26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI...

36

Transcript of 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI...

Page 1: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 2: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 3: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 4: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 5: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 6: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 7: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 8: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 9: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 10: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 11: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 12: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 13: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 14: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 15: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 16: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 17: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 18: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 19: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 20: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 21: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 22: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
Page 23: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

209

PENTINGNYA PEMERTAHANAN BAHASA JAWA

SEBAGAI SIMBOL JATIDIRI BANGSA DI ERA GLOBAL

Oleh

Dr. Farida Nugrahani, M.Hum

Program Pascasarjana Universitas Veteran Bantara Sukoharjo

Email: [email protected]

Ponsel: 081226229733

ABSTRAK

Pada era global ini, posisi bahasa Jawa sebagai bahasa ibu semakin

terdesak, dan tergeser oleh bahasa Indonesia yang dipandang memiliki jangkauan

lebih luas dan lebih mencukupi tuntutan kehidupan selaras dengan perkembangan

zaman. Dalam kondisi yang demikian itu, apabila dibiarkan dan tidak ada usaha

untuk mempertahankannya, maka lambat laun bahasa Jawa akan punah/mati. Karena

itu, semua pihak terkait perlu mengambil peran untuk ikut serta melestarikan dan

mengembangkan bahasa Jawa tersebut sesuai dengan posisi atau

kedudukannya.Bahasa Jawa sebagai salah satu produk budaya merupakan simbol

dari jati diri masyarakat Jawa sebagai pemiliknya. Oleh karena itu bahasa Jawa harus

tetap dipertahankan dengan berbagai upaya, antara lain dengan tetap digunakan

sebagai alat komunikasi sehari-hari dalam masyarakat pemiliknya. Selain itu,

pemerintah harus mengambil peran dalam memberikan fasilitas dan payung hukum

bagi upaya pelestariannya. Berbagai jalur yang dapat dimanfaatkan dalam pelestarian

bahasa Jawa antara lain, melalui jalur pendidikan, kesenian dan

kebudayaan.Menjaga agar bahasa Jawa tetap eksis dan tidak punah merupakan

sebuah keniscayaan. Mengingat bahasa Jawa sebagai salah satu produk budaya

merupakan lambang martabat bangsa. Selain itu, bahwa bangsa besar dan terhormat

adalah bangsa yang dapat menghargai budayanya. Sejalan dengan itu, penghargaan

dunia atas eksistensi suatu bangsa juga terletak pada kemajuan budayanya.

Kata Kunci: pemertahanan bahasa Jawa; jati diri bangsa; era global.

Page 24: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

210

ABSTRACT

In this global era, the position of Javanese language as a mother tongue is

getting pushed, and displaced by Indonesian language which is seen to have a wider

reach and better meet the demands of life in accordance with age progress. In such

condition, if it is left like this and if there is not any effort to maintain it, then

Javanese language will gradually become extinct / dead. Therefore, all related

stakeholders need to take a role to participate in preserving and developing the

Javanese language according to their position or status.Javanese language, as one

of products of culture, is an identity symbol of Javanese society as its owner.

Therefore, Javanese language must be maintained with a variety of efforts, including

using it as a means of daily communication within its owner society. In addition, the

government must take a role in providing facility and legal protection for its

preservation. Various ways can be used in the preservation of Javanese language,

among others, through education, art, and culture.KeepingJavanese language to be

everlastingly exist and not extinct is a necessity. Given that Javanese language, as

one of products of culture, is a symbol of the nation dignity. Considering that a large

and respectable nation is a nation which could appreciate its very own culture.

Accordingly, world’s appreciation of a nation’s existence isalso located on

advancement of its culture.

Keywords: preservation of Javanese language,nation identity, global era.

A. Pendahuluan

Upaya pemartahanan bahasa Jawa dalam kedudukannya sebagai salah satu

bahasa Daerah telah diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

24 Tahun 2009. Melalui politik bahasa nasional usaha mengarah pada

pemertahanan bahasa Jawa telah banyak dilakukan. Namun tampaknya usaha itu

tidak selalu sejalan dengan realitas yang ditemukan dalam masyarakat. Faktanya,

masyarakat Jawa (terutama pada kelompok generasi muda) seolah-olah melakukan

‘penolakan’ terhadap bahasa Jawa, baik itu dilakukan dengan sadar maupun tidak.

Pada dasarnya sikap ‘penolakan’ itu telah berakibat melemahkan keberadaan bahasa

Jawadalam fungsinya sebagai penciri/indentitas bangsa, sekaligus sebagai pendonor

perkembangan bahasa Indonesia.

Gejala ‘penolakan’ generasi muda terhadap bahasa Jawa ini mudah diketahui

melalui penggunaan bahasanya dalam pergaulan sehari-hari. Dalam berbagai

penelitian fakta itu juga telah terungkap. Salah satunya melalui penelitian Subroto

dkk (2007) yang berjudul Model Pelestarian dan Pengembangan Kemampuan

Berbahasa Jawa Krama di Kalangan Generasi Muda Wilayah Surakarta dan

Sekitarnya. Penelitian tersebut menemukan bahwa pemahaman dan penguasaan

generasi muda Surakarta terhadap bahasa Jawa sangat kurang. Faktor penyebanya

adalah karena (1) tidak mengenal dan tidak tau bagaimana menggunakan bahasa

Jawa; (2)tidak terbiasa menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari pada

ranah keluarga dan masyarakat; (3) orang tua membiarkan anaknya berbahasa

Indonesia dalam kehidupan sehari-hari demi menunjang kegiatan belajarnya di

sekolah; (4) bahasa dan budaya Jawa berkompetisi dengan budaya asing; dan (5)

guru bahasa Jawa di sekolah rata-rata tidak memiliki kompetensi dalam bidangnya.

