2ww

16
2 PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN NHT ULFAH SYUHADA NASUTION Mahasiswa PPs Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan (UNIMED) Email :[email protected] Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran dengan sampel sebanyak 2 kelas yang diambil secara acak.Analisa data postest dengan menggunakan uji-t pada taraf a = 0,05 diperoleh t hitung > t tabel sehingga H 0 ditolak dan H a diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang diajar dengan Menggunakan Model Kooperatif Tipe STAD dan NHT pada Materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran T.A. 2012/2013. Kata Kunci : Kemampuan Pemecahan Masalah,Pembelajaran Model Kooperatif,STAD,NHT PENDAHULUAN Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang memberikan kontribusi positif tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermartabat melalui sikap logis dan berfikir logis. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Masalah pendidikan matematika yang bertambah jumlahnya di Indonesia merupakan salah satu alasan untuk mereformasi pendidikan matematika di sekolah. Pecahan merupakan salah satu materi pelajaran matematika yang wajib diajarkan kepada seluruh siswa sekolah tingkat dasar dan menengah. Konsep pecahan dan

description

matematika

Transcript of 2ww

Page 1: 2ww

2

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN

MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN NHT

ULFAH SYUHADA NASUTION Mahasiswa PPs Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan

(UNIMED)Email :[email protected]

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran dengan sampel sebanyak 2 kelas yang diambil secara acak.Analisa data postest dengan menggunakan uji-t pada taraf a = 0,05 diperoleh thitung > ttabel sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang diajar dengan Menggunakan Model Kooperatif Tipe STAD dan NHT pada Materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran T.A. 2012/2013.Kata Kunci : Kemampuan Pemecahan Masalah,Pembelajaran Model Kooperatif,STAD,NHT

PENDAHULUANMatematika adalah salah satu mata pelajaran yang memberikan kontribusi positif tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermartabat melalui sikap logis dan berfikir logis. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Masalah pendidikan matematika yang bertambah jumlahnya di Indonesia merupakan salah satu alasan untuk mereformasi pendidikan matematika di sekolah. Pecahan merupakan salah satu materi pelajaran matematika yang wajib diajarkan kepada seluruh siswa sekolah tingkat dasar dan menengah. Konsep pecahan dan operasinya merupakan konsep yang sangat penting untuk dikuasai sebagai bekal untuk mempelajari bahan matematika berikutnya dan bahan bukan matematika yang terkait. Materi pecahan sering digunakan dalam menyelesaikan satu permasalahan yang kompleks terutama dalam banyak model matematika. Berdasarkan hasil pengumpulan informasi awal penulis terhadap siswa kelas VII-1 dan VII-2 (50 siswa) tahun 2011/2012 SMP Negeri 2 Kisaran menunjukkan siswa 63,2 % menganggap matematika itu sulit, di mana sebanyak 65,8 % menyatakan kesulitan pada materi bilangan pecahan. Alasannya sebanyak 47,4 % siswa menganggap guru tidak jelas menerangkan, 34,2 % menganggap memang materi pecahan sulit, dan siswa 28,9 % mengaku kurang teliti, sisanya mengaku kurang latihan (tidak belajar).Hasil wawancara dengan Ibu maria ginting salah satu guru matematika di SMP Negeri 2 Kisaran didapat bahwa kebanyakan siswa beranggapan matematika itu sulit, siswa kurang tertarik belajar matematika, kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika tergolong cukup rendah, untuk soal – soal cerita, mereka sangat kesulitan dalam mengubahnya kedalam bentuk matematika sehingga mereka sangat kerepotan dalam menyelesaikannya, hal ini mengakibatkan hasil belajar siswa cukup rendah.Seorang guru harus terampil menerapkan suatu model pembelajaran pada suatu materi pembelajaran yang akan disampaikan.Model pembelajaran Numbered Head

Page 2: 2ww

3

Together (NHT) dan Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan dua model pembelajaran kooperatif yang dianggap dapat membangkitkan ketertarikan siswa terhadap materi matematika dan membuat siswa lebih aktif, mendorong kerjasama antar siswa dalam mempelajari suatu materi, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Berdasarkan uraian permasalahan yang ada, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe stad dan nht pada materi pecahan di kelas vii smp negeri 2 kisaran”.

Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Pebelajar dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Pada pembelajaran koperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Slavin berpendapat tentang pembelajaran kooperatif yang pada intinya mengemukakan bahwa Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran (Slavin : 2005). Dalam kelas kooperatif, Para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berangumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Unsur – unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut (Isjoni : 2009) :1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang

bersama.”2. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik

lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.

4. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.

5. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.

