232136348-KEPEMIMPINAN.doc

102
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat, tuntutan masyarakat semakin mengerti terhadap pelayanan kesehatan. Kompleksnya masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat menuntut dikembangkannya pendekatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang paripurna (Nursalam, 2000). Masyarakat dapat menentukan pilihan untuk mendapat pelayanan yang lebih baik, dengan tersedianya fasilitas kesehatan swasta. Akhir-akhir ini animo masyarakat untuk mencari pelayanan kesehatan pada rumah sakit swasta semakin meningkat. Hal ini disebabkan pelayanan di rumah sakit swasta dianggap lebih baik daripada rumah sakit pemerintah. Pelayanan di rumah sakit pemerintah belum memuaskan harapan pasien. Masih banyak pasien dan keluarganya yang mengeluhkan ketidakpuasannya terhadap pelayanan di rumah sakit

Transcript of 232136348-KEPEMIMPINAN.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan sosial ekonomi

masyarakat, tuntutan masyarakat semakin mengerti terhadap pelayanan kesehatan.

Kompleksnya masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat menuntut

dikembangkannya pendekatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang

paripurna (Nursalam, 2000). Masyarakat dapat menentukan pilihan untuk

mendapat pelayanan yang lebih baik, dengan tersedianya fasilitas kesehatan

swasta. Akhir-akhir ini animo masyarakat untuk mencari pelayanan kesehatan

pada rumah sakit swasta semakin meningkat. Hal ini disebabkan pelayanan di

rumah sakit swasta dianggap lebih baik daripada rumah sakit pemerintah.

Pelayanan di rumah sakit pemerintah belum memuaskan harapan pasien. Masih

banyak pasien dan keluarganya yang mengeluhkan ketidakpuasannya terhadap

pelayanan di rumah sakit pemerintah (Nani Wijaya, Seminar Nasional “Standar

Praktek dan Perkembangan Keperawatan Terkini”, September 2000).

Mutu pelayanan di rumah sakit sangat ditentukan oleh pelayanan

keperawatan atau asuhan keperawatan (Depkes. RI, 1992). Perawat sebagai

pemberi jasa keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan di rumah sakit,

sebab perawat berada dalam 24 jam memberikan asuhan keperawatan. Tanggung

jawab yang demikian berat belum ditunjang dengan sumber daya manusia yang

memadai, sehingga kinerja perawat sering menjadi sorotan baik oleh profesi lain

maupun pasien atau keluarganya.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, kondisi keperawatan terutama

dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien belum berjalan dengan baik.

Penelitian Rivai (2000), menyatakan bahwa ada beberapa tindakan keperawatan

dilakukan oleh keluarga pasien seperti: pemenuhan kebersihan diri, eliminasi dan

nutrisi (28%). Seharusnya pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan oleh

petugas. Pembuatan asuhan keperawatan masih ada yang dikerjakan sebagian atau

belum lengkap yaitu 11% dan sebanyak 44,2% pasien menyatakan kurang puas

terhadap pelayanan rawat inap. Data tersebut memberikan gambaran tentang

kondisi kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berdampak

terhadap kepuasan pasien.

Kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan dasar

atau keterampilan yang dimiliki (Heider, 1958). Panji Anoraga (1998),

mengemukakan bahwa penurunan kinerja dipengaruhi oleh kejenuhan kerja.

Kejenuhan kerja dapat disebabkan oleh kegiatan yang kurang menarik, menoton

atau terulang-ulang dan situasi lingkungan kerja yang kurang kondusif. Nursalam

(1998), menyatakan bahwa faktor internal yang menghambat perkembangan peran

perawat secara profesional antara lain: rendahnya rasa percaya diri perawat,

kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan,

rendahnya standar gaji dan sangat menimnya perawat yang menduduki pimpinan

di institusi kesehatan. Di samping itu faktor pendidikan, peralatan keperawatan

dan lingkungan keperawatan sangat mempengaruhi keberhasilan asuhan

2

keperawatan yang dapat menunjang kinerja perawat (Sri Hidayati, 1996). Kondisi

dan situasi lingkungan kerja sangat dipengaruhi oleh model kepemimpinan kepala

ruangan.

Dari pengambilan data pendahuluan tentang gaya kepemimpinan kepala

ruangan rawat inap RSUD Dr. Soetomo, sebagian besar kepala ruangan memiliki

kecendrungan gaya demokrasi yaitu 44,9%, kecendrungan gaya otokratik 33,3%

dan kecendrungan gaya partisipasif 21,8%. Perbedaan gaya kepemimpinan kepala

ruangan nampaknya mempengaruhi motivasi kerja perawat.

Asuhan keperawatan di rumah sakit merupakan bentuk pelayanan

profesional yang diberikan kepada pasien sebagai bagian integral dari pelayanan

kesehatan, bahkan sebagai faktor penentu mutu pelayanan rumah sakit.

Penurunan kinerja perawat sangat mempengaruhi citra pelayanan suatu rumah

sakit di masyarakat. Pelayanan keperawatan yang buruk menimbulkan kurangnya

kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan rumah sakit. Di samping itu,

kinerja perawat yang rendah juga merupakan hambatan terhadap perkembangan

keperawatan menuju perawat yang professional. Perawat yang profesional

mestinya mampu menunjukan kemampuan intelektual dan teknikal yang

memadai.

Dalam meningkatkan kinerja perawat yang selanjutnya dapat

meningkatkan mutu keperawatan, dibutuhkan berbagai upaya. Peningkatan

pengetahuan melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan dan peningkatan

keterampilan keperawatan sangat mutlak diperlukan. Penataan lingkungan kerja

yang kondusif perlu diciptakan agar perawat dapat bekerja secara efektif dan

3

efisien. Dalam menciptakan suasana kerja yang dapat mendorong perawat untuk

melakukan yang terbaik, diperlukan seorang pemimpin (Hartono, 1997).

Pemimpin tersebut harus mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa

seseorang memiliki motivasi yang berbeda-beda. Dalam hal tersebut, gaya

kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan diharapkan mampu

membangkitkan motivasi perawat yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja

perawat.

1.2 Rumusan Masalah

Keperawatan sebagai ilmu pengetahuan terus-menerus berkembang, baik

disebabkan oleh adanya tekanan eksternal maupun internal. Kompleksnya

Masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat menuntut palayanan

keperawatan yang pariupurna. Saat ini masih ditemukan keluhan masyarakat

terhadap pelayanan keperawatan di mana pelayanan yang diberikan belum

memuaskan harapan pasien.

Factor yang dapat menentukan kinerja perawat antara lain: tingkat

pendidikan perawat yang relatif masih rendah, sarana yang terbatas, kejenuhan

oleh karena situasi kerja yang kurang kondusdif dan reword yang diterima belum

sesuai dengan harapan perawat.

Sorotan terhadap rendahnya kinerja perawat merupakan masalah yang

harus segera ditanggulangi, sebab pelayanan keperawatan sangat menentukan

mutu pelayanan rumah sakit. Kinerja yang jelek akan berdampak terhadap

rendahnya mutu pelayanan, pasien merasa kurang nyaman dan merasa tidak puas.

4

Di samping itu, rendahnya kinerja perawat merupakan hambatan terhadap

perkembangan profesi keperawatan.

Dari permasalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

1) Bagaimanakah gaya kepemimpinan kepala ruangan di RSUD Dr. Soetomo

Surabaya?

2) Bagainamakah tingkat kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya?

3) Apakah gaya kepemimpinan kepala ruangan mempengaruhi kinerja perawat

dalam melaksanakan asuhan keperawatan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mempelajari pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap

kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap di RSUD

Dr.Soetomo Surabaya.