Senada dengan hasil penelitian Subroto dkk tersebut, penelitian Ratnanigsih

(2010:127) juga menunjukkan bahwa kemampuan generasi muda Kabupaten

Page 25: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

211

Karanganyar dalam menggunakan bahasa Jawa krama sangat kurang. 75%

masyarakat Jawa di Karanganyar pada golongan tua masih menggunakan bahasa

Jawa, dan sisanya 25% menggunakan bahasa Indonesia dalamberkomunikasi sehari-

hari dengan lingkungannya. Sementara itu, generasi muda yang berbahasa Ibu bahasa

Jawa sekitar 25 %, sisanya 75% menggunakan bahasa Indonesia dan atau bagasa

gaul sebagai bahasa pengantar sehari-harinya.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan Bapeda Yogyakarta (dalam

Widyastuti, 2006:458), juga menunjukkan, bahwa terdapat kecenderungan semakin

menurunnya pemakaian bahasa Jawa krama di lingkungan masyarakat Yogyakarta,

pada golongan remaja sampai dengan keluarga muda di perkotaan. Dalam

berkomunikasi 51% dari mereka menggunakan bahasa Indonesia, 20% menggunakan

bahasa campuran Jawa-Indonesia, 17% menggunakan bahasa Jawa krama, 6%

bahasa campuranIndonesia-Jawa, dan 3% menggunakan bahasa Jawa ngoko.

Dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan, dan dari fakta yang

mudah ditemukan dalam pergaulan sehari-hari masyarakat Jawa (utamanya generasi

muda), dapat ditarik simpulan bahwa masyarakat Jawa dewasa inimemiliki

kecenderungan untuk lebih senang menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan

dengan bahasa Jawa, meskipun bahasa Jawa merupakan bahasa daerahnya.

Begitupun, bahasa Indonesia yang digunakan pada umumnya juga bukan bahasa

yang baik dan benar, karena diwarnai dengan penggunaan kata-kata atau frasa yang

campur aduk, antara bahasa daerah (Jawa), bahasa Indonesia, dan bahasa asing, yang

diterapkan secara tumpang tindih dan berlebih-lebihan. Dengan kata lain dapat

dikatakan bahwa bahasa yang banyak digunakan generasi muda Jawapada masa kini

untuk berkomunikasi sehari-hari --terutama dengan komunitasnya--adalah ‘bahasa

gaul’ yang ‘over-creative’.

Model komunikasi generasi muda Jawa masa kini seperti yang telah

disampaikan di atas, barangkali merupakan cermin dari fenomena realitas

kebahasaan yang dapat diprediksikan sebagai salah satu penyebab utama

melemahnya status bahasa Jawa di era global dewasa ini. Padahal tentunya semua

bersepakat apabila dikatakan bahwa bahasa Jawa merupakan aset budaya bangsa

yang banyak mengajarkan nilai-nilai luhur cermin karakter bangsa. Oleh sebab itu,

bahasa Jawa harus diajarkan kepada generasi muda sebagai penerus bangsa, jika

bangsa ini ingin tetap eksis dalam percaturan dunia.

Jika generasi muda tidak lagi mau mengenal nilai-nilai budaya Jawa yang

terdapat dalam bahasa Jawa, maka itu merupakan satu indikasi bahwa telah terjadi

kemerosotan sikap positif generasi muda terhadap budaya bangsanya. Dalam kondisi

semacam itu, sangat mungkin jika generesi tua/lanjut sudah tutup usia (meninggal)

maka akan terjadi ‘keterputusan’ budaya. Apabila demikian keadaannya, maka

bahasa Jawa sebagai bagian dari budaya lokal yang ‘adiluhung’ itu akan hilang

ataupunah, karena tidak sampai pada generasi berikutnya. Akibatnya, eksistensi

bangsa ini akan dipertanyakan, mengingat bangsa yang besar adalah bangsa yang

mampu menghormati pendahulunya yang telah mewariskan nilai-nilai budayanya.

Selain itu, bangsa yang besar adalah bangsa yang bangga terhadap budaya miliknya

sebagai identitas jati dirinya dalam percaturan antarbangsa di dunia.

Tentu saja seluruh masyarakat sebagai pemilik bahasa Jawa itu tidak

berharap kepunahan bahasa Jawa itu terjadi. Oleh sebab itu berbagai usaha untuk

pemertahanan bahasa Jawa sangat perlu dilakukan bersama.Atas kesadaran itulah

Page 26: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

212

maka makalah ini disusun, dengan pertimbangan pemikiran bahwa (1) bahasa Jawa

merupakan salah satu produk budaya yang penting fungsinya sebagai sarana untuk

membentuk karakter bangsa; (2) fakta di lapangan menunjukkan bahwa dewasa ini

kehidupan bahasa Jawa di tengah-tengah masyarakat pemiliknya semakin kurang

populer; (3) kedudukan dan fungsi bahasa Jawa semakin tergeser oleh bahasa yang

lain (Indonesia dan asing). Pembahasan dalam makalah ini bertujuan untuk mencari

solusi melalui berbagai alternatif untukmempertahankan bahasa Jawa agar tetap

eksis dikalangan masyarakat Jawa sebagai pemiliknya, sesuai dengan harapan kita

bersama.

B. Pembahasan

1. Posisi Bahasa Jawa di Era Global

Latar belakang kebudayaan bangsa Indonesia yang kompleks, antara lain

ditandai oleh keberagaman bahasa daerah, yang keberadaannya berfungsi sebagai

alat komunikasi dalam ranah budaya. Keberagaman masyarakat Indonesia itu,

menyebabkan bahasa daerah tetap eksis dalam fungsinya sebagai identitas etnisnya.

Selain itu, masyarakat juga menggunakan bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai

bahasa pemersatu antaretnis di Indonesia.

Dalam kehidupan modern di era global, dengan tatanan kehidupan yang

bersifat universal telah mendorong masyarakat Indonesia untuk menggunakan

bahasa Indonesia dan bahasa asing yang dipandang memiliki jangkauan lebih luas

dalam pergaulan antarbangsa (Nugrahani, 2013:12). Tuntutan pergaulan dalam

kehidupan di era global itu telahmendorong masyarakat Indonesia baik secara

terpaksa ataupun sukarela menjadi penutur dwibahasawan, atau bahkan

multibahasawan. Konsekuensi logis dari kondisi tersebut menurut Subroto dkk.

(2007:15) adalah terjadinya kompetisi di antara bahasa-bahasa yang ada di tengah-

tengah masyarakat, sebagai akibat terdapatnya dua bahasa atau lebih dalam

masyarakat penutur.

