2.3_Laporan KLHS Bali

download 2.3_Laporan KLHS Bali

of 81

description

Management and Conservation of Water ResourcesPropinsi BaliKajian Lingkungan Hidup Strategis

Transcript of 2.3_Laporan KLHS Bali

  • 1

    Management and Conservation

    of Water Resources

    (Bali Province)

  • 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Permasalahan lingkungan yang semakin meluas dan semakin kompleks dewasa ini, ditengarai diantaranya karena bermula dari perencanaan pembangunan yang bias pertumbuhan ekonomi ketimbang ekologi. Sehingga sebagai akumulasinya dalam dekade terakhir ini terjadi krisis lingkungan berupa bencana lingkungan, peningkatan laju kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan. Sebagai akibatnya, biaya (cost) dampak lingkungan hidup yang harus ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah jauh lebih besar ketimbang manfaat (benefit) ekonomi yang diperoleh.

    Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan sebagai landasan operasional pelaksanaan pembangunan sebagaimana tertuang dalam UUD dan Undang-Undang seyogyanya ditempatkan sejak awal proses penetapan strategi pembangunan baik pada perencanaan pembangunan berjangka, penataan ruang maupun pembangunan sektoral. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan atau kebijakan, rencana dan/atau program.

    Daerah Provinsi Bali merupakan satu kesatuan ruang dan satu kesatuan ekosistem pulau kecil. Bali secara kewilayahan relatif kecil dan tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun memiliki keunggulan komparatif dari segi keunikan budaya dan keindahan alam. Perpaduan yang harmonis antara potensi kebudayaan yang bercorak agraris dan sumberdaya manusia yang kreatif dengan dukungan keindahan alam merupakan modal dasar untuk menopang keunggulan kompetitif daerah Bali sebagai daerah tujuan wisata. Berangkat dari potensi di atas, pembangunan Daerah Bali ditumpukan pada keunggulan sektor pertanian, pariwisata dan industri kerajinan.

    Salah satu permasalahan yang dihadapi Daerah Bali dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang mencakup tiga lingkup kebijakan yaitu keberlanjutan pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan budaya serta perlindungan lingkungan adalah sumberdaya air. Masalah sumberdaya air kini tidak hanya menyangkut sifat kelangkaan dari segi kuantitas dan ketidakmerataan distribusinya. Terjadi kecenderungan bahwa sumberdaya air yang tersedia tidak memadai untuk dimanfaatkan bagi kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya karena telah terjadi penurunan kualitas air sebagai akibat terkontaminasi atau tercemar oleh sejumlah bahan dan/atau zat perusak daya air.

    Dalam upaya mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat maka sumberdaya air perlu dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007 tentang Sumberdaya Air, pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

    Dalam upaya untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program maka Pemerintah Daerah wajib melaksanakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kedalam penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) provinsi dan kabupaten/kota; dan kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP) yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, sebagaimana diamantkan UU No. 32 Tahun 2009.

    Pemerintah Provinsi Bali tahun 2010 ini melaksanakan KLHS melalui fasilitasi Biro Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri telah melewati dua tahapan yaitu Tahap Penapisan (screening) dan Tahap Pelingkupan (scoping). Hasil penapisan (screening) pelaksanaan KLHS di Provinsi Bali telah menyepakati perlunya perumusan alternatif penyempurnaan KRP di tingkat Provinsi dan

  • 3

    Kabupaten Kota sesuai amanat Pasal 15 ayat (2) UU No. 32 Tahu 2009. Tema sentral yang disepakati dalam pelaksanaan KLHS di Provinsi Bali adalah Pengelolaan Sumberdaya Air Berkelanjutan mendukung Bali sebagai Provinsi Hijau (Bali Green Province). Sedangkan hasil pelingkupan telah menyepakati beberapa materi yaitu (1) Isu-Isu Strategis Prioritas; (2) Sasaran KLHS; (3) Jangka Waktu KLHS dan (4) Cakupan Wilayah Kajian.

    1.2. Maksud dan Tujuan

    1.2.1 Maksud

    Workshop II Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dimaksudkan sebagai penyempurnakan pelaksanaan proses pelingkupan dalam KLHS dengan melibatkan cakupan stakeholder yang lebih luas.

    1.2.2 Tujuan

    Workshop II Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan penyempurnaan tahap pelingkupan dari proses KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali bertujuan untuk:

    1) Mengidentifikasi isu-isu strategis prioritas tambahan pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya air serta dampak penting yang perlu dikaji dan menjadi pertimbangan dalam studi KLHS;

    2) Merumuskan beberapa sub-tujuan KLHS pengelolaan sumberdaya air Provinsi Bali berdasarkan isu-isu strategis prioritas yang disepakati.

    3) Menyusun daftar program pembangunan prioritas pada masing-masing isu strategis prioritas dan sub-tujuan.

    1.3. Sasaran dan Output

    1.3.1 Sasaran

    Sasaran Workshop II Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Sumberdaya Air di Provinsi Bali adalah disepakatinya isu-isu strategis prioritas yang disertai dengan masing-masing sub-tujuan dan program prioritas pembangunan sumberdaya air dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang harus dikaji dan dipertimbangkan dalam kebijakan, rencana dan program (KRP).

    1.3.2 Output

    Output dari pelaksanaan Workshop II KLHS Sumberdaya Air Provinsi Bali adalah Laporan Penyempurnaan Pelingkupan KLHS Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Bali.

  • 4

    BAB II

    PENDEKATAN, PROSES DAN METODOLOGI PENYEMPURNAAN

    PELINGKUPAN

    1.1. Pendekatan

    Pendekatan yang digunakan dalam proses penyempurnaan pelingkungan KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali sama dengan pendekatan yang digunakan pada Workshop I, yaitu merupakan pengkombinasian dari pendekatan pendekatan teknokratik dan pendekatan partisipatif.

    a. Pendekatan Teknokratik

    Pendekatan teknokratik dalm proses pelingkupan KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah. Integrasi antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya air secara terpadu di Bali sebagai satu kesatuan ekosistem pulau kecil didasarkan pada input data dan informasi ilmiah yang valid untuk memberikan berbagai alternatif dan rekomendasi bagi pengambil putusan dengan mempertimbangkan kondisi dan karakteristik sosial, budaya, ekonomi, kelembagaan dan biogeofisik lingkungan hidup.

    Dalam proses KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali, perumusan isu-isu strategis, analisis dan penilaian daya dukung hingga rekomendasi alternatif kebijakan, rencana dan program (KRP) dilakukan berdasarkan alur kerangka logis, menggunakan data dan informasi ilmiah, serta dengan memanfaatkan model-model analisis yang relevan.

    b. Pendekatan Partisipatif

    Pendekatan partisipatif dalam proses pelingkupan KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali ini adalah proses pelibatan peran serta masyarakat, khususnya terkait upaya menjamin adanya representasi masukan masyarakat untuk menghasilkan suatu keputusan (alternatif rekomendasi KRP). Hal ini sejalan prinsip perencanaan pengelolaan lingkungan hidup diantaranya dengan melibatkan peran serta masyarakat setempat dan pemangku kepentingan lainnya untuk menggalang aspirasi masyarakat. Pasal 18 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengamanatkan bahwa KLHS dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan. Pelibatan masyarakat berdasarkan norma, standar, dan pedoman dilakukan melalui Workshop, Focus Group Discussion (FGD) dan seminar.

    1.2. Proses Penyempurnaan Pelingkupan dan Perumusan Sub-Tujuan serta Program Prioritas Pembangunan

    Proses pelingkupan KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali pada Workshop II mengikuti tahapan secara skematik seperti disajikan pada Gambar 1, sebagai berikut:

    1) Tahap I: Penjaringan Isu-isu Strategis Sumberdaya Air, Isu-Isu LH dan Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan

    Penjaringan isu-isu Focus Group Discussion (FGD) diawali dengan pemaparan singkat mengenai pelaksanaan KLHS di Provinsi Bali. Peserta FGD seluruhnya merupakan peserta dari masyarakat (komponen pengusaha pariwisata dan industri, komponen pertanian dan komponen masyarakat umum) di luar stakeholder yang ikut terlibat dalam Workshop I. Masing-masing komponen (group) masyarakat dipandu dan difasilitasi untuk mendiskusikan masalah sumberdaya air, lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan di Bali serta mengidentikasi isu-isu strategis sumberdaya air,

  • 5

    lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Pada Tahap FGD ini diharapkan dihasilkan isu-isu strategis baru yang tidak teridentifikasi pada Tahap Pelingkupan Workshop I. Output dari tahapan ini adalah kumpulan isu-isu strategis masing-masing komponen masyarakat sebagai hasil FGD.

    2) Tahap II: Sistesis dan Finalisasi Isu-Isu Strategis Prioritas

    Kumpulan isu-isu strategis dihasilkan dari pelaksanaan FGD selanjutnya disintesis dengan isu-isu strategis prioritas yang telah disepakati pada Workshop I. Pelaksanaan sintesis ini dilakukan melalui forum diskusi stakeholder yang pesertanya sama dengan Workshop I. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menyempurnakan atau menambah isu-isu strategis prioritas berdasarkan masukan dari FGD. Outputnya adalah berupa Rumusan Isu-Isu Strategis Prioritas yang bersifat final yang akan menjadi pertimbangan dalam proses KLHS berikutnya.

    3) Tahap III: Perumusan Sub-Tujuan

    Masing-masing isu-isu strategis prioritas yang bersifat final sebagai hasil sintesis FGD dan Workshop I selanjutnya ditentukan masing-masing sub-tujuannya. Perumusan sub-tujuan masing-masing isu-isu strategis prioritas bertujuan untuk menentukan analisis arah kebijakan dan/atau rencana dan/atau program pembangunan dalam tahapan KLHS selanjutnya .

    Pelaksanaan Tahap III ini dilakukan melalui diskusi kelompok yang dikemudian dimusyawarahkan dalam diskusi fanel untuk menyepakati sub-tujuan masing-masing isu-isu strategis. Output dari tahapan ini adalah Rumusan Sub-tujuan masing-masing isu strategis.

    4) Tahap IV: Perumusan Program Pembangunan Prioritas

    Masing-masing sub-tujuan dari masing-masing isu-isu strategis prioritas yang telah disepakati pada Tahap III dilanjutkan dengan melakukan perumusan program pembangunan prioritas.

    Pelaksanaan Tahap IV ini dilakukan melalui diskusi kelompok yang dikemudian dimusyawarahkan dalam diskusi fanel untuk menyepakati program prioritas masing-masing isu-isu strategis dan masing-masing sub-tujuannya. Output dari tahapan ini adalah Rumusan Program Pembangunan Prioritas masing-masing isu strategis dan sub-tujuannya.

  • 6

    Gambar 1.

    Proses Penyempurnaan Pelingkupan, Perumusan Sub-Tujuan dan Program Pembangunan Prioritas dalam KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali

    INPUT PROSES OUTPUT

    PEMBEKALAN MATERI KLHS OLEH

    KONSULTAN

    Identifikasi Isu-Isu Strategis Tambahan

    dari Komponen-Komponen Masyarakat

    Kumpulan Isu-Isu Strategis SD Air, LH dan PB (hasil FGD)

    Sisntesis dan Finaslisasi Isu-Isu Strategis Prioritas

    ISU-ISU STRATEGIS PRIORITAS

    KESEPAKATAN WORKSHOP I

    Deskripsi Isu-Isu Strategis Prioritas

    Final

    Perumusan Sub-tujuan masing-

    masing Isu Strategis Prioritas

    DESKRIPSI ISU-ISU STRATEGIS PRIORITAS FINAL

    SASARAN KLHS CAKUPAN WILAYAH

    KAJIAN JANGKA WAKTU

    KAJIAN

    Rumusan Sub-tujuan masing-masing Isu Strategis Prioritas

    Perumusan Program Prioritas

    Tahap I

    Tahap II

    Tahap III

    FGD

    Diskusi Stakeholder

    Diskusi Kelompok &

    Rumusan Program Pembangunan

    Prioritas masing-masing Sub-Tujuan

    dan Isu Strategis

    Tahap IV DESKRIPSI ISU-ISU STRATEGIS PRIORITAS FINAL

    SASARAN KLHS CAKUPAN WILAYAH

    KAJIAN JANGKA WAKTU

    KAJIAN SUB-TUJUAN

    MASING-MASING ISU STRATEGIS

    Diskusi Kelompok &

  • 7

    1.3. Metodologi

    Penyempurnaan pelingkupan dalam KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali menggunakan beberapa metode yaitu:

    1) Metode brainstorming.

    Metode bertukar fikiran dengan banyak orang dalam suatu pertemuan untuk menyimak berbagai jenis informasi/alternatif terkait dengan topik yang didiskusikan. Setiap peserta diskusikan, berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, keterbukaan dan demokratis difasilitasi untuk secara leluasa menyuarakan pendapat dan usulan/saran dalam mendiskusikan suatu topik tertentu. Metode brainstorming digunakan pada proses penyempurnaan pelingkupan digunakan pada seluruh tahapan kegiatan.

