28-Kista Servikal Sinus Dan Lesi Leher Lain

download 28-Kista Servikal Sinus Dan Lesi Leher Lain

of 39

Transcript of 28-Kista Servikal Sinus Dan Lesi Leher Lain

28 KISTA SERVIKAL, SINUS, DAN LESI LEHER LAINNYAKista, pembesaran, dan sinus yang ditemukan di sekitar kepala dan leher sering merupakan suatu struktur embrionik residual yang gagal diabsorbsi dengan lengkap atau matur atau dapat diakibatkan oleh inflamasi akut atau kronik atau neoplasma yang mempengaruhi nodus limfatik servikal.

HIGROMA KISTIK (LIMFANGIOMA) Higroma kistik (dalam bab 81) merupakan malformasi kistik multiokuler dari sistem limfatik yang terjadi pada hampir 1 dari 12.000 kelahiran. Kata higroma, berasal dari bahasan Yunani, yang berarti tumor yang lembab atau berair. Lesi ini terjadi hampir pada jumlah yang sama pada anak laki laki dan perempuan. Lesinya, 50% sampai 60% terjadi pada kelahiran, dan 80% sampai 90% dideteksi sebelum akhir usia dua tahun. Penyebabnya biasanya berhubungan dengan kejadian yang timbul selama perkembangan sistem limfatik dimana kuncup limfatik primitifnya gagal bergabung dengan vena yang sementara berkembang, yang menghasilkan sakus limfatik yang terisolasi. Segmen sistem limfatik dapat terisolasi lewat sekuestresi yang menahan kemampuan mereka untuk menghasilkan limfa dan membentuk sel endotelial. Kista limfatik ini perlahan membesar dan dapat menginfiltrasi ke jaringan sekitar dengan menekan struktur lain ke samping. Higroma kistik telah dideteksi dengan ultrasound prenatal sebagai lesi bersepta atau tidak bersepta yang biasanya dilihat pada regio nuchal. Saat terjadi bersamaan dengan hidrops fetalis, kelainan kromosom, atau kelainan struktural, kematian janin dini sering terjadi pada minggu ke-22 kehamilan. Kariotiping dari fetus yang menderita penyakit ini dapat memberikan gambaran aneuploidi kromosomal, mencakup trisomi 18 dan sindroma Turner di antara yang lain. Bahkan saat hidrops merupakan penemuan ultrasound prenatal terisolasi, prognosis keseluruhannya jelek. Hal ini berbeda dengan pengenalan higroma kistik setelah kelahiran, saat, pada umumnya, gambarannya jelas.

1

Gambaran Klinis Higroma kistik tampak sebagai massa multikistik dengan dinding yang tipis yang dikelilingi oleh sel-sel endotelial dengan kadang-kadang limfosit dan berbagai jumlah stroma fibrosis. Area trombosis juga dapat terjadi. Apabila ada infeksi atau pendarahan sebelumnya, dinding kista biasanya menjadi lebih tebal, dan cairannya dapat berupa hemoragik, coklat, atau purulen. Meskipun hemoragia interna kadang terjadi, hal ini dapat terjadi selama persalinan, terutama pada lesi leher yang besar. Meskipun higroma kistik dapat tampak secara klinis berbeda dari limfangioma kavernosus, tidak ada perbedaan yang jelas antara keduanya kecuali bahwa higroma cenderung memiliki ruang kistik yang lebih besar. Hibroma biasanya terletak di dekat vena besar dan duktus limfatik, pada leher, aksila, abdomen, dan lipat paha, sedangankan limfangioma lebih sering berlokasi di perifer badan dan ekstremitas. Higroma tampak sebagai massa yang lunak, kistik, diskret, solid yang transluminan dan sering dapat dimampatkan. Kista dapat bervariasi ukuran nya dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter (Gambar 28-1). Higroma, 73% terjadi di leher lateral; 20% di aksila, dan 5% di mediastinum, retroperitoneum, pelvis, atau lipat paha. Pada beberapa kasus, higroma mencakup dua atau lebih area lewat ekstensi langsung. Higroma terjadi pada sisi kiri leher hampir dua kali lebih sering dari sisi kanan, diasumsikan karena duktus thorakis memasuki pertemuan vena jugularis interna dan vena subklavikularis di sisi kiri. Higroma di leher kadang-kadang berekstensi di bawah klavikula ke aksila (Gambar 28-2) atau di antara jaringan subklavikula ke dalam mediastinum. Kebanyakan higroma ditemukan segera setelah lahir, yang kemudian semakin membesar. Hampir sepertiga membesar karena infeksi atau hemoragik, yang pada kasus ini dapat terjadi lunak, dan kulit didasarnya dapat tampak membiru atau bengkak. Pembesaran yang tiba-tiba dari higroma dapat menyebabkan kompresi dan peregangan dari struktur vital: Saraf asesorius spinal dan fasialis mudah diserang. Kista ini meluas ke bawah melwati thoracic inlet pada hampir 15% kasus dan keadaan jarang menghasilkan stridor, sianosis, apneu, atau disfagia dengan kegagalan bertumbuh, terutama pada infant.

2

Infeksi pada higroma kistik dapat menyebabkan pembesaran cepat dengan selulitis, nyeri, atau respons lambat dari terapi antibiotik. Infeksi dapat terjadi pada fibrosis jaringan sekitar lesi, yang membuat sulit untuk mengidentifikasi daerah diseksi pada waktu melakukan eksisi. Fibrosis ini dapat memb uat adherensi dari saraf fasialis, vagus, dan frenikus ke dinding kista. Kondisi lain yang harus diperhatikan pada diagnosis banding massa kistik leher atau aksila pada anak-anak yaitu hemangioma, kista branchial cleft, ekstasia vena jugularis, limfoma, teratoma, dan kadang-kadang neoplasma solid seperti servikal rhabdomiosarkoma, neuroblastoma, atau fibromatosis atau tumor metastase ke nodus limfatik servikal. Radiografi pada daerah sekitar kadang menunjukkan erosi keterlibatan tulang. Diagnostik ultrasonografi dan computed tomography berguna untuk membedakan higroma kistik dari lesi solid, meskipun pendarahan ke dalam higroma dapat menyerupai hemangioma.

Terapi Remisi spontan higroma kistik dapat terjadi namun jarang. Terapi radiasi tidak berguna, dan aspirasi perkutan diikuti oleh reakumulasi cepat dari cairan dalam kista atau oleh perkembangan infeksi. Injeksi agen sklerosis ke dalam kista akibat aspirasi efektif dalam mengontrol lesi makrokistik, namun pada sklerosis multilokuler atau mikrokistik infiltratif higroma masih kurang dapat dipercaya. Injeksi solusio sklerosis menyebabkan indurasi dinding kista dan dapat membuat reseksi secara teknis menjadi lebih sulit. Meskipun, laporan telah

mengindikasikan hasil yang disukai pada beberapa pasien dengan higroma kompleks setelah injeksi berulang Ok-432, campuran lyophilized incubation Streptokokus piogenes grup A dari manusia. Material penyebab dilokalisir, menguatkan reaksi inflamasi dalam higroma. Tidak tampak ada infeksi sistemik atau inflamasi umum. Hampir 50% pasien memberikan respons yang baik terhadap terapi. Agen lain yang termasuk dapal terapi, diantaranya: emulsi minyak bleomisin, alkohol terdehidrasi murni. Injeksi bleomisin-A5 memberikan 44% respons komplit, 44% respons parsial, dan tingkat kegagalan 12%. Skleroterapi perkutan dengan solusi alkohol terdehidrasi bekerja dengan menyebabkan lisis membran sel, denaturasi protein, dan oklusi vaskuler.

3

Insisi dan drainase kista tidak mendapat tepat untuk manajemen higroma simpel karena rekurensi, hemoragik, dan infeksi lanjutan sering terjadi. Meskipun, pada beberapa bayi dengan higroma yang besar menyebabkan disetres pernapasan lewat kompresi ektrinsik, aspirasi atau drainase dapat meringankan gejala akut untuk sementara dan membuat pasien dalam resiko operasi untuk eksisi komplit di kemudian hari. Eksisi memberikan kesempatan yang paling baik untuk penyembuhan permanen higroma kistik. Kebanyakan ahli bedah anak menunda eksisi higroma sampai usia 2-6 bulan apabila tingkat pembesaran tidak melebihi pertumbuhan umum tubuh. Meskipun, beberapa bayi dengan higroma servikal yang besar yang menyebabkan kompresi trakea dan distres pernapasan memerlukan reseksi secepatnya setelah lahir. Beberapa bayi telah diterapi dengan prosedur EXIT (ex utero intrapartum treatment) setelah identifikasi higroma yang besar pada ultrasound prenatal. Insisi transversal pada lipatan kulit memberikan ekspusur yang optimal. Perawatan harus dilakukan dengan tidak merusak kista karena eksisi dinding dan banyak ekstensinya ke jaringan sekitar lebih sulit dan biasanya tidak akan komplit setelah dekompresi kista. Lapang diseksi terbaik untuk lesi jinak ini adalah pada dinding kista karena dapat menfasilitasi reseksi dan menghindari kerusakan yang tidak perlu pada struktur sekitar atau adheren. Reseksi komplit dapat menjadi tantangan, dan rekurensi lesi dapat terjadi pada 5% sampai 10% bahkan pada kasus yang paling baik. Semua usaha harus dilakukan untuk mengeluarkan semua sisa-sisa kista; bagaimanapun, karena sifat jinak dari kelainan ini, tidak ada saraf besar atau struktur penting lainnya yang harus dikorbankan, dan diseksi en bloc tidak diindikasikan. Tingkat rekurensi higroma pada lokasi suprahioid yang mikrokistik dan bersifat infiltratif (misalnya mengenai lidah, faring, dan lantai mulut) biasanya tinggi. Setelah eksisi higroma kistik pada leher, palsi transien postoperatif dari cabang mandibular saraf fasialis atau saraf asesorius spinalis sering terjadi. Retraksi dan elektrokauter harus digunakan dengan hati-hati. Karena ruang mati yang ditinggalkan setelah reseksi higroma besar, saluran kateter kecil yang ditempelkan pada suction direkomendasikan setelah eksisi untuk mencegah terkumpulnya cairan pada lapangan operasi. Apabila segmen kecil dari kista tidak

4

dieksisi karena menempel pada struktur vital, kauterisasi pada permukaan dengan silver nitrate atau elektrokauter dapat mengurangi insidens akumulasi cairan postoperatif. Apabila cairan harus direakumulasi, biasanya pertama berupa unilokuler; aspirasi dini dengan instilasi 1 sampai 3 mL cairan sklerosis d iikuti denngan kompresi dapat menjadi kuratif. Kebanyakan rekurensi berkembangan dalam beberapa minggu, meskipun beberapa diantaranya dapat tidak timbul dalam beberapa bulan.