6. Para siswa berbagi kepempimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.

7. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Terdapat 6 langkah dalam menggunaan pembelajaran kooperatif dalam yang dapat kita lihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran KooperatifFASE TINGKAH LAKU GURUFase-1Menyampaikan tujuan dan

 Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran

Page 3: 2ww

4

memotivasi siswa. yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase-2Menyajikan informasi.

 Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase-4Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

 Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5Evaluasi

 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase-6Memberikan penghargaan

 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Sumber : Herdy, 2012

Model Pembelajaran Kooperative tipe STAD (Student Teams Achievement Division)

Model kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai mteri pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Gagasan utama dari STAD menurut Slavin pada intinya mengemukakan bahwa untuk memotivasi siswa siswa agar dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin agar timnya mendapat penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materinya. Mereka harus mendukung teman sattu timnya untuk bisa melakukan yang terbaik, menunjukkan norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan (Slavin : 2005).

Pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi (Isjoni : 2009) :

1. Tahap Penyajian Materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan persepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan

Page 4: 2ww

5

dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Dalam mengembangkan materi pembelajaran perlu ditekankan hal-hal sebagai berikut :a) Mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan

dipelajari siswa dalam kelompok. b) Menekankan bahwa belajar adalah memahami makna, bukan hapalan.c) Memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman

siswa.d) Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah, e) Beralih kepada materi selanjutnya apabila siswa telah memahami

permasalahan yang ada. 2. Tahap kerja Kelompok, Pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai

bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas, dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebgaia fasilisator dan motivator kegiatan tiap kelompok.

3. Tahap Evaluasi dan Pemilihan, Guru menyuruh salah satu perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.

4. Tahap tes individu,yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar dicapai, diadakan tes secara individual, mengenai materi yang telah dibahas, masing-masing selama 10 menit agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu ini di data dan diarsipkan, yang akan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.

5. Tahap perhitungan skor perkembangan individu. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya. Penghitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya. Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata yang dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat, dan kelompok super.

Model Pembelajaran Kooperative tipe NHT (Numbered Head Together).

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut (Sriudin : 2011):

Langkah 1. Pembentukan kelompok

Pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4

Page 5: 2ww

6

sampai 5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok. Salah satu cara membentuk kelompok berdasarkan kemampuan akademik dalam sebagai berikut ini:

 Tabel 2.2 Cara membentuk kelompok berdasarkan kemampuan akademik.

Kemampuan No Nama Rangking Kelompok

Tinggi

1   1 A2   2 B3   3 C4   4 D

Sedang

5   5 D6   6 C7   7 B8   8 A9   9 A10   10 B11   11 C12   12 D

Rendah

13   13 D14   14 C15   15 B16   16 A

Sumber : Z ainuri , 2007  Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan kooperatif dan menjelaskan tiga aturan dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu :1. Tetap berada dalam kelas2. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan

kepada guru3. Memberikan umpan balik terhadap ide-ide serta menghindari saling mengkritik

sesama siswa dalam kelompok

Langkah 2. Diskusi masalah

Pada kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari spesifik sampai yang bersifat umum.Langkah 3. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Page 6: 2ww

7

Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 4. Memberi kesimpulanGuru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan

yang berhubungan dengan materi yang disajikan. Langkah 5. Memberikan kuis

Guru memberikan kuis atau tes kepada setiap siswa.Langkah 6. Memberikan penghargaanGuru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian pada siswa dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih baik. Umumnya guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok

METODE PENELITIANPenelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Kisaran tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – Oktober 2012.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 8 kelas dan dari 8 kelas yang ada, diambil sampel secara acak sebanyak 2 kelas. Kedua kelas diajarkan dengan cara yang berbeda, yaitu cara pengajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan model kooperatif tipe STAD.Adapun variabel bebas yaitu penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembelajaran kooperatif tipe NHT. Variabel terikatnya yaitu kemampuan pemecahan masalah siswa. Variabel intervening (antara) yaitu proses belajar mengajar. Variabel Kendalinya yaitu lama tatap muka, situasi belajar, alat pembelajaran, materi pelajaran dan buku pegangan.Untuk mengontrol variabel kendali ini maka : kondisi belajar siswa terhadap pokok bahasan Pecahan diusahakan homogeny pada setiap kelompok. waktu pertemuan diusahakan tidak jauh berbeda antara keduan kelas tersebut. Situasi belajar diusahakan mendukung pembelajaran.

Rancangan PenelitianSampel dalam penelitian ini dikelompokkan dalam dua kelompok, kelompok eksperimen 1 yaitu yang diajarkan dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan kelompok eksperimen 2 yang diajarkan menggunakan model kooperatif tipe STAD.