    2) Metode meta plan

    Metode meta plan pada proses penyempurnaan pelingkupan KLHS di Provinsi Bali digunakan pada tahapan identifikasi atau pemetaan isu-isu sumberdaya air, isu-isu lingkungan dan isu-isu pembangunan berkelanjutan pada FGD. Setiap peserta diskusi menuliskan atau menuangkan pendapatnya tentang isu-isu sumberdaya air, isu-isu lingkungan dan isu-isu pembangunan berkelanjutan di dalam beberapa lembar kertas. Setiap isu ditulis dalam selembar kertas. Isu-isu yang dimunculkan dalam setiap lembar kertas selanjutnya dikelompokkan, dikategorisasikan dan dipadankan satu sama lainnya dan dibangun kesepakatan untuk menghasilkan sekumpulan isu-isu sumberdaya air, isu-isu lingkungan dan isu-isu pembangunan berkelanjutan. Penggunakan metode meta plan dalam proses pelingkupan ini untuk mengurangi hambatan komunikasi verbal dalam proses diskusi.

    3) Metode Overlay

    Metode overlay yaitu menumpang-tindihkan beberapa peta untuk melihat kecenderungan yang terjadi. Teknisnya dengan menggunakan sejumlah peta-peta tematik tentang fisiografi dan geofisik lainnya di wilayah Privinsi Bali, ekosistem wilayah, hidrologi, penggunaan lahan dan rencana tata ruang, serta beberapa aspek sosial-ekonomi, dan sosial budaya. Metode overlay ini digunakan dalam perumusan sub-tujuan dan program pembangunan prioritas.

    4) Metode Matrik

    Metode matrik digunakan untuk melihat hubungan antara satu komponen dengan komponen lain. Metode matrik dalam proses penyempurnaan pelingkupan KLHS ini digunakan pada finalisasi isu-isu strategis prioritas, perumusan sub-tujuan dan program pembangunan prioritas.

    5) Metode Network/Flowchart

    Metode network/flowchart untuk melihat pengaruh satu komponen terhadap komponen yang lain baik langsung maupun tidak langsung. Metode ini digunakan dalam finalisasi isu-isu strategis prioritas, perumusan sub-tujuan dan program pembangunan prioritas.

    6) Metode Analogi

    Metode analogi merupakan peramalan berdasarkan atas kondisi sejenis yang terjadi di tempat/waktu yang berbeda. Metode analogi dalam proses penyempurnaan pelingkupan ini digunakan pada identifikasi tambahan isu-isu sumberdaya air/isu-isu lingkungan dan perumusan isu-isu strategis dan prioritas.

  • 8

    BAB III

    PROFIL SINGKAT PROVINSI BALI

    Berdasarkan hasil pemaparan para Narasumber pada proses Pelingkupan KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali (Workshop I), dapat dijabarkan profil singkat Provinsi Bali terkait dengan sumberdaya lahan, iklim, hidrologi dan hutan.

    1.1. Luas Wilayah dan Administrasi

    Provinsi Bali merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958. Secara geografis, Provinsi Bali berada di wilayah Indonesia bagian tengah pada posisi 8o.03.40 LS - 8o.50.48 LS dan 114o.25.53 BT - 115o.42.40 BT. Letak wilayah Provinsi Bali sebagai bagian dari Negara Kesatuan RI. Sedangkan batas-batas wilayah Provinsi Bali adalah sebagai berikut:

    Sebelah utara : Laut Jawa

    Sebelah timur : Selat Lombok

    Sebelah selatan : Samudera Hindia

    Sebelah barat : Selat Bali.

    Provinsi Bali terdiri atas Pulau Bali sebagai pulau utama dan beberapa pulau kecil berpenghuni yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Pulau Serangan serta pulau tidak berpenghuni yaitu Pulau Menjangan. Luas wilayah Provinsi Bali adalah 563.666 ha (0,29% dari luas Indonesia).

    Secara administratif wilayah Provinsi Bali terbagi atas 8 (delapan) kabupaten dan satu kota, 57 kecamatan dan 713 desa/kelurahan. Jumlah kecamatan tiap Kabupaten/Kota berkisar 4 10 kecamatan. Kabupaten/Kota di Provinsi Bali seperti disajikan pada Gambar 2, yaitu Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng dan Kota Denpasar.

  • 9

    Sumber: BPS Provinsi Bali (2009)

    Gambar 2. Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan dan Jumlah Desa/Kelurahan di Provinsi Bali menurut Kabupaten/Kota

    1.2. Fisiografi

    1.2.1. Topografi

    Rilief Pulau Bali merupakan rantai pegunungan yang memanjang dari Barat ke Timur. Di antara pegunungan tersebut terdapat gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Batur (1.717 m) dan Gunung Agung (3.142 m). Rantai pegunungan yang membentang di sepanjang Pulau Bali menyebabkan morfologi wilayah Pulau Bali terbagi menjadi beberapa unit topografi dan fisiografi yang berbeda, yaitu daerah pegunungan di bagian tengah Pulau Bali yang terbentang dari barat sampai timur, dataran rendah dan landai yang relatif luas di wilayah bagian selatan, dataran rendah yang sempit dari kaki perbukitan dan pegunungan di bagian utara, serta daerah perbukitan di ujung selatan Pulau Bali dan pulau-pulau kecil (Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan) (Gambar 3).

  • 10

    Gambar 3. Peta Topografi Wilayah Provinsi Bali

    1.2.2. Morfologi

    Konsekuensi dari pola rantai pegunungan dan perbukitan yang membenrtang di Pulau Bali adalah kemiringan lahan didominasi oleh kemiringan lereng diatas 15%. Lahan dengan kemiringan antara 15 - 40% luasnya mencapai 171.932 ha atau 30,50% dari luas wilayah dan kemiringan diatas 40% luasnya 160.908 ha (28,55%). Kemiringan lahan 15 - 40% dominan terdapat di wilayah bagian tengah Pulau Bali meliputi deretan pegunungan yang membentang dari arah barat ke timur, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Klungkung, Bangli dan Karangasem. Kemiringan melebihi 40% merupakan daerah perbukitan dan sebagian Pulau Nusa Penida. Sedangkan lahan dengan kemiringan 0 - 2% luasnya hanya 106.775 ha (18,94% dan kemiringan 2 - 15% luasnya 124.051 ha (22,01%). Lahan yang didominasi oleh kemiringan lahan kurang dari 15% adalah Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar dan Badung (Gambar 4).

    Diolah dari Peta Rupa Bumi Indonesia (1993)

  • 11

    Gambar 4. Peta Kemiringan Lahan Wilayah Provinsi Bali

    1.2.3. Struktur Geologi

    Struktur geologi regional Bali dimulai dengan adanya kegiatan di lautan selama Miosin Bawah yang menghasilkan batuan lava bantal dan breksi yang disisipi oleh batu gamping. Di bagian selatan terjadi pengendapan oleh batu gamping yang kemudian membentuk Formasi Selatan. Di jalur yang berbatasan dengan tepi utaranya terjadi pengendapan sedimen yang lebih halus. Pada akhir Kala Pleitosen seluruh daerah pengendapan itu muncul di atas permukaan laut. Bersamaan dengan pengangkatan terjadi pergeseran yang menyebabkan berbagai bagian tersesarkan satu terhadap yang lainnya. Umumnya sesar ini terbenam oleh batuan organik atau endapan yang lebih muda. Dalam hal ini selama masa Pliosin di lautan sebelah utaranya terjadi endapan berupa bahan yang berasal dari endapan yang kemudian menghasilkan Formasi Asah. Di barat laut setidaknya sebagian dari batuan muncul di atas permukaan laut. Sementara itu, semakin ke barat pengendapan batuan karbonat semakin dominan. Seluruh jalur itu pada akhir masa Pleosin terangkat dan tersesarkan terjadi pengangkatan. Kegiatan gunung api lebih banyak terjadi di daratan yang menghasilkan gunung api dari barat ke timur. Seirama dengan terjadinya dua kaldera yaitu mula-mula kaldera Buyan-Beratan dan kemudian kaldera Batur. Pulau Bali masih mengalami gerakan yang menyebabkan pengankatan di bagian utara. Akibat Formasi Palasari terangkat ke atas permukaan laut dan Pulau Bali pada umumnya mempunyai penampang utara selatan yang tidak simetris, di bagian selatan lebih landai daripada bagian utara. Keadaan geologi Bali disajikan pada Gambar 5.

    Stratigrafi regional berdasarkan Peta Geologi Bali (Purbo-Hadiwidjojo, 1971) dalam Bappeda Provinsi Bali (2006), geologi Bali tergolong masih muda. Batuan tertua kemungkinan berumur Miosen Tengah. Stratigrafi Bali menurut kala Geologi adalah sebagai berikut:

    Diolah dari sumber: Bappeda Provinsi Bali (2006)

  • 12

    Kwarter, penyebarannya meliputi Pulau Bali bagian selatan, bagian utara dan bagian tengah, formasi ini terbentuk dari:

    - Tufa dan endapan lahan Buyan-Beratan dan Batur.

    - Batuan gunung api G. Batukaru.

    - Batuan gunung api G. Batur.

    - Batuan gunung api G. Agung.

    - Batuan gunung api dari kerucut-kerucut subresen G. Pohen, G. Sangiang, G. Lesung.

    - Lava dari G. Pawon

    - Endapan alluvium terutama di sepanjang pantai, tepi Danau Buyan, Danau Beratan dan Danau Batur.

    Kwarter Bawah, penyebarannya meliputi Pulau Bali bagian barat. Formasi ini terdiri dari :

    - Batuan Gunung Api Jembrana: lava, breksi dan tufa dari G. Klatakan, G. Merbuk, G. Patas dan batuan yang tergabung..

    - Formasi Palasari : konglomerat: batu pasir, batu gamping terumbu.

    - Batuan Gunung Api G. Seraya.

    Pliosen, terdapat di sepanjang pantai utara dari Temukus sampai Tanjung Pulaki, dan sebagian daerah Buleleng bagian timur. Formasi ini meliputi :

    - Formasi Prapat Agung terdiri batu gamping, batu pasir gampingan dan napal.

    - Batuan Gunung Api Pulaki : lava dan breksi.

    - Formasi Sorga: tufa, napal dan batu pasir.

    - Formasi Asah yang terdiri dari lava, breksi, tufa, batu apung dengan isian rekahan yang bersifat gampingan.

    Miosen-Pliosen, meliputi: Formasi Selatan: terutama batu gamping

    Miosen Tengah-Atas, meliputi: Formasi Sorga: tufa, nafal, batu pasir.

    Miosen Bawah-Atas, meliputi: Formasi Ulakan: breksi gunung api, lava, tufa dengan sisipan batuan gampingan.

  • 13

    Diolah dari sumber: Bappeda Provinsi Bali (2006)

    Gambar 5. Peta Geologi Provinsi Bali

    1.2.4. Jenis Tanah

    Ada lima jenis tanah utama yang tersebar di wilayah Provinsi Bali menurut Peta Tanah Tinjau Bali (1970). Kelima jenis tanah tersebut adalah (Gambar 6):

    1) Aluvial, terdiri atas Aluvial Hidromorf dan Aluvial Coklat Kelabu. Luas jenis tanah ini adalah

    27.456 ha (4,8%), tersebar di Kabupaten Jembrana, Klungkung, Buleleng dan Karangasem. 2) Regosol, terdiri atas Regosol Coklat Kelabu, Regosol Kelabu, Regosol Coklat dan Regosol

    Berhumus. Luas jenis tanah ini adalah 224.869 ha (39,9%), tersebar di Kabupaten Badung, Denpasar, Gianyar, dan Jembrana.

    3) Andosol Coklat Kelabu, luasnya 22.976 ha (4,1%) tersebar di Kabupaten Buleleng, Tabanan dan Badung.

    4) Latosol, terdiri atas Latosol Coklat Kekuningan, Latosal Coklat, Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol. Jenis tanah ini mendominasi wilayah Bali dengan luas 251.185 ha (44,6%) yang terdapat di Kabupaten Buleleng, Tabanan, Badung, Denpasar, Jembrana, dan Klungkung.

    5) Mediteran, terdiri atas Mediteran Coklat dan Mediteran Coklat Merah. Luasnya mencapai 37.180 ha (6,6%), tersebar di Kabupaten Jembrana, Badung dan Klungkung.

  • 14

    Diolah dari sumber: Bappeda Provinsi Bali (2006)

    Gambar 6. Peta Jenis Tanah di Provinsi Bali

    1.3. Iklim

    1.3.1. Tipe Iklim

    Secara umum kondisi cuaca dan iklim daerah Bali sangat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti: interakti laut-atmosfer, aktivitas konvergensi, pertemuan massa udara dari belahan bumi utara dan selatan, tumbuhnya pusat tekanan rendah dan pengaruh kondisi lokal setempat. Berdasarkan data rata-rata curah hujan bulanan, daerah Bali memiliki pola curah hujan monsun. Pola monsum terjadi akibat proses sirkulasi udara yang berganti arah setiap enam bulan sekali yang melintas di wilayah Indonesia, yang dikenal dengan monsun barat dan monsun timur. Monsun barat umumnya menimbulkan banyak hujan (musim hujan) yang terjadi sekitar bulan Januari, monsun timur umumnya menyebabkan kondisi kurang hujan (musim kemarau) yang terjadi sekitar bulan Agustus.

