250008513 Case Penurunan Kesadaran Ec Stroke Hemoragik

download 250008513 Case Penurunan Kesadaran Ec Stroke Hemoragik

of 54

description

case

Transcript of 250008513 Case Penurunan Kesadaran Ec Stroke Hemoragik

PRESENTASI KASUSPENURUNAN KESADARAN PADA STROKE HEMORAGIK

Pembimbing :Dr Dini Andriani, SpS

Disusun oleh :AISYA FATHANAH BINTI BAHARI (11-2010-191)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAFRUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHAFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAPERIODE 09 APRIL 2012 12 MEI 2012

STATUS ILMU PENYAKIT SARAFKEPANITERAAN KLINIK FK UKRIDASMF ILMU PENYAKIT SARAFRS BHAKTI YUDHA

Tanda tanganNama: Aisya Fathanah binti BahariNIM: 11-2010-191Dr. Pembimbing : dr. Dini Andriani, SpS

I. IDENTITAS PASIENNama : Tn. KUmur: 59 tahunJenis kelamin: LelakiStatus perkawinan: Sudah menikahPendidikan: Tamat SMAPekerjaan: BersaraAlamat: Jalan Wadas RayaNo.CM: 11-04-12Dirawat di ruang: ICUTanggal masuk : 10 April 2012

II. SUBJEKTIF Alloanamnesis (anak) pada tanggal 11 April 2012 jam 1300 WIBKeluhan utamaPasien mengalami penurunan kesadaran 4 jam sebelum masuk ke rumah sakit

Keluhan tambahanKejang 2 jam SMRSRiwayat penyakit sekarangPasien seorang laki-laki, berusia 59 tahun, datang ke UGD RSBY dibawa oleh keluarganya dalam keadaan kejang dan tidak sadar sejak kurang lebih empat jam sebelum masuk rumah sakit 4 jam SMRS, pada saat kejadian penurunan kesadaran, pasien sedang duduk di masjid dan mengaji. Pasien duduk bersama saudaranya. Oleh saudara pasien mengatakan tangan pasien sempat gemetaran sewaktu sedang mencoba untuk mengangkat gelas aqua. Pasien beberapa kali mencoba mengangkat gelas aqua tetapi berulang terjatuh sehingga saudaranya mengambil gelas aqua dan memberikannya kepada pasien. Saudara pasien mengatakan bahwa pasien kelihatan sangat mengantuk dan duduk bersandar pada dinding. Oleh saudara pasien dicoba untuk membangunkan tetapi sulit. Pasien kadang membuka matanya namun tidak lama kemudian tidur lagi. Pasien dibawa pulang oleh saudara dan orang masjid. Saat pulang, pasien sempat sadar dan mengatakan agar tidak ketinggalan seliparnya. Sewaktu tiba dirumah, pasien sudah susah untuk dibangunkan dan tidak memberi respon saat dipanggil. 2 jam SMRS, pasien mendadak kejang saat sedang tiduran di rumah. Kejang hanya terjadi pada sebelah kanan, dengan gerakan kelojotan. Sebelah kiri pasien tidak bergerak. Pasien tidak sadar, matanya mendelik ke atas dan pasien sempat ngompol. Pasien kejang sebanyak 5 kali dengan pola yang sama. Kejang dikatakan seperti berlangsung terus dan hanya berhenti sebentar sebelum kejang timbul lagi. Pasien tidak sadar di antara kejadian kejang. Saat sedang kejang, pasien sempat muntah sebanyak dua kali. Muntah berisi makanan yang dimakan, tidak berdarah. Muntah sebanyak gelas aqua dan bersifat menyembur. Pasien tidak ada mengeluh sakit kepala sebelum kejadian ini. Pasien tidak mengeluh panas sebelumnya. Riwayat penyakit keluargaTidak ada Riwayat penyakit dahuluPada tahun 2008 pasien pernah menderita stroke. Saat kejadian pasien mengalami gangguan lengan dan kaki sebelah kanan serta bicara pelo. Sewaktu kejadian, pasien mengalami kesukaran untuk menggerakan tangan dan kaki, tidak mampu berjalan sendiri. Setelah pengobatan pasien dikatakan sudah membaik sejak kejadian pertama tersebut. Pasien sudah bisa berjalan dan mampu beraktivitas seperti biasa. Walaupun begitu, pasien bicara sedikit pelo dan kadang kadang tidak menyambung. Daya ingat pasien agak lemah. Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus. Pasien minum obat secara teratur tetapi susah untuk mengatur makannya. Riwayat sosial, ekonomi, pribadiKesan : BaikIII. OBJEKTIF1. Status Generalis Kesadaran: Somnolen Glasgow coma scale: E2 M4 V2 Tekanan darah: 240/150 mmHg Nadi: 88 kali/menit Pernapasan: 32 kali/menit Suhu: 38,8 oC Kepala: Normosefali Leher: Tak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba pembesaran KGB leher Jantung: BJ I II regular, murmur (-), gallop (-) Paru: SN Vesikuler, rhonki - / -, wheezing - / - Perut : Supel, BU (+) normal, NT abdomen (-), tidak teraba pembesaran hepar dan lien

2. Status Psikikus Cara berpikir: Tidak dapat dinilai Perasaan hati: Tidak dapat dinilai Tingkah laku: Tidak dapat dinilai Ingatan: Tidak dapat dinilai Kecerdasan: Tidak dapat dinilai

3. Status NeurologikusA. Kepala Bentuk: Normosefali Nyeri tekan: Tidak ada Simetris: Tampak simetris Pulsasi: Tidak ada

B. Leher Sikap : Simetris Pergerakan: BebasC. Tanda rangsang meningeal Kaku kuduk: Negatif Brudzinksi : Negatif Kernig: Negatif Lasegue: Negatif D. Pemeriksaan saraf cranial N. I : Tidak dilakukan

N. II KananKiriTajam penglihatan Tidak dilakukanPengenalan warna Tidak dilakukanLapang pandang Tidak dilakukanFundus okuli Tidak dilakukan

N. III Kanan KiriSela mataPtosis -Gerak bulbus - + kecuali medialStrabismus Tidak dilakukanNystagmus Tidak dilakukanExophtalmus Tidak dilakukanPupil Besar5 mm4mmBentukBulatBulatRefleks cahayaPositifPositifRefleks konversi Tidak dilakukanRefleks konsensual Tidak dilakukanDiplopia Tidak dilakukan

N. IVKananKiriPergerakan mataMelihat kembar Tidak dilakukan

N. VKananKiriRefleks kornea++

N. VIKanan KiriPergerakan mata - +ke lateralMelihat kembar Tidak dilakukan

N. VIIKanan KiriMengerutkan dahi Tidak dilakukanMenutup mata Tidak dilakukanMemperlihatkan gigi Tidak dilakukanBersiul Tidak dilakukan

N. VIIIKananKiriSuara berbisik Tidak dilakukanTes Weber Tidak dilakukanTes Rinne Tidak dilakukan

N. IX: Tersedak saat disuction positif

N. X: Tersedak saat disuction positif

N. XIKananKiriMengangkat bahu Tidak dilakukanMemalingkan kepala Tidak dilakukan

N. XIIKananKiriPergerakan lidah Tidak dilakukanTremor lidah Tidak dilakukanArtikulasi Tidak dilakukan

E. Badan dan anggota gerakA. Badan Motorik Respirasi: Takipnea Duduk: Tidak dapat dinilai Bentuk kolumna vertebralis: Tidak dapat dinilai Pergerakan kolumna vertebralis: Tidak dapat dinilai

Sensibilitas Taktil : Tidak dilakukan Nyeri: Respons terhadap nyeri positif Thermi: Tidak dilakukan Diskriminasi: Tidak dilakukan Lokalisasi: Tidak dilakukan

Refleks Refleks kulit perut atas: Tidak dilakukan Refleks kulit perut bawah: Tidak dilakukan Refleks kulit perut tengah: Tidak dilakukan Refleks kremaster: Tidak dilakukan

B. Anggota Gerak Atas MotorikKananKiri PergerakanPergerakan minimalKesan parese Kekuatan2222- TonusNormotonusNormotonus AtrofiEutrofikEutrofik

Sensibilitas TaktilTidak dilakukan NyeriTidak dilakukan ThermiTidak dilakukan DiskriminasiTidak dilakukan LokalisTidak dilakukan

Refleks Biceps+++++ Triceps+++++ RadiusTidak dilakukan UlnaTidak dilakukan Tromner-HoffmanTidak dilakukan

C. Anggota Gerak Bawah MotorikKananKiri PergerakanPergerakan minimalKesan parese Kekuatan2222- TonusNormotonusNormotonus AtrofiEutrofikEutrofik

Sensibilitas TaktilTidak dilakukan NyeriTidak dilakukan ThermiTidak dilakukan DiskriminasiTidak dilakukan LokalisTidak dilakukan Refleks Patella+++++ Achilles+++++ Babinsky++ Chaddock-- Schaefer-- Oppenheim-- Klonus pahaTidak dilakukanE. Koordinasi, Gait dan Keseimbangan Cara berjalan : Tidak dilakukan Tes Romberg : Tidak dilakukan Disdiadokokinesia : Tidak dilakukan Ataksia : Tidak dilakukan Rebound phenomenon: Tidak dilakukan Dismetria : Tidak dilakukan F. Gerakan abnormal Tremor: Tidak ada Miokloni: Tidak ada Khorea: Tidak adaG. Alat vegetative Miksi: Normal (Dipasang catheter) Defekasi: Normal Ereksi: Tidak dinilai IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan laboratorium10 April 2012. Jam 23.56 WIBDarah lengkapHb: 16.9Leukosit: 27,01Trombosit: 332Hematokrit: 47MCV: 84,9 MCH: 30,3MCHC: 35,7LED: 45Diff. count: 0 / 1/ 1/ 90/ 4/ 4GDS: 126 mg/dLSGOT: 60 u/LSGPT: 36 u/L

AGD + ElektrolitHb: 16.9pH: 7,498PCO2: 24.4PO2: 133.8tCO2: 18.9HCO3: 18.2BEecf: -4.2SO2 (c): 98.8%

Pemeriksaan laboratorium 11 April 2012. Jam 12.24 AM

AGD + ElektrolitNatrium: 146Kalium: 3.92Klorida : 107

Hasil Pemeriksaan Foto Thorax dan CT-Scan Kepala 10 April 2012CT-Scan Kepala Polos

Hasil : MSCT Cerebral Cranium Potongan axial (tanpa kontras)Reformat sagital/coronal dengan hasil sbb : Gyrus, sulci, baik. Sistem ventrikel tampak melebar Tampak midline shifting ke sinistra Substansia alba dan grisea dalam batas normal Tampak lesi hyperdens ( HU: 70 65) di fossa medius/posterior dan ganglia basalis. Mengisi ventrikel lateralis dekstra dan sinistra (supratentorial) Tak tampak EDH/SDH Terukur kira kira jumlah darah : 205 ccKesan :Sesuai gambaran ICH di fossa media dan posterior dan ganglia basalis dekstra (205 cc) dengan gambaran hidrosefalus.Tak tampak kelainan jaringan cerebellum saat ini.Foto toraks

Hasil : X FOTO THORAX AP : Cor: Tampak membesar, elongasi arcus aortae, LVHPulmones: Hila tak tampak melebar, tak tampak kesuraman di perihiler dan paracardial. Corakan bronkovaskular tak meningkat.Diafragma/Sinus : Tidak tampak kelainan

Kesan :Cor : Tampak cardiomegali, elongasio arcus aorta, LVHPulmones : aspek tenangNB : Klinis ada H.H.D?