Rancangan Penelitian Kelompok Pre test Perlakuan Post test

Eksperimen 1 Q X QEksperimen 2 Q X Q

Keterangan :Q = Tes Awal X = Perlakuan dengan model kooperatif tipe NHTQ = Tes Akhir X = Perlakuan dengan model kooperatif tipe STAD

Uji HipotesisHipotesis Statistik :

Ho : Ha :

Page 7: 2ww

8

: rata – rata skor pemecahan masalah siswa yang diajar dengan tipe NHT: rata – rata skor pemecahan masalah siswa yang diajar dengan tipe STAD

Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika SiswaKriteria penentuan tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dilihat dari tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan dengan menggunakan prinsip konversi lima. Menurut Nurkancana (1986:80) menyatakan bahwa: ”Pedoman konversi yang digunakan dalam mengubah skor menjadi skor standar dengan norma absolut adalah berdasarkan atas tingkat penguasaan terhadap bahan yang diberikan”. Tingkat penguasaan itu akan tercermin pada tinggi rendahnya skor mentah, dan 90% - 100% tingkat penguasaan sangat tinggi tercapai. Pedoman yang digunakan adalah sebagai berikut:

Kriteria Tingkat Penguasaan SiswaPersentase Kriteria90%-100% Sangat Tinggi80%-89% Tinggi65%-79% Sedang55%-64% Rendah0%-54% Sangat Rendah

Persentase penguasaan siswa dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: PPS = persentase pengusaan siswa.

Kriteria tingkat kemampuan siswa akan dipenuhi jika minimal termasuk dalam kategori sedang.

HASIL PENELITIAN1.1. Nilai Pretest Kelas Eksperimen A dan Kelas Eksperimen BHasil pemberian pretest diperoleh nilai rata-rata pretest siswa kelas eksperimen A adalah 39,789, sedangkan nilai rata-rata pretest siswa kelas eksperimen B adalah 37,474. Ternyata dari pengujian nilai pretest kelas eksperimen A dan kelas eksperimen B diperoleh kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama (normal) dan kedua kelas homogen. Dilihat dari setiap aspek pemecahan masalah juga terlihat rata-rata yang tergolong rendah. Rata-rata pretest untuk aspek memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menyelesaikan masalah dan mengevaluasi pemecahan masalah kelas eksperimen A berturut-turut adalah , , dan , sedangkan rata-rata pretest untuk aspek memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menyelesaikan masalah dan mengevaluasi pemecahan masalah kelas eksperimen B berturut-turut adalah , , dan . 1.2 Nilai Postest Kelas Eksperimen A dan Kelas Eksperimen BPada akhir pertemuan, siswa kembali diberikan postest. Tujuan diberikannya postest adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Secara ringkas hasil postest kedua kelompok diperlihatkan pada tabel berikut:Rata-rata postest untuk aspek memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menyelesaikan masalah dan mengevaluasi pemecahan masalah kelas eksperimen A berturut-turut adalah , , dan , sedangkan rata-rata postest untuk aspek memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menyelesaikan masalah dan mengevaluasi pemecahan masalah kelas eksperimen B berturut-turut adalah , , dan .

Page 8: 2ww

9

1.3 Pengujian HipotesisPengujian hipotesis dilakukan pada data postest dan diuji menggunakan uji statistik dua pihak dengan cara membandingkan rata-rata postest antara siswa yang diajarkan dengan model kooperatif tipe NHT dan siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hasil pengujian pada taraf signifikansi dan dk = n1 + n2

– 2 = 74 dengan thitung = 4,433 dan ttabel = 1,9953 sehingga diperoleh adalah merupakan harga t lain dari kriteria pengujian

maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat

perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran T.A. 2012/2013.Hasil pengujian data aspek pemahaman masalah dengan thitung = 1,9987 dan ttabel = 1,9953 sehingga diperoleh . Dengan demikian H0 diterima yang berarti ada perbedaan pemahaman masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran T.A. 2012/2013. Hasil pengujian data aspek perencanaan pemecahan masalah dengan thitung = 3,687 dan ttabel

= 1,9953 sehingga diperoleh . Dengan demikian H0 ditolak

dan Ha diterima, yang berarti terdapat perbedaan perencanaan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran T.A. 2012/2013.Hasil pengujian data aspek penyelesaian masalah dengan thitung = 2,336 dan ttabel = 1,9953 sehingga diperoleh

. Dengan demikian H0 ditolak dan Ha

diterima, yang berarti terdapat perbedaan penyelesaian masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran T.A. 2012/2013.Hasil pengujian data aspek pengevaluasian pemecahan masalah dengan thitung = 4,270 dan ttabel = 1,9953 sehingga diperoleh

. Dengan demikian H0

ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat perbedaan pengevaluasian pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran T.A. 2012/2