    Berdasarkan klasifkasi Schmidt-Ferguson, daerah Bali mempunyai sebaran tipe iklim dati tipe iklim C sampai F seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Tipe iklim F umumnya tersebar di wilayah pesisir Bali utara dan timur, sebagian kecil wilayah perbukitan Bali selatan dan Nusa Penida. Sedangkan tipe iklim C terdapat di bagian tengah Pulau Bali dan tipe D di bagian tengah dan barat Pulau Bali.

  • 15

    Sumber: Bappeda Provinsi Bali (2006)

    Gambar 7. Peta Tipe Iklim Klasifikasi Schmidt-Ferguson di Provinsi Bali

    1.3.2. Curah Hujan

    Curah hujan tahunan rata-rata di Bali selama tahun 2008 adalah 1.956,04 mm. Sedangkan curah hujan tahunan rata-rata menurut Kabupaten/Kota berkisar 1.660,42 - 2.436,56 mm, dimana curah hujan tertinggi terjadi di Kabupaten Tabanan dan terencah di Kabupaten Klungkung (Gambar 8).

    Diolah dari sumber: BBMKG Wilayah III Denpasar (2009)

    Gambar 8. Curah Hujan Tahunan Rata-Rata menurut Kab/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008

  • 16

    Curah hujan bulanan rata-rata di Bali berkisar 6,04 406,54 mm, dimana bulan paling basah terjadi pada Februari dan bulan paling kering terjadi pada Juli. Bulan basah yaitu curah hujan dalam sebulan di atas 100 mm di Bali tahun 2008 berlangsung selama 6 bulan yaitu pada bulan Januari, Februari, Maret, Oktober, November dan Desember (Gambar 9). Kabupaten Jembrana, Tabanan, Karangasem dan Kota Denpasar mengalami 7 bulan basah sedangkan kabupaten lainnya mengalami 6 bulan basah selama tahun 2008.

    Diolah dari sumber: BBMKG Wilayah III Denpasar (2009)

    Gambar 9. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Provinsi Bali Tahun 2008

    1.3.3. Suhu Udara

    Suhu rata-rata bulanan di Provinsi Bali pada tahun 2008 berkisar 25,0 27,1 oC. Suhu rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada Oktober dan terendah pada bulan Juli (Gambar 10). Bulan Oktober merupakan suhu rata-rata bulanan tertinggi di seluruh wilayah Kabupaten/Kota, dimana pada bulan tersebut rata-rata suhu bulanan menurut Kabupaten/Kota berkisar 20,1 28,6 oC, tertinggi di Kabupaten Buleleng dan terendah di Kabupaten Tabanan. Pada bulan Juli, di seluruh Bali terjadi suhu rendah dengan suhu rata-rata bulanan menurut Kabupaten/Kota berkisar 18,0 26,3 oC, tertinggi di Kabupaten Buleleng dan terendah di Kabupaten Tabanan. Kabupaten Tabanan memiliki suhu rata-rata bulanan yang relatif lebih rendah sepanjang tahun dibandingkan kabupaten/kota lainnya, yaitu berkisar 18,0 20,1 oC. Sedangkan Kabupaten Buleleng memiliki suhu rata-rata bulanan yang relatif lebih tinggi sepanjang tahun dengan suhu rata-rata bulanan berkisar 26,1 28,6 oC (Gambar 11).

    Diolah dari sumber: BBMKG Wilayah III Denpasar (2009)

    Gambar 10. Suhu Rata-Rata Bulanan di Provinsi Bali Tahun 2008

  • 17

    Gambar 11.Suhu Rata-Rata Bulanan Terendah dan Tertinggi menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008

    1.4. Hidrologi dan Potensi Sumberdaya Air

    1.4.1. Sungai

    Di Provinsi Bali tercatat 401 batang sungai dimana 162 sungai bermuara di laut. Dari 162 sungai tersebut hanya 11 sungai yang memiliki daerah aliran sungai lebih dari 100 km2. Karakteristik aliran-aliran sungai yang ada sebagian besar merupakan sungai intermitten dan annual. Sehingga pemanfaatan sumber air dari sungai-sungai ini tidak dapat diharapkan sepanjang tahun. Hanya kurang dari 11% sungai yang memiliki debit aliran pada musim kemarau.

    Sistem sungai di Bali mengalir dari utara atau selatan sebagai akibat dari terbaginya Pulau Bali oleh pegunungan yang membentang dari barat - timur di pulau ini. Sungai-sungai yang ada di sebelah selatan pegunungan mengalir ke arah selatan yang umumnya memiliki panjang dua kali lipat dibandingkan sungai yang mengalir ke utara di belahan utara pegunungan.

    Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi dasar dari pengelolaan ekosistem sungai dan sumberdaya air permukaan. DAS didefinisikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui suatu outlet pada sungai tersebut, atau merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam. Gabungan dari beberapa DAS menjadi Satuan Wilayah Sungai. Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah, dan air.

    Sistem sungai yang ada di Indonesia terbagi menjadi 90 Satuan Wilayah Sungai (SWS) menurut Peraturan Menteri PU No. 39/PRT/1989 yang meliputi lebih dari 5.590 DAS. Sungai-sungai yang ada di wilayah Provinsi Bali secara keseluruhan membentuk satu Satuan Wilayah Sungai (SWS) atau Regional River Unit, yaitu Wilayah Sungai Bali-Penida dengan kode SWS 03.01. Sungai-sungai yang terdapat pada Wilayah Sungai Bali-Penida dikelompokkan lagi kedalam 20 sub SWS, yaitu (Gambar 12):

    Diolah dari sumber: BBMKG Wilayah III Denpasar (2009) 24

    ,4

    18,0

    26,0

    26,1

    26,2

    25,9

    25,5

    26,1

    26,1

    27,4

    20,1

    27,6

    27,9

    28,1

    28,1

    28,0

    28,6

    28,2

    05

    101520253035

    Jem Tab Bad Gia Klu Bang Kar Bul Den

    Suhu

    (der

    ajat

    Cel

    sius

    )

    Terendah Tertinggi

    24,4

    18,0

    26,0

    26,1

    26,2

    25,9

    25,5

    26,1

    26,1

    27,4

    20,1

    27,6

    27,9

    28,1

    28,1

    28,0

    28,6

    28,2

    05

    101520253035

    Jem Tab Bad Gia Klu Bang Kar Bul Den

    Suhu

    (der

    ajat

    Cel

    sius

    )

    Terendah Tertinggi

  • 18

    Gambar 12. Peta Sungai dan Sub Satuan Wilayah Sungai di Provinsi Bali

    1) Sub SWS 03.01.01. Meliputi Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Tabanan, Gianyar dan Buleleng, dengan luas 555,64 km2. Sebagian besar sungai-sungai yang masuk dalam Sub SWS ini merupakan tipe sungai parennial, kecuali sungai-sungai yang terdapat di daerah Bukit (Kecamatan Kuta Selatan). Daerah Aliran Sungai terbesar atau mendominasi pada Sub SWS ini adalah DAS Ayung. Luas DAS Ayung 288,37 km2 yang melintas di tiga Kabupaten Badung, Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar. Curah hujan tahunan rata-rata pada DAS ini cukup tinggi, mencapai 2000 mm per tahun.

    2) Sub SWS 03.01.02. Meliputi Kabupaten Badung, Tabanan dan Buleleng dengan luas 601,75 km2. Sungai-sungai di Sub SWS ini sebagian besar tipe parennial. Wilayah sungai ini didominasi oleh DAS Tukad Yeh Empas dengan luas 100,82 km2 dan DAS Tukad Yeh Ho dengan luas 135,76 km2, dimana terletak di Kabupaten Tabanan. Kondisi aliran sungai kontinyu sepanjang tahun, dengan curah hujan sekitar 2.200 mm per tahun. Daerah aliran sungai besar lainnya di wilayah sungai ini adalah Tukad Yeh Penet yang daerah alirannya meliputi Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Badung.

    3) Sub SWS 03.01.03. Meliputi Kabupaten Tabanan dengan luas 288,34 km2. Wilayah sungai ini didominasi DAS Tukad Balian dengan luas 152,9 km2. Kondisi aliran sungai kontinyu sepanjang tahun, dengan curah hujan sekitar 2.000 mm per tahun. Selain Tukad Balian, sungai-sungai yang masuk dalam Sub SWS 03.01.03 antara lain Tk. Yeh Otan, Tk. Putrina, Tk. Timus, Tk. Pedungan, Tk. Payang, Tk. Gayam, Tk. Yeh Matan, Tk. Yeh Putek dan Tk. Mluang.

    4) Sub SWS 03.01.04. Meliputi Kabupaten Tabanan dan Jembrana dengan luas 392,37 km2. Sungai-sungai di wilayah sungai ini merupakan sungai parennial, meliputi Tk. Selabih, Tk. Yeh Leh, Tk. Yeh Sumbul, Tk. Yeh Satang,Tk. Gumbrih, Tk. Pengyangan, Tk. Bakung, Tk. Pulukan, Tk. Kayu, Tk. Medewi dan Tk. Lebah. Sungai-sungai ini sebagian besar alirannya melewati kawasan hutan terutama di bagian tengah dan hulu sedangkan lahan persawahan hanya terdapat di bagian hilir.

    5) Sub SWS 03.01.05. Meliputi Kabupaten Jembrana dengan luas 158,92 km2. Sungai-sungai utama pada Sub SWS ini adalah Tk. Yeh Embang, Tk. Bilokpoh dan Tk. Buah, yang merupakan sungai bertipe parennial. Bagian hulu sungai ini merupakan kawasan hutan lindung, bagian pertengahan melewati lahan perkebunan dan bagian hilir merupakan lahan persawahan.

    Peraturan Menteri PU No. 39/PRT/1989

  • 19

    6) Sub SWS 03.01.06. Meliputi Kabupaten Jembrana dengan luas 228,44 km2. Wilayah sungai ini didominasi oleh DAS Tukad Sowan dengan luas 135,32 km2. Curah hujan di wilayah DAS ini sekitar 1.900 mm per tahun dengan kondisi aliran sungai tidak sepanjang tahun atau semi permanen. Pada musim penghujan daerah ini sering terjadi banjir. Sungai-sungai lainnya pada Sub SWS ini adalah Tk. Titis, Tk. Mendoyo dan Tk. Dalem. Bagian hulu sungai-sungai pada wilayah sungai ini merupakan kawasan hutan lindung, bagian pertengahan melewati lahan perkebunan dan bagian hilir merupakan lahan persawahan dan permukiman.

    7) Sub SWS 03.01.07. Meliputi Kabupaten Jembrana dengan luas 243,52 km2. Wilayah sungai ini didominasi oleh DAS Tukad Daya Barat. Sungai lainnya antara lain Tk. Sangyiang Gede, Tk. Melaya, Tk. Sari Kuning, Tk. Klatakan. Kondisi aliran Tukad Daya Barat, Tukad Sanghyang Gede dan Tukad Melaya tidak sepanjang tahun atau semi permanen, sedangkan Tukad Klatakan bertipe aliran intermitten. Pola pemanfaatan lahan pada bagian hulu berupa hutan dan bagian tengah sampai hilir merupakan lahan pertanian semusim lahan kering.

    8) Sub SWS 03.01.08. Meliputi Kabupaten Buleleng dengan luas 367,22 km2. Sungai-sungai yang terdapat pada wilayah sungai ini merupakan sungai intermitten yang relatif pendek, dimana alirannya melewati daerah perbukitan dan sebagian besar merupakan lahan kritis di Kecamatan Gerokgak, sehingga kondisi DAS tergolong kritis. Sungai-sungainya antara lain Tk. Sumaga, Tk. Gerokgak, Tk. Musi, Tk. Tinga-tinga, Tk. Yeh Biu, Tk. Banyupoh, Tk. Pengunbahan dan Tk. Pule. Pemanfaatan lahan di bagian hulu berupa kawasan hutan sedangkan bagian hilirnya pertanian semusim lahan kering.

    9) Sub SWS 03.01.09. Meliputi Kabupaten Buleleng dengan luas 222,39 km2. Wilayah sungai ini didominasi oleh DAS Tukad Saba dengan luas 130,09 km2. Sungai lainnya pada wilayah sungai ini yaitu Tukad Banyuraras dan Tukad Gemgem.

    10) Sub SWS 03.01.10. Meliputi Kabupaten Buleleng dengan luas 114,24 km2. Sungai-sungai yang terdapat di wilayah sungai ini umumnya merupakan sungai semi permanen dan intermitten. Adapun sungai-sungai pada Sub SWS 03.01.10 antara lain Tk. Manuk, Tk. Bengkala, Tk. Jebol, Tk. Tampekan, Tk. Binong, Tk. Mendaum, Tk. Langking dan Tk. Anakan. Pemanfaatan lahan di wilayah sungai ini didominasi oleh pertanian semusim lahan kering.