Higroma Mediastinal Beberapa higroma kistik yang meluas ke mediastinum dan bere traksi ke atas ke dalam leher selama diseksi tanpa membutuhkan thorakotomi terpisah. Secara instan pada ekstensi thoraks yang telah meluas, thorakotomi terpisah atau ekstensi hockey-stick terbalik insisi servikal dengan pemisahan sternum dapat perlu dilakukan untuk mendapatkan eksposur yang adekuat untuk mengeluarkan tumor secara komplit. Pada beberapa kasus, terutama pada bayi, lesi dapat meluas ke inferior ke perikardium dan sekitar esofagus dan trakea. Saraf vagus dan frenikus dapat menempel pada dinding kista, membuat diseksi menjadi sulit. Kerusakan rekuren pada saraf laringeal dan saraf frenikus harus dihindari jika mungkin untuk mencegah paralisis pita suara dan eventrasi diafragma. Kadang kadang higroma berasal dari mediastinum tanpa melibatkan leher. pembesaran cepat dari lesi mediastinum dapat menyebabkan obstruksi jalan napas tiba-tiba dan memerlukan intubasi endotrakeal secepatnya. Meskipun radiografi dada dapat mengidentifikasi adanya tumor

mediastinum, computed tomography lebih akurat dalam menggambarkan ekstensi pasti higroma dan hubungannya dengan struktur sekitar. Pengeluaran higroma mediastinum sering menganggu jalur limfatik normal dan dapat diikuti dengan terjadinya silothoraks postoperatif. Penting untuk berusaha mengidentifikasi duktus thoraks utama dan meligasi semua saluran limfatik yang dapat terlihat pada saat pelaksanaan prosedur. Apabila thorakotomi diperlukan untuk reseksi, tube dada harus ditaruh pada saat penutupan dada untuk drainase.

5

Higroma Aksilaris Higroma aksilaris dapat dieksisi lewat insisi pada lipatan kulit aksila dengan retraksi otot pektoralis mayor. Apabila higroma servikal meluas ke aksila, bagian servikal dari tumor didiseksi bebas ke klavikula. Bagian aksilaris dapat dipindahkan ke atas lewat insisi aksilaris cermat ke klavikula. Dengan menggunakan traksi dan diseksi dari atas dan bawah, seluruh spesimen biasanya dapat dikeluarkan. Higroma kistik yang berhubungan dari leher ke aksila dapat menempel erat pada pleksus brakialis dan jaringan subklavikularis membuat diseksi menjadi membosankan. Suction tertutup drainase luka dianjurkan pada kesimpulan prosedur untuk menghindari pengumpulan cairan di bawah flap kulit.

KISTA BRANKIAL, SINUS, DAN SISANYA Embriologi Jalur brankial berkembang pada awal minggu keempat kehamilan sebagai sepasang puncak pada kedua sisi kepala dan leher. dalam embrio berukuran 2.5 mm, sepasang kantong endodermal memasuki dari lateral dinding faring. Dari eksternal aparatus brankial ditandai dengan sepasang celah ektodermal. Di antara masing-masing pasang celah dan kantong ada lapisan jaringan lengkungan mesodermal yang terdiri dari jaringan otot tulang, saraf, dan jaringan ikat. Pada minggu kelima, empat celah brankial dapat dilihat dari luar. Proliferasi terusmenerus jaringan mesodermal terjadi pada obliterasi kantong epitel. Bagian dorsal dari celah pertama menjadi kanal auditorius eksterna, dan celah eksternal lainnya menghilang. Kantong faring pertama, ketiga, dan keempat bertahan sebagai organ dewasa. Kantong pertama menjadi tuba eustachius, cavum telinga tengah, dan selsel udara mastoid. Kantong kedua menjadi tonsil palatina dan fossa supratonsiler. Kantong ketiga membentuk paratiroid inferior, dan kantong keempat membentuk kelenjar paratiroid superior dan thimus. Kelainan celah brankial dapat menyebabkan resorbsi inkomplit. Dari kelainan celah brankial, 75% berasal dari celah kedua, 20% berasal dari celah pertama, dan sisanya berasal dari celah brankial ketiga dan keempat. Kista yang berkembang dari struktur brankial biasanya tampak nanti pada masa kanak-kanak daripada sinus, fistula, dan sisa kartilago, yang biasanya ditemukan

6

pada masa bayi. Saat selesai, fistula kantong kedua membuka pada leher ketiga bagian bawah sepanjang batas anterior otot sternokleidomastoideus yang tampak sebagai minute skin dimple (Gambar 28-3). Mukus dapat berasal dari pembukaan. Jalur ascenden fistula dari pembukaan kulit melewati jaringan subkutan di bawah otot platisma. Tepat di atas tulang hioid, saluran berubah ke medial dan melewati saraf hipoglosus dan glosofaring dan di antara percabangan arteri karotis. Dia mengarah ke medial dan memasuki dinding lateral faring pada fossa tonsiler. Lesi ini berupa epitel skuamous, kolumnar, atau silia yang dikelilingi dinding mukuler yang tebal. Jalurnya dapat komplit maupun inkomplit. Sinus meluas cukup dekat dari pembukaan kulit. Sinus celah brankial bilateral akan tampak pada 10% sampai 15% kasus. Kista dapat berlokasi sepanjang batas anterior otot sternokleidomastoideus dari tepat di bawah lateral tulang hioid sampai arteri karotis. Jalur fistula kecil dapat mulanya berupa kista yang lebih proksimal. Formasi kista dapat berhubungan dengan obstruksi saluran distal. Kista celah brankial dapat mencapai ukuran yang bermakna dan dapat mengalami komplikasi dengan infeksi dan formasi abses. Kelainan celah brankial pertama dapat tampak sebagai kista kecil yang dekat dengan batas posterior kelenjar parotis dan dapat tidak menimbulkan gejala sampai masa dewaa atau dapat menunjukkan drainase sinus yang berlokasi pada anterior telinga, biasanya diketahui pada masa bayi,. Sinus bilateral kadangkadang terlibat. Saluran fistula meluas ke kanal auditoris eksterna dan cukup dekat dengan cabang saraf fasialis. Saraf fasialis biasanya lateral dari fistula. Sisa kartilago celah brankial kedua lebih sering dibandingkan celah pertama dan biasanya ditemukan pada leher bagian tengah atau bawah. Sisa kartilago dapat menempel pada kulit, berlokasi di subkutan, atau menempel pada batas anterior otot dan biasanya tidak berhubungan dengan jalur sinus. Eksisi diindikasikan. Kista dan sinus yang berasal dari celah brankial ketiga jarang terjadi. Mereka timbul pada area yang sama dengan yang berasal dari celah kedua, namun jalur sinus dari celah ketiga lewat di antara saraf hipoglosus dan glosofaringeal, jalur posterior dari jaringan karotis (daripada di antara bifurkasi), dan menembus membran tirohioid untuk masuk sinus piriformis. Sinus celah keempat jarang

7

terjadi dan sering tampak sebagai abses rekuren pada sisi kiri leher. abses ini dapat dihubungkan dengan kista brankial intratiroid atau tiroiditis supuratif. Jalur epitel memasuki sinus piriformis.

Diagnosis Diagnosis paling sering didasarkan pada penemuan fisik. Sinus celah brankial berupa pembukaan kecil yang tidak nyeri yang berlokasi sepanjang batas bawah anterior dari otot sternokleidomastoideus. Cairan mukoid yang jelas dapat mengalir secara periodik dan biasanya dapat diekspresikan dengan manipulasi yang hati-hati. Injeksi media kontras radiografi yang water-soluble lewat kateter Silastic kecil (24-gauge) ditempatkan pada orifisium menunjukkan jalur meluas kaudal ke dalam faring, namun studi ini jarang diperlukan. Kista yang kecil tampak sepanjang jalur. Saluran sinus inkomplit hanya berupa lengkungan di kulit, yang sering dihubungkan dengan segmen kecil kartilago ektopik. Pada anak yang besar yang tampak dengan massa, ultrasound membedakan lesi kistik dari massa solid, yang lebih sering dihubungkan dengan tumor.

Terapi Hampir semua sinus celah brankial harus dieksisi dari awal karena infeksi berulang sering terjadi, menyebabkan skar dan inflamasi yang membuat reseksi menjadi lebih sulit. Saat terjadi infeksi, pemberian antibiotik dan bila perlu, insisi dan drainase harus mendahului eksisi definitif. Instilasi yang cermat 0.1 sampai 0.2 mL metilen blue lewat kateter kecil 24-gauge diberikan dari jarum tuberkulin 1.0 mL ke dalam saluran sinus pada saat operasi dapat menfasilitasi identifikasi sinus di sepanjang jalur. Perawatan yang baik harus dilakukan dengan menggunakan teknik ini karena injeksi berlebihan bahan ini dapat mengakibatkan ekstravasasi, noda jaringan, dan kekacauan. Beberapa dokter bedah memasukan pemeriksaan duktus lakrimalis halus atau bahan benang bengkok panjang ke dalam saluran untuk menfasilitasi diseksi, namun hal ini harus dilakukan dengan baik karena perlakuan kasar dari bahan atau benang dapat menyebabkan perforasi dinding saluran. Insisi elips kecil dibuat di sekitar pembukaan kutaneus, mengeksisi elips kecil kulit tanpa memisahkan

8

penempelan pada saluran sinus. Diseksi dilakukan paralel ke saluran. Saluran dipindahkan sejauh mungkin ke superior. Konterinsisi kedua dibuat lebih tinggi pada leher di atas insisi pertama. Saluran distal dan elips kulit digeser ke kaudal dengan insisi yang lebih proksimal dan ditempatkan pada traksi bawah. Insisi stepleader memberikan eksposur yang cukup untuk melihat pasase seluruh saluran superior dan hubungannya dengan saraf kranialis dan bifurkasi karotis sampai akhirnya di fossa tonsiler. Bagian atas akhir saluran harus diligasi dengan benang halus yang absordable. Apabila kista terjadi sepanjang saluran, diskesi yang lebih luas dapat diperlukan. Kadang-kadang saluran menghilang sebelum mencapai fossa tonsiler. Semua usaha harus dilakukan untuk mengeksisi seluruh saluran karena rekurensi dan infeksi sering pada pengeluaran yang inkomplit. Tingkat rekurensi pada kebanyakan senter anak kurang dari 5%. Eksisi kelainan celah brankail pertama memerlukan pemahaman yang jelas mengenai anatomi saraf fasialis, kelenjar parotis, dan struktur telinga. Reseksi defek celah brankial ketiga dapat difasilitasi dengan identifikasi endoskopi sinus piriformis pada eksplorasi leher untuk eksisi komplit saluran fistula. Pada anak dengan kelainan celah brankial keempat, eksisi saluran sinus dan hemitiroidektomi kiri dapat diperlukan dalam perawatan.

KISTA, SINUS, DAN LUBANG PREAURIKULER Lubang preaurikuler anterior ke tragus telinga biasanya tidak berhubungan dengan celah brankial namun nampak sebagai perkembangan yang menyimpang dari tuberkel auditoris. Lubang ini terdiri dari epitel skuamous, dapat mengandung rambut dan tambahan kulit lainnya, dan dapat membentuk kista. Mereka meluas dari permukaan kulit melalui jaringan subkutan pada dekat arteri temporalis superfisial. Salurannya dalam dan berliku-liku, mengarah ke kartilago kanal auditoris eksterna. Lesi ini sering bersifat familial dan terjadi bilateral. Mereka biasanya asimptomatik, dan eksisi tidak secara rutin diperlukan, namun apabila terjadi drainase atau infeksi, sering menetap atau dapat rekuren oleh karena itu eksisi diindikasikan. Sinus yang mengalir atau terkontaminasi dapat terdiri dari rantai beberapa kista kecil yang bersatu dan ke kulit lewat saluran sinus. Kista skuamous ini berupa materi keratinaseus.