V. RINGKASAN Subjektif: Pasien seorang laki laki, berusia 59 tahun datang ke UGD RSBY dengan penurunan kesadaran dan kejang sejak + 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat kejadian pasien sedang mengaji di masjid. Penurunan kesadaran didahului dengan tangan gemetaran. Pasien sulit untuk dibangunkan. 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien sempat kejang sebanyak 5 kali. Saat kejang, hanya bagian kanan tubuh yang bergerak, seperti kelojotan, mata mendelik ke atas dan pasien tidak sadar antara kejadian kejang, pasien ngompol. Pasien sempat muntah 2 kali saat kejang, muntah berisi makanan yang dimakan, tidak ada darah, muntah kurang lebih gelas aqua dan menyembur. Riwayat demam, sakit kepala disangkal. Riwayat stroke pada tahun 2008. Riwayat hipertensi dan diabetes positif.

Objektif:Pasien dengan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran somnolen dengan GCS = 8, E2 M4 V2. TD : 240/150 mmHg, N : 88 x/menit, RR : 34 x/menit, Suhu : 38,8oC. Pada pemeriksaan neurologikus didapatkan tanda rangsang meningeal (-), kesan parese N.III kanan total, N.VI kanan dan N.III kiri parsial serabut medial. Motorik kesan hemiparese dupleks. Rangsang nyeri positif. Refleks ektremitas kanan atas dan bawah hiperrefleks, dengan reflex patologis Babinksi (+). Pemeriksaan penunjang:Leukosit : 27,01 CT-Scan Kepala Polos : Kesan Sesuai gambaran ICH di fossa media dan posterior dan ganglia basalis dekstra (205 cc) dengan gambaran hidrosefalus.Tak tampak kelainan jaringan cerebellum saat ini.

Foto toraks : Kesan Cor tampak kardiomegali dan elongasio arcus aortae. Pulmo aspek tenang.

Berdasarkan Siriraj Stroke Scale seperti berikut ;Stroke = (2 x penurunan kesadaran) + (2 x sakit kepala) + (2 x muntah) + (0.1 x diastole) (3 x ateroma) 12= (2 x 2) + (2 x 1) + (2 x 2) + (0.1 x 150) (3 x 1) 12= 10Hasil >1, maka stroke adalah stroke hemoragik.

VI. DIAGNOSIS Diagnosa Klinik: Penurunan kesadaran Kejang Hipertensi Hemiparese sinistra Parese N.III kiri total, N.VI kiri dan N.III kanan parsial Peningkatan suhu tubuh karena proses sentral Kardiomegali Hidrosefalus Diagnosia Topik: Perdarahan pada korteks dekstra Diagnosa Etiologik: Vaskular Diagnosa Patologik: Perdarahan

VII. TATALAKSANAPerawatan penderita.1. Kulit. Perawatan posisi diganti ganti untuk mencegah dekubitus.2. Anggota gerak. Dilakukan fisioterapi secara pasif, latihan dan pergerakan sendi untuk mengelakkan terjadinya kontraktur. Anggota dalam posisi netral.3. Monitoring. Pasien dipasang monitor untuk memastikan observasi keadaan umum pasien dapat dilakukan semaksimal mungkin.4. Traktus respiratorius. Pasien dipasang ventilator untuk memastikan patensi jalan napas dan pasien mendapatkan ventilasi yang cukup.

Nonmedikamentosa.FisioterapiAnjuran kraniotomi dekompresi dan pemasangan V/P Shunt untuk menurunkan tekanan intracranial.Medikamentosa NGT DC O2 2 liter IVFD RL + metamizole 1 amp/ 12 jam NaCl 0.9% + fenitoin / 8 jam Mannitol 250 cc drip laju dihabiskan dalam 35 menit dilanjutkan dengan 4 x 125 cc drip laju dihabiskan dalam 35 menit, tiap kali pemberian Injeksi ceftriaxone 1 x 2 gram Citicholine 2 x 1000 mg Furosemide 1 x 1 amp Vitamin B1, B2 dan B12 1 x 1 amp Nicardipine 0.5 mg dalam syringe pump

VIII. PROGNOSISAd vitam: MalamAd fungsionam: MalamAd sanationam: Malam

TINJAUAN PUSTAKAPENURUNAN KESADARAN PADA STROKE HEMORAGIKPada tinjauan pustaka ini akan dibahas tentang dua topik yaitu penurunan kesadaran dan stroke. Diharapkan dengan pembahasan dua topik di atas, kita dapat lebih memahami tentang kesedaran dan stroke serta kaitannya pada beberapa keadaan klinis.

PENURUNAN KESADARANPenurunan kesadaran merupakan suatu keadaan gawat darurat yang sering ditemui di Unit Gawat Darurat dan praktek seharian di mana pada kasus tersebut adalah penting untuk menentukan penyebab dari penurunan kesadaran dan arah perkembangan penyakit untuk melindungi otak dari kerusakan yang lanjut atau kerusakan yang irreversibel. Penyebab dari penurunan kesadaran adalah luas sehingga pemeriksa harus bisa melakukan anamnesis dan pemeriksaan yang tepat agar dapat menentukan secara pasti penyebab terjadinya penurunan kesadaran. Sebelum di bahas dengan lebih lanjut adalah penting untuk kita memahami definisi dari kesadaran dan penurunan kesadaran.1- 2 DefinisiSebagai definisi kesadaran, seseorang disebut sadar apabila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Kesadaran terhadap diri dan lingkungannya membawa maksud bahwa seseorang sadar akan perasaannya, reaksi, impuls yang dirasakan, kehendaknya dan tindakan yang diambil oleh dirinya sendiri sebagai akibat dari fungsi kognitif serta kaitan dengan kenangan dan pengalaman lampau. Maka secara mudahnya, definisi kesadaran harus ditambah menjadi sadar terhadap diri dan lingkungan serta kemampuannya memberi respon terhadap stimulasi eksternal dan keperluannya. Dari definisi kesadaran yang telah dinyatakan diatas, maka dapat ditarik definisi penurunan kesadaran yaitu; suatu keadaan dimana seseorang itu tidak sadar akan dirinya dan lingkungannya atau terganggunya fungsi mental yang menyebabkan seseorang itu sadar akan dirinya dan lingkungannya yang disertai dengan penurunan respon terhadap stimulus eksternal.1 Selain itu, penurunan kesadaran atau koma dapat juga didefinisikan sebagai suatu kegawatan neurologi yang menjadi petunjuk akan kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common pathway dari gagal organ seperti gagal jantung, gagal nafas dan akhirnya akan berakibat kepada kematian. Oleh karena itu, apabila terjadinya penurunan kesadaran, maka dapat dijadikan petanda bahwa telah terjadinya suatu proses disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh.

Tahapan Penurunan KesadaranPenurunan kesadaran dapat dibagikan kepada beberapa tahapan secara sederhana yaitu kesadaran normal (kompos mentis), somnolen, spoor, koma-ringan dan koma. SomnolenPasien berada dalam keadaan mengantuk. Biasanya kesadaran masih dapat pulih penuh bila pasien diberikan rangsangan. Tingkat kesadaran somnolen ditandai dengan mudahnya pasien dibangunkan kembali, pasien masih mampu memberikan respon verbal yang sesuai dan pada rangsangan nyeri, pasien akan menangkis. Somnolen juga disebut letargi atau obtundasi. Sopor (Stupor)Pasien berada dalam keadaan mengantuk yang dalam. Pada keadaan ini, pasien masih dapat dibangunkan namun memerlukan rangsangan yang lebih kuat dan kesadarannya akan segera menurun kembali setelah rangsangan dihentikan. Pasien masih dapat mengikuti arahan arahan yang singkat dan masih terlihat pergerakan spontan pada pasien. Dengan rangsang nyeri pasien tidak dapat dibangunkan dengan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawapan verbal dari penderita. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik. Koma ringan (semi-koma)Pada keadaan ini, pasien tidak memberikan respon terhadap rangsang verbal. Reflek pasien masih baik. Gerakan terutama timbul jika pasien diberikan rangsang nyeri walaupun respon terhadap rangsang nyeri tampak tidak terorganisasi dan primitif. Pada keadaan ini, pasien sama sekali tidak dapat dibangunkan. Koma (dalam atau komplit)Pasien sudah tidak menunjukkan gerakan spontan. Tidak terdapat jawapan dari rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

Walaupun sudah dibagikan tahapan penurunan kesadaran seperti diatas, haruslah diingat bahwa pembagian dilakukan berdasarkan pengertian klinis dan batas antara satu tahapan ke tahapan lain tidak tegas sehingga seorang pasien dapat dinyatakan berada dalam keadaan sporo-koma, atau somnolen-sopor.

Pada penurunan kesadaran didapati suatu keadaan yang dikenali sebagai delirium. Penderita dengan delirium menunjukkan penurunan kesadaran yang disertai dengan peningkatan dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien tampak gaduh-gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktivitas motorik pasien meningkat dan meronta-ronta. 1-2

Neuro-Anatomi dan Neuro-fisiologi Kesadaran

Jaras kesadaran pertama sekali dikenalpasti pada tahun 1930-an dan 1940-an pada eksperimen yang dijalankan oleh Bremer dan eksperimen yang dijalankan oleh Magoun dan Moruzzi. Bremer menemukan bahwa stimulasi sensorik yang berterusan dari daerah trigeminal dan sumber otak lainnya diperlukan untuk mengekalkan keadaan sadar. Morrison dan Dempsey kemudian mendemonstrasikan bahwa terdapatnya projeksi nonspesifik dari talamus kepada semua regio kortikal, yang tidak terkait dengan nucleus sensorik yang spesifik. Magoun dan Moruzzi memperbaiki lagi konsep ini dengan membuktikan bahwa stimulasi listrik pada daerah tegmentum medial pada otak tengah dan daerah berdekatan dengannya dapat menyebabkan hewan yang tadinya dibawah pengaruh bius ringan dapat sadar kembali secara tiba-tiba berserta rekaman EEGnya menunjukkan perubahan yang sesuai dengan perubahan tingkat kesadaran tersebut. Daerah dimana stimulasi listrik menyebabkan timbulnya kesadaran terdiri dari beberapa inti neuron yang kemudiannya dikenali sebagai sistem retikular. Sistem retikular mendapat innervasi yang luas dari akson-akson sistem sensorik yang asendens sehingga boleh dikatakan bahwa daerah ini berada tetap pada keadaan aktif tonik karena terdapatnya stimulasi dari sistem sensorik yang naik. Oleh karena daerah ini, terutama pada bagian medial thalamus, didapatkan proyeksi yang meluas ke korteks hemisfer maka timbul konsep sistem aktivasi retikular (RAS) yang berkerja mengekalkan keadaan sadar. Jika terjadi inaktivasi RAS akan menyebabkan penurunan kesadaran. Maka, dikenali ARAS atau Ascending Reticular Activation System. Batas anatomi dari RAS batang otak bagian atas tidak jelas. Sistem ini tersebar meluas melalui daerah paramedian pons atas dan tegmentum otak tengah. Pada daerah setinggi thalamus, jaras juga termasuk paramedian posterior, parafasikular, dan bagian medial dari centormedian serta nucleus intralaminar bersebelahan dengannya. Pada batang otak, nukleus dari sistem retikular mendapat kolateral dari traktus spinothalamikus dan jaras trigeminal-talamus yang kemudian menyebar ke seluruh korteks serebri, tidak hanya kepada korteks sensorik di lobus parietal. Maka, dapat dilihat bahwa, rangsangan sensorik tidak hanya membawa informasi dari struktur somatik dan lingkungan tetapi malah, juga mengaktivasi bagian otak yang berperan pada kesadaran. Korteks serebri tidak hanya menerima impuls dari ARAS tetapi turut memodulasi informasi yang masuk dari projeksi sistem retikular. Neurotransmitter yang berperan pada ARAS antara lain adalah neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA). 1