Sejatinya, suatu bahasa akan menjadi milik dan identitas bagi para

penuturnya, jika bahasa itu masih hidup dan digunakan sebagi alat komunikasi dalam

lingkungan masyarakatnya. Dalam konteks ini, tampaknya tidak lagi berlaku bagi

bahasa Jawa. Kondisi kehidupan bahasa Jawa di era global dewasa ini sangat

mengkhawatirkan akibat adanya kompetisi bahasa, dengan bahasa Indonesia dan

bahasa asing. Dampak dari adanya kompetisi bahasa itu, maka terjadilah pergeseran

bahasa(language shift) yaitu munculnya kecenderungan masyarakat untuk lebih

memilih menggunakan bahasa ‘baru’ dalam ranah yang semula menggunakan bahasa

‘lama’. Dalam hal ini adalah lebih diterimanya bahasa Indonesiadan bahasa asing

sebagai bahasa baru, daripada bahasa daerah (Jawa) sebagai bahasa yang ‘lama’ dan

tradisional.Perubahan kondisi kehidupan bahasa Jawa itu terjadi seiring dengan

perkembangan zaman, yang semuanya itu tidak dapat dilepaskan dengan sejarah

besar perjalanan bangsa Indonesia selama ini.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa bahasa Jawa dan bahasa-bahasa

daerah lain di Indonesia pada umumnya, kedudukannya mulai tergeser oleh bahasa

Indonesia semenjak kelahiran bahasa Indosesia tersebut di masa perjuangan, yaitu

sejak sumpah pemuda tahun1928 diikrarkan. Lebih-lebihlagi setelah proklamasi

kemerdekaan tahun 1945 dibacakan. Perjalanan sejarah mencatat bahwa bangsa

Page 27: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

213

Indonesia membutuhkan bahasa yang dapat mempersatukan bangsa yang terdiri dari

berbagai-bagai suku, ras, dan agama. Dalam posisi inilah lahir bahasa Indonesia yang

mendapatkan dukungan besar dari berbagai kelompok bangsa sehingga

pemakaiannya semakin meluas.Dengan latar belakang kesamaan visi dan misi

perjuangan bagi seluruh suku bangsaIndonesia menuju Indonesia merdeka terus

mengokohkan keberadaan bahasa Indonesia di tanah air ini.

Sampai saat ini, setelah berbagai tahapan sejarah bangsa terlampaui mulai

dari masa perjuangan, masa proklamasi, masa ordelama, masa orde baru, masa

reformasi, dan masa pascareformasi, peran dan fungsi bahasa Indonesia semakin

mantap, kokoh dan meluas. Dengan payung hukum tidak kurang dari ‘Sumpah

Pemuda’ yang telah diikrarkan jauh sebelum Indonesia merdeka, yaitu pada tanggal

28 Oktober 1928, selanjutnya dikuatkan lagi dengan Undang-Undang Dasar 1945

pasal 36, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009, maka

perkembangan pesat bahasa Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Di sisi lain,

kesadaran masyarakat Indonesia untuk bersatu sebagai satu bangsa dengan satu

bahasa kebanggaannya juga merupakan faktor penting bagi mantapnya

kehidupanbahasa indonesia.Dengan selalu mendapatkan pengayaan dari unsur-unsur

bahasa daerah (dan kemudian bahasa asing), maka bahasa Indonesia semakin populer

dan semakin berterima dalam berbagai lapisan masyarakat, dan penggunaannya juga

semakin meluas dalam berbagai sektor kehidupan.

Fenomena kebahasaan seperti itu tentu merupakan pertanda baik bagi

perkembangan bahasa Indonesia, yang pantas disyukuri oleh seluruh bangsa ini.

Namun demikian seiring dengan semakin menguatnya posisi bahasa Indonesia,

berbanding terbalik kondisinya dengan bahasa Jawa. Perkembangan bahasa Jawa

sebagai bahasa daerah semakin meredup, dan peran serta fungsinya secara perlahan

namun pasti juga mulai tergeser oleh bahasa Indonesia yang pada umumnya

dipandang lebih fleksibel, lebih demokratis, dan memiliki jangkauan lebih luas

penutur dan ranah penggunaannya

Bila dikaitkan dengan tuntutan perubahan gaya hidup manusia modern

yang sangat membutuhkan bantuan alat komunikasi berbasis teknologi (komputer)

yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa

asing (Inggris), maka peran bahasa Jawa terasa semakin sempit dan terbatas.

Kenyataan itulah yang merupakan tantangan besar bagi eksistensi bahasa Jawa di era

global dewasa ini. Patut disayangkan sesungguhnya, jika kondisi tersebut telah

menyebabkan bahasa Jawa terasa semakin tidak populer, dan bahkan terpinggirkan,

karena masyakat Jawa (utamanya generasi muda)telah ramai-ramai

meninggalkannya.

2. Nilai-nilai Kesantunan dalam Bahasa Jawa sebagai Simbol Karakter Bangsa

Menurut Lickona pakar pendidikan karakter Amerika Serikat (dalam

Jumadi, 2013:33), karakter adalah a reliable inner disposition to respond situation in

good away.Dari pengertian ini tampak bahwa karakter merupakan pembawaan yang

agung yang digunakan untuk merespon situasi dengan cara yang baik. Sebagai

pembawaan yang agung, karakter tidak begitu saja dimiliki oleh seseorang. Karakter

terbentuk dari proses internalisasi terhadap unsur-unsur moral. Selanjutnya

disampaikan pula oleh Lickona, bahwa karakter itu dapat dibangun oleh sejumlah

nilai moral. Menurutnya, tiga unsur pembangun karakter yang baik, yaitu

Page 28: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

214

pengetahuan tentang moral (moral kwnowing), perasaan tentang moral (moral

feeling), dan perbuatan yang bermoral (moral action).

Berbeda dengan pendapat Lickona, menurut Michele Borba (2001:6-7),

terdapat tujuh unsur yang perlu dikembangkan dalam membangun karakter manusia,

yaitu meliputi: empati (empathy), hati nurani (conscience), kontrol diri (self-control),

rasa hormat (respect), kebaikan hati (kindness), toleran (tolerant), dan kejujuran

(fairness). Empati (empathy) merupakan inti perasaan moral untuk memahami apa

yang dirasakan orang lain. Hati nurani (conscience) adalah suara dari dalam diri

yang amat kuat yang membantu untuk membedakan antara yang salah dengan yang

benar secara jujur dan apa adanya. Kontrol diri (self-control) merupakan suatu

kesadaran pada diri manusia untuk melihat kembali dorongan-dorongan dan pikiran-

pikiran sebelum seseorang melakukan tindakan yang memungkinkan membuat

pilihan kurang hati-hati dan berpotensi mendatangkan bahaya terhadap dirinya

maupun orang lain. Rasa hormat(respect) itu merupakan perasaan seseorang yang

memberikan peluang kepada dirinya untuk memperlakukan orang lain dengan penuh

perhatian atas alasan selalu menghargai orang lain. Sementara itu, Kebaikan hati

(kindness)merupakan perasaan seseorang yang dapat membantu dirinya untuk

menunjukkan perhatiannya tentang kesejahteraan dan berbagi rasa sejahtera itu

kepada orang lain. toleran (tolerant) adalah perasaan seseorang untuk bisa

membiarkan orang lain berpendapat, atau berkeyakinan dan melakukan sesuatu yang

berbeda dengan dirinya. Adapun kejujuran adalah yang dan kejujuran (fairness)

merupakan sikap atau perasaan seseorang yang dapat menyampaikan sesuatu dengan

apa adanya, sesuai hati nuraninya.