9

MASSA DI TENGAH LEHER Massa di tengah leher pada bayi baru lahir jarang terjadi, dan meskipun kebanyakan jinak, mereka dapat mengganggu jalan napas dengan kompresi trakea. Lesi ini terdiri dari higroma kistik, hemangioma, teratoma, struma, dan jaringan tiroid ektopik di tengah. Pada pasien yang berusia lebih dari 6 bulan, pembengkakan pada midline biasanya diakibatkan oleh sisa duktus tiroglosus, kista inklusi dermoid, atau nodus limfatik yang membesar.

KISTA INKLUSI DERMOID Saat terjadi fusi garis embrionik, elemen ektodermal dapat terkubur di bawah permukaan kulit, yang dapat menyebabkan formasi kista. Dermoid dibedakan dengan kista epidermoid dari adanya elemen dermal yang lebih dalam pada dinding pembentuk, seperti kelenjar sebasea, folikel rambut, jaringan ikat, dan papil. Keduanya mengandung materi keratin di dalam kavum kista. Lokasi yang paling sering pada kepala dan leher dari kista dermoid pada anak yaitu pada lengkungan supraorbital. Kista dermoid juga berlokasi pada daerah tengah suprasternal leher atau leher bagian atas pada fascia pretrakeal, yang harus dibedakan dari kista duktus tiroglosus. Pembedaan tidak akan mungkin dilakukan sampai eksisi menunjukkan materi keratin daripada mukus di dalam kista dan tidak adanya jalur sinus atau fistula. Lesi epidermoid pada leher menempel di kulit. Degenerasi keganasan kista dermoid jarang terjadi, dan pengeluaran dilakukan untuk meyakinkan diagnosis dan menghindari infeksi.

CELAH SERVIKAL TENGAH Celah servikal tengah merupakan kelainan yang jarang yang tampak sebagai potongan kecil di vertikal dari jaringan epitel tipis pada bagian anterior bawah leher. biasanya beberapa sentimeter panjangnya dan lebar 4 sampai 6 cm. Mereka dapat bervariasi dari permukaan kasar sampai mengkilap atau pucat. Celah kadang-kadang disertai tempelan kulit, sinus pendek yang menghilang, atau sisa kartilago. Beberapa pasien memiliki celah sternum. Celah tengah terjadi karena fusi yang tidak sempurna dari jaringan lengkung pasangan brankial pada

10

masa kehamilan minggu ketiga dan keempat. Kelainan ini diterapi elektif dengan eksisi penutupan Z-plasty untuk menghindari kontraktur skar.

SINUS DAN KISTA DUKTUS TIROGLOSUS Kista duktus tiroglosus lebih sering terjadi dibandingkan sisa brankial dan menempati urutan kedua setelah struma pada penyebab massa anterior leher pada anak-anak. Kebanyakan kista duktus tiroglosus tampak pada masa kanak -kanak, dan lebih dari setengah kasus dikenali sebelum usia 5 tahun. Insiden sesuai jenis kelamin hampir sama, berbeda dengan gangguan tiroid, yang lebih sering pada anak perempuan. Kadang-kadang kasus familial terjadi pada anak perempuan dengan distribusi autosomal dominan.

Embriologi Pada minggu keempat masa kehamilan, lidah berkembang dari beberapa kuncup lantai faring primitif, yang pertama menjadi tuberkulum sentral. Dengan cepat kaudal, foramen sekum merupakan lokasi perkembangan divertikulum

tiroid, yang dimulai dengan penebalan endodermal median. Seiring perkembangan embrio dan lidah, tiroid dihubungkan dengan lidah pada foramen sekum oleh kista duktus tiroglosus. Selama masa ini, lengkungan brankial berkembang, dengan kartilago ventral lengkungan kedua dan ketiga membentuk tulang hioid. Perkembangan ini terjadi dari minggu keempat sampai ketujuh dari kelenjar tiroid dan terus menurun pada posisi normalnya di pretrakeal. Duktus tiroglosus dapat lewat di depan atau belakang atau melalui tulang hioid yang sedang berkembang. Normalnya duktus menghilang saat tiroid mencapai posisi akhirnya. Aspek penurunannya bertahan pada setengah populasi sebagai lobus piramidal tiroid, asalnya ditunjukkan oleh foramen sekum, lubang pada dasar lidah. Kegagaln komplit dari migrasi ini akan menjadikan tiroid lingual, dengan perkembangan tiroid di bahwa foramen sekum di dalam lidah atau hanya dibawahnya. Pada kasus ini, tidak ada jaringan tiroid lain yang terdapat pada leher, dan meskipun tiroid lingual dapat normal dan menyediakan fungsi hormonal yang adekuat, sering merupakan disgenetik, dan pasien menjadi hipotiroid. Jaringan tiroid dapat membesar dan tampat sebanyak struma lingual sebagai akibat kontrol balik dari

11

ketidakadekuatan hormon stimulasi tiroid hipofisis pada defisiensi produksi tiroksin dari kelenjar yang disgenetik. Penurunan parsial dapat terjadi, membuat tiroid sublingual atau massa tiroid di sepanjang jalur duktus tiroglosus, sebagai tiroid ektopik median. Saat tiroid turun sepenuhnya namun elemen duktus tetap bertahan, kista duktus tiroglosus dapat berkembang. Jaringan tiroid ektopik pada ditemukan pada dinding kista atau sepanjang saluran sinus dari foramen sekum. Semua jaringan folikuler berasal dari divertikulum tiroid yang turun ke median. Bagian dari kantong keempat faring membentuk badan ultimobrankial, yang mengkontribusi sel yang bermigrasi ke tiroid dan menghasilkan tirokalsitonin. Kista biasanya berhubungan dengan foramen sekum sebagai struktur duktus, dengan hubungan erat dengan tulang hioid, meskipun duktus asesorius sering terjadi. Duktus terdiri dari lapisan skuamous atau silia, lapisan epitel kolumnar dengan kelenjar yang mensekresi mukus. Insidens jaringan tiroid ektopik dalam dan dekat duktur sekitar 25% sampai 35%. Kista duktus tiroglosus yang jarang dapat terjadi pada lokasi antara tulang hioid dan foramen sekum.

Diagnosis Hampir 75% kelainan duktus tiroglosus berbentuk kista, dan 25% terjadi sebagai drainase sinus yang terinfeksi. Pada kebanyakan kasus, kista duktus tiroglosus tampak sebagai massa yang asimptomatis. Karena komunikasi persisten dengan foramen sekum, bagaimanapun, infeksi yang disebabkan oleh bakteria cavum oris dapat terjadi. Kista yang terinfeksi dapat mengalir secara spontan atau memerlukan operasi insisi dan drainase. Pada kasus ini, sinus drainase ekternal sering terbendung namun secara intermiten kembali mengalir karena terjadi reinfeksi. Kista tiroglosus tidak pernah memiliki pembukaan ekternal primer karena kista duktus tiroglosus secara embriologi berlokasi di tengah atau di sekitar tulang hioid. Hampit 3% pada posisi lingual, dan 7% lainnya pada posisi suprasternal, dimana dapat disalah kira dengan massa tiroid atau kista dermoid (Gambar 28-4). Hampir seperempat kista duktus tiroglosus dapat berlokasi sedikit ke samping dari midline.

12

Kista duktus tiroglosus halus dan soliter dan biasanya berukuran 1 sampai 3 cm dan berpindah apabila pasien menelan atau menonjolkan lidah, mengkonfirmasi penempelan pada foramen sekum dan tulang hioid. Diagnosis banding yaitu tiroid ektopik midline, kelenjar tiroid lobus piramidalis, adenoma tiroid yang berasal dari kelenjar isthmus, metastase kanker tiroid ke nodus limfatik Delphian tepat di atas isthmus tiroid, kista dermoid, lipoma, dan limfadenitis submental. Pemindaian tiroid rutin telah direkomendasikan untuk menghindari potensi resiko untuk mengeluarkan pada anak hanya jaringan tiroidnya. Yang lain menunjukkan bahwa jaringan tiroid ektopik ini biasanya disgenetik dan paling baik dikeluarkan tanpa memperhatikan adanya jaringan tiroid. Kami biasanya melakukan skintigrafi pada pasien yang tiroidnya tidak dapat dipalpasi atau ditemukan pada tempat biasanya dengan ultrasound, terutama jika massa leher tidak kistik. Tes fungsi tiroid harus dilakukan saat ditemukan jaringan tiroid ektopik atau apabila jaringan tiroid tampak pada kista yang dipotong. Pendekatan ini dapat menemukan anak hipotiroid yang memerlukan terapi jangka panjang.

Terapi Terapi pilihan untuk kista duktus tiroglosus adalah eksisi komplit kista dan saluran di dasar lidah dengan pengeluaran en bloc bagian sentral tulang hioid pada kebanyakan kasus (prosedur Sistrunk). Penundaan terapi sering menyebabkan infeksi kronis, yang pada kasus ini diperlukan drainase selama beberapa bulan untuk memungkinkan resolusi inflamasi sebelum melakukan eksisi. Pemberian antibiotik 30 menit perioperatif sebelum prosedur berguna pada pasien dengan infeksi. Eksisi dilakukan di bawah anestesi umum endotrakeal dengan ekstensi leher lewat peletakkan tabung di antara tulang bahu. Insisi transversal kecil pada massa pada tingkat tulang hioid pada kasus yang jelas atau insisi elips untuk mengeksisi saluran sinus atau jaringan inflamasi digunakan. Kista dengan hati hati didiseksi ke bawah pada tulang hioid. Penempelan otot tiroid dan sternohioid dipisahkan. Hampir 1 cm bagian tengah tulang hioid eksisi dengan hati-hati, dan segmen lateral pada tiap sisi tulang hioid ditinggalkan pada tempatnya. Penempelan milohioid dan geniohioid dipisahkan, dan diseksi lebar dilakukan

13

pada dasar lidah dimana duktus memasuki foramen sekum (lihat Gambar 28 -4). Diseksi ini menghindarkan cabang-cabang mikroskopis duktus yang dapat menyebabkan rekurensi. Duktus dua kali diligasi dengan benang dapat diserap dan kemudian dipisahkan. Tidak ada yang dilakukan untuk menyambung kembali tulang hioid. Meskipun beberapa dokter bedah menyuruh dokter anestesi untuk mendorong ke bawah dasar mulut dari atas selama prosedur untuk menolong menemukan foramen sekum, kami tidak menemukan bahwa manuver ini diperlukan. Setelah memeriksa hemostasis, luka ditutup lapis demi lapis dengan jahitan terputus-putus dengan benang yang dapat diserap. Kulit dijahit dengan jahitan subkutikuler dan steri-strips. Pada kasus yang jelas, pasien dapat kemudian dipulang sehari setelah operasi. Drain dapat berguna dalam infeksi instan atau adanya cairan keruh dan purulen di dalam kista; pasien dipantau sepanjang malam, dan drain dicabut setelah 24 jam, kemudian pasien dipulangkan. Tingkat rekurensi adalah 9%, dan rekurensi lebih sering pada pasien dengan kista duktus tiroglosus yang terinfeksi atau sebelumnya didrainase. Resiko rekurensi paling tinggi apabila tulang hioid tidak dikeluarkan. Adenokarsinoma pada kista duktus tiroglosus dilaporkan pada 10% pasien yang lesinya tidak dieksisi sampai masa dewasa. Keganasan dapat terjadi pada jaringan tiroid ektopik dan sering berupa karsinoma tiroid papiler. Kelenjar tiroid sendiri biasanya normal. Usia rata-rata pasien dengan adenokarsinoma pada kista duktus tiroglosus di atas 50 tahun; bagaimanapun juga keganasan dapat terjadi kadang kadang pada usia 6 tahun.