    11) Sub SWS 03.01.11. Meliputi Kabupaten Buleleng dengan luas 243,48 km2. Sungai-sungai yang masuk kedalam Sub SWS ini antara lain Tk Tengah, Tk. Batupulu, Tk, Serumbung, Tk. Asangan, Tk. Buleleng, Tk. Banyumala, Tk. Baas, Tk. Penarukan, Tk. Yeh Taluh, Tk. Buus, Tk. Munduk, Tk. Sangsit, Tk. Pengong dan Tk. Taluk. Sungai-sungai tersebut umumnya merupakan sungai semi permanen. Penggunaan lahan pada wilayah sungai ini di bagian hulu adalah hutan dan bagian hilir merupakan kawasan permukiman padat penduduk Kota Singaraja dan lahan sawah.

    12) Sub SWS 03.01.12. Meliputi Kabupaten Buleleng dengan luas 311,65 km2. Wilayah sungai ini didominasi oleh DAS Tukad Daya Sawan dengan luas 107,25 km2 Penggunaan lahan di bagian hulu DAS ini adalah hutan dan dibagian tengah sampai hilir didominasi oleh pertanian lahan basah dan perkebunan. Tingkat erosi pada permulaan awal musim hujan relatif tinggi mengingat tumbuhan penutup di awal musim penghujan belum secara efektif berfungsi menahan aliran air pemukaan.

    13) Sub SWS 03.01.13. Meliputi Kabupaten Buleleng, Karangasem dan Bangli dengan luas 357,14 km2. Sungai-sungai pada wilayah sungai ini umumnya merupakan sungai kecil dan pendek karena daerah alirannya melewati daerah perbukitan yang dekat dengan daerah pantai. Pola penggunaan lahan bagian hulu adalah hutan dan bagian pertengahan hingga hilir didominasi oleh lahan krisis dan pertanian lahan kering. Sungai-sungai tersebut sebagian besar bertipe intermitten. Sungai-sungai di Sub SWS 03.01.13 antara lain Tk. Batang, Tk. Bangka, Tk. Ketungan, Tk. Puan, Tk. Sumegen, Tk. Baturiti, Tk. Linggah, Tk. Tutung, Tk. Abu, Tk. Maong, Tk. Dalam, Tk. Pangandangan, Tk. Lebahcelagi, Tk. Sapta, Tk. Trukuk, Tk. Cili, Tk. Sayung, Tk. Batang, Tk. Bakalan, Tk. Nusu, Tk. Pale, Tk. Embahapi, Tk. Dadak, Tk. Melaka, Tk. Grembeng, Tk. Dalem, Tk. Pilian, Tk. Sringin, Tk. Daya, Tk. Bumbung, Tk. Timbul, Tk. Santer, Tk. Karanganyar, Tk. Karobelahan, Tk. Legawa, Tk. Bungbung, Tk. Telaga, Tk. Selahu, Tk. Jaka,Tk. Luwah, Tk. Gelar, Tk. Sidepana, Tk. Yeh Bau, Tk. Bonriu, Tk. Tembok, Tk. Bulakan.

    14) Sub SWS 03.01.14. Meliputi Kabupaten Karangasem dengan luas 295,38 km2. Sungai-sungai pada Sub SWS ini antara lain Tk. Mantri, Tk. Seraya, Tk. Pitpitan, Tk. Bangas, Tk. Bunutan, Tk. Tibidalem, Tk. Belong, Tk. Itam, Tk Buah, Tk. Pangkuh. Tk Titis, Tk. Kutumanak, Tk. Kusambi, Tk. Batukeseni, Tk. Bluhu, Tk. Desa, Tk Pangkung dan Tk. Aya. Sungai-sungai tersebut sebagian besar bertipe intermitten dan melewati lahan kritis di kawasan Gunung Seraya. Pemanfaatan lahan didominasi oleh lahan kritis dan pertanian semusim lahan kering.

    15) Sub SWS 03.01.15. Meliputi Kabupaten Karangasem dengan luas 272,53 km2. Sungai-sungai pada wilayah sungai ini memiliki aliran sepanjang tahun dan daerah alirannya didominasi lahan persawahan. Tiga sungai utama pada Sub SWS 03.01.15 yaitu Tk. Pedih, Tk. Bangka dan Tk.

  • 20

    Nyuling. Sungai lainnya yang bertipe intermitten yaitu Tk. Ringuang. Kondisi DAS ini tergolong kritis dan pola pemanfaatan lahan didominasi oleh pertanian semusim lahan kering.

    16) Sub SWS 03.01.16. Meliputi Kabupaten Karangasem dengan luas 342,08 km2. Wilayah sungai ini didominasi oleh DAS Tukad Jangga dengan luas 70,125 km2. Pemanfaatan lahan didominasi oleh lahan persawahan. Kondisi sungai-sungai di wilayah ini berada pada daerah aliran lahar Gunung Agung, terutama Tukad Jangga. Sungai-sungai yang termasuk dalam Sub SWS 03.01.15 antara lain Tk. Prakpak, Tk. Buwatan, Tk. Mengereng, Tk. Jangga, TK. Telincicing, Tk. Tanahampo, Tk. Buhu, Tk. Sampiang, Tk. Karangan dan Tk. Alas.

    17) Sub SWS 03.01.17. Meliputi Kabupaten Karangasem, Bangli dan Klungkung dengan luas 257,78 km2. Wilayah sungai ini didominasi oleh DAS Tukad Unda dengan luas 220,52 km2. Sungai lainnya adalah Tk. Bugbugan, Tk. Paang, Tk. Cau, Tk. Betel, Tk. Unda, Tk. Lombok, Tk. Pegatepan. Curang hujan di wilayah sungai ini relatif cukup

    tinggi mencapai 3000 mm per tahun. Sungai-sungai tersebut memiliki aliran kontinyu sepanjang tahun, dengan penggunaan lahan didominasi oleh pertanian lahan basah sedangkan daerah hulunya merupakan kawasan hutan. Kondisi sungai di daerah ini sebagian besar merupakan alur dari lahar Gunung Agung. Tingkat sedimentasi akibat material sisa letusan Gunung Agung masih mendominasi kondisi aliran sungai di DAS Tukad Unda. Disamping curah hujan cukup tinggi, di DAS Tukad Unda juga banyak bermunculan sumber-sumber mata air, dan yang memiliki potensi cukup besar adalah mata air Telaga Waja, Surya, Arca, Tirta Gangga, dan lain-lain.

    18) Sub SWS 03.01.18. Meliputi Kabupaten Gianyar, Bangli, Karangasem dan Klungkung dengan luas 48,84 km2. Sungai utama di wilayah sungai ini yaitu Tk. Jinah, Tk. Melangit, Tk. Bubuh, Tk. Sangsang dan Tk. Pakerisan, yang bertipe parennial dimana sebagian besar daerah alirannya merupakan lahan persawahan.

    19) Sub SWS 03.01.19. Meliputi Kabupaten Gianyar, Bangli, Badung dan Denpasar dengan luas 102,19 km2. Wilayah sungai ini didominasi oleh daerah aliran sungai Tukad Oos dengan luas DAS 116,52 km2. Sungai lainnya meliputi Tk. Sangku, Tk. Kutul, Tk. Petanu, Tk. Singapadu, Tk. Jerem, Tk. Blahbatuh dan Tk. Sekatu. Kondisi aliran sungai-sungai tersebut kontinyu sepanjang tahun dengan pola penggunaan lahan di daerah ini didominasi oleh lahan pertanian lahan basah. Kondisi sungai di daerah ini memiliki tebing yang tinggi dengan alur yang panjang, dimana tingkat erosi vertikal di semua sungainya cukup tinggi.

    20) Sub SWS 03.01.20. Berada di Pulau Nusa Penida dengan luas 208,87 km2. Sungai-sungai yang terdapat di Pulau Nusa Penida seluruhnya merupakan sungai tipe intermitten, yaitu sungai yang alirannya hanya ada pada saat hujan, satu jam setelah hujan alirannya berhenti. Pola pemanfaatan lahan di wilayah sungai ini didominasi oleh pertanian semusim lahan kering.

    1.4.2. Danau, Waduk dan Embung

    Provinsi Bali memiliki empat buah danau yaitu Danau Batur di Kabupaten Bangli, Danau Beratan di Kabupaten Tabanan, Danau Buyan dan Danau Tamblingan di Kabupaten Buleleng (Tabel 2 dan Gambar 12). Danau Batur merupakan danau terbesar di Bali dengan luas permukaan 16,05 km2. Danau-danau yang terdapat di Bali merupakan danau vulkanik yang semuanya berada pada rantai pegunungan dengan ketinggian 1000 1200 m dpl. Dengan posisinya yang demikian, keempat danau ini merupakan penyangga tata air di daerah hilir dan sekitarnya.

    Tabel 2.

    Karakteristik Danau di Bali

    No Nama Danau

    Kab/ Kota

    Daerah Tangkapan

    (km2)

    Luas Permukaan

    (km2)

    Kedalaman Rata-Rata

    (m)

    Panjang(km)

    Lebar (km)

    Vol Air (juta m3)

    1 Batur Bangli 105,35 16,05 50,8 7,7 2,7 815,38

    2 Beratan Tabanan 13,4 4,38 12,8 2,0 2,0 49,22

    3 Buyan Buleleng 24,1 3,67 31,7 3,7 1,5 116,25

    4 Tamblingan Buleleng 9,2 1,15 23,5 1,8 0,9 27,00

    Jumlah 1.007,85

    Sumber: Bappeda Provinsi Bali (2009)

    Waduk dan embung merupakan danau buatan (man made lake) yang dibuat untuk berbagai kepentingan, seperti penyediaan air irigasi, air baku air bersih pengendalian banjir dan lain sebagainya. Di Provinsi Bali terdapat lima waduk/embung yaitu Waduk Palasari dengan luas 87 ha

  • 21

    berlokasi di Kabupaten Jembrana, Waduk Gerokgak dengan 350 ha berlokasi di Kabupaten Buleleng, Waduk Telaga Tunjung dengan luas 17 ha berlokasi di Kabupaten Tabanan, Waduk Muara dengan luas 35 ha berlokasi di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, dan Embung Seraya dengan luas 2 ha berlokasi di Kabupaten Karangasem (Dinas PU Provinsi Bali, 2008) (Tabel 3 dan Gambar 13).

    Tabel 3.

    Karakteristik Waduk dan Embung di Provinsi Bali

    No Nama Waduk/Embung

    Kabupaten/ Kota

    Daerah Tangkapan

    (km2)

    Luas Permukaan

    (ha)

    Kedalaman (m)

    Vol Air (juta m3)

    1 Waduk Palasari Jembrana 4.230 87 29 8,00

    2 Waduk Gerokgak Buleleng 2.850 350 42 3,75

    3 Waduk Telaga Tunjung

    Tabanan 950 17 33 1,26

    4 Waduk Muara Denpasar 2.255 35 2 0,42

    5 Embung Seraya Karangasem 250 2 4 0,10

    Jumlah 13,53

    Sumber: Bappeda Provinsi Bali (2009)

    Gambar 13. Peta Danau, Waduk dan Embung di Provinsi Bali

    1.4.3. Mata Air

    Mata air adalah aliran air tanah yang muncul di permukaan tanah secara alami, yang disebabkan oleh terpotongnya aliran air tanah oleh bentuk topografi setempat dan keluar dari batuan. Pada umumnya mata air muncul di daerah kaki perbukitan atau bagian lereng, lembah perbukitan dan di daerah

  • 22

    dataran. Mata air yang muncul ke permukaan tanah kebanyakan karena perubahan topografi dan dipengaruhi oleh perbedaan lapisan permeabel gunung api dengan lapisan impermeabel (lava bongkah) dengan tipe seepage (rembesan). Menurut Prastowo dalam Arsyad dan Rustiadi (2008), pada umumnya ketersediaan mata air dipengaruhi oleh faktor-faktor geologi seperti kondisi morfologi, litologi, struktur geologi dan tata guna lahan setempat.

    Berdasarkan laporan JICA (2005) dalam Bappeda Provinsi Bali (2009), di Provinsi Bali terdapat 1.273 buah mata air (Tabel 4). Jumlah mata air terbanyak terdapat di Kabupaten Bangli yaitu 423 buah, disusul Kabupaten Buleleng 327 buah, Kabupaten Tabanan 177 buah dan Kabupaten Karangasem 138 buah. Kabupaten dengan wilayah dataran rendah relatif sedikit terdapat mata air, seperti di Kabupaten Jembrana 61 buah, Kabupaten Badung 30 buah, Kabupaten Gianyar 79 buah, Kabupaten Klungkung 38 buah termasuk di Nusa Penida sebanyak 9 buah. Sebaran beberapa mata air di Provinsi Bali disajikan pada Gambar 14.

    Tabel 4.