Berbagai nilai yang dapat dikembangkan dalam membentuk karakter

manusia seperti pendapat Lickona dan Michele Borba tersebut, sebagian besar dapat

ditanamkan melalui penggunaan bahasa Jawa.Mengingat dalam bahasa Jawa dikenal

adanya prinsip kesantunan berbahasa itu, yang disebut dengan istilah unggah-

ungguhing basa. Menurut Dwiraharjo (2003:6), dalam bahasa Jawa terdapat

ungkapan-ungkapan yang dapat dipandang mengajarkan nilai nilai kesantunan,

antara lain: (1) Andhap asor atau anor raga (merendahkan diri terhadap orang lain);

(2) Empan papan (fleksibel menyesuaikan tempat); (3) Tata krama ngedohake

panyendhu (tata karma menjauhkan prasangka buruk); dan (4) Undha usuk atau

Unggah-ungguhing basa (tingkat tutur dalam berbahasa). Menurut Geetz (1967:1)

kesantunan berbahasa Jawa itu disebut dengan etiket tutur yang mengatur tentang

tindak laku berbahasa seseorang.Bagi masyarakat Jawa, etiket tutur adalah tata cara

merendahkan diri sendiri dengan sopan dan merupakan kelakuan yang benar yang

harus ditunjukkan kepada setiap orang yang sederajat atau yang lebih tinggi.

Sopan santun dalam berbahasa Jawa tersebut dapat dipelajari melalui

pembagian tingkat tutur dalam bahasa Jawa yang sering disebut dengan undha-usuk,

atau unggah-ungguhingbasa. Menurut Poedjosoedarmo (1979:13), tingkat tutur

bahasa Jawa menjadi tiga jenis saja, yaitu (1) krama, (2) madya, dan (3) ngoko.

Tingkat tutur ngoko, adalah tingkat tutur yang mencerminkan rasa tak berjarak,

penutur tidak memiliki rasa segan terhadap petutur. Tingkat tutur ngoko ini dipakai

untuk menjalin komunikasi keakraban, dan juga merupakan cerminan tingkat sosial

yang rendah (low status). Tingkat tutur madya adalah tingkat tutur menengah antara

krama dan ngoko. Pada tingkatan itu penutur bahasa Jawa menunjukkan rasa hormat

yang sedang-sedang saja kepada lawan tuturnya. Tingkat tutur madya ini

Page 29: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

215

mengambarkan status sosial menengah. Adapun tingkat tutur krama menurut

Errington (2005:95) adalah tingkat tutur yang memancarkan arti penuh sopan,

hormat, perasaan segan dan pakewuh antarpenutur, karena belum saling mengenal

atau karena lawan tuturnya adalah orang yang berpangkat, berstatus priyayi, atau

berstatus sosial tinggi (high status).

Menurut Adisumarto (dalam suharti: 2006152), ‘Unggah-ungguhing basa’

dalam berbahasa Jawa tidak hanya terbatas pada bentuk tuturan tetapi juga

menyangkut pada tindak tanduk atau perilaku berbahasanya. Dalam bahasa Jawa

disebut dengan ‘patrap’ dan ‘pocapan’. Ungah-unguh dalam berbahasa Jawa tidak

hanya menyangkut bentuk bahasanya tetapi juga mengingat pada tindak tanduknya

atau patrapnya, yaitu ‘tata pranataning basa miturut lungguhing tata

krama’.Sementara itu tata krama yaitu ‘unggah-ungguhing gunem tuwin tindak-

tandukipun’.

Penerapan unggah-ungguhdalam berbahasa jawa sebagai bentuk perwujudan

sopan santun di masyarakat Jawa yang terdiri dari pocapan dan pratap tersebut

adalah suatu tata cara atau aturan yang turun-temurun dan berkembang dalam suatu

budaya masyarakat, yang bermanfaat dalam pergaulan dengan orang lain agarterjalin

hubungan yang akrab, saling pengertian, hormat-menghormati menurut adat yang

telah ditentukan.

Penerapan unggah-ungguh dalam budaya Jawa itu bersifat vertikal, yang

muda harus menggunakan bentuk krama untuk menghormati orang tua atau yang

lebih tua atau yang dituakan. Sementara itu, yang lebih tua juga tidak boleh

sewenang-wenang terhadap yang lebih muda. Menurut Suharti (2006:154) hal itu

merupakan konsep keseimbangan dalam bahasa Jawa. Dijabarkan oleh Darusuprapta

(dalam Suharti, 2006:154), bahwa konsep keseimbangan dalam bahasa Jawa itu

meliputi duduga, prayoga, watara, dan reringa. Duduga adalah tingkah laku yang

mempertimbangakan masak-masak sebelum melangkah, prayoga

mempertimbangakan baik buruknya, watara memutuskan sesuatu dengan dipikir

masak-masak terlebihdahulu, dan reringa adalah hati-hati dala memutuskan sebelum

yakin betul keputusan itu diambil atau dilakukan.

Apabila disejajarkan dengan pilar-pilar karakter sebagaimana pendapat

pakar yang telah disampaikan sebelumnya, dapat dkatakan bahwa dalam tingkat tutur

bahasa Jawa atau ‘unggah-ungguhing basa’ terkandung nilai karakter kontrol diri

(self-control). Hal itu terlihat pada etika komunikasi yang dibenarkan dalam bahasa

Jawa yaitu ketika berkomunikasi dengan orang lain, harus dilakukan dengan penuh

rasa hormat (respect), meninggikan orang lain, dan merendahkan dirinya.