RANULA Ranula merupakan massa kistik yang jarang, berhubungan dengan kelenjar sublingual dan terjadi pada lantai mulut dekat frenulum lidah. Kista mukus dapat berasal dari kelenjar saliva minor mana saja dari membran mukus oral dan berupa lesi kistik kecil di mukosa. Ranula simpel dipercaya sebagai akibat dari obstruksi parsial duktus saliva sublingual, menyebabkan dilatasi duktus yang lebih proksimal. Kista terdiri dari epitel dan mengandung cairan yang terdiri dari peningkatan amilase saliva. Jarang kista tampak pada anterior leher, dimana dapat

14

dibingungkan dengan kista duktus tiroglosus. Marsupilasi simpel (unroofing) ranula tanpa eksisi memberikan kesembuhan pada kebanyakan pasien.

KISTA THIMUS SERVIKAL Kista thimus mediastinum kadang-kadang menyatu lewat celah thoraks dan menampakkan massa pada dasar leher. pada lokasi ektopik ini, sering disalah sangka dengan higroma kistik, kista celah brankial, atau kista duktus tiroglosus. Radiografi dada membantu membedakan secara instan komponen mediastinum. Kista thimus sering terletak anterior dari trakea, berbeda dengan higroma kistik, yang biasanya lewat celah di kiri atau kadang-kadang di kanan. Karena asal embriologiknya dari kantong laring ketiga, kista leher thimus dapat menarik ekstensi kauda untuk masuk ke anterior mediastinum. Kista thimus servikal dapat dieksisi komplit dengan insisi servikal transversal berpusat pada massa yang dapat dipalpasi. Pada kasus saluran atau ekstensi mediastinum yang tidak dapat dieksisi dengan aman dengan pendekatan servikal, perlu memisahkan sternum bagian atas untuk eksposur yang adekuat. Jaringan thimus biasanya selalu tampak pada dinding kista.

TORTIKOLIS Tortikolis neonatal terjadi dari fibrosis otot sternokleidomastoideus, memproduksi massa fibrous tumor yang memperpendek otot (Gambar 28-5). Penyebabnya masih belum jelas, dengan penjelasan dari fibroma asli (neoplasma) sampai pada kerusakan otot pada persalinan dengan pendarahan dan penggantian jaringan fibrosis. Insidensi yang tinggi dihubungkan dengan presentasi bokong dan kelainan posisi obstetrik lainnya telah digunakan untuk mendukung kerusakan dan etiologi tumor. Karena penampakan yang mirip tumor, tortikolis juga telah disebut pseudotumor of infancy dan fibromatosis colli. Sejarahnya, ada sedikit dukungan untuk konsep neoplasma. Penemuan yang sering menunjukkan penggantian jaringan fibrosis pada otot, berbagai derajat atrofi otot, minimal edema dan infiltrat, dan tanpa kelainan vaskuler. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa jaringan fibrosis matur pada neonati mengindikasikan bahwa kondisi dimulai sebelum kelahiran dan mungkin merupakan penyebab, bukan hasil, dari

15

kesulitan-kesulitan obstetrik. Degenerasi serat otot dapat ditemukan pada semua usia bayi, sebuah bentuk tidak digunakannya otot yang menghasilkan keterbatasan pergerakan akibat fibrosis.

Gambaran Klinis Pada kebanyakan bayi, massa pada otot sternokleidomastoideus ditemukan pada usia 2 sampai 8 minggu. Onset terlambat dukungan identifikasi konsep etiologis kerusakan pada periode perinatal. Kerusakan yang seharusnya diikuti dengan fibrosis otot, pemendekanm dan kelainan posisi kepala. Wajah dirotasi menjauhi posisi yang terkena. Kepala kaku pada bahu ipsilateral. Peningkatan asimetris kranial dan wajah dapat terjadi dari karena posisi yang abnormal ini dalam beberapa bulan. Tortikolis dicurigai oleh dokter dengan melihat kelainan posisi kepala bayi dan terdapat riwayat tidak dapat menoleh pada sisi yang terkena, terutama saat makan. Palpasi leher biasanya menunjukkan tumor pada bagian tengah otot sternokleidomastoideus, dengan jaringan sekitar normal dan tanpa limfadenopati. Radiografi pada kepala dan spinal harus dilakukan untuk mengeluarkan kemungkinan kelainan spinal servikal. Skoliosis juga telah dilihat. Displasia pinggang terjadi pada 10% bayi dengan tortikolis. Meskipun literatur penuh dengan artikel yang menambahkan tes-tes lain, termasuk aspirasi jarum halus, MRI-magnetic resonance imaging, computed tomography, dan ultrasonography, ada sedikit bukti yang mendukung penggunaan mereka pada bayi yang masih muda karena gambaran klinisnya sangat jelas. Secara instan pada orang tua memperhatikan rekomendasi untuk penanganan konservatif adanya masa pada leher bayi mereka, pemeriksaan USG biasanya dapat meredakan ketakutan mereka. Studi ini menemukan lesi pada intramuskuler (biasanya ekhogenik) dan jaringan lunak sekitarnya normal. Tortikolis atau massa solid leher tampak pada anak yang lebih besar memerluan evaluasi yang hati-hati dan sering memerlukan tes diagnostik yang cermat untuk mengetahui adanya neoplasma di daeah korda spinalis dan leher.

16

Terapi Kebanyakan bayi dengan tortikolis, fibrosis tidak cukup untuk diperlukannya terapi operatif awal. Latihan peragangan pasif dengan manipulasi harian kepala dan leher biasanya direkomendasikan. Orang tua diberikan instruksi fisioterapi untuk dilakukan di rumah. Saat rotasi pasif masih terbatas pada usia 7 bulan, prognosisnya harus berhati-hati. Orang tua harus diberitahu untuk memberika makan bayi dengan kepala menghadap ke sisi kontralateral. Masase biasanya kurang menguntungkan. Latihan peragangan pergerakan dini sering sangat berguna. Peningkatan dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan, dan efek masa berkurang dan pecah. Pada beberapa kasus, otot tetap kaku dan memendek. Kriteria untuk operasi, tanpa mempertimbangkan usia, yaitu perkembangan hemihipoplasia fasial dan wryneck persisten, yang dapat menyebabkan kecacaran permanen dan bahwa dipolpia. Hampir 12% sampai 15% pasien gagal berespons terhadap fisioterapi dan memerlukan operasi intervensi. Terapi operatif terdiri dari transreseksi antara otot tengah ketiga dan bagian bawah lewat insisi collar. Saraf asesorius spinal yang menginervasi otot sternokleidomastoideus dan harus dijaga. Ini merupakan prosedur simpel relatif yang secara estetik memberikan skar yang dapat diterima. Fascia leher sering ketat dan harus dipisahkan ke anterior sejauh midline dan ke posterior batas anterior otot trapezius. Otot sternokleidomastoideus dipisahkan pada pertemuan kepala klavikula dan sternum, dengan perhatian pada pemisahan berkas residual di bawah otot. Eksisi segmen pendek otot memastikan bahwa tidak akan terjadi penyambungan kembali dari kedua belah otot. Tindakan merekontruksi otot sternokleidomastoideus dapat terjadi pada tortikolis rekuren dan operasi kedua yang secara teknis lebih sulit. Saat postoperatif, fisioterapi intensif, mencakup rotasi penuh leher kedua arah dan ekstensi penuh dari spina servikalis, dilakukan sedini mungkin. Penggunaan sementara collar neck akan menjaga leher pada posisi lurus. Pada kebanyakan pasien, otot sternokleidomastoideus yang masih atrofi, dan asimteris wajah dan kranial akan perlahan -lahan kembali ke normal. Penundaan operasi di atas usia satu tahun akan menyebabkan pemulihan yang lebih lambat untuk pergerakan dan penampilan yang normal.

17

LIMFADENOPATI SERVIKAL Nodus limfatik servikal anterior mengalir ke mulut dan faring karena itu hampir seluruh infeksi saluran napas atas dan faring memiliki beberapa efek pada nodus servikalis anterior. Nodus limfatik kecil dapat dipalpasi pada 80% sampai 90% anak berusia 4 sampai 8 tahun. Nodus limfatik yang dapat dipalpasi jarang pada bayi dan biasanya lebih bermakna. Limfadenopati servikal merupakan penemuan yang sering pada berbagai infeksi atau penyakit inflamasi dan dapat menjadi manifestasi klinis pertama pada beberapa tumor, terutama limfoma.

LIMFADENITIS SERVIKAL SUPURATIVA Lesi inflamasi yang paling sering dari nodus limfatik servikal adalah limfadenitis supurativa akibat infeksi dari faring atau tonsil. Kebanyakan infeksi disebabkan oleh Stafilokokus aureus resistens penisilin. Pasien terutama pada anak usia pre-sekolah lebih dari 1 tahun. Dikarakteristik dengan anak penyakit predormal jalan napas atas atau faringitis. Pembesaran cepat unilateral dari satu atau lebih nodus limfatik servikal disertai jaringan lunak sekitar yang eritem, bengkak, dan lunak. Demam bervariasi. Leukositosis sering terjadi, dengan peningkatan segmen batang pada hapusan darah. Tanpa terapi, nodus limfatik biasanya terus membesar dan menjadi fluktuatif, dengan reaksi inflamasi yang kadang-kadang meluas pada kulit di bawahnya. Drainase spontan dapat terjadi. Dengan onset akut limfadenitis bilateral, infeksi virus non-spesifik sering merupakan penyebab, dan biasanya terjadi remiten dalam beberapa minggu. Neoplasma harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding limfadenopati persisten bahkan pada anak yang lebih muda. Terapi antibiotik dini menghentikan formasi abses dan menyembuhkan proses ini. Saat fluktuasi terjadi, drainase abses diperlukan. Aspirasi jarum akan menyediakan cairan untuk kultur dan beberapa memungkinkan resolusi komplit dari proses ini saat dikombinasi dengan terapi antibiotik. Kadang-kadang, nodus limfatik yang berabses, fluktuatif, dan besar harus diinsisi dan didrainase pada pasien dengan anestesi umum. Penundaan sampai nodus limfatik benar-benar fluktuatif menyebabkan drainase yang lebih memuaskan. Kultur didapatkan pada saat bersamaan dengan drainase abses.

18

Orang tua diajar bagaimana mengganti perban dan perawatan luka dan drain yang tepat, kemudian pasien dapat dipulangkan dalam waktu 24 sampai 48 jam.

LIMFADENITIS MIKOBAKTERIAL Pembesaran unilateral persisten dari satu atau lebih nodus limfatik servikal dengan gejala sistemik yang minimal menunjukkan limfadenitis nonbakterial. Limfadenitis bakterial atipik disebabkan oleh salah satu dari jenis mikobateri atipik dan dapat merupakan infeksi primer yang masuk melalui faring dan tonsil. Mikobakteria dapat menjadi penyebab pada hampir 5% kasus limfadenitis kronis pada anak-anak yang lebih muda. Infeksi golongan atipik biasanya mencakup nodus servikal yang lebih tinggi, paling sering area submandibula. Kadangkadang nodus limfatik pada kelenjar parotis dan derah preaurikuler terkena. Mikobakteria atipik dapat masuk dari lingkungan dan tidak diperkirakan menular. Infeksi mikobakteria atipik biasanya terbatas pada nodus limfatik dengan hanya kadang-kadang kasus menunjukkan keterlibatan ekstranodus.