Gambar 1.0 Ascending Reticular Activation System (ARAS)

Pemeriksaan Penurunan KesadaranSecara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Secara kualitatif, kesadaran dinilai dengan melihat gambaran klinis dari pasien. GCS memperhatikan tanggapan (respons) penderita terhadap rangsangan dan member nilai terhadap respon tersebut. Pada pemeriksaan GCS, yang dinilai pada pasien dengan penurunan kesadaran adalah tiga aspek yaitu aspek Penglihatan/Mata (E), pemeriksaan Motorik (M), dan respons Verbal (V). Pemeriksaan GCS mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15. 1 - 3a. Membuka mata Spontan Terhadap bicara (mengarahkan pasien membuka mata) Dengan rangsang nyeri Tidak ada reaksiNilai43

21

b. Respons verbal Baik dan tidak disorientasi Kacau Tidak tepat (kata-kata tidak berupa kalimat) Mengerang (tidak ada kata-kata) Tidak ada jawapan543

21

c. Respons motorik Menurut perintah Mengetahui lokasi nyeri Reaksi menghindar Reaksi fleksi (dekortikasi) Reaksi ekstensi (deserebrasi) Tidak ada reaksi654321

Tabel 1.0 Skala Koma Glasgow

Pemeriksan fisikPada setiap pasien yang dating dengan penurunan kesadaran, haruslah dilakukan pemeriksaan yang sistematis untuk mencari penyebab dari penurunan kesadaran yang dialami. Dengan melakukan pemeriksaan secara sistematis dan tepat, pemeriksa dapat menghemat waktu dan biaya karena tidak dilakukan pemeriksaan yang sebetulnya tidak diperlukan. Pemeriksaan pada pasien dengan penurunan kesadaran harus mencakup: anamnesis, pemeriksaan umum, neurologis dan laboratorium. AnamnesisPada pasien dengan penurunan kesadaran, biasanya anamnesis didapatkan dengan allo-anamnesis. Perkara yang paling penting dicari pada anamnesis adalah jangka waktu terjadinya penurunan kesadaran, kapan terjadinya dan apakah terjadi secara mendadak atau bertahap tahap. Ditanyakan juga perkembangan penyakit pasien dari sejak sebelum timbulnya penurunan kesadaran sehinggalah sampai terjadinya penurunan kesadaran dan apakah terdapatnya perubahan atau perkembangan pada penyakit pasien setelah terjadinya penurunan kesadaran. Antara soalan yang dapat ditanyakan adalah; Riwayat trauma kepala Gangguan konvulsif (kejang), riwayat epilepsy Diabetes mellitus, pengobatan hipoglikemia, insulin Penyakit ginjal, hati, jantung atau paru Perubahan suasana hati pasien (mood), tingkah laku, pikiran, depresi Penggunaan obat-obat atau penyalahgunaan zat Riwayat alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik Gejala kelumpuhan, demensia atau gangguan fungsi luhur Penyakit terdahulu yang berat serta perawatan di rumah sakit sebelumnyaPemeriksaan umumPemeriksaan umum harus mencakup; Gejala vital. Periksalah jalan napas pasien, keadaan respiarasi dan sirkulasi. Pastikan bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat bernafas. Kulit. Diperhatikan apakah adanya tanda-tanda trauma, stigmata penyakit hati, bekas suntikan, kulit basah karena keringatan (misalnya pada hipoglikema, syok), kulit kering (seperti pada koma diabetik), perdarahan (misalnya, demam berdarah, DIC). Kepala. Diperhatikan apakah terdapatnya tanda tanda trauma, hematoma di kulit kepala, hematoma di sekitar mata, perdarahan di liang telinga dan hidung. Pemeriksaan toraks, jantung, paru, abdomen dan ekstremitasPemeriksaan neurologisPada tiap pasien yang dating dengan penurunan kesadaran atau koma, harus dilakukan pemeriksaan neurologis. Dengan pemeriksaan neurologis yang baik, diharapkan dapat mengungkap penyebab dari penuruan kesadaran. Pemeriksaan paling pertama dan paling mudah dapat dilakukan adalah inspeksi. Dilihat keadaan sikap penderita sewaktu berbaring, apakah tenang dan santai, yang menandakan bahwa penurunan kesadaran tidak dalam. Adanya gerak menguap atau menelan merupakan tanda bahwa penurunan kesadaran tidak dalam. Kelopak mata yang terbuka dan rahang yang kelihatan menggantung merupakan tanda kepada penurunan kesadaran yang dalam. Pemeriksa haruslah sentiasa ingat bahwa tidak ada batasan yang tegas antara tingkat-tingkat kesadaran. Secara umum dapat dikatakan bahwa jika kuat rangsangan yang diperlukan untuk membangkitkan respons dari pasien itu adalah lebih tinggi, maka pasien berada dalam keadaan penurunan kesadaran yang lebih dalam.2 Pada pemeriksaan neurologis pasien dengan penurunan kesadaran dapat dilakukan pemeriksaan terhadap;3 Respirasi. Diperhatikan pola pernafasan pasien. Hal ini dapat membantu dalam menentukan letak tingginya lesi dan kadang-kadang dapat membantu dalam menentukan jenis gangguan. Cheyne-Stokes. Pada pola pernafasan Cheyne-Stokes penderita bernafas semakin lama semakin dalam dan kemudian mendangkal, diikuti dengan fase apneu. Pola pernfasan ini dapat ditemui pada disfungsi hemisfer bilateral, sedangkan batang otak masih baik. Pola pernafasan ini juga merupakan tanda dari gangguan metabolic dan gagal jantung. Hal ini dapat merupakan gejala pertama pada herniasi transtentorial. Hiperventilasi-Neurogen-Sentral. Pola pernafasan yang cepat dan dalam dengan frekuensi kira-kira 25 kali per menit. Pada keadaan ini, lesi biasanya berada pada tinggi tegmentum otak, antara mesensefalon dan pons. Pada pemeriksaan, didapatkan ambang respirasi rendah, pemeriksaan darah menunjukkan alkalosis respiratorik, PCO2 arterial rendah, pH meningkat dan tedapat hipoksia ringan. Pemberian oksigen tidak mengubah pola nafas. Pola pernafasan ini sering didapatkan pada infark mesensefalon-pontin, anoksia, atau hipoglikemia yang melibatkan daerah ini dan pada kompresi mesensefalon karena herniasi tentorial. Apneustik. Pola pernafasan apnestik ditandai dengan inspirasi yang memanjang diikuti oleh apne pada saat ekspirasi dengan frekuensi 1 1 per menit. Pernafasan kluster. Atau cluster breathing ditandai dengan respirasi yang berkelompok diikuti oleh apne. Keadaan ini didapatkan apabila terjadinya kerusakan setinggi pons.Ataksik (ireguler). Pola pernafasan yang tidak teratur baik dalam maupun iramanya. Kerusakan biasanya setinggi medulla oblongata dan merupakan keadaan preterminal. Kerusakan yang luas pada batang otak jarang memberikan pola pernafasan yang normal.

Gambar 2.0 Pola pernafasan abnormal pada penurunan kesadaran dan letak tinggi lesi.

Pupil mata.Diperhatikan keadaan pupil, bagaimana ukurannya: normal, midriasis atau miosis, apakah sama besar. Stimulasi saraf simpatik mengakibatkan midriasis,sedangkan stimulasi parasimpatik menyebabkan miosis. Obat yang menyebabkan miosis ialah stimulator parasimpatik (contoh: bromide, reserpin, karpin, nikotin) atau inhibitor simpatik (contoh: kokain, efedrin, adrenalin). Pupul yang masih beraskis menandakan bahwa mesensefalon belum rusak. Pada penderita koma dengan reaksi kornea dan gerak mata ekstraokuler yang negative, sedangkan reaksi pupil masih ada, perlu dipikirkan adanya gangguan metabolic atau intoksikasi obat. Lesi mesensefalon menyebabkan dilatasi pupil yang tidak bereaksi terhadap cahaya. Pupil melebar satu sisi dan tidak bereaksi menandakan bahwa adanya tekanan pada N.III yang dapat disebabkan oleh herniasi tentorial (unkus). Kerusakan pons dapat mengakibatkan pupil yang kecil, yang masih bereaksi terhadap cahaya terang. Heroin menyebabkan pupil yang kecil. Gerakan bola mata.Untuk pemeriksaan gerak bola mata dilakukan dolls eye maneuver. Kelopak mata penderita dibuka dan kepala diputar dari samping kiri ke samping kanan dan sebaliknya, kemudian ditekuk dan ditengadahkan. Reaksi positif apabila pada pemutaran kepala ke kanan, mata berdeviasi ke kiri. Mata berdeviasi ke atas apabila leher difleksi. Mata kemudian dengan cepat kembali ke sikap semula, walaupun kepala masih dalam sikap terputar atau terfleksi. Reaksi negative apabila bola mata tidak bergerak atau gerakannya asimetrik; yang dapat dijumpai pada kerusakan pons-mesensefalon. Bila dicurigai adanya fraktur tulang servikal, tes di atas tidak boleh dilakukan karena boleh memperberat cedera tulang belakang dan menyebabkan kerusakan medulla spinalis. Funduskopi.Pada pemeriksaan funduskopik diperhatikan keadaan papil, apakah edema, perdarahan dan eksudasi serta bagaimana keadaan pembuluh darah. Tekanan intracranial yang meninggi, menyebabkan terjadinya edema papil. Pada perdarahan subarachnoid dapat dijumpai perdarahan subhialoid. MotorikPerhatikan adanya gerakan pasien, apakah asimetrik (paresis). Gerakan mioklonik dapat dijumpai pada ensefalopati metabolic (misalnya gagal hepar, uremia, hipoksia), demikian juga gerak asteriksis. Kejang multifocal dapat dijumpai pada gangguan metabolik. Sikap dekortikasi (lengan fleksi, tungkai ekstensi) menandakan lesi yang dalam pada hemsifer atau tepat pada mesensefalon. Sikap deserebrasi (lengan ekstensi, aduksi dan endorotasi, tungkai dalam sikap ekstensi) dijumpai pada lesi batang otak bagian atas, antara nucleus ruber dan nucleus vestibular.

Table 2.0 Pemeriksaan pada tahap komaPemeriksaan penunjang

Dilakukan untuk mendeteksi apakah adanya gangguan metabolic misalnya hipoglikemia, hiperkalsemia, koma diabetic, uremia, gagal hepar dan gangguan elektrolit lainnya. Bila ada fasilitas, dapat dilakukan pemeriksaan CT-scan untuk mendeteksi ganguan serebral. Antara pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah; Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenisasi dalam darah dan juga menilai keseimbangan asam basa. Pemeriksaan darah, meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, keton, faal hati, faal ginjal dan elektrolit. Pemeriksaan toksikologi dari bahan urine dan bilasan lambung. Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal apabila tidak ada kontraindikasi, CT-scan, EEG, EKG, foto toraks dan foto kepala.2

Patofisiologi Penurunan Kesadaran

Seperti yang telah dinyatakan, kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebri termasuk ingatan, bahasa dan kepintaran (kualitas) dengan ARAS (kuantitas) yang terletak mulai dari pertengahan bagian atas dari pons. ARAS menerim serabut-serabut saraf kolateral dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relau nuclei dipancarkan secara difus ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak sebagai suatu on-off switch yang mampu menjaga korteks serebri tetap sadar. Maka apapun yang mengganggu interaksi ini, akan menyebabkan penurunan kesadaran.1Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolic, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon. Pada pasien dengan penurunan kesadaran, langkah yang paling penting adalah memastikan apakah penurunan kesedaran disebabkan oleh lesi structural atau bersifat sekunder kepada ensefalopati difus seperti gangguan metabolic, meningitis atau kejang. Kesulitan diagnosis tersering adalah untuk membedakan lesi massa supratentorial (hemisfer) atau adanya ensefalopati metabolic.