Maksudnya, bahwa orang Jawaharus selalu menempatkan orang lain sebagai orang

yg ‘berkedudukan’ lebih tinggi di atas dirinya, dan tidak meremehkan orang lain,

meskipun orang itu lebih rendah dari dirinya.

Sementara itu, nilai-nilai yang terkandung dalam tatanan ‘empan

papan’,‘duduga’, dan konsep keseimbangan meliputi ‘prayoga’, ‘watara’,

dan‘reringa’, mengajarkan bahwa penutur bahasa Jawa harus pandai menempatkan

diri dihadapan orang lain. Jika hendak membicarakan sesuatu, harus benar-benar

mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapinya, dan memperhatikan siapa

orang yang diajak bicara. Dalam menyampaikan ‘teks’ haruslah memperhatikan

kesesuaian dan kepatutannya dengan ‘konteks’. Selain itu juga harus tepat dalam

memilih bentuk bahasa Jawa yang akan digunakan berdasarkan siapakah mitra

Page 30: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

216

tuturnya, bagaimanakah tingkat usianya lebih tua atau lebih muda, bagaimanakah

statusnya apakah orang yang terhormat (pimpinan)atau biasa saja. Perlu juga

dipertimbangkan apakah penutur sudah merasa akrab secara sosial ataukah belum

dengan mitra tuturnya, dan juga dalam situasi formal, santai atau kekeluargaan.

Tatanan ‘empan papan’ dalam bahasa itu juga berkaitan dengan nilai-nilai

kesantunan berbahasa yang bersumber pada karakter mampu berempati (empathy),

dan memiliki rasa toleran (tolerant) terhadaporang lain. Toleransi berarti menghargai

kualitas orang lain, selalu terbuka terhadap keyakinan dan perspektif yang baru, dan

menghormati orang lain tanpa memperhatikan suku, ras, agama dan keyakinan, serta

jenis kelamin, penampilan, budaya, maupun kemampuannya.

Nilai-nilai moral yang tersimpan dalam budaya Jawa yang adiluhung itu,

memuat norma ’unggah-ungguh’dalam berbahasa. Dengan demikian, melalui

penggunaan bahasa Jawa yang baik seseorang dapat menunjukkan kesantunan

bahasanya melalui sikap ’sumanak, tanggap ing sasmito, andhap-asor, tepa selira,

ngajeni, dan nuju prana’ ketika berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, sebaya,

lebih muda, yang dihormati, atau yang sejajar maupun yang lebih rendah status

sosialnya. Dengan demikian ketika berbahasa Jawa seseorang dapat menampilkan

dirinya dalam citra yang lebih baik, simpatik, dan menarik bagi lawan tuturnya.

Unsur-unsur nilai moral yang terdapat dalam bahasa Jawa, sebagaimana

yang telah dipaparkan di atas,jika dipakai sebagai pedoman dalam bertindak maka

akan membangun dan menunjukkan karakter seseorang. Nilai-nilai tersebut telah

diwariskan oleh para pendahulu, yang merupakan penciri bangsa Indonesia sebagai

bangsa Timur yang memiliki prototipe: ramah, santun, suka bergotong royong, dan

menghormati orang lain.

Nilai-nilai karakter yang terdapat dalam bahasa Jawa itu perlu ditanamkan

kepada generasi muda (Jawa) agar mereka tidak tercerabut dari akar budayanya.

Dalam konteks ini, gayung telah bersambut. Pemerintah Indonesia, telah

mencanangkan pendidikan karakter yang terfokus dalam sembilan pilar karakter.

Dijelaskan oleh Megawangi (dalam Sauri, 2013:285) sembilan pilar karakter yang

sangat perlu ditanamkan atau diinternalisasikan kepada genersi muda, adalah (1)

cinta kepada Tuhan dan kebenaran, (2) bertanggung jawab dan disiplin, (3) amanah,

(4) hormat dan santun, (5) kasih sayang, peduli, dan kerja sama, (6) pecaya diri,

kreatif, dan pantang menyerah, (7) keadilan dan kepemimpinan, (8) baik dan rendah

hati, dan (9) toleran dan cinta damai. Dijabarkan lebih luas lagi oleh Hasan dkk.

(2010:8) menjadi delapan belas karakter yang perlu diinternalisasikan, meliputi (1)

religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (4) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri,

(8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air,

(12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar

membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab.

Konsep kesantunan dalam bahasa Jawa seperti yang telah diuraikan di atas,

diharapkan dapat membentuk karakter yang baik bagi masyarakat Jawa, yaitu

masyarakat Jawa yang ’njawani’ (Ratnaningsih 2010:279). Maksudnya, masyarakat

yang memiliki perilaku ’andhap asor’, ’lembah manah’, yang dapat menempatkan

dirinya dengan baik di hadapan orang lain melalui sikap ’bisa rumangsa’ bukan

’rumangsa bisa’. Hal itu sejalan dengan pendidikan karakter yang telah dicanangkan

oleh pemerintah. Jika dalam diri semua orang telah tertanam nilai-nilai moral yang

meliputi kesantunan dan sikap yang positif serta rasa hormat terhadap orang lain,

Page 31: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

217

maka diharapkan dapat tercipta interaksi yang sehat antarmanusia dalam lingkungan

masyarakatnya.

Pada akhirnya, dengan menerapkan nilai-nilai moral yang terdapat dalam

bahasa Jawa, maka perselisihan, salah paham, dan hal-hal negatif lainnya yang kini

marak terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat terhindarkan, sehingga tugas dan

kewajiban manusia sebagai makhluk individu dan sosial dapat terlaksana

sebagaimana seharusnya, dalam suasana kehidupan yang baik, dan penuh

kedamaian.

3. Upaya Pemertahanan Bahasa Jawa

Kondisi kehidupan bahasa Jawa dewasa ini mengkhawatirkan. Kuatnya

pengaruh bahasa Indonesia semakin mempertegas dominasi bahasa Indonesia

terhadap bahasa Jawa. Belum lagi ditunjang oleh kurangnya penghargaan

masyarakat (utamanya generasi muda) terhadap bahasa Jawa. Kondisi itu menjadi

pemicu terjadinya pergeseran bahasa Jawa menjadi bahasa yang lemah, dan ‘lengser’

dari kedudukannya. Menurut Fasold (1991:16), yang berpengaruh terhadap

‘lengsernya’ suatu bahasa adalah adanya kontak penutur dengan bahasa yang lebih

’kuat’, selain itu juga akibat adanya kontak penutur dengan kekuatan ekonomi atau

kebijakan pemerintah.