19

29. TUMOR TIROID DAN PARATIROID

NODUL TIROID Nodul soliter yang berada dalam suatu kelenjar tiroid yang normal terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Karena 20% sampai 33% nodul tiroid soliter yang terdapat pada anak umur 15 tahun atau lebih muda merupakan tumor ganas, ini menjadi hal yang perlu diperhatikan karena proporsi keganasan jauh lebih tinggi dibandingkan yang terjadi pada orang dewasa. Nodul soliter pada tiroid yang memiliki kelainan merupakan hal yang tidak wajar, dan pada orang yang diduga memiliki kelainan tersebut menunjukkan adanya pembesaran asimetrik dari satu lobus, multiple nodul, atau tiroiditis Hashimoto dengan proses lobulasi yang menonjol. Suatu pembesaran lobus piramidal yang berasal dari gondok nontoksik, tiroiditis Hashimoto, atau hipertiroidisme seringkali disalahartikan sebagai nodul tiroid pada anak dengan pembesaran yang tersebar. Nodul soliter yang dingin pada anak dapat disebabkan oleh karsinoma papiler, adenoma atau karsinoma folikuler, atau nodul koloid. Anak-anak sangatlah jarang untuk memiliki nodul panas yang hiperfungsi secara otonom sewaktu dilakukan scan tiroid. Lesi kistik dapat terjadi tanpa adanya kelainan lain namun jarang terjadi pada anak-anak. Karsinoma papiler pada anak-anak dapat dideteksi sebagai nodul soliter padat yang memiliki kelainan, yang melibatkan lobus yang difus, atau keseluruhan kelenjar disertai limfadenopati. Kadang-kadang karsinoma tiroid primer dan metastasis KGB yang dapat menjadi kistik dengan komponen padat pada dinding. Metastasis KGB sering muncul dan biasanya teraba pada anak dengan usia dibawah 15 tahun, meskipun tersembunyi karsinoma papiler lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Ketika pembesaran KGB muncul di daerah paratrakea atau jugularis, meskipun tiroid terlihat normal, harus dicurigai sebagai karsinoma papiler.

20

Pemeriksaan rutin fungsi tiroid dilakukan, walapun pemeriksaan tersebut jarang membantu dalam menegakkan diagnosis untuk anak dengan nodul soliter pada tiroid yang normal. Deteksi antibodi anti-mikrosomal sangat membantu dalam mengidentifikasi tiroiditis Hashimoto. Scan tiroid sangat membantu dalam mengidentifikasi nodul yang hiperfungsi, yang pada umumnya merupakan jinak. Hampir semua nodul yang lainnya, jinak atau ganas, yang hiperfungsi, atau dingin. Proses Scan yang menggunakanTechnetium-99m atau yodium-123 telah menggantikan yodium-131 karena adanya radiasi tiroid bagian bawah. FNAB sangat membantu dalam mengevaluasi nodul tiroid dengan diagnosis yang tidak jelas, terutama pada remaja. Jika nodul ini kistik, aspirasi dapat menghilangkan lesi, jika nodul bersifat padat, jaringan yang diaspirasi seringkali menetapkan diagnosis pasti. Kebanyakan karsinoma pailer dan medular dapat didiagnosis dengan FNAB. FNAB dari nodul tiroid pada anak biasanya dapat dilakukan dengan risiko rendah dan tingkat akurasi yang tinggi dengan penggunaan anestesi lokal. Perawatan nodul dengan melakukan supresi tiroid jarang ditunjukkan pada masa kecil. Meskipun pembesaran lobus secara difus dapat dikurangi pada anakanak dengan TSH yang meningkat, nodul solid yang meiliki kelainan jarang mengalami pengecilan ukuran dengan menggunakan metode supresi tiroid.

Supresi tiroid harus dibatasi kepada anak-anak yang mengalami pembesaran difus yang disebabkan oleh tiroiditis atau gondok dimana tidak terdapat bukti adanya hipertiroidisme. Hormon tiroid dapat berguna setelah proses lobektomi pada tumor jinak untuk mencegah rekurensi nodul atau gondok dari kelenjar tiroid yang tersisa, tetapi hal ini belum terbukti sepenuhnya. Pendekatan lain adalah menunda pemberian hormon tiroid sampai nodul muncul pada kelenjar yang tersisa.

21

Kanker Tiroid Angka kejadian kanker tiroid pada anak-anak telah meningkat banyak sejak tahun 1960-an, dan sekarang merupakan salah satu karsinoma yang paling umum terjadi pada usia pediatrik. Dalam beberapa tahun terakhir, sekitar 80% anak dengan karsinoma tiroid telah menerima terapi penyinaran sebelumnya ke kepala atau leher, tetapi ini tidak lagi menjadi hal yang baru karena resiko penyinaran eksternal telah dikenal sejak tahun 1980-an. Pengobatan untuk keganasan pada anak-anak juga terkait dengan munculnya karsinoma tiroid; walaupun hal ini juga berkaitan dengan penggunaan terapi penyinaran, hal ini juga berkorelasi dengan faktor lain, seperti alkylating agents. Terapi untuk penyakit Hodgkin banyak menghasilkan tumor sekunder kelenjar tiroid pada pasien kanker yang selamat. Interval rata-rata dari terapi adalah sekitar 20 tahun. Tidak ada faktor etiologi lain yang telah diidentifikasi. Dari hasil tinjauan pada anak -anak dengan karsinoma tiroid, telah ditemukan bahwa sebagian besar tumor papiler, dengan kurang dari 10% memiliki tumor folikel dan hanya beberapa karsinoma meduler tiroid (MCT).

Karsinoma Papiler Karsinoma papiler tiroid pada anak-anak hampir selalu bermetastasis ke KGB regional daripada melalui sirkulasi sistemik, mirip dengan sifat tumor pada orang dewasa. Hampir semua neoplasma tiroid yang berkaitan dengan paparan radiasi merupakan jenis papiler.

Ciri-Ciri Klinis Limfadenopati di daerah servikal dan nodul tiroid yang dapat teraba merupakan manifestasi awal yang paling umum terjadi pada pasien anak dengan karsinoma tiroid. Pembesaran KGB dapat hadir selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum diagnosis kanker ditegakkan. Kurang dari 50% anak memiliki nodul tiroid yang dapat teraba sebagai bukti pertama dari kanker tiroid. Anak-anak

22

dengan karsinoma papiler tiroid, 20% mengalami metastasis paru pada saat diagnosis, dan 30% menginvasi trakea, esofagus, atau otot leher. Pada anak-anak, 80% sampai 90% KGB telah positif pada waktu operasi, walaupun hanya 60% yang memiliki limfadenopati klinis. Paratrakeal, mediastinum superior, dan KGB pada daerah jugular bagian rendah paling sering terlibat. Pengobatan Meskipun diagnosis karsinoma dapat ditegakkan dengan FNAB pada nodul tiroid atau dari KGB (Gambar 29-1), biopsi definitif adalah lobektomi lengkap untuk setiap nodul tiroid yang menunjukkan adanya kelainan. Jika karsinoma papiler telah diidentifikasi, total tiroidektomi umumnya dianjurkan bila melibatkan KGB. Karsinoma tiroid dapat didiagnosis dengan melakukan potongan beku pada anak-anak. Ketika bagian-bagian permanen diperlukan untuk menunjukkan adanya karsinoma papiler atau keterlibatan kelenjar getah bening, total tiroidektomi ditunda selama beberapa hari. Penundaan lebih lama dalam melakukan total tiroidektomi dapat mengakibatkan pengembangan jaringan parut yang luas, membuat operasi lebih sulit untuk dilakukan. Sebuah operasi dengan retensi dari sebagian tiroid dapat mengganggu akurasi pemindaian radioisotop; risiko dari tumor yang sedang berkembang pada sisi kontralateral ketika sedang berada pada terapi supresi tiroid belum ditegakkan pada anak-anak tetapi kemungkinannya rendah. Banyak anak dengan KGB yang positif, dan pada anakanak ini, tiroidektomi memfasilitasi pemberian yodium radioaktif. Rentang umur yang panjang pada anak-anak, bahkan dengan adanya metastasis, mendukung reseksi bedah non agresif, dua penelitian besar pada anak-anak gagal menunjukkan peningkatan angka kelangsungan hidup pada perlakuan total tiroidektomi pada anak dengan penyakit unilateral jika dibandingkan dengan perlakuan lobektomi dan isthmectomy, dan kedua studi mendokumentasikan sebuah peningkatan frekuensi komplikasi dengan prosedur yang lebih ekstensif. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan kelangsungan hidup adalah usia yang lebih rendah pada saat terdiagnosis dan residu karsinoma di leher setelah reseksi.

23

Karena tingginya angka kejadian keterlibatan KGB, reseksi nodul pada kompartemen tengah (dari tulang hyoid sampai sternum dan diantara vena jugularis secara lateral), dengan mempertahankan keempat kelenjar paratiroid, direkomendasikan oleh beberapa pihak. Jika kelenjar-kelenjar paratiroid dihilangkan bersama-sama kelenjar tiroid setidaknya satu paratiroid harus ditanamkan ke lengan sebagai cangkok. Reseksi KGB servikal unilateral atau bilateral melalui insisi clavicula yang diperpanjang disarankan pada pasien dengan penyakit yang ekstensif. Karena karsinoma papiler pada anak-anak jarang menyerang struktur vital yang berada di leher, vena jugularis, arteri tiroidalis inferior, thyrocervical, muskulus sternomastoideus, dan saraf-saraf tulang belakang biasanya dapat dipertahankan. Penyakit residual setelah tindakan reseksi biasanya terkait dengan peningkatan lima kali lipat kemungkinan terjadinya rekurensi. Satu-satunya indikasi untuk mereseksi saraf laryngeal rekuren adalah

invasi langsung oleh tumor primer pada pasien yang telah menunjukkan kelumpuhan pita suara pada pre-operasi. Jika saraf berfungsi pada saat preoperasi, setiap upaya harus dilakukan untuk menjaga keutuhannya, bahkan jika dikelilingi oleh KGB yang terkena tumor. Pemeriksaan fungsi pita suara preoperasi dengan menggunakan laryngoscope dianjurkan sebelum melakukan

operasi reseksi ekstensif dari karsinoma tiroid pada anak-anak. Setelah total tiroidektomi dan reseksi KGB, hormon tiroid tidak diberikan selama 6 minggu, setelah dosis yodium-131 diberikan, dan hasil scan diperoleh 24 jam setelahnya. Dosis terapi yodium radioaktif mulai dari 100-100 mCi diberikan jika ada bukti serapan di leher, mediastinum, paru-paru atau area tubuh lainnya. Serapan isotop diluar daerah tiroid atau mediastinum menunjukkan penyakit metastasis. Jika serapan yang terjadi di daerah dimana seharusnya tidak terdapat jaringan tiroid normal, kebanyakan pasien harus menerima terapi yodium -131. Pemberian dosis kecil yodium-131 secara berulang dalam upaya untuk mengurangi residu tiroid atau metastasis kurang menunjukkan hasil yang baik. Karena tingginya insiden penyakit metastasis pada anak dengan karsinoma papiler, sekitar 60% membutuhkan yodium-131 terapi setelah operasi.