Lesi struktur supratentorialPada penurunan kesadaran akibat lesi supratentorial, anamnesis dan pemeriksaan fisik awal sering mengarah kepada kelainan hemisfer. Sering ditemukan hemiparese dan penurunan rangsang sensoris. Afasia dapat terjadi apabila lesi berada pada hemisfer dominan dan agnosia dapat ditemui pada lesi hemisfer non-dominan. Dengan pelebaran massa, kesadaran menjadi somnolen karena terjadi kompresi hemisfer kontralateral atau penekanan ke bawah terhadap diensefalon. Stupor dapat berkembang menjadi koma, tetapi kelainan yang ditemukan sering bersifat asimetrik. Dengan penekanan berterusan, struktur thalamus, otak tengah, pons serta medulla akan terkena secara berurutan dan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan disfungsi pada ketinggian lesi. Keadaan ini merupakan tanda khas pada lesi supratentorial dengan herniasi transtentorial ke arah bawah yang merupakan indikasi kepada tindakan bedah saraf. Apabila lesi mencapai ketinggian pons, sudah pasti akan berakibat fatal. Pada herniasi transtentorial kadang ditemukan kelainan pada nervus oculomotorius dan kompresi otak tengah seperti dilatasi pupil ipsilateral dan aduksi mata yang terganggu (sindrom uncal) yang mendahului keadaan penurunan kesadaran. Dengan penurunan kesadaran yang beterusan pada herniasi uncal, akan tampak tanda-tanda kelainan stadium otak tengah yang lengkap yaitu dilatasi pupil ipsilateral yang lengkap dan penurunan reflex terhadap cahaya. Terapi bedah saraf harus diberikan secepatnya.2

Lesi struktur subtentorialPenurunan kesadaran dengan tanda-tanda kelainan batang otak fokal sangat mendukung diagnosis lesi subtentorial. Fungsi pupil dan pergerakan ekstraokular merupakan pemeriksaan neurologis yang sangat membantu, terutama pada keadaan kelainan yang asimetrik. Dengan lesi otak tengah fokal, fungsi pupil akan hilang, pupil berukuran sedang (diameter 5 mm) dan reflex cahaya negatif. Pinpoint pupil dapat ditemukan pada lesi hemoragik pons, jarang pada infark pons dan kompresi pons pada perdarahan atau infark serebellum. Deviasi arah pandangan dari sisi lesi, ke arah sisi yang mengalami hemiparese, atau pergerakan mata yang diskonjugasi, merupakan tanda dari lesi subtentorial. Respon motorik pada umumnya tidak membantu dalam membedakan lesi subtentorial dari lesi supratentorial. Pola nafas pada lesi subtentorial adalah abnormal tetapi dapat berbagai bentuk, dapat berbentuk pola nafas ataksik atau mencungap.2

Ensefalopati DifusEnsefalopati difus yang menyebabkan koma (koma metabolik) tidak hanya mencakupi kelainan metabolic sahaja, tetapi turut mencakupi kelainan seperti meningitis, hemorhagik subaraknoid (SAH), dan kejang. Manifestasi klinisnya jelas dapat dibandingkan dengan kelainan massa. Sering tidak didapatkan kelainan fokal seperti hemiparese atau kehilangan sensorik, afasia dan, kecuali pada SAH, tidak ada penurunan kesadaran yang mendadak. Pada anamnesis sering didapatkan penurunan kesadaran yang terjadi secara bertahap dan akhirnya sampai pada keadaan koma. Pemeriksaan neurologic yang simetris dapat mendukung diagnosis koma metabolik. Ensefalopati hepatikum, hipoglikemia, dan hiperglikemia hiperosmolar nonketotik jarang disertai dengan kelainan fokal yang asimetris, seperti hemiparesis yang dapat berubah dari satu sisi ke sisi lain. Asteriksis, mioklonus dan tremor yang mendahului kejadian koma merupakan tanda dari kelainan metabolik. Posisi dekortikasi dan deserebrasi yang simetris dapat ditemui pada kelainan hepar, uremia, anoxia, hipoglikemi atau obat bersifat sedatif. Reaksi pupil yang aktif pada keadaan fungsi batang otak terganggu merupakan ciri khas dari kelainan ensefalopati metabolik. Kelainan metabolik yang menyebabkan reflex pupil terganggu adalah overdosis babiturat dosis besar dan hipotensi, anoksia akut, hipotermi, keracunan antikolinergik (pupil besar) dan overdosis opioid (pinpoint pupil). Walaupun begitu, jarang ditemukan pupil yang tidak bereaksi sama sekali. Perubahan pola nafas pada kelainan metabolic dapat berbeda luas, dan pemeriksaan analisa gas darah dan pH darah dapat membantu dalam membuat diagnosis etiologik.2

Etiologi1-2

Seperti yang telah dibahas diatas, penurunan kesadaran dapat terjadi pada gangguan struktural dan kelainan metabolik. Kelainan tersebut dapat disebabkan oleh pelbagai etiologi. Pada lesi struktur supratentorial, dapat terjadi akibat;i. Hematoma subduralMassa supratentorial yang dapat diperbaiki. Sering pada orang lanjut usia. Sering terjadi pada trauma. Manifestesi klinis yang paling sering adalah pusing dan penurunan kesadaran. Hemiparesis pada sisi kontralateral lesi didapati pada 70% kasus. Dilatasi pupil positif pada 90% kasus. ii. Hematoma epiduralTrauma koma yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak dan koyaknya arteri dan vena meningea media. Penderita mungkin hilang kesadaran Sering didapatkan fase lucid interval beberapa jam setelah kejadian. Diagnosis dibuat dengan CT-scan.iii. Kontusio serebralKontusio serebri akibat trauma seirng dikaitkandengan kehilangan kesadaran awal dimana pasien dapat bangun lagi. Edema yang mengelilingi lesi mungkun dapat menyebabkan terjadiya fluktuasi dari tingkat kesadaran, juga kemungkinan terjadinya kejang dan kelainan neurologic fokal yang lainnya. iv. Perdarahan intraserebral (ICH)Penyebab tersering dari ICH adalah hipertensi kronis yang mengubah sirkulasi aliran darah didalam otak. Pada saat pecah akan menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran. Bagian ini akan dibahas dengan lebih lanjut.v. Abses otakMerupakan satu kelainan yang jarang ditemukan dan hanya merupakan 2% dari massa intracranial.vi. Tumor otakTumor primer atau metastatik pada SSP jarang menyebabkan koma walaupun kadang-kadang dapat terjadi karena perdarahan ke dalam tumor atau timbulnya kejang akibat tumor. Sering, koma terjadi lama setelah perjalanan tumor otak.

Gambar 3.0 Space Occupying Lesion

vii. Infark serebralOklusi emboli atau trombotik pada arteri karotis tidak menyebabkan koma secara langsung. Koma terjadi jika telah ada disfungsi kedua hemisfer. Walaupun begitu, edema yang terjadi pada infark serebri luas dapat menyebabkan terjadinya kompresi hemisfer kontralateral atau herniasi transtentorial yang mengakibatkan koma.

Lesi struktur subtentorial dapat terjadi akibat;i. Thrombosis arteri basilaris atau oklusi emboliTerjadi gangguan aliran darah pada RAS batang otak. Pasien sering berusia pertengahan ke lanjut usia dengan riwayat hipertensi, pembuluh darah artherosklerosis atau transient ischemic attacks (TIA).Thrombus lebih sering terbentuk di daerah medial dan oklusi emboli sering terjadi pada bagian atas dari arteri basilar. ii. Perdarahan ponsHanya terjadi pada pasien dengan riwayat hipertensi dan hanya membentuk 6% dari kasus perdarahan parenkim otak.iii. Perdarahan serebelum atau infark serebelumManifestasi klinis dapat berupa penurunan kesadaran yang bersifat mendadak atau penurunan kesadaran yang bertahap dari beberapa jam ke beberapa hari. iv. Hematoma subdural dan epidural pada fossa posteriorMerupakan lesi yang sangat jarang ditemui, dengan gambaran klinis yang sama dan penting dikenalpasti karena kelainan ini sebetulnya dapat dikoreksi. Lesi ensefalopati difus dapat terjadi akibat;i. Meningitis dan ensefalitisDapat hadir dengan gejala klinis delirium atau koma, yang ditandai dengan demam atau pusing. Tanda rangsang meningeal dapat positif pada meningitis. Tanda rangsang meningeal dapat negatif pada ensefalitis yang tidak melibatkan selaput meningen atau pada meningitis orang tua. ii. HipoglikemiaSering diakibatkan overdosis insuin tetapi dapat juga disebabkan oleh alkoholisme, penyakit hepar berat, penggunaan obat diabetic oral, insulinoma atau tumor retroperitoneal.iii. Iskemia serebri globalIskemia global sering menyebabkan ensefalopati yang menjadi koma. Sering terjadi pada keadaan henti jantung. iv. Intoksikasi obatPaling sering terjadi overdosis obat sedatif, overdosis etanol atau overdosis opioid. Pada overdosis sedatif, koma akan didahului dengan periode intoksikasi yang ditandai dengan nistagmus pada tiap arah, disartria dan ataksia. Sejurus setelah terjadinya penurunan kesadaran, dapat ditemui tanda-tanda lesi Upper Motor Neuron seperti hiperrefleksi, klonus dan jarang sekali dapat ditemui posisi deserebrasi dan dekortikasi. Ciri khas dari intoksikasi obat sedatif adalah tidak adanya pergerakan ekstraokular mata pada pemeriksaan okulosefalik dan fungsi reflex pupil yang masih ada. Overdosis etanol menyebabkan gejala yang sama kecuali nistagmus jarang ditemukan. Terjadi vasodilatasi perifer yang menyebabkan terjadinya takikardia, hipotensi dan hipotermia. Overdosis golongan opioid menyebabkan konstriksi pupil. Diagnosis overdosis opioid dapat ditegakkan dengan pemberian nalokson dimana akan terjadi pemulihan kesadaran dan dilatasi pupil secara cepat.v. Ensefalopati hepatikumDapat terjadi pada pasien dengan penyakit hepar berat. Pasien dating dengan keadaan somnolen atau delirium. Asteriksis dapat lebih jelas. Tonus otot meningkat, terdapat hiperrefleksi dan hemiparesis yang berpindah, atau posisi dekortikasi atau deserebrasi. Dapat disertai dengan kejang.vi. Keadaan hiperosmolarKoma dengan kejang fokal sering terjadi pada keadaan hiperosmolar yang terjadi pada hiperglikemia nonketotik.vii. HiponatremiaDapat menyebabkan kelainan neurologic jika kadar natrium serum jatuh dibawah 120 mEq/L. terutama jika kadar natrium jatuh dengan cepat.viii. HipotermiaSemua pasien yang berada pada suhu dibawah 26oC berada dalam kedaan koma, sedangkan hipotermia ringan (>32.2oC) tidak menyebabkan koma. Koma pada hipotermia dapat disebabkan oleh hipoglikemia, intoksikasi obat sedatif, ensefalopati Wernicke, atau myxedema. ix. HipertermiaSuhu tubuh diatas 42oC 43oC, tubuh tidak mampu membekalkan energy yang diperlukan untuk aktivitas sehingga terjadinya coma. Paling sering diakibatkan pendedahan terhadap suhu lingkungan, dikenali sebagai heat stroke. x. Penyebab lainPenyebab koma yang jarang termasuk kelainan multifocal yang manifestasi sebagai koma metabolic, seperti disseminated intravascular coagulopathy, sepsis, pancreatitis, vasculitis, thrombotic thrombocytopenic purpura, emboli lemak, ensefalopati hipertensif dan mikrometastase difus.