Dewasa ini, sangat dirasakan semakin rendahnya kemampuan generasi muda

(Jawa) dalam menggunakan bahasa daerahnya. Sikap generasi muda terhadap bahasa

Jawa juga mengarah pada sikap negatif. Menurut Garvin dan Mathiot (1968) terdapat

tiga ciri sikap positif terhadap bahasa yaitu: (1) kesetiaan bahasa (language loyalty)

yang mendorong masyarakat mempertahankan bahasanya dan mencegah adanya

pengaruh bahasa lain; (2) kebanggaan bahasa (language pride) yang mendorong

orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas

dan kesatuan masyarakat; (3) kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the

norm) yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun

sebagai faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap penggunaan bahasanya

(language use). Ketiga ciri sikap itu merupakan indikator adanya sikap positif

terhadap bahasa. Sebaliknya, sikap negatif terhadap bahasa itu akan terjadi apabila

penutur tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan mengalihkan

kebanggaannya kepada bahasa lain yang bukan miliknya.Melalui tiga indikator

sikappositif terhadap bahasa tersebut, dapat disampaikan bahwa dewasa ini,

masyarakat Jawa pada umumnya (utamanya generasi muda) memiliki kecenderungan

untuk tidak bersikap positif terhadap bahasa daerahnya (Nugrahani, 2014:5).

Kondisi melemahnya sikap positif masyarakat Jawa terhadap bahasa

daerahnya itu telah menunjukkan bahwa sesungguhnya posisi bahasa Jawakini mulai

terdesak dan tergeser oleh bahasa lain yang posisinya lebih kuat (yaitu Bahasa

Indonesia, dan mungkin juga bahasa asing). Apabila pergeseran bahasa ini terus

dibiarkan, maka dapat mengakibatkan posisi bahasa Jawa menjadi bahasa yang

lemah atau terdesak dan akhirnya bisa mati (language death).Oleh sebab itu, agar

semua itu tidak terjadi, upaya pemertahanan bahasa daerah (Jawa) perlu dilakukan.

Hal itu sesuai dengan pendapat Fasold (1991:213), bahwa pemertahanan bahasa itu

sudah merupakan ciri dari masyarakat dwibahasawan atau multibahasawan.

Sesungguhnya, status bahasa Jawa merupakan bagian dari inti budaya

masyarakat Jawa, yang tumbuh dan berkembang dari atau sebagai ciri hakiki para

Page 32: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

218

penuturnya. Oleh sebab itu perlu dijaga eksistensinya. Smolicz & Secombe (1985)

menyatakan bahwa apabila bahasa bukan merupakan nilai budaya inti sebuah

masyarakat, ia akan rentan terhadap penglepasan dan apabila ada upaya

pemertahanan, maka upaya itu tidak akan terlalu kuat menopang kekokohan daya

hidup bahasa itu. Di sisi lain, sikap para penutur terhadap bahasa itu juga

dikhawatirkan tidak akan terlalu kuat/positif.

Dalam konteks ini, jika memperhatikan teori yang disampaikan oleh

Smolicz & Secombe tersebut, maka masih terdapat celah bagi bahasa Jawa untuk

diselamatkan, mengingat bahasa Jawa adalah bagian dari budaya inti, sehingga

diharapkan sikap positif masyarakat pemiliknya masih dapat ditumbuhkan.

Sepanjang masyarakat Jawa masih ada, tentunya bahasa Jawa itu masih akanterus

ada dan dibutuhkan sebagai identitas masyarakatnya. Masalahnya adalah, bagaimana

agar generasi muda (Jawa) sebagai penerus bangsa itu menyadari akan pentingnya

fungsi bahasa daerah sebagai identitas, sekaligus simbol dari karakter bangsanya?

Mungkin masalah itu dapat diurai satu-persatu dari akarnya, dan dapat dicari solusi

dengan mempertimbangkan telah terjadinya pergeseran nilai nilai budaya, dan

percepatan perkembangan zaman yang diwarnai dengan pesatnya kemajuan

teknologi canggih. Berdasarkan kenyataan itu, beberapa alternatif solusi yang

diusulkan sebagai upaya pemertahanan bahasa Jawa dapat dilakukan melalui

berbagai langkah berikut.

a. Pemertahanan bahasa Jawa melalui pengguaannya dalam lingkungan

keluarga (Jawa).

Pembelajaran bahasa Jawa melalui lingkungan keluarga dapat dilakukan

dengan penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu. Ketika anak lahir maka

seharusnya bahasa Jawa yang pertama diperkenalkan kepada anak (bukan

bahasa Indonesia). Pada tahap selanjutnya, bahasa Jawa akan terus digunakan

sebagai bahasa pengantar dalam lingkungan keluarga dan masyarakat

sekitarnya. Dalam posisi ini peran orang tua sangat penting dalam

memberikan contoh dan bimbingannya kepada anak-anaknya.

b. Pemertahananbahasa Jawa melalui pembelajaran di Sekolah yang didukung

sepenuhnya oleh Kebijakan Pemerintah.

Mengenai pembelajaran bahasa Jawa di sekolah ini secara hukum sangat kuat

kedudukannya, setidaknya untuk Provinsi Jawa Tengah dan DIY sudah

ditetapkan dalam keputusan Gubernur bahkan sudah dikuatkan melalui

Peraturan daerah. Namun barangkali yang menjadi masalah adalah waktu

yang disediakan dalam kurikulum sangatlah sempit, yaitu antara satu sampai

dua jam perminggu. Dalam waktu yang sangat sempit itu, guru bahasa Jawa

sangat terbatas ruang geraknya dalam mendidik generasi muda untuk mahir

berbahasa Jawa. Lebih-lebih setelah diberlakukannya Kurikulum 2013 yang

meniadakan mata pelajaran bahasa daerah sebagai mata pelajaran yang

mandiri. Boleh jadi Kurikulum 2013 merupakan ‘bencana’ bagi usaha

pemertahanan bahasa daerah. Sekaligus merupakan tantangan bagi pakar dan

pemerhati budaya Jawa. Semoga rencana presiden terpilih (Jokowi-JK) yang

ingin melakukan revolusi mental melahirkan kebijakan yang mendukung

eksistensi budaya daerah dengan kearifan lokalnya, termasuk di dalamnya

Page 33: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

219

adalah pembelajaran bahasa Jawa di sekolah.

c. Pemertahananbahasa Jawa melalui media berbasis kompeter dan media

massa.