24

Prognosis karsinoma papiler pada anak-anak biasanya sangat baik meskipun penyakit tersebu bermetastasis, dengan syarat telah diberikan terapi yang sesuai. Kombinasi reseksi bedah diikuti dengan pemberian yodium-131 biasanya dapat menghilangkan penyakit. Kadang-kadang pemberian dosis terapeutik kedua dan ketiga yodium-131 mungkin diperlukan untuk mengobati metastasis paru. Dosis total yodium-131 tidak boleh melebihi 600 mCi pada anakanak; komplikasi yang disebabkan oleh penyinaran biasanya tidak terjadi dalam batas dosis ini. Anak-anak dengan usia kurang dari 7 tahun biasanya mengalami penyebaran ekstensif yang lebih luas dari karsinoma papiler yang mungkin tidak dapat disembuhkan oleh kombinasi operasi ekstirpatif dan terapi radionukleida. Laporan adanya kematian (6 dari 72 pasien) semua terjadi pada anak yang lebih muda dari usia 10 tahun. Setelah terapi dengan yodium radioaktif atau setelah lobektomi untuk anak-anak tanpa penyakit metastatik, anak-anak tersebut harus dirawat dengan hormone tiroksin yang cukup (T4) untuk menekan kadar TSH.

Karsinoma Folikuler Karsinoma folikuler jarang terjadi, perkembangan tumor berjalan lambat, dan sulit untuk dibedakan dengan adenoma folikular. FNAB dikaitkan dengan diagnosis false-negative pada 10% kasus, dan mungkin sulit untuk dibedakan karsinoma folikuler yang berdiferensiasi dengan baik dengan adenoma folikular selular jinak. Prognosisnya berbeda-beda dan sangat tergantung pada tingkat invasi kapsuler. Invasi vaskular oleh karsinoma ini adalah umum, dan 30% sampai 40% dari pasien memiliki penyakit metastase ke paru-paru dan tulang. Karsinoma ini adalah "fungsional" dan pendekatan yang paling logis untuk itu adalah tiroidektomi dengan iodine-131 scanning dan dengan iodine-131 untuk ablasi residu penyakit di leher dan untuk penyakit metastasis. Karsinoma Meduler MCT berasal dari sel parafolikular (Sel C) dari tiroid, ditemukan pertama kali pada tahun 1951. Selanjutnya, Sipple menggambarkan sindrom MCT terjadi dan ada kaitannya dengan Pheochromocytoma. Studi Imunofloresens telah

25

menunjukkan bahwa sel-sel C mengandung hormon peptida calcitonin, yang dapat diuji dari serum dan jaringan tiroid pasien dengan MCT. Skrining genetik untuk mutasi germline RET proto-onkogen pada kromosom 10 sekarang mengidentifikasi individu Multiple Endocrin Neoplasia (MEN} IIA dan IIB serta orang yang tertular MCT secara genetik. Skrining ini memungkinkan pemberian profilaksis tiroidektomi total sebelum bukti klinis atau biokimia dari MCT ditegakkan. Intervensi awal ini memberikan kesempatan terbesar untuk penyembuhan. Hal ini juga menyingkirkan pengadaan tes provokatif tahunan bagi anggota keluarga yang tidak terkena penyakit. Dari kasus sporadis MCT, 40% mengalami mutasi RET, tapi dalam situasi ini skrining tidak berguna.

Ciri-Ciri Klinis MCT terjadi pada anak-anak sebagai komponen utama dalam MEN tipe II dan jarang terjadi sebagai tumor yang terisolasi pada masa remaja. Sindrom MEN Tipe II diklasifikasikan sebagai MEN tipe IIA, yang meliputi MCT, pheochromocytoma, dan hiperparatiroidisme, dengan fenotip normal, dan MEN tipe IIB, yang menggabungkan MCT, pheochromocytoma, habitus marfanoid, dan fenotip ganglioneuroma. MEN tipe IIA kira-kira empat kali lebih sering terjadi daripada MEN tipe IIB. MCT tampaknya sangat agresif pada anak dengan MEN tipe IIB, dengan metastasis terjadi pada usia 4 tahun. Sekitar 75% anak dengan MCT dan MEN adalah anak perempuan. Tingkat calcitonin basal anggota keluarga yang beresiko untuk terkena MCT di masa lalu dievaluasi setiap tahun, dan setelah stimulasi dengan pentagastrin dan kalsium, dimulai pada usia prasekolah. Dengan pengujian genetik saat ini, anggota keluarga sekarang harus dievaluasi untuk kemungkinan adanya mutasi RET. Ketika nodul tiroid yang dapat teraba telah diidentifikasi dalam anggota keluarga dengan MEN, biasanya terdapat metastasis, dan prognosisnya kurang baik. Identifikasi akurat untuk individu yang terkena perlu untuk dilakukan sebelum hyperplasia sel C dapat berkembang menjadi MCT dengan risiko

26

penyebaran. MCT selalu bilateral dan multicentric, timbul di daerah-daerah hiperplasia sel C, yang selalu mendahului pengembangan MCT dalam sindrom genetik. Metastasis menyebar ke kelenjar KGB servikal, kompartemen pusat, dan mediastinum superior biasanya terjadi lebih awal, dan penyembuhan, terlepas dari luasnya reseksi bedah, jarang terjadi. Tiroidektomi Total dianjurkan untuk semua anak dengan MCT karena setiap residu jaringan tiroid beresiko tinggi untuk menyebabkan rekurensi neoplasma. Reseksi KGB di kompartemen tengah dianjurkan, untuk

mempertahankan sirkulasi darah ke kelenjar paratiroid. Nodul dari timus yang ektopik dapat timbul berdekatan dengan kelenjar tiroid pasien MCT. Hiperplasia paratiroid dapat terjadi dalam hubungan dengan anggota keluarga dengan MCT dan MEN II. Berbeda dengan anak-anak dengan MEN II dan MCT genetik, yang keduanya melibatkan unsur genetik, anak-anak dengan MCT sporadis biasanya hanya melibatkan satu lobus kelenjar. Meskipun demikian, tiroidektomi total dianjurkan untuk mengevaluasi untuk hiperplasia sel C atau MCT multicentric di lobus bagian kontralateral. Dengan tidak adanya hiperplasia sel C, evaluasi lebih lanjut pada anggota keluarga lainnya tidak perlu untuk dilakukan. Prognosis anak dengan MCT tergantung pada sejauh mana penyakit menyebar pada saat akan dilakukan operasi awal. Jika tumor tersebut hanya terbatas pada tiroid dan KGB kompartemen tengah, penyembuhan dapat dilakukan jika pengujian stimulasi kalsitonin pasca operasi adalah negatif. Jika KGB lateral yang terlibat, kemungkinan besar penyembuhan tidak dapat dilakukan dan memiliki prognosis yang buruk. Mortalitas keseluruhan dari MCT adalah sekitar 50% dalam jangka waktu 10 tahun dengan terapi lanjutan, namun, laporan lebih baru menunjukkan sedikit perbaikan pada angka kelangsungan hidup. Pernyataan konsensus dari sebuah grup internasional mengenai sindrom MEN merekomendasikan dilakukannya tiroidektomi pada 6 bulan pertama kehidupan bayi dengan MEN IIB dan sebelum usia 5 tahun untuk-anak-anak dengan MEN IIA.

27

Hipertiroidsme

Penyakit grave jumlahnya mendekati 15% dari seluruh kelainan tiroid pada anak. Walaupun lebuh dari 95% pasien dengan kondisiini terdiagnosa pada saat dewasa. Hampir 1/3 dari seluruh kasus goiter pada anak disertai dengan hipertiroidisme . Penyakit grave jarang pada umur 3 tahun dan sangat jarang pada neonati. Pada bayi, tingkat mortalitasnya mendekati 25%. Bayi yang lahir dari ibu dengan panyakit Grave memiliki resiko tinggi untuk penyakit ini. Hipertiroidsme pada neonati biasanya berespon dalam 24sampai 48 jam pada pemberian larutan lugol dan propiltiourasil (PTU). Anak-anak dengan hipertiroidsme sering menunjukan gejala-gejala kegelisahan, iritabilitas, diare, penurunan berat badan, insomnia, dan penampilan yang buruk di sekolah. Penampilan fisik sering termasuk eksoftalmus, hipertensi sistolik, takikardi dan penurunan berat badan. Karakteristik tiroid membesar difus dan sering empat kali lebih besar dariukuran normal. Jika terjadi senelum umur 10tahun, percepatan pertumbuhan dan maturasi tulang mungkin terjadi. Diagnosa dari penyakit Grave dapat ditegakkan dengan pengukuran level serum T4 dan triiodotironin (T3) oleh radioimunoasay. Walaupun biasanya tidak penting, santiscan tiroid menunjukkan uptake difus pada kelenjar yang membesar dengan technetium-95m ataupu iodine-123. Penyakit Grave dapat dibedakan dari Tiroiditis Hashimoto dengan transien tiroksitosis oleh sebuah scan iodine-123 yang menunjukkan uptakeminimum pada tiroiditis Hashimoto. Pengukuran dari TSH biasanya memberikan keuntungan yang minimal karena hamper selalu disupresi kecuali pada beberapa pasien engan adenoma hipofisis secreting-TSH. Pengobatan dari hipertiroidisme pada anak masih kontroversial. Medikasi antitiroid PTU atau methimazole lebih disukai untuk pengobatan awal. Pemberian konkomitan dari -adrenergik bloker propanolol membantu dalam mengontrol

gejala akut hipertiroid. Jika terapi menghasilkan masa` eutiroid dalam dua bulan, pengobatan jangka panjang umumnya direkomendasikan. Walaupun pada` awalnya dipercaya bahwa medikasi antitiroid jangka panjang dapat menghasilkan remisi permanen, perkembangan sekaranga mengindikasikan bahwa hampir` 75%

28

pasien tetap hipertiroid setelah dua tahun terapi; lebih dari 90% anak di bawah 16 tahun tetap hipertiroid. Umumnya dianjurkan terapi iodine-131 atau reseksi bedah pada awalnya jika terapi medikamentosa gagal menghasilkan remisi persisten dalam 1 sampai 2 tahun. Kebanyakan anak dengan hipertiroid dapat menjadi eutiroid dengan medikasi dalam 6 sampai 8 minggu. Jika ada reaksi toksisitas atau alergi dari PTU dan methimazole, maka pengobatan harus dihentikan. Untuk pasien ini, terapi idonie131 atau pembdedahan pada` stadium awal merupakan terapi definitive yang penting. Kegagalan atau remisi setelah terapi antitiroid biasanya berhubungan dengan toksisitas obat, penyakit resisten, reaksi penolakan dari pasien, atau rekurensi setelah remisi awal. Anak laki-laki di atas 11 tahun dan semua pasien dengan perkembangan tyromegali rekuren setelah sebuah periode sustain dari control tirotoksikosis jarang yang dapat mempertahankan remisi permanen. Kebanyakan anak dengan penyakit Grave yang tidak berkembang dengan remisi permanen sebaiknya menjalani tiroidektomi atau terapi iodine-131. Untuk anak-anak dengan penyakit Grave yang sudah direncanakan untuk tiroidektomi, persiapan perioperatif dengan propanolol menetralkan gejala dari hiperaktivitas otonom, termasuk tremor, berkeringat, takikardi, demam dan eksitasi tanpa mempengaruhi fungsi tiroid. Propanolol dapat diteruskan sampai kurang lebih 1 minggu setelah operasi untuk menurunkan resiko badai tiroid. Jaringan tiroid harus diangkat secukupnya untuk memastikan bahwa anak tidak memiliki persisten tiroid atau kemungkinan terjadinya rekurensi. Lebih aman untuk berbuat kesalahan dengan mengangkat lebih dari pada mengangkat sedikit jaringan tiroid untuk meminimalkan rekurensi hipertiroid. Optimalnya, sekitar 2 sampai 4 gram jaringan tiroid atau kedua kelenjar paratiroid harus ditinggalkan di setiap sisi. Reoperasi untuk hipertiroid yang rekuren secara teknis lebih susah dan disertai dengan resiko kerusakan kelenjar paratiroid dan nervus laringeus rekuren. Hipotiroid dapat diatasi dengan terapi oral pengganti tiroid. Walaupun beberapa ahli bedah mengajurkan tiroidektomi total untuk penyakit Grave pada` anak dan dewasa, prosedur ini membawa komplikasi besar dibandingkan dengan reseksi yang lebih kecil. Jika gejala ophtalmik tidak