PEMBAHASAN HASIL PENELITIANBerdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata pretest siswa kelas eksperimen A adalah 39,789 dan nilai rata-rata pretest siswa kelas eksperimen B adalah 37,474. Berdasarkan nilai pretest dilakukan pengujian normalitas dan homogenitas. Setelah dilakukan pengujian ternyata kedua kelas berdistribusi normal dan homogen.Setelah semua materi selesai diajarkan, siswa diberikan postest (tes akhir) untuk mengetahui bagaimana hasil belajar siswa pada kedua kelas setelah dilakukan perlakuan. Dari hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata postest kelas eksperimen A adalah 78,737 atau terdapat peningkatan dengan rata-rata 38,948 dan nilai rata-rata postest kelas eksperimen B adalah 70,474 atau terdapat peningkatan dengan rata-rata 33. Kemudian dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t. Setelah dilakukan pengujian data ternyata diperoleh adalah merupakan harga t lain dari

Page 9: 2ww

10

kriteria pengujian maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang

berarti terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri Kisaran T.A. 2012/2013. Hasil dari pengujian hipotesis tentu saja berkaitan dengan perlakuan yang diberikan pada kedua kelas. Pada kelas yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT terjadi pelemparan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dengan sistem menjawab berdasarkan nomor yang disebut guru dan penunjukan secara acak membuat setiap siswa mau tidak mau harus memahami materi yang dipelajari. Hal ini yang mendorong siswa untuk banyak bertanya tentang materi ataupun soal yang tidak bisa terjawab kepada guru ataupun teman mereka satu kelompok. Selain pertanyaan-pertanyaan dari guru (peneliti) yang diajukan untuk semua kelompok, guru juga melemparkan pertanyaan yang diajukan suatu kelompok kepada guru ke kelompok-kelompok lain untuk menjawabnya sebelum akhirnya guru menyimpulkan jawaban yang benar dari masalah tersebut. Untuk lebih memotivasi siswa, setiap kelompok yang memberikan pertanyaan ataupun pendapat diberikan poin. Sementara di kelas yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD, setelah siswa melakukan diskusi (bekerja dalam kelompok), siswa dilatih untuk bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap tugas mereka dengan menampilkan jawaban/mempresentasekan jawaban, disini guru memfasilitatori dan mengatur serta mengawasi jalannya proses belajar. Kelemahan dari model ini adalah pada saat presentase siswa yang pemalas akan semakin kurang aktif, karena mengandalkan teman mereka yang lebih pintar dalam kelompok tersebut. Pada pertemuan kedua, siswa tampak lebih aktif dikelompoknya untuk menyelesaikan soal-soal pada LAS. Mereka lebih sering bertanya kepada teman dalam kelompok ataupun guru, karena pada akhir pertemuan diberikan penghargaan kepada kelompok yang lebih unggul dan lebih kompak.Berdasarkan rata-rata hasil belajar dan pengujian beda rata-rata terbukti bahwa siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.Hasil penelitian menunjukkan penerapan model NHT pada pokok bahasan persamaan linier dua variabel dapat menuntaskan hasil belajar siswa. Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nunung S. Nasution pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan kemampuan siswa menerapakan konsep matematika dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe STAD dalam proses pembelajaran diperlukan, khususnya pembelajaran matematika pada pokok bahasan Pecahan.

KESIMPULAN(1) Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri Kisaran T.A. 2012/2013,(2) Terdapat perbedaan pemahaman masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran T.A. 2012/2013,(3) Terdapat perbedaan perencanaan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran T.A. 2012/2013,(4) Terdapat perbedaan penyelesaian masalah matematika siswa yang

Page 10: 2ww

11

diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran T.A. 2012/2013,(1)Terdapat perbedaan pengevaluasian pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada materi Pecahan di kelas VII SMP Negeri 2 Kisaran T.A. 2012/2013.

SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan adalah:1. Kepada guru matematika dapat menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

ataupun STAD sebagai salah satu alternatif dalam memilih model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

2. Kepada guru matematika yang ingin menerapkan model pembelajaran kooperatif sebaiknya dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

3. Kepada siswa, khususnya siswa SMP Negeri 2 Kisaran disarankan untuk saling bekerjasama dalam diskusi kelompok terutama dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi pelajaran matematika.

4. Kepada calon peneliti berikutnya agar mengadakan penelitian yang sama dengan materi ataupun tingkatan kelas yang berbeda sehingga hasil penelitian dapat berguna bagi kemajuan pendidikan khususnya pendidikan matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S.2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Salemba Empat.

Isjoni, H. 2009. Pembelajaran Kooperatif.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mudjiono, 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Munandir, M. 2009. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta : Pustaka publisher.

Slavin, E. 2005. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.

Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Bandung : Tarsito.

Sumarmo, Utari dkk. 1994. Suatu Alternatif Pengajaran Untuk Meningkatkan Kemempuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Guru dan Siswa SMP. Bandung: Pendidikan Matematika FPMIPA Bandung.