2) Mempelajari kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya

3) Megidentifikasi pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja

perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

4) Mengidentifikasi factor dominan yang mempengaruhi kinerja perawat di

RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

5

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Pasien

Dari hasil penelitian ini selanjutnya dapat meningkatkan mutu pelayanan

kepada pasien, sehingga pasien merasa aman dan nyaman selama perawatan.

1.4.2 Bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini merupakan masukan bagi manajemen keperawatan

terutama penerapan gaya kepemimpinan kepala ruang perawatan dalam

meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada

pasien.

1.4.3 Bagi Profesi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk

melaksanakan penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan profesi keperawatan

melalui pelaksanaan standar asuhan keperawatan.

1.5 Relevansi

Mutu pelayanan keperawatan sangat berkaitan dengan kinerja perawatan.

Kinerja perawat yang buruk sangat mempengaruhi citra pelayanan rumah sakit

dan merupakan salah satu hambatan terhadap pengembangan profesi keperawatan.

Untuk meningkatkan kinerja perawat dibutuhkan manajemen keperawatan yang

baik, terutama yang berkaitan dengan manajemen asuhan keperawatan yang

dipimpin oleh kepala ruangan. Keberhasilan kepala ruang perawatan dalam

mengatur staf/perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dapat diukur

dengan standar asuhan keperawatan yang telah ditetapkan oleh Departemen

Kesehatan Republik Indonesia dan PPNI.

6

BAB 2

TINJUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan tentang kepemimpinan dan kinerja perawat .

Kepemimpinan dalam keperawatan meliputi pendekatan dan gaya kepemimpinan,

sedangkan kinerja perawat meliputi motivasi dan standar asuhan keperawatan.

2.1 Kepemimpinan dalam Keperawatan

2.1.1 Definisi kepemimpinan

Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi,

menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau

sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu (Sujak,

1990). Menurut Robbin (1996), kepemimpinan adalah kemampuan untuk

mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Koonzt (1984), bahwa

kepemimpinan sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang

sehingga mereka akan beruasaha mencapai tujuan kelompok dengan kemampuan

dan antusias. Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut, Manduh (1997)

memberikan pengertian singakat tentang kepemimpinan yaitu proses

mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam

kelompok.

Dalam kepemimpinan terdapat beberapa kegiatan kepemimpinan. Menurut

Gillies (1997) untuk mencapai kepemimpinan yang efektif harus dilaksanakan

kegiatan penugasan dan memberikan pengarahan, memberikan bimbingan,

7

mendorong kerja sama dan partisipasi, mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan,

oservasi dan supervisi serta evaluasi dari hasil penampilan kerja. Pemimpin yang

efektif adalah seorang katalisator dalam memudahkan interaksi yang efektif

diantara tenagakerja, bahan dan waktu. Untuk dapat melaksanakan tugas

tersebut, maka seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luas dan

kompleks tentang sistem manusia, mempunyai kemampuan hubungan antar

manusia terutama dalam mempengaruhi orang lain dan memiliki sekelompok

nilai-nilai dalam mengenal orang lain dengan baik. Di samping itu, pemimpin

harus mempertimbangkan kewaspadaan diri, karakteristik kelompok, karakteristik

individu serta motivasi yang ada dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai

tujuan organisasi.

2.1.2 Pendekatan/Teori Kepemimpinan

Dalam mengembangkan model kepemimpinan terdapat beberapa teori yang

mendasari terbentuknya gaya kepemimpinan. Menurut Whitaker (1996), ada

empat macam pendekatan kepemimpinan yaitu:

1) Teori Bakat

Teori bakat terdiri dari bakat intelegensi dan kepribadian. Kemampuan ini

merupakan bawaan sejak lahir yang mempunyai pengaruh besar dalam

kepemimpinan. Beberapa hal yang menonjol pada teori bakat adalah kepandaian

berbicara, kemampuan/keberanian dalam memutuskan sesuatu, penyesuaian diri,

percaya diri, kreatif, kemampuan interpersonal dan prestasi yang dapat menjadi

bekal dalam membentuk kepemimpinan sehingga seseorang pemimpin dapat

mempengaruhi bawahannya.

8

2) Teori Perilaku

Teori perilaku kepemimpinan memfokuskan pada perilaku yang dipunyai

oleh pemimpin dan yang membedakan dirinya dari non pemimpin. Menurut teori

ini seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin supaya dapat

menjadi pemimpin yang efektif. Dengan demikian teori perilkau kepemimpinan

lebih sesuai dengan pandangan bahwa pemimpin dapat dipelajari, bukan bawaan

sejak .

3) Teori Situasi (Contingency)

Teori situasi mengasumsikan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan

yang paling baik, tetapi kepemimpinan tergantung pada situasi, bentuk organisasi,

bentuk organisasi, kekuasaan atau otoriter dari pemimpin, pekerjaan yang

kompleks dan tingkat kematangan bawahan.

4) Teori Transformasi

Teori transformasi mengasumsikan bahwa pemimpin mampu melakukan

kepemimpinannya dalam situasi yang sangat cepat berubah atau situasi yang

penuh krisis. Menurut Bass (Dikutip Gibson, 1997) seorang pemimpin

transformasional adalah seorang yang dapat menampilkan kepemimpinan yang

kharismatik, penuh inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa

setiappengikut diperhitungkan.

2.1.3 Gaya Kepemimpinan

Gaya diartikan sebagai cara penampilan karakteristik atau tersendiri.

Menurut Follet (1940), gaya didefiniskan sebagai hak istimewa tersendiri dari si

ahli dengan hasil akhir dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies (1997),

9

menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan

perilaku pemimpin. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman bertahun-

tahun dalam kehidupannya, oleh karena itu keperibadian seseorang akan

mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepemimpinan

seseorang cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda. Menurut para ahli ada

beberapa gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam suatu organisasi antara

lain:

1) Gaya Kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warren H. Schmidt.

Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui

dua titik ekstrim yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan

berfokus pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor

karyawan dan faktor situasi. Jika pemimpin memandang bahwa kepentingan

organisasi harus didahulukan dibandingkan kepentingan individu, maka

pemimpin akan lebih otoriter. Jika bawahan mempunyai pengalaman yanh lebih

baik, menginginkan partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya

partisapasi.

2) Gaya Kepemimpinan menurut Likert

Likert mengelompokan gaya kepemimpinan dalam empat system yaitu:

(1) Sistem Otoriter-Eksploitatif

Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap

bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi

yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).

10

(2) Sistem Benevolent-Authoritative

Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan

dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan mebolehkan komunikasi ke

atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang

pengambilan keputusan meskipun masih melakukan pengawasan yang ketat.

(3) Sisetm Konsultatif

Pemimpin mempunyai kepercayaan terhadap bawahan cukup besar. Pemimpin

menggunakan balasan (inssentif) untuk memotivasi bawahan dengan kadang-

kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan

membolehkan keputusan spesifik dibuat oleh bawahan.

(4) Sistem Partispatif

Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, selalu

memfaatkan ide bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi

bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.

2) Gaya Kepemipinan menurut Teori X dan Teori Y

Teori ini di kemukakan oleh Douglas Mc Gregor dalam bukunya “The

Human Side of Enterprise” (1960), menyebutkan bahwa perikalu seseorang

dalam suatu organisasi dapat dikelompokan dalam dua kutub utama yaitu sebagai

Teori X dan Teori Y. Teori X diasumsikan bahwa pemimpin itu tidak menyukai

pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, cendrung menolak

perubahan dan lebih suka dipimpin daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y

diasumsikan bahwa pemimpin itu senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab,

11

mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi dan kreatif. Dari

teori ini, gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat macam yaitu:

(1) Gaya kepemimpinan ditaktor

Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta

menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan teori X

(2) Gaya kepemimpinan autokratis

Pada sasarnya hampir sama dengan gaya kepemimpinan ditaktor namun bobotnya

agak kurang. Segala keputusan berada ditangan pemimpin, pendapat dari bawahan

tidak pernah dibenarkan, Gaya ini juga merupakan pelaksanaan dari teori X.