29

berkembang setelah tiroidektomi, dekompresi orbital mungkin perlu; terapi steroid juga dapat mebawa keuntungan. Iodine radioaktif paling banyak digunakan sebagai terapi definitif untuk Penyakit Grave pada orang dewasa. Sebaliknya ada pertimbangan juga untuk pemberian terapi iodine-131 pada remaja karena insidens yang tinggi dari hipotiroidsme, kemungkinan resiko kerusakan genetic , dan peningkatan resiko karsinoma tiroid. Keuntungan dari terapi iodine-131 adalah pemberianna mudah, murah, dan relative aman. Saat ini dipercaya bahwa terapi iodine-131 untuk hipertiroidsme tidak meningkatkan resiko untuk leukemia, infertilitas, atau frekuensi malformasi congenital pada kehamilan. Pengobatan hipotiroidsme sebaiknya diberikan sedini mungkin untuk menurunkan resiko retardasi pertumbuhan.

JARINGAN TIROID EKTOPIK Tiroid berasal dari foramen cecum pada basis lidah dan meninggalkan sebuah duktus bekas. Duktus tersebut biasanya tertutup pada umur 6 minggu, mengikuti jalan turunnya tiroid ke posisi normalnya pada kedua sisi trakea. Penurun tiroid yang abnormal dapat menghasilkan sebuah lingual tiroid inferior ke foramen cecum atau ke dalam area suprahioid di antara musculus geniohyoideus dan mylohyoideus. Lebih dari 60% dari pasien yang tidak biasa ini, mungkin tidak ada lagi jaringan tiroid normal di leher. Jaringan tirod aberrant tidak berfungsi maksimal dan dapat menyebabkan juvenile mixedema. Tiroid ektopik biasanya dapat meluas sampai ke mediastinum superior atau pericardium karena kedekatan hubungan dari perkembangan tiroid primordium dan arkus aorta. Pada kasus yang jarang seperti ini, biasanya jaringan tiroid yang normal dapat ditemukan pada posisi normalnya. Apabila jaringan tiroid terletak pada dinding trakea , batuk kronik, hemoptisis, atau obstruksi udara mungkin terjadi. Pembesaran tiroid sampai ke dinding trakea lebih banyak disebabkan oleh sebuah invasif lokal dari karsinoma berdiferensiasi baik dibandingkan jaringan tiroid ektopik. Jaringan tiroid aberrant pada midporsi leher, walaupun jarang, dapat menjadi penyebab kegagalan dari total tiroidektomi untuk memindahkan

30

seluruh jaringan tiroid yang berfungsi. Jaringan tiroid dalam nodus limfatikus lateral dari vena jugularis, sebelumnya dipikirkan sebagai tiroid aberrant lateral, merupakan sebuah metastase dari karsinoma tiroid, dan bagaimanapun, bukan sebuah jaringan tiroid ektopik. Jaringan tiroid aberrant atau ektopik pada mediastinum atau sentral leher dapat diidentifikasi dengan scintiscan dengan menggunakan technetium-99m atau iodine-123. Praktek ini dapat membantu saat akan dilakukan eksisi bedah karena Scan dapat mengidentifikasi jaringan ektopik dengan hanya memperlihatkan

sebuah jaringan tiroid. Pada kebanyakan kasus, baik biopsy ataupun eksisi bedah adalah penting. Gejala kompresi yang disebabkan oleh jaringan tiroid aberrant biasanya dapat diatasi dengan supresi tiroid.

TIROIDITIS Tiroiditis Hashimoto atau autoimun tiroiditis limfositik kronik kira-kira 10 kali lebih banyak pada wanita dan paling sering terjadi pada umur pertengahan. Tiroiditis Hashimoto merupakan penyebab utama dari tiromegali selam masa kanak-kanak pada daerah nonendemis, dan patogenesisnya secara genetic berhubungan dengan defisiensi antigen spesifik limfosit T supresor. Secara klinis, dicetuskan oleh beberapa bentuk stress, baik fisik maupun emosi dan reaksi inflamasi kronik mungkin merupakan hasil dari mekanisme sitotoksik. Kerusakan sel pada penyakit ini mungkin dimediasi oleh sebuah antitiroidantibody dependent, bentuk sel termediasi dari sitotoksisitas atau sitotoksitas

langsung dari sel itu sendiri yang telah disensitisasi oleh limfosit T efektor atau salah satu dari kedua elemen tersebut. Tiroidits Hashimoto diklasifikasikan berdasarkan jumlah fibrosis, dimana yang paling sering adalah bentuk infiltrasi limfositik dengan hyperplasia sel folikuler, dan oleh sebuah folikel limfoid terlihat dalam kelenjar tiroid, dan disertai denga fibrosis minimal. Variasi fibrous dari keadaan ini menunjukan banyaknya destruksi epitel pemeriksaan mikroskop. dan fibrosis pada

31

Tanda pada anak-anak biasanya pembesaran tiroid tanpa gejala yang hanya kadang-kadang terdapat nyeri. Sebuah pengisian granular kelenjar sering terlihat dengan nodus limfa yang berdekatan. Anak-anak jarang meperlihatkan sitotosisitas,yang merupakan pembeda yang penting antara Tiroiditis Hashimoto dengan Penyakit Grave. Diagnosis pada umumnya ditegakkan dengan adanya kenaikan titer antibody tiroid. Dari pemeriksaan, yang paling sering diperoleh adalah antibody tiroid peroksida (mikrosomal) dan antibody tiroid hemaglutinasi. Titer 1:4 dapat menunjukan tiroiditis kronik pada anak. Jika dicurigai tiroiditis Hashimoto, tetapi antibody tiroid negative, maka harus diperiksa kembali dalam 3 sampai 6 bulan. Anak-anak ini jarang sitotoksik tetapi umumnya terlihat memiliki fase transient dari hipertiroidsme jika tiroiditis autoimun terdeteksi lebih awal. Fase ini disebut toxic tiroiditis dan dibedakan dari penyakit Grave dari sifatnya yang tenang dan tidak ada eksoftalmus. Penyakit Grave menghasilkan mulai dari over produksi dan over sekresi dari hormone tiroid karena stimulasi reseptor TSH oleh sebuah reseptor antibody tirotropin, sementara tiroiditis toksik disebabkan oleh pelepasan sejumlah besar hormone tiroid yang dihasilkan dari destruksi inflamasi dari sel folikel tiroid. Kedua proses penyakit ini biasanya dapat dibedakan, namun jika sulit, pengukuran dari reseptor antibody tirotropin dan scan iodine-123 biasanya dapat membantu untuk menegakkan diagnosa. Jika seorang anak terdapat elevasi T1 dan T4 dan titer antibody positif, tidak ada lagi yang harus dilakukan. Anak ini biasanya secara klinik eutiroid pada saat pemeriksaan. Diagnosis juga dapat dibuat setelah onset gejala hipotiroidsme anak dievaluasi. Anak dengan tiroiditis Hashimoto, tiroid biasanya berkembang secara difus dan tanpa nyeri. Kelenjar tersebut lebih besar dari normalnya dan kadang-kadang dapat menekan trakea sehingga menimbulkan dispneu, suara serak, atau disfagi. Anak dengan gejala tiroiditis Hashimoto biasanya dapat diobati secara efektif dengan hormone supresi tiroid. Paling sedikit 75% anak mengalami regresi kelenjar tiroid sampai 50% dari ukuran normalnya. Pasien yang gagal berespon terhadap terapi supresi dan tetap menunjukan gejala-gejala goiter mungkin lebih baik untuk dilakukan tiroidektomi subtotal. Jika anak memmiliki beberapa

32

manifestasi untuk menjadi hipertiroid, digunakan propanolol. Sekitar 10% dari anak yang menunjukan gejala hipotiroid pada kasus ini, pengobatan awal dengan levotiroksin sebaiknya diberikan. Setelah 1 atau 2 bulan pengobatan Levotiroksin, anak kembali dievaluasi untuk menilai hipotiroidsme permanen; dan biasanyanya Levotiroksin tidak dilanjutkan. Tidak ada peningkatan nyata dari insidens karsinoma tiroid pada anak dengan tiroiditis Hashimoto, walaupun sebuah nodul soliter mungkin adalah salah satu gejala awal dari kondisi ini. Kurang dari 2% pasien dengan Tiroiditis Hashimoto disertai dengan keganasan. Tiroiditis granuloma subakut (Penyakit de Quervains dan Riedel Tiroiditis Kronik ) jarang pada usia anak. Jika ada, pengobatan dengan hormone tiroid mungkin bermanfaat. Manajemen operatif biasanya tidak perlu. Tiroiditi akut merupakan penyakit yang relative jarang yang dapat dikenali dengan mudah karena anak biasanya menunjukkan onset akut nyeri pada daerah kelenjar tiroid dan sering disertai dengan panas, menggigil, disfagia, suara serak, dan nyeri tenggorokan. Sebuah infeksi saluran pernapasan atas biasanya mengawali gejala, dan pada pemeriksaan mungkin ada kulit mungkin hangat dan eritema dan limfadenopati regional. Kelenjar tiroid biasanya membesar tetapi lambat. Anak-anak ini tdak tirotoksikosis, walaupun mereka mungkin menunjukan keadaan toksis dari proses inflamasi penyerta. Pemeriksaan laboratorium biasanya menunjukan leukositosis dan sebuah peningkatan sedimen eritrosit. Fungsi tiroid normal dan sebuah

aspirasi tiroid umumnya dapat menuntun untuk pendekatan terapi antimikroba. Kadang-kadang dapat terjadi abses, dan ultrasound dapat membantu diagnose. Banyak laporan kasus dari tiroiditris akut disertai dengan fistula internal antara sinus piriformis kiri dan lubus tiroid kiri. Hal ini dapat terlihat dengan esofagogram barium ketika anak telah pulih dari proses infeksi akut. Tiroiditis subakut jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Tiroiditis subakut diduga merupakan hasil dari sebuah infeksi virus pada kelenjar tiroid, dan pasien biasanya memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan atas. Ada nyeri pada daerah kelenjar tiroid yang menjalar sampai ke dagu dan telinga. Walaupun biasanya eutiroid, mungkin juga terdapat gejala-gejala sugestif dari hipertiroidsme. Hampir seragam, pasien dengan tiroiditis subakut memiliki gejala yang mirip dengan

33

penyakit infeksi sistemik seperti demam, kelemahan tubuh, fatiq, dan malaise, yang membedakan dengan Tiroiditis Hashimoto. Bukti dari hipertiroidsme mungkin ditunjukkan dalam level T3 dan T4, antibody tiroid negative, dan sedimentasi eritrosit rata-rata meningkat. Anak-anak dapat berkembang melalui fase toksik tiroiditis dengan goiter eutiroid dan hipotiroidsme lambat sebelum menghasilkan fungsi tiroid normal. Anak dengan tiroiditis subakut jarang memiliki hipotiroidisme permanen. Pengelolaan selama fase akut adalah propanolol jika diperlukan, salisilat, asetaminofen, dan agen nonsteroid antiinflamasi. Steroid jarang digunakan. Insidens hipotiroid pada anak dan dewasa rendah, diidentifikasi pada sebuah penelitian pada 0,135% dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 1:2,8; dan hampir dua per tiga dari kasus ini adalah sebuah kasus autoimun.