    Kondisi Mata Air di Provinsi Bali

    No Kabupaten/

    Kota

    Jumlah Mata Air (buah)

    Debit Total (liter/detik)

    Debit Rata-Rata

    (liter/detik) 1 Jembrana 61 85,1 17,0 2 Tabanan 177 3.080 73,2 3 Badung 30 1.291 184,4 4 Gianyar 79 2.981 56,2 5 Klungkung (daratan) 29 202 40,4 Klungkung (Nusa Penida) 9 522 104,1 6 Bangli 423 2.736 48,0 7 Karangasem 138 9.808 102,3 8 Buleleng 327 6.603 71,3 Jumlah 1.273 27.063 75,4

    Sumber:JICA (2005) dalam Bappeda Provinsi Bali (2006)

    Dari 1.273 buah mata air tersebut debitnya sangat bervariasi muali dari satu liter/detik sampai beberapa ratus liter/detik. Total debit air mata air di seluruh Bali adalah 27.063 liter/detik dengan debit rata-rata 75,4 liter/detik (Tabel 4).

  • 23

    Gambar 14. Peta Sebaran Beberapa Mata Air di Provinsi Bali

    1.4.4. Cekungan Air Tanah (CAT)

    Air tanah (ground water) adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah ditemukan pada akifer. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dengan dari air permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang alam maka air tanah akan sulit untuk pulih kembali jika mengalami pencemaran.

    Kondisi air tanah di Provinsi Bali sangat tergantung pada kondisi geologinya. Cekungan adalah wadah tempat terdapatnya air tanah dibentuk oleh proses geologi, yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen ESDM (2005) cekungan air tanah di Provinsi Bali terbagi kedalam 8 cekungan sebagaimana terlihat pada Tabel 5.

    Sumber: BLH Provinsi Bali (2009)

  • 24

    Tabel 5. Potensi Air Tanah pada Cekungan Air Tanah di Provinsi Bali

    Sumber: Departemen ESDM (2005) dalam Bappeda Provinsi Bali (2009)

    1.4.5. Potensi Sumberdaya Air

    Potensi air sungai menurut Sub Satuan Wilayah Sungai di Bali adalah 196,4 m3/detik atau 6.195,3 juta m3/tahun. Potensi air tertinggi terdapat pada Sub SWS 03.01.02 yaitu 29,09 m3/detik (Tabel 6).

    Tabel 6.

    Potensi Air Sungai menurut Sub Satuan Wilayah Sungai di Provinsi Bali

    No

    Sub SWS

    Catchment Area

    Average Rainfall

    Annual Runoff of All the River Basins

    Total Runoff Depth

    (km2) (mm/year) (mil. m3)

    (m3/sec)

    (mm)

    1 03.01.01 555,64 2.078 718,5 22,78 1.293 2 03.01.02 601,75 2.450 917,4 29,09 1.525 3 03.01.03 288,34 2.582 501,7 15,91 1.740 4 03.01.04 392,37 2.360 406,5 12,89 1.036 5 03.01.05 158,92 2.112 198,7 6,30 1.250 6 03.01.06 228,44 1.978 278,2 8,82 1.218 7 03.01.07 243,52 1.583 237,2 7,52 974 8 03.01.08 367,22 1.365 328,8 10,42 895 9 03.01.09 222,39 2.096 305,8 9,70 1.375 10 03.01.10 114,24 1.704 169,5 5,37 1.484 11 03.01.11 243,48 2.005 383,1 12,15 1.574 12 03.01.12 311,65 1.792 255,7 8,11 820 13 03.01.13 357,14 1.798 164,6 5,22 461 14 03.01.14 295,38 1.911 144,7 4,59 490 15 03.01.15 272,53 1.629 276,2 8,76 1.013 16 03.01.16 342,08 2.237 476,0 15,09 1.392 17 03.01.17 257,78 2.337 374,9 11,89 1.454 18 03.01.18 48,84 2.700 - - - 19 03.01.19 102,19 1.809 - - - 20 03.01.20 208,87 1.079 57,8 1,83 277

    Total/average 5612,77 1.980 6.195,3 196,42 1.014 Sumber: Bappeda Provinsi Bali (2009)

    1 Denpasar-Tabanan 208.000 1500 - 3500 894 82 Gilimanuk 13.130 1000 - 1500 30 13 Negara 41.850 1500 - 2000 73 44 Singaraja 50.520 1000 - 2500 215 35 Danau Batur 75.050 500 - 2000 188 36 Amlapura 19.982 1000 - 2000 60 27 Nusa Dua 9.911 1500 - 2000 38 -8 Nusa Penida 19.790 500 - 1000 79 -

    Jumlah 438.233 - 1.577,00 21% thd Bali 77,75

    No Tak-tertekan (juta m3/thn)Cadangan Air Tanah (CAT) Luas (Ha) Hujan (mm)

    Tertekan (juta m3/thn)

  • 25

    Total volume air danau di seluruh Bali adalah 1.007,85 juta m3, dimana 80,9% terdapat di Danau Batur, 11,5% di Danau Buyan, 4,9% di Danau Beratan dan 2,7% di Danau Tamblingan (Tabel 2).

    Total volume air waduk dan embung di Bali adalah 13,53 juta m3 yang terdiri dari Waduk Palasari 8,00 juta m3, Waduk Gerokgak 3,75 juta m3, Waduk Telaga Tunjung 1,26 juta m3, Waduk Muara 0,42 juta m3, dan Embung Seraya 0,10 juta m3 (Tabel 3).

    Dari 1.273 buah mata air tersebut debitnya sangat bervariasi muali dari satu liter/detik sampai beberapa ratus liter/detik. Total debit air mata air di seluruh Bali adalah 27.063 liter/detik dengan debit rata-rata 75,4 liter/detik (Tabel 4).

    Potensi air tanah tak-tertekan pada cekungan air tanah di Provinsi Bali adalah 1.577,00 juta m3/tahun dan air tanah tertekan 21 juta m3/tahun.

    1.5. Kawasan Hutan

    1.5.1. Luas dan Sebaran Kawasan Hutan

    Luas kawasan hutan di Bali pada tahun 2008 adalah 130.686,01 ha atau 23,19% dari luas wilayah. Luas kawasan hutan di Bali masih belum mencapai luas ideal untuk optimalisasi manfaat lingkungan yaitu minimal 30% dari luas pulau menurut Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sebaran kawasan hutan di Bali disajikan pada Tabel 7.

    Sebaran kawasan hutan di Bali tidak merata menurut kabupaten/kota, bahkan di Kabupaten Gianyar tidak terdapat kawasan hutan penetapan. Kawasan hutan terluas terdapat di Kabupaten Buleleng, akan tetapi persentase tertinggi luas kawasan hutan terhadap luas wilayah terdapat di Kabupaten Jembrana. Persentase luas kawasan hutan terhadap luas wilayah kabupaten/kota yang telah memenuhi luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% hanya terdapat di Kabupaten Jembrana dan Buleleng.

    Tabel 7

    Luas Kawasan Hutan dan Persentase Luas Kawasan Hutan terhadap Luas Wilayah menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2009

    No Kabupaten/ Kota

    Luas Wilayah

    (Ha)

    Luas Kawasan

    Hutan (Ha)

    Persentase (%) Luas Kawasan Hutan terhadap

    Luas Wil Kab/Kota

    Luas Wil Provinsi

    Luas Kawasan

    Hutan Provinsi

    1 Jembrana 84.180 42.156,27 50,08 7,48 32,26

    2 Buleleng 136.588 51.436,21 37,66 9,13 39,36

    3 Tabanan 83.933 9.969,15 11,88 1,77 7,63

    4 Badung 41.852 1.779,87 4,25 0,32 1,36

    5 Denpasar 12.778 734,5 5,75 0,13 0,56

    6 Gianyar 36.800 - - - -

    7 Bangli 52.081 9.341,28 17,94 1,66 7,15

    8 Klungkung 31.500 1.048,50 3,33 0,19 0,80

    9 Karangasem 83.954 14.220,23 16,94 2,52 10,88

    Provinsi Bali 563.666 130.686,01 23,19 23,19 100,00

    Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2010)

    Hutan negara yang terdapat di Provinsi Bali tersebar pada 22 kawasan hutan (Tabel 8). Kawasan hutan terluas di Bali adalah kawasan Hutan Bali Barat yang meliputi Buleleng dan Jembrana yaitu 62% dari luas kawasan hutan secara keseluruhan. Beberapa kawasan hutan yang luasnya di atas

  • 26

    seribu hektar yaitu Gunung Batukau, Gunung Abang, Gunung Agung, Penulisan-Kintamani, Yeh Leh-Yeh Lebah, Gunung Batur Bukit Payang, Prapat Benoa, Gunung Mungsu, dan Gunung Seraya.

    Tabel 8

    Luas Kawasan Hutan di Bali pada Tahun 2009

    No Kawasan Hutan RTK Kabupaten/

    Kota

    Luas

    (Ha)

    Persentase

    (%)

    1 Puncak Landep 1 Buleleng 590,00 0,45

    2 Gunung Mungsu 2 Buleleng 1.134,00 0,87

    3 Gunung Silangjana 3 Buleleng 415,00 0,32

    4 Gunung Batukau 4 Buleleng-Tabanan-Badung 15.153,28 11,60

    5 Munduk Pengajaran 5 Bangli 613,00 0,47

    6 Gn. Batur Bkt. Payang 7 Bangli 2.528,00 1,93

    7 Gunung Abang Agung 8 Bangli-Karangasem 14.817,01 11,34

    8 Gunung Seraya 9 Karangasem 1.111,00 0,85

    9 Prapat Benoa 10 Badung-Denpasar 1.373,50 1,05

    10 Yeh Ayah 11 Tabanan 575,73 0,44

    11 Yeh Leh-Yeh Lebah 12

    Tabanan-Jembrana-Buleleng 4195,30 3,21

    12 Bali Barat 19 Buleleng-Jembrana 80.995,27 61,98

    13 Penulisan-Kintamani 20 Bangli-Buleleng 5.849,25 4,48

    14 Sangeh 21 Badung 13,97 0,01

    15 Nusa Lembongan 22 Klungkung 202,00 0,15

    16 Bunutan 23 Karangasem 126,70 0,10

    17 Bukit Gumang 24 Karangasem 22,00 0,02

    18 Bukit Pawon 25 Karangasem 35,00 0,03

    19 Kondangdia 26 Karangasem 89,50 0,07

    20 Tanjung Bakung 27 Klungkung 244,00 0,19

    21 Suana 28 Klungkung 329,50 0,25

    22 Sakti 29 Klungkung 273,00 0,21

    Jumlah 130.686,01 100,00

    Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2010)

  • 27

    1.5.2. Hutan Menurut Fungsinya

    Berdasarkan fungsinya hutan mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi. Berdasarkan atas fungsi hutan tersebut di atas, kawasan hutan dapat dibedakan atas hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi.

    1) Hutan Lindung: kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

    2) Hutan Konservasi: kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan Konservasi terdiri atas Hutan Suaka Alam, Hutan Pelestarian Alam dan Taman Buru. Kawasan Hutan Suaka Alam dibagi menjadi Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa. Sedangkan Kawasan Pelestarian Alam dibagi menjadi Kawasan Taman Nasional, Kawasan Taman Hutan Raya dan Kawasan Taman Wisata Alam.

    3) Hutan Produksi: kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan Produksi terdiri atas Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Kawasan Hutan Produksi Tetap.

    Berdasarkan atas fungsi hutan tersebut di atas, kawasan hutan di Bali terdiri atas hutan lindung, hutan konservasi meliputi kawasan Cagar Alam, kawasan Taman Nasional, kawasan Taman Wisata Alam (TWA), kawasan Taman Hutan Raya (Tahura), dan kawasan Hutan Produksi meliputi kawasan Hutan Produksi Terbatas dan kawasan Hutan Produksi Tetap.

    Luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya menurut kabupaten/kota disajikan pada Tabel 9 dan Gambar 15, serta luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya menurut kawasan hutan disajikan pada Tabel 10.

    Tabel 9

    Luas Hutan Berdasarkan Fungsinya menurut Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2009

    No Kab/

    Kota

    Hutan

    Lindung

    Hutan Produksi

    Terbatas

    Hutan Produksi

    Tetap

    Cagar Alam

    Taman

    Nasional TWA Tahura Jumlah

    1 Jembrana 32.974,97 2.610,20 383,10 - 6.188,00 - - 42.156,27

    2 Buleleng 31.936,32 3.207,95 1.524,00 1.004,40 12.814,89 948,65 - 51.436,21

    3 Tabanan 8.668,24 - - 758,40 - 542,51 - 9.969,15

    4 Badung 1.126,90 - - - - 3,97 639,00 1.779,87

    5 Denpasar - - - - - - 734,50 734,50

    6 Gianyar - - - - - - - -

    7 Bangli 6.239,01 453,00 - - - 2.649,27 - 9.341,28

    8 Klungkung 804,50 244,00 - - - - - 1.048,50

    9 Karangasem 14.016,12 204,11 - - - - - 14.220,23

    Bali 95.766,06 6.719,26 1.907,10 1.762,80 19.002,89 4.154,40 1.373,50 130.686,01

    Persentasse (%) 73,28 5,14 1,46 1,35 14,54 3,18 1,05 100,00

    Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2010)

  • 28

    Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan di Bali terdiri atas hutan lindung seluas 95.766,06 ha atau 73,28% dari luas total kawasan hutan, hutan produksi seluas 8.626,36 ha atau 6,60% dan hutan konservasi seluas 26.293,59 ha (20,12%). Hutan lindung terluas terdapat di Kabupaten Jembrana dan Buleleng, sedangkan di Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar tidak terdapat hutan lindung.

    Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2010)

    Gambar 15. Peta Kawasan Hutan menurut Fungsi di Provinsi Bali Tahun 2009

    Beberapa kawasan hutan mengemban tiga fungsi sekaligus (fungsi lindung, fungsi produksi dan fungsi konservasi) yaitu kawasan hutan Gunung Abang-Agung (hutan lindung, hutan produksi terbatas dan taman wisata alam); dan kawasan hutan Bali Barat (hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap dan Taman Nasional.

    Kawasan hutan yang mengemban fungsi lindung dan fungsi konservasi yaitu kawasan hutan Gunung Batukau (hutan lindung, Taman Wisata Alam dan Cagar Alam). Kawasan hutan yang hanya mengemban fungsi lindung yaitu kawasan hutan Puncak Landep, Gunung Mungsu, Gunung Silangjana, Munduk Pengajaran, Gunung Seraya, Yeh Ayah, Yeh Leh-Yeh Lebah, Nusa Lembongan, Bunutan, Bukit Gumang, Puncak Pawon, Kondangdia, Suana dan Sakti. Sedangkan kawasan hutan yang tidak mengemban fungsi lindung yaitu kawasan hutan Gunung Batur-Bukit Payang (hutan produksi terbatas dan Taman Wisata Alam), Prapat Benoa (Taman Hutan Raya), Sangeh (Taman Wisata Alam), dan Tanjung Bakung (hutan produksi terbatas) (Tabel 10).

  • 29

    Tabel 10 Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsi menurut Kawasan Hutan

    di Provinsi Bali Tahun 2009

    No Kawasan Hutan Hutan

    Lindung

    Hutan Produksi

    Tetap

    Hutan Produksi Terbatas

    Cagar Alam

    Taman Nasional* TWA Tahura Jumlah

    1 Puncak Landep 590,00 - - - - - - 590,00 2 Gunung Mungsu 1.134,00 - - - - - - 1.134,00 3 Gn. Silangjana 415,00 - - - - - - 415,00 4 Gunung Batukau 11.899,32 - - 1.762,80 - 1.491,16 - 15.153,28 5 Munduk Pengajaran 613,00 - - - - - - 613,00

    6 Gn.Batur Bkt Payang

    - - 453,00 - - 2.075,00 - 2.528,00

    7 Gunung Abang Agung

    14.038,63 - 204,11 - - 574,27 - 14.817,01

    8 Gunung Seraya 1.111,00 - - - - - - 1.111,00 9 Prapat Benoa - - - - - - 1.373,50 1.373,50 10 Yeh Ayah 575,73 - - - - - - 575,73 11 Yeh Leh-Yeh Lebah 4.195,30 - - - - - - 4.195,30 12 Bali Barat 54.452,68 1.907,10 5.632,60 - 19.002,89 - - 80.995,27

    13 Penulisan-Kintamani

    5.663,70 - 185,55 - - - - 5.849,25

    14 Sangeh - - - - - 13,97 - 13,97 15 Nusa Lembongan 202,00 - - - - - - 202,00 16 Bunutan 126,70 - - - - - - 126,70 17 Bukit Gumang 22,00 - - - - - - 22,00 18 Bukit Pawon 35,00 - - - - - - 35,00 19 Kondangdia 89,50 - - - - - - 89,50 20 Tanjung Bakung - - 244,00 - - - - 244,00 21 Suana 329,50 - - - - - - 329,50 22 Sakti 273,00 - - - - - - 273,00 Jumlah 95.766,06 1.907,10 6.719,26 1.762,80 19.002,89 4.154,40 1.373,50 130.686,01

    *) Termasuk perairan seluas 3.145 ha

    Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2010)

    Hutan Lindung

    Luas kawasan hutan lindung di Bali pada tahun 2008 adalah 95.766,06 ha atau 73,28% dari luas total kawasan hutan. Rincian luas dan lokasi tiap kawasan hutan lindung adalah sebagai berikut:

    1) Hutan lindung Puncak Landep seluas 590 ha, berlokasi di Kabupaten Buleleng (Kecamatan Sukasada).

    2) Hutan lindung Gunung Mungsu seluas 1.134 ha, berlokasi Kabupaten Buleleng (yaitu Kecamatan Sukasada dan Banjar).

    3) Hutan lindung Gunung Silangjana, mencakup areal seluas 415 ha, berlokasi di Kabupaten Buleleng (yaitu Kecamatan Sawan dan Sukasada)

    4) Hutan lindung Gunung Batukau, mencakup luas areal 11.899,32 ha, berlokasi di Kabupaten Buleleng (Kecamatan Sawan, Kubutambahan, Banjar dan Sukasada), Kabupaten Tabanan (Kecamatan Selemadeg, Penebel, Baturiti dan Pupuan), dan Kabupaten Badung (Kecamatan Petang).

    5) Hutan lindung Munduk Pengejaran, meliputi areal seluas 613 ha berlokasi di Kabupaten Bangli (Kecamatan Kintamani).

    6) Hutan lindung Gunung Abang, Gunung Agung, meliputi areal seluas 14.038,63 ha berlokasi di Kabupaten Bangli (Kecamatan Kintamani) dan Kabupaten Karangasem (Kecamatan Abang, Kubu, Bebandem, Rendang dan Selat).

    7) Hutan lindung Yeh Ayah, meliputi areal seluas 575,73 ha berlokasi di Kabupaten Tabanan (Kecamatan Penebel).

    8) Hutan lindung Gunung Seraya seluas 1.111,00 ha, berlokasi di Kabupaten Karangasem (Kecamatan Karangasem).

    9) Hutan lindung Bukit Gumang, mencakup areal seluas 22 ha, berlokasi di Kabupaten Karangasem (Kecamatan Bebandem).

  • 30

    10) Hutan lindung Bukit Pawon, mencakup areal seluas 35 ha berlokasi di Kabupaten Karangasem (Kecamatan Bebandem).

    11) Hutan lindung Kondangdia, mencakup areal seluas 89,5 ha berlokasi di Kabupaten Karangasem (Kecamatan Abang).

    12) Hutan lindung Bunutan, meliputi areal seluas 126,70 ha, berlokasi di Kabupaten Karangasem (Kecamatan Abang).

    13) Hutan lindung Yeh Leh-Yeh Lebah, mencakup areal seluas 4.195,30 ha, berlokasi di Kabupaten Tabanan (Kecamatan Selemadeg, Pupuan), Kabupaten Buleleng (Kecamatan Busungbiu) dan Kabupaten Jembrana (Kecamatan Pekutatan).

    14) Hutan lindung Bali Barat, meliputi areal seluas 54.452,68 ha berlokasi di Kabupaten Jembrana (Kecamatan Melaya, Mendoyo dan Pekutatan) dan Kabupaten Buleleng (Kecamatan Gerokgak, Seririt, dan Busungbiu).

    15) Hutan lindung Penulisan Kintamani, mencakup areal seluas 5.663,70 ha berlokasi di Kabupaten Buleleng (Kecamatan Tejakula) dan Kabupaten Bangli (Kecamatan Kintamani).

    16) Hutan lindung Nusa Lembongan, merupakan hutan payau (mangrove) mencakup areal seluas 202 ha berlokasi di Kabupaten Klungkung (Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida).

    17) Hutan lindung Suana meliputi areal seluas 329,50 ha dan hutan lindung Sakti seluas 273 ha, keduanya berlokasi di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung.

    Hutan produksi

    Luas hutan produksi di Bali pada tahun 2008 adalah 8.626,36 ha (6,60%), terdiri dari hutan produksi tetap seluas 1.907,10 ha dan hutan produksi terbatas seluas 6.719,26 ha. Hutan produksi tetap terdapat di kawasan hutan Bali Barat yang termasuk dalam Kabupaten Buleleng (Kecamatan Gerokgak dan Seririt) seluas 1.524,00 ha dan Kabupaten Jembrana (Kecamatan Melaya) seluas 383,10 ha. Sedangkan hutan produksi terbatas terdapat di kawasan hutan Bali Barat seluas 5.632,60 ha (83,93 %) meliputi wilayah Kabupaten Jembrana (Kecamatan Melaya) seluas 2.610,2 ha dan Kabupaten Buleleng (Kecamatan Gerokgak dan Seririt) seluas 3.022,4 ha. Selebihnya, hutan produksi terdapat di kawasan hutan Gunung Batur Bukit Payang seluas 453,00 ha berlokasi di Kecamatan Kintamani (Bangli), kawasan hutan Gunung Abang Agung seluas 204,11 ha berlokasi di Kecamatan Kubu (Karangasem), kawasan hutan Penulisan-Kintamani seluas 185,55 ha berlokasi di Kecamatan Tejakula (Buleleng), dan kawasan hutan Tanjung Bakung seluas 244 ha berlokasi di Kecamatan Nusa Penida (Klungkung).

    Hutan Cagar Alam

    Hutan cagar alam hanya terdapat di kawasan hutan Gunung Batukau seluas 1.762,80 ha yang termasuk dalam Kabupaten Buleleng (Kecamatan Banjar dan Sukasada) seluas 1.004,4 ha, dan Kabupaten Tabanan (Kecamatan Baturiti dan Penebel) seluas 758,40 ha.

    Hutan Taman Nasional

    Taman Nasional di Bali luasnya adalah 19.002,89 ha, termasuk perairan seluas 3.415 ha, yang terletak pada kawasan hutan Bali Barat meliputi Kabupaten Jembrana (Kecamatan Melaya) seluas 6.188,00 ha dan Kabupaten Buleleng (Kecamatan Kecamatan Gerokgak) seluas 12.814,89 ha.

    Taman Wisata Alam

    Taman Wisata Alam di Bali luasnya 4154,4 ha, yang tersebar pada beberapa kawasan hutan yaitu:

    1) Taman Wisata Alam Danau Buyan-Danau Tamblingan mencakup areal seluas 1.491,16 ha, berlokasi di Kecamatan Banjar seluas 442,35 ha, Kecamatan Sukasada seluas 506,3 ha, dan Kecamatan Baturiti seluas 542,51 ha.

    2) Taman Wisata Alam Gunung Batur Bukit Payang seluas 2.075 ha berlokasi di Kecamatan Kintamani;

  • 31

    3) Taman Wisata Alam Penelokan di kawasan hutan Gunung Abang Agung meliputi areal seluas 574,27 ha berlokasi di Kecamatan Kintamani;

    4) Taman Wisata Alam Sangeh seluas 13,97 ha berlokasi di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung.

    Taman Hutan Raya (Tahura)

    Taman Hutan Raya satu-satunya terdapat di kawasan hutan Prapat Benoa seluas 1.373,5 ha, dimana seluas 734,5 ha berlokasi di Kecamatan Denpasar Selatan dan 639 ha berada di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan. Kawasan hutan ini berupa hutan mangrove.

  • 32

    BAB IV

    TINJAUAN HASIL PELINGKUPAN PADA WORKSHOP I

    Workshop I KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali telah menyepakati beberapa rumusan yang menjadi bahan acuan dalam proses KLHS selanjutnya. Hasil-hasil rumusan kesepakatan Workshop I sebagai berikut:

    1.1. Deskripsi Isu Strategis Prioritas

    Deskripsi isu strategis prioritas sumberdaya air, lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 11.

  • 33

    Tabel 11.