(3)Gaya kepemimpinan demokratis

Ditemukan adaya peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang

dilakukan secara musyawarah. Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai

dengan teori Y.

(4) Gaya kepemimpinan santai

Peranan pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada

bawahan. Gaya kepemimpinan ini sesuai dengan teori Y (Azwar, 1996).

3) Gaya kepemimpinan menurut Robert House

Berdasarkan teori motivasi pengharapan, Robert House mengemukakan empat

gaya kepemimpinan yaitu:

(1) Directive

Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan suatu

tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin berorientasi pada hasil.

12

(2) Supportive

Pemimpin berusaha mendekatkan diri dengan bawahan dan bersikap ramah

terhadap bawahan.

(3) Participative

Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan saran

dalam rangka pengambilan keputusan.

(4) Achievement oriented

Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan

berusaha untuk mencapai tujuan tersebut seoptimal mungkin (Sujak, 1990).

4) Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard

Ciri-ciri gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard meliputi:

(1) Instruksi

- Tinggi tugas dan rendah hubungan

- Komunikasi searah

- Pengambilan keputusan berada pada pimpinan,peran bawahan sangat minimal.

- Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta

mengawasi dengan ketat.

(2) Konsultasi

- Tinggi tugas dan tinggi hubungan

- Komunikasi dua arah

13

- Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup

besar, bawahan diberi kesempatan untukmemberi masukan dan menampung

keluhan.

(3) Partisipasi

- Tinggi hubungan rendah tugas

- Pemimpin dan bawahan bersama-sama memberi gagasan dalampengambilan

keputusan.

(4) Delegasi

- Rendah hubungan dan rendah tugas

- Komunikasi dua arah terjadi diskusi antara pemimpin dan bawahan dalam

pemecahan masalah serta bawahan diberi delegasi untuk mengambil keputusan .

5) Gaya kepemimpinan menurut Ronald Lippits dan Rapiph K. White

Menurut Ronald Lippith dan Rapiph K. White, ada tiga gaya

kepemimpinan yaitu: otoriter, demokrasi dan liberal yang mulai dikembangkan di

Universitas Iowa.

(1) Otoriter

Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

- Wewenamg mutlak berada pada pimpinan

- Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan

- Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan

- Komunikasi berlangsung satu arah dari pmipinan kepada bawahan

14

- Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para

bawahan dilakukan secara ketat

- Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan

- Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau

pendapat

- Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif

- Lebih banyak kritik daripada pujian

- Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat

- Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat

- Cendrung adanya paksaan, ancaman dan hukuman

- Kasar dalam bertindak

- Kaku dalam bersikap

- Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan

(2) Demokratis

Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan kemampuan mempengaruhi

orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan

bersama antara pimpinan dan bawahan.

Gaya kepemimpinan ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

- Wewenang pimpinan tidak mutlak

- Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan

- Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan

- Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan

15

- Komunikasi berlangsung timbal-balik

- Pengawasan dilakukan secara wajar

- Prakarsa dapat datang dari bawahan

- Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan

pertimbangan

- Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan

daripada instruktif

- Pujian dan kritik seimbang

- Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas maisng-

masing

- Pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar

- Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak

- Terdapat suasana saling percaya, saling hormat menghormati dan saling

menghargai

- Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama

(3) Liberal atau Laissez Faire

Kepemimpinan gaya liberal atau Laissez Faire adalah kemampuan mempengaruhi

orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara

berbagai kegiatan yang dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.

Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut:

- Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan

- Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan

- Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan

16

- Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan

- Hampir tiada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan

- Prakarsa selalu berasal dari bawahan

- Hampir tiada pengarahan dari pimpinan

- Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok

- Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok

- Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perorangan

6) Gaya kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang

Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan

kekuasaan dibedakan menjadi 4 yaitu:

(1) Otoriter

Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas/pekerjaan. Menggunakan

kekuasaan posisi dan power dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua

tujuan yang akan dicapai dan pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya

pada kepentingan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment.

(2) Demokratis

Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf.

Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf ,

memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan

pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan

terbuka.

17

(3) Partisipatif

Merupakan gabungan antara otokratik dan demokrasi, yaitu pemimpin yang

menyampaikan hasil analisa masalah dan mengusulkan tindakannya. Staf diminta

saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulnya.

Keputusan akhir oleh kelompok.

(4) Bebas Tindak

Merupakan pimpinan offisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa

pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekerjaan

sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan

pengendalian minimal.

Lester R. Bitel menyebutkan bahwa semua gaya kepemimpinan ini

memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pimpinan yang sukses adalah

yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih gaya kepemimpinan berdasarkan

wewenang dan kekuasaan yang merupakan gabungan dari teori Hersey dan

Blanchard dengan teori Ronald lippits dan Ralph K. White. Kedua teoei ini dapat

digunakan untuk menilai kecendrungan gaya kepemimpinan kepala ruangan

dengan memodifikasi pertanyaan sesuai dengan situasi perawatan.

2.2 Kinerja

2.2.1 Pengertian kinerja

Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang

berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan (As’ad, 1984). Menurut Darokah

18

(1996), kinerja adalah suatu catatan keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan kerja

atau seluruh aktivitas kerja pada periode waktu tertentu. Heider (1958)

menjelaskan bahwa kinerja seseorang sangat ditentukan oleh motivasi dan

kemampuan yang dimiliki. Apabila salah satu dari komponen tersebut rendah,

maka kinerja yang dihasilkan akan rendah.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Kopelman (1988) dalam buku Managing Productivity in Organization

mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil interaksi antara motivasi dan

kemampuan yang dirumuskan sebagai berikut:

P = M x A

P = performance

M = motivation

A = ability

Dari rumus tersebut dapat dinyatakan bahwa orang yang memempunyai motivasi

tinggi tetapi kemampuan rendah atau kemampuan tinggi tetapi motivasi rendah

akan menghasilkan kinerja ynag rendah (As’ad, 1991). Menurut Muchlas (1997),

disamping motivasi dan kemampuan, kinerja dipengaruhi juga oleh lingkungan

kerja. Meskipun seseorang mempunyai kemampuan dan motivasi yang tinggi, tapi

mungkin saja ada factor penghalang yang bias menghambat prestasinya. Faktor

penghambat dapat disebabkan oleh lingkungan seperti: kelengkapan dan

peralatan, kondisi kerja, teman kerja dan peraturan yang mendukung.

19

Menurut James Gibson (1993) dalam buku Perilaku, Struktur dan Proses,

menyatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan kinerja

seseorang adalah:

1) Faktor individu, meliputi:

1. Kemampuan

2. Latar belakang

3. Demografi

2) Faktor organisasi

1. Sumber daya

2. Kepemimpinan

3. Imbalan

4. Struktur

5. Desain pekerjaan

3) Faktor psikologis

1. Persepsi

2. Sikap

3. Kepribadian

4. Motivasi

Menurut Nursalam (1998), faktor internal yang memperlambat

perkembangan peran perawat secara profesioanl adalah sebagai berikut:

1) Anthetical terhadap perkembangan keperawatan

Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksanakan

pendidikan keperawatan secara profesioanl, perawat lebih cendrung untuk

20

melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu perintah dari dokter. Mereka

cendrung menolak perubahan atau suatu yang baru dalam melaksanakan perannya

secara profesioanl.