GOITER KONGENITAL Beberapa tipe dari goiter congenital disebabkan oleh kelainan metabolism oleh criteria genetic, klinik, dan kimiawi. Setiap tipe menunjukan defek genetic spesifik yang menggangu tahapan sintetis hormone tiroid. Tanpa memperhatikan penyebabnya, kelenjar tetap tidak dapat memproduksi hormone tiroid yang adekuat, yang akan menghasilkan hipertrofi kompensasi. Kebanyakan anak hipotiroid walaupun kadang-kadang ada yang eutiroid. Defek genetic

menyebabkan goiter congenital yang mungkin berhubungan dengan mekanismemekanisme berikut : 1. Gangguan transport iodine 2. Gangguan organifikasi iodine

3. Gangguan parsial organifikasi iodine yang disertai dengan bisu-tuli (Sindrom Pendred) 4. Gangguan coupling iodotirosin 5. Gangguan deiodinisasi iodotirosin 6. Gangguan tiroglobulin-iodinasi polipeptida 7. Resistensi terhadap hormone tiroid karena reseptor yang inadekuat.

34

Walaupun diagnosis dapat ditegakan dengan kombinasi pemeriksaan fisik dan riwayat keluarga, pemeriksaan kultur jaringan juga penting untuk

mengidentifikasi gangguan biokimia spesifik. Terapi pengganti tiroid jangka panjang memperbaiki defisiensi metabolic tapi tidak selalu dapat menghasilkan regresi dari goiter yang luas. Kadang -kadang, tiroidektomi dapat memberikan keuntungan kosmetik atau dapat mengurangi gejala karena kompresi. Pada Sindrom Pendred, goiter mungkin menghasilkan nodul besar dengan bentukan papiler yang jinak dan harus dibedakan dengan karsinoma papiler. Walaupun hampir semua penggunaan iodine pada makanan dapat mengurangi kejadian dari goiter endemic, kadang-kadang goiter sporadic masih dapat terjadi pada anak. Pada anak yang terkena, tetap memiliki fungsi tiroid dan nilai TSH normal dan tidak terlihat adanya hubungan makanan dan riwayat obat dengan kelainan ini. Respons kepada hormone tiroid biasanya baik, dengan regresi dari nodul tiroid setelah terapi selama beberapa bulan.

PARATIROIDHiperparatiroidsme merupakan kelainan yang paling sering dari paratiroid pada anak dan dapat primer, sekunder, atau tertier. Hiperparatiroid primer pada anak biasanya jarang. Neonatal Hiperparatiroidsme Hiperparatiroidisme neonatal merupakan kondisi jarang. Biasanya disertai dengan tingkat kematian yang tinggi jika tidak diidentifikasi dan diobati dengan segera. Level kritis dari hiperkalsemia dapat berkembang dalam beberapa hari pertama kehidupan, walaupun kadang-kadang pada bayi memiliki onset tersembunyi dengan elevasi gradual dari level kalsium pada beberapa bulan. Bayi sering menunjukan gejala letargi, hipotoni, dehidrasi, distress pernapasan ringan sampai berat, pemberian makan yang lambat, kegagalan pertumbuhan.

35

Pada awal diagnose, level serum kalsium mungkin meningkat. Total paratiroidektomi dengan autotransplantasi dari satu kelenjar dibawah ketiak dianjurkan karena menghasilkan rekurensi yang jarang setelah pembedahan. Hiperplasia kelenjar abnormal pada bayi dengan kelianan ini menunjukan tipe sel chief hyperplasia. Hiperparatiroidsme neonatal mungkin diwariskan secara resesif autosomal. Beberapa kasus dari hiperkalsemia hipokalsiuri familial telah dilaporkan, yang menyebabkan bentuk jinak dari hiperkalsemia, biasanya terdiagnosa setelah umur 10 tahun. Kelainan ini mungkin diwariskan secara dominan autosomal. Anak dengan kelainan ini tidak mengekresikan kalsium dalam urine dengan jumlah normal karena respons abnormal ginjal terhadap hormone paratiroid. Total paratiroidektomi biasanya penting untuk memperoleh normokalsemia dengan

autotransplantasi dari kelenjar di ketiak.

Hiperparatiroidsme Familial Dalam hiperparatiroidsme familian, yang mana lebih sering pada anak dibandingkan dewasa, hyperplasia sel chief difus terlihat pada seluruh kelenjar paratiroid. Anak dengan kondisi ini biasanya disertai dengan sindrom kompleks termasuk MEN I, MEN IIA, dan hiperkalsemia hipokalsiurik familial. Kebanyakan anak dikenali pada saat screening dari anggota keluarga yang beresiko terhadap sindrom ini. Letargi, malaise dan pembentukan batu ginjal mungkin ada pada anak dengan MEN I. hiperparatiroidisme sering merupakan manifestasi awal dari MEN I, walaupun hipofisis dan sel islet pankreatik juga mungkin abnormal. Semua anak dengan MEN I memiliki sel chief hyperplasia dan pembesaran kelenjar paratiroid. Ketika salah satu kelenjar paratiroid lebih besar dari yang lainya, dapat dipertimbangkan juga sabagai adenoma paratiroid. Pada pasien ini, sangat perlu untuk mengambil biopsy specimen dari kelnjar normal untuk menilai perlunya reseksi paratiroid. Untuk anak dengan MEN I dan hiperkalsemia hipokalsiurik familial, sekitar 40-50 mg paratiroid harus diangkat. Reseksi yang

36

sedikit biasanya menimbulkan rekurensi. Thompson dkk menganjurkan eksisio dari timus servikal karena insidens yang tinggi dari Supernumerari kelenjar paratiroid pada anak menginduksi hyperplasia. Banyak ahli menganjurkan total paratiroidektomi dengan autotransplantasi dari jaringan paratiroid ke otot ketiak. Walaupun prosedur ini dipastikan memiliki rekurensi yang rendah, dibandingkan dengan subtotal paratiroidektomi, kira-kira 5% sampa 10% dari pasien menjadi hipoparatiroid permanen. Anak dengan MEN IIA juga memiliki sel chief hyperplasia., walaupun lebih kurang jika dibandingkan dengan MEN I. karena seluruh pasien ini memiliki MCT, biasanya dilakukan total paratiroidektomi. Reseksi dari jaringan paratiroid biasanya terjadi ketika dilakukan total tiroidektomi. Pada anak dengan MEN IIA, paratiroidektomi harus dibatasi karena resiko yang tinggi terhadap

hipoparatiroidsme. Sebaliknya anak dengan MEN IIB tidak menunjukan hiperparatiroidsme.

Adenoma Paratiroid Adenoma tunggal merupakan penyebab paling sering dari hiperparatiroidsme pada anak usia dewasa dan lebih sering pada laki laki. Adenoma lebih banyak memproduksi paratiroid dibandingkan dengan poaratioid yang hyperplasia pada umur ini. Gejala yang paling sering muncul adalah batu ginjal,hipertensi, sakit kepala, konstipasi, kelemahan, dan fatiq. Pada kasus yang jarang, anak memperlihatkan akut pankreasitik. Sedikit yang asimptomatik, walaupun kadangkadang dapat diidentifikasi karena screening yang teratur dari keluarga. Ketika diagnosis dari hiperparatiroidsme telah ditegakkan, eksplorasi leher harus dilakukan. Biasanya, keempat kelenjar paratiroid dibiopsi dan adenioma dieksisi. Informasi dari eveluasi radiografi dengan USG dan Technetium-99m dapat membantu memfoksuskan eksplorasi yang terarah pada` leher jika hasilnya menunjukan sebuah nodul tunggal. Kelenjar paratiroid hiperplastik memiliki penuruna lemak intrasel yang dapat terlihat dalam pemeriksaan histologist. Ketika riwayat keluarga postif tentang

37

penyakit paratiroid, maka akan meningkatkan frekuensi dari hyperplasia difus, dan biasanya diindikasikan untuk subtotal paratiroidektomi. Adenoma paratiroid sporadic mungkin merupakan hasil dari pemberian radiasi pada kepala dan leher pada 20 tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah pasien yang memiliki iodine -131 untuk ablasi tiroid pada Penyakit Grave pada akhirnya ditemukan menderita adenoma paratiroid. Karsinoma paratiroid adalah penyebab yang jarang dari hiperkalsemia pada` anak, tetapi tetap harus dipertimbangkan pada anak dengan level serum kalsium yang sangat tinggi.

Hiperparatiroidsme Sekunder Anak yang mendapatkan dialysis peritoneal jangka panjang karena gagal ginjal dapat terkena hiperparatiroid sekunder yang mirip pada orang dewasa. Walaupun dengan manajemen pengobatan yang hati-hati, termasuk usaha untuk menurunkan absorbs fosfor, beberapa anak tetap menderita progresif renal osteodistrofi dengan perubahan tulang yang objektif, nyeri tulang, dan pruritus. Jika gejala menetap atau berkembang pada saat pengobatan, paratiroidektomi subtotal biasanya dianjurkan. Pasien-pasien ini mengalami peningkatan Alkalin Fosfatase dan hormon N-terminal tiroid. Paling tidak harus dilakukan usaha untuk membuat vaskularisasi kelenjar paratiroid tetap baik, khususnya pada pasien yang akan dilakukan transplantasi ginjal. Jika dilakukan paratirodektomi total, maka satu kelenjar paratiroid harus diimplantasikan ke bagian ketiak. Pada beberapa anak dengan gagal ginjal kronik, manifestasi pertama dari hiperparatiroid sekunder mungkin tidak nampak sampai transplantasi ginjal selesai. Hiperkalsemia dapat menjadi bukti jika level serum fosfor kembali normal. Pada pasien ini, apabila level kalsium tidak turun sampai 12mg/dL atau paling tidak dalam beberapa bulan, maka harus dipertimbangkan untuk dilakukan paratiroidektomi. Sebuah peningkatan level dari hormone C-terminal paratiroid menandakan adanya fungsi otonom dari jaringan paratiroid hiperplastik local. (hiperparatiroidsme tertier). Pada pasien demikian, seluruh kelenjar paratiroid mungkin membesar, dan harus dilakukan paratiroidektomi subtotal.

38

Hiperparartiroid Tertier Kondisi ini mungkin utamanya terlihat setelah transplantasi ginjal. Kondisi ini terjadi apabila kelenjar paratiroid yang hiperfungsi tidak lagi berespon pada keadaan peningkatan level ion kalsium

39