    Deskripsi Isu-Isu Strategis Prioritas Kesepakatan Workshop I

    No Isu Strategis Prioritas Lokasi Faktor Penyebab Dampak/Implikasi/

    Konskuensi

    A BIDANG FISIK-KIMIA

    1 Menurunnya debit air permukaan

    Mata air, sungai, danau, embung dan waduk yang ada di Bali

    Perusakan hutan, perubahan tata guna lahan, sedimentasi, berkurangnya areal resapan air

    Kekurangan air pada musim kemarau

    2 Menurunnya kualitas air permukaan akibat pencemaran (limbah padat dan limbah cair)

    Seluruh sungai dan danau yang ada di Bali

    Rendahnya kesadaran masyarakat, penegakan hukum masih lemah, lokasi pembuangan sampah terbatas

    Menurunnya daya guna air, munculnya penyakit, banjir, terganggunya kehidupan biota air

    3 Tingginya alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian

    Seluruh Kabupaten/Kota di Bali Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, desakan investasi, pengendalian pemanfaatan ruang masih lemah, land policy tidak ada

    Ruang terbuka menjadi sempit, berkurangnya daerah resapan air, menurunnya daya dukung lingkungan

    4 Tingginya tingkat eksploitasi air tanah

    Seluruh Denpasar, Badung Selatan, Badung Tengah, Kawasan pariwisata di Karangasem, Lovina dan Kota Singaraja, Kec. Melaya, Kec.Negara dan Kec. Jembrana, Payangan, ubud, Sukawati, Gianyar, Blahbatuh

    Terbatasnya kapasitas penyediaan air publik, harga/biaya pengambilan air tanah lebih murah, kualitas air tanah masih baik

    Bahaya penurunan muka air tanah, terjadi amblesan lapisan tanah

    5 Intrusi air laut di beberapa kawasan di Bali

    Denpasar Selatan, Kuta, Legian, Seminyak, Nusa Dua, Tanjung Benoa, Jimbaran, Canggu, Seseh, Cemagi, Lebih, Kota Singaraja, Lovina, Perancak, Loloan, Gilimanuk

    Eksploitasi air tanah berlebihan Kualitas air tanah menurun

    B. BIDANG

  • 34

    No Isu Strategis Prioritas Lokasi Faktor Penyebab Dampak/Implikasi/

    Konskuensi

    BIOLOGI/HAYATI

    1 Masih tingginya tingkat perusakan/gangguan hutan (hutan negara dan hutan rakyat)

    Kec. Rendang dan Selat, Kintamani, Sukasada, Gerokgak, Melaya, Belimbingsari, Nusasari, Pupuan, Baturiti, Jatiluwih, Petang, sekitar TPA Suwung dan TNBB

    Desakan ekonomi, investasi dan kurangnya alternatif mata pencaharian

    Rusaknya tata hidrologi, menurunnya keanekaragaman hayati

    C. BIDANG SOSIAL DAN BUDAYA

    1 Masih lemahnya penegakan hukum dalam pengelolaan SDA

    Seluruh Kabupaten/Kota di Bali Rendahnya disiplin penegak hukum, komitmen, belum optimalnya sistem penegakan hukum

    Banyaknya pelanggaran, tidak ada efek jera

    2 Belum meratanya distribusi dan akses masyarakat terhadap SDA

    Badung : Bukit, Pecatu, Petang; Buleleng : Gerokgak, Kubutambahan; Bangli : Kintamani; Karangasem : Kubu, Abang bagian barat, Karangasem bagian timur, Klungkung : Nusa Penida; Gianyar : Desa Kertha (Payangan)

    Tidak ada sumber air, topografi, infrastruktur jaringan distribusi dan penampungan air masih kurang,

    Belum terpenuhinya secara optimal kebutuhan dasar masyarakat, terganggunya kesehatan masyarakat, kemiskinan sulit diatasi, pertumbuhan ekonomi menurun

    3 Konflik kepentingan pemanfaatan sumberdaya air

    Seluruh Kabupaten/Kota di Bali Kompetisi terhadap pemanfaatan air yang terbatas, sistem distribusi yang tidak jelas, penguasaan terhadap sumber air secara sepihak

    Terjadi keresahan masyarakat, keamanan terganggu, perusakan sumber daya air

    D. BIDANG EKONOMI

    1. Belum optimalnya program insentif dan disinsentif bagi daerah hulu

    Kab. Bangli, Badung, Tabanan, Karangasem, Buleleng

    Regulasi kebijakan yang belum tersedia

    Akumulasi kerusakan daerah hulu

  • 35

    1.2. Sasaran KLHS Sumberdaya Air Provinsi Bali

    Sasaran KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali adalah terjaganya kelestarian sumberdaya air bagi pembangunan Bali yang berkelanjutan dan mendukung Bali sebagai Provinsi Hijau.

    1.3. Lingkup Wilayah Kajian

    Cakupan wilayah Kajian Lingkungan Hidup Strategis Sumberdaya Air di Provinsi Bali meliputi seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, yaitu: Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Karangasem, Bangli, Buleleng dan Kota Denpasar (Gambar 16).

    Gambar 16. Cakupan Wilayah Kajian Lingkungan Strategis Sumberdaya Air Provinsi Bali

    1.4. Jangka Waktu Kajian

    Jangka waktu KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali disesuaikan dengan perencanaan pembangunan jangka panjang dan penataan ruang wilayah yaitu berlaku untuk 20 (dua puluh) tahun.

  • 36

    BAB V

    HASIL PENYEMPURNAAN PELINGKUPAN SERTA RUMUSAN SUB-TUJUAN DAN

    PROGRAM PEMBANGUNAN PRIORITAS PADA WORKSHOP II

    1.1. Hasil Identifikasi Isu-isu Sumberdaya Air dan Lingkungan Hidup Hasil FGD

    Pelaksanaan FGD dengan melibatkan komponen masyarakat pengusaha pariwisata dan pertanian, pertanian dan masyarakat umum menghasilkan sekumpulan isu-isu strategis masing-masing kelompok (group) seperti disajikan pada Tabel 12.

    Tabel 12.

    Kumpulan Isu-Isu Strategis Kelompok Pengusaha Pariwisata, Pertanian dan Masyarakat Umum

    Kelompok Pariwisata & Industri

    Kelompok Umum Kelompok Pertanian

    1 Infrastruktur PDAM belum siap ketika pemerintah menaikkan pajak ABT

    1 Menurunnya kuantitas dan kualitas sumber-sumber air (sungai dan danau)

    1 Sulitnya penanganan penyelamatan hutan dari gangguan (pembabatan/pembalakan/ perambahan)

    2 Pengenaan biaya oleh BU PAL kepada hotel hotel sebesar Rp 100.000/bulan setiap kamar hotel dipandang mahal

    2 Menurunnya kualitas air sungai

    2 Terbatasnya kemampuan (dana/sdm) dalam adaptasi dan mitigasi pemanasan global yang mengakibatkan penurunan cadangan air

    3 Adanya penguasaan sepihak atau monopoli sumber mata air/sumber air oleh perusahaan air kemasan

    3 Menurunya kualitas air tanah di pesisir akibat penggunaan ABT berlebihan

    3 Tingginya laju pertumbuhan penduduk Bali mengakibatkan menurunnya daya dukung SD alam, prasarana dan sarana

    4 Adanya konflik kepentingan pengggunaan air antara masyarakat dan hotel

    4 Berkurangnya air bersih di perkotaan

    4 Lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang yang disebabkan lemahnya kapasitas aparatur pemerintah

    5 Tingginya angka kenaikan pajak ABT yaitu mencapai 1000%

    5 Timbulnya banjir akibat pembabatan hutan di hulu

    5 Tingginya pencemaran pupuk kimia dan populasi tumbuhan air mengakibatkan terjadinya sedimentasi di danau

  • 37

    Kelompok Pariwisata & Industri Kelompok Umum Kelompok Pertanian

    6 Kurang ketatnya pemberian ijin pembangunan hotel dikawasan Denpasar & Badung

    6 Minimnya konservasi sumber daya air

    6 Berubah fungsinya kantong-kantong banjir mengakibatkan beban sungai meningkat

    7 Kurang adanya pemeliharaan saluran drainase di Kuta sehingga pada musim hujan menyebabkan banjir

    7 Kurang meratanya distribusi air bersih bagi masyarakat.

    7 Belum optimalnya kontribusi pemakai jasa air untuk pengelolaan DAS

    8 Kurangnya luasan kebun dan jumlah sumur resapan/biopori pada hotel-hotel

    8 Kurangnya lahan terbuka hijau sebagai kawasan resapan air

    8 Lemahnya pengendalian mutu air akibat SDM, biaya dan laboratorium (B3 dan bahan-bahan kimia tertentu)

    9 Rendahnya pasokan PDAM sehingga penggunaan ABT meningkat

    9 Minimnya penghargaan terhadap tradisi & kearifan lokal masyarakat Bali yang terkait dengan pengelolaan lingkungan

    9 Belum adanya payung hukum yang khusus untuk memproteksi alih fungsi lahan subak

    10 Belum adanya mekanisme pengenaan pajak air limbah bagi pengusaha yang membuang limbah ke lingkungan

    10 Kurangnya keterlibatan semua unsur masyarakat (adat dan tradisional bali) dlm pelindungan dan pengelolaan lingkungan

    10 Rendahnya kesadaran masyarakat dalam konservasi, pemanfaatan sd air dan pengendalian pencemaran air

    11 Kualitas air yang semakin menurun

    11 Belum maksimalnya transparansi dan ketebukaan dlm perlindungan dan pengelolaan lingkungan baik antara pemerintah dan investor dgn masyarakat Bali

    11 Lemahnya pengawasan perijinan penggunaan sda (air permukaan dan air bawah tanah)

    12 Kurangnya pelayanan informasi tentang cuaca kepada perusahaan pemakai air (rafting)

    12 Terjadinya eksploitasi air tanah yang berlebihan untuk industri pariwisata

    12 Menurunnya tingkat keanekaragaman hayati

    13 Kurangnya pembuatan resevoire sebagai penampung air hujan

    13 Menurunnya kualitas air sungai akibat penambangan galian C di badan sungai

    14 Kurangnya infrastruktur PDAM dalam upaya mengurangi penggunaan ABT

    14 Menurunya kualitas lingkungan dan penurunan permukaan tanah akibat penggunaan ABT berlebihan

    15 Hasil olahan DSDP 15 Kurangnya pelestarian sumber daya alam untuk

  • 38

    Kelompok Pariwisata & Industri Kelompok Umum Kelompok Pertanian

    belum maksimal kepentingan upacara (tanaman/buah-buahan)

    16 Kurang optimalnya keterlibatan masyarakat adat dalam pengelolaan sampah

    16 Kurangnya kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sampah/limbah cair yg berdampak pada kualitas air

    17 Belum adanya perubahan paradigma dalam cara pembuangan sampah upacara ke laut dan sungai dengan memanfaatkan TPA (dengan memberi tirta / air pemusnah kepada sampah upacara oleh tokoh agama / bendesa adat)

    17 Minimnya pendidikan lingkungan di tingkat masyarakat dan sekolah.

    18 Masih lemahnya pengawasan oleh pemerintah terhadap usaha/kegiatan yang membuang sampah/ limbah ke media lingkungan

    18 Masih kurangnya informasi, komunikasi dan edukasi tentang lingkungan hidup

    1.2. Sintesis Isu-Isu Sumberdaya Air dan Lingkungan Hidup (Hasil FGD) dengan Isu-Isu Strategis Prioritas (Hasil Workshop I) dan Finalisasi Isu-Isu Strategis

    Kumpulan isu-isu sumberdaya air dan isu-isu lingkungan hidup hasil FGD disintesis dengan isu-isu strategis prioritas hasil kesepakatan Workshop I untuk menghasilkan isu-isu strategis yang bersifat final. Sebagian besar isu-isu sumberdaya air dan lingkungan hidup yang teridentifikasi pada FGD telah terakomodasi pada isu-isu strategis prioritas hasil kesepakatan Workshop I. Hasil sintesis tersebut disajikan pada Tabel 13, 14 dan 15. Berdasarkan hasil sintesis tersebut, disepakati tiga isu strategis baru yang yang akan dipetimbangkan dalam tahapan kajian berikutnya, seperti pada Tabel 16.

  • 39

    Tabel 13

    Sintesis Isu-Isu Sumberdaya Air dan Lingkungan Hidup Kelompok Pengusaha Pariwisata dan Industri

    Isu-Isu Kelompok Pariwisata & Industri Sintesis dan Penilaian Stakeholder

    Mengacu pada Isu Strategis Prioritas (Hasil Workshop I)

    1 Infrastruktur PDAM belum siap ketika pemerintah menaikkan pajak ABT

    Tidak termasuk isu yang strategis

    2 Pengenaan biaya oleh BU PAL kepada hotel hotel sebesar Rp 100.000/bulan setiap kamar hotel dipandang mahal

    Tidak termasuk isu yang strategis

    3 Adanya penguasaan sepihak atau monopoli sumber mata air/sumber air oleh perusahaan air kemasan

    Terakomodasi pada Isu C.3.

    4 Adanya konflik kepentingan pengggunaan air antara masyarakat dan hotel

    Terakomodasi pada Isu C.3.

    5 Tingginya angka kenaikan pajak ABT yaitu mencapai 1000%

    Tidak termasuk isu yang strategis

    6 Kurang ketatnya pemberian ijin pembangunan hotel dikawasan Denpasar & Badung

    Tidak termasuk isu yang strategis

    7 Kurang adanya pemeliharaan saluran drainase di Kuta sehingga pada musim hujan menyebabkan banjir

    Tidak termasuk isu yang strategis

    8 Kurangnya luasan kebun dan jumlah sumur resapan/biopori pada hotel-hotel

    Terakomodasi pada Isu A.3.

    9 Rendahnya pasokan PDAM sehingga penggunaan ABT meningkat

    Terakomodasi pada Isu A.4.

    10 Belum adanya mekanisme pengenaan pajak air limbah bagi pengusaha yang membuang limbah ke lingkungan

    Terakomodasi pada Isu A.2.

    11 Kualitas air yang semakin menurun Terakomodasi pada Isu A.2. 12 Kurangnya pelayanan informasi tentang

    cuaca kepada perusahaan pemakai air (rafting)

    Tidak termasuk isu yang strategis

    13 Kurangnya pembuatan resevoire sebagai penampung air hujan

    Terakomodasi pada Isu A.1.