2) Rendahnya rasa percaya diri

Perawat belum mampu menjadikan dirinya sebagai sumber informasi dari

klien. Rendahnya rasa percaya tersebut disebabkan oleh rendahnya penguasaan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai, sehingga hal ini menempatkan

perawat sebagai second class citizen.

3) Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan

Pengetahuan dan ketrampilan perawat terhadap riset sangat rendah.Hal ini

ditunjukan dari rendahnya hasil riset di bidang keperawatan, hanya 10% dari

jumlah perawat yang mampu melaksanakan riset. Rendahnya penguasaan riset

sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu keperawatan.

4) Rendahnya standar gaji

Gaji perawat khususnya yang bekerja di institusi pemerintah dirasakan

sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain. Rendahnya gaji perawat

berdampak terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

yang profesioanl.

5) Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan

Masalah ini sangat mempengaruhi bagi pengembangan profesi

keperawatan, karena system sangat berpengaruh terhadap terselenggaranya

pelayanan yang baik.

21

2.2.3 Penilaian Kerja

Penilaian prestasi kerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai

dan mengetahui apakah karyawan telah melaksanakan pekerjaan masing-masing

secara keseluruhan (Soeprihanto, 1988).

Tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui keadaan ketrampilan dan kemampuan setiap karyawan secara

rutin.

2) Digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia khususnya

penyempurnaan kondisi kerja, mutu dan hasil kerja.

3) Digunakan sebagai pengemabngan dan pendayagunaan personalia seoptimal

mungkin.

4) Mendorong tercptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan

bawahan.

5) Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang personalia.

6) Hasil penilaian kinerja dapat dimanfaatkan bagi penelitian dan pengembangan

dibidang personalia.

Menurut Dessler (1997), ada tiga langkah dalam penilaian kinerja, yaitu:

1) Mendefinisikan pekerjaan, artinya adanya kepastian kesepakatan antara atasan

dan bawahan tentang tugas-tugas dan standar pekerjaan.

2) Menilai kinerja dengan membandingkan kinerja actual dengan satandar yang

telah dieatapkan.

3) Menuntut umpan balik

22

Dalam menilai kinerja bawahan diperlukan alat evaluasi. Menurut

Henderson (1984) alat yang digunakan untuk menilai kinerja bawahan antara

lain:

1) Laporan tanggapan bebas

Pemimpin/atasan diminta komentar tentang kualitas pelaksanaan kerja bawahan

dalam jangka waktu tertentu. Karena tidak petunjuk sehubungan dengan apa yang

harus dievaluasi, sehingga penilaian cendrung mejadi tidak syah. Alat ini kurang

obyektif karena mengabaikan sata atau lebih aspek penting,di mana penilaian

terfokus pada salah satu aspek.

2) Cheklist pelaksanaan kerja

Cheklist terdiri dari daftar criteria pelaksanaan kerja untuk tugas-tugas paling

penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan lampiran formulir di mana

penilai dapat menyatakan apakah bawahan memperlihatkan tingkah laku yang

dinginkan atau tidak.

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan standar

asuhan keperawatan yang baku. Standar asuhan keperawatan yang diterbitkan

oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1997 meliputi:

1) Standar I : Pengkajian keperawatan

Asuhan keperawatan paripurna memerlukan data yang lengkap dan

dikumpulkan secara terus-menerus. Data kesehatan harus bermanfaat bagi semua

anggota tim kesehatan.

Komponen pengkajian keperawatan meliputi:

23

(1) Pengumpulan data, kriterianya: Menggunakan format yang baku, sistematis,

diisi sesuai item yang tersedia, aktual/terbaru dan absah/valid.

(2) Pengelompokan data meliputi: data biologis, data psikologis, data social dan

data spiritual.

2) Standar II : Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan

pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan pasien.

Kriteria diagnosa keperawatan adalah: Diagnosa keperawatan dihubungkan

dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien, dibuat sesuai

dengan wewenang perawat, komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan

gejala/tanda (PES) atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE), bersifat aktual

apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terjadi, bersifat potensial apabila

masalah kesehatan pasien kemungkinan besar terjadi, dapat ditanggulangi oleh

perawat.

3) Standar III : Perencanaan keperawatan

Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan

dan komponennya meliputi: prioritas masalah, tujuan asuhan keperawatan harus

spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, realistik dan ada batas waktunya serta memuat

rencana tindakan,

4) Standar IV : Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang

ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang

24

mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan serta pemulihan

kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan keluarganya.

Intervensi keperawatan berorientasi pada 14komponen keperawatan dasar

meliputi:

(1) Memenuhi kebutuhan oksigen

(2) Memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbnagn cairan dan elektrolit

(3) Memenuhi kebutuhan eliminasi

(4) Memenuhi kebutuhan keamanan

(5) Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik

(6) Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur

(7) Memenuhi kebutuhan gerakdan kigiatan jasmani

(8) Memnuhi kebutuhan spiritual

(9) Memenuhi kebutuhan emosional

(10) Memenuhi kebutuhan komunikasi

(11) Memenuhi kebutuhan reaksi fisiologis

(12) Memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses penyembuhan

(13) Memenuhi kebutuhan penyuluhan

(14) Memenuhi kebutuhan rehabilitasi

5) Standar V : Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan

berencana untuk menilai perkembangan pasien.

Kriteria evaluasi meliputi: setiap tindakan keperawatan dilakukan

evaluasi, evaluasi akhir menggunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan,

25

hasil evaluasi harus dicatat dan dikomunikasikan, evaluasi melibatkan pasien,

keluarga dan tim kesehatan lain, evaluasi dilakukan sesuai dengan standar 7.

6) Standar VI : Catatan Asuhan keperawatan

Catatan asuhan keperawatan dilakukan secara individual.

Kriteria catatan asuhan keperawatan adalah: dilakukan selama pasien dirawat,

dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan, dilakukan

segera setelah tindakan dilakukan, penulisan harus jelas dan ringkas, sesuai

dengan pelaksanaan proses keperawatan, menggunakan formulir yang baku.

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan

menjadi lebih terarah.

2.3 Motivasi

Menurut Azwar (1996) motivasi adalah rangsangan, dorongan dan ataupun

pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau sekelompok masyarakat yang

mau berbuat dan bekerja sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah

direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Para ahli

mengungkapkan mengapa seseorang yang termotivasi akan berperilaku tertentu.

Koontz (1984) mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai kebutuhan akan

menimbulkan keinginan atau upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan akan

menimbulkan ketegangan. Schiin (1991) menyatakan bahwa motivasi seseorang

ditentukan oleh pengenalan yang didapat sebelumnya dan dipengaruhi oleh

kebudayaan, situasi keluarga, latar belakang sosial ekonomi dan situasi kehidupan

lainnya. Sedangkan Peterson dan Flowman mengatakan bahwa motivasi bekerja

26

dapat dipengaruhi oleh : keinginan untuk hidup, keinginan untuk memiliki,

keinginan untuk berkuasa dan keinginan untuk diakui. Berangkat dari keinginan

tersebut seseorang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain melalui

proses persepsi yang diterima oleh seseorang.

Beberapa teori yang menjelaskan tentang motivasi adalah teori motivasi

instrumental dan motivasi kebutuhan.

2.3.1 Teori Motivasi Instrumental

Teori motivasi instrumental adalah teori yang berpendapat bahwa harapan akan

imbalan dan hukuman merupakan pendorong bagi tindakan seseorang. Menurut

Bernand dan Simon, bahwa dalam organisasi selalu terjadi proses tukar-menukar

atau jual-beli antara pimpinan dan staf/bawahan. Seseorang akan mempunyai

motivasi yang tinggi untuk berprestasi bila ia yakin bahwa prestasinya itu

menghasilkan imbalan yang lebih besar.

2.3.2 Teori Motivasi Kebutuhan

Teori ini menitikberatkan pada pengenalan rangsangan dari dalam atau kebutuhan

seseorang. Teori kebutuhan ini dikembangkan oleh Maslow (1993) yang dikenal

dengan “Need Hierarchy Theory”, di mana kebutuhan manusia diklasifikasikan

dalam lima jenjang dari yang paling rendah sampai jenjang yang paling tinggi.

Adapun jenjang dari kebutuhan seseorang terdiri dari : kebutuhan fisiologis,

kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan dicintai dan kasih saying, kebutuhan

penghargaan dan kebutuhan aktualisasi.

Jadi manusia memiliki motivasi yang berbeda-beda pada waktu yang dan situasi

yang tidak sama. Kemampuan untuk memahami manusia adalah penting bagi

27

seorang pemimpin. Dengan gaya kepemimpinannya, seseorang diharapkan dapat

mengetahui dan memenuhi kebutuhan mereka, sehingga semakin termotivasi

untuk bekerja yang lebih baik.

2.4 Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu

dan seni keperawatan, terbentuk palanayan bio-psiko-sosio-spiritual yang

komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat,baik sakit

maupun sehat yang mencakup seluruh hidup manusia (Lokakarya Nasional,

1983). Pengertian asuhan keperawatan selanjutnya mengalami perkembangan,

sehingga tahun 1992 dirumuskan pengertia asuhan keperawatan oleh Konsorsium

Ilmu Kesehatan dan Kelompok Kerja Keperawatan sebagai berikut:

“Asuhan keperawatan (Nusring care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien atau pasien, pada berbagai pelayanan kesehatan, dengan menggunakan metodelogi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etiket keperawatan, dalam lingkup wewenang dan tanggung jawab keperawatan. Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesioanl melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional menggunakan pengetahuan dan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar (biologi, fisika, biomedik, perilaku, social), dan ilmu keperawatan sebagai laandasan untuk melakukan pengkajian, diagnosisi, menyususn perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan dan evaluasi hasil tindakan keperawatan, serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk mentukan tindakan selanjutnya”.

Dalam melakukan asuhan keperawatan digunakan suatu metode yang dikenal

dengan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu pendekatan yang

28

sistematis untuk mengenal dan memecahkan kebutuhan-kebutuhan pasien dengan

menggunakan langkah-langkah meliputi: pengkajian, merumuskan diagnosa

keperawatan, menyusun perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

2.5 Kerangka konseptual

2.5.1 Kerangka konseptual

Pelayanan keperawatan memberikan dampak yang paling besar terhadap

pelayanan kesehatan di rumah sakit. Posisi perawat di rumah sakit menjadi sangat

penting karena perawat menentukan kualitas pelayanan khususnya pelayanan

keperawatan. Hal tersebut menuntut kinerja perawat yang baik sehingga mutu

pelayanan keperawatan sesuai dengan harapan pasien dan standar asuahan

keperawatan.

Kinerja perawat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

1) Faktor internal: latar belakang (umur, pendidikan, masa kerja),

kemampuan/ketrampilan, demografi, sikap, kepribadian, kejenuhan kerja.

2) Faktor eksternal: kepemimpinan (gaya kepemimpinan), system imbalan,

struktur (kerja sama), suasana lingkungan kerja, fasilitas.

3) Motivasi perawat: meliputi factor internal dan eksternal.

29

Dari uraian tersebut, maka kerangka konseptual penelitian adalah sebagai berikut:

Faktor eksternal perawat:

Keterangan: diteliti

Tidak diteliti

Gambar 2.1: Kerangka konseptual

Faktor Internal Perawat:

1. Latar belakang: umur,

pendidikan, masa kerja

2. Kemampuan/ketrampilan

Kinerja

Perawat

Sistem

imbalan

Fasilitas/

prasarana

Gaya

Kepemimpinan

Lingkungan

kerja

Struktur

1. Bakat

2. Situasi

Mutu

pelayana

Pasien

merasa

30

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab

pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin

timbul selama proses penelitian. Berdasarkan tujuan penelitian, maka desain

penelitian yang digunakan adalah “cross sectional”, artinya subyek diobservasi

hanya satu kali dan pengukuran variabel independent dan dependent dilakukan

pada kurun waktu yang sama (Sastro Asmori dan Ismail, 1985).

3.2. Kerangka Kerja

Hasil interaksi motivasi perawat dengan faktor internal maupun faktor

eksternal akan menghasilkan kinerja. Untuk meningkatkan motivasi kerja,

sehingga kinerja perawat optimal diperlukan seorang pemimpin. Kepala ruangan

merupakan manajer tingkat pertama yang bertugas memberikan arahan, supervisi,

koordinasi dan memotivasi langsung kepada perawat. Dalam melaksanakan tugas

tersebut kepala ruangan memiliki pola perilaku atau gaya kepemipinan (otoriter,

demokrasi dan pratispasi ). Dari uraian tersebut, maka kerangka kerja dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

31

Tahap pertama Tahap kedua

3.3 Identifikasi Variabel

3.3.1. Variabel Independent/bebas

Adalah faktor yang dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi variabel

dependent/terikat. Pada penelitian ini variabel independent adalah gaya

kepemimpinan kepala ruang perawatan.

3.4.2 Variabel dependent/terikat

Adalah faktor yang dipengaruhi oleh variabel independent. Pada penelitian

ini variabel dependent adalah kinerja perawat.

3.4 Definisi Operasional

Kepala

ruangan

Gaya

kepemimpinan

Article I. O

Demokrartik

Kinerja

perawatPartisipatif

Tindak bebas

32

Variabel Definisi Parameter Cara Pengukuran

Skala Skore

Variabel Bebas:Gaya kepemimpinan kepala ruangan.

Pola perilaku kepala ruangan dalam mempengaruhi perawat/staf.

1.OtokratikPemimpin melakukan kontrol yang maksimal terhadap bawahan, membuat keputusan sendiri dan menentukan tujuan kelompok.

2. DemokratikPemimpin menghargai karakteristik dan kemampuan bawahan serta melibatkan pemikiran bawahan.

3. Partisipasif Gabungan antara otokratik dengan demokratik, dimana pemimpin menyampaikan hasil analisa masalah dan mengusulkan tindakan, staf diminta saran dan kritik serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulan. Keputusan terakhir oleh

1.Otokratik:-Berorientasi pada tugas keperawatan.-Menggunakan jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter.-Mempertahankan tanggung jawabsebagai kepala ruangan tanpa melibatkan staf dalam perencanaan tujuan dan pengambilan keputusan.-Memotivasi staf dengan sanjungan dan kesalahan.

2. Demokratik-Mmenghargai kemampuan bawahan.-Menggunakan kekuatan jabatan untuk menarik gagasan bawahan.-memotivasi bawahan untuk menentukan dan mengembangkan tujuannya.-Mengontrol kerja bawahan.

3. Partispatif.-Menyajikan analisis masalah.-Mengusulkan tindakan kepada bawahan.-Mengundang kritikan bawahan.-Melibatkan bawahan dalampengambilan keputusan.

Kuisener model Paul Hersey dan Kenneth yang dimodifikasi sesuai dengan cirri-ciri gaya kepepmimpinan yang dijelaskan oleh teori Ronald Lippits dan Ralph K.White.Pertanyaan disesuaikan dengan situasi keperawatan.

Nominal G1= OtokratikG2= DemokrasiG3= PartisipasiG4= Bebas tindak

33

Variabel terikat:Kinerja perawat.

kelompok.4. Bebas tindak Pemimpin menyerahkan perannya kepada bawahan dengan bimbingan yang minimal.

Perilaku kerja yang ditampilkan oleh perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan dibandingkan dengan standar asuhan keperawatan yang diterbitkan oleh Depkes R.I. 1997.

4. Tindak bebas-Meninggalkan pekerjaan tanpa arah.-Tidak melakukan supervisi-Tidak melakukan koordinasi.-memaksa bawahan merencanakan,melaksanakan dan menilai menurut mereka.

1.Pengkajian-Menggunakan format yang baku-Sistematis-Diisi lengkap-Meliputi data bilogis-Data psikologis-Data spiritual

2. Diagnosa kep.-Mengandung komponen masalah, penyebab, tanda/gejala.

3. Perencanaan-Mengandung tujuan-Rencana sesuai dengan tujuan-Merencanakan tindakan sesuai dengan masalah.Kalimat intruksi, tegas dan ringkas.

4. Pelaksanaan-Sesuai dengan rencanaIntervensi meliputi:-Kebutuhan oksigen-Kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit-Kebutuhaneliminasi-Kebutuhan keamanan-Kebutuahan kebersihandan kenyamanan fisik-Kebutuhan tidur dan istirahat-Kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani-Kebutuhan spiritual-Kebutuhan emosional-Kebutuhan

Observasi Ordinal >75% = baik75%-50% = cukup<50% = jelek

34

komunikasi-Mencegah dan mengatasi reaksi fisologis-Kebutuhan pengobatan dan proses penyembuhan-Kebutuhan penyuluhan-Kebutuhan rehabilitasi

5. Evaluasi-Sesuai dengan tindakan-Ssesuai dengan indikator tujuan

6. Dokumentasi-Penulisan jelas-sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan.-Setiap pencatatan diisi paraf perawat.-Menggunakan formulir yang baku.

3.5 Sampling Disain

3.5.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti. Pada

penelitian ini populasinya adalah seluruh kepala ruang perawatan dan seluruh

perawat RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah seleksi dari keseluruhan subyek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi. Penelitian ini menggunakan 2 jenis sampel, yaitu:

1) Kepala ruang perawatan

Kriteria inklusi:

- Kepala ruangan rawat inap.

35

- Bersedia menjadi responden

Kriteria eklusi:

- Memiliki lebih dari satu gaya kepemimpinan.

Besar sampel kepala ruangan menggunakan total populasi kepala ruangan yang

bekerja di ruang rawat inap berjumlah 36 orang

2) Kelompok perawat

Kriteria inklusi:

- Perawat yang bertugas di ruang rawat inap.

- Memeiliki latar belakang pendidikan minimal SPK atau SGP .

Dalam menentukan besar sampel dapat ditentukan dengan berbagai rumus.

Menurut Zainuddin (1999), besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai

berikut:

n = N. z 2 . p. q

d2 (N-1)+z2. p.q.

Keterangan:

n = besar sample

p = estimator proporsi populasi

q = 1-p

z = harga kurva normal yang tergantung harga alpa

N = jumlah unit populasi

d = penyimpangan yang ditolerir

36

Menurut Arikunto (1991), jika subjek lebih dari 100 dapat diambil 10-

20%. Dalam penelitian ini, sampel diambil hanya 12% dari total populasi 648

yaitu berjumlah 78 orang.

3.5.3 Sampling

Sampling adalah suatu proses menyeleksi porsi dari populasi untuk

mewakili populasi. Pengambilan responden kepala ruangan menggunakan total

sampling. Sedangkan responden perawat menggunakan simple random sampling

pada 35 ruangan dan masing-masing ruangan 2-3 responden secara acak.

3.6 Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pertama adalah mengumpulkan data tentang kecendrungan gaya

kepemimpinan kepala ruangan dan tahap kedua adalah mengumpulkan data

tentang kinerja perawat. Pengukuran kinerja perawat dilakukan pada 2 aspek yaitu

pelaksanaan asuhan keperawatan yang diukur pada dokumentasi keperawatan dan

kemampuan ketrampilan perawat sesuai dengan 14 komponen tindakan

keperawatan.

1) Instrumen

Instrumen yang digunakan ada dua macam yaitu:

(1) Instrumen pertama adalah kuisener untuk mengidentifikasi gaya

kepemimpinan kepala ruangan. Kuisener ini menggunakan kuisener model Paul

37

Hersey dan Kenneth H. yang dimodefikasi sesuai dengan ciri dari masing-masing

gaya kepemimpinan (otokratik, demokratik, partispatif dan tindak bebas) yang

dijelaskan oleh teori Ronald Lippits dan Ralph K.White. Kuisener ini berupa

pilihan alternatif tindakan pada situasi tertentu dan jawaban yang diberikan

responden dinilai sesuai kode yang telah ditentukan. Pilihan terbanyak merupakan

kecendrungan gaya kepemimpinan kepala ruangan. Bila ada lebih dari satu yang

terbanyak, maka gaya kepemimpinannya tidak dapat digolongkan. Penggolongan

gaya kepemimpinan kepala ruangan diberi kode sebagai beroikut:

Kode 1 = otokratik

Kode 2 = demokratik

Kode 3 = partisipasi

Kode 4 = tindak bebas

Model kuisener ini seperti pada lampiran 2.

(2) Kuisioner karakteristik perawat meliputi: pendidikan, umur, masa kerja,

status dan jumlah anak.

Pemberian kode sebagai berikut:

- Pendidikan, kode 1 = SPK dan 2= DIII dan DIV

- Umur, kode 1= 20- 30 tahun, 2 = 31-40 tahun, 3 = > 41 tahun

- Masa kerja, kode 1 = 1-10 tahun, 2 = 11-20 tahun, 3 = > 21 tahun.

- Statu perkawinan, kode 1 = belum kawin, 2 = kawin, 3 = janda/duda.

- Jumlah anak, kode 1= belum punya anak, 2 = 1- anak, 3 = >2 anak.

38

(3) Instrumen kedua adalah untuk mengukur kinerja perawat.

Instrumen ini berupa lembaran observasi terhadap kinerja perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Lembaran observasi ini berdasarkan atas

kriteria standar asuhan keperawatan yang direbitkan oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia tahun 1999. Hasil penilaian dibandingkan dengan total skore

dikalikan dengan 100%. Model lembaran observasi ini sesuai pada lampiran 3.

Kriteria pengukuran kinerja perawat yaitu:

- Kode 3 = baik , bila skore > 75%

- Kode 2 = cukup , bila skore 50% - 75%

- Kode 1 = jelek , bila skore < 50%

2) Tempat dan waktu

(1) Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

(2) Waktu penelitian

Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut:

PROGRAM KEGIATANWAKTU DALAM BULAN TAHUN 2001

Juni Juli Agustus

Sept Okt. Nop Des.

1.Persiapan: penyusunan dan konsultasi proposal.2. Pengumpulan data3.Analisis data dan konsultasi hasil4. Penulisan laporan5. Seminar

Xxxx

xxxx xxxx xxxx

xxxxxxxx

xxxx x

39

3) Analisis data

Teknik analisa data menggunakan SPSS dan untuk menguji pengaruh gaya

kepemimpinan kepala ruang perawatan terhadap kinerja perawat menggunakan

“Chi-Square” dengan tingkat kemaknaan p < 0,01.

3.7 Etik penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari FK Unair.

Selanjutnya dilakukan permohonan ijin kepada Direktur RSUD Dr. Soetomo

yang tembusannya disampaikan kepada Bidang Diklit RSUD Dr. Soetomo.

Kemudian dibuatkan lembar persetujuan terhadap calon responden. Peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Jika kepala ruangan dan perawat pada

ruang tersebut bersedia diteliti, maka mereka menandatangani lembar persetujuan

tersebut. Dan bila mereka menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak memaksa

dan tetap menghormati haknya.

Untuk menjaga kerahasiaan dan menjaga privacy dari masing-masing subyek,

dalam lembar pengumpulan data tidak akan dicantumkan nama dan cukup dengan

memberikan nomor kode.

3.8 Keterbatasan

Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian (Burn dan

Grove, 1991). Dalam penelitian ini, hambatan yang dihadapi peneliti adalah:

1) Sampel yang digunakan terbatas pada ruang rawat inap, sehingga kurang

representatif untuk mewakili kepala ruang perawatan RSUD Dr. Soetomo.

40

2) Instrumen pengumpulan data dimodifikasi dan belum pernah diuji coba , oleh

karena itu validitas dan realibilitasnya masih perlu diujicobakan.

3) Peneliti belum memiliki pengalaman dalam penelitian, sehingga dalam

penelitian yang pertama ini banyak keterbatasan. Di samping itu waktu yang

terbatas merupakan kendala yang dihadapi dalam penelitian ini.

41

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian yang meliputi

karakteristik responden, data khusus serta pembahasan. Pengambilan data

penelitian dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dalam 2 tahap. Pada tahap

pertama, pengambilan data tentang gaya kepimimpinan kepala ruangan dilakukan

tanggal 21 Agustus 2001. Pengambilan data ini menggunakan kuesioner dari

Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard yang dimodifikasi sesuai dengan situasi

jenis kepemimpinan. Tahap kedua yaitu pengambilan data kinerja perawat.

Pengambilan data kinerja perawat menggunakan lembaran observasi tentang

pelaksanaan standar asuhan keperawatan yang diterbitkan oleh Departemen

Kesehatan Republik Indonesia tahun 1999, dilakukan tanggal 20 Agustus sampai

dengan 16 Nopember 2001. Penentuan responden dilakukan secara acak pada

setiap ruangan rawat inap dan setiap ruangan diwakili oleh 1 perawat berlatar

belakang pendidikan SPK dan 1 atau 2 orang dari DIII.

Setelah data terkumpul, selanjutnya diberi kode dan ditabulasi. Untuk

mengetahui hubungan dan pengaruh antara gaya kepemimpinan kepala ruangan

terhadap kinerja perawat dilakukan uji statistik chi square dengan tingkat

kemaknaan p< 0,01.

42

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karaktersistik Responden

Penelitian dilakukan terhadap kepala ruangan rawat inap berjumlah 35

orang antara lain: Paviliun Airlangga, Paviliun Bedah, Paviliun Anak, Ruang

Jiwa, Ruang Interne I, Ruang Interne II, Ruang Interne Wanita, Ruang Kulit

Wanita, Ruang Kulit Laki, Ruang Tropik Wanita, Ruang Tropik Laki, Ruang Paru

Laki, Ruang Paru Wanita, Ruang Kardiologi, Ruang Saraf A, Ruang Saraf B,

Ruang Bedah A, Ruang Bedah B, Ruang Bedah C, Ruang D, Ruang Bedah E,

Ruang Bedah F, Ruang Bedah G, Ruang Bedah H, Ruang Bedah I, Ruang THT,

Ruang Mata, Ruang Kandungan, Ruang Anak, Ruang Anak Menular, Ruang

Neonatus, Ruang Bersalin I, Ruang Bersalin II, Ruang ICU, Ruang Anastesi,

Ruang ROI Lantai III, BAPPENKAR.

Perawat ruang rawat inap berjumlah 648 orang yang diteliti berjumlah 78

orang.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Berdasarkan Pendidikan.

Pendidikan Jumlah ProsentaseSPKDIII

3840

48,751,3

Total 78 100,00

Jumlah responden yang berpendidikan SPK dan DIII hampir merata, oleh karena

pemilihan respenden masing-masing ruangan sudah ditentukan 2 sampai 3 orang

yang terdiri dari 1 orang SPK dan 1 sampai 2 orang DIII.

43

Tabel 4.2 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Menurut Kelompok Umur.

Umur Jumlah Prosentase< 30 tahun

30 – 40 tahuin> 40 tahun

234015

29,551,519,2

Total 78 100,00

Dari tabel di atas, sebagian besar responden berumur 30 – 40 tahun dan sebagian

kecil berumur di atas 40 tahun. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar perawat

dalam usia pertengahan dan merupakan usia produktif.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Menurut Status Perkawinan

Status Perkawinan Jumlah ProsentaseBelum kawin

Kawin969

11,588,5

Total 78 100,00

Sebagian besar responden dengan status kawin dan sebagian kecil belum kawin.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Berdasarkan Jumlah Anak

Jumlah Anak Jumlah Prosentase

Tanpa Anak1-2 anak> 2 anak

155211

19,566,814,1

Total 78 100,00

Dari tabel di atas, sebagian besar responden mempunyai anak 1-2 dan sebagian

kecil tidak mempunyai anak dan lebih dari 2 anak.

44

4.2. Data khusus

Data khusus dalam penelitian ini meliputi kecenderungan gaya kepemimpinan

kepala ruangan rawat inap dan kinerja perawat ruang rawat inap RSUD Dr.

Soetomo Surabaya.

Identifikasi gaya kepemimpinan seluruh kepala ruangan rawat inap

berdasarkan hasil penilaian kuisener Hersey dan Blanchard seperti tabel berikut.

Tabel 4.5 Distribusi Kecendrungan Gaya Kepemimpian Seluruh Responden Kepala Ruangan Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

No Ruangan Gaya Kepemimpinan1234567891011121314151617181920212223242526272829

Paviliun AirlanggaPaviliun AnakJiwaInterne IInterne IIInterne WanitaKulit WanitaKulit LakiTropik WanitaTropik LakiParu LakiParu WanitaKardiologiSaraf ASaraf BBedah ABedah BBedah CBedah DBedah EBedah FBedah GBedah HBedah IPaviliun BedahTHTMataKandunganAnak

DemokratikOtokratikDemokratikDemokratikDemokratikOtokratikDemokratikOtokratikDemokratikPartisipatifOtokratikPartisipatifDemokratikDemokratikDemokratikPartisipatifOtokratikDemokratikPartisipatifOtokratikPartisipatifPartisipatifDemokratikPartisipatifPartisipatifOtokratikDemokratikDemokratikOtokratik

45

30313233343536

Anak MenularNeonatusBersalin IBersalin IIAnastesiROI Lantai IIIBAPPENKAR

OtokratikDemokratikOtokratikDemokratikOtokratikDemokratikDemokratik

Dari tabel tersebut, kepala ruangan rawat inap yang memiliki kecenderungan

gaya kepemimpinan otokrtaik berjumlah 26 (33,3%), demokratik 35 (44,9%) dan

partisipatif 17 (21,8%). Sebagian besar kepala ruangan rawat inap memiliki gaya

kepemimpinan demokratik dan sebagian kecil memiliki gaya kepemimpinan

partisipatif.

Diagram Pie Prosentase Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Penilaian kinerja perawat diperoleh dari hasil observasi terhadap asuhan

keperawatan dan tindakan keperawatan dengan menggunakan lembaran observasi

Departemen Kesehatan tahun 1999. Kinerja perawat ruang rawat inap RSUD Dr.

Soetomo Surabaya seperti pada tabel berikut:

46

Tabel 4.6 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Berdasarkan Kinerja

Kinerja Jumlah ProsentaseCukupBaik

4236

53,846,2

Total 78 100,00

Sebagian besar perawat ruang rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya memiliki

kinerja cukup dan sebagian memiliki kinerja baik serta tidak ada perawat yang

kinerjanya jelek.

4.3 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat

Untuk mendapatkan data tentang pengaruh gaya kepemimpinan kepala

ruangan terhadap kinerja perawat, maka perlu dikelompokan dan dihubungkan

kedua data tersebut seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.7 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Dengan Kinerja Perawat RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

KinerjaGaya kep.

Cukup Baik Total

Otokratik 16 (50,0%)(26,9 %)

10 (13,9%)(6,4%)

26 (33,3%)

Demokratik 19 (45,2%)(24,4%)

16 (44,4%)(20,5%)

35 (44,9%)

Partisipatif 7 (4,8%)(2,6%)

10 (41,7%)(19,2%)

17 (21,8%)

Total 42(53,8%)

36(46,2%)

78 (100%)

Pada ujichi-square dengan signifikan = 0,01 menunjukkan sebagai berikut:

Chi square Value df signifikan

19,699 2 0,00

47

Dari tabel tersebut di atas menggambarkan bahwa gaya kepemimpinan

kepala ruangan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat. Walaupun

sebagian besar kepala ruangan memiliki gaya kepemimpinan demokratik, tetapi

gaya kepemimpinan partisipatif nampak paling dominan mempengaruhi kinerja

perawat.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan

Kepala ruangan perawatan merupakan manajer tingkat pertama

mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam mengelola pelayanan

keperawatan kepada pasien. Kepala ruangan mempunyai tugas dalam

mempengaruhi, menggerakan dan mengarahkan perawat agar dapat bekerja

dengan baik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, setiap kepala ruangan memiliki

karakter tersenddiri sesuai dengan cara yang dianggap baik.

Menurut Follet (1940), gaya kepemimpinan diartikan cara penampilan

karakteristik tersendiri. Gaya kepemimpinan seseorang cenderung bervariasi dan

berbeda-beda. Menurut Gillies, gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan

kekuasaan dibedakan menjadi 4 macam yaitu gaya kepemimpinan otokratik,

demokratik, partisipatif dan laissez paire atau bebas tindak. Pada penenlitian ini

gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya

adalah sebagian besar mempunyai gaya kepemimpinan demokratik, selanjutnya

otokratik, partisipatif dan tidak ada yang mempunyai gaya kepemimpinan laissez

paire. Perbedaan gaya kepemimpinan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor.

48

Menurut Gillies (1997), bahwa gaya kepemimpinan seseorang dipengaruhi oleh

pengalaman dan kepribadian dari orang tersebut. Dan menurut Tannenbau dan

Warren H. Schmidt, bahwa gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh factor manajer,

karyawan dan situasi.

Kepala ruangan rawat inap di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, sebagian

besar mempunyai gaya demokratik. Gaya kepemimpinan demokratik menekankan

pada pentingnya kerja sama antara pemimpin dan staf/bawahannya. Hal ini

dipengaruhi oleh sistem kerja yang melibatkan berbagai tim kesehatan lain yang

menuntut saling bekerja sama untuk meningkatkan mutu pelayanan.

Gaya kepemimpinan otokratik, dimana wewenang dan keputusan lebih

banyak dipegang oleh kepala ruangan dan dalam memberikan tugas-tugas

diberikan secara intruktif. Hal ini sangat berkaitan dengan kondisi pasien yang

sangat membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat. Keterlambatan dalam

menangani pasien akan berdampak terhadap proses penyembuhan dan bahkan

dapat menyebabkan pasien meninggal. Menghindari kelalaian dan mencegah

kelambanan dalam memberikan asuhan keperawatan, maka beberapa kepala

ruangan cenderung menggunakan otoriter dalam mengatur staf/perawat.

Kepala ruangan yang memiliki gaya kepemimpinan partisipatif mampu

memadukan antara gaya otokratik dengan demokratik. Dalam kondisi yang gawat

kepala ruangan menggunakan gaya otokrtaik dengan memberikan intruksi agar

perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang cepat dan tepat. Kepala

49

ruangan tersebut juga melibatkan perawat bawahanya dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran bersama.

4.2.2 Kinerja Perawat

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu mendorong

staf/bawahan bekerja sebaik mungkin sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.

Kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, sebagian besar memiliki kinerja

cukup (53,8%) dan baik (46,2%). Hal ini menunjukan bahwa perawat RSUD Dr.

Soetomo Surabaya memiliki motivasi dan kemampuan yang cukup baik.

Menurut Kopelman (1988), kinerja seseorang dipengaruhi oleh motivasi

dan kemampuan atau ketrampilan yang dimiliki. Hal ini didukung oleh Douglas

Mc Gregor, bahwa motivasi seseorang dibedakan dalam dua kutub ekstrim yaitu

Teori X dan Teori Y. Teori X mengasumsikan bahwa seseorang tidak menyukai

pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab dan cenderung

menolak perubahan. Teori Y memiliki asumsi bahwa, seseorang menyukai

pekerjaan, menerima tanggung jawab, mandiri, mampu mengawasi diri sendiri

dan kreatif. Dengan demikian, seseorang yang tergolong dalam Teori Y cendrung

memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang tergolong

dalam Teori X.

RSUD Dr. Soetomo merupakan rumah sakit tipe A dan sebagai rumah

sakit pendidikan. Sebagai rumah sakit tipe A tentu memiliki perangkat dan sarana

yang lebih memadai bila dibandingkan rumah sakit daerah. Dan sebagai rumah

sakit pendidikan, system pengawasan dan evaluasi dapat dilakukan secara

50

kontinue. Hal ini sangat menunjang dalam meningkatkan ketrampilan perawat. Di

samping itu tingkat pendidikan, peralatan kesehatan/sarana dan kondisi

lingkungan sangat mempengaruhi kinerja perawat (Sri Haryati, 1996).

4.2.3 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat.

Pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat

diukur dengan uji chi square dengan tingkat kemaknaan p< 0,01. Hasil uji chi

square menunjukkan nilai signifikan 0,00, hal ini berarti ada pengaruh yang

signifikan.

Ditinjau dari hasil penelitian ini, sebagian besar perawat memiliki kinerja

cukup (54%) dan baik 46% serta tidak ada yang memiliki kinerja jelek. Dilihat

dari kecendrungan gaya kepemimpinan, gaya kepemimpinan otokratik dan

demokratik memberikan kinerja cukup sedangkan gaya kepemimpinan

partisipatif memberikan kinerja yang baik dan ketiga gaya kepemimpinan tersebut

tidak terdapat kinerja yang jelek.

Menurut Whitaker (1996), dalam teori perilaku menyatakan bahwa,

seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin dan perilaku bawahan

supaya dapat menjadi pemimpin yang efektif, ini berarti bahwa pemimpin dapat

dipelajari dan bukan bawaan sejak lahir. Teori situasi (contingency)

mengasumsikan bahwa tidak satupun gaya kepemimpinan yang paling baik, tetapi

sangat tergantung pada situasi, bentuk organisasi, pekerjaan dan tingkat

kematangan bawahan. Ditunjang oleh teori transformasi, bahwa pemimpin

51

mampu melakukan kepemimpinannya dalam situasi yang sangat cepat berubah

atau krisis.

Bila dikaitkan dengan