Peningkatan tekanan intracranialPeningkatan tekanan intracranial terjadi karena terdapatnya penambahan volume di dalam ruang intracranial. Tekanan intracranial yang normal adalah sekitar 10 20 mmHg. Ruang intracranial mempunyai kemampuan kompensasi yang terbatas. Diketahui bahwa ruang intracranial dibagi kepada beberapa komponen yaitu otak (1400 ml), liquor serebrospinal (150 ml) dan darah (150 ml). Setiap komponen ini berada dalam keadaan konstan sehingga tekanan intracranial rata. Oleh karena tengkorak bersifat keras dan kemampuan membesar yang terbatas, maka jika terjadi penambahan kepada komponen intracranial maka dengan cepat dapat terjadi peningkatan tekanan intracranial. Berdasarkan Monro Kellie, dinyatakan bahwa peningkatan salah satu dari komponen intracranial akan menyebabkan penurunan dari komponen intracranial yang lain Kompensasi dari peningkatan tekanan intracranial terjadi melalui penurunan alirah darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan penurunan kadar sel di parenkim.. Proses kompensasi ini memerlukan waktu yang lama untuk terjadi. Oleh karena itu, peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi secara cepat dapat membawa kepada penurunan kesadaran bahkan kematian yang cepat. Penyebab paling sering terjadinya peningkatan intracranial antara lain adalah cedera kepala, perdarahan intracranial seperti pada stroke hemoragik, hidrosefalus, dan tumor otak. Mekanisme terjadinya peningkatan intracranial dapat lagi dibagikan kepada;4 Efek massa, seperti pada perdarahan intracranial atau tumor Peningkatan volume LCS, seperti pada hidrosefalus Edema serebri, yang dapat dibagi kepada tipe sitotoksik, vasogenik atau interstisial. Peningkatan aliran darah otakEdema serebri merupakan salah satu penyebab peningkatan tekanan intracranial yang sering ditemukan. Edema serebri dapat dibagi kepada edema fokal atau edema global. Edema fokal akan menyebabkan peningkatan gradient tekanan di dalam rongga intracranial dengan jaringan bersebelahan dengannya sehingga terjadi peningkatan tekanan intracranial dan akhirnya dapat menyebabkan herniasi. Contoh dari edema fokal adalah tumor, hematoma atau infark. Edema global merupakan edema difus yang terjadi pada seluruh otak dan pada keadaan yang kritikal dapat menyebabkan hipertensi intracranial, menganggu perfusi dan akhirnya menyebabkan iskemia umum dari otak. Penyebab tersering dari edema global adalah cardiopulmonary arrest, trauma kepala berat dan gagal hati fulminant. Edema pada intracranial dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu edema sitotoksik, edema vasogenik dan edema interstitial. Pada edema sitotoksik, peningkatan volume cairan terjadi intrasel dan terjadi akibat kegagalan pompa ion yang mengawal homeostasis sel. Sering terjadi pada trauma kepala atau cedera hipoksia seperti pada tahap awal stroke iskemik. Edema tipe vasogenik merupakan edema yang terjadi karena terdapatnya influx cairan melalui sawar darah otak yang permeabilitasnya meningkat. Terjadi pengelepasan cairan dari intrasel ke ekstrasel. Sering terjadi pada keadaan tumor, lesi inflamasi dan kerusakan jaringan et causa trauma. Edema interstitial terjadi akibat peningkatan aliran transependymal dari intraventikel ke parenkim otak sekitar. Edema tipe ini sering terjadi pada keadaan hidrosefalus. Edema sitoksis seing terjadi pada substansia grisea sedangkan edema vasogenik sering terjadi pada substansia alba.5-7 Perkara yang paling ditakutkan pada peningkatan tekanan intracranial adalah terjadinya herniasi dari jaringan otak. Herniasi jaringan otak didefinisikan sebagai perubahan posisi atau pergeseran dari jaringan otak normal melalui atau melewati beberapa daerah untuk ke bagian berbeda pada rongga intracranial atau ekstrakranial yang diakibatkan oleh satu proses desak ruang.Terdapat beberapa tipe herniasi jaringan otak yaitu;i. Herniasi transtentorialTerjadi apabila jaringan otak melewati tentorium (transtentorium) pada batas insisura. Herniasi transtentorial dapat dibagi kepada herniasi asendens atau desendens. Herniasi transtentorial desendens lebih sering ditemukan akibat proses desak ruang pada serebrum yang mendorong otak supratentorial untuk melewati insisura ke fossa posterior. Herniasi transtentorial asendens terjadi karena efek massa di fossa posterior yang mendorong massa otak untuk ke atas melewati insisura. Herniasi transtentorial menunjukkan gejala parese NIII, hemiparese kontralateral, dan kadang hemiparese ipsilateral. Herniasi uncus merupakan subset dari herniasi transtentorial desendens. Uncus mengalami pergeseran ke sisterna suprasellar. Akibat dari herniasi akan terjadi penekanan langsung pada daerah rostral batang otak yang akan menimbulkan gejala N.III yaitu dilatasi pupil ipsilateral dan gangguan adduksi bola mata sebelum terjadinya penurunan kesadaran. Keadaan ini dikenali sebagai sindroma uncal. ii. Herniasi cingulate (subfalcine)Herniasi subfalcine terjadi karena ektensi jaringan otak dibawah falk pada serebrum supratentorial. Herniasi ini sering terjadi secara bersamaan dengan herniasi transtentorial atau secara tersendiri. Herniasi tipe ini tidak menyebabkan timbulnya simptom yang berat dan lebih sering hadir dengan keluhan sakit kepala secara klinis. Walaupun begitu, dengan perkembangan herniasi, akan terjadi kelemahan kaki kontralateral. iii. Herniasi foramen magnumHerniasi foramen magnum terjadi akibat pergeseran jaringan otak melewati foramen magnum. Secara klinis, kemungkinan gejala dari herniasi ini kurang jelas sehingga timbul gejala obtundasi. Herniasi foramen magnum yang terjadi secara mendadak atau akut dapat berefek buruk. Keadaan herniasi akut sering dikaitkan dengan herniasi lain sebagai contoh herniasi transtenorial. iv. Herniasi transcalvaria Merupakan herniasi yang terjadi melewati tulang tengkorak akibat terjadinye defek ekstrakranial. Lesi ini sering terjadi pasca trauma atau pasca operasi. Jaringan otak akan menjadi iskemik dan mengalami infark.8

Gambar 4.0 Macam herniasi otak. 1. Herniasi uncus (transtentorial), 2. Herniasi sentral (transtentorial), 3. Herniasi subfalcine, 4. Herniasi transcalvaria, 5. Herniasi transtentorial asendens, 6. Herniasi foramen magnum.

Penatalaksanaan

Tindakan pertama yang paling penting pada pasien yang dating dengan penurunan kesadaran bukanlah mencari penyebab dari penurunan kesadarannya melainkan menjaga stabilitas pasien agar tidak terjadi suatu keadaan yang membahayakan nyawa.1 - 2

Penatalaksanaan emergensi.i. Airway. Pastikan patensi dari saluran napas dan ventilasi dan sirkulasi yang cukup.Jika terdapat sumbatan, bebaskan jalan napas. Lakukan intubasi jika perlu. Pada keadaan dimana diduga adanya trauma spinal, maka leher tidak boleh digerakkan. Ventilasi dapat dilakukan dengan trakeostomi. Sirkulasi di nilai dengan pemeriksaan nadi dan tekanan darah. Gangguan pada sirkulasi dapat diperbaiki dengan pemberian cairan i.v, obat vasopressor atau anti-aritmia sesuai indikasi. ii. Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium Diperiksa kadar glukosa darah dan elektrolit, fungsi hepar, fungsi renal dan hitung jenis.iii. Infus dan berikan dektrosa, thiamine dan naloksonPasien yang dating dengan coma harus mendapatkan dekstrosa 25% iv, dalam bentuk 50 ml larutan dekstrosa 50% untuk mengobat kemungkinan koma hipoglikemi. Oleh karena pemberian dekstrosa dapat memperburuk atau menimbulkan ensefalopati Wernicke, maka tiap pasien koma turut diberikan 100 mg tiamin secara i.v. Untuk mengobati kemungkinan intoksikasi opioid diberikan nalokson 0,4 1,2 mg secara i.v. iv. Ambil sampel darah arteri untuk analisa gas darah dan pHv. Lakukan penatalaksanaan kejang, jika ada.Pada keadaan dimana timbulnya kejang yang persisten atau berulang pada pasien koma, dianggap sebagai status epileptikus dan harus diberikan tatalaksana yang sesuai.

Bagi tatalaksana penurunan kesadaran, adalah penting untuk menentukan penyebab dari penurunan kesadaran sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan dengan lebih terarah terhadap penyebab utama. 1

Pada peningkatan intracranial akibat edema, beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan intracranial adalah;5 - 7Secara medikamentosai. OsmoterapiTerapi osmotic bertujuan menarik cairan dari otak melalui perbedaan gradient osmotic dan penurunan viskositas darah. Agen yang paling sering digunakan adalah mannitol. Dosis mannitol adalah 1.0 g/kgBB, diikuti dengan 50g pada tiap 2 hingga 3 jam. Pemberian mannitol harus memerhatikan osmolalitas plasma yaitu 300 310 mOsm/L. Perhatikan fungsi ginjal karena cairan akan dieksresi lewat ginjal. ii. DiuretikEfek osmotic dapat diperpanjang dengan pemberian diuretic sebagai adjuvan. Furosemide (0.7mg/kg) dapat memperpanjang kerja agen osmolar. iii. KortikosteroidDapat digunakan untuk menurunkan tekanan intracranial akibat edema vasogenik karena memberikan efek yang baik pada pembuluh darah. Injeksi deksametason 4 6 mg IM tiap 4 6 jam dapat membantu pada keadaan vasculitis serebral. Glukokortikoid berguna pada keadaan tumor otak malignant dengan menurunkan edema vasogenik. iv. HiperventilasiVaskularisasi otak sangat sensitive pada perubahan pCO2 arteri pada kadar 40 mmHg. Tekanan intracranial akan turun dengan cepat. pCO2 harus diperhatikan tidak turun lebih dari 25 mmHg karena akan terjadi vasokonstriksi dan keadaan hipokarbia sendiri akan menyebabkan hipoksia dan iskemia. Secara nonmedikamentosa i. Operasi dekompresiCraniectomy dekompresi merupakan tindakan life-saving pada keadaan edema otak akut akibat infark. Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan intracranial adalah dengan pemasangan V/P shunt pada pasien hidrosefalus. ii. Posisi pasienElevasi kepala setinggi 15 30 derajat dapat meningkatkan drainase vena otak. Perhatikan bahwa kepala berada pada garis tengah yang tepat untuk memastikan tidak ada kompresi pada vena leher.

Keadaan Pseudocoma

Kadang kadang koma dapat dikelirukan dengan beberapa kelainan psikiatrik atau kelainan neurologi lainnya sehingga pemeriksan harus mengetahui dan mampu membedakannya. Antara keadaan pseudocoma adalah;1-31. Psychogenic unresponsivenessDiagnosis dilakukan secara ekslusi berdasarkan penemuan yang mendukung. Pasien biasanya kelihatan tidak bereaksi, tetapi pada pemeriksan saraf tidak dijumpakan kelainan. Psychogenic unresponsiveness dapat merupakan manifestasi dari skizofrenia, kelaianan somatoform, atau malingering.2. Locked-in syndromeMerupakan keadaan dimana tidak terdapat gangguan kesadaran atau penghayatan tetapi tidak bisa bicara dan quadriplegi sehingga tampak seperti berada dalam koma. Disebabkan karena bagian formasi retikular yang bertanggungjawab terhadap kesadaran berada di atas midpons, lesi di bawah bagian ini akan menyebabkan terganggunya jaras turun saraf sehingga pasien tampak akinetik dan diam (mutism), tetapi dengan kesadaran penuh. Jaras yang mengatur kedip mata dan gerakan bola mata vertical masih utuh sehingga pasien sanggup berkomunikasi dengan kedipan mata. 3. Persistent vegetative statePasien dengan koma yang diakibatkan oleh hipoksia atau iskemia serebri atau kelaian structural otak, mampu kembali wakeful tetapi tidak aware. Setelah sebulan keadaan ini dikenali sebagai persistent vegetative state. Pasien biasanya membuka mata secara spontan dan mempunyai siklus bangun-tidur yang membedakan keadaan ini dengan kelainan koma, menunjukkan batang otak yang intak dan fungsi otonom yang tidak terganggu. Pasien dalam keadaan ini tidak mampu memahami bahasa atau berbicara dan tidak melakukan pergerakan motor spontan. Keadaan ini dapat menetap selama bertahun-tahun.

STROKEStroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di Amerika Serikat dan sebanyak 750,000 kasus baru terjadi bersamaan dengan 150,000 orang yang meninggal akibat stroke setiap tahun di Amerika Serikat. Angka kejadian dapat meningkat dengan peningkatan usia, dimana dua per tiga dari kejadian stroke itu terjadi pada pasien yang berusia di atas 65 tahun. Angka kejadian juga lebih tinggi pada lelaki jika dibandingkan pada wanita. Di Indonesia penderita laki laki lebih banyak dari penderita wanita. Dari segi usia menunjukkan bahwa kejadian pada usia dibawah 45 tahun cukup banyak dengan presentase 11,8%, penderita usia 45 64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun sebanyak 33,5%. Pada penderita stroke hemoragik, angka kejadian kurang lebih sama dengan angka kejadian dibawah 45 tahun yang lebih besar yaitu 13,2%.9 Klasifikasi strokeStroke dapat diklasifikasi:1. Berdasarkan kelainan patologis yang terjadi.a. Stroke hemoragik Perdarahan intraserebral (ICH) Perdarahan ekstraserebral (subarachnoid)

b. Stroke non-hemoragik Stroke akibat thrombosis serebri Emboli serebri Hipoperfusi sistemik2. Berdasarkan waktu terjadinya. Transient ischemic attack (TIA) Reversible Ischemic Neurological Deficit Stroke in evolution / Progressing stroke Completed stroke3. Berdasarkan lokasi lesi vasculara. Sistem karotis Motorik : hemiparese kontralateral, disartria Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia Gangguan visual : hemianopsia homonym kontralateral, amourosis fugaks Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

b. Sistem vertebrobasilar Motorik : hemiparese alternans, disartria Sensorik : hemihipetesi alternans, diplopiaSeperti yang telah dinyatakan, secara patofisiologi, stroke dapat dibagikan kepada stroke iskemik atau stroke hemoragik. Stroke iskemik. Merupakan stroke yang terjadi akibat sumbatan pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak terganggu secara keseluruhan atau sebagian. Kebanyakan kejadian stroke merupakan stroke tipe iskemik dengan angka kejadian 80% dari kasus. Stroke iskemik dapat dibagikan lagi menjadi tiga yaitu; Stroke trombotik yang terjadi akibat terbentuknya thrombus Stroke embolik yang terjadi akibat tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah yang dapat berasal dari mana mana bagian tubuh. Hipoperfusi sistemuk yang terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.Stroke hemoragik. Adalah keadaan dimana terjadinya pecah pembuluh darah di otak. Hampir 70% pasien dengan stroke hemoragik merupakan penderita hipertensi. Stroke hemoragik dapat dibagi kepada dua yaitu; Hemoragik intraserebral, dimana perdarahan terjadi didalam jaringan parenkim otak Hemoragik subaraknoid, dimana perdarahan terjadi pada ruang subaraknoid.Risiko stroke dapat meningkat pada Lanjut usia, risiko stroke akan meningkat dengan peningkatan usia Hipertensi (pada 60% kasus) Mempunyai riwayat stroke sebelumnya Pengguna alcohol atau obat terlarang lainnya.

DiagnosisDefinisi Stroke9 11 WHO mendefinisikan stroke sebagai gejala gejala deficit neurologis susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Tambahan pada definisi stroke adalah deficit neurologis yang dapat besifat focal atau general yang terjadi secara mendadak yang dapat memberat atau menyebabkan kematian dalam waktu 24 jam yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah otak. Dari definisi ini maka diagnosis stroke dapat dilakukan secara sistematis. 1. Onset AkutSeperti di dalam definisinya, stroke terjadi secara mendadak. Kelainan deficit neurologis dapat bersifat lengkap pada awal onset penyakit sebagaimana pada stroke emboli atau berkembang secara progresif dalam waktu saat hingga beberapa jam dan kadang sampai beberapa hari. Stroke yang sedang berkembang sebagai akibat langsung dari kelainan vascular (bukan karena edema serebri) disebut sebagai stroke dalam evolusi atau stroke progresif. Defisit serebri focal yang berkembang secara perlahan (minggu hingga berbulan bulan) bukan disebabkan oleh stroke tetapi lebih mengarah kepada tumor atau inflamasi atau kelainan degeneratif.

2. Lamanya Defisit NeurologiPer definisi, stroke menyebabkan kelainan neurologis yang menetap dalam waktu 24 jam. Apabila gejala sembuh secara total dalam waktu yang lebih singkat dari 24 jam dikatakan sebagai transient ischemic attack atau TIA. TIA yang berulang dengan gejala deficit neurologis yang sama diakibatkan oleh thrombosis atau embolisme yang terjadi pada sirkulasi otak. TIA dengan pola berbeda menggambarkan bahwa kemungkinan berasal dari emboli rekuren dari jantung. Pasien yang pernah menderita TIA mempunyai resiko terjadinya stroke dalam 5 tahun yang lebih tinggi.Defisit yang bertahan lebih dari 24 jam tetapi kemudian menghilang atau sembuh secara total atau hampir total dalam waktu beberapa hari dikenali sebagai Reversible Ischemic Neurologic Deficits (RIND). Atau stroke minor. TIA dan RIND hanya dapat ditemukan pada stroke dengan patofisiologi iskemik.

3. Keterlibatan FokalStroke biasanya akan menunjukkan gejala yang bersifat fokal yang berhubung kait dengan daerah dimana terjadinya gangguan perfusi darah. Pada stroke iskemik, oklusi dari pembuluh darah akan menganggu aliran darah ke sebuah daerah yang spesifik, sehingga terjadinya gangguan pada fungsi neurologis yang tergantung kepada daerah tersebut dan terbentuk gejala yang pola deficit yang stereotipikal. Perdarahan biasanya akan menghasilkan gambaran pola lesi yang lebih sulit untuk diprediksi karena adanya komplikasi seperti peningkatan tekanan intracranial, kompresi jaringan otak dan pembuluh darah atau perembesan darah ke rongga subaraknoid atau ventrikel serebri yang mengganggu fungsi otak pada daerah yang jauh dari fokal perdarahan.Untuk memperkirakan posisi dari lesi, haruslah pertama dulu diketahui anatomi sirkulasi otak. Sirkulasi anterior memberikan suplai terbanyak pada korteks serebri dan subkorteks, basal ganglia dan kapsula interna. Sirkulasi anterior terdiri dari arteri koroidalis anterior, arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri serebri media memberikan cabang arteri lentikulostriata. Stroke pada sirkulasi anterior sering memberikan gambaran disfungsi hemisfer seperti afasia, apraksia atau agnosia. Juga terjadi hemiparesis, penurunan rangsang sensorik, dan gangguan lapang pandang.Sirkulasi posterior mensuplai daerah batang otak, serebelum dan thalamus serta sebagian dari lobus oksipital dan temporal. Sirkulasi posterior terbentuk dari sepasang arteri vertebralis yang membentuk arteri basiler dan kemudian bercabang membentuk arteri serebellar posterior inferior, arteri serebellar anterior inferior, arteri serebellar superior dan arteri serebral posterior. Arteri serebellar posterior turut memberi cabang arteri talamoperforata dan cabang thalamogeniculate. Kelainan pada sirkulasi posterior akan memberikan gambaran disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks, vertigo, mual dan muntah, palsy saraf cranial, ataksia dan deficit sensorimotor bersilang pada satu sisi muka dan satu sisi badan yang berlawanan.

4. Kelainan VaskularProses yang mendasar terjadinya stroke dapat berupa iskemia atau perdarahan. Mungkin agak sulit untuk membedakan penyebab dengan pemeriksaan fisik sehingga dianjurkan pemeriksaan penunjang dengan CT-scan atau MRI.IskemiaGangguan aliran darah ke otak menyebabkan neuron tidak mendapat glukosa dan oksigen yang sangat dibutuhkan. Jika sirkulasi tidak segera diperbaiki akan terjadi kematian sel. Bentuk kematian sel yang terjadi tergantung kepada derajat iskemia. Kekurangan oksigen dan glukosa menyebabkan penurunan dari suplai energi sel yang diperlukan untuk mengekalkan potensi membrane dan gradien ion transmembran Kalium akan keluar dari sel sehingga menyebabkan depolarisasi dan kemasukan kalsium ke intrasel. Kalium yang bocor juga akan menstimulasi penglepasan glutamate oleh transporter glutamate sel glial. Glutamat di sinaps akan mencetus reseptor amino asid eksitatorik yang bersama dengan kanal kalsium-natrium sehingga terjadi influx sodium ke dalam badan sel postsinaps dan sel sel dendrit, menimbulkan depolarisasi dan pembengkakan akut. Asidosis menyebabkan terjadinya overload kadar kalsium dalam sel dengan mengaktivasi acid-sensing channels. Influks kalsium yang melebihi kemampuan sel akan menyebabkan terjadinya aktivasi calcium-dependent enzymes . Enzim ini berserta dengan produk metaboliknya yaitu eicosanoid dan oksigen reaktif dan radikal nitrogen menyebabkan terjadinya pemusnahan membrane plasma dan elemen sitoskeletal, sehingga terjadinya kematian sel.Pada daerah dimana iskemia belum terjadi secara lengkap, seperti pada daerah penumbra yang mengelilingi pusat dari iskemia sel, proses kimia yang lain teraktivasi sehingga pada daerah ini terjadinya programmed cell death yang akan menyebabkan terjadinya apoptosis. Jika aliran darah ke jaringan otak yang iskemik dapat diperbaiki sebelum neuron mengalami kerusakan yang bersifat irrevesibel, tanda-tanda klinikal akan bersifat transien. Gangguan pada aliran darah yang berkepanjangan akan menyebabkan terjadinya kerusakan iskemik yang irreversibel dan defisit neurologis yang persisten. Mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya iskemia adalah thrombosis dan emboli. Kejadian hemoragi dapat menganggu fungsi otak melalui pelbagai mekanisme antara lain dengan pemusnahan atau kompresi dari jaringan otak dan kompresi dari struktur vaskular, sehingga terjadinya infark sekunder. Perdarahan intracranial dibagi berdasarkan lokasinya yaitu, intraserebral, subarachnoid, subdural atau epidural.

STROKE HEMORAGIK10 - 11Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Gambar 1.0 Stroke hemoragikHampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:

Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid. Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi yang menahun memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada dinding pembuluh darah.Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid yang menumpuk pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy) melemahkan arteri dan bisa menyebabkan perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan perdarahan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.

Gambar 2.0 CT-scan tanpa kontras dengan gambaran perdarahan intracranial primer (hipertensif) massif di basal ganglia. Ventrikel ketiga dan ventikel lateral ipsilateral mengalami kompresi dan teralih oleh karena massa yang membesar.

Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita. Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari trauma kepala. Meskipun begitu, perdarahan akibat trauma kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda tidak dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh. Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma sejak lahir.Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian melemah dan pecah.

Gambar 3.0 Perdarahan subaraknoid karena rupture anuerisma arteri basilar. Kiri: potongan axial setinggi ventrikel lateral menunjukkan perdarahan luas ke dalam rongga subaraknoid dengan penglapisan di ventrikel yang mengakibatkan hidrosefalus. Tampak darah-LCS pada kornu posterior ventrikel lateral yang merupakan gambaran tipikal pada perdarahan akut. Kanan: Darah mengelilingi batang otak. Kornu temporal dari ventrikel lateral tampak membesar karena terjaidnya hidrosefalus akut.

Pemeriksaan Anamnesis. Pada anamnesis pasien yang suspek stroke harus mencakup onset dan perkembangan gejala serta penilaian faktor resiko dan penyebab peristiwa.

1. Faktor predisposisiPada pasien dengan kelainan serebrovaskular, dicari faktor resiko seperti riwayat TIA, hipertensi dan diabetes. Pada wanita, ditanyakan apakah menggunakan obat KB. Riwayat penyakit jantung dipastikan. Riwayat trauma walaupun kecil dapat bermakna dalam menegakkan diagnosis.Faktor resiko terjadinya stroke juga harus dicari. Faktor resiko dapat dibagi kepada faktor resiko yang dapat dimodikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.Faktor resiko yang dapat dimodifikasi termasuk: Hipertensi Penyakit jantung Diabetes mellitus Hiperkolesterolemia Obesitas Kebiasaan merokok dan minum alcohol Penggunaan pil KBFaktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk: Usia Jenis kelamin Herediter Ras2. Onset dan perkembangan penyakitPada anamnesis harus memastikan berapa lama onset penyakit dan perkembangan penyakit setelah onset. Gejala stroke termasuk kelemahan atau kelumpuhan yang mungkin mempengaruhi ekstremitas tunggal, satu setengah tubuh atau semua keempat ekstremitas, droop face, kebutaan monookular atau teropong, penglihatan kabur atau deficit bidang visual, disartria dan pemahaman masalah pembicaraan, vertigo atau ataksia, dan afasia. Defisit neurologis dapat mencerminkan daerah otak yang terlibat. 3. Gejala yang menyertaiGejala saja tidak cukup untuk membedakan stroke iskemik atau hemoragik. Namun gejala umum, termasuk mual, muntah dan sakit kepala serta tingkat kesadaran yang berubah dapat mengindikasikan peningkatan tekanan intracranial dan lebih umum pada stroke hemorhagik atau stroke iskemik besar. Kejang lebih sering terjadi pada stroke hemoragik daripada stroke iskemuk dan terjadi pada 28% kasus stroke hemoragik. Kejang umumnya terjadi pada awal perdarahan intraserebral atau dalam 24 jam pertama.

Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik umum, harus focus untuk mencari kelainan sistemik yang mendasari terutama kelainan yang dapat diobat. Tekanan darah harus diukur karena merupakan faktor resiko terjadinya stroke. Tekanan darah yang sangat tinggi sering didapatkan pada stroke hemoragik. Pemeriksaan status neurologikus yang umum dilakukan dapat membantu mendeteksi lesi defisit neurologis pada penderita. Pemeriksaan kaku kuduk dapat positif pada pasien dengan perdarahan subaraknoid. Pemeriksan kesadaran adalah sangat penting karena pada pasien dengan stroke hemoragik sering disertai dengan penurunan kesadaran. Onset akut defisit neurologis, tingkat kesadaran yang berubah, atau koma lebih umum ditemukan pada strok hemoragik. Jenis defisit tergantung kepada area otak yang terlibat. Jika hemisfer dominan yang terlibat, akan tampak sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan, penurunan hemisensory kanan, preferensi arah pandangan ke arah kiri akibat hemineglect dan afasia. Jika otak kecil yang terlibat, pasien beresiko tinggi terjadinya herniasi dan kompresi batang otak.

LokasiKomaPupilPergerakan mataGangguan sensorimotorHemianopiaKejang

PutamenSeringNormalDeviasi ipsilateralHemipareseSeringJarang

TalamusSeringKecil, lambatDeviasi inferior medial Defisit hemisensoryTransienJarang

LobusJarangNormalNormal atau deviasi ipsilateralHemiparese atau defisit hemisensorySeringSering

PonsDiniPinpointAbsent horizontalQuadripareseTidak adaTidak ada

SerebelumLambatKecil, reaktifTerganggu lambatGait ataxiaTidak adaTidak ada

Tabel 1.0 Gejala klinik pada perdarahan intracranial

Pemeriksaan penunjangBeberapa pemeriksaan darah yang direkomendasikan pada keadaan stroke adalah seperti berikut;1. Hitung darah lengkap dapat dilakukan untuk mengevaluasi penyebab dari stroke seperti thrombositopenia, thrombositosis, polysitemia, anemia dan leukositosis.2. Glukosa darah dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis differensial kepada penurunan kesadaran. Pada keadaan hipoglikemi atau Hiperglikemi hiperosmolar nonketotik dapat timbul kelainan neurologis sehingga mengacaukan diagnosis. 3. Kolesterol darah dilakukan untuk menilai faktor resiko dari pasien.EKG harus dilakukan untuk menilai apakah pasien menderita kelainan infark miokard yang tidak terdeteksi atau aritmia yang merupakan predisposisi dari kejadian stroke iskemik. CT-scan dan MRI merupakan pencitraan yang merupakan gold standard pada penilaian pasien suspek stroke. CT-scan dan MRI digunakan untuk membedakan stroke iskemik atau hemoragik dan untuk menentukan lokasi lesi. CT-scan lebih disukai sebagai pemeriksaan pertama karena cepat dan dapat membedakan lesi iskemik dan lesi hemoragik dengan mudah. MRI dapat lebih superior dari CT-scan dalam menunjukkan lesi iskemik dini, lesi iskemik di batang otak dan serebelum, dan mendeteksi oklusi thrombus pada sinus venosus. Pencitraan juga sangat berguna untuk menyingkirkan penyebab lain dari penurunan kesadaran seperti tumor atau abses otak. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah; Pungsi lumbal dapat dilakukan untuk memastikan apakah terdapatnya perdarahan subaraknoid atau untuk mendokumentasi sifilis meningovesikuler sebagai penyebab stroke Angiografi serebral. Angiografi intraarterial digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan lesi ekstrakranial yang boleh dioperasi pada pasien dengan TIA sirkulasi anterior. Ia juga sangat berguna dalam menegakkan diagnosis kelainan vaskular yang terkait dengan stroke seperti vaskulitis, dysplasia fibromuskular, dan diseksi arteri karotis atau arteri vertebralis. Prosedur pilihan adalah transfemoral arch aortagraphy dengan selective chatheterization of carotid (dan jika diindikasikan, arteri vertebralis). Magnetic resonance angiography (MRA) sangat berguna dalam mendeteksi stenosis dari arteri serebri yang besar, anurisme atau lesi vaskular lainnya. USG Doppler dapat dilakukan untuk mendeteksi stenosis atau oklusi pada arteri karotis interna tetapi kurang sensitif dari angiografi.

Gejala klinisPerdarahan Intraserebral

Gejala yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral yaitu onset yang hampir selalu timbul pada saat beraktivitas dan terkadang terjadi saat pasien dalam keadaan tidur (hanya 3%). Gejala yang paling umum ditemukan adalah sakit kepala dan muntah. Walaupun tidak spesifik dan tergantung lokasi lesi, hal ini membedakannya dengan stroke iskemik. Sakit kepala pada saat onset merupakan suatu gejala klinis yang penting pada pasien dengan perdarahan lobar, diakibatkan karena adanya distensi lokal, distorsi, atau peregangan struktur intrakranial superfisial yang sensitif terhadap rasa sakit.Gejala lainnya yaitu kejang yang menunjukkan adanya suatu perdarahan lobaris dibandingkan perdarahan pada bagian yang lebih dalam. Kecepatan penurunan kesadaran pada pasien bervariasi sesuai lokasi dan luas perdarahan yang terjadi.Mayoritas kasus dari perdarahan intraserebral terdapat pada kompartemen supratentorial dan sebagian lagi pada bagian hemisfer serebral, ganglia basalis, dan talamus. Berikut ini adalah penjelasan mengenai jenis-jenis perdarahan yang dapat terjadi pada stroke perdarahan dan gejala yang diakibatkannya:

1. Perdarahan PutaminalPerdarahan putaminal merupakan bentuk perdarahan intracerebral yang paling sering terjadi. Gambaran klasik dari perdarahan putaminal adalah kelemahan motorik unilateral yang diikuti abnormalitas sensorik visual dan perilaku. Apabila lesi mengenai hemisfer sisi dominan akan terjadi afasia global, sedangkan bila mengenai hemisfer non-dominan akan menyebabkan gejala hemi-inattention.

2. Perdarahan kaudatusPerdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai perdarahan putaminal yaitu sebagai perdarahan putamina basalis. Onset perdarahan kaudatus umumnya tiba-tiba, dengan sakit kepala dan muntah yang diikuti penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik menunjukan adanya kekakuan leher dan berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan konfusi) dan seringkali diikuti gangguan ingatan jangka pendek.

3. Perdarahan talamikPerdarahan talamik akan menunjukan gambaran klinis yang sesuai dengan besarnya area perdarahan dan perluasan massa perdarahan yang terjadi. Apabila massa yang timbul sangat besar maka perluasan dapat mencapai daerah parietal. Gejala muntah cukup banyak dijumpai namun sakit kepala jarang. Gejala klinis termasuk hemiparesis atau hemiplegia yang disertai sindrom hemisensorik berupa penurunan sistem sensorik tungkai, wajah dan punggung kontralateral. Gejala utama pada perdarahan talamik adalah kelainan pada nervus okulomotoris yang mengakibatkan kelumpuhan pandangan atas, paralisis konvergen, retraksi nistagmus, deviasi asimetris.

4. Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal substansia alba menghasilkan lesi yang dapat muncul diseluruh lobus serebri terutama dilobus parietal, temporal dan oksipital. Perdarahan lobaris berbeda dengan perdarahan intraserebral pada umumnya yaitu tidak banyak berkaitan dengan hipertensi. Gejala klinis perdarahan lobaris agak berbeda dengan perdarahan lain. Perdarahan lobaris jarang terjadi hipertensi arterial dan penurunan kesadaran. Keluhan sakit kepala dan kejang lebih sering ditemukan. Terjadi rasa sakit kepala di daerah sekitar mata ipsilateral dan hemianopasia juga sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan anggota gerak kontralateral atas serta kelemahan kaki dan wajah.

5. Perdarahan serebralPerdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial. Perdarahan yang terjadi berasal dari cabang distal arteri serebralis posteriol inferior. Gejala klinis muncul pada saat pasien melakukan aktifitas. Gejala awal yang mendahului rasa pening disertai perasaan seperti saat mabuk, mati rasa pada wajah dan selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu berjalan dan bahkan berdiri. Kekakuan pada leher dan daerah bahu, tinitus dan cekukan terjadi pada beberapa pasien.

6. Perdarahan mesensefalonPerdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang ditemukan perdarahan biasanya berasal dari bagian bawah talamus atau lesi yang berawak dicerbelum atau ponds. Gejala yang ditimbulkan umumnya bertahap dan progresif. Kerap terjadi ataksia dan oftalmoplegia juga hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain berupa kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar, reflek extensor plantar, sakit kapal yang menyeluruh, muntah, hemiparesis, diplopia, dan pinpoint pupil.

7. Perdarahan ponsPerdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan masuknya darah keruangan tertutup intrakranial. Gejala klinis yang terjadi adalah sakit kepala yang hebat di daerah oksipital sebelum terjadi koma, gejala kejang, menggigil hebat, dan terjadi disfungsi sistem otonom. Selain itu gejala lainnya adalah mati rasa pada wajah dan tungkai atas, ketulian, diplopia, kelemahan kaki bilateral, dan pola pernapasan yang abnormal, apnea.

8. Perdarahan medula oblongataPerdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi bahkan lebih jarang dibandingkan pedarahan otak tengah. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa rasa pening, muntah, sakit kepala, diplopia, dan paresthesia tungkai atas kanan. Umumnya terjadi somnolen dalam waktu singkat dan ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus, disfonia, dan disfagia.

Perdarahan SubarakhnoidPerdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh ruptur satu aneurisma intrakranial. Sebelum pecah, aneurisma biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala yang berat. Pecahnya aneurisma akan memberikan gejala seperti berikut: Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat (kadangkala disebut sakit kepala thunderclap). Nyeri muka atau mata. Penglihatan ganda. Kehilangan penglihatan sekelilingnya.Tanda bahaya dapat terjadi dalam hitungan menit sampai mingguan sebelum pecahnya aneurisma. Penderitas harus melaporkan segera sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter. Pecahnya anuerisma dapat terjadi karena hal yang tiba-tiba, dan sakit kepala hebat akan dirasakan memuncak dalam hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan penurunan kesadaran yang singkat. Hampir separuh orang yang terkena meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Beberapa orang tetap dalam koma atau tidak sadar. Yang lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk. Mereka bisa merasa gelisah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali menjadi mengantuk dan bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk bangun. Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan pada jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku seperti sakit kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan rasa sakit di punggung bawah. Frekuensi nfasa dan nadi yang naik turun sering terjadi, kadangkala disertai kejadian kejang yang semakin meningkat.Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat disertai komplikasi serius seperti : 1. Hidrosefalus dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage bisa menggumpal dan mengganggu aliran liquor cerebrospinalis (LCS) di sekitar otak. Sebagai akibatnya, terjadi penumpukan LCS di dalam otak, dan meningkatkan tekanan di dalam tengkorak. Hidrosefalus bisa menyebabkan gejala-gejala seperti sakit kepala, mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa meningkatkan resiko pada koma dan kematian. 2. Vasospasm terjadi sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan. Arteri di dalam otak mengalami kontraksi (kejang) dan membatasi aliran darah menuju otak. Jaringan otak tidak mendapatkan asupan oksigen yang mencukup sehingga terjadi iskemi dan kematian sel. Vasopasm bisa menyebabkan gejala yang serupa seperti pada stroke iskemik, yaitu kelemahan atau kehilangan rasa pada salah satu bagian tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi lemah. 3. Pecahan kedua kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu seminggu.

Penatalaksanaan10 - 13Tujuan tatalaksana dini adala untuk menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi awal, termasuk laboratorium dan pencitraan.Kenalpasti keadaan hipoglikemia atau hiperglikemia secara dini dan diobati sesuai penemuan. Hipertermia jarang dikaitkan dengan stroke tetapi jika didapatkan suhu tubuh yang tinggi, diberikan obat antipiretik untuk menurunkan suhu karena dapat menyebabkan peningkatan morbitas penyakit. Tambahan oksigen diberikan jika pasien memiliki kebutuhan oksigen yang didokumentasikan. Tensi harus direkod dan diturunkan sesuai indikasi. Pada keadaan stroke iskemik akut, penurunan tensi dikontraindikasikan pada keadaan MAP > 130. Target penurunan tensi optimal ditentukan sesuai dengan pedoman American Stroke Association. Beberapa pasien mungkin datang dengan keadaan hipotensi sehingga harus dilakukan perbaikan aliran. Penatalaksanaan pada pasien dengan stroke hemoragik luas dan penurunan kesadaran adalah dengan memastikan ventilasi yang adekuat, monitor peningkatan tekanan intracranial dan pemberian infuse dengan NaCl fisiologis. Pada stroke hemoragik, penatalaksanaan dapat dibagikan kepada penatalaksanaan bedah dan medikamentosa. 1. Penatalaksanaan bedaha. Dekompresi serebellar. Tindakan yang paling penting dalam penatalaksanaan perdarahan hipertensif adalah dengan melakukan dekompresi hematoma serebellar. Jika tidak dilakukan dapat menyebabkan kematian atau deteriorasi dari keadaan umum pasien. Tindakan ini mempunyai kemungkinan dapat menyembuhkan defisit neurologi. Tindakan ini harus diambil secepat mungkin.b. Dekompresi serebral. Pembedahan dapat berguna apabila perdarahan superficial ke dalam grisea alba menyebabkan timbulnya efek massa dan terjadinya midline shifting dan herniasi. Walaupun begitu, prognosis dari tindakan ini sangat bergantung kepada tahap kesadaran sebelum operasi dan jarang memberikan hasil yang memuaskan pada pasien yang sudah berada di dalam koma.c. Kontraindikasi. Kontraindikasi pembedahan adalah pada perdarahan pontine atau serebral dalam karena pada sebagian besar kasus, terjadinya dekompresi spontan dengan pecahnya ke dalam ventrikel. Selain itu, bagian tersebut sulit untuk dicapai dengan pembedahan karena harus melewati bagian otak yang sehat.

2. Penatalaksanaan medikamentosaPada pasien yang menggunakan antikoagulan dan antitrombotik haruslah segera dihentikan pada kejadian perdarahan akut. Penurunan tekanan darah secara sangat cepat tidak dianjurkan karena dapat menganggu perfusi jaringan otak pada peningkatan tekanan intracranial. Walaupun begitu, MAP > 110 mmHg dapat meningkatkan resiko terjadinya edema serebral dan pembentukan bekuan darah. Pada keadaan tersebut, maka penggunaan beta-blocker atau ACE-inhibitors dianjurkan. Kombinasi dengan diuretic dapat membantu. Peningkatan tekanan intracranial dapat terjadi karena hematoma sendiri atau karena edema serebral atau keduanya. Tatalaksana konservatif peningkatan tekanan intracranial adalah dengan memposisikan kepala lebih tinggi sampai 30 derajat pada garis tengah. Hal ini dapat meningkatkan aliran vena jugularis dan menurunkan tekanan intracranial. Terapi yang lebih agresif dapat dilakukan dengan terapi osmotik dengan menggunakan manitol atau saline hipertonik. Pemantauan tekanan intracranial harus dilakukan secara berterusan untuk memastikan tekanan perfusi serebral (CPP) lebih dari 70 mmHg. PrognosisSetelah kejadian stroke tingkat kesembuhan tergantung kepada beberapa faktor yang paling penting adalah derajat dari defisit neurologi yang dialami. Usia pasien, penyebab terjadinya stroke dan kelainan medis yang berkaitan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan hidup untuk sebulan dan angka harapan hidup untuk 10 tahun diperkirakan sekitar 35%. Dari jumlah pasien yang bertahan hidup setelah kejadian akut, kurang lebih hingga dari pasien memperoleh fungsi independen kembali, sedangkan 15% memerlukan perawatan khas.

KesimpulanPenurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi petunjuk kepada kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common pathway dari kegagalan fungsi organ seperti gagal jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penurunan kesadaran disebabkan oleh kelainan structural atau metabolic. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan secara cermat. Tatalaksana pada pasien penurunan kesadaran terdiri dari tatalaksana umum dan khusus. Pada tatalaksana umum, dilakukan penatalaksaan kegawat daruratn untuk mengatasi keadaan emergensi dan menghentikan atau megelakkan terjadinya proses yang bersifat fatal. Pada tatalaksana khusus, dilakukan tindakan untuk mengatasi penyebab utama dari penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran koma harus dapat dibedakan dengan keadaan pseudocoma. Stroke merupakan sekelompok defisit neurologis fokal atau global yang terjadi secara mendadak dapat menjadi berat atau menyebabkan kematian dalam waktu 24 jam dan disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak. Stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik yang merupakan penyebab stroke terbanyak, dan stroke hemoragik. Walaupun begitu, stroke hemoragik lebih sering bersifat berat dan lebih sering menyebabkan kematian pada fase akut. Penurunan kesadaran termasuk dalam defisit neurologis global yang dapat terjadi pada stroke. Penyebab dari penurunan kesadaran dapat terjadi karena pada stroke intracranial dapat timbul efek massa dan peningkatan tekanan intracranial yang dapat menyebabkan kompresi jaringan otak sehingga berbahaya herniasi. Dapat juga terjadi karena adanya edema serebri sebagai komplikasi dari perdarahan. Stroke hemoragik sering memberikan gambaran fokal yang tidak jelas jika dibandingkan dengan stroke iskemik karena efek perdarahan dan komplikasinya yang sulit diprediksi.

ANALISA KASUSPada kasus ini, seorang pasien laki-laki berusia 59 tahun dibawa ke UGD RSBY dengan penurunan kesadaran + 4 jam SMRS dan kejang sejak + 2 jam SMRS. Pada anamnesis, didapatkan penurunan kesadaran sudah bermula sejak + 4 jam SMRS, pada awalnya pasien mengalami kelemahan dari tangannya, yaitu saudara pasien mengatakan pasien tidak bisa mengangkat gelas aqua, dan diikuti dengan pasien tampak mengantuk dan sulit untuk dibangunkan. Pasien semakin lama semakin sulit untuk dibangunkan. Saat sedang tiduran di rumah, pasien tiba tiba kejang. Kejang hanya terjadi pada tubuh sebelah kanan dengan gerakan kelojotan dan mata mendelik ke atas. Pasien sempat mengompol saat kejang. Pasien kejang sebanyak 5 kali berturut dengan pola yang sama, terus menerus dan tidak ada perbaikan kesadaran di antara kejadian kejang. Saat pasien sedang kejang, pasien muntah sebanyak dua kali, sebanyak gelas aqua dan bersifat menyembur. Pasien tidak pernah mengeluh sakit kepala atau panas sebelum kejadian ini. Pasien mempunyai riwayat menderita stroke pada tahun 2008. Saat kejadian tersebut, pasien mengalami hemiparese tubuh bagian kanan dan bicara menjadi pelo. Setelah pengobatan, pasien sekarang sudah bisa berjalan sendiri dan beraktivitas seperti biasa dengan komplikasi yang tinggal adalah bicara sedikit pelo dan daya ingat yang melemah.Pada anamnesis yang telah dilakukan ,didapatkan onset defisit neurologis yang bersifat global, yaitu penurunan kesadaran dan defisit neurologis yang bersifat lokal yaitu kejang yang terjadi secara mendadak. Pasien muntah sebanyak 2 kali, bersifat menyemprot. Tidak ada keluhan panas atau sakit kepala sebelum terjadnya onset. Sebelum kejadian, pasien juga sedang beraktivitas tenang yaitu sedang mengaji di masjid. Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus. Pasien juga mempunyai riwayat stroke pada tahun 2008. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan kesadaran Somnolen dengan GCS E2M4V2 , tekanan darah 240/150 mmHg, nadi 88 kali/menit, pernapasan 32 kali/menit dan suhu 38,8oC. Pada pemeriksaan neurologis, didapatkan tanda rangsang meningeal (-). Pupil anisokor dengan diameter 5mm/ 4mm, refleks cahaya langsung positif dan refleks cahaya tidak lansung positif. Kesan parese N.III kiri total dan N.VI kiri serta parese N.III kanan parsial. Terdapat kesan hemiparese dupleks kiri. Rangsang nyeri (+). Refleks ekstremitas kanan atas dan bawah hiperrefleks dengan refleks patologis Babinski (+) pada sisi kiri dan