    14 Kurangnya infrastruktur PDAM dalam upaya mengurangi penggunaan ABT

    Terakomodasi pada Isu A.4.

    15 Hasil olahan DSDP belum maksimal Terakomodasi pada Isu A.2. 16 Kurang optimalnya keterlibatan masyarakat

    adat dalam pengelolaan sampah Terakomodasi pada Isu A.2.

    17 Belum adanya perubahan paradigma dalam cara pembuangan sampah upacara ke laut dan sungai dengan memanfaatkan TPA (dengan memberi tirta / air pemusnah kepada sampah upacara oleh tokoh agama / bendesa adat)

    Terakomodasi pada Isu A.2.

    18 Masih lemahnya pengawasan oleh pemerintah terhadap usaha/kegiatan yang membuang sampah/limbah ke media lingkungan

    Terakomodasi pada Isu A.2.

  • 40

    Tabel 14

    Sintesis Isu-Isu Sumberdaya Air dan Lingkungan Hidup Kelompok Umum

    Isu-Isu Kelompok Umum Sintesis dan Penilaian Stakeholder

    Mengacu pada Isu Strategis Prioritas (Hasil Workshop I)

    1 Menurunnya kuantitas dan kualitas sumber-sumber air (sungai dan danau)

    Terakomodasi pada Isu A.2.

    2 Menurunnya kualitas air sungai Terakomodasi pada Isu A.2. 3 Menurunya kualitas air tanah di pesisir

    akibat penggunaan ABT berlebihan Terakomodasi pada Isu A.4.

    4 Berkurangnya air bersih di perkotaan Terakomodasi pada Isu C.2. 5 Timbulnya banjir akibat pembabatan hutan

    di hulu Terakomodasi pada Isu B.1.

    6 Minimnya konservasi sumber daya air Terakomodasi pada Isu A.1. 7 Kurang meratanya distribusi air bersih bagi

    masyarakat. Terakomodasi pada Isu C.2.

    8 Kurangnya lahan terbuka hijau sebagai kawasan resapan air

    Terakomodasi pada Isu A.3.

    9 Minimnya penghargaan terhadap tradisi & kearifan lokal masyarakat Bali yang terkait dengan pengelolaan lingkungan

    Tidak termasuk isu yang strategis

    10 Kurangnya keterlibatan semua unsur masyarakat (adat dan tradisional bali) dlm pelindungan dan pengelolaan lingkungan

    Tidak termasuk isu yang strategis

    11 Belum maksimalnya transparansi dan ketebukaan dlm perlindungan dan pengelolaan lingkungan baik antara pemerintah dan investor dgn masyarakat Bali

    Tidak termasuk isu yang strategis

    12 Terjadinya eksploitasi air tanah yang berlebihan untuk industri pariwisata

    Terakomodasi pada Isu A.4.

    13 Menurunnya kualitas air sungai akibat penambangan galian C di badan sungai

    Terakomodasi pada Isu A.2.

    14 Menurunya kualitas lingkungan dan penurunan permukaan tanah akibat penggunaan ABT berlebihan

    Terakomodasi pada Isu A.4.

    15 Kurangnya pelestarian sumber daya alam untuk kepentingan upacara (tanaman/buah-buahan)

    Terakomodasi pada Isu A.1.

    16 Kurangnya kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sampah/limbah cair yg berdampak pada kualitas air

    Terakomodasi pada Isu A.2.

    17 Minimnya pendidikan lingkungan di tingkat masyarakat dan sekolah.

    Terakomodasi pada Isu A.2.

    18 Masih kurangnya informasi, komunikasi dan edukasi tentang lingkungan hidup

    Disepakati sebagai isu strategis tambahan (baru) di bidang Sosial dan Budaya

  • 41

    Tabel 15

    Sintesis Isu-Isu Sumberdaya Air dan Lingkungan Hidup Kelompok Pertanian

    Isu-Isu Kelompok Pertanian

    Sintesis dan Penilaian Stakeholder

    Mengacu pada Isu Strategis Prioritas (Hasil Workshop I)

    1 Sulitnya penanganan penyelamatan hutan dari gangguan (pembabatan/pembalakan/perambahan)

    Terakomodasi pada Isu B.1.

    2 Terbatasnya kemampuan (dana/sdm) dalam adaptasi dan mitigasi pemanasan global yang mengakibatkan penurunan cadangan air

    Terakomodasi pada Isu A.1.

    3 Tingginya laju pertumbuhan penduduk Bali mengakibatkan menurunnya daya dukung SD alam, prasarana dan sarana

    Dipertimbangkan sebagai isu strategis tambahan (baru) pada bidang Sosial dan Budaya

    4 Lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang yang disebabkan lemahnya kapasitas aparatur pemerintah

    Terakomodasi pada Isu C.1.

    5 Tingginya pencemaran pupuk kimia dan populasi tumbuhan air mengakibatkan terjadinya sedimentasi di danau

    Terakomodasi pada Isu A.2.

    6 Berubah fungsinya kantong-kantong banjir mengakibatkan beban sungai meningkat

    Terakomodasi pada Isu A.3.

    7 Belum optimalnya kontribusi pemakai jasa air untuk pengelolaan DAS

    Terakomodasi pada Isu D.1.

    8 Lemahnya pengendalian mutu air akibat SDM, biaya dan laboratorium (B3 dan bahan-bahan kimia tertentu)

    Terakomodasi pada Isu A.2.

    9 Belum adanya payung hukum yang khusus untuk memproteksi alih fungsi lahan subak

    Terakomodasi pada Isu A.3.

    10 Rendahnya kesadaran masyarakat dalam konservasi, pemanfaatan SD air dan pengendalian pencemaran air

    Terakomodasi pada Isu A.2.

    11 Lemahnya pengawasan perijinan penggunaan SD Air (air permukaan dan air bawah tanah)

    Terakomodasi pada Isu C.1.

    12 Menurunnya tingkat keanekaragaman hayati

    Dipertimbangkan sebagai isu strategis tambahan (baru) pada bidang Biologi/Hayati

  • 42

    Tabel 16

    Deskripsi Isu-Strategis Tambahan hasil Sintesis antara hasil FGD dengan hasil Workshop I

    No. Isu Strategis Tambahan

    Lokasi Faktor Penyebab Dampak/Implikasi/ Konsekuensi

    1 Menurunnya tingkat keanekaragaman hayati

    Seluruh Kab/Kota di Bali

    Alih fungsi lahan pertanian, perusakan hutan, pencemaran lingkungan

    Berkurangnya sumber pangan, terganggunya keseimbangan ekosistem, berkurangnya peluang-peluang ekonomi

    2 Tingginya laju pertumbuhan penduduk Bali mengakibatkan menurunnya daya dukung SD alam, prasarana dan sarana

    Seluruh Kab/Kota di Bali

    Tingginya angka kelahiran dan migrasi masuk penduduk ke Bali

    Menurunnya daya dukung SD alam, prasarana dan sarana yang tersedia

    3 Masih kurangnya informasi, komunikasi dan edukasi tentang lingkungan hidup

    Seluruh Kab/Kota di Bali

    Kurang optimalnya fungsi sarana dan saluran KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) bagi lingkungan hidup bagi masyarakat

    Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup

    Berdasarkan hasil sintesis di atas dan kesepakatan tentang isu strategis tambahan maka disepakati isu-isu strategis prioritas final sebagai hasil penyempurnaan pelingkungan disajikan pada Tabel 17.

  • 43

    Tabel 17

    Isu-Isu Strategis Prioritas Final hasil Pelingkupan KLHS Sumberdaya Air di Provinsi Bali

    No Isu Strategis Prioritas Lokasi Faktor Penyebab Dampak/Implikasi/ Konskuensi

    A BIDANG FISIK-KIMIA

    1 Menurunnya debit air permukaan

    Mata air, sungai, danau, embung dan waduk yang ada di Bali

    Perusakan hutan, perubahan tata guna lahan, sedimentasi, berkurangnya areal resapan air

    Kekurangan air pada musim kemarau

    2 Menurunnya kualitas air permukaan akibat pencemaran (limbah padat dan limbah cair)

    Seluruh sungai dan danau yang ada di Bali

    Rendahnya kesadaran masyarakat, penegakan hukum masih lemah, lokasi pembuangan sampah terbatas

    Menurunnya daya guna air, munculnya penyakit, banjir, terganggunya kehidupan biota air

    3 Tingginya alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian

    Seluruh Kabupaten/Kota di Bali Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, desakan investasi, pengendalian pemanfaatan ruang masih lemah, land policy tidak ada

    Ruang terbuka menjadi sempit, berkurangnya daerah resapan air, menurunnya daya dukung lingkungan

    4 Tingginya tingkat eksploitasi air tanah

    Seluruh Denpasar, Badung Selatan, Badung Tengah, Kawasan pariwisata di Karangasem, Lovina dan Kota Singaraja, Kec. Melaya, Kec.Negara dan Kec. Jembrana, Payangan, ubud, Sukawati, Gianyar, Blahbatuh

    Terbatasnya kapasitas penyediaan air publik, harga/biaya pengambilan air tanah lebih murah, kualitas air tanah masih baik

    Bahaya penurunan muka air tanah, terjadi amblesan lapisan tanah

    5 Intrusi air laut di beberapa kawasan di Bali

    Denpasar Selatan, Kuta, Legian, Seminyak, Nusa Dua, Tanjung Benoa, Jimbaran, Canggu, Seseh, Cemagi, Lebih, Kota Singaraja, Lovina, Perancak, Loloan, Gilimanuk

    Eksploitasi air tanah berlebihan Kualitas air tanah menurun

    B. BIDANG BIOLOGI/HAYATI

    1 Masih tingginya tingkat perusakan/gangguan hutan (hutan negara dan

    Kec. Rendang dan Selat, Kintamani, Sukasada, Gerokgak, Melaya,

    Desakan ekonomi, investasi dan kurangnya alternatif mata

    Rusaknya tata hidrologi, menurunnya keanekaragaman

  • 44

    No Isu Strategis Prioritas Lokasi Faktor Penyebab Dampak/Implikasi/ Konskuensi

    hutan rakyat) Belimbingsari, Nusasari, Pupuan, Baturiti, Jatiluwih, Petang, sekitar TPA Suwung dan TNBB

    pencaharian hayati

    2 Menurunnya tingkat keanekaragaman hayati

    Seluruh Kab/Kota di Bali Alih fungsi lahan pertanian, perusakan hutan, pencemaran lingkungan

    Berkurangnya sumber pangan, terganggunya keseimbangan ekosistem, berkurangnya peluang-peluang ekonomi

    C. BIDANG SOSIAL DAN BUDAYA

    1 Masih lemahnya penegakan hukum dalam pengelolaan SDA

    Seluruh Kabupaten/Kota di Bali Rendahnya disiplin penegak hukum, komitmen, belum optimalnya sistem penegakan hukum

    Banyaknya pelanggaran, tidak ada efek jera

    2 Belum meratanya distribusi dan akses masyarakat terhadap SDA

    Badung : Bukit, Pecatu, Petang; Buleleng : Gerokgak, Kubutambahan; Bangli : Kintamani; Karangasem : Kubu, Abang bagian barat, Karangasem bagian timur, Klungkung : Nusa Penida; Gianyar : Desa Kertha (Payangan)

    Tidak ada sumber air, topografi, infrastruktur jaringan distribusi dan penampungan air masih kurang,

    Belum terpenuhinya secara optimal kebutuhan dasar masyarakat, terganggunya kesehatan masyarakat, kemiskinan sulit diatasi, pertumbuhan ekonomi menurun

    3 Konflik kepentingan pemanfaatan sumberdaya air

    Seluruh Kabupaten/Kota di Bali Kompetisi terhadap pemanfaatan air yang terbatas, sistem distribusi yang tidak jelas, penguasaan terhadap sumber air secara sepihak

    Terjadi keresahan masyarakat, keamanan terganggu, perusakan sumber daya air

    4 Tingginya laju pertumbuhan penduduk Bali mengakibatkan menurunnya daya dukung SD alam, prasarana dan sarana

    Seluruh Kab/Kota di Bali Tingginya angka kelahiran dan migrasi masuk penduduk ke Bali

    Menurunnya daya dukung SD alam, prasarana dan sarana yang tersedia

  • 45

    No Isu Strategis Prioritas Lokasi Faktor Penyebab Dampak/Implikasi/ Konskuensi

    5 Masih kurangnya informasi, komunikasi dan edukasi tentang lingkungan hidup

    Seluruh Kab/Kota di Bali Kurang optimalnya fungsi sarana dan saluran KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) bagi lingkungan hidup bagi masyarakat

    Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup

    D. BIDANG EKONOMI

    1. Belum optimalnya program insentif dan disinsentif bagi daerah hulu

    Kab. Bangli, Badung, Tabanan, Karangasem, Buleleng

    Regulasi kebijakan yang belum tersedia

    Akumulasi kerusakan daerah hulu

    Berdasarkan deskripsi isu-isu strateg