Telah dimaklumi bersama, jika dewasa ini media berbasis komputer dan

media massa telah memiliki peran yang penting dalam semua lini kehidupan.

Dalam hal ini media berbasis komputer seperti: HP, Laptop, dan Tap sudah

menjadi piranti wajib bagi semua orang. Sementara itu media massa cetak

seperti koran, majalah, jurnal, dan tabloit, juga telah menjadi konsumsi

sehari-hari masyarakat luas. Lebih-lebih lagi media massa elektronik seperti

radio, televisi, dan internet. Berbagai media itu sudah menjadi kebutuhan

wajib bagi kehidupan masyarakat modern di era global. Dengan

memperhatikan betapa sangat dekatnya media dengan masyarakat, maka

sudah waktunya dipikirkan cara untuk mengisi (content) media tersebut

dengan menggunakan bahasa Jawa. Apabila bahasa Jawa dapat tampil

sebagai bahasa pengantar dalam berbagai media, maka belajar bahasa Jawa

menjadi sebuah kebutuhan. Selain itu pandangan orang yang menganggap

bahwa bahasa Jawa itu ‘kuna’ dan ketinggalan zaman dapat terbantahkan.

d. PemertahananbahasaJawa melalui kesenian tradisi.

Pemberdayaan bahasa Jawa juga dapat dilakukan melalui jalur kesenian

tradisi yang menggunakan bahasa Jawa. Berbagai kesenian tradisi yang dapat

dimanfaatkan antara lain: pementasan kethoprak, wayang orang, wayang

kulit, ludruk, karawitan, reog, dan semacamnya. Sayangnya jenis-jenis

kesenian tradisional semacam ini cenderung kurang diminati oleh generasi

muda. Barangkali ada satu jenis kesenian yang cukup populer dan

memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pelestarian bahasa Jawa,

yaitu lagu ’campur sari’ yang dibawakan oleh Didi Kempot. Selain itu, tentu

masih perlu dikembangkan lagi jenis kesenian yang kiranya menarik minat

generasi muda sebagai sarana untuk mempelajari bahasa daerahnya.

C. Simpulan

1. Kehidupan modern di era global, dengan tatanan kehidupan yang bersifat

universal telah mendorong masyarakat Jawa untuk menggunakan bahasa

yang dipandang memiliki jangkauan lebih luas dalam pergaulan

antarbangsa. Secara terpaksa ataupun sukarelamasyarakat dituntut untuk

lebih mengutamakan bahasa lain (bahasa Indonesia dan asing) untuk

berkomunikasi dalam berbagai kepentingan di setiap lini kehidupan. Hal

itu menyebabkan terjadinya kompetisibahasa, yang dampaknya muncul

pergeseran bahasa, yaitu pergeseran posisi bahasa yang ‘lama’ diambil

alih oleh bahasa ‘baru’. Peristiwapergeseran bahasa(language

shift)ituditandai dengan lebih diterimanya bahasa Indonesiadan bahasa

asing sebagai bahasa baru, daripada bahasa daerah (Jawa) sebagai bahasa

yang ‘lama’. Perubahan peran dan fungsi bahasa Jawa yang diambil alih

bahasa Indonesia dan asing itu, terjadi seiring dengan perkembangan

zaman, dan sejarah perjalanan bangsa Indonesia selama ini.

Page 34: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

220

2. Dalam bahasa Jawa dapat digali nilai-nilai moral sebagai cermin karakter

bangsa. Berbagai nilai moral yang dapat dikembangkan untuk membentuk

karakter bangsa melalui bahasa Jawa itu, adalah prinsip kesantunan dalam

berbahasa. Nilai nilai kesantunan yang dimaksud antara lain adalah: (1)

Andhap asor atau anor raga (merendahkan diri terhadap orang lain); (2)

Empan papan (fleksibel menyesuaikan tempat); (3) Tata krama ngedohake

panyendhu (tata karma menjauhkan prasangka buruk); dan (4) Undha usuk

atau Unggah-ungguhing basa (tingkat tutur dalam berbahasa).Kesantunan

berbahasa Jawa itu disebut dengan etiket tutur yang mengatur tentang

tindak laku berbahasa seseorang. Bagi masyarakat Jawa, etiket tutur adalah

tata cara merendahkan diri sendiri dengan sopan dan merupakan kelakuan

yang benar yang harus ditunjukkan kepada setiap orang yang sederajat

atau yang lebih tinggi. Penerapan etiket tutur atau unggah-ungguh

basasebagai bentuk perwujudan sopan santun dalam masyarakat Jawa itu,

terdiri dari pocapan dan pratapyang merupakan tata cara atau aturan yang

turun-temurun dan berkembang dalam budaya masyarakat Jawa yang

bermanfaat dalam pergaulan dengan orang lain agarterjalin hubungan yang

akrab, saling pengertian, hormat-menghormati menurut adat yang telah

ditentukan. Unsur-unsur nilai moral yang terdapat dalam bahasa Jawa

tersebut, jika dipakai sebagai pedoman dalam bertindak maka akan

membangun dan menunjukkan karakter seseorang. Nilai-nilai tersebut

telah diwariskan oleh para pendahulu, yang merupakan penciri bangsa

Indonesia sebagai bangsa Timur yang memiliki prototipe: ramah, santun,

suka bergotong royong, dan menghormati orang lain. Dengan menerapkan

nilai-nilai moral yang terdapat dalam bahasa Jawa itu, maka perselisihan,

salah paham, dan hal-hal negatif lainnya yang kini marak terjadi dalam

kehidupan masyarakat dapat terhindarkan, sehingga tugas dan kewajiban

manusia sebagai makhluk individu dan sosial dapat terlaksana

sebagaimana seharusnya, dalam suasana kehidupan yang baik, dan penuh

kedamaian.

3. Kondisi kehidupan bahasa Jawa dewasa ini mengkhawatirkan, sebagai

akibat dari kuatnya dominasi bahasa Indonesia dan bahasa asing, serat

menurunnya penghargaan masyarakat Jawa (utamanya generasi muda)

terhadap bahasa daerahnya. Akibatnya, kondisi bahasa Jawa dewasa ini

semakin lemah dan terdesak (endangered language). Jika hal itu

dibiarkan, maka sangat dimungkiakan bila bahasa Jawa pada akhirnya

akan punah atau mati (language death). Oleh sebab itu, perlu upaya

pemertahanannya. Dalam makalah ini disampaikan beberapa alternatif

upaya pemertahanan bahasa Jawa melalui langkah-langkah berikut. (1)

Pemertahanan bahasaJawa melalui pengguaannya dalam lingkungan

keluarga (Jawa). (2) Pemertahananbahasa Jawa melalui pembelajaran di

Sekolah yang didukung sepenuhnya oleh Kebijakan Pemerintah.(3)

Pemertahanan bahasa Jawa melalui media berbasis kompeter dan media

massa. (4) Pemertahanan bahasaJawa melalui kesenian tradisi.

Page 35: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

221

Semoga niat baik untuk mempertahankan bahasa Jawa sebagai

identitas karakter bangsa dan sekaligus sebagai budaya kebanggaan bangsa

mendapat perhatian dan dukungan dari semua pihak, demi kejayaan bangsa

ini di mata dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Dwirahardjo., Maryono. 2003. “Pokok- pokok Pikiran tentang Sopan Santun

Berbahasa bagi Generasi Muda dalam Era Globalisasi”, dalam Jurnal

Linguistik Jawa. Vol 1 No. 02. UNS.

Fasold, Ralp. 1991. Sociolinguistics of Language. Oxford: Blackwell Publisher.

Nugrahani, Farida. 2013. “Menurunnya Kebanggaan Masyarakat terhadap Bahasa

Indonesia Sebagai Jatidiri Bangsa “. Dalam kumpulan makalah konggres

bahasa Indonesi X Sub Tema 3. (http/www/badanbahasa kemendikbud

go.id. Diakses 20 Agustus 2014).

Soepomo Poedjosoedarmo; Th. Kundjana; Gloria Soepama; Alip Suharso.1979.

Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ratnanigsih, Rina Iriani. 2010. ”Penggunaan Bahasa Jawa di Kalangan Generasi

Muda Kabupaten Karanganyar (Studi Evaluasi Kebijakan Bupati tentang

“Program RabuBerbahasa Jawa”)”. Disertasi Program Studi Linguistik

Program Pascasarjana UNS.

Edi Subroto, Maryono Dwirahardjo, Budhi Setiawan. 2007. “Model Pelestarian dan

Pengembangan Kemampuan Berbahasa Jawa Krama di Kalangan Generasi

Muda Wilayah Surakarta dan Sekitarnya”. Laporan Hasil Penelitian Hibah

Penelitian Tim Pascasarjana HPTP Tahun I Tahap I

Suharti. 2006. “Penerapan Unggah-Ungguh Berbahasa Jawa di Sekolah: Upaya

Pembinaan Perilaku Bangsa yang Tangguh” Proseding Konggres Bahasa

Jawa di Semarang, 10-14 september 2006.

Widyastuti, Sri Harti. 2006. “Pembelajaran Bahasa Jawa di Era Kesejagadan”.

Proseding Konggres Bahasa Jawa di Semarang, 10-14 september 2006.

Page 36: 26. MAKALAH FARIDA IKADBUDI JEMBERlppm.univetbantara.ac.id/data/materi/Prosiding IKADBUDI 2014.pdf · yang umumnya dioperasikan dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing

222

BIODATA

Dr. Farida Nugrahani, M.Hum. lahir di Boyolali 11 Juni

1964 adalah alumnus dariUniversitas Sebelas Maret

Surakarta. Lulus S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia (1988) dan S2 Program Studi Linguistik Minat

Utama Pengajaran Bahasa (2000); Pada tahun 2008, berhasil

meraih gelar Doktor dengan predikat Cumlaude, dari

Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Universitas

Sebelas maret Surakarta. Kariernya dimulai sebagai dosen

tetap yayasan di Universitas Muhammdiyah Surakarta

(1989-1993). Pernah menjadi guru (PNS) di SMA Negeri 8

Surakarta (1995-2000). Sejak tahun 2001 tercatat sebagai

dosen Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah, Dpk di

Universitas Widya Dharma Klaten (2001-2003), dan kini

Dpk di Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

(2003- sekarang). Selain mengajar di PBSD dan PBSI

program S1, Ia juga dipercaya sebagai Ketua Program Studi

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia (S2) di Universitas

Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Di Universitas Sahid

Surakarta (USS), Universitas Batik Surakarta (Uniba),

STIBA IEC, dan STAIN Surakarta, dipercaya mengampu

mata kuliah Penulisan Karya Ilmiah dan Metodologi

Penelitian. Buku yang telah dihasilkan antara lain:Metodologi Penelitian Kualitatif: Teori

dan Aplikasi (UNS Press, 2010). Metode Penyusunan Karangan Ilmiah Panduan bagi

Mahasiswa, Ilmuwan, dan Eksekutif. (Pilar Media, 2010). Apresiasi Sastra (Pilar Media

2008); Metode Penelitian Sastra (Pilar Media, 2007). Selain menulis buku, penulis aktif

menjadi pembicara dalam pertemuan ilmiah, dan makalahnya banyak diterbitkan melalui

proseding seminar ilmiah nasional dan internasional yang diselenggarakan oleh organisasi

profesi Himpunan Sarjana Kesusasteraan Indonesia (HISKI), Ikatan Dosen Budaya Daerah

Indonesia (IKADBUDI), dan Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra (PIBSI). Banyak pula

tulisannya yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah, seperti Kajian Bahasa Sastra dan

Pengajarannya (UMS), Varidika (UMS), Akademika (UMS), Stilistika (Pascasarjana

Univet), Varia Pendidikan (UNS), dan Litera (UNY), dan sebagainya. Selain mengajar dan

menulis, Ia juga aktif sebagai asesor sertifikasi guru rayon 41 UMS, ketua redaksi jurnal

Stilistika (Pascasarjana Univet), dan Sekretaris umum Ikatan Alumni Pascasarjana UNS.

Dalam berorganisasi, penulis dipercaya sebagai pengurus pusat IKADBUDI dan HISKI,

sekaligus sebagai Ketua HISKI untuk Komisariat Kabupaten Sukoharjo.