24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

55
EVALUASI MANAJEMEN OBAT DI RUMAH SAKIT * ) A. Pengertian Obat Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I pasal 1 tidak disebutkan mengenai pengertian obat, tetapi pengertian tentang sediaan farmasi. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. 10 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang dibuat, ditawarkan untuk dibuat, ditawarkan untuk dijual atau disajikan untuk digunakan dalam pengobatan, peredaran, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, suatu kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan, atau dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organis pada manusia atau hewan. 11 Beberapa istilah yang perlu diketahui tentang obat, antara lain : 12 1. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria, atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) atau buku lain. 2. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakan dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya. 3. Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang berkhasiat maupunan mutunya terjamin yang tidak berkhasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu atau komponen lain yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat dan keamanannya. 4. Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosa, profilaksis terapi dan rehabilitasi yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. 13 Konsep obat esensial merupakan pendekatan untuk menyediakan pelayanan *) SUTOPO PATRIA JATI, AKK-FKM UNDIP 1

Transcript of 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

Page 1: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

EVALUASI MANAJEMEN OBAT DI RUMAH SAKIT * )

A. Pengertian Obat

Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Bab I pasal 1 tidak disebutkan mengenai pengertian obat, tetapi pengertian

tentang sediaan farmasi. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat

tradisional dan kosmetik.10

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB),

obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang dibuat, ditawarkan untuk

dibuat, ditawarkan untuk dijual atau disajikan untuk digunakan dalam

pengobatan, peredaran, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, suatu

kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan, atau dalam

pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organis pada manusia atau

hewan.11

Beberapa istilah yang perlu diketahui tentang obat, antara lain :12

1. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran

dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria, atau bentuk

lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia

(FI) atau buku lain.

2. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang

terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakan dan dijual dalam

bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.

3. Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik

sebagai bagian yang berkhasiat maupunan mutunya terjamin yang tidak

berkhasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu atau

komponen lain yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat dan

keamanannya.

4. Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk

pelayanan kesehatan bagi masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosa,

profilaksis terapi dan rehabilitasi yang diupayakan tersedia pada unit

pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.13 Konsep

obat esensial merupakan pendekatan untuk menyediakan pelayanan

*) SUTOPO PATRIA JATI, AKK-FKM UNDIP

1

Page 2: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

2

bermutu dan terjangkau, yang diwujudkan dengan Daftar Obat Esensial

Nasional.14

5. Obat generik berlogo adalah obat esensial yang tercantum

dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan mutunya terjamin

karena diproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB dan diuji ulang oleh

Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan (PPOM

Depkes). PPOM Depkes saat sekarang telah menjadi Badan Pengawas

Obat dan Makanan (BPOM) yang bertanggung jawab langsung kepada

Presiden.

B. Dasar Kebijakan Umum Obat

Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)15 telah disebutkan bahwa

Subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun

berbagai upaya yang menjamin ketersediaan, pemerataan serta mutu obat

dan perbekalan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung dalam

rangka tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Tujuan dari subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah

tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu dan

bermanfaat, serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin

terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya.

Subsistem obat dan perbekalan kesehatan terdiri dari tiga unsur utama

yakni jaminan ketersediaan, jaminan pemerataan serta jaminan mutu obat

dan perbekalan kesehatan. Jaminan ketersediaan obat dan perbekalan

kesehatan adalah upaya pemenuhan kebutuhan obat dan perbekalan

kesehatan sesuai dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya

penyebaran obat dan perbekalan kesehatan secara merata dan

berkesinambungan sehingga mudah diperoleh dan terjangkau oleh

masyarakat. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya

menjamin khasiat, keamanan serta keabsahan obat dan perbekalan

kesehatan sejak dari produksi hingga pemanfaatannya. Ketiga unsur utama

tersebut, yakni jaminan ketersediaan, jaminan pemerataan serta jaminan

mutu obat dan perbekalan kesehatan, bersinergi dan ditunjang dengan

2

Page 3: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

3

teknologi, tenaga pengelola serta penatalaksanaan obat dan perbekalan

kesehatan.

Penyelenggaraan subsistem obat dan perbekalan kesehatan mengacu

pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Obat dan perbekalan kesehatan adalah kebutuhan dasar

manusia yang berfungsi sosial, sehingga tidak boleh diperlakukan

sebagai komoditas ekonomi semata.

2. Obat dan perbekalan kesehatan sebagai barang publik harus

dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya, sehingga penetapan

harganya dikendalikan oleh pemerintah dan tidak sepenuhnya diserahkan

kepada mekanisme pasar.

3. Obat dan Perbekalan Kesehatan tidak dipromosikan secara

berlebihan dan menyesatkan.

4. Peredaran serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan

tidak boleh bertentangan dengan hukum, etika dan moral.

5. Penyediaan obat mengutamakan obat esensial generik

bermutu yang didukung oleh pengembangan industri bahan baku yang

berbasis pada keanekaragaman sumberdaya alam.

6. Penyediaan perbekalan kesehatan diselenggarakan melalui

optimalisasi industri nasional dengan memperhatikan keragaman produk

dan keunggulan daya saing.

7. Pengadaan dan pelayanan obat di rumah sakit disesuaikan

dengan standar formularium obat rumah sakit, sedangkan di sarana

kesehatan lain mengacu kepada Daftar Obat Esensial Nasional.

8. Pelayanan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan

secara rasional dengan memperhatikan aspek mutu, manfaat, harga,

kemudahan diakses serta keamanan bagi masyarakat dan

lingkungannya.

9. Pengembangan dan peningkatan obat tradisional ditujukan

agar diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, memiliki

khasiat nyata yang teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas,

baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam

pelayanan kesehatan formal.

3

Page 4: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

4

10. Pengamanan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan

mulai dari tahap produksi, distribusi dan pemanfaatan yang mencakup

mutu, manfaat, keamanan dan keterjangkauan.

11. Kebijaksanaan Obat Nasional ditetapkan oleh pemerintah

bersama pihak terkait lainnya.

Bentuk pokok subsistem obat dan perbekalan kesehatan antara lain:

1. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan

kesehatan secara nasional diselenggarakan oleh pemerintah bersama

pihak terkait.

2. Perencanaan obat merujuk pada Daftar Obat Esensial

Nasional yang ditetapkan oleh pemerintah bekerja sama dengan

organisasi profesi dan pihak terkait lainnya.

3. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan

diutamakan melalui optimalisasi industri nasional.

4. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan yang

dibutuhkan oleh pembangunan kesehatan dan secara ekonomis belum

diminati swasta menjadi tanggung jawab pemerintah.

5. Pengadaan dan produksi bahan baku obat difasilitasi

oleh pemerintah.

6. Pengadaan dan pelayanan obat di rumah sakit

didasarkan pada formularium yang ditetapkan oleh PFT rumah sakit.

7. Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan.

8. Pendistribusian obat diselenggarakan melalui

pedagang besar farmasi.

9. Pelayanan obat dengan resep dokter kepada

masyarakat diselenggarakan melalui apotek, sedangkan pelayanan obat

bebas diselenggarakan melalui apotek, toko obat dan tempat-tempat

yang layak lainnya, dengan memperhatikan fungsi sosial.

10. Dalam keadaan tertentu, dimana tidak terdapat

pelayanan apotek, dokter dapat memberikan pelayanan obat secara

langsung kepada masyarakat.

4

Page 5: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

5

11. Pelayanan obat di apotek harus diikuti dengan

penyuluhan yang penyelenggaraannya menjadi tanggung jawab

apoteker.

12. Pendistribusian, pelayanan dan pemanfaatan

perbekalan kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial.

13. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan

14. Pengawasan mutu produk obat dan perbekalan

kesehatan dalam peredaran dilakukan oleh industri yang bersangkutan,

pemerintah, organisasi profesi dan masyarakat.

15. Pengawasan distribusi obat dan perbekalan kesehatan

dilakukan oleh pemerintah, kalangan pengusaha, organisasi profesi dan

masyarakat.

16. Pengamatan efek samping obat dilakukan oleh

pemerintah, bersama dengan kalangan pengusaha, organisasi profesi

dan masyarakat.

17. Pengawasan promosi serta pemanfaatan obat dan

perbekalan kesehatan dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan

kalangan pengusaha, organisasi profesi dan masyarakat.

18. Pengendalian harga obat dan perbekalan kesehatan

dilakukan oleh pemerintah bersama pihak terkait.

19. Pengawasan produksi, distribusi dan penggunaan

narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya lainnya dilakukan

oleh pemerintah secara lintas sektor, organisasi profesi dan masyarakat.

20. Pengawasan produksi, distribusi dan pemanfaatan

obat tradisional dilakukan oleh pemerintah secara lintas sektor,

organisasi profesi dan masyarakat.

Selain SKN di Indonesia juga terdapat Kebijakan Obat Nasional

(KONAS) yang digunakan sebagai landasan, arah, dan pedoman dalam

pembangunan di bidang obat. Tujuannya menjamin:16

1. Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat

esensial.

2. Keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang beredar serta

melindungi masyarakat dari penggunaan yang salah dan

penyalahgunaan obat.

5

Page 6: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

6

3. Penggunaan obat yang rasional.

Strategi untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan

obat esensial, yaitu;

1. Perlu sistem pembiayaan obat berkelanjutan, baik sektor publik

maupun sektor swasta.

2. Rasionalisasi harga obat dan pemanfaatan obat generik.

3. Penerapan sistem pengadaan dalam jumlah besar atau

pengadaan bersama di sektor publik.

4. Penyiapan peraturan yang tepat untuk menjamin ketersediaan dan

keterjangkauan obat.

5. Memanfaatkan skema TRIPs seperti Lisensi Wajib, Pelaksanaan

Paten oleh Pemerintah dan parallel import.

Strategi untuk menjamin keamanan, khasiat dan mutu obat beredar,

serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan

penyalahgunaan obat, yaitu:

1. Penilaian keamanan, khasiat dan mutu melalui

proses pendaftaran.

2. Adanya dasar hukum dan penegakan hukum

secara konsisten, dengan efek jera yang tinggi untuk setiap pelanggaran.

3. Penyempurnaan standar sarana produksi, sarana

distribusi dan sarana pelayanan obat.

4. Pemberdayaan masyarakat melaui penyediaan dan

peyebaran informasi terpercaya, untuk menghindarkan dari penggunaan

yang tidak memenuhi standar dan penyalahgunaan obat.

5. Penyempurnaan dan pengembangan berbagai

standar dan pedoman.

Strategi untuk menjamin penggunaan obat yang rasional, yaitu:

1. Penerapan penggunaan DOEN dalam setiap upaya pelayanan

kesehatan.

2. Penerapan pendekatan farmakoekonomi melalui analisis biaya efektif

dengan biaya manfaat pada seleksi obat yang digunakan di semua

tingkat pelayanan kesehatan.

3. Penerapan pelayanan kefarmasian yang baik (pharmaceutical care),

perubahan dari product oriented ke patient oriented.

6

Page 7: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

7

4. Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi

(KIE).

C. Manajemen Obat

Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting

dalam fungsi manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidak

efisienan akan memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara

medis maupun secara ekonomis. Tujuan manajemen obat di rumah sakit

adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat dibutuhkan, dalam

jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau untuk

mendukung pelayanan yang bermutu.5, 10

Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang

merupakan suatu siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4

fungsi dasar yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta

penggunaan.5

Dalam sistem manajemen obat, masing-masing fungsi utama terbangun

berdasarkan fungsi sebelumnya dan menentukan fungsi selanjutnya. Seleksi

seharusnya didasarkan pada pengalaman aktual terhadap kebutuhan untuk

melakukan pelayanan kesehatan dan obat yang digunakan, perencanaan

dan pengadaan memerlukan keputusan seleksi dan seterusnya. Siklus

manajemen obat didukung oleh faktor-faktor pendukung manajemen

(management support) yang meliputi organisasi, keuangan atau finansial,

sumber daya manusia (SDM), dan sistem informasi manajemen (SIM). Setiap

tahap siklus manjemen obat yang baik harus didukung oleh keempat faktor

tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara efektif dan

efisien. Siklus pengelolaan obat tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut:5

7

Seleksi/Perencanaan

Penggunaan Pengadaan

Dukungan Manajemen:- Organ

isasi- Pembi

ayaan- Manaj

emen

Page 8: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

8

Gambar 2.2. Siklus Manajemen Obat

Keterangan :

= garis koordinasi

= garis aktivitas pengelolaan

Sumber : Quick D. Jonathan. Managing Drug Supply (2nd ed)

Pada dasarnya, manajemen obat di rumah sakit adalah bagaimana cara

mengelola tahap-tahap dan kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan

baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat

yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia

setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk

mendukung pelayanan yang bermutu.5,12

Manajemen obat di rumah sakit dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah

Sakit. Berkaitan dengan pengelolaan obat di rumah sakit, Departemen

Kesehatan RI melalui SK No. 85/Menkes/Per/1989, menetapkan bahwa

untuk membantu pengelolaan obat di rumah sakit perlu adanya Panitia

Farmasi dan Terapi,Formularium dan Pedoman Pengobatan.

Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan

komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya

terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah

sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan

lainnya.3

Formularium dapat diartikan sebagai daftar produk obat yang digunakan

untuk tata laksana suatu perawatan kesehatan tertentu, berisi kesimpulan

atau ringkasan mengenai obat. Formularium merupakan referensi yang berisi

informasi yang selektif dan relevan untuk dokter penulis resep,

penyedia/peracik obat dan petugas kesehatan lainnya.5

Pedoman pengobatan yaitu standar pelayanan medis yang merupakan

standar pelayanan rumah sakit yang telah dibakukan bertujuan

mengupayakan kesembuhan pasien secara optimal, melalui prosedur dan

tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan.

8

Distribusi

Kebijakan dan Perundang-undangan

Page 9: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

9

Pengelolaan obat berhubungan erat dengan anggaran dan belanja

rumah sakit. Mengenai biaya obat, menurut Andayaningsih, biaya obat

sebesar 40% dari total biaya kesehatan. Menurut Depkes RI secara nasional

biaya obat sebesar 40%-50% dari jumlah operasional pelayanan kesehatan.

Mengingat begitu pentingnya dana dan kedudukan obat bagi rumah sakit,

maka pengelolaannya harus dilakukan secara efektif dan efisien sehingga

dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien dan rumah

sakit.2 Pengelolaan tersebut meliputi seleksi dan perencanaan, pengadaan,

penyimpanan, distribusi dan penggunaan.1

1. Seleksi dan perencanaan

Tersedianya berbagai macam obat dipasaran, membuat para dokter

tidak mungkin up to date dan membandingkan berbagai macam obat

tersebut. Produk obat yang sangat bervariasi juga menyebabkan tidak

konsistennya pola peresepan dalam suatu sarana pelayanan kesehatan.

Hal ini akan menyulitkan dalam proses pengadaan obat. Disinilah letak

peran seleksi dan perencanaan obat.

a. Seleksi

Seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari

meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi

pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan

dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga

dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan

peran aktif apoteker dalam PFT untuk menetapkan kualitas dan

efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian.1

Kriteria seleksi obat menurut DOEN:

1) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan pasien

2) Memiliki rasio resiko manfaat yang paling menguntungkan

3) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan

4) Obat mudah diperoleh

b. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis,

jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan

dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan

menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-

9

Page 10: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

10

dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain Konsumsi,

Epidemiologi, Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi

disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.1

Dalam pengelolaan obat yang baik perencanaan idealnya

dilakukan dengan berdasarkan atas data yang diperoleh dari tahap

akhir pengelolaan, yaitu penggunaan obat periode yang lalu. Tujuan

dari perencanaan adalah untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat

yang sesuai dengan kebutuhan, menghindari terjadinya stock out

(kekosongan) obat dan meningkatkan penggunaan obat secara

rasional.17

Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan

obat di IFRS, apabila lemah dalam perencanaan maka akan

mengakibatkan kekacauan dalam suatu siklus manajemen secara

keseluruhan, mulai dari pemborosan dalam penganggaran,

membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan, tidak

tersalurkannya obat sehingga obat bisa rusak atau kadaluarsa.

Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan bahwa

perencanaan kebutuhan obat adalah salah satu aspek penting dan

menentukan dalam pengelolaan obat karena perencanaan kebutuhan

akan mempengaruhi pengadaan, pendistribusian dan penggunaan

obat di unit pelayanan kesehatan.18

Perencanaan merupakan tahap awal pada siklus pengelolaan

obat. Ada beberapa macam metode perencanaan, yaitu:

1) Metode morbiditas/epidemiologi19

Yaitu berdasarkan pada penyakit yang ada. Dasarnya adalah

jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan

(morbidity load), yaitu didasarkan pada penyakit yang ada di rumah

sakit atau yang paling sering muncul dimasyarakat. Metode ini

paling banyak digunakan di rumah sakit. Tahap-tahap yang

dilakukan yaitu:

a) Menentukan beban penyakit

(1)Tentukan beban penyakit periode yang lalu, perkirakan

penyakit yang akan dihadapi pada periode mendatang

10

Page 11: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

11

(2) Lakukan stratifikasi/pengelompokkan masing-

masing jenis, misalnya anak atau dewasa, penyakit ringan,

sedang, atau berat, utama atau alternatif

(3) Tentukan prediksi jumlah kasus tiap penyakit dan

persentase (prevalensi) tiap penyakit

b) Menentukan pedoman pengobatan

(1)Tentukan pengobatan tiap-tiap penyakit, meliputi nama

obat, bentuk sediaan, dosis, frekuensi, dan durasi

pengobatan

(2)Hitung jumlah kebutuhan tiap obat per episode sakit untuk

masing-masing kelompok penyakit

c) Menentukan obat dan jumlahnya

(1) Hitung jumlah kebutuhan tiap obat untuk

tiap penyakit

(2) Jumlahkan obat sejenis menurut nama

obat, dosis, bentuk sediaan, dan lain-lain

Perencanaan dengan menggunakan metode morbiditas ini lebih

ideal, namun prasyarat lebih sulit dipenuhi. Sementara

kelemahannya yaitu seringkali standar pengobatan belum tersedia

atau belum disepakati dan data morbiditas tidak akurat.20

2) Metode konsumsi20

Metode konsumsi adalah suatu metode perencanaan obat

berdasarkan pada kebutuhan riil obat pada periode lalu dengan

penyesuaian dan koreksi berdasarkan pada penggunaan obat tahun

sebelumnya. Metode ini banyak digunakan di Apotek.

Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:

a) Pastikan beberapa kondisi berikut:

(1)Dapatkah diasumsikan pola pengobatan periode yang lalu

baik atau rasional?

(2)Apakah suplai obat periode itu cukup dan lancar?

(3)Apakah data stok, distribusi, dan penggunaan obat

lengkap dan akurat?

(4)Apakah banyak terjadi kecelakaan (obat rusak, tumpah,

kadaluarsa) dan kehilangan obat?

11

Page 12: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

12

(5)Apakah jenis obat yang akan digunakan sama?

b) Lakukan estimasi jumlah kunjungan

total untuk periode yang akan datang

(1) Hitung kunjungan pasien rawat

inap maupun rawat jalan pada periode yang lalu

(2) Lakukan estimasi periode yang

akan datang dengan memperhatikan:

a) Perubahan populasi daerah cakupan pelayanan,

perubahan cakupan pelayanan

b) Pola morbiditas, kecendrungan perubahan

insidensi

c) Penambahan fasilitas pelayanan

c) Perhitungan

(1) Tentukan metode konsumsi

(2) Hitung pemakaian tiap jenis obat

dalam periode lalu

(3) Koreksi hasil pemakaian tiap jenis

obat dalam periode lalu terhadap kecelakaan dan kehilangan

obat

(4) Koreksi langkah sebelumnya

(koreksi hasil pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu

terhadap kecelakaan dan kehilangan obat) terhadap stock

out.

(5) Lakukan penyesuaian terhadap

kesepakatan langkah1 dan 2

(6) Hitung periode yang akan datang

untuk tiap jenis obat

Perencanaan obat dengan metode konsumsi akan memakan

waktu lebih banyak tetapi lebih mudah dilakukan, namun aspek

medik penggunaan obat kurang dapat dipantau. Kelemahannya

yaitu kebiasaan pengobatan yang tidak rasional seolah-olah

ditolerir.20

3) Metode gabungan, metode ini untuk menutupi kelemahan kedua

metode diatas.20

12

Page 13: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

13

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No 23 tahun 1992

tentang Kesehatan kaitannya dengan perencanaan obat, Bab V bagian

ke-11 pasal 40 menyebutkan bahwa sediaan farmasi yang berupa obat

dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakope Indonesia dan

atau buku standar lain. 20

Pedoman perencanaan obat untuk rumah sakit yaitu DOEN,

Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan

setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia,

penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian

periode yang lalu, atau dari rencana pengembangan.1

Perencanaan yang telah dibuat harus dilakukan koreksi dengan

menggunakan metode analisis nilai ABC untuk koreksi terhadap aspek

ekonomis, karena suatu jenis obat dapat memakan anggaran besar

disebabkan pemakaiannya banyak atau harganya mahal. Dengan

analisis nilai ABC ini, dapat diidentifikasi jenis-jenis obat yang dimulai

dari golongan obat yang membutuhkan biaya terbanyak. Pada

dasarnya obat dibagi dalam tiga golongan yaitu golongan A jika obat

tersebut mempunyai nilai kurang lebih 80 % sedangkan jumlah obat

tidak lebih dari 20 %, golongan B jika obat tersebut mempunyai nilai

sekitar 15 % dengan jumlah obat sekitar 10 % - 80 %, dan golongan C

jika obat mempunyai nilai 5 % dengan jumlah obat sekitar 80 % - 100

%.5

Analisa juga dapat dilakukan dengan metode VEN (Vital, Esensial

dan Non Esensial) untuk koreksi terhadap aspek terapi, yaitu dengan

menggolongkan obat kedalam tiga kategori. Kategori V atau vital yaitu

obat yang harus ada yang diperlukan untuk menyelamatkan

kehidupan, kategori E atau essensial yaitu obat yang terbukti efektif

untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi pasienan, kategori N

atau non essensial yaitu meliputi berbagai macam obat yang

digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri, obat yang

diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis.5 Analisa

kombinasi metode ABC dan VEN yaitu dengan melakukan pendekatan

mana yang paling bermanfaat dalam efisiensi atau penyesuaian dana.2

2. Pengadaan

13

Page 14: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

14

Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan

kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui :1

a. Pembelian :

1) Secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)

2) Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar

farmasi/rekanan

b. Produksi/pembuatan sediaan farmasi:

1) Produksi Steril

2) Produksi Non Steril

c. Sumbangan/droping/hibah pembelian secara tender.

Tujuan pengadaan adalah memperoleh obat yang dibutuhkan

dengan harga layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu,

proses berjalan lancar tidak memerlukan waktu dan tenaga yang

berlebihan.5

Pengadaan memegang peranan yang penting, karena dengan

pengadaan rumah sakit akan mendapatkan obat dengan harga, mutu dan

jumlah, yang sesuai dengan kebutuhan. Rumah sakit tidak dapat

memenuhi kebutuhan pasien jika persediaan obat tidak ada, hal ini dapat

berakibat fatal bagi pasien dan akan mengurangi keuntungan yang

seharusnya dapat diterima rumah sakit.2

Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah berlaku untuk

pengadaan obat di rumah sakit milik pemerintah, pengadaan obat ini

dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN)

maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam

Keppres ini, pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan dengan

menggunakan:21

a. Penyedia barang/jasa, yaitu dengan menggunakan badan usaha atau

orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/

layanan jasa.

b. Pengadaan barang/jasa swakelola, yaitu direncanakan, dikerjakan,

dan diawasi sendiri oleh institusi pemerintah penanggungjawab

anggaran atau institusi pemerintah penerima kuasa dari

penanggungjawab anggaran atau kelompok masyarakat penerima

14

Page 15: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

15

hibah. Swakelola dapat dilaksanakan oleh pengguna barang/jasa,

instansi pemerintah lain, kelompok masyarakat/lembaga swadaya

masyarakat penerima hibah.

Untuk menentukan sistem pengadaan perlu mempertimbangkan

jenis, sifat, dan nilai barang/jasa yang ada. Prinsip pengadaan barang/

jasa yaitu:24

a. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan

menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai

sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat

dipertanggungjawabkan

b. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan

yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan

c. Terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka

bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan

melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang

setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan

dan prosedur yang jelas dan transparan

d. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai

pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi

pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon

penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia

barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya

e. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi

semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi

keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan

apapun

f. Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan

maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum

pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-

prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.

Metoda Pemilihan Penyedia Barang/Jasa terbagi menjadi:24

a. Pelelangan umum

15

Page 16: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

16

Adalah metoda pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan

secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media

massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum

sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi

kualifikasi dapat mengikutinya. Semua pemilihan penyedia barang/jasa

pemborongan/jasa lainnya pada prinsipnya dilakukan dengan

pelelangan umum.

b. Pelelangan terbatas

Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu

melaksanakan diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan yang kompleks,

maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metoda

pelelangan terbatas dan diumumkan secara luas melalui media massa

dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia

barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan

kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.

c. Pemilihan langsung

Yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan

membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-

kurangnya 3 penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus

prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta

harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman resmi untuk

penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet, pemilihan

langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai

dengan Rp 100.000.000,00.

d. Penunjukan langsung

Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia

barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung

terhadap 1 penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi

baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan

secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Penunjukan langsung

dapat dilaksanakan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut :

1). Keadaan tertentu, yaitu:

a) Penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan dan

keselamatan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak

16

Page 17: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

17

dapat ditunda, atau harus dilakukan segera, termasuk penanganan

darurat akibat bencana alam; dan/atau

b) Pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut pertahanan

dan keamanan negara yang ditetapkan oleh presiden; dan/atau

c) Pekerjaan yang berskala kecil dengan nilai maksimum Rp

50.000.000,00 dengan ketentuan :

(1) Untuk keperluan sendiri; dan/atau

(2) Teknologi sederhana; dan/atau

(3) Resiko kecil; dan/atau

(4) Dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa usaha orang

perseorangan dan/atau badan usaha kecil termasuk koperasi

kecil.

2). Pengadaan barang/jasa khusus, yaitu :

a) Pekerjaan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan

pemerintah; atau

b) Pekerjaan/barang spesifik yang hanya dapat

dilaksanakan oleh satu penyedia barang/jasa, pabrikan, pemegang

hak paten; atau

c) Merupakan hasil produksi usaha kecil atau koperasi

kecil atau pengrajin industri kecil yang telah mempunyai pasar dan

harga yang relatif stabil; atau

d) Pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat

dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan/atau

hanya ada satu penyedia barang/jasa yang mampu

mengaplikasikannya.

Proses pengadaan obat memiliki beberapa proses yang baku, dan

merupakan siklus yang berjalan terus menerus sesuai dengan kegiatan

rumah sakit. Langkah proses pengadaan dimulai dengan mereview daftar

obat-obatan yang diadakan, menentukan jumlah item yang akan dibeli,

menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metode pengadaan,

memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman

barang dan memeriksa, melakukan pembayaran serta menyimpan yang

kemudian didistribusikan. Agar proses pengadaan berjalan lancar dan

dengan manjemen yang baik memerlukan struktur komponen berupa

17

Page 18: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

18

personel yang terlatih dan menguasai permasalahan pengadaan, adanya

prosedur yang jelas dan terdokumentasi didasarkan pada pedoman baku,

sistem informasi yang baik, didukung oleh dana dan fasilitas yang

memadai.2

Tiga elemen penting pada proses pengadaan yaitu :22

a. Metode pengadaan yang dipilih, bila tidak

teliti dapat menjadikan biaya tinggi.

b. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja,

sangat penting untuk menjaga agar pelaksanaan pengadaan terjamin

mutu, waktu dan kelancaran bagi semua pihak.

c. Order pemesanan, agar barang sesuai

macam, waktu dan tempat.

3. Penyimpanan

Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut

persyaratan yang ditetapkan :1

a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya

b. Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya

c. Mudah tidaknya meledak/terbakar

d. Tahan/tidaknya terhadap cahaya

disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan

perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.

Tujuannya adalah untuk mempertahankan kualitas obat,

mengoptimalkan manajemen persediaan, memberikan informasi

kebutuhan obat yang akan datang, melindungi permintaan yang naik

turun, melindungi pelayanan dari pengiriman yang terlambat, menambah

keuntungan bila pembelian banyak, menghemat biaya pemesanan, dan

mengurangi kerusakan dan kehilangan.2

Kegiatan dari penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan yang

dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut : 2

a. Menerima obat/barang dan dokumen-dokumen pendukungnya

antara lain surat pesanan/surat kontrak, surat kiriman, faktur

obat/barang.

b. Memeriksa obat/barang dengan dokumen-dokumen yang

bersangkutan baik dari segi jumlah, mutu, expire date, merk, harga,

18

Page 19: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

19

dan spesifikasi lain bila diperlukan, pentingnya meneliti barang-barang

adalah sangat perlu untuk menjamin kebenaran dari spesifikasi

kuantitas dan kualitas barang yang diterima.

c. Menyimpan obat/barang sesuai ketentuan:

1) Perlu diperhatikan lokasi dari tempat penyimpanan digudang

dan menjamin bahwa obat yang disimpan mudah diperoleh dan

mengaturnya sesuai penggolongan barang, klas terapi obat/khasiat

obat dan sesuai abjad.

2) Perlu diperhatikan untuk obat-obatan dengan syarat

penyimpanan khusus, obat-obat thermolabiel, dan expiration date

obat.

d. Memeriksa secara berkala dan menjaga obat dari

kerusakan/hilang yang merupakan fungsi dari pemeliharaan dan

pengendalian (controlling).

e. Memilih dan melakukan pengepakan untuk persiapan

pengiriman obat dan menyiapkan dokumen-dokumennya.

f. Mengirim obat dengan dokumen-dokumen pendukungnya dan

mengarsipkannya.

g. Mengadministrasikan keluar masuknya obat dengan tertib.

h. Menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja dan tempat

penyimpanan/gudang.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam fungsi penyimpanan

adalah:23

a. Masalah keamanan dan bahaya kebakaran merupakan resiko

terbesar dari penyimpanan, apalagi barang-barang farmasi sebagian

adalah mudah terbakar.

b. Pergunakan tenaga manusia seefektif mungkin, jangan berlebih

jumlah karyawannya sehingga banyak waktu menganggur yang

merupakan biaya, demikian juga sebaliknya, kekurangan tenaga akan

menimbulkan antrian di pusat pelayanan yang akan merugikan kedua

belah pihak.

c. Pergunakan ruangan yang tersedia seefisien mungkin, baik dari segi

besarnya ruangan dan pembagian ruangan.

d. Memelihara gudang dan peralatannya sebaik mungkin.

19

Page 20: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

20

e. Menciptakan suatu sistem penataan yang lebih efektif untuk lebih

memperlancar arus barang.

Ada beberapa macam sistem penataan obat, antara lain yang

pertama sistem First In First Out (FIFO) yaitu obat yang datang kemudian

diletakkan dibelakang obat yang terdahulu, yang kedua Last in First Out

(LIFO) yaitu obat yang datang kemudian diletakkan didepan obat yang

datang dahulu, yang ketiga First Expired First Out (FEFO) yaitu obat yang

mempunyai tanggal kadaluarsa lebih dahulu diletakkan didepan obat

yang mempunyai tanggal kadaluarsa kemudian. Ada beberapa cara

penempatan obat yang dapat dilakukan yaitu menurut jenisnya, menurut

abjad, menurut pabrik yang memproduksi dan menurut khasiat

farmakoterapinya.2

4. Distribusi

Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah

sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap

dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.

Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau

oleh pasien dengan mempertimbangkan :

a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada

b. Metode sentralisasi atau desentralisasi

c. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi

Sistem distribusi obat di rumah sakit terbagi menjadi pendistribusian

obat untuk pasien rawat inap, rawat jalan, dan distribusi obat di luar jam

kerja.1

a. Pendistribusian obat untuk pasien rawat inap

Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk

memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang

diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan

sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan,

sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.

b. Pendistribusian obat untuk pasien rawat jalan

Merupakan kegiatan pendistribusian obat untuk memenuhi

kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan

20

Page 21: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

21

secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep

perorangan oleh Apotik Rumah Sakit.

c. Pendistribusian obat di luar jam kerja

Merupakan kegiatan pendistribusian obat-obatan untuk memenuhi

kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh:

1) Apotek rumah sakit/satelit farmasi yang

dibuka 24 jam

2) Ruang rawat yang menyediakan obat-

obat emergensi

Sistem pelayanan distribus terdiri dari:

a. Sistem persediaan lengkap di ruangan

1) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk persediaan di ruang rawat

merupakan tanggung jawab perawat ruangan.

2) Setiap ruang rawat harus mempunyai penanggung jawab obat.

3) Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat

dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi.

b. Sistem resep perorangan

Pendistribusian perbekalan farmasi resep perorangan/pasien

rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.

c. Sistem unit dosis

Pendistribusian obat-obatan melalui resep perorangan yang

disiapkan, diberikan/digunakan dan dibayar dalam unit dosis tunggal

atau ganda, yang berisi obat dalam jumlah yang telah ditetapkan atau

jumlah yang cukup untuk penggunaan satu kali dosis biasa.

5. Pengunaan

Penggunaan obat adalah proses yang meliputi peresepan oleh

dokter, pelayanan obat oleh farmasi serta penggunaan obat oleh pasien.

Seorang dokter diharapkan membuat peresepan yang rasional, dengan

indikasi yang tepat, dosis yang tepat, memperhatikan efek samping dan

kontra indikasinya serta mempertimbangkan harga dan kewajarannya.

Obat yang ditulis dokter pada resep selanjutnya menjadi tugas farmasi

untuk menyiapkan dan menyerahkan kepada pasien.5

21

Page 22: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

22

Penggunaan obat dikatakan rasional apabila memenuhi kriteria obat

yang benar, indikasi yang tepat, obat yang manjur, aman, cocok untuk

pasien dan biaya terjangkau, ketepatan dosis, cara pemakaian dan lama

yang sesuai, sesuai dengan kondisi pasien, tepat pelayanan, serta ditaati

oleh pasien. Manfaat penggunaan obat yang rasional adalah

meningkatkan mutu pelayanan, mencegah pemborosan sumber dana,

dan meningkatkan akses terhadap obat esensial.24

Sebaliknya penggunaan obat dikatakan tidak rasional yaitu jika: 25

a. Pemakaian obat dimana sebenarnya indikasi pemakaiannya secara

medik tidak ada atau samar-samar

b. Pemilihan obat yang keliru untuk indikasi penyakit tertentu

c. Cara pemakaian obat, dosis, frekuensi dan lama pemberian tidak

sesuai

d. Pemakaian obat dengan potensi toksisitas atau efek samping lebih

besar padahal obat lain yang sama kemanfaatan (efficacy) dengan

potensi efek samping lebih kecil juga ada

e. Pemakaian obat-obat mahal padahal alternatif yang lebih murah

dengan kemanfaatan dan keamanan yang sama tersedia

f. Tidak memberikan pengobatan yang sudah diketahui dan diterima

kemanfaatan dan keamanannya (established efficacy and safety)

g. Memberikan pengobatan dengan obat-obat yang kemanfaatannya dan

keamanannya masih diragukan

h. Pemakaian obat yang semata-mata didasarkan pada pengalaman

individual tanpa mengacu pada sumber informasi ilmiah yang layak,

atau hanya didasari pada sumber informasi yang diragukan

kebenarannya

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pemakaian obat

yang tidak rasional antara lain: 26

a. Pembuat resep

b. Pasien/masyarakat

c. Sistem perencanaan dan pengelolaan obat

d. Kebijaksanaan obat dan pelayanan kesehatan

e. Informasi dan iklan obat, persaingan praktek dan pengobatan sesuai

dengan permintaan pasien

22

Page 23: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

23

Dampak peresepan yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak

yang negatif yaitu diantaranya dampak terhadap mutu pengobatan dan

pelayanan baik secara langsung maupun tidak langsung, dampak

terhadap biaya pelayanan pengobatan yang akan sangat dirasakan oleh

pasien, dampak terhadap kemungkinan efek samping obat, dan dampak

psikososial.2,5

D. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

1. Pengertian IFRS

IFRS dapat didefinisikan sebagai suatu departemen atau unit atau

bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan

dibantu beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan

perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional,

tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas

seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas

pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi,

penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat

berdasarkan resep bagi pasien rawat inap dan rawat jalan, pengendalian

mutu, dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan

kesehatan dirumah sakit, pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis,

mencakup layanan langsung pada pasien dan pelayan klinik yang

merupakan program rumah sakit secara keseluruhan.3

Tujuan dari farmasi rumah sakit menurut The American Society of

Hospital Pharmacist (ASHP) adalah: 30

a. Turut berpartisipasi aktif dalam penyembuhan pasien dan memupuk

tanggung jawab dalam profesi dengan landasan filosofi dan etika.

b. Mengembangkan ilmu dan profesi dengan konsultasi pendidikan dan

penelitian.

c. Mengembangkan kemampuan administrasi dan manajemen,

penyediaan obat dan alat kesehatan di rumah sakit.

d. Meningkatkan keterampilan tenaga farmasi yang bekerja di instalasi

farmasi rumah sakit. Memperhatikan kesejahteraan staf dan pegawai

yang bekerja di lingkungan instalasi farmasi rumah sakit.

23

Page 24: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

24

e. Mengembangkan pengetahuan tentang farmasi rumah sakit untuk

meningkatkan mutu pelayanan.

2. Tugas Pokok

Tugas pokok IFRS adalah:1

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional

berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi

c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk

meningkatkan mutu pelayanan farmasi

e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku

f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi

g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi

h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit

3. Fungsi

Fungsi IFRS yaitu sebagai berikut:1

a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

1) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan

rumah sakit

2) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara

optimal

3) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada

perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku

4) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi

kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit

5) Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi

dan ketentuan yang berlaku

6) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi

dan persyaratan kefarmasian

7) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit

pelayanan di rumah sakit

24

Page 25: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

25

b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan

Alat Kesehatan

1) Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien

2) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan

obat dan alat kesehatan

3) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat

dan alat kesehatan

4) Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat

kesehatan

5) Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/

keluarga

6) Memberi konseling kepada pasien/keluarga

7) Melakukan pencampuran obat suntik

8) Melakukan penyiapan nutrisi parenteral

9) Melakukan penanganan obat kanker

10) Melakukan penentuan kadar obat dalam darah

11) Melakukan pencatatan setiap kegiatan

12) Melaporkan setiap kegiatan

4. Bagan Organisasi1

Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian

tugas, koordinasi dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi

minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan,

pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan harus selalu dinamis

sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai

harapan pelanggan. Contoh struktur organisasi terlampir (Lampiran 1),

struktur organisasi ini dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi

rumah sakit.

5. Panitia Farmasi dan Terapi1

Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi,

sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-

spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi

Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.

25

Page 26: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

26

Tujuan dari PFT adalah:

a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan

mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya

b. Melengkapi staf profesional di bidang

kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan

obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.1

Susunan kepanitiaan Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang

dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi

rumah sakit setempat :

a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari

3 Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar

tenaga dokter bisa lebih dari 3 orang yang mewakili semua staf medis

fungsional yang ada.

b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di

dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli

farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah Farmakologi.

Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker

yang ditunjuk.

c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara

teratur, sedikitnya 2 bulan sekali dan untuk rumah sakit besar

rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi

dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah

sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT.

Fungsi dan ruang lingkup PFT, yaitu:

a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya,

pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan

pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta

harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat,

kelompok dan produk obat yang sama.

b. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk

obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.

c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan

yang termasuk dalam kategori khusus.

26

Page 27: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

27

d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan

terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai

penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku

secara lokal maupun nasional.

e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit

dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar

diagnosa dan terapi, tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan

secara terus menerus penggunaan obat secara rasional.

f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping

obat.

g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat

kepada staf medis dan perawat.

6. Formularium rumah sakit

Menurut WHO, formularium adalah susunan daftar obat yang baku

yang telah dipilih secara rasional dan disertai informasi penggunaannya.

Obat yang masuk dalam daftar formularium merupakan obat pilihan

utama (drug of choice) dan obat-obat alternatif lainnya. Dasar pemilihan

obat alternatif itu tetap harus mengindahkan prinsip manajemen, sebagai

obat yang bermanfaat, aman, ekonomis dan rasional.

Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh

Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat

direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan.1

Selanjutnya formularium perlu dikembangkan secara sistematis

melalui pendekatan yang logis dan berdasarkan pada kebutuhan pasien

serta fasilitas yang ada di RS. Sistem formularium yang dipakai adalah

suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan terus dalam arti bahwa

sementara formularium digunakan oleh staf medis, dilain pihak PFT

mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat

yang ada dipasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan

pasien.1

Komposisi Formularium: halaman judul, daftar nama anggota PFT,

daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat,

produk obat yang diterima untuk digunakan,dan lampiran.1

7. Sumber Daya Manusia Farmasi Rumah Sakit

27

Page 28: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

28

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh

tenaga farmasi profesional yang berwewenang berdasarkan undang-

undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata

pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan

kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap

keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan

kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan

dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta

perkembangan dan visi rumah sakit. 1

a. Pimpinan

IFRS harus dipimpin oleh seorang apoteker yang secara

profesional kompeten dan memenuhi persyaratan hukum. Adapun

tugas dan tanggung jawab pimpinan IFRS, yaitu:3

1) Bertugas dan bertanggung jawab memimpin semua kegiatan baik

fungsi klinik maupun non klinik.

2) Mengelola dan mengendalikan semua perbekalan kesehatan

yang beredar dan digunakan rumah sakit, menjamin keamanan,

kemanfaatan, dan mutu yang paling baik.

3) Bertanggung jawab dalam penetapan sasaran jangka pendek

dan jangka panjang didasarkan pada visi, misi, dan

pengembangan serta kecendrungan dalam pelayanan

kesehatan, praktik farmasi yang diperluas, dan kebutuhan khusus

rumah sakit.

4) Mengembangkan suatu rencana strategis dan jadwal untuk

mencapai sasaran, mengawasi penerapan rencana dan kegiatan

harian berkaitan dengan rencana itu, menetapkan sasaran dan

jadwal yang telah dipenuhi, dan mengadakan tindakan koreksi

bila perlu.

5) Harus mengetahui sepenuhnya tentang praktik farmasi rumah

sakit dan manajemen. Telah menyelesaikan studi minimal dalam

studi pascasarjana (S2) bidang farmasi rumah sakit.

6) Harus memastikan jadwal kerja, prosedur, dan penugasan

personel dalam cara seefisien mungkin.

28

Page 29: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

29

7) Harus menyiapkan laporan berkala untuk pimpinan rumah sakit

yang mengandung informasi kualitatif dan kuantitatif tentang

kegiatan IFRS untuk suatu periode, ditambah posisi sekarang

dari IFRS yang diakitkan dengan rencana jangka panjang dan

jangka pendek.

b. Personel1

1) Dalam melakukan tugas/fungsi IFRS, pimpinan IFRS dibantu

oleh beberapa apoteker yang memenuhi syarat dan sejumlah

personel pendukung yang memadai dan memenuhi syarat.

2) Personel pendukung yang cukup (asisten apoteker, teknisi, dan

sektertariat) harus tersedia.

3) Semua personel harus memiliki pendidikan dan pelatihan yang

diperlukan bagi tugas dan tanggung jawab mereka.

4) Personel harus dipilih dan diangkat hanya berdasarkan

kualifikasi dan unjuk kerja yang berkaitan dengan tugasnya.

5) Garis kewenangan dan bidang tanggung jawab dalam IFRS

harus ditetapkan secara jelas. Uraian kerja, data kualifikasi dan

posisi harus terdokumentasi untuk semua kategori personel IFRS

harus disediakan/diadakan dan direvisi jika diperlukan.

c. Analisa Kebutuhan Tenaga1

1) Jenis ketenagaan

a) Untuk pekerjaan kefarmasian

dibutuhkan tenaga: apoteker, sarjana farmasi, asisten

apoteker (AMF, SMF).

b) Untuk pekerjaan administrasi

dibutuhkan tenaga operator komputer/teknisi yang memahami

kefarmasian dan tenaga administrasi.

c) Pembantu pelaksana.

2) Beban kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-

faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:

a) Kapasitas tempat tidur dan BOR

b) Jumlah resep atau formulir per hari

29

Page 30: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

30

c) Volume perbekalan farmasi

d) Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan

kefarmasian)

3) Pendidikan

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik, dalam

penentuan kebutuhan tenaga harus dipertimbangkan:

a) Kualifikasi pendidikan disesuaikan dengan jenis pelayanan/

tugas fungsi

b) Penambahan pengetahuan disesuaikan dengan tanggung

jawab

c) Peningkatan keterampilan disesuaikan dengan tugas

4) Waktu Pelayanan

Terdiri dari pelayanan 3 shift (24 jam), pelayanan 2 shift, dan

pelayanan 1 shift, disesuaikan dengan sistem pendistribusian

perbekalan farmasi di rumah sakit.

8. Fasilitas dan peralatan1

a. Bangunan

Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi

ketentuan dan perundangan-undangan kefarmasian yang berlaku:

1) Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.

2) Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.

3) Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan

asuhan kefarmasian di rumah sakit.

4) Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen,

pelayanan langsung pada pasien, dispensing serta ada

penanganan limbah.

5) Dipisahkan juga antara jalur steril, bersih dan daerah abu-abu,

bebas kontaminasi.

6) Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban,

tekanan dan keamanan baik dari pencuri maupun binatang

pengerat. Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk

sediaan steril, non steril maupun cair untuk obat luar atau dalam.

b. Pembagian Ruangan

30

Page 31: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

31

1) Ruang Kantor, yaitu ruang pimpinan, ruang staf, ruang

kerja/administrasi, dan ruang pertemuan

2) Ruang produksi

Lingkungan kerja ruang produksi harus rapi, tertib, efisien

untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi sediaan dan

dipisahkan antara ruang produksi sediaan non steril dan ruang

produksi sediaan steril

3) Ruang Penyimpanan

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi

temperatur sinar/cahaya, kelembaban, fentilasi, pemisahan untuk

menjamin mutu produk dan keamanan petugas yang terdiri dari:

a) Kondisi umum untuk ruang

penyimpanan obat jadi, obat khusus, bahan baku obat, alat

kesehatan, dan lain-lain.

b) Kondisi khusus untuk ruang

penyimpanan obat termolabil, alat kesehatan dengan suhu

rendah, obat mudah terbakar, obat/bahan obat berbahaya,

barang karantina.

4) Ruang Distribusi/Pelayanan

Ruang distribusi yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi

rumah sakit:

a) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan (Apotek),

memiliki ruang khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan

persiapan obat.

b) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap (satelit

farmasi)

c) Ruang distribusi untuk melayani kebutuhan ruangan

(1) Ada ruang khusus/terpisah dari ruang penerimaan

barang dan penyimpanan barang

(2) Dilengkapi kereta dorong trolley

5) Ruang Konsultasi

Sebaiknya ada ruang khusus untuk apoteker memberikan

konsultasi pada pasien dalam rangka meningkatkan

31

Page 32: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

32

pengetahuan dan kepatuhan pasien terdiri dari ruang konsultasi

untuk pelayanan rawat jalan (Apotik) dan ruang konsultasi untuk

pelayanan rawat inap.

6) Ruang informasi obat

Sebaiknya tersedia ruangan sumber informasi dan

teknologi komunikasi dan penanganan informasi yang memadai

untuk mempermudah pelayanan informasi obat. Luas ruangan

yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat:

a) 200 tempat tidur : 20 meter2

b) 400-600 tempat tidur : 40 meter2

c) 1300 tempat tidur : 70 meter2

7) Ruang Arsip Dokumen

Harus ada ruangan khusus yang memadai dan aman untuk

memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka

menjamin agar penyimpanan sesuai hukum, aturan,

persyaratan, dan tehnik manajemen yang baik.

c. Peralatan1

Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan

terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan

steril, non steril, maupun cair untuk obat luar atau dalam.

Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan

memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan

tertentu setiap tahun.

Peralatan minimal yang harus tersedia:

1) Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan

obat baik nonsteril maupun aseptik

2) Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip

3) Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan

pelayanan informasi obat

4) Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika

5) Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil

6) Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan

limbah yang baik

32

Page 33: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

33

7) Alarm

Macam-macam Peralatan

1) Peralatan Kantor

Terdiri dari furniture (meja, kurdsi, lemari buku/rak, filing

cabinet, dan lain-lain), komputer/mesin tik, alat tulis kantor,

telepon dan faximile (disesuaikan dengan kondisi rumah sakit).

2) Peralatan Produksi

a) Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan

pembuatan obat, baik nonsteril maupun steril/aseptik

b) Peralatan harus dapat menunjang persyaratan keamanan

cara pembuatan obat yang baik

3) Peralatan Penyimpanan

a) Peralatan penyimpanan kondisi umum, terdiri dari

lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu,

kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta lantai

dilengkapi dengan palet

b) Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus:

(1) Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil,

fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi

secara berkala

(2) Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat

psikotropika

(3) Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan

pembuangan limbah sitotoksik dan obat berbahaya harus

dibuat secara khusus untuk menjamin keamanan

petugas, pasien dan pengunjung

c) Peralatan pendistribusian/pelayanan, yaitu pelayanan

rawat jalan (Apotek), pelayanan rawat inap (satelit farmasi),

kebutuhan ruang perawatan/unit lain

d) Peralatan Konsultasi, yaitu buku kepustakaan bahan-

bahan leaflet,dan brosur dan lain-lain, lemari arsip, lemari

untuk menyimpan medical record, komputer, telpon, lemari

arsip, meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan.

33

Page 34: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

34

e) Peralatan ruang Informasi obat, yaitu kepustakaan yang

memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat,

peralatan meja, kursi, rak buku, dan kotak, komputer, telpon –

Faxcimile, lemari arsip, kartu arsip, TV dan VCD (disesuaikan

dengan kondisi rumah sakit).

f) Peralatan ruang arsip, yaitu kartu arsip dan lemari arsip.

9. Administrasi dan pelaporan

Administrasi Perbekalan Farmasi merupakan kegiatan yang

berkaitan dengan pencatatan manajemen perbekalan farmasi serta

penyusunan laporan yang berkaitan dengan perbekalan farmasi secara

rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau

tahunan.

Administrasi Keuangan Pelayanan Farmasi merupakan pengaturan

anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi

keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan

dengan semua kegiatan pelayanan farmasi secara rutin atau tidak rutin

dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.

Administrasi Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian

terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa,

rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan

penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan

prosedur yang berlaku.

Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan

administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan

yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan.

Tujuannya yaitu agar tersedia data yang akurat sebagai bahan

evaluasi, tersedianya informasi yang akurat, arsip yang memudahkan

penelusuran surat dan laporan, mendapat data/laporan yang lengkap

untuk membuat perencanaan,dan agar anggaran yang tersedia untuk

pelayanan dan perbekalan farmasi dapat dikelola secara efisien dan

efektif.

E. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit31

34

Page 35: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

35

Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan

mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak

diperoleh setiap warga negara secara minimal. Standar pelayanan minimal ini

dimaksudkan agar tersedianya panduan bagi daerah dalam melaksanakan

perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan

pertanggungjawaban penyelenggaraan standar pelayanan minimal rumah

sakit. Diharapkan bahwa SPM dapat menilai apakah pelayanan di rumah

sakit dapat mengenal bahaya potensial yang dapat berakibat pada

keselamatan pasien, dapat mengenal bahaya potensial yang dapat berakibat

pada keselamatan pasien, memberikan tanda adanya masalah untuk

melakukan perbaikan, menilai apakah proses sesuai standar, menilai

keberhasilan, menilai ada aturan yang dilanggar, menunjukkan adanya

peluang perbaikan, dan menilai dampak dari suatu intervensi perbaikan.

Standar pelayanan minimal ini bertujuan untuk menyamakan

pemahaman tentang definisi operasional, indikator kinerja, ukuran atau

satuan, rujukan, target nasional untuk tahun 2007-2012, cara perhitungan/

rumus/pembilang dan penyebut/standar satuan pencapaian kinerja dan

sumber data.

Standar pelayanan minimal rumah sakit dalam ini meliputi jenis-jenis

pelayanan, indikator, dan standar pencapaian kinerja pelayanan rumah sakit.

Salah satunya yaitu standar untuk pelayanan farmasi, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 SPM Rumah Sakit untuk jenis pelayanan farmasi

Jenis Pelayanan Indikator StandarFarmasi 1. Waktu tunggu pelayanan

a. Obat jadi

b. Obat racikan

2. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat

3. Kepuasan pelanggan4. Penulisan resep sesuai

formularium

1. a. ≤ 30 menit b. ≤ 60 menit

2. 100%

3. ≥ 80%4. 100%

Sumber: Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Depkes RI, Jakarta 2007

Apabila dilihat dari standar pelayanan minimal rumah sakit diatas maka

untuk mengukur proses pengelolaan obat di rumah sakit belumlah lengkap,

untuk itu peneliti menggunakan indikator efisiensi pengelolaan obat dari

35

Page 36: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

36

Pudjaningsih untuk tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan

distribusi, serta indikator penggunaan obat dari WHO.

F. Indikator Pengelolaan Obat Rumah Sakit 2,6

Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan salah satu manajemen

rumah sakit yang penting, karena ketidakefisienan dalam pengelolaan akan

memberikan efek negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun

ekonomi. Pengelolaan obat di rumah sakit bertujuan agar obat yang

diperlukan tersedia setiap saat diperlukan, dalam jumlah yang cukup dan

mutu yang terjamin. Pengelolaan obat meliputi tahap perencanaan,

pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan obat yang saling terkait

satu sama lain. Prinsip penting dalam manajemen obat dirumah sakit agar

tiap tahap dan kegiatan dapat berjalan secara dinamis dan saling mengisi.

Ketidakterkaitan antar tahap akan membawa konsekuensi tidak efisiennya

sistem suplai dan penggunaan yang ada. Untuk melihat gambaran

keefisienan suatu sistem, maka dapat memanfaatkan indikator-indikator yang

khas untuk sistem tersebut. Terdapat beberapa batasan-batasan indikator

yaitu:

1. Indikator merupakan ukuran untuk mengukur perubahan10

2. Indikator merupakan jenis data berdasar sifat/gejala/keadaan

yang dapat diukur dan diolah secara mudah dan cepat dengan

tidak memerlukan data lain dalam pengukurannya10

3. Indikator merupakan alat ukur kuantitatif yang dapat digunakan

untuk monitoring, evaluasi, dan mengubah atau meningkatkan

mutu pengelolaan obat di farmasi rumah sakit.6

Indikator dapat digunakan untuk mengukur saat proses berlangsung

maupun sesudah menjadi keluaran. Indikator yang baik harus mempunyai

validitas, sensitivitas, dan spesifik. Indikator yang valid adalah indikator yang

dapat digunakan untuk mengukur tingkat keadaan suatu pengelolaan,

sehingga pengelolaan dapat ditingkatkan. Indikator yang sensitiv adalah

indikator yang dapat menunjukkan semua kasus-kasus yang terjadi saat

pengukuran baik pada tahap proses maupun tahap keluaran. Indikator yang

spesifik adalah indikator yang dapat menunjukkan suatu kasus memang

36

Page 37: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

37

benar-benar terjadi saat pengukuran dilakukan. Indikator sebagai alat ukur

kuantitatif, diharapkan mampu memberikan informasi yang dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Contoh indikator farmasi yang sudah dikembangkan:

1. Instrument Mengukur Kemampuan Rumah Sakit (MKRS)

Berdasarkan keputusan Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, pada tahun 1992 diadakan

penilaian penampilan kerja rumah sakit umum pemerintah dan swasta

dalam rangka Hari Kesehatan Nasional tahun 1992. Untuk keperluan

tersebut diatas maka diadakan pengukuran dengan instrument. Instrumen

yang digunakan adalah instrument Mengukur Kemampuan Rumah Sakit

yang telah disempurnakan (hasil kerjasama antara Direktorat Jenderal

Pelayanan Medik dengan P4K Surabaya). Instrumen MKRS ini memuat

penilaian penampilan kerja untuk kelompok-kelompok seperti tersebut

dibawah ini:

a. Kelompok Manajemen Rumah Sakit (Penatalaksanaan Rumah

Sakit)

b. Kelompok Pelayanan Medik

c. Kelompok Pelayanan Penunjang Medik

Masing-masing kelompok dibagi dalam unsur-unsur : ketenagaan,

kemampuan, sarana fisik, peralatan, dan unsur prosedur kerja tetap.

Instrumen yang digunakan untuk menilai farmasi rumah sakit termasuk

dalam kelompok Pelayanan Penunjang Medik. Untuk unsur ketenagaan

semua kelompok disatukan dalam kelompok Manajemen Rumah Sakit

(Penatalaksanaan Rumah Sakit). Adapun instrumen yang berkaitan

untuk menilai farmasi rumah sakit adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Instrumen Mengukur Kemampuan Rumah Sakit

Unsur yang dinilai Indikator1 2

Unsur jenis pelayanan

1. Mendistribusikan obat dan bahan: obat jadi/generik, bahan kimia, alat habis pakai, alat inventaris medis.

2. Meracik obat dan pembuatan serta penyediaan bahan: obat jadi, obat campuran, sediaan standar rumah sakit (formularium rumah sakit), sediaan steril

3. Penyimpanan obat4. Lain-lain: penyuluhan obat, konsultasi obat,

37

Page 38: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

38

Unsur yang dinilai Indikator1 2

pemeriksaan sederhana mutu obat.

Unsur sarana fisik 1. Ruang operasional: ruang apotik, ruang pengawasan mutu, ruang penyimpanan berbagai bahan kimia dan obat, ruang penerimaan dan penyerahan obat, ruang bahan dan alat, ruang dokumentasi.2. Ruang administrasi: ruang administrasi/resep, ruang apoteker/staf, ruang perpustakaan/rapat.3. Ruang penunjang: gudang, ruang tunggu, kamar mandi/WC, ruang tempat pembuangan bahan berbahaya.

Unsur peralatan 1. Alat pharmaceutical sederhana: alat meracik obat powder, alat meracik obat bentuk pil/kapsul, alat meracik bentuk larutan, alat meracik bentuk emulsi, alat meracik suppositoria, alat meracik salep sederhana, alat sterilisasi sederhana, alat menimbang bahan dan obat.2. Alat penunjang: refrigerator, intercom, sound system.

Unsur prosedur kerja tetap

1. Prosedur kerja tetap administrasi:a. Tatalaksana permintaan bahan, alat, dan obat

dari unit UPF di rumah sakitb. Tatalaksana permintaan bahan, alat dan obat

dari pasienc. Uraian tugas petugasd. Tatalaksana permintaan bahan berbahaya/

narkotik e. Pedoman tarif

2. Prosedur kerja tetap kefarmasian: protap meracik powder, protap membuat pil/kapsul, protap membuat larutan, protap membuat emulsi, protap membuat suppositoria, protap membuat salep.

Sumber: Pudjaningsih, D., Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di

Farmasi Rumah Sakit. Magister Manajemen Rumah Sakit, UGM.

2. Adapun instumen penilaian penampilan kerja rumah sakit umum

yang digunakan dalam rangka Hari Kesehatan Nasional tahun 1994

khususnya untuk farmasi rumah sakit adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Instrumen Penilaian Penampilan Kerja Rumah Sakit

Unsur yang dinilai Indikator1 2

Perencanaan 1. Ada komite farmasi dan terapi dengan surat keputusan direktur a. Tidak ada kegiatanb. Rapat rutin 1 tahun kurang dari 4 kalic. Rapat rutin 1 tahun minimal 4 kalid. Telah membuat konsep formularium

38

Page 39: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

39

e. Telah mempunyai pedoman diagnosa dan terapi serta formularium

39

Page 40: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

40

Unsur yang dinilai Indikator1 2

Penggunaan obat generik

Akses pelayanan

Catatan farmasi/gudang obat

2. Perencanaan obat tidak dibuat perencanaana. Dibuat 1 macam, yaitu berdasarkan kebutuhan

sebenarnya dengan salah satu polab. Dibuat 1 macam, yaitu berdasarkan alokasi dana

dan kebutuhan sebenarnya dengan salah satu pola yang ada

c. Dibuat 2 macam, yaitu berdasarkan alokasi dana dan berdasarkan kebutuhan sebenarnya dengan salah satu pola yaitu epidemiologi atau konsumsi

d. Dibuat 2 macam, yaitu berdasarkan alokasi dana dan berdasarkan kebutuhan sebenarnya dengan pola kombinasi

3. Jumlah jenis obat generik, dibandingkan dengan seluruh obat yang ada di farmasi rumah sakit tahun lalu. (Bukti tertulis)

4. Prosentase penulisan resep dengan generik, tahun lalu, sampling dari kumpulan resep tahun lalu. (Bukti tertulis)

5. Prosentase resep yang dilayani di farmasi rumah sakit dari resep rawat jalan dan rawat inap. (Bukti tertulis)

6. Laporan pemakaian obat a. Laporan obat generikb. Laporan keseluruhan pemakaian obatc. Laporan bulanan pemakaian obat untuk apotikd. Laporan bulanan pemakain obat untuk gudange. Laporan pemakaian obat masing-masing poli/UGD

7. Visualisasi data di instalasi farmasi rumah sakit a. Tidak ada datab. Data penulisan obat generikc. Data penulisan obat generik dibandingkan dengan

obat yang adad. Data jumlah obat yang dilayanie. Data penggunaan anggaran

Sumber: Pudjaningsih, D., Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi

Rumah Sakit. Magister Manajemen Rumah Sakit, UGM.

Sementara itu Pudjaningsih dari Magister Manjemen Rumah Sakit UGM

menetapkan beberapa indikator efisiensi untuk pengelolaan obat di farmasi

rumah sakit yang meliputi tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan

distribusi, yang digunakan peneliti untuk mengukur tahap-tahap proses

pengelolaan obat, indikator-indikator itu yaitu sebagai berikut:

1. Perencanaan Obat

Beberapa indikator yang digunakan dalam perencanaan adalah:

a. Persentase dana

Data diperoleh dengan cara penelusuran data, yaitu dana yang

tersedia, dan data kebutuhan dana secara keseluruhan berdasarkan

40

Page 41: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

41

metode konsumsi, dikombinasi dengan epidemiologi, kemudian

dihitung persentase dana yang tersedia pada IFRS dibanding

kebutuhan yang sesungguhnya. Nilai standar persentase dana yang

tersedia adalah ≥ 100%.

b. Penyimpangan perencanaan

Data yang digunakan adalah macam item obat, kemudian

dihitung jumlah item obat dalam perencanaan dan jumlah item obat

dalam kenyataan pakai. Nilai standar batas penyimpangan

perencanaan adalah 20-30%.

2. Pengadaan Obat

Indikator-indikator dalam pengelolaan obat di rumah sakit antara lain:

a. Frekuensi pengadaan tiap item obat

Frekuensi pengadaan tiap item obat setiap tahunnya dapat

digolongkan menjadi 3 kategori yaitu frekuensi rendah (<12), sedang

(12-24), dan tinggi (>24). Banyaknya obat dengan frekuensi sedang

dan tinggi menunjukkan kemampuan IFRS dalam merespon

perubahan kebutuhan obat dan melakukan pembelian obat dalam

jumlah sesuai dengan kebutuhan saat itu. Pengadaan obat yang

berulang juga menunjukkan bahwa yang tersedia di IFRS merupakan

obat dengan perputaran cepat (fast moving). Banyaknya obat yang

masuk kedalam jenis slow moving dapat berarti kerugian bagi rumah

sakit. Cara analisisnya yaitu dengan mengambil secara acak

sejumlah kartu stok dalam setahun, dicatat nama masing-masing

obat, kemudian dilihat pada catatan pengadaan selama tahun

tersebut.

b. Frekuensi kesalahan faktur

Kriteria kesalahan faktur pembelian yang digunakan adalah

adanya ketidak cocokan jenis obat, jumlah obat dalam suatu item,

atau jenis obat dalam faktur terhadap surat pesanan yang

bersesuaian. Cara analisisnya adalah dengan mengambil secara

acak sejumlah faktur pembelian dalam setahun, kemudian masing-

masing faktur tersebut dicocokkan dengan surat pesanan.

Ketidaksesuaian faktur dengan surat pesanan dapat disebabkan oleh

beberapa kemungkinan, yaitu:

41

Page 42: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

42

1) Tidak ada stok, atau barang habis di PBF, jadi barang yang

dipesan pada distributor atau PBF sedang mengalami

kekosongan.

2) Stok barang yang tidak sesuai. Barang yang dipesan pada PBF

isi dalam kemasannya tidak baik atau rusak sehingga barang

tidak digunakan.

3) Reorder atau frekuensi pemesanan terlalu banyak, menyebabkan

petugas bersangkutan tidak sempat untuk melakukan pembukuan

dengan cermat.

c. Frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah

sakit terhadap waktu yang telah disepakati

Tingkat frekuensi tertundanya pembayaran menunjukkan kurang

baiknya manajemen keuangan pihak rumah sakit. Hal ini dapat

menunjukkan kepercayaan pihak pemasok kepada rumah sakit

sehingga potensial menyebabkan ketidaklancaran suplai obat

dikemudian hari. Besarnya frekuensi tertundanya pembayaran IFRS

terhadap waktu yang telah disepakati dapat mengakibatkan:

1) Hubungan antara IFRS dengan pemasok terganggu

Hubungan antara IFRS dengan pemasok perlu dijaga agar

tetap baik, sehingga bila ada pengembalian obat yang kadaluarsa

atau keluhan lain dapat segera ditanggapi, segera mendapat

daftar baru bila ada kenaikan harga dan lancarnya kunjungan

sales ke IFRS untuk menerima pesanan.

2) Penundaan pemesanan order oleh pemasok

Penundaan pemesanan ini dapat mengganggu kelancaran

dalam pelayanan pasien, karena dengan tertundanya pemesanan

akan menyebabkan stok menjadi kosong sehingga kebutuhan

pasien tidak dapat terpenuhi.

3. Penyimpanan Obat

a. Persentase kecocokan antara barang dengan kartu

stok

Proses pencocokan harus dilakukan pada waktu yang sama

untuk menghindari kekeliruan karena adanya barang yang keluar

atau masuk (adanya transaksi). Apabila tidak dilakukan secara

42

Page 43: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

43

bersamaan maka ketidakcocokan akan meningkat. Ketidakcocokan

akan menyebabkan terganggunya perencanaan pembelian barang

dan pelayanan terhadap pasien.

b. Turn Over Ratio (TOR)

TOR digunakan untuk mengetahui berapa kali perputaran modal

dalam 1 tahun, selain itu dapat untuk menghitung efisiensi

pengelolaan obat. Semakin tinggi TOR, semakin efisien persediaan

obat. Apabila TOR rendah, bearti masih banyak stok obat yang

belum terjual sehingga mengakibatkan obat menumpuk dan

berpengaruh terhadap keuntungan. TOR adalah perbandingan

antara omzet dalam 1 tahun dengan hasil stok opname pada akhir

tahun. Standar umum TOR yang biasa digunakan yaitu 6-7 kali.

c. Sistem penataan gudang

Sistem penataan gudang bertujuan untuk menilai sistem

penataan obat digudang.

d. Persentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak

Persentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak masih dapat

diterima jika nilainya dibawah 1%. Besarnya persentase nilai obat

yang kadaluarsa atau rusak mencerminkan ketidaktepatan

perencanaan dan/atau kurang baiknya sistem distribusi dan/atau

kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan, dan/atau

perubahan pola penyakit atau pola peresepan oleh dokter.

e. Persentase stok mati

Stok mati adalah stok obat yang tidak digunakan selama 3 bulan

atau selama 3 bulan tidak terdapat transaksi. Kerugian yang

disebabkan akibat stok mati adalah perputaran uang yang tidak

lancar, kerusakan obat akibat terlalu lama disimpan sehingga

menyebabkan obat kadaluarsa.

f. Nilai stok akhir gudang

Untuk mengetahui nilai stok akhir obat, yaitu:

1) Stok berlebih

Adanya stok berlebih akan meningkatkan pemborosan dan

kemungkinan obat mengalami kadaluarsa atau rusak dalam

penyimpanan. Untuk mengantisipasi adanya obat melampaui

43

Page 44: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

44

batas expire date, maka dilakukan distribusi berdasarkan sistem

FIFO atau FEFO. Hal lain yang dapat dilakukan adalah upaya

pengembalian obat kepada PBF atau menukar obat yang hampir

tiba waktu kadaluarsanya dengan obat baru.

2) Stok kosong

Stok kosong adalah jumlah stok akhir obat sama dengan nol.

Stok obat digudang mengalami kekosongan dalam persediaannya

sehingga bila ada permintaan tidak bisa terpenuhi. Faktor-faktor

penyebab terjadinya stok kosong antara lain:

(a) Tidak terdeteksinya obat yang hampir habis, hal ini

terkait dengan ketelitian petugas dalam mencatat persediaan

yang menipis.

(b) Hanya ada persediaan yang kecil untuk obat-obat

tertentu (slow moving), maka ketika habis tidak ada

persediaan di gudang.

(c) Barang yang dipesan belum datang, hal ini terkait

dengan waktu tunggu (lead time) dari PBF yang berbeda-

beda.

(d) PBF mengalami kekosongan, kadang-kadang hal ini

terjadi karena PBF mengalami kekosongan pengiriman dari

industri farmasi, yang mengakibatkan pesanan tidak dapat

terpenuhi, akibatnya persediaan di IFRS juga kosong.

(e) Pemesanan ditunda oleh PBF, hal ini terjadi jika

pembayaran/pelunasan utang ke PBF mengalami

keterlambatan, biasanya PBF menunda pesanan IFRS sampai

utang tersebut dilunasi, penundaan ini mengakibatkan IFRS

mengalami stok kosong.

4. Distribusi

Indikator-indikator distribusi obat yaitu:

a. Rata-rata waktu yng digunakan untuk melayani

resep sampai ketangan pasien, bertujuan untuk mengetahui tingkat

kecepatan pelayanan apotek rumah sakit.

44

Page 45: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

45

b. Persentase obat yang diserahkan, bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana kemampuan IFRS menyediakan obat yang

diresepkan.

c. Persentase obat yang dilabeli dengan benar,

bertujuan untuk mengetahui penguasaan peracik (dispenser) tentang

informasi pokok yang harus ditulis dalam etiket.

d. Persentase resep yang tidak bisa dilayani,

bertujuan untuk mengetahui cakupan pelayanan farmasi rumah sakit.

Sedangkan untuk mengukur situasi pengelolaan pada tahap

penggunaan telah ditetapkan WHO dalam beberapa indikator, yaitu:

1. Jumlah rata-rata obat tiap resep

Tujuannya untuk mengukur derajat polifarmasi. Biasanya kombinasi

obat dihitung sebagai 1 obat. Perhitungan dilakukan dengan membagi

jumlah total produk obat yang diresepkan dengan jumlah resep yang

disurvei.

2. Persentase obat generik yang diresepkan

Tujuannya untuk mengukur kecenderungan peresepan obat generik.

3. Persentase antibiotik yang diresepkan

Indikator peresepan resep dengan antibiotik digunakan untuk

mengukur penggunaan antibiotik secara berlebihan karena penggunaan

antibiotik secara berlebihan merupakan salah satu bentuk

ketidakrasionalan peresepan. Rata-rata persentase penulisan resep

dengan antibiotik di Indonesia adalah sebesar 43%.

4. Persentase injeksi yang diresepkan

Tujuannya untuk mengukur penggunaan injeksi yang berlebihan.

Dalam hal ini, imunisasi biasanya tidak dimasukkan dalam perhitungan.

5. Persentase obat yang diresepkan dari daftar

obat esensial atau formularium

Tujuannya untuk mengukur derajat kesesuaian praktek dengan

kebijaksanaan obat nasional yang diindikasikan dengan peresepan dari

daftar obat esensial atau formularium. Sebelumnya rumah sakit harus

mempunyai kopi daftar obat esensial nasional atau formularium sehingga

dapat dijadikan acuan dalam penulisan resep.

Secara lebih rincinya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

45

Page 46: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

46

Tabel 2.4 Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat

Tahap Macam Indikator Tujuan Cara Menghitung1 2 3 4

A. Perencanaan

B. Pengadaan

C. Penyimpanan

1. Persentase dana yang tersedia dengan keseluruhan dana yang sesungguhnya dibutuhkan

2. Perbandingan antara jumlah item obat yang ada dalam perencanaan dengan jumlah item obat dalam kenyataan pemakaian

1. Frekuensi pengadaan tiap item obat.

2. Frekuensi kesalahan faktur

3. Frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit terhadap waktu yang disepakati

1. Kecocokan antara barang dengan kartu stok

2. Turn Over Ratio

3. Sistem penataan gudang

1. Untuk mengetahui seberapa jauh persediaan dana memberikan dana kepada farmasi

2. Untuk mengetahui seberapa ketepatan perkiraan dalam perencanaan

1. Untuk mengetahui berapa kali obat-obat tersebut dipesan tiap bulannya.

2. Untuk mengetahui berapa kali petugas melakukan kesalahan

3. Untuk mengetahui kualitas pembayaran rumah sakit

1. Untuk mengetahui ketelitian petugas gudang

2. Untuk mengetahui berapa kali perputaran modal dalam satu tahun

3. Untuk menilai sistem penataan obat digudang, standar

1. Hitung:A : Dana yang tersedia. B : Kebutuhan berdasar metode konsumsi, epidemiologiPersentase =A/B x 100%

2. Hitung :C : Jumlah item obat dalam perencanaanD : Jumlah item obat dalam kenyataan pemakaianHitung C : D

1. Ambil 30 kartu stok obat, diamati berapa kali obat dipesan tiap tahun

2. Ambil surat pesanan selama 3 bulan, kemudian cocokkan dengan nota pengiriman fakturnya.

3. Ambil daftar hutang, cocokkan dengan daftar pembayarannya

1. Ambil 30 kartu stok obat (A) cocokkan dengan barang yang ada (B), apakah A = B atau A ≠ B

2. Omzet 1 tahun = A, Hasil stok opname 1 tahun = B, TOR = A/B

3. Ambil 30 kartu

46

Page 47: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

47

1

2

adalah FIFO dan FEFO

3

stok secara acak (X), cocokkan dengan keadaan barang dalam no batch, tanggal kadaluarsa dan tanggal pembelian, dicatat berapa yang tidak cocok (Y), hitung berapa persen yang tidak cocok = Y/X x 100%

4

47

Page 48: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

48

D. Distribusi

E. Penggunaan

4. Persentase nilai obat yang kadaluarsa dan atau rusak

5. Persentase stok mati

6. Persentase nilai stok akhir obat

1. Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ketangan pasien

2. Persentase obat yang diserahkan

3. Persentase obat yang diberi label dengan benar

4. Persentase resep yang tidak bisa dilayani

1. Jumlah item obat perlembar resep

4. Untuk mengetahui besarnya kerugian rumah sakit

5. Untuk mengetahui item obat selama tiga bulan tidak terpakai

6. Untuk mengetahui nilai stok akhir digudang

1. Untuk mengetahui tingkat kecepatan pelayanan apotik rumah sakit

2. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan IFRS menyediakan obat yang diresepkan

3. Untuk mengetahui penguasaan dispenser tentang informasi pokok yang harus ditulis pada etiket

4. Untuk mengetahui cakupan pelayanan farmasi rumah sakit

1. U

4. Dari catatan obat yang kadaluarsa dalam 1 tahun, hitung nilainya = X, nilai stok opname = Y, kerugian = X/Y x 100%

5.Jumlah item obat yang tidak terpakai dalam 3 bulan (X), jumlah item obat yang ada stoknya (Y)

6.Nilai persediaan stok akhir (X), nilai total persediaan (Y), Z = X/Y x 100%

1. Ambil 30 pasien rawat jalan dan rawat inap, catat waktu resep masuk keapotek (B), catat waktu selesai diterima pasien (A),

X = ∑ A-B/302. Ambil

100 lembar resep perbulan, Catat total jumlah item obat yang diserahkan kepada pasien (X), catat jumlah item obat yang diresepkan (Y), Z = X/Y x 100%

3. Ambil 30 pasien, hitung jumlah obat dengan etiket yang paling tdak dilabeli dengan nama pasien dan aturan pakai (X), Hitung jumlah total obat yang diberikan kepada pasien (Y), Z = X/Y x 100%

4. Ambil sampel 10 hari, hitung jumlah resep yang diberikan pada pasien rawat jalan (M), hitung jumlah resep yang dilayani farmasi hari yang sama (N).S = M – N / M x 100%

1. Ambil 100 lembar resep tiap bulannya (Y), hitung jumlah obat yang diperoleh dari 100

48

Page 49: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

49

ntuk mengukur derajat poli farmasi

lembar resep (X), rata-rata = X/Y

1 2 3 4

49

Page 50: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

50

2. Persentase resep dengan obat generik

3. Persentase resep dengan antibiotika

4. Persentase resep injeksi

5. Persentase resep dengan obat didalam DOEN/formularium

2.Untuk mengukur kecenderungan meresepkan obat generik

3. Untuk mengukur penggunaan antobiotika secara berlebihan

4. Untuk mengukur penggunaan injeksi secara berlebihan

5. Untuk mengukur tingkat kepatuhan dokter terhadap DOEN/

formularium

2. Ambil 100 lembar resep obat tiap bulan, hitung jumlah obat dalam nama generik (X), hitung jumlah total obat (Y)Z = X/Y x 100%

3. Ambil 100 lembar resep obat tiap bulan, X = Jumlah pasien yang menerima antibiotika, Y = jumlah total resep. Z = X/Y x 100%

4. Ambil 100 lembar resep obat tiap bulan, X = jumlah pasien yang menerima suntikan injeksi, Y = jumlah total resep,Z = X/Y x 100%

5. X = jumlah obat yang sesuai DOEN/ formularium, Y = total jumlah obat.Z = X/Y x 100%

Sumber: Pudjaningsih, D., Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah

Sakit. Magister Manajemen Rumah Sakit, UGM.

50

Page 51: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

51

DAFTAR PUSTAKA

1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI ; 2004.

2. Cut Safrina Indriawati. Analisis Pengelolaan Obat di Rumah Sakit Umum Daerah Wates [Tesis]. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada ; 2001.

3. Charles J.P. Siregar., Lia Amalia. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC ; 2003.

4. Aditama, Chandra Yoga. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta : UI Press ; 2003.

5. Quick D. Jonathan. Managing Drug Supply (2nd ed). Management Sciences for Health. USA : Kumarian Press ; 1997.

6. Pudjaningsih, D., Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah Sakit [Tesis]. Yogyakarta : Magister Manjemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada ; 1996.

7. Profil Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau Tahun 2007.

8. Suciati Susi., Adisasmito BB Wiku. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi [Jurnal]. Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 09/No. 01/Maret 2006.

9. Istinganah., dkk. Evaluasi Sistem Pengadaan Obat dari Dana APBD Tahun 2001-2003 Terhadap Kesediaan dan Efisiensi Obat [Jurnal]. Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 09/No. 01/Maret 2006.

10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ; 2002.

11. Wiyono Djoko. Manajemen Mutu. Teori Strategi dan Aplikasi. Vol. I. Surabaya : Airlangga University Press ; 1999.

12. Azwar Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara ; 1996.

13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Jakarta : 2004.

14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta : 1988.

51

Page 52: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

52

15. Anief Moh. Apa yang Perlu Diketahui tentang Obat. 4th ed. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press ; 2003.

16. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1375.A/Menkes/ SK/IX/2002 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2002.

17. Ida Prista Maryetty. Regulasi Obat yang Mempengaruhi Peresepan. (Online). fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=199&page=pengobatan_rasional_handout diakses tanggal 18 Maret 2008.

18. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI, Jakarta, 2004.

19. Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Pelayanan Farmasi. Kebijakan Obat Nasional (KONAS). (Online). Http://www.litbang.depkes.go.id/download/lokakarya/ Loknas Bandung/Konas-Obat.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2008.

20. Suryawati Sri. Efisiensi Pengelolaan Obat di Rumah Sakit [Tesis]. Yogyakarta : Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada ; 1997.

21. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota. Jakarta : 2001.

22. Dono Utomo. Pengembangan Sistem Informasi Farmasi Untuk Pengambilan Keputusan Inventori di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Gondohutomo Semarang [Tesis]. Semarang : MIKM Universitas Diponegoro ; 2006.

23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta : 2004.

24. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang dan Jasa Pemerintah.

25. Soerjono Seto, Yunita Nita, Lily Triana, Manajemen Farmasi. Surabaya : Airlangga University Press : 2004.

26. Liliek Sulistyaningsih. Evaluasi Manajemen Obat di Rumah Sakit Umum daerah Wangaya Kotamadya Dati II Denpasar [Tesis]. Yogyakarta : MMR Universitas Gadjah Mada ; 1998.

27. Panjaitan Richard. Penggunaan Obat Rasional. (Online). www.depkes.go.id/downloads/ rakerkes, diakses tanggal 20 Maret 2008.

28. Suryawati Sri. Meningkatkan Penggunaan Obat Secara Rasional Melalui Perubahan Perilaku. Materi Kursus. Magister Manajemen dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada bekejasama dengan Yayasan melati Nusantara. Yogyakarta ; 1997.

52

Page 53: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

53

29. Budiono Santoso. Penggunaan Obat dan Prinsip Pengobatan Rasional. Program Pengembangan Eksekutif. Magister Manajemen Rumah Sakit bekerjasama dengan Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta ; 1997.

30. Instalasi Farmasi Rumah Sakit. (Online). http://farmasi-

istn.blogspot.com/2008/01/instalasi-farmasi-rumah-sakit.html diakses tanggal 22-4-2008.

31. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2007.

32. Notoatmodjo Soekidjo. Metodologi Penelitian. 3th ed. Jakarta : Rhineka Cipta ; 2005.

33. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. 1st ed. Bandung : Alfabeta ; 2005.

34. Analisa Tulang Ikan. fuldkt.web.ib/readerticle.php diakses tanggal 6 Juli 2008

35. Sarmini. Analisis Terhadap Faktor Keberhasilan Obat di Instalasi Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali [Tesis]. Yogyakarta : MMR Universitas Gadjah Mada ; 1998.

36. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1457/MENKES/SK/X/2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota.

37. Hartono Joko Puji. Analisis Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Publik untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) di Puskesmas Sewilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya [Tesis]. Semarang : Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi AKK Universitas Diponegoro ; 2007.

53

Page 54: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Jakarta, 2004.

11 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara

Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta. 1988.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3th ed. Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa. Balai Pustaka, Jakarta, 1990.

12 Anief Moh. Apa yang Perlu Diketahui tentang Obat. 4th ed. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, 2003.

13 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1375.A/Menkes/ SK/IX/2002 tentang Daftar Obat

Esensial nasional 2002. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ditjen Yanfar dan Alkes,

Jakarta, 2002.

14 Ida Prista Maryetty. Regulasi Obat yang Mempengaruhi Peresepan. (Online). fkuii.org/tiki-

download_wiki_attachment.php?attId=199&page=pengobatan_

rasional_handout , diakses tanggal 18 Maret 2008.

15 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI, Jakarta,

2004.16 Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Pelayanan Farmasi. Kebijakan Obat Nasional

(KONAS). (Online). Http://www.litbang.depkes.go.id/download/ lokakarya/LoknasBandung/Konas-

Obat.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2008.17 Sri Suryawati. Efisiensi Pengelolaan Obat di Rumah Sakit. Tesis. MMR UGM, Yogjakarta, 1997.18 Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota. Jakarta, 2001. 19 Dono Utomo. Pengembangan Sistem Informasi Farmasi Untuk Pengambilan Keputusan Inventori

di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Gondohutomo Semarang. Tesis. MIKM Undip. Semarang.

2006.20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Jakarta, 2004.

21 Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang dan Jasa

Pemerintah.22 Liliek Sulistyaningsih. Evaluasi Manajemen Obat di Rumah Sakit Umum daerah Wangaya

Kotamadya Dati II Denpasar. MMR. UGM. 1998.23 Soerjono Seto, Yunita Nita, Lily Triana, Manajemen Farmasi, Surabaya: Airlangga University

Press, 2004.

Page 55: 24998942 Evaluasi Manajemen Obat Di Rumah Sakit

24 Panjaitan Richard. Penggunaan Obat Rasional. (Online). www.depkes.go.id/ downloads/ rakerkes,

diakses tanggal 20 Maret 2008. 25 Suryawati Sri. Meningkatkan Penggunaan Obat Secara Rasional Melalui Perubahan Perilaku.

Materi Kursus. Magister Manajemen dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada bekejasama

dengan Yayasan melati Nusantara. Yogyakarta ; 1997. 26 Budiono Santoso. Penggunaan Obat dan Prinsip Pengobatan Rasional. Program Pengembangan

Eksekutif. Magister Manajemen Rumah Sakit bekerjasama dengan Pusat Studi Farmakologi Klinik

dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta ; 1997. 30 Instalasi Farmasi Rumah Sakit. (Online). http://farmasiistn.blogspot.com/2008/

01/instalasi-farmasi-rumah-sakit.html diakses tanggal 22-4-2008.31 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta :

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2007.