ia bisa tidur nyenyak karena tidak dikejar-kejar kewajiban membayar utang.

Yang jelas, nikmatilah apa yang bisa kita nikmati; jangan memaksa-kan ingin menikmati apa yang tak bisa kita nikmati.

Page 19: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

19

HAL YANG PERLU DITELAA H Diakui atau tidak --tapi biasanya kita lebih sering untuk tidak mau

mengakui-- terkadang kita cenderung emosional (cepat marah, mudah tersinggung) bila ada orang yang mengeritik membuka kekurangan kita. Satu kebiasaan yang sebenarnya borok yang sudah menahun. Biasanya, sebelum memahami lebih dalam kritikan orang itu, kita langsung meng-gebrak meja; dan bukannya introspeksi. Menganggap orang lain buta dan tuli, sementara kita sendiri menutup mata pada kenyataan.

Sesungguhnya ada perkara-perkara fikih, yang tentu saja berkaitan dengan syareat agama, yang pantas dan perlu adanya penelaahan dengan hati yang tenang. Terlebih dalam perkara-perkara yang dalam kenyataan-nya menyebabkan umat Islam tertinggal jauh, baik di bidang teknologi maupun dalam kesejahteraan ekonominya. Malah dalam hal-hal yang tam-pak sepele sekalipun; seperti olahraga dan efisiensi birokrasi.

Selama puluhan tahun terakhir ini, tidak sedikit Muslim yang berju-ang mengharap tegaknya syareat Islam dengan paripurna. Tapi jangankan merambah keluar dari negerinya, semangat ini di negerinya sendiri, baik di Arab maupun bukan, sulit berhasil untuk ditegakkan. Penyebabnya adalah strategi yang dikedepankan, kalau tidak bisa dibilang menakutkan, tidak menarik bagi kebanyakan orang untuk mendukungnya. Padahal, realitanya, tidak ada satu perjuangan pun yang berhasil tanpa partisipasi yang tulus dari orang banyak. Memang komitmen mereka terhadap Islam tidak di-sangsikan, tapi mereka tidak mampu beradaptasi dengan realita; tidak bisa menyesuaikan diri dengan perobahan situasi dan kondisi.

Secara langsung atau tidak, kemunafikan, kejumudan dan perse-lisihan di antara tokoh-tokoh muslim turut menimbulkan akibat negatip, berupa lahirnya sosok-sosok sekular diktatoris di negara yang justru pen-duduknya mayoritas muslim. Seperti juga munculnya diktator militeris, lebih disebabkan kebobrokan moral dan mental para politisi sipil; yang berlanjut pada ketidakmampuan menegakkan demokrasi.

Realitanya, melahirkan tokoh muslim yang berakhlak mulia seka-ligus memiliki kepemimpinan yang hebat, dan bukan hanya piawai dalam berpidato dan berwacana, amatlah sulit. Faktanya, tidak sedikit negara berpenduduk mayoritas muslim merupakan negara miskin dengan sistem pemerintahan yang menjurus ke arah firaunisme, yang menjadikan musya-warah sekadar gambar tempel. Biasanya, kalau bukan hasil perebutan kekuasaan dengan makar atau kekerasan, para firaun ini berkuasa melalui pemilihan umum yang curang atau cara yang direkayasa. Dan seperti di negara komunis atau facis, kalau tidak mati sekarat karena penyakit, para thogut ini pun mengakhiri kekuasaannya dengan buruk pula: digulingkan.

Kalaupun ada negara berpenduduk mayoritas muslim yang kaya, biasanya karena memiliki sumber alam yang berlimpah --yang kalau dikelola orang lain, bukan mustahil menghasilkan yang lebih banyak dan lebih bermanfaat-- dan bukan karena kehebatan sistem ekonominya.

Page 20: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

20

Ketimpangan sosial penyebab keruntuhan Seorang Muslim bisa disebut berlaku adil jika ia bisa memenuhi tun-

tutan keadilan dari orang yang menuntut keadilan. Dengan catatan, tuntutan keadilan itu harus sesuai dengan kebenaran yang diridhai Allah.

Karenanya, sebuah pemerintahan belum disebut berlaku adil jika belum mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya untuk hidup layak. Jika belum mampu mensejahterakan rakyatnya dengan papan maupun kesehatan dalam batas yang wajar, dalam batas minimal yang manusiawi.

Harap dicamkan oleh para pengelola negara, di antara penyebab run-tuhnya sebuah kekuasaan adalah ketika negara membebani dan memungut pajak dari rakyatnya hanya untuk mensejahterakan sebagian kecil penge-lola negaranya; dan bukan untuk kesejahteraan rakyat jelata umumnya. Jadi, ketika pemerintah tidak amanah, berlaku tidak adil dan tidak jujur, hakekatnya sedang memancing sebuah perilaku anarkis dari rakyatnya.

Realitanya, kebanyakan lahirnya gerakan radikal dan pemberontakan sering dipicu oleh ketimpangan sosial yang tidak berkeadilan. Lebih sering disebabkan akumulasi kekecewaan yang berlarut-larut; lebih disebabkan oleh ketidakpekaan para pejabat dan aparat negaranya. Contohnya, kejatuh-an Tsar Nicholas dari kekaisaran Rusia ataupun runtuhnya kekhilafahan Turki Usmani (Ottoman) menunjukkan adanya ketidakpedulian dan ke-tidakbecusan para pengelola negaranya --terlepas apapun agama yang dianut-- dan jangan menyalahkan pihak atau sebab lain. 4

Perusahaan negara Jangan mimpi membuat perusahaan yang dikelola negara bisa lebih

unggul dari perusahaan swasta, jika fasilitas dan modalnya sama. Mendi-rikan perusahaan negara semacam ini tidak lebih dari sekadar memberi peluang kepada seseorang untuk berbuat jahat, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Terkecuali jika manajernya betul-betul berakhlak.

Sayangnya --atau sialnya?-- dalam realita sulit mencari manajer yang paripurna. Yang sering dijumpai adalah manajer yang memang pintar tapi tidak berakhlak. Atau memang berakhlak, tapi bukan ahlinya. Akibatnya, perusahaan pun kocar-kacir. Yang lebih jelek lagi, sudah bukan ahlinya ditambah --walau merasa berakhlak karena mengaku beragama-- tidak berakhlak. Akibatnya, jangankan perusahaan, malah negara sekalipun: Hancur lebur!

Perlu dicatat, seseorang akan lebih serius mengelola perusahaan mi-liknya sendiri ketimbang mengurus perusahaan milik negara. Walau, tentu saja, untuk perusahaan yang memiliki nilai strategis yang vital, yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak --agar tidak dimonopoli negara asing-- bisa saja negara ikut terlibat di dalamnya. Baik sebagai pemegang saham mau pun sebagai pengawas. 4 Mustahil muncul gerakan makar Vladimir Lenin di Rusia atau Kemal Ataturk di Turki bila pemerintahan di kedua negara tersebut tidak bermasalah.

Page 21: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

21

Yang salah, sistemnya atau manusianya? Satu hal yang perlu diwaspadai, ketika kita gagal dalam bernegara

atau sebuah perjuangan, bukan mustahil ada cara atau sistem kita yang salah; yang membuat ridha Allah Swt tidak berpihak pada cara kita itu.

Realitanya, saat ini, sistem pendidikan --baik pendidikan kedunia-wian maupun keagamaan-- kurang menghasilkan seperti yang diharapkan.

Sistem pendidikan keduniawian hanya menghasilkan sedikit sekali muslim yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidangnya. Sementara pendidikan keagamaan, selain tak mampu menghapus kebodohan muslim yang tetap percaya pada takhayul, hanya sedikit sekali menghasilkan orang yang benar-benar menghayati kejujuran dan keadilan.

Dalam kenyataannya, disebabkan nepotisme dan ketidakberesan birokrasi, tidak sedikit orang yang bodoh dan berakhlak buruk justru bisa duduk di lembaga perwakilan rakyat atau dalam jabatan-jabatan di instansi pemerintah. Padahal mesti diingat, salah satu kunci utama keberhasilan bernegara adalah ditegakkannya kebenaran, kejujuran dan keadilan hukum, mulai dari atas sampai ke bawah dengan merata.

Jadi jelas, sebagus apa pun suatu teori atau sistem, akhirnya terpu-lang kepada kemampuan dan akhlak manusia pelaksananya juga.

Setiap orang menginginkan kehidupan lebih baik Dalam beberapa abad terakhir ini hampir tidak ada, atau memang

tidak ada, penemuan-penemuan teknologi yang bisa dibanggakan yang dihasilkan seorang Muslim yang bermanfaat bagi umat manusia. Dalam bidang ekonomi pun orang Islam hanya bergelut dalam bidang jual-beli, paling banter jadi distributor atau penyalur, dan bukan pemilik pabrik.

Memang tidak jadi masalah siapa ‘penemu’ teknologi; yang lebih utama tentunya bisa menikmati hasil teknologi itu sendiri. Ibarat orang kaya yang menikmati tinggal di gedung mewah, tentunya ia tak perlu mem-bangun sendiri gedungnya; biarlah orang lain (buruh-buruh bangunan) yang membangunnya. Yang menyedihkan, kalau umat Islam tidak bisa ikut menikmati hasil teknologi itu; dan hanya sekadar jadi penonton yang hokcay, bengong sambil keluar air liurnya. Sebab tidak terpungkiri, betapa pun apatisnya atau jumudnya seorang manusia, kodrat manusiawinya senantiasa menginginkan kehidupan yang lebih baik dari yang sedang dijalaninya. Amat wajar, di zaman yang penuh dengan godaan ini, bila kebanyakan manusia mengharap kehidupan yang lebih menyenangkan.

Banyak sebenarnya perkara-perkara untuk direnungkan, tapi untuk sementara coba renungkan dan telaah dengan benar hal-hal di atas. Jangan sampai orang lain menilai kita --orang Islam-- hanya bisa berteori tanpa praktek. Terlebih jangan sampai mereka, di belakang kita, justru mener-tawakan kita sebagai orang-orang munafik yang sok soleh.

Hanya kajian yang obyektif, yang jujur, yang benar-benar mema-hami realita yang ada, yang memungkinkan kita tahu kesalahan kita.

Page 22: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

22

K ETIDAK JUJURAN DALAM MENILA I Salahsatu di antara kelemahan manusia yang paling menonjol ada-

lah kebiasaannya berpikiran negatip, termasuk ketidakjujurannya dalam menilai suatu perkara. Sikap dan pandangannya terhadap satu persoalan sering tidak luput dari sikap memihak kepada suatu kepentingan yang menguntungkan dirinya. Artinya, untuk dua persoalan yang mempunyai bobot dan kriteria yang sama, ia akan memberikan pendapat yang berbeda.

Contoh perilaku ketidakjujuran seperti itu bisa dilihat dari kasus ke-hidupan duniawi sehari-hari. Seorang Indonesia, yang tinggal di Indonesia, sangat gembira bahwa warganegara Suriname asal Indonesia tidak melu-pakan budaya Indonesianya; tapi ia keberatan jika warganegara Indonesia asal Cina melestarikan adat budaya Cinanya.

Padahal kalau kita berharap orang Cina yang tinggal di Indonesia untuk melupakan budaya Cinanya, maka kita pun seharusnya mengan-jurkan orang asal Indonesia yang tinggal di negara lain untuk melupakan budaya Indonesianya. Dengan kata lain, kalau kita berharap orang Indo-nesia yang tinggal di negara lain untuk tetap memelihara budaya Indone-sianya, maka kita pun seharusnya membiarkan warga negara Indonesia keturunan asing untuk tetap memelihara tradisinya.

Yang jelas, dalam Islam, manusia dinilai karena ketakwaannya --satu ungkapan yang lebih sering diucapkan ketimbang dihayati, apalagi dilaksa-nakan-- dan bukan karena ia asal Sunda, asal Cina, ataupun asal Aceh. Muka bumi ini kepunyaan Allah, siapa pun berhak mendiaminya selama ia juga mau merawatnya. Artinya, orang Indonesia berhak tinggal di Aus-tralia, seperti juga orang Australia berhak tinggal di Indonesia.

Hendaknya diingat, sikap rasis atau melakukan diskriminasi berdasar etnis atau ras, amat sangat dicela dalam Islam.

Dari mana pun asalnya dan apapun agamanya, tiap orang punya hak tinggal di suatu daerah atau negeri, selama ia mematuhi hukum dan aturan di tempat itu; serta menghormati adat istiadat orang-orang yang sudah terlebih dahulu ada di sana. Artinya, setiap pendatang seharusnya bisa menitipkan diri dan tahu diri. Jadi wajar saja, jika pendatang ditolak atau diusir oleh penduduk setempat, jika ia tidak tahu diri.

Realitanya, perilaku ketidakjujuran juga tampak pada sikap kita da-lam masalah Bosnia, Palestina, Afghanistan dan Kurdistan.

Kita mendukung Bosnia untuk melepaskan diri dari Serbia. Kita pun mendukung Palestina untuk lepas dari penindasan Israel; padahal tidak semua orang Palestina adalah muslim (misalnya tokoh Palestina bergaris keras, George Habbash, selain nonmuslim ia pun seorang marxis).

Kita pun turut berteriak tatkala Mujahidin Afghanistan menghadapi orang-orangnya Babrak Karmal atau Najibullah dukungan Soviet. Tapi ketika Soviet ditendang keluar Afghanistan, kita diam saja melihat Muja-hidin saling berebut kekuasaan dan saling bunuh di antara sesama mereka.

Page 23: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

23

Anehnya, kita pura-pura tidak tahu atau pura-pura tidak melihat orang-orang Kurdi yang memperjuangkan berdirinya negara Kurdistan. Seakan-akan kita lupa bahwa Sultan Saladin 5 --Shalahuddin Al Ayyubi (semoga rahmat Allah senantiasa tercurah kepada beliau), sultan yang benar-benar Islami, pahlawan dan pelindung Jerusalem, yang mengalahkan lawannya dengan cara yang amat sangat ksatria-- adalah seorang Kurdi.

Begitu pun dalam masalah kekerasan yang menimpa orang-orang sipil yang tak berdosa, kita sering tidak terluput dari ketidakjujuran alasan. Jika alasannya untuk memperjuangkan hak dan kemerdekaan, apa orang Kurdi tidak boleh merdeka lepas dari Irak, Iran atau Turki? Apa orang Kurdi dibenarkan melakukan teror dengan mengebom sasaran sipil?

Jika orang Kurdi meledakan bom di alun-alun Bagdad, Teheran, atau Ankara --dan anak serta istri kita mati jadi korban di sana-- apa orang yang melakukan tindakan itu disebut pahlawan hanya karena ia seorang muslim? Seharusnya kita jujur, siapa pun pelakunya (kita atau orang lain), tindakan pengeboman terhadap sasaran sipil adalah perbuatan teroris yang amat pengecut. Terlebih Islam mencela pembunuhan terhadap anak-anak, wanita dan orang-orang yang sudah tua, dalam sebuah peperangan sekalipun.

Harap diingat, di akhirat orang tidak ditanya berasal dari negara mana; sebab di akhirat tidak ada negara Amerika, Rusia, Cina, Palestina, Israel, Basque, Moro, Kurdi, Tamil, Tibet, Kashmir, maupun Pasundan. Realitanya, saat ini, mendirikan negara baru tidak menjamin tegaknya keadilan buat rakyat miskin kebanyakan. Artinya, buat apa mendirikan negara baru yang hanya memuaskan orang-orang yang gila kekuasaan, orang-orang yang sok suci tapi sebenarnya lebih jahat dan tidak jujur.

Memang, merealisasikan mimpi itu tidak dilarang. Tapi, mesti di-ingat, tidak semua mimpi bisa dan harus jadi realita. Lagi pula, buat apa sebuah mimpi jadi realita jika hanya menyenangkan kita, tapi melahirkan penderitaan buat rakyat banyak. Realitanya, ketika terjadi peperangan, yang menderita dan menjadi korban justru rakyat jelata biasa yang tidak tahu apa-apa. Karenanya, ketika rakyat jadi korban, yang seharusnya disa-lahkan bukan hanya musuh, tapi juga para pemimpin kita yang arogan; yang tidak tahu diri, yang emosional, yang sok suci dan sok jago.

Anehnya, kita sering mengingatkan untuk bersolidaritas terhadap muslim yang teraniaya di negara lain; tapi terhadap sesama muslim di negeri sendiri kita saling ‘sikut’. Padahal sebelum mengurusi muslim di ne-gara lain seharusnya kita lebih dulu akur dengan sesama muslim di negeri sendiri. Jelas, nuansa kepentingan kelompok lebih dominan ketimbang demi kemaslahatan yang mensejahterakan semua Muslim. Begitu pula yang namanya teror lebih terkait pada fanatisme golongan yang membabi-buta daripada menegakkan kebenaran tuntunan Islam. 5 Saladin, Sultan Islam yang sangat dihormati keksatriaannya oleh orang Kristen. Sikap Saladin terhadap musuh yang ditawannya, merupakan cerminan sikap Islami yang sesungguhnya; bijak dan tak sewenang-wenang.

Page 24: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

24

YANG PERLU DISADAR I Seorang manusia boleh saja mengarang teori yang muluk-muluk,

atau berslogan dengan kata-kata yang puitis. Begitu pula sebuah negara bisa saja mencantumkan aturan-aturan bagus, yang diuntai pernak pernik kata-kata yang indah di undang-undang dasar negaranya. Namun apa pun teori atau sistem itu, baik menyangkut ekonomi maupun birokrasi peme-rintahan, sama sekali tak akan berhasil alias cuma omong kosong besar, jika tidak didukung oleh salah satu dari dua hal di bawah ini.

1) Tegaknya akhlak (mental dan moral) manusia ksatria yang lurus, yang benar-benar jujur dan adil.

2) Tegaknya hukum yang tegas yang tidak pandang bulu, yang benar-benar jujur dan adil. Jika salah satu dari dua komponen di atas ikut mendukung, maka

sistem bernegara yang bersangkutan kemungkinan bisa berhasil. Apalagi jika kedua hal tersebut ikut mendukung.

Hanya negara yang mampu menegakkan salah satu hal itu --akhlak atau hukum; artinya, manusianya yang bertabiat baik atau hukumnya yang berjalan dengan baik-- yang kemungkinan akan berhasil pemerintahannya. Padahal jelas bagi kita semua, kedua hal itu (tegaknya akhlak dan tegaknya hukum) hanya mudah dibuat teorinya, tapi sangat sulit untuk dipraktek-kannya. Penyebabnya juga amat jelas: karena kita --kebanyakannya atau semuanya, tetapi tidak termasuk Anda-- terjerat dengan kemunafikan. Yang membuat perilaku kita sering tidak sinkron dengan ucapan.

Jadi, kalau negeri tempat kita tinggal morat-marit atau amburadul, adalah karena ketidakberesan dan kesalahan diri kita sendiri. Dalam skop kecil sama dengan jamiah (organisasi, partai) kita. Bila jamiah kita kocar-kacir dan acakkadut, itu karena kesalahan dan ketidakmampuan kita. Tidak perlu menyalahkan orang lain, atau negara lain, atau paham lain. Jangan mencari kambing hitam. Jangan menyalahkan penjajah; tanya diri sendiri kenapa bisa dijajah? Jangan menyalahkan yang mengadu domba, salahkan diri sendiri kenapa bisa dan mau diadu domba?

Realitanya, sebagus apa pun suatu teori (kajian, telaah sistem), walau sesuai dengan kebenaran, menjadi tak ada manfaatnya bila tak bisa dilak-sanakan dalam praktek nyata. Jadi, jika ada negara yang pemerintahannya kacau balau, itu berarti banyak pengelola negaranya yang tidak berakhlak, yang pelaksanaan hukumnya tidak berjalan dengan jujur dan adil; dan bukan karena teorinya yang tidak bagus. Sebaliknya, sesederhana apa pun suatu sistem, jika para pelaksananya berakhlak dan hukum ditegakkan, bisa saja pemerintahannya berhasil.

Karenanya, seperti juga penjelasan yang harus disertai dengan bukti yang nyata, maka teori itupun seharusnya ditindaklanjuti dengan praktek. Sebab, kita baru bisa tahu dan bisa membedakan tikus dengan tupai, jika sudah melihatnya; dan bukan hanya dengan sekadar penjelasan.

Page 25: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

25

Suka berbeda dalam menilai sesuatu Realitanya, perilaku ketidakjujuran dalam menilai itu tidak hanya

diperlihatkan orang yang keber-agama-annya kurang, tapi juga oleh mereka yang menganggap dirinya sebagai tokoh panutan dalam beragama. Suatu sikap munafik yang tak kelihatan, yang dilakukan justru oleh orang yang dari bibirnya sering keluar hujatan untuk orang-orang munafik.

Cobalah kita tanya pendapatnya tentang gempa bumi yang terjadi. Kadang ada dua jawaban berbeda yang akan kita dengar dari beliau; satu gempa bumi yang merupakan ujian, satu lagi gempa bumi yang merupakan kutukan Tuhan. Tergantung kepada siapa gempa bumi itu menimpa!

Yang jelas, salah satu sebab dari ketidakmampuan kita untuk meng-ajak orang lain adalah karena kita terbiasa berperilaku yang tak selaras dengan ucapan kita. Karenanya, satu keharusan bagi kita untuk mencari tahu, mengapa fatwa atau ajakan kita tidak digubris orang banyak.

Semestinya disadari, yang menilai kita --apakah kita ini orang mulia atau bukan, cecurut atau bukan-- adalah orang lain, bukan diri kita sendiri. Tapi yang lebih tahu tentang kita --apakah kita ini cecurut atau bukan-- adalah Allah, bukan orang lain.

Rasulullah Saw mengingatkan: “Akan datang sesudahku, pemimpin (penguasa) yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana; Tetapi bila telah turun mimbar, mereka melakukan tipu daya (licik) dan pencurian (korup). Hati mereka lebih busuk dari bangkai.” (HR. Ath Thabrani) Pada kenyataannya, tidak sedikit tokoh Muslim yang pandai bicara

tentang zuhud (hidup sederhana) hanya saat belum punya jabatan, hanya selagi belum punya kesempatan untuk korupsi. Dengan kata lain, hidup zuhud para khalifah Muslim hanya tinggal sekadar dongeng; dan bukan suatu kenyataan yang bisa dipraktekkan. Karenanya, amat wajar jika rakyat biasa tidak menaruh kepercayaan kepada tokoh Muslim manapun.

Catatan: � Kita menuduh orang lain memakai standar ganda, sementara kita

sendiri memakai dua penilaian untuk perkara-perkara serupa. Kita menu-duh orang lain tidak jujur, sementara kita sendiri tidak jujur.

� Undang-undang atau hukum apa pun namanya, dan di negara mana pun, jika tidak dilaksanakan dengan tegas, tidak dilandasi kejujuran dan keadilan, hanya akan tinggal merupakan sebuah teori saja.

� Kejujuran sejarah biasanya baru dituliskan setelah para pelaku seja-rah itu sendiri sudah meninggal dunia. Semestinya diingat, bagaimanapun cara wafatnya, orang mulia mewariskan nama yang harum. Cecurut, saat mati, meninggalkan bangkai bau yang lebih busuk ketimbang sampah.

� “Apabila penguasa (aparat negara) yang memerintah umat Islam mati dalam keadaan merugikan mereka (rakyatnya), Allah mengharam-kan surga untuknya.” (HR. Bukhari)

Page 26: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

26

M USLIM DAN LINGKUNGAN SOSIALNY A Ada dua hukum, yang suka atau tidak suka, harus dihadapi setiap

individu muslim. Pertama, hukum yang berlaku dalam lingkungannya setempat (komunitas atau negara), yang ketetapan undang-undangnya di-buat berdasar persetujuan mayoritas penduduk setempat; Kedua, hukum yang berlaku dalam agama yang dianutnya.

Untuk itu, seorang Muslim harus bisa menyesuaikan diri dengan hukum yang berlaku di tempat ia tinggal. Artinya, selama hukum tersebut tidak bertentangan dengan tuntunan Islam, ia harus berusaha untuk mema-tuhinya. Malah boleh mengambil manfaat dari hukum negara tersebut bila berdampak kebaikan. Jika ada hukum setempat yang bertentangan dengan tuntunan Islam, seorang Muslim harus berusaha untuk merobahnya. Hanya saja caranya juga harus cara yang baik. Cara yang justru tidak melanggar hukum itu sendiri. Artinya, perobahan hukum itu harus berdasar kehendak mayoritas. Jika aturan hukum yang buruk itu tetap dikehendaki mayoritas penduduk setempat, seorang Muslim harus menerima realitanya.

Jika tidak, lebih baik ia pindah ke tempat atau negara lain. Atau ia tetap tinggal di tempat itu, tapi tidak ikut melibatkan diri dalam keburukan tersebut. Sebab, dalam Islam, berbuat kebaikan dan mencegah kemunkar-an bukan saja harus dengan cara yang baik, tapi juga harus menghasilkan yang baik. Mencegah kemunkaran tapi membuahkan keburukan yang lebih parah, apalagi caranya juga cara yang munkar, bukanlah tuntunan Islam. Oleh karenanya, agar hukum yang buruk itu bisa dirobah oleh mayoritas penduduk setempat, yang paling utama adalah lebih dahulu mengupayakan mayoritas penduduk setempat menjadi Muslim (yang baik).

Tatacara duniawi di lingkungan kita Setiap perkara yang tidak diatur agama dan sepanjang tidak disan-

darkan kepada balasan pahala dari sesuatu yang gaib, jadi cuma basa-basi formalitas kemasyarakatan, dikategorikan sebagai perkara duniawi; dan kita dibolehkan untuk mengikutinya atau melakukannya.

Contohnya, sikap hormat murid dengan menganggukkan kepala kepada gurunya, atau cara menghormat prajurit dengan mengangkat tangan kepada atasannya; semua perbuatan ini sama sekali tak ada balasan pahala. Begitu pun menghormati bendera, selama hanya dianggap sebagai lambang dan bukan sebagai tuhan, dibolehkan. Seorang warga negara Irak atau Iran berhak marah jika melihat bendera negaranya dibakar orang lain, walau bendera itu cuma selembar kain yang tak ada artinya.

Karena itu, gambar bulan bintang --walau sama sekali tidak dikenal sebagai lambang Islam di masa Nabi-- selama tidak dianggap sakti, boleh digunakan sebagai lambang atau bendera. Lambang atau simbol pengenal, hanyalah perkara duniawi. Begitu juga KTP, Surat Nikah, atau Akte Kelahiran; hanyalah tatacara duniawi. Termasuk perkara duniawi adalah memperingati hari kemerdekaan, hari ibu, ataupun hari pahlawan.

Page 27: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

27

Mematuhi hukum di lingkungan kita M inuman keras, walau dibolehkan oleh negara, hukum Islam meng-

haramkannya untuk diminum oleh seorang muslim. Karenanya, walau nonmuslim dibolehkan minum khamer tersebut, Muslim yang taat kepada aturan agamanya dipastikan tidak akan meminumnya.

Lain halnya dengan narkotika; narkotika tidak ditemukan larangan haramnya dalam Islam. Dalam situasi tertentu, sebagai obat, narkotika boleh dipakai seorang muslim. Realitanya, ketika perang, penggunaan morphin sebagai penghilang rasa sakit bagi perajurit yang terluka meru-pakan suatu yang umum. Tapi, dalam kehidupan sehari-hari, seorang muslim harus menjauhi narkotika dengan mematuhi hukum negara; karena hukum negara tersebut berakibat baik bagi seorang muslim. Malah, pela-rangan oleh negara terhadap narkotika untuk digunakan secara bebas, dengan sanksi hukum yang sangat berat, amatlah penting.

Realitanya, merasa amat menyesal setelah melakukan kesalahan merupakan satu kebiasaan. Karenanya, jauhi ego mau menang sendiri, usahakan berpikir jernih sebelum melakukan suatu perbuatan. Usahakan menghindari perilaku yang melawan hukum di tempat kita tinggal. Sebab perbuatan melanggar hukum, sekecil apapun, selain merugikan orang lain, juga akan membuat kita dan keluarga kita terperangkap dalam ketidak tenteraman dan masalah yang berkepanjangan.

Keamanan lingkungan merupakan kewajiban pemerintah Dalam kehidupan bermasyarakat, orang jahat --walau dia muslim--

wajib dibasmi. Sebaliknya, walau dia kafir atau atheis sekalipun, jika dia tidak merugikan orang lain maka wajib bagi negara untuk melindunginya. Mesti diingat, salah satu kondisi yang mendukung seorang manusia untuk merasa tenteram adalah jika lingkungannya aman, terbebas dari kejahatan. Karenanya, semua bentuk kejahatan yang meresahkan harus dibasmi.

Memang, orang yang berbuat keburukan wajar diberi kesempatan untuk insyaf, pantas diberi peluang untuk menyadari kesalahannya. Tapi kesempatan itu ada batasannya dan bukan terus-terusan dimaafkan. Arti-nya, orang jahat layak mendapat kesempatan kedua, atau paling tidak ketiga, tapi tak layak diberi kesempatan keempat atau kelima. Sebab, pada kebanyakan realita, tidak sedikit orang berhenti melakukan kejahatan bu-kan karena kesadaran tapi karena sudah tidak mampu berbuat jahat.

Yang jelas, membuat lingkungan yang aman merupakan kewajiban pemerintah. Orang yang tak mau berhenti berbuat jahat, yang menimbulkan keresahan di masyarakat, wajib dibasmi oleh negara. Sedangkan pemerin-tahan yang tidak bisa menjamin keamanan dan ketenteraman rakyatnya, pemerintahan tersebut tak patut didukung.

Realitanya, di negara mana pun, yang namanya kejahatan pasti ada. Hanya saja ada negara yang mampu menegakkan hukumnya dengan tegas, dan ada juga pemerintahan yang tidak becus menegakkan hukumnya; yang para pemimpinnya hanya pandai berteori dan berpidato.

Page 28: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

28

SISTEM PEMERINTAHA N Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam terdiri dari dua kategori. Pertama, sunnah yang berkaitan dengan penyampaian risalah.

Artinya, contoh Nabi tersebut sangat utama untuk diikuti. Kedua, sunnah yang tidak berkaitan dengan penyampaian risalah. Artinya, contoh Nabi tersebut bila tidak diikuti tidak apa-apa.

Kalau kita kaji dengan hati yang ikhlas, maka akhlak islami yang tinggi yang harus dimiliki seorang pemimpin merupakan sunnah yang berkaitan dengan penyampaian risalah. Sedangkan sistem atau aturan tata-tertib bermusyawarah dalam pemerintahan, bisa dikategorikan sebagai sunnah yang tidak berkaitan dengan penyampaian risalah.

Karenanya, berlainan dengan syareat atau aturan agama yang tidak boleh ada perobahan karena sudah sempurna, tatacara musyawarah maupun administrasi pemerintahan dimungkinkan untuk mengikuti situasi dan kondisi yang berkembang di lingkungannya. Realitanya, belajar dari peng-alaman, segala sesuatu itu akan berkembang lebih baik dari yang sebe-lumnya. Begitu pula sistem atau cara bermusyawarah, tiap kekurangannya digantikan dengan yang lebih baik. Lagi pula, sistem musyawarah di ling-kungan kecil (desa), kebutuhan dan manfaatnya belum tentu sama dengan sistem pemerintahan di lingkungan yang lebih luas (negara).

Dalam lingkungan kecil, parlemen sama sekali tidak diperlukan; musyawarah bisa dilakukan kapan saja di antara tokoh-tokoh masyarakat yang tidak dipilih langsung oleh masyarakat, tapi diakui legitimasinya. Lain halnya dalam lingkungan yang luas, keberadaan sebuah parlemen yang dipilih rakyat sangat dibutuhkan. Sebab, dalam sebuah negara, kebu-tuhan HAM di tiap-tiap daerah amat beragam; termasuk yang mewakili golongan profesi, yang kepentingannya jelas berlainan.

Tentu saja hak bermusyawarah seutamanya diberikan kepada orang yang menghargai demokrasi; orang yang tidak menghargai demokrasi tidak layak diajak bermusyawarah. Seperti juga tidak perlu berbicara masalah prikemanusiaan dengan orang yang sama sekali tak punya prikemanusiaan. Sama tidak pantasnya dengan menuntut orang lain untuk bertoleransi ke-pada kita, bila kita sendiri tidak mau bertoleransi kepada orang lain. Yang jelas, kalau demokrasi tidak diberlakukan dalam negara atau organisasi, maka setiap orang bisa seenaknya mengklaim sebagai pemimpin.

Sesungguhnyalah, sistem khilafah (pemerintahan Islam) seperti apa pun --republik atau monarkhi, presidentil atau parlementer-- tak perlu dijadikan patokan keharusan. Yang penting pelaksananya memiliki akhlak Islami; memiliki kejujuran dan rasa tanggungjawab.

Realitanya, mempelajari sejarah adalah hal yang mudah, belajar dari sejarah itu yang sulit. Betapa banyak pemimpin yang tadinya baik kemu-dian lupa sejarah, akhirnya tergusur dengan cara yang hina. Kursi kekua-saannya telah menyulap akhlak mulianya menjadi lupa daratan.

Page 29: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

29

Sistem musyawarah sesuai situasi Sesuai situasinya, yang berupa lingkungan jamaah yang masih kecil,

sistem musyawarah pemerintahan --biasa disebut syura-- di masa Nabi Saw juga masih sangat sederhana. Musyawarah dilakukan di antara Nabi dan para sahabat yang dianggap sebagai tokoh. Kriteria tokoh tidak didasarkan kepada hasil pemilihan umum, tapi pada komitmennya kepada Islam.

Sistem musyawarah pemerintahan di masa Nabi berjalan mulus; karena Nabi adalah pemimpin yang memiliki akhlak yang sempurna, yang mendahulukan kepentingan orang banyak daripada kepentingan kelompok. Yang mustahil lepas dari kebenaran, kejujuran dan keadilan. Begitu pun sistem musyawarah setelah Nabi wafat, yang dilaksanakan khalifah yang empat, masih berjalan mulus. Sebab, walau tidak sesempurna Nabi, para pemimpinnya masih memiliki akhlak yang tinggi. Siapa pun yang hatinya ikhlas, akan melihat bahwa kunci sukses sistem musyawarah pemerintahan Islam adalah akhlak yang tinggi, betapa pun sederhananya sistem tersebut.

Tentu saja, disebabkan atmosfir lingkungan yang berbeda dan berobah setiap saat, maka sistem musyawarah pemerintahan moderen tidak akan sama persis dengan syura di masa Nabi. Kesamaannya hanyalah, bahwa sebuah keputusan merupakan hasil musyawarah.

Yang penting bukan sekadar sistemnya Apapun sistem pemerintahannnya, hanya negara yang mampu mene-

gakkan kejujuran dan keadilan yang bisa menciptakan kemakmuran untuk rakyatnya; yang bisa memberi kesejahteraan dan memberi rasa aman.

Faktanya, ketidakjujuran dan ketidakadilan yang merajalela di semua lapisan masyarakat adalah penyebab utama hancurnya sebuah negara. Karenanya, jika ingin menyelamatkan negara dari kehancuran, harus ada orang yang mampu menghancurkan ketidakjujuran dan ketidakadilan yang merajalela tersebut. Harus ada pemimpin yang berani menindak semua orang, terutama aparat negara, yang tidak jujur dan tidak adil. Harus ada pemimpin yang mampu memotivasi semua rakyatnya untuk membiasakan diri berdiri di atas kebenaran, untuk berlaku jujur dan adil.

Realitanya, kita hanya bisa melihat keburukan yang dilakukan orang lain tapi kita sendiri tidak berlaku jujur dan adil. Kita sering tidak merasa melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Kita sering merasa tidak pernah mengambil hak orang lain. Padahal Allah mustahil tidur. Karena-nya, kalau negeri tempat kita tinggal suatu saat hancur lebur, hakekatnya karena andil buruk kita juga.

Catatan: � Hak azasi manusia harus ditempatkan sesuai proporsinya. Artinya,

tuntutan HAM itu tidak boleh mengganggu dan merugikan orang lain di se-kitarnya. Contohnya, wanita berbikini wajar berada di tempat renang atau di tepi pantai; tapi belum tentu wajar jika berada di sekolah. Apa dianggap melanggar HAM jika ada yang melarang wanita berbikini di sinagog?

Page 30: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

30

K EYAKINAN AGAMA DAN JABATA N Seorang Muslim yang jadi politikus atau negarawan harus bisa me-

letakkan keyakinan prinsipnya pada tempat yang tepat. Sebagai negarawan, walau tidak setuju dengan pendapat orang lain,

ia harus menghormati orang lain yang ingin merobah aturan-aturan yang ada di negaranya. Tapi sebagai Muslim, ia harus menolak adanya keingin-an dari orang lain yang akan merobah akidah agamanya; tanpa ada tapi atau alasan apapun. Sebab aturan negara dan akidah agama adalah dua hal yang berbeda. Artinya, dalam perkara yang bukan agama, seorang muslim harus berusaha untuk bertoleransi dengan pemahaman orang lain yang berbeda. Dalam perkara yang berkaitan dengan agamanya, tak bisa tidak, seorang muslim tidak boleh mentolerir orang yang ingin merobah akidah Islam. Sebab, setiap muslim wajib menjaga kesucian akidah agamanya.

Keyakinan bahwa Allah Swt adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, dan keyakinan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah nabi yang terakhir yang diutus Allah, merupakan akidah seorang muslim yang tak bisa ditawar. Buat seorang muslim, urusan keimanan orang lain yang bukan muslim (atau tidak beragama sekalipun) merupakan urusan orang itu sendiri; dan seorang muslim harus toleran terhadap apa yang diyakini orang tersebut. Tapi jika orang tersebut, walau mengaku muslim sekalipun, hendak merusak akidah agama Islam maka ia wajib dibasmi.

Dari hal di atas, seorang manusia --terserah apapun agamanya atau atheis sekalipun-- harus memaklumi mengapa ada saatnya seorang muslim tampak tidak toleran. Karenanya, jangan mencoba-coba mengganggu akidah seorang Muslim. Sebab akibatnya bisa fatal; bisa diamuk.

Jabatan dalam birokrasi Jabatan birokrasi pemerintahan, selain harus dijabat oleh orang yang

memiliki moralitas, harus oleh orang yang ahli di bidangnya. Bukan semata-mata karena orang yang satu partai atau satu keyakinan agama.

Memang, jabatan pimpinan sebuah kementerian boleh saja jabatan politis. Tapi jabatan struktural di bawahnya semestinya merupakan jabatan profesi. Artinya, berdasar pengalaman karir di bidangnya. Lagi pula, ketika seseorang duduk dalam sebuah jabatan, seharusnya ia mengutamakan ke-pentingan rakyat; dan bukan kepentingan partai atau golongannya. Ia seharusnya melayani rakyat; dan bukan dilayani.

Yang jelas, tidak ada gunanya kita duduk dalam sebuah jabatan, jika hanya akan mempertontonkan ketidakbecusan dan keserakahan kita; yang menelanjangi kemunafikan kita. Karenanya, jika tidak ingin dicemooh, semestinyalah kita jadi pengelola negara yang jujur dan adil. Bukan yang lebih mendahulukan menuntut hak ketimbang menunaikan kewajiban.

Yang pasti, pegawai atau aparat negara yang mempersulit keperluan rakyat, yang memeras dan menyengsarakan rakyat, karena tidak amanah, tempatnya yang layak di akhirat adalah di neraka. Renungkan.

Page 31: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

31

M EMBATASI KEWENANGA N Di negara mana pun, yang diinginkan setiap warga negara yang

normal adalah rasa aman dan damai, baik lahir maupun batin. Bebas dari rasa takut untuk mengemukakan pendapat, sama seperti jauhnya dari rasa takut dirampok penjahat atau diperas pejabat; terlindungi oleh hukum, baik ketika di perjalanan maupun ketika berjualan. Tak satu pun warganegara biasa yang waras pikirannya menginginkan peperangan atau anarkisme. Yang diharapkan adalah sebuah negara yang bisa memberi kesejahteraan dengan langgeng. Sebuah negara yang makmur dan damai; bukan negara yang kocar-kacir, kacau dan miskin.

Untuk mewujudkan harapan memiliki negara yang makmur sejahtera tersebut, jelas diperlukan pemerintahan yang berjalan baik. Pemerintahan yang selain hukumnya baik, juga dipimpin oleh orang yang bijak. Orang yang suka memperpanjang masalah remeh-temeh bisa jadi melontarkan pertanyaan: “Bagaimana kalau orang bijak itu dungu. Apa pantas diangkat jadi pemimpin pemerintahan?” Jawaban untuk orang-orang seperti ini mestinya: “Apa orang yang memilih pemimpin pemerintahan itu orang-orang pandir, sehingga orang bodoh diangkat?”

Ciri dari negeri-negeri yang kebanyakan tokoh-tokohnya suka mem-perpanjang masalah tetek-bengek, dan bukannya memecahkan masalah penting, adalah negeri yang amburadul. Negeri yang anggota parlemennya piawai bikin aturan, yang pintar merancang dan menghias undang-undang, tapi manfaat dalam praktek nol besar. Negeri yang para wakil rakyatnya pandai merangkai kalimat yang menakjubkan di kolom-kolom surat kabar, yang lihai dalam berargumentasi, tapi perilakunya amoral dan korup. Yang para politikusnya suka membesar-besarkan masalah remeh-temeh, tapi tak becus mengurus perkara yang benar-benar sangat mendesak.

Jelas, orang yang akan diangkat jadi kepala pemerintahan mestinya tahu soal pemerintahan, walau minim sekalipun. Agar pemerintahannya berjalan baik, orang bijak bisa mengambil orang lain yang ahli untuk mem-bantunya. Sebaliknya, seorang pemimpin yang sekadar jago berpidato dan berpolitik, bisa saja menggunakan keahliannya tersebut untuk kepenting-annya, dan bukan untuk kebaikan rakyatnya. Jelas, pemerintahan yang baik biasanya dipimpin oleh orang yang bijak. Masalahnya, bagaimana kita yakin ia akan tetap bijak? Padahal sifat baik-buruk itu relatif, sebab tak ada jaminan orang baik akan tetap baik.

Jika lubang kuncinya jelas, anak kuncinya juga jelas. Agar seseorang tetap bijak dalam memimpin pemerintahan, ia harus dibatasi kewenangan-nya oleh undang-undang yang dibuat parlemen. Undang-undang yang tidak bisa dihapus oleh kepala pemerintahan maupun kepala negara.

Harap dicatat, sebuah parlemen yang diisi wakil-wakil rakyat yang jujur dan adil, juga ramah dan murah hati, lebih berharga daripada sebuah parlemen yang dipenuhi intrik dan basa-basi protokoler yang kaku; yang dihuni badut-badut yang egois, yang serakah dan tidak jujur.

Page 32: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

32

M ENOLAK DEMOKRASI ALA BARA T Berbeda dengan hukum Islam yang mengatur hubungan atas-bawah

(vertikal, antara manusia dengan Allah), sekaligus hubungan kiri-kanan (horizontal, antara manusia dengan lingkungannya di dunia), hukum negara yang dibuat manusia, biasanya hanya mengatur kehidupan antar manusia di dunia saja. Akibatnya, suka atau tidak suka, ada kalanya seorang Muslim menjumpai peraturan yang sebenarnya bagus dalam bernegara, tapi dinilai bertentangan dengan aturan syareat Islam.

Dalam banyak kenyataan, rasa gengsi buta --sesuatu yang wajar dimiliki manusia, tapi jarang ada orang yang mau mengakuinya-- sering menyebabkan kita menolak pemahaman orang lain yang benar. Rasa malu, kita dudukkan pada tempat yang salah. Dampaknya, kita tidak mau mene-rima sesuatu yang sebenarnya berfaedah.

Realitanya, hanya dikarenakan ada beberapa hal yang tak berkenan, banyak perkara kita tolak tanpa pertimbangan yang matang. Rasionalitas kita tercampuradukkan dengan argumentasi kefanatikan buta, sehingga se-suatunya menjadi tidak jelas.

Akibatnya, kita tak bisa lagi menempatkan boleh-tidak, benar-salah, dan baik-buruk secara obyektif. Seperti juga kerancuan kita dalam men-campuradukkan antara sistem dan tujuan, disebabkan ketidakmampuan kita dalam mendudukkan masing-masing jenisnya pada proporsinya. Kalau sudah begitu, apa bedanya kita dengan masyarakat jahiliyah, yang menolak sebelum mengkaji lebih dalam.

Kita memang melihat ada sisi hitam dari demokrasi ala Barat, tapi kita juga tidak boleh menutup mata akan sisi baiknya. Dalam beragama kita memang tak boleh mengambil aturan sebagian-sebagian, tapi sistem atau cara berdemokrasi tidak ditentukan secara mutlak oleh agama. Kare-nanya, kita boleh mengambil sepotong dan membuang yang sepotong lagi. Tak ada jeleknya kita memungut potongan yang merupakan sisi baiknya.

Namun biasanya kita malu berbuat begitu, karena kita menganggap demokrasi sebagai produk non-Islam. Padahal cara berdemokrasi sudah dilaksanakan Islam pada masa Nabi Saw dengan apa yang disebut syura, yaitu musyawarah cara Islam yang melahirkan kepemimpinan yang dipilih.

Yang jelas, tindakan otoriter seorang pemimpin merupakan perbu-atan tercela; sebab prinsip bermusyawarah atau berdemokrasi hukumnya wajib dijalankan oleh para pemimpin Muslim.

“..dan (bagi) orang-orang yang mematuhi seruan Tuhan dan me-laksanakan solat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka..” (Quran, Asy Syura [42]:38) Anehnya, saat ini ada Muslim yang lebih senang berada di bawah

pemerintahan diktator, atau yang berperilaku seperti thogut, daripada ber-ada di bawah pemerintahan yang mempraktekkan demokrasi, hanya karena anggapan bahwa demokrasi merupakan produk non-Islam.

Page 33: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

33

Lebih banyak berteori ketimbang mengaplikasikan Boleh dikata, sejak berakhirnya Kekhalifahan Umar bin Abdul Azis

Ra 6 sampai dengan penghujung abad ke duapuluh ini, kita terbiasa menyaksikan pemimpin-pemimpin yang beragama Islam --baik di partai maupun di pemerintahan, baik di negara yang mengklaim negara Islam maupun bukan-- saling jegal dengan tanpa malu mengatasnamakan Islam.

Dengan isu-isu kebobrokan moral generasi muda Barat, para pe-mimpin Muslim ini menumbuhkan sikap anti demokrasi ala Barat; tapi menutup-nutupi sistem kepemimpinannya yang demokratis. Jelas, semua ini dilakukan agar kursi mereka di pemerintahan, di parlemen atau di partai tidak diganggu gugat. Sementara rakyatnya, yang mayoritas muslim, menjadi setara dengan bebek-bebek yang siap digiring ke mana saja.

Tanpa sadar, para politikus muslim sudah terdidik untuk mengu-capkan “Pandai-pandailah memilah dan memilih”, demi kepentingan si pembicara dan bukan untuk kepentingan si pendengar (rakyat).

Tak sedikit Muslim, termasuk diri kita barangkali, lebih sering berpi-kiran negatip ketimbang positip. Lebih pintar berbicara manis dan pandai memberi petuah, tapi perilaku kita jauh dari teladan. Realitanya, orang hanya menghormati di depan kita, tapi menghujat di belakang kita. Orang tersenyum menyenangkan kita, dan menertawakan di sebaliknya.

Pola pikir kita menjadi mandul, karena disibukkan dengan perkara remeh-temeh, termasuk kebiasaan membikin istilah yang berbeda-beda padahal hakekatnya itu-itu juga. Kenyataannya, kita lebih pintar berslogan daripada membuktikannya, lebih pandai berteori ketimbang mengapli-kasikannya, mengutamakan retorika padahal yang lebih penting implemen-tasinya. Kita piawai membahas syura dan demokrasi sampai kepada hal-hal yang tetek-bengek; tapi hakekat kedua-duanya, yaitu kebebasan berpen-dapat dan saling menghormati, jauh panggang dari api dalam prakteknya.

Padahal hakekat dari sebuah usaha adalah meraih hasil akhir dari usaha itu, bukan sekadar sistem dari pekerjaannya itu sendiri. Yang pen-ting, caranya harus halal. Bukan menghalalkan segala cara.

Catatan: � Hanya yang mampu beradaptasi dengan keadaan --apa pun bentuk-

nya; manusia, organisasi, atau sistem-- yang bisa bertahan hidup. Semes-tinya diingat, di dunia ini, segala sesuatu bisa saja berobah. Yang tidak bisa berobah adalah adanya perobahan itu sendiri.

� Kebencian kepada demokrasi biasanya timbul dikarenakan keba-nyakan rakyat di negara serupa itu sudah terbiasa terkungkung oleh sikap pengkultusan kepada figur pemimpin.

6 Khalifah yang teramat soleh selain khalifah yang empat: Abu Bakar bin Abi Quhafah, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhum.

Page 34: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

34

DEMOKRASI MODER N Ada yang menolak tatkala diberi ascorbic acid, tapi mau menerima

vitamin C. Itu terjadi karena orang tersebut tidak tahu bahwa kedua obat itu sebenarnya sama. Seperti juga phenobarbital yang adalah nama lain luminal; atau nama lain aneurin dan thiamin untuk vitamin B1. Begitu pun amidozon dan pyramidon sebenarnya adalah obat yang sama. Sementara paracetamol atau acetaminophen adalah nama generik untuk obat ber-merek Biogesic. Tapi paracetamol beda dan bukan phenacetin, walau kedua-duanya biasa dipakai untuk penghilang rasa sakit.

Tergantung pabriknya, walau kegunaannya untuk penyakit yang sama, bahan dan bentuk serta merek obat memang kadang berbeda. Begitu pun dengan obat untuk penyakit sistem pemerintahan, yaitu demokrasi. Yang salah satunya merupakan produk unggulan: Demokrasi Modern.

Demokrasi Modern, istilah yang mengerikan untuk yang wawas-annya kering, dan haram bagi pemimpin yang lagi mabuk kekuasaan, hakekatnya merupakan refleksi dari keinginan rakyat yang mendambakan kebebasan berpendapat yang lebih baik. Sistem demokrasi modern ini lebih sering disebut sebagai demokrasi ala Barat, kata generik untuk demokrasi kapitalis atau demokrasi liberal. Kenyataannya, demokrasi serupa ini hanya mungkin dipraktekkan, selain oleh masyarakat yang taraf pendidikannya merata, hanya oleh masyarakat yang moralitasnya bersih.

Kebebasan bermusyawarah Ciri utama demokrasi modern adalah orang lain memberi kebebasan

berpendapat kepada kita, yang juga memberikan kebebasan berpendapat kepada orang lain. Kita toleran kepada orang lain, yang juga toleran kepada kita. Artinya, setiap orang berhak memperoleh (hak) kemerdekaan yang seluas-luasnya, sepanjang kebebasan yang dimilikinya tidak melanggar hukum, tidak mengganggu atau merugikan (hak) kebebasan orang lain.

Sistem demokrasi modern --seperti juga sistem jenjang pendidikan, sistem ekonomi, sistem teknologi, ataupun strategi perang-- bukanlah produk suatu agama. Tapi hasil dari pengembangan bertahap satu sistem sosialisasi masyarakat, yang beradaptasi secara alamiah dengan kepen-tingan dan situasi kondisi sosial lingkungannya.

Biasanya, demokrasi modern tidak terkait dengan suatu agama. Oleh sebab itu, tuntutan agar kepala pemerintahan memiliki moral yang baik, tidaklah mempunyai tolok ukur yang pasti. Karenanya, salah satu cara untuk mencegah kebobrokan pemerintah, adalah penerapan pembatasan wewenang dan masa jabatan yang diatur undang-undang.

Yang pasti, sistem demokrasi modern hanya sekadar mengajarkan bahwa sebuah pemerintahan semestinya dijalankan dengan kebebasan bermusyawarah; dan bukan menentukan tata-tertibnya bermusyawarah. Sebab situasi dan kondisi yang berbeda di setiap negara memungkinkan adanya modifikasi cara musyawarahnya maupun sistem birokrasinya.

Page 35: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

35

Demokrasi dan prakteknya Di mata orang yang anti, demokrasi liberal biasanya didefinisikan

sebagai: Kebebasan majikan untuk memperbudak buruh, kebebasan pe-merintah untuk mengekang hak warganegara, kebebasan politikus untuk mencurangi rakyat. Pada kenyataannya, seperti yang dipraktekkan di negara-negara yang merasakan manfaatnya demokrasi liberal, biasa dide-finisikan sebagai: Kebebasan buruh untuk keluar dari keculasan majikan, kebebasan rakyat untuk melawan kecurangan penguasa, kebebasan warga negara biasa untuk membongkar kebejatan para politikus.

Terlepas dari definisi-definisi di atas, mereka yang dikarunia logika dan nurani yang bersih, justru akan berusaha menerapkan hal-hal yang bisa bermanfaat, dan menyingkirkan hal-hal yang akan merugikan masyarakat. Sebaliknya, bagi yang di hatinya sudah mengakar penyakit egois, lebih suka mengungkit-ungkit sisi gelapnya. Seakan-akan sisi jelek ini tak bisa dihilangkan. Sementara sisi baiknya justru ditutup-tutupi.

Realitanya, walau sering dipersepsikan sebagai demokrasi kapitalis, sistem demokrasi ini dalam prakteknya di negara Barat justru melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan monopoli perusahaan besar. Satu hal yang malah terjadi sebaliknya di negara yang berkaok-kaok anti kapitalis.

Moralitas, kejujuran dan keadilan, sangat penting Apa pun namanya suatu paham musyawarah --demokrasi Islam,

demokrasi terpimpin, demokrasi sosialis, demokrasi rakyat, ataupun demo-krasi Barat-- tidak akan ada manfaatnya bagi rakyat banyak jika hanya sekadar nama, jika para pelaksananya tetap saja tidak berakhlak.

Realitanya, kehancuran sistem demokrasi --atau sistem apapun-- lebih disebabkan oleh tidak ditegakkannya kejujuran dan keadilan; dan bukan karena ketidakbagusan sistemnya. Oleh karenanya, akhlak mulia merupakan syarat utama yang harus dimiliki oleh para pemimpin Muslim, terlepas pemerintahannya mau disebut negara Islam atau tidak. Sebaliknya, percuma saja diembel-embeli sebutan negara Islam atau negara madani, bila para jaksa dan hakim di negara tersebut tetap saja para munafikun.

Realitanya, kejujuran dan keadilan yang sebenar-benarnya hanya bisa ditegakkan oleh orang yang jujur dan adil. Sementara, bagi orang yang terbiasa berperilaku tidak jujur dan tidak adil, sebuah keputusan hakim yang jujur dan adil akan tetap saja dinilai sebagai tidak jujur dan tidak adil.

Padahal jelas, moralitas yang bersih --yang mengutamakan kebenar-an, keadilan dan kejujuran-- yang mengarahkan seorang Muslim kepada keberuntungan dan kebahagiaan yang sebenar-benarnya, merupakan salah satu pondasi utama ajaran Islam. Sayangnya, akhlak mulia lebih sering hanya ada dalam teori; dan amat jarang ada dalam praktek nyata.

Yang pasti, Allah pasti mengetahui yang mana pemimpim Muslim yang benar-benar berpegang pada kebenaran dan kebaikan, yang benar-benar berpihak pada keadilan dan kejujuran; dan yang mana pemimpin yang tidak amanah, yang munafikun.

Page 36: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

36

Kekurangan (keburukan) demokrasi modern ♦ Kebebasan yang salah kaprah melahirkan film takhayul yang dikait-

kan dengan agama tapi sebenarnya bertentangan dengan tuntunan agama; malah melecehkan dan merusak tuntunan agama yang sebenarnya. Mela-hirkan film-film setan yang malah mempermainkan ajaran agama. Pembuat film ini, yang sok agamis, hanya mencari keuntungan materi tanpa mem-perhitungkan dampaknya buat orang awam kebanyakan.

♦ Kebebasan pers yang keluar jalur tuntunan agama, berekses bere-darnya media pornografi yang merusak moral masyarakat. Kebebasan berkreasi yang kebablasan menghasilkan film, koran, dan majalah yang mengeksploitir sex dan kekerasan secara berlebihan.

♦ Tuntutan kebebasan yang terlalu luar biasa --yang jadi simbol dan dibanggakan nonmuslim-- walau telah dipagari oleh aturan hukum seka-lipun, pada kenyataannya menjadi bumerang yang merugikan. Kecanduan narkoba, minuman keras dan perjudian, selain berakibat pada meningkat-nya tindak kriminal juga pada kehancuran tatanan berkeluarga.

♦ Paham hedonisme (bersenang-senang) tanpa koridor --yang jadi kebanggaan nonmuslim-- justru menimbulkan kebobrokan moral generasi muda yang amat sangat luar biasa. Melahirkan kumpul kebo, prostitusi, aborsi, dan sipilis. Yang pada akhirnya justru berujung pada penderitaan dan keterpurukan; pada sebuah kebahagiaan yang semu.

Kelebihan (kebaikan) demokrasi modern ♦ Adanya pemisahan tiga kekuasaan dengan tegas dan jelas: Pembuat

undang-undang (legislatif); Pelaksana pemerintahan (eksekutif); Penegak hukum (yudikatif).

♦ Diterapkannya undang-undang yang membatasi masa jabatan dan kekuasaan kepala pemerintahan, sehingga jalannya pemerintahan terkontrol oleh wakil-wakil rakyat di parlemen.

♦ Kontrol massmedia menumbuhkan keberanian dan kepercayaan diri pada setiap warganegara untuk menuntut adanya persamaan hak dalam perlindungan atau keadilan hukum. Lagi pula, penegakkan hukum yang tegas, menimbulkan rasa aman dan terlindungi pada semua warga negara.

♦ Menumbuhkan sikap mawas diri, sikap tahu diri dan rasa malu pada setiap warganegara, terlebih pada aparat negaranya. Sehingga keinginan untuk berbuat jahat bisa diminimalisir. Satu sikap yang dituntut agama tanpa gembar-gembor dalil atau dogma keagamaan.

♦ Adanya kebebasan massmedia memungkinkan diungkapnya segala jenis kecurangan, termasuk kebobrokan pribadi-pribadi. Sehingga tiap orang yang punya ambisi untuk duduk di pemerintahan atau di parlemen mengontrol dirinya sendiri, agar tidak tersungkur berbuat salah. Alangkah hebatnya jika kontrol pers semacam ini dilakukan massmedia yang islami, yang tidak sekadar menabur isu atau menebar fitnah.

Page 37: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

37

Mendukung pemimpin yang adil dan jujur lebih utama Pemimpin di sebuah negara --terlepas paham atau sistemnya-- layak

didukung bila dalam realitanya bisa memberikan kesejahteraan kepada rakyat banyak. Bisa menegakkan keadilan dan kejujuran, bisa memberikan rasa aman dan damai. Sebab, pada hakekatnya, paham demokrasi maupun kediktatoran hanyalah alat. Tak ada artinya sistem demokrasi jika tak bisa menegakkan keadilan dan kejujuran; jika menyebabkan perpecahan dan kesengsaraan. Hanya saja jika mampu menegakkan kejujuran dan keadilan, paham demokrasi lebih utama untuk dijalankan.

Jadi, inti utama masalahnya adalah kemampuan untuk menegakkan keadilan dan kejujuran. Karenanya, pemimpin bertangan besi yang dengan tegas mampu menegakkan keadilan dan kejujuran jauh lebih layak didu-kung ketimbang pemimpin yang lemah, yang membiarkan korupsi mera-jalela; yang tak mampu memberantas ketidakjujuran dan ketidakadilan.

Yang jelas, jangan mendukung pemimpin yang emosional dan tidak jujur --walau kelihatannya soleh-- yang cenderung kepada menebar ke-kerasan. Pemimpin serupa ini hanya akan mengorbankan pengikutnya. Sementara ia bisa ngacir dan berleha-leha di tempat persembunyiannya.

Invasi pemikiran Bahaya invasi pemikiran memang mesti diwaspadai. Namun tak

sedikit orang yang pandai berbicara tentang bahaya invasi pemikiran, kemudian menutup mata dalam memilah mana yang benar dan mana yang salah, mana yang positip dan mana yang negatip. Tanpa sadar pola pikirnya sendiri telah terintervensi oleh pemahaman bahwa semua yang berasal dari luar, yang berbeda dengan yang dianutnya, adalah salah dan buruk.

Realitanya, bersikap egois (arogan dan emosional), sering lahir dari kondisi psikologis orang yang terpinggirkan; orang yang jiwanya tertekan. Yang berusaha menutup-nutupi kelemahan atau kekecewaannya. Yang melakukan protes karena ada yang gagal dalam kehidupannya, dan bukan karena murni membela kebenaran.

Catatan: � Muslim yang berakhlak mulia akan selalu berusaha untuk tidak me-

lakukan tindakan anarkis atau kekerasan. Tindakan serupa itu biasanya muncul ketika orang lebih mengedepankan sifat emosional daripada kelu-huran budi pekerti; lebih mengutamakan otot ketimbang otak.

� Untuk membedakan orang yang emosional dengan yang tidak, sebenarnya mudah. Orang yang tidak emosional, ketika dibilang emo-sional, cuma tersenyum. Orang yang emosional, ketika dibilang emosional --kalau tidak marah-- pura-pura tersenyum.

� “Setiap Muslim wajib patuh dan setia terhadap pemerintah, disukai atau tidak disukainya, kecuali bila dia diperintah melakukan maksiat. Jika dia diperintah melakukan maksiat, dia tidak perlu patuh dan setia.” (HR. Muslim)

Page 38: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

38

K OMUNIS, FACIS, DAN PAHAM RADIKA L Semuanya setali tiga uang, artinya sama saja. Sistem pemerintahan-

nya otoriter, menutup hak berbicara bagi orang atau kelompok lain yang berbeda pendapat dengan pemerintah. Membasmi orang yang berbeda pen-dapat adalah hal lumrah dalam sistem para diktator. Sistem Machiavelli 7 amat dominan di sini. Sikap kultus individu atau penghormatan yang berle-bihan kepada pemimpin, yang memasung kebebasan akal warganegaranya, merupakan salah satu ciri khas dalam sistem totaliter ini.

Kesejahteraan memang bisa saja didapat semua rakyat --artinya cukup sandang, pangan, dan tempat tinggal-- namun perlindungan hukum atau rasa aman dalam mengemukakan pendapat atau hak asasi biasanya diabaikan. Parahnya, dan ini yang lebih sering terjadi, selain kesejahteraan rakyat tak tercapai, rasa aman bagi warganegaranya hanya sekadar impian.

Itu dimungkinkan karena adanya peraturan atau undang-undang yang membuka kesewenang-wenangan pimpinan pemerintahan, sementara peraturan yang membatasi kesewenang-wenangan itu tidak ada.

Ciri khas orang komunis adalah menuntut hak hidup bila partai lain berkuasa, tapi tak mau memberi hak hidup kepada partai lain bila mereka berkuasa. Kalaupun memberi hak hidup, itu hanya sekadar basa-basi demo-krasi. Mereka pun suka berdalih membebaskan buruh dari perbudakan majikan, namun dalam prakteknya menjerumuskan buruh pada penindasan yang justru lebih busuk oleh penguasa atau pemerintah.

Para pemimpin pemerintahannya punya kebiasaan menyalahtempat-kan dalil-dalil etika moralitas untuk kepentingannya. Sikap hormat kepada yang lebih tua diartikan rakyat tidak layak mengungkit kejelekan pimpinan pemerintahan. Sikap sabar dan tawakal dicekokkan kepada rakyat miskin agar ‘tidak macam-macam’ melihat para pemimpin bergelimang harta.

Malah, jahat dan liciknya sosok komunis ini, mereka justru sengaja menciptakan atau membuat rakyat yang bodoh, yang pendidikannya kurang, menjadi miskin. Sebab kemiskinan dan kebodohan merupakan pijakan utama bagi mereka untuk mendirikan kekuasaan.

Cara komunis serupa itu biasanya ditiru oleh para diktatoris dan kaum radikal, walau mereka menyebut dirinya bukan komunis.

7 Niccolo Machiavelli, filsuf politik Italia abad ke enambelas. Hendaknya dimak-lumi, kajian Machiavelli adalah politik dan cara meraih kekuasaan, bukan agama atau moralitas. Sesuai realitanya, Machiavelli bukanlah seorang yang sok suci, ia jujur dalam mengemukakan keberengsekan manusia. Tidak sedikit orang yang menuduh Machiavelli amoral justru mempraktekkan ajarannya. Salah satu ajaran Machiavelli adalah menyingkirkan orang ‘pandai’ yang dianggap saingan, walau teman dekat sekalipun; Kenyataannya, tidak perlu menutupi realita, jauh sebelum Machiavelli dilahirkan, praktek seperti ini pernah dilakukan Muawiyah bin Abu Sufyan (semoga Allah memaafkannya) dengan menyingkirkan sahabat dekatnya yaitu Abdurrahman bin Khalid bin Walid.

Page 39: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

39

Pengikut kelompok radikal, orang yang labil Boleh saja orang radikal berkata: “Saya masuk gerakan ini karena

idealisme. Karena melihat ketidakadilan di masyarakat.” Niatnya memang bagus. Hanya saja, apakah masuk partai radikal itu satu-satunya alternatif? Apakah niatnya cuma itu? Apa tidak ada maksud lain?

Dalam realitanya, tak sedikit orang yang menjadi pengikut partai atau kelompok radikal adalah orang yang frustasi dan depresi. Orang-orang yang gagal dalam persaingan secara jantan. Yang gagal dalam berusaha secara ksatria, yang gagal dalam ekonomi, yang gagal dalam pendidikan. Malah yang gagal dalam hal yang sepele, hal remeh temeh. Yang lebih dilatarbelakangi oleh kekecewaan dan rasa iri kepada orang lain.

Sebagai kompensasi, orang-orang yang tersisihkan ini menutupi ke-kecewaan atau kegagalannya dengan masuk menjadi antek gerakan radikal. Bersedia jadi budak untuk menyembunyikan muka badaknya, dan yang lebih memalukan: sekadar demi isi perutnya. Padahal mesti diingat, siapa bermain pedang, ia harus siap untuk tersayat; orang yang masuk gerakan radikal, satu saat harus siap pula untuk digebuk.

Tapi mengapa olahraga di negara facis atau komunis bisa hebat? Salah satu ciri sifat manusia waras di muka bumi ini semuanya sa-

ma: menginginkan kehidupan yang lebih baik dari yang sedang dilakoni. Sedangkan cara yang aman di negara facis atau komunis untuk bisa memi-liki kelebihan materi, selain jadi penjilat, ya jadi olahragawan.

Paham sama rata sama rasa, paham para pemimpi Tidak ada satu paham pun yang melawan kodrat manusia (yaitu hak

untuk mendapatkan kebebasan berpendapat dan hak memiliki kekayaan materi), akan bisa bertahan hidup.

Keinginan untuk membatasi hak milik perorangan ini, hanya lahir pada orang yang di hatinya ada benih rasa iri dengki. Seorang yang betul-betul Muslim, hanya akan ‘tersenyum’ melihat orang lain sekaya apa pun atau setinggi apa pun pangkatnya. Seorang Muslim yang ingin kaya raya, akan berusaha bekerja keras. Dan bukan memelihara iri dengki.

Paham sama-rata sama-rasa, hanyalah paham para pemimpi dan penipu. Allah membedakan dan melebihkan sebagian orang atas sebagian yang lainnya (baik dalam jasmani, materi, ilmu, atau pangkat), agar tiap manusia bisa mengambil manfaat dari manusia lainnya. Ibarat supir taksi dan penumpangnya, masing-masing saling membutuhkan.

Dalam realita, kaya dan miskin (seperti juga cantik dan jelek, sukses dan gagal, sehat dan sakit), mustahil dihilangkan. Orang kaya bisa jatuh menjadi miskin; sebaliknya, jika ulet dan mau berusaha, orang miskin bisa menjadi kaya. Artinya, kaya dan miskin mustahil dihapuskan.

Di zaman modern ini, hanya orang yang teramat sangat bodoh saja yang masih memiliki paham sama rata sama rasa. Hanya orang yang ter-amat picik yang bisa tertipu dan mau ditipu paham yang ekstrim.

Page 40: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

40

Islam sesuai kodrat manusia Adalah kodrat manusiawi untuk memiliki kekayaan yang lebih

banyak daripada yang dipunyai orang lain. Memiliki kekayaan sebanyak apa pun tak ada larangannya dalam Islam, asal cara mendapatkannya mesti halal. Islam hanya mengingatkan kepada orang yang diberi kesempatan jadi kaya, bahwa ada hak (bagian) orang miskin pada kekayaan tersebut. Allahu Akbar, betapa mulianya agama ini.

Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Andai manusia telah mempunyai harta sebanyak dua lembah, mereka masih ingin mendapatkan satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat mengisi perut-nya sampai penuh, melainkan hanya tanah (kematian). Dan Allah menerima tobat orang yang tobat kepadaNya.” (HR. Muslim) Teorinya, komunis hendak membangun masyarakat tanpa kelas

(buruh dan majikan). Namun prakteknya melahirkan kelas baru (bawahan dan penguasa), yang ternyata lebih menindas dan lebih tidak adil.

Dalam Islam, adanya orang miskin dan orang kaya --seperti juga adanya musibah dan anugerah, adanya penderitaan dan kebahagiaan-- merupakan realita ujian. Dalam keadaan seperti apa pun, miskin atau kaya, menderita atau bahagia, seorang Muslim yang ikhlas hanya akan mengang-gapnya sebagai ujian untuk mendapatkan kenikmatan surga di akhirat.

Yang pasti, merampok orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin hanya dilakukan oleh Robinhood; dan itu bukan tuntunan Islam.

Menghapus atheisme Untuk menghapus atheisme, selain dengan pelajaran agama yang

benar, harus dengan memberi contoh berperilaku beragama yang benar; bukan dengan membunuhi orang atheis. Seperti juga dengan menghapus kemiskinan, kita harus mengajarkan ilmu kepada orang miskin untuk rajin berusaha; bukan dengan membunuhi orang miskin.

Yang jelas, bagaimana mungkin orang atheis mau beragama, jika orang beragama itu sendiri kehidupannya tidak lebih baik dari orang atheis.

Catatan: � Seandainya Engels 8 berkenalan dengan ajaran Islam yang benar, ia

akan menjadi seorang muslim dan mustahil jadi seorang komunis. � Menjadi apa pun --jadi pemimpin atau jadi rakyat biasa, jadi majikan

atau jadi buruh-- tidaklah penting. Yang penting, tidaklah zalim. Tapi yang lebih penting, dengan menjadi apa pun, bisa hidup tenang dan tenteram. 8 Friedrich Engels, sekondan Karl Marx, adalah anak pengusaha Jerman yang kaya raya, yang memiliki pabrik di Inggris pada abad ke 19. Kecenderungannya untuk berpihak kepada buruh, murni bukan karena ia memiliki suatu kepentingan dalam mencari materi. Ia mungkin melihat ketidakadilan sosial yang diakibatkan kapi-talisme maupun agama di lingkungannya. Sayangnya, ia menemukan dan memilih ajaran yang dalam kenyataannya justru berdampak lebih buruk.

Page 41: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

41

PELAKSANAAN YANG ISLAM I Dalam Islam, negara dan agama tak bisa dipisahkan. Artinya, berdi-

rinya sebuah negara mestilah melahirkan masyarakat yang berakhlak yang diridhai Allah; masyarakat yang saling menghormati, yang mendapat per-lindungan hukum yang adil, yang terhindar dari kesewenang-wenangan penguasa. Sebuah negara yang makmur di bawah naungan ampunan Allah.

Karenanya, mendirikan sebuah khilafah Islam yang dipimpin figur yang soleh, yang berakhlak tinggi, merupakan keutamaan. Yang jadi masalah, pemimpin yang serupa ini sangat sulit didapat. Kalaupun ada, katakanlah pemimpin ini seorang ulama terkenal, apakah ulama-ulama lainnya akan mendukung? Bukankah ulama-ulama yang ada itu pada kenyataannya sering memberi teladan buruk, seperti saling menjelekkan? Apakah ulama yang tak sepaham itu akan dibui, seperti yang terjadi dalam sejarah daulah Islam di masa lalu?

Memang, idealis itu tidak dilarang, tapi juga harus realistis. Bagaimana mungkin sebuah negara Islami akan berdiri, jika orang-

orang yang mau mendirikannya orang yang perilakunya emosional dan menakutkan? Kalau yang namanya saja negara Islam, itu mungkin. Tapi yang islami seperti di masa Nabi, apa bisa? Anggap saja negara yang betul-betul Islami jadi kenyataan; namun jika pemimpinnya wafat, apa bisa dijamin penggantinya tidak bakal seperti Yasid bin Muawiyah atau Al Mu’tashim? 9 Apa maksud didirikannya negara yang islami tersebut hanya untuk satu-dua generasi saja, dan kemudian hancur lagi?

Semestinya disadari, memelihara rumah itu lebih sulit daripada mendirikannya. Karenanya, agar tidak cepat roboh, pondasi yang betul-betul kuat semestinya dibangun lebih dahulu; dan bukan asal jadi, apalagi jika bahan-bahannya berupa rongsokan yang berkarat dan keropos.

Hanya pemerhati yang teliti yang akan mengevaluasi sebab-sebab dari keberhasilan atau kegagalan sebuah teori. Ia tak akan memaksakan suatu teori --betapa bagusnya pun teori itu-- jika dalam realitanya teori tersebut tidak bisa dipraktekkan. Atau hanya akan berhasil untuk waktu yang sesaat atau terbatas. Yang jelas, tak ada kewajiban mendirikan negara Islam yang sekadar menempelkan atribut keagamaan; yang sekadar kedok untuk menghalalkan kesewenang-wenangan seorang pemimpin.

9 Yasid bin Muawiyah bukan saja bertanggung jawab atas wafatnya cucu Ra-sulullah Saw, Husein bin Ali (semoga rahmat Allah senantiasa terlimpah ruahkan kepada beliau), tapi juga atas penjarahan pasukannya ke Madinah. Sementara sikap kejam Al Mu’tashim terhadap Imam Ahmad bin Hanbal (semoga rahmat Allah terlimpah pula kepada beliau) tidak bisa dibenarkan. Walau begitu, sebagai muslim yang berkeyakinan bahwa musuh utama kita adalah iblis laknatullah, dan bukan manusia (yang hanya karena memiliki kekurangan, bisa dipengaruhi setan terkutuk), sewajarnyalah kita mohonkan ampunan kepada Allah Swt. Masalah timbangannya, kita serahkan kepada Allah Yang Mahaadil, Maha Pengampun.

Page 42: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

42

Hukum yang tegas melahirkan masyarakat berakhlak Satu keutamaan untuk membangun khilafah yang betul-betul islami;

yang memberi rasa aman dan ketenteraman bagi semua warganya. Yang membuka lapangan kerja yang halal seluas-luasnya, sehingga tidak ada pekerjaan haram yang dilakukan seseorang dengan alasan mencari nafkah.

Sesungguhnyalah, melahirkan masyarakat yang berpribadi mulia, merupakan suatu kewajiban yang disyariatkan agama Allah yang tak bisa ditawar. Karena itu, hukum Islam yang menyangkut tindak kejahatan di masyarakat bersifat keras. Sehingga rasa aman di masyarakat bisa terjamin. Sebaliknya, keinginan untuk berbuat jahat pun bisa dicegah.

Dalam sebuah negara yang masyarakatnya betul-betul islami, sese-orang yang berjalan seorang diri --baik muslim maupun bukan-- tidak akan merasa khawatir dianiaya apalagi dirampok orang lain; walau di tengah jalan yang sepi dan di tengah malam buta sekalipun. Karenanya, hanya orang-orang yang di hatinya berakar sifat jahat saja, termasuk walau ia mengaku muslim, yang tidak suka diberlakukannya hukum Islam.

Daulah yang islami Kalau yang disebut kekalifahan Islam itu hanya mengurus masalah

agama Islam, seperti Vatikan yang hanya mengurus umat Katolik, rasanya itu masih mungkin direalisasikan. Tapi kalau kekalifahan sudah mengurus kepada perkara yang lebih lebar, seperti perkara-perkara yang ditangani negara di zaman moderen ini, amat sangat sulit untuk dipraktekkan. Sebab negara mana nanti yang akan dijadikan pusat kekalifahan Islam itu? Dan yang jadi kalifahnya siapa? Kalau kalifahnya orang India, apa orang Turki setuju? Jika kalifahnya orang Turki, apa orang Arab mau? Bila kalifahnya orang Arab, apa orang Persia tidak keberatan?

Realitanya, jangankan dalam skop yang besar, dalam lingkup yang kecil saja --dalam masalah menentukan kepemimpinan-- kita ini masih suka saling gebuk. Dalam masalah beda pemahaman saja kita saling jotos. Apa kalau kalifahnya orang Syiah, orang Sunni setuju? Atau sebaliknya, jika kalifahnya orang Sunni, apa orang Syiah ikhlas?

Mimpi itu boleh --karena tidak dilarang-- tapi berpikir realistis itu kewajiban bagi semua muslim. Jadi, tidak perlu ada kekalifahan dalam bentuk negara adikuasa, yang penting semua Muslim bisa akur; bisa saling menghormati pemahamannya. Bisa hidup damai.

Realitanya, di sebuah negara yang semua penduduknya muslim pun, kaum muslimin sulit untuk bisa bersatu padu. Artinya, kepentingan partai dan kelompok tetap saja tak bisa dihilangkan; apalagi yang berbeda negara. Karenanya, yang disebut daulah yang islami itu cukup sebagai negara yang melaksanakan syareat Islam bagi pemeluk Islam. Jadi, jika negara Perancis melaksanakan hukum Islam bagi umat Islam, itu sudah cukup.

Yang jelas, siapa pun yang mengelabui manusia dengan mendirikan kerajaan Allah, atau kerajaan Islam, tapi dalam prakteknya adalah kerajaan para manusia, pasti akan hancur dengan sendirinya.

Page 43: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

43

PELAKSANAAN HUKUM AGAM A T idak ada ruginya bagi sebuah negara memberi hak kepada semua

agama untuk melaksanakan hukum agama kepada pemeluknya, atau yang berkaitan dengan pemeluknya.

Beberapa contoh bila negara Perancis menerapkan hukum Islam bagi Muslim, atau yang berkaitan dengan seorang Muslim:

♦ Muslim yang mencuri harta milik Muslim maupun nonmuslim, hukumannya potong tangan. Di sini jelas harta nonmuslim terlindungi dari kemungkinan dicuri atau dikorupsi oleh seorang Muslim.

♦ Nonmuslim yang mencuri harta milik nonmuslim, hukumannya sesuai hukum negara. Nonmuslim yang mencuri harta Muslim, hukum-annya potong tangan; karena berkaitan dengan orang Islam yang dicuri barangnya.

♦ Muslim yang membunuh nonmuslim maupun Muslim, dijatuhi hukuman mati sesuai hukum Islam.

♦ Nonmuslim yang membunuh nonmuslim, dijatuhi hukum negara. Nonmuslim yang membunuh Muslim dijatuhi hukuman mati, sebab berkaitan dengan orang Islam yang dibunuhnya. Tapi bisa juga dibebaskan dari hukuman, bila keluarga Muslim yang dibunuh itu memaafkannya. Jelas, tidak sedikit pun nonmuslim dirugikan di sini.

♦ Muslim yang memperkosa atau menzinahi wanita muslim maupun nonmuslim, dijatuhi hukuman mati. 10 Jelas, wanita nonmuslim terlindungi dari perkosaan oleh seorang pria Muslim.

♦ Nonmuslim yang memperkosa wanita nonmuslim, hukumannya sesuai hukum negara. Nonmuslim yang memperkosa wanita Muslim, hu-kumannya hukuman mati; sebab berkaitan dengan wanita Muslim yang dizinahinya. Di sini, para istri nonmuslim tak perlu khawatir atau cemburu pada wanita Muslim, sebab suami mereka harus berpikir dua kali sebelum berzinah dengan wanita yang beragama Islam.

♦ Wanita Muslim maupun nonmuslim yang berzina dengan laki-laki Muslim walau atas dasar suka sama suka, tetap dihukum secara Islam. Di sini, suami dari wanita nonmuslim boleh merasa tenang, karena isterinya tidak akan berzina dengan pria Muslim.

10 Di dalam Al Qur’an surat An Nur ayat 2, hukuman maksimal bagi pezina cukup dengan dera seratus kali, tanpa memandang yang sudah kawin maupun belum. Hukuman rajam (dilempari batu sampai mati) bagi pezina yang sudah kawin, memang hanya ada di dalam hadits Nabi Saw. Yang bisa jadi diambil dari hukum Allah sebelum surat An Nur tersebut diturunkan, seperti yang diperintahkan Musa di dalam Taurat (lihat Injil Johanes, pasal 8 ayat 5). Tapi dalam situasi zina mera-jalela, juga saat kejahatan dengan kekerasan dan penggunaan narkotika sudah jadi kebiasaan, hukuman mati lebih efektif untuk diterapkan oleh negara.

Page 44: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

44

♦ Wanita Muslim maupun nonmuslim yang diperkosa, dibebaskan dari tuntutan berzinah. Dan berhak menuntut pemerkosanya, baik dengan hu-kum Islam ataupun hukum negara.

♦ Wanita atau laki-laki Muslim yang jadi pelacur adalah pelaku zina yang mesti dihukum mati secara hukum Islam. Wanita atau laki-laki non-muslim yang jadi pelacur tidak perlu dilarang.

♦ Islam tidak melarang nonmuslim untuk minum bir atau bermain judi. Karenanya, jika mayoritas rakyat menghendaki, hukum negara tidak perlu melarang penjualan bir dan permainan judi bagi nonmuslim di Perancis. Jelas, Islam mencegah Muslim jatuh pada keburukan, tapi tidak melarang dan tidak mengurusi masalahnya nonmuslim.

♦ Minuman keras, perjudian, dan pelacuran tidak perlu dilarang bagi nonmuslim. Adalah hak seorang nonmuslim untuk menikmati kesukaan- nya. Hanya saja negara pun berhak mengatur perniagaannya; misalnya dengan membatasi penjualannya hanya di hotel, restoran, atau lokasi ter-tentu dengan aturan perizinan yang ketat.

♦ Pembagian harta warisan nonmuslim diatur berdasar hukum negara; pembagian warisan Muslim diatur menurut hukum Islam. Perkara yang adil, Muslim tidak menerima warisan dari nonmuslim, nonmuslim tidak menerima warisan dari Muslim. Namun, seorang Muslim boleh memberi maupun menerima hadiah kepada dan dari nonmuslim.

♦ Nonmuslim hanya dipungut pajak oleh negara. Muslim, selain wajib membayar pajak kepada negara, punya kewajiban membayar zakat hak orang miskin, yang bisa disalurkan melalui organisasi Muslim yang di-sukainya. Apa negara Perancis dirugikan? Jelas, tidak.

Hal-hal di atas hanyalah sedikit contoh bila hukum Islam diberlaku-kan di Perancis, untuk diterapkan bagi Muslim dan yang berkaitan dengan seorang Muslim. Jelas, Islam adalah agama yang penuh toleransi kepada kepercayaan lain; namun tegas jika menyangkut hukum bagi penganutnya.

Anehnya, bila hukum Islam akan diberlakukan bagi Muslim atau yang berkaitan dengan Muslim, kebanyakan orang-orang Islam di Perancis --semoga prasangka ini salah-- justru akan menolaknya. Sebab, kalau dilihat dari kacamata ‘kebebasan’, hukum Islam tersebut menguntungkan nonmuslim. Namun, kalau dilihat dengan hati yang ikhlas, kita akan me-nemukan faedah yang amat jelas; yaitu mencegah Muslim melakukan kerusakan, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain.

Semestinya kita harus siap menerima hukuman sesuai aturan agama kita. Begitu pula, semestinya kita siap menerima resiko dengan mematuhi hukum pemerintah di negara manapun kita tinggal. Artinya, selama tidak bertentangan dengan keyakinan agamanya, orang Islam --seperti juga yang menganut agama apa pun, di negara mana pun-- wajib mematuhi hukum negara di mana ia tinggal. Wajib menjadi warganegara yang taat.

Yang jelas, salah satu penyebab hidup seseorang tidak tenteram ada-lah karena ia melakukan yang tidak benar; yang melanggar hukum.

Page 45: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

45

Kekhawatiran disebabkan kesalahan pemahaman Seperti juga hukum Kristen yang hanya berlaku untuk umat Kristen

atau yang berkaitan dengan orang Kristen, hukum Islam hanya berlaku untuk umat Islam atau yang berkaitan dengan orang Islam. Sebab, andai hukum Kristen diberlakukan di Perancis, larangan bercerai hanya berlaku buat orang Kristen; dan tidak bisa dipaksakan kepada orang yang bukan Kristen. Begitupun hukum Islam, jelas hanya boleh diberlakukan kepada umat Islam atau yang berkaitan dengan orang Islam.

Jadi, kekhawatiran nonmuslim atas diberlakukannya syareat Islam sama sekali tak beralasan. Sama tak beralasannya kekhawatiran seorang Muslim jika hukum Kristen diberlakukan. Sebab masing-masing memiliki koridor yang harus dihormati dan disepakati semua warganegara. Artinya, hukum sebuah agama tidak bisa dan tidak boleh begitu saja diberlakukan kepada umat agama lain tanpa ada alasan yang jelas.

Patut diketahui, hukum Islam sangat mengutamakan keadilan; tanpa bukti dan saksi yang kuat, hakim tak bisa menjatuhkan hukuman begitu saja. Lagi pula, Islam menilai lebih baik hakim salah menjatuhkan hukum dengan melepaskan orang yang [sebenarnya] salah; daripada salah men-jatuhkan hukum kepada orang yang [sebenarnya] tidak salah. Sebab hakim yang sewenang-wenang, yang tidak memiliki akhlak yang mulia, akan ber-hadapan dengan balasan hukum Allah yang lebih dahsyat di akhirat.

Hukum antar penganut agama Ada hadis yang mengisahkan Nabi Saw menyuruh orang Yahudi

untuk memutuskan perkara di antara mereka sesuai hukum yang ada di dalam Taurat. Ini menunjukkan hukum agama berlaku hanya bagi penga-nutnya atau yang berkaitan dengan penganutnya.

Karena itu, di sebuah negara, hukum agama bisa diberlakukan antar penganut agama secara luwes. Contohnya, jika dalam agama Majusi orang yang mencuri hukumannya penggal kepala, maka muslim yang mencuri barang milik orang Majusi mestilah dipenggal kepalanya. Sebaliknya jika orang Majusi mencuri barang seorang Muslim, maka hukumannya cukup potong tangan. Atau bisa juga penggal kepala sesuai agama Majusi.

Begitu pun jika seseorang mencuri barang milik perusahaan patung-an Muslim dan Majusi, maka hukum Islam atau hukum Majusi bisa diber-lakukan. Artinya, si pencuri bisa hanya dipotong tangan (sesuai hukum Islam) atau dipenggal kepalanya (sesuai hukum Majusi).

Hanya saja pelaksanaan penghukuman dalam Islam harus dilakukan oleh sebuah institusi atau sebuah pemerintahan, baik berupa negara atau sebuah komunitas yang punya kedaulatan hukum di suatu daerah; atau sebuah lembaga (semacam majelis ulama) yang diakui keberadaannya oleh pemerintahan di tempat itu, dan disetujui mayoritas umat Islam setempat.

Pelaksanaan penghukuman dalam Islam tidak boleh dilakukan oleh perorangan atau sekelompok kecil individu (yang tak punya otoritas hukum di tempat itu), sebab bisa menimbulkan anarki.

Page 46: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

46

EVALUASI KASU S Satu hal yang sering terabaikan dalam meraih sebuah keberhasilan

duniawi, ekonomi maupun politik atau bernegara, adalah kemampuan untuk membaca realita; kemampuan untuk menganalisa atau mengevaluasi situasi dan kondisi lapangan secara obyektif.

Menjadi seorang manajer evaluasi, yang bisa memahami situasi dan kondisi lapangan yang sebenarnya, jauh lebih penting ketimbang sekadar menjadi seorang pakar. Dalam banyak kenyataan, seorang pakar sering tidak terlepas dari perilaku subyektif dalam melihat realita. Padahal, untuk memiliki kemampuan mengevaluasi situasi dan kondisi yang sesung-guhnya, seorang pelaksana harus mau melihat dan menerima realita; bukan hanya terkungkung teori, apalagi jika teori itu tak bisa dipraktekkan.

Negara adidaya Pengalaman sejarah menunjukkan, bahwa sikap ‘sok gagah’ yang

dimiliki sebuah negara adikuasa adalah satu hal yang wajar. Jika sebuah negara hanya merupakan sebuah negara ‘kecil’, apalagi

termasuk negara terbelakang, negara tersebut harus tahu diri. Artinya, negara kecil harus memaklumi sikap atau tindakan sebuah negara adidaya tersebut. Sebab, tidak usah munafik, jika negara kecil itu pun jadi negara adikuasa, bukan mustahil ia akan berbuat hal yang serupa.

Daripada ‘mengomeli’ negara adikuasa, lebih baik berusaha agar jadi negara adidaya pula. Kalau tak mampu jadi negara besar, salah sendiri.

Vietnam Vietcong yang komunis berhasil mengusir Amerika Serikat yang

kapitalis. Vietnam Utara dan Selatan bersatu, melaksanakan rekonsiliasi yang menghapus perbedaan, mengakhiri permusuhan.

Sistem pemerintahannya adalah kediktatoran kolektif, yang untung-nya terdiri dari orang-orang yang bijak dan tahu diri. Walau demokrasi hanya semu, tapi hukum berjalan dengan jujur dan adil. Yang salah dihu-kum tanpa pilih bulu, yang tidak berbuat kejahatan merasa terlindungi.

Dengan membuka diri terhadap masuknya modal asing, secara bertahap ekonomi Vietnam yang komunis mulai melangkah ke arah mo-derenisasi. Modal asing (yang diharamkan komunisme) dibiarkan masuk, tanpa perlu merasa malu, jika memang bisa mensejahterakan rakyat.

Secara ksatria mereka mau membaca realita, mau berkaca pada kenyataan, bahwa sistem ekonomi komunis telah gagal. Mereka tidak menyalahkan orang lain atau pihak asing. Mereka introspeksi.

Allah --pasti-- melihat perilaku orang Vietnam ini. Di dunia, dan dalam masalah keduniawian, Allah memberikan balas-

an kepada siapa pun yang berlaku jujur dan adil. Walau dia bukan seorang Muslim. Sebaliknya, biar dia Muslim yang senang pakai gamis dan peci putih, jika dia tak berlaku jujur dan adil, dia akan hancur.

Page 47: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

47

Afghanistan Para pejuang Afghan yang muslim, berhasil mengusir Soviet yang

komunis. Namun, walau sama-sama Muslim, faksi-faksi Mujahidin tidak bisa bersatu padu. Pemerintahan, dari orang-orang yang mengaku muslim, jatuh bangun. Para pemimpinnya saling gebuk. Satu ciri ketidakmampuan untuk bermusyawarah; yang artinya sama saja dengan sebuah pengakuan bahwa syura tidak bisa dipraktekkan. Padahal jika semua golongan berlaku jujur dan adil, mustahil muncul tindakan anarkis atau kekerasan.

Realitanya, hukum (yang islami?) yang melindungi rakyat, jauh dari harapan. Hukum yang ada justru jadi alat penguasa untuk memaksakan kehendak dan membungkam sikap kritis. Ekonomi (yang islami?) kacau balau, tidak ada moderenisasi. Rakyat hidup dalam ketidak tenteraman. Rakyat menderita. Yang disalahkan, sudah pasti, pihak asing.

Jika hukum Allah dijalankan dengan benar, artinya kejujuran dan keadilan hukum ditegakkan, maka hukum akan berfungsi sebagai pelin-dung dan bukan sebagai hantu yang menakutkan. Sebaliknya jika kejujuran dan keadilan tidak diterapkan, hukum akan tampak sebagai ancaman. Dan itulah yang terjadi di Afghanistan pasca komunis. Penjahat memang pantas mendapat hukuman, tapi oknum polisi atau penegak hukum yang jahat harus mendapat hukuman yang lebih berat. Negara yang dikelola orang-orang yang tidak jujur dan tidak adil, akan hancur. Negara yang dikelola orang-orang yang mengaku muslim tapi tidak jujur dan tidak adil, akan lebih hancur lebur. Lebih celaka dan lebih sengsara.

Allah --pasti-- melihat perilaku orang Afghanistan ini. Di dunia, Allah memberikan balasan kepada siapa pun yang berlaku

tidak jujur dan tidak adil. Apalagi jika dia (mengaku) muslim.

Cina Dahulu, di bawah sistem komunis ortodok, Republik Rakyat Cina

miskin dan terbelakang. Sekarang, dengan melihat realita bahwa sistem ekonomi komunis telah gagal, tanpa perlu malu mereka berganti cara.

Para pemimpin Cina mengambil dua keuntungan, memadukan ke-unggulan ekonomi kapitalis yang penuh inovasi dengan disiplin kepatuhan buruh gaya komunis. Dan berkat tegaknya hukum, didasari dengan keju-juran dan keadilan para pengelola negaranya, kemajuan ekonomi Cina dan kesejahteraan rakyatnya, pasca Mao Tse Tung, sungguh mencengangkan.

Allah --pasti-- melihat perilaku orang Cina ini. Di dunia, dan dalam masalah keduniawian, Allah memberikan balas-

an kebaikan kepada siapa pun yang menegakkan hukum dengan jujur dan adil. Walau dia seorang atheis yang tidak percaya agama sekalipun.

Seandainya rakyat dan para pemimpin Cina yang jujur dan adil ini muslim, barokah Allah pasti terlimpah ruahkan kepada negara ini. Seba-liknya, jika mereka kembali menanggalkan kejujuran dan keadilan, mereka pun --pasti-- akan dikembalikan pada kehancuran.

Page 48: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

48

Palestina dan Israel Adanya bangsa Palestina dan bangsa Israel adalah suatu realita.

Selama tak bisa disatukan dalam sebuah negara, keberadaan sebuah negara Palestina dan sebuah negara Israel yang terpisah, jelas tidak terhindarkan.

Keinginan untuk menghapus salah satunya, hanya akan melahirkan permusuhan yang tiada akhir. Siapa pun yang membela salah satunya, akan jadi musuh dari yang membela yang lainnya. Dan, suka atau tidak suka, harus siap untuk ikut memikul akibatnya!

Satu hal yang harus kita waspadai adalah akumulasi kekecewaan yang dialami orang lain, atau negara lain, yang diakibatkan perbuatan kita. Ibarat langkah blunder dalam permainan catur, sebuah keputusan yang tidak bijak harus dibayar amat sangat mahal. Sikap kita yang tidak bijak, yang meremehkan kejujuran dan keadilan, bisa menimbulkan kejengkelan yang berujung pada kebencian orang lain kepada kita. Akumulasi dari kebencian yang bertumpuk inilah yang memunculkan tindakan kekerasan. Ibarat memendam bara dalam sekam, satu saat ia bisa menjadi api besar yang bukan hanya membakar tapi menghanguskan.

Sikap berat sebelah yang memihak Israel secara berlebihan, akan menimbulkan kejengkelan dan kekecewaan pada pihak yang membela Palestina. Yang berlanjut pada tindak kekerasan yang tiada akhir. Seba-liknya, sikap yang tidak mau menerima realita akan keberadaan negara Israel, mustahil pula akan melahirkan perdamaian. Padahal, jika terjadi perang atau tindak kekerasan, yang paling merasakan penderitaan dan kerugian adalah rakyat jelata biasa, bukan para pemimpin.

Oleh karenanya, bagi rakyat biasa, di mana saja, jangan sampai salah mencari pemimpin. Pilihlah pemimpin yang lembut, yang bijak. Yang tidak memaksakan suatu harapan di luar kemampuan yang ada. Jangan mencari pemimpin yang radikal, yang mengorbankan kita rakyat biasa. Sementara para pemimpin itu bisa menyelamatkan diri kabur ke luar negeri.

Perlu dicatat, masalah Israel dengan Palestina adalah masalah ke-daulatan, dan bukan semata-mata masalah agama. Faktanya, tidak semua orang Israel beragama Yahudi dan tidak semua orang Palestina beragama Islam. Seharusnya, mereka bisa menyelesaikan masalahnya sendiri dengan damai. Dan orang lain --negara lain, bangsa lain-- harus bisa menahan diri untuk tak mudah terlibat dengan konflik orang Israel dengan Palestina.

Realitanya, saat ini, hidup damai antara Israel dan Palestina termasuk salah satu kunci dari perdamain dunia secara global. Karenanya, jika tak mau damai, sampai limaribu limaratus tahun ke depan pun, konflik Israel dengan Palestina akan terus merajut musibah dan kesengsaraan.

Sesungguhnyalah, hanya orang bodoh yang memungkiri realita. Allah --pasti-- melihat perilaku orang Israel dan Palestina ini. Di dunia, dan dalam masalah keduniawian, Allah membiarkan musi-

bah menimpa siapa pun yang berlaku tidak jujur dan tidak adil. Siapa pun manusianya; apa pun agamanya.

Page 49: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

49

Jika tak beradab, rasakan sendiri akibatnya Di negara yang beradab, aparat negara berusaha mencegah terja-

dinya kesalahan yang dilakukan warganya; di negara yang tidak beradab, aparat negara menjebak dan mencari-cari kesalahan. Di negara yang beradab, peraturan dibuat untuk memudahkan dan mensejahterakan rakyat; di negara yang tidak beradab, peraturan dibuat untuk mempersulit dan mengambil keuntungan dari rakyat.

Yang jelas, tak ada barokah bagi sebuah negara yang tidak beradab; yang mengenyampingkan kebenaran, yang melalaikan keadilan, yang tidak menegakkan hukum secara jujur. Buktinya? Ada negara di benua Atlantis, yang morat-marit dan acakkadut, karena semua penghuninya tidak mau introspeksi atas kemunafikan dan kemaksiatannya. Yang mengenyamping-kan akhlak mulia, yang tidak mau belajar dari pengalaman sejarah. Yang para pengelola negaranya (baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif) meraih jabatan dengan cara yang tidak benar, yang tidak sesuai etika yang jujur dan adil. Yang duduknya dalam jabatan bukan karena kecerdasan ilmunya; melainkan karena motivasi keserakahan dan isi perut.

Padahal, ciri dari pemerintahan yang beradab adalah pemerintahan yang para pengelola negaranya meraih jabatan dengan cara yang benar, yang sesuai aturan main yang jujur dan adil. Yang para pengelola nega-ranya memiliki moralitas yang benar-benar bersih. Yang duduknya dalam jabatan tersebut benar-benar karena dan sesuai kecerdasan ilmunya.

Hakekatnya, ketika rakyat di suatu negeri menjadi rakyat yang men-derita, yang salah adalah rakyatnya itu juga. Sebab mereka telah keliru memilih para pemimpinnya. Karenanya, amat pantas jika rakyat di negara lain menertawakan rakyat di negara serupa itu, dan mensyukuri penderi-taannya. Amat pantas jika para pelaksana pemerintahan di negara tetangga, menertawakan para pengelola pemerintahan di negara bobrok serupa itu.

Catatan: � Kasus perkosaan tenaga kerja wanita yang muslim oleh majikannya

di negara muslim, menunjukkan bahwa perilaku bejat bisa dilakukan oleh bangsa mana pun. Karenanya, kita tidak boleh menghukum suatu bangsa karena perbuatan segelintir orang. Artinya, di dunia ini, tak ada satu etnis pun boleh dianggap sebagai bangsa yang suci; sebaliknya, tak boleh menu-duh etnis lain sebagai bangsa yang ditakdirkan jahat.

� Strategi komandan yang hebat bisa memenangkan pertempuran hanya dengan bantuan perajurit yang minim dan biasa-biasa saja. Seba-liknya, perajurit yang terampil tidak ada artinya jika dipimpin komandan yang bodoh. Dari sebab itu, dalam perkara apapun, sebuah strategi yang jitu lebih utama untuk dipraktekkan ketimbang bersikap emosional. Mesti diingat, harimau yang marah lebih mudah masuk perangkap.

� Yang menang belum tentu yang kuat. Dengan kata lain, jika cerdik, yang lemah (yang sedikit) bisa saja mengalahkan yang kuat. Jadi, jika kita terus-terusan kalah, itu dikarenakan kita ‘sok jago’ tapi bodoh.

Page 50: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

50

K ETIDAKJUJURAN KAPITALIS BARA T Ketidak jujuran demi kepentingan sendiri bukan hanya dilakukan

oleh individu perorangan. Sebuah negara, walau pemerintahannya men-junjung demokrasi sekalipun, kadang melakukan ketidakjujuran dalam bersikap. Realitanya, kebijaksanaan luar negeri sebuah negara sering ter-kait demi kepentingan nasionalnya; apalagi jika negara tersebut merupakan negara adikuasa. Ini menunjukkan, sikap munafik atau perilaku standar ganda bisa dilakukan siapa saja, termasuk oleh negara yang mengklaim kampiun demokrasi sekalipun.

Di abad keduapuluh dan menjelang abad keduapuluhsatu sekarang, kepentingan Barat --khususnya kelompok negara-negara yang berakar pada kolonialis Inggeris-- amat jelas berpengaruh pada percaturan politik dunia. Dan suka atau tak suka, perilaku ketidakjujuran Barat tersebut jelas tampak di setiap gejolak politik di berbagai belahan dunia.

Pengamat sejarah pasti tahu sikap Mahatma Gandhi, pejuang kemer-dekaan India yang anti kekerasan. Tapi di tahun 1935, gelar tokoh per-damaian diberikan justru kepada Carl von Ossietzky, seorang wartawan Jerman yang tidak terkenal, hanya dikarenakan Ossietzky menentang ke-kuasaan Nazi Jerman. Jelas sekali, itu bisa terjadi karena yang ditentang Gandhi adalah kolonialis Inggris dan bukan Adolf Hitler. Karenanya tidak aneh, jika hadiah nobel perdamaian (dan kesusasteraan?) hanya akan diberikan kepada orang-orang yang dinilai tidak merugikan kapitalis Barat; hanya akan dihadiahkan kepada orang-orang yang menentang pemerin-tahan atau kelompok yang dinilai membahayakan kepentingan Barat.

Realitanya, jika sudah berbicara kepentingan politik sebuah negara adikuasa, maka berbicara menjunjung tinggi demokrasi hanyalah omong kosong. Buktinya, saat ini, satu golongan yang memenangkan pemilihan umum secara demokratis di sebuah negara, jika dinilai akan merugikan kepentingan Barat, dipastikan akan digulingkan. Sebaliknya, sebuah peme-rintahan yang tidak demokratis, jika dinilai menguntungkan kapitalisme Barat, dipastikan akan didukung Amerika Serikat dan sekutunya.

Dengan jelas Barat mendukung Muslim Bosnia, tapi menilai Muslim Moro sebagai teroris. Itu terjadi karena negara Yugoslavia yang kuat dinilai akan merugikan Barat; sebaliknya pemerintahan di Philipina dinilai pro Barat, walau Marcos seorang diktator. Jelas, dalam perpolitikan kapitalis di dunia, sesungguhnya agama dan demokrasi dianggap tak ada artinya. Con-tohnya, muslim yang menentang pemerintah Rusia dan orang Tibet yang menentang pemerintah Cina dipastikan akan didukung Barat. Tapi militan Basque dan IRA, walau beragama Katolik, akan dinilai sebagai teroris.

Jadi, demokrasi (yang sesungguhnya) di sebuah negara hanya akan tegak jika tak ada kepentingan negara lain yang mempengaruhi demokrasi itu sendiri. Artinya, demokrasi di sebuah negara akan tegak jika para pela-ku demokrasi dan orang-orang di negara itu sendiri tidak menggadaikan dirinya untuk kepentingan negara lain. Tidak jadi budak negara lain.

Page 51: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

51

Tak sesuai nilai-nilai ajarannya Atribut dan perilaku itu seharusnya menjadi satu kesatuan yang tak

terpisahkan. Artinya, orang yang menonjolkan atribut ideologinya seha-rusnya memiliki perilaku yang sesuai dengan ajaran ideologinya. Tapi, realitanya, banyak orang yang menyimpang dari ideologinya.

Contohnya, Muslim yang terkungkung khurafat; orang Kristen yang bercerai; orang komunis yang membolehkan modal asing. Begitu juga, para politikus Amerika --yang berkaok-kaok sebagai kampiun demokrasi-- yang tidak mau menerima kemenangan sebuah partai Islam di Aljazair dalam sebuah pemilu yang demokratis, jelas telah melanggar nilai demokrasi itu sendiri. Atau penggulingan Presiden Alende di Chili oleh Jenderal Pinochet yang didukung CIA, jelas menunjukkan bahwa kepentingan politik negara adikuasa lebih diutamakan ketimbang demokrasi dan hak asasi manusia.

Faktanya, para politikus Amerika berusaha memecah-belah negara lain menjadi negara-negara boneka yang lemah. Mereka pasti mendukung gerakan separatis di negara lain dengan alasan hak asasi manusia, jika kelompok separatis itu dinilai menguntungkan kaum kapitalis Barat; seba-liknya, akan dicap sebagai teroris jika dinilai merugikan kepentingan Barat. Mereka membenarkan Abraham Lincoln yang menjaga keutuhan Amerika; tapi akan menuduh Rusia dan Cina sebagai melanggar HAM jika Rusia dan Cina mempertahankan keutuhan negaranya dari separatisme. Karenanya, rakyat Amerika hendaknya sadar, kebencian kepada Amerika disebabkan kemunafikan para politikusnya; dan bukan kepada demokrasinya.

Yang jelas, negara yang berdaulat tidak perlu takut kepada negara yang sok adikuasa. Artinya, setiap negara berhak menjaga keutuhan teri-torialnya. Kalaupun terjadi kekerasan dan pelanggaran HAM, itu resiko yang harus ditanggung oleh siapa pun yang melakukan separatisme.

Hati-hati dengan jebakan rekayasa Gerakan muslim di Thailand dan di Pilipina --tapi dalam porsi kecil

dan lemah-- tetap akan dipertahankan keberadaannya oleh kapitalis Barat; sebab dengan adanya gerakan itu, kedua negara tersebut tergantung pada bantuan kapitalis Barat. Demikian juga nasionalisme Kurdi yang lemah tetap akan dipertahankan; tapi sebuah negara Kurdi yang berdiri sendiri mustahil untuk didukung, sebab kelak bisa jadi duri bagi Barat.

Dari sebab itu, dalam masalah perpolitikan --yang mengabaikan kejujuran-- amat sulit untuk bisa membedakan mana peristiwa yang direkayasa dan yang bukan. Bukan mustahil, pihak-pihak yang tidak menyukai Islam justru menyengaja mendorong kelompok muslim yang bodoh untuk melakukan kekerasan dan terorisme. Sebab, selain menim-bulkan citra yang buruk tentang Islam, negara yang jadi korban teroris diharapkan akan bersimpati kepada pihak yang tidak suka Islam ini.

Karena itu, setiap Muslim --di negara manapun-- harus mematuhi aturan hukum di negara tempat ia tinggal. Harus jadi orang baik dan mem-bawa kebaikan; bukan jadi kriminal. Dan jangan terjebak jadi kriminal.

Page 52: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

52

J IHA D “ Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang ber-iman semuanya?” (Qur’an, Yunus [10]:99)

Ayat Allah di atas mengingatkan kita: Tidak boleh ada kebencian seorang Muslim kepada seseorang yang tidak mau memeluk Islam. Sebab perkara ketidakberimanan seseorang kepada Allah adalah urusan orang itu sendiri yang akan --dan harus serta pasti-- dipertanggungjawabkannya kepada Allah SWT. Bukan dengan kita dan bukan urusan kita.

Kita memang wajib berusaha mengajak atau menyampaikan, namun tak dituntut untuk berhasil. Sebab seseorang harus menjadi Muslim --yang taat, yang baik dan yang benar-- terutama karena sebenar-benarnya kesa-daran orang tersebut. Bukan karena bujukan, apalagi tipuan atau paksaan.

Jihad, dalam pengertian ‘perjuangan’ untuk tetap menegakkan risa-lah agama, adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Namun sistem atau cara pelaksanaan tidaklah terikat, artinya bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Hanya saja, selain kemampuan, tujuan yang jelas dan landasan kebenaran, tidak boleh diabaikan. Jihad bukan berarti ngamuk dan ngawur.

Dalam realita, ada orang yang merasa berjuang memuliakan agama, tapi tanpa sadar mengenyampingkan nilai-nilai luhur ajaran agama itu sendiri. Perjuangannya lebih diwarnai dendam dan kebencian kepada orang lain yang tidak sama pemahaman agamanya. Lebih buruk lagi, jika perju-angannya itu lebih diakibatkan karena perbedaan kultur, ras atau etnis; lebih disebabkan karena irihati melihat kelebihan umat agama lain.

Karenanya, janganlah mengambil ayat yang berkaitan dengan jihad hanya sepotong-sepotong. Semestinya setiap ayat dihubungkan dengan ayat lainnya, dan terutama dengan kenyataan praktek yang dilaksanakan Nabi Saw. Contohnya ayat yang mengharuskan membunuh orang-orang musyrikin. Jika ayat ini diambil sepotong, berarti setiap musyrikin harus dibunuh. Padahal maksud dibunuh di sini adalah di saat perang.

Dalam kenyataan sejarah Nabi, saat Makkah ditundukkan, tidak terjadi pembantaian terhadap musyrikin Makkah. Seandainya perintah bunuh itu diberlakukan begitu saja kepada semua musyrikin Makkah saat itu, maka kita sekarang tidak akan mengenal adanya kekhalifahan Uma-yyah maupun Abbasiyyah. Sebab cikal bakal para pendiri kekhalifahan tersebut, pada saat Makkah ditundukkan, masih orang-orang musyrikin. Begitu pula banyak periwayat hadis yang sampai kepada kita, termasuk ahli tafsirnya, kakek-nenek moyangnya pada saat itu juga masih musyrikin. Jadi, kewajiban jihad bukanlah kewajiban membunuh manusia.

Semestinya selalu diingat, orang yang akal pikirannya waras akan lebih tertarik untuk mengikuti orang yang membagi-bagikan roti atau keju, ketimbang mengikuti orang yang membawa-bawa golok atau clurit.

Page 53: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

53

Jihad bukan berarti kekerasan Memang jihad paling utama, atau jihad kabir, adalah jihad mene-

gakkan tuntunan Allah kepada semua manusia; tapi makna jihad bukan semata-mata harus berperang. Realitanya, ayat-ayat jihad sudah ada dalam Al Quran yang diturunkan di Makkah; namun, walau umat Islam pada saat itu ditindas dan diperlakukan dengan kejam, Nabi tidak memerintahkan untuk berperang pada saat itu. Jadi, arti jihad yang sebenarnya adalah ke-teguhan dalam berjuang. Dan bukan kekerasan; bukan peperangan.

Karenanya, selain harus bisa membedakan mana yang mesti diprio-ritaskan dan mana yang tidak, kita harus bisa meletakkan segala sesuatu itu pada tempatnya, serta yang sesuai dengan situasi dan kondisinya. Artinya, kita baru pantas berjihad menggunakan pedang ketika Islam hendak dihan-curkan dengan pedang pula. Lagi pula, perlu diingat, kebanyakan ayat yang memerintahkan berperang memakai kata qital dan bukan jihad.

Di zaman modern ini, saat sarana komunikasi lebih efektif (dan lebih menghindari pertumpahan darah, dan orang-orang batil pun menggunakan sarana ini untuk menghancurkan Islam), maka kewajiban kita pula me-maksimalkan manfaat sarana komunikasi ini. Artinya, kelembutan dalam menyampaikan syiar agama dengan fakta dan argumentasi lewat sarana komunikasi, lebih utama ketimbang dengan kekerasan. Perjuangan mene-gakkan kebenaran tak perlu lagi dengan pedang dan amunisi.

Saat ini kebencian hanya pantas dimiliki oleh orang yang diperbudak politik dan dikungkung hawa nafsu meraih ketenaran. Sudah saatnya agama tidak lagi dijadikan alasan untuk menimbulkan kekerasan. Sudah saatnya, fakta dan argumentasi menggantikan adu fisik dan pertumpahan darah. Yang kalah, bukan yang mati tertusuk; tapi yang terbelenggu hawa nafsu. Yang menang adalah yang terbuka pintu lubuk hatinya.

Memaafkan dan mengajak dengan benar Muslim harus bisa membedakan perang yang memerangi agama

Islam, dan perang yang sekadar melibatkan orang yang beragama Islam. Realitanya, kebanyakan konflik di beberapa negara hanyalah perang yang melibatkan orang Islam, dan bukan memerangi agama. Kebanyakan konflik hanyalah untuk kepentingan kelompok --golongan, etnis, atau bangsa-- dan bukan untuk kepentingan atau kemuliaan Allah.

Muslim --saat ini dan di negara manapun-- harus mengembalikan cara berpikirnya seperti Muslim yang dicontohkan Nabi, yang berperilaku positif: damai, pemaaf, toleran, terbuka, jujur, dan adil. Muslim yang bisa hidup berdampingan dengan orang lain yang berbeda keyakinan.

Muslim, selama orang lain tidak berbuat aniaya kepada kita, justru harus mengasihani dan memaafkan ketidakberimanan orang lain itu.

“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tidak takut kepada hari-hari Allah, karena Dia (Allah) akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Qur’an, Al Jaatsiyah [45]:14)

Page 54: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

54

H INDARI KEKERASA N K ita harus memperkenalkan Islam secara baik-baik. Artinya, kita

mengajak orang lain dengan cara yang benar dan lembut. Bukan dengan menebar kecemasan yang berdampak kesalahpahaman terhadap Islam.

Pantas diingat, tatkala diturunkan ayat-ayat yang melaknat kaum musyrikin, kebanyakan orang Makkah bukanlah muslim. Namun ketika Makkah ditundukkan, tak ada pertumpahan darah di sana. Tak ada dendam atau kebencian Nabi kepada orang-orang Makkah yang telah memusuhi dan mengusir umat Islam dengan segala kekejamannya. Tidak ada pemak-saan menjadi muslim. Tidak ada laknat. Yang ada justru pengampunan. Sikap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang berjiwa besar ini, yang se-benarnya sunah untuk diikuti, diabaikan banyak orang yang mengaku Muslim; yang merasa paling Islam jika bertindak radikal.

Perlu diketahui, ayat-ayat pedang (ayat saif) yang berkaitan dengan perang, kebanyakan diturunkan saat Nabi diperangi musyrikin Arab Qurais yang dipimpin oleh Abu Sufyan (ayah Ummu Habibah ra, salah seorang istri Rasulullah Saw). Artinya, peperangan yang dilakukan di masa Nabi lebih banyak berupa perang menghadapi kaum musyrikin Arab Quraisy; dan bukan perang menghadapi orang Yahudi atau Nasrani.

Sesungguhnya nilai-nilai Islam itu penuh dengan nilai-nilai keba-jikan, lembut dan penuh kasih. Dari sebab itu, kita tidak boleh membenci orang yang membenci Islam sekalipun. Dengan kata lain, jangan membalas kebencian dengan kebencian, jangan membalas kesalahan orang lain dengan kesalahan pula. Sebab, selama mereka masih hidup, mereka masih diberi kesempatan untuk menyadari kekeliruannya. Malah, siapa yang tahu, mereka bisa saja menjadi Muslim yang lebih baik dari diri kita.

Yang jelas, orang membayar dengan apa yang dimilikinya. Orang yang hanya memiliki kebaikan, akan membayar apapun dengan kebaikan. Dan Muslim yang berakhlak mulia pasti memiliki banyak kebaikan.

Ada penilaian yang sesuai situasi tertentu Di tahun 1945 amat wajar bila orang Inggris menilai orang Jerman

sebagai iblis yang harus dibasmi. Namun di tahun 1954, penilaian serupa itu merupakan satu hal yang tak layak. Artinya, tidak semua ucapan atau penilaian itu harus berlaku selama-lamanya. Ucapan atau penilaian kita itu, ada juga dan ada kalanya, harus disesuaikan dengan situasi dan kondisinya.

Jelas, tidak semua penilaian buruk kepada satu etnis atau golongan itu harus berlaku umum sepanjang masa; dan tidaklah pantas menyama-ratakan semua orang di etnis tersebut sebagai orang yang buruk.

Begitu juga dengan ayat Quran; walau berlaku sampai kiamat tiba, dalam pelaksanaannya sesuai situasi dan kondisi. Jadi, kebencian itu tak boleh berlaku umum kepada etnisnya; tapi kebencian itu harus kepada perilakunya yang buruk. Sebab mustahil Allah menentukan satu etnis se-muanya dilahirkan sebagai orang-orang yang dipastikan durhaka.

Page 55: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

55

Hindari kekerasan, utamakan kelembutan Manusia sering menghindar dari pengungkapan realita, bila realita

itu tidak menyenangkan bagi golongannya; padahal bersembunyi dari kenyataan merupakan sebuah kebodohan yang memalukan. Realitanya, satu hal yang tidak perlu disembunyikan atau ditutup-tutupi, ada di antara para Sahabat Nabi yang wafat dengan cara terbunuh atau dibunuh oleh sesama muslim. Pertanyaannya, mengapa hal itu bisa terjadi di antara orang-orang yang sepatutnya meneladani perilaku mulia Nabi Saw?

Jelas, kedekatan kepada Nabi Saw tidak menjamin manusia terhindar dari godaan si iblis laknatullah; tidak menjamin permusuhan jadi hilang. Hanya saja, tanpa perlu mengungkit-ungkit apa dan mengapanya, tanpa perlu berpolemik yang menghabiskan energi yang sia-sia, tanpa perlu mencari-cari alasan atau saling menyalahkan, semua yang telah terjadi di antara para sahabat Nabi tersebut sudah selayaknya dijadikan pelajaran bagi kita, bahwa kebiasaan untuk bertengkar sudah saatnya dihentikan. Selama pemahamannya tidak keluar dari akidah Islam, biarkan setiap muslim bertanggung jawab kepada Allah dengan keyakinannya. Sudah saatnya kepentingan politik pribadi, atau nafsu meraih kekuasaan dan ketenaran, tidak dikamuflase dengan mengatasnamakan agama.

Seharusnya, ketika timbul silang pendapat atau perbedaan paham, langkah terbaik yang diambil adalah menghindari kekerasan; sebab masa-lah benar dan salah hanya bisa ditemukan di saat suasana tenang, ketika pikiran tidak sedang dikendalikan dendam. Lagi pula, amat aneh memaksa orang lain harus masuk surga dengan menimbulkan kekerasan. Semestinya diingat, jika setiap masalah hanya bisa dituntaskan dengan kekerasan, maka agama tidak perlu ada di dunia ini. Sebab cara atau strategi berperang bisa dilakukan siapa saja, baik beragama maupun tidak.

Kisah tentang pasukan Nabi Sulaiman As --yang boleh membunuh manusia, tapi tidak boleh membunuh semut-- jelas menunjukkan bahwa kekerasan dibolehkan untuk membasmi manusia yang merugikan orang lain; tapi tidak boleh digunakan kepada yang tidak merugikan, termasuk kepada hewan sekalipun. Artinya, kekerasan yang dilakukan harus ada alasan yang tidak bertentangan dengan tuntunan Allah Swt. Sebab Islam mengajarkan manusia untuk bisa meletakkan segala sesuatu itu pada tem-patnya, bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.

Contohnya, Islam mengajarkan untuk menghindari kekerasan; tapi ketika musyrikin Qurais Makah tetap saja memburu umat Islam hingga ke Madinah, maka menghadapinya dalam sebuah peperangan menjadi suatu kewajiban mutlak bagi seorang Muslim. Namun, amat salah jika ada yang beranggapan bahwa umat Islam yang menginginkan peperangan, apalagi yang memulai peperangan. Hijrahnya Rasulullah Saw ke Madinah, menun-jukkan bahwa Islam senantiasa berusaha menghindari pertumpahan darah.

Semestinya diingat, mengalahkan dengan pedang bukan berarti me-nyelesaikan permusuhan. Hanya tuntunan yang lembut, yang benar, yang bisa mengakhiri kebencian.

Page 56: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

56

EKSPANSI PENGARUH Rasa kebanggaan (merasa superior) bisa berpengaruh dan berakibat

pada munculnya ekspansi pelebaran kekuasaan. Tak dapat disanggah, sebagai tali pengikat kebersamaan, Islam turut

dan amat berperan dalam kebangkitan bersama suku-suku Arab di abad ke tujuh masehi; yang berdampak tumbuhnya rasa bangga atau superioritas. Namun ekspansi kekuasaan yang kemudian terjadi, lebih merupakan satu hal yang lumrah untuk dilakukan oleh suatu bangsa yang menemukan rasa superioritas, ketimbang dinilai sebagai ekspansi Islam semata-mata.

Contoh rasa superioritas yang berdampak ekspansi pengaruh, yang dilakukan berbagai bangsa, bisa ditemukan sepanjang sejarah. Seperti Yunani, Romawi, Mongol, ataupun negara-negara kolonialis Eropah.

Dari hal di atas, kita bisa menarik pelajaran bahwa ekspansi keku-asaan pernah dilakukan oleh berbagai bangsa atau golongan di dunia ini. Jadi, ekspansi kekuasaan setelah atau pada masa khalifah yang empat lebih bersifat sebagai ekspansi yang disebabkan satu perasaan superior ketim-bang dinilai sebagai ekspansi Islam. Sebab Islam tak pernah dan tak akan pernah menganjurkan peperangan; kecuali, selain mencegah kemungkaran, disebabkan pertimbangan strategi dalam melindungi diri.

Contohnya, pengusiran suku Yahudi dari Madinah (dikarenakan me-lakukan pengkhianatan bekerja sama dengan Quraisy Arab Mekkah) dan peperangan semasa Nabi Saw, semata-mata karena situasi dan kondisi darurat perang mengharuskan strateginya begitu. Satu hal yang dalam po-sisi serupa itu bukan mustahil juga akan dilakukan golongan lain.

Sebagai misal, kasus yang diberlakukan kepada keturunan Jepang di Amerika Serikat pada saat Perang Dunia kedua. Keturunan Jepang itu bukan saja diawasi gerak-geriknya, tapi juga diasingkan dengan memasuk-kannya ke dalam kamp penampungan khusus. Jelas, tindakan pemerintah Amerika Serikat ini bukan disebabkan karena rasisme tapi semata-mata antisipasi dalam melindungi keamanan negara. Bahwa cara dan pelaksa-naannya berbeda, itu disebabkan karena situasinya juga berbeda.

Patut diketahui, tidak semua orang Arab beragama Islam; ada juga yang tetap menganut agama Nasrani. Ini menunjukkan, sejak dahulu pun, Islam menjamin kebebasan beragama. Karenanya, keberadaan gereja di negara yang mayoritas penduduknya Muslim adalah satu hal yang lumrah. Ini berbeda dengan negara di Eropah --di masa lalu-- yang mayoritas pen-duduknya Nasrani, keberadaan sebuah masjid bisa menimbulkan alergi.

Realitanya, satu hal yang tak pernah terjadi dalam sejarah agama manapun, bangsa penjajah justru berpindah keyakinan dengan memeluk agama yang dianut oleh rakyat yang dijajahnya. Di abad keduabelas, orang Mongol justru memeluk Islam. Begitupun, Islam dianut di Indonesia tanpa kehadiran satu orang pun serdadu Arab. Maknanya jelas, Islam hadir bukan disebabkan kolonialisme.

Page 57: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

57

Kenyataan sejarah Semua golongan --bangsa, agama, atau politik-- tak perlu menyang-

kal adanya tindakan keliru atau kejam di luar batas perikemanusiaan yang pernah dilakukan warganya. Sebab perbuatan kejam mungkin saja dila-kukan seseorang ketika orang itu sudah tidak bisa mengontrol dirinya; dan hal itu biasanya terjadi saat adanya permusuhan. Hanya saja menuding umat lain sebagai kejam atau teroris, tapi melupakan perbuatan kejam yang dilakukan oleh golongannya sendiri, adalah hal yang tidak jujur.

Mengontrol diri pada realitanya adalah hal yang tidak mudah dila-kukan. Karenanya, jika seorang manusia tak mampu mengontrol dirinya merupakan satu hal yang wajar. Hanya tuntunan agama yang diterapkan dengan benar, yang memungkinkan seseorang dapat mengontrol dirinya. Sayangnya, di agama manapun, penerapan yang sungguh-sungguh hanya sekadar teori yang jarang atau malah tak pernah dipraktekkan.

Faktanya, dalam perjalanan panjang sejarah manusia, kita temukan kasus-kasus di luar batas perikemanusiaan yang dilakukan baik oleh orang yang mengaku beragama maupun tidak. Contohnya, pembantaian suku Indian di Amerika di abad sembilanbelas, membuktikan adanya kekerasan yang dilakukan oleh warga kulit putih yang beragama Nasrani; Kamp konsentrasi Auswitz adalah contoh kekejaman Nazi Jerman yang beragama Nasrani terhadap etnis Yahudi; Kebrutalan Khmer Merah di Kamboja, atau pembuangan ke Siberia yang dilakukan rezim Stalin, adalah contoh keke-jaman komunis yang atheis terhadap bangsanya sendiri.

Begitu pun, pengejaran terhadap para ilmuwan (yang dinilai menen-tang dogma gereja) oleh para pemuka agama Nasrani di masa lalu. Atau penjarahan terhadap penduduk Madinah oleh pasukan Yasid bin Muawi-yah, padahal hanya bertenggang waktu lima dekade sejak Nabi Saw wafat. Atau saling ngebom di Irlandia Utara --padahal masih satu keturunan-- merupakan contoh kekejaman orang-orang yang mengaku beragama.

Tuduhan tak jujur Amat tak jujur jika seorang muslim menjatuhkan tuduhan perbuatan

kejam hanya ditujukan pada golongan lain. Realitanya, di antara kita --atau oknum di golongan kita-- ada yang pernah berbuat kejam.

Sebaliknya, amat tidak jujur menuding Islam sebagai agama yang disebarkan dengan pedang; sambil menutupi kenyataan yang dilakukan Charlemagne (raja Frank di awal abad kesembilan Masehi; kerajaan yang wilayahnya mencakup Swiss, Perancis, Belgia, dan Belanda sekarang) yang memaksa orang Saxon memeluk agama Kristen dengan pedang.

Jadi, perbuatan kekerasan bisa dilakukan oleh siapa pun. Dan jangan menyalahkan agama atau ajarannya.

“Barang siapa berjuang untuk [tetap] menegakkan kalimat Allah (Islam), maka ia berjuang karena Allah.”

(HR. Bukhari)

Page 58: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

58

BATASAN TOLERANS I Masalah toleransi dan tidak toleran, ada kalanya tidak bisa dilihat

hanya dari sudut pandang sepihak; karena sesuatu yang dianggap tidak toleran mungkin saja ada sebab-sebabnya bagi orang yang melakukannya.

Toleransi adalah sifat seorang muslim. Artinya, setiap Muslim wajib harus berusaha berbuat baik kepada orang lain; termasuk menghormati nabi, agama, dan keyakinan orang lain tersebut. Tapi pelecehan terhadap Nabi Muhammad Saw adalah di luar koridor toleransi. Siapapun yang melakukan penghinaan terhadap Nabi Saw, harus siap menanggung aki-batnya; termasuk resiko untuk dibunuh atau dihukum mati.

Begitupun memberi penghargaan kepada orang yang menghina Nabi Saw, sama dengan memancing kemarahan semua Muslim. Siapa pun pelakunya harus siap menanggung resiko kekerasan yang diakibatkan aku-mulasi kekecewaan umat Islam yang merasa dilecehkan. Mesti dicamkan, kekerasan lahir tatkala ketidakpuasan mencapai puncaknya. Anarkisme sering meledak dikarenakan merasa tidak diperhatikan, merasa terus-menerus disepelekan. Dengan kata lain, mustahil ada kemarahan jika tak ada sebab-sebabnya. Karenanya, jangan memancing kemarahan.

Hal di atas merupakan peringatan yang perlu dimaklumi oleh semua orang, muslim maupun nonmuslim. Artinya, jika tidak ingin dihantam oleh seorang Muslim, maka ia jangan mengusik akidah seorang Muslim.

Meletakkan toleransi pada proporsinya Islam adalah agama yang mengajarkan manusia untuk menjadi orang

yang paling toleran kepada keyakinan orang lain, tapi bukan berarti diam jika sudah menyangkut perkara akidah. Seorang Muslim paling moderat sekalipun --paling santun dan paling lembut sekalipun-- bisa berobah menjadi muslim yang paling keras bila sudah menyangkut masalah akidah; bila Islam dilecehkan, bila Nabi Saw dinistakan. Artinya, dalam masalah akidah --bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam merupakan nabi utusan Allah yang terakhir-- tidak boleh ada tawar-menawar.

Dalam keyakinan seorang yang benar-benar Muslim, Islam merupa-kan agama terakhir yang dikaruniakan Allah kepada manusia. Dari sebab itu, setiap muslim wajib menolak kehadiran seseorang yang mengaku-ngaku sebagai nabi atau rasul Allah.

Sebagai Muslim, kita meyakini bahwa harta maupun keluarga kita semata-mata titipan Allah. Artinya, rumah maupun isteri kita bukan milik kita secara mutlak. Namun itu tidak berarti orang lain boleh masuk se-enaknya ke rumah kita atau boleh begitu saja membawa isteri kita.

Begitu pun dalam masalah toleransi; kita boleh memiliki prinsip untuk bertoleransi kepada orang lain. Tapi dalam perkara akidah jelas tak boleh ada toleransi, sebab akidah bukan barang dagangan yang bisa ditawar-tawar. Karenanya, perkara pelecehan atau keberadaan nabi terakhir bukanlah masalah toleransi tapi sudah menyangkut masalah akidah.

Page 59: 3 hal yang perlu disadari

HARAPAN & REALITA

59

Resiko bagi yang mengaku nabi Tak jarang mimpi seseorang itu berkaitan dengan obsesi, keinginan

atau cita-cita orang tersebut. Seorang yang senang mengayuh sepeda dan terobsesi jadi pembalap, bukan mustahil mimpi jadi juara Tour de France. Orang yang mengidolakan seorang bintang film, ada kemungkinan mimpi bertemu dengan aktor film tersebut, atau malah mimpi jadi istrinya si aktor.

Begitu pula, orang yang sangat berkeinginan mengajak orang lain ke arah kebajikan, tidak mustahil mimpi bertemu para nabi, atau malah sering mimpi mendapat wahyu, dan merasa menjadi nabi itu sendiri. Karenanya, sebuah mimpi tidak boleh diklaim sebagai suatu pembenaran, sebab sebuah mimpi bisa saja berkaitan dengan obsesi; dan obsesi bukanlah realita. Harap dicamkan, selain sangat jahat, si iblis jahanam terkutuk itu juga amat pintar dalam menipu manusia. Sesuatu yang dikira ilham atau wahyu, bisa saja berasal dari si iblis laknatullah.

Saat ini, siapapun yang mengaku-ngaku nabi utusan Allah harus siap menghadapi resiko untuk dibunuh. Sebab, untuk menjaga kesucian agama Allah, setiap nabi palsu harus dibasmi. Karena tak terbayangkan apa jadinya agama Allah ini jika setiap orang mempunyai hak untuk mengaku-ngaku sebagai rasul. Realitanya, semua orang yang mengaku nabi hanyalah para penipu yang terobsesi; ia bukan hanya merugikan dirinya di hadapan Allah, tapi juga merugikan orang lain yang disesatkannya.

Patut dicatat, harus dibedakan antara kebebasan beragama dengan penodaan agama. Seorang muslim tidak akan peduli jika orang tersebut mengaku nabi utusan dewa Ahuramazda, atau mengaku nabi dari agama selain Islam. Seorang muslim baru akan bertindak tegas jika orang tersebut mengaku-ngaku nabi dari agama Islam. Sebab, bagi seorang muslim, nabi terakhir yang diutus Allah Swt adalah Muhammad Saw.

Jelas, toleransi itu penting, tapi menjaga kesucian Allah dan risalah Nya jauh lebih penting. Sebab, jika tidak, akan banyak muslim yang tidak tahu apa-apa bakal terjerumus ke neraka. Jadi, jika tak mau bertobat, lebih baik membunuh seorang penipu yang mengaku nabi, ketimbang banyak muslim dibuat tersesat. Lagi pula, berbeda dengan agama lain, Islam me-rupakan satu-satunya agama yang mewajibkan umatnya untuk menjaga kemurnian akidahnya, kitab sucinya, maupun ritus ibadatnya. 11

Realitanya, tidak sedikit orang yang iri dengki kepada Islam dan tun-tunannya, berusaha mendorong orang-orang bodoh untuk mengaku-ngaku sebagai nabi utusan Allah. Karenanya, setiap muslim harus waspada ter-hadap skenario orang-orang yang iri dengki tersebut; waspada terhadap orang yang ingin memecah belah umat Islam dan merusak akidahnya. 11 Seorang Muslim terlebih seorang mualaf yang baru masuk Islam dilarang menghina nabi atau dewa agama orang lain atau agama yang dianut sebelumnya. Sebab, dalam masalah peribadatan, untukmu agamamu untukku agamaku. Seba-liknya harus dimaklumi, siapapun yang menghina Nabi Muhammad Saw harus siap menghadapi resiko kekerasan yang akan menimpanya.

Page 60: 3 hal yang perlu disadari

YANG PERLU DISADARI

60

M ENYATUKAN JAMIAH-JAMIA H Betapa pun dalamnya seseorang berenang dalam lautan agama, di

negara manapun dan di agama manapun, ada setetes kodrat manusiawinya yang sulit dihilangkan; yaitu keinginan untuk dijadikan pemimpin.

Untuk memenuhi kecondongan serupa itu, maka sebuah jamiah yang besar sebaiknya merupakan gabungan (afiliasi) dari jamiah-jamiah kecil yang otonom. Yaitu jamiah kecil yang memiliki kebebasan mengatur sendiri manajemennya. Yang bebas memilih ketuanya secara demokratis, tanpa perlu restu atau intervensi dari atas. Sehingga kesempatan untuk jadi pemimpin, walau cuma dalam lingkup yang kecil, bisa tersalurkan.

Lagi pula, dalam prakteknya, jamiah kecil lebih mudah berkomu-nikasi dengan lingkungannya; lebih mengetahui apa yang diperlukan dan tidak dibutuhkan jamaahnya. Jamiah kecil lebih efektif dan efisien dalam mengelola kegiatannya, seperti sekolah atau rumah sakit; sebab tidak terkait dan terikat dengan birokrasi dari atas yang berbelit-belit. Begitu pun zakat atau infaq bisa ditampung lewat jamiah kecil ini, walau peman-faatannya bisa dilakukan bersama dalam afiliasi jamiah-jamiah.

Alangkah indahnya, jika afiliasi jamiah kecil ini bersatu lagi dalam aliansi Muslim yang lebih besar. Dan aliansi Muslim ini kemudian berga-bung lagi dalam satu-satunya Majelis Permusyawaratan Muslim di negara tersebut; yang menjembatani kebutuhan umat dengan kepentingan negara.

Hanya orang-orang ikhlas yang berpribadi mulia, yang semata-mata mengharap ridha Allah, yang bisa membangun Majelis Permusyawaratan Muslim serupa itu di sebuah negara. Andai betul bisa begitu, karena me-lihat Islam yang demokratis, toleran, adil dan jujur, Islam bisa diterima di negara (sekular) mana pun tanpa perlu keradikalan. Sayangnya, pada banyak kenyataan, dalam menyamakan visi dan misi, menyatukan tujuh ‘tokoh agama’ lebih sulit ketimbang menyatukan tujuh puluh penjahat.

Jabatan merupakan sarana untuk berbuat kebajikan Jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada

Allah. Jadi, satu hal yang wajar jika Muslim yang tawadhu justru berusaha menghindar dari jabatan tersebut. Kalaupun ia terpaksa jadi pemimpin, itu semata-mata karena ia tidak bisa mengelak dari tugas yang dipercayakan Allah kepadanya. Karenanya, dalam bernegara atau berjamiah, muslim yang berakhlak mulia justru akan mensuport muslim lainnya untuk menjadi pemimpin. Dan bukannya saling sikut atau saling menjatuhkan.

Jelas, dalam Islam, pemimpin itu bukan mencalonkan diri; tapi dica-lonkan, alias ‘dipaksa’ oleh umat. Karenanya, seorang tokoh muslim sejati justru akan bergembira jika tokoh lain yang terpilih jadi pemimpin.

Bagi seorang muslim, jabatan dan kekuasaan adalah sarana dan bukan tujuan. Jabatan dan kekuasaan adalah sarana untuk berbuat keba-jikan. Realitanya, muslim yang hidupnya berantakan adalah muslim yang menjadikan jabatan dan kekuasaan hanya sebagai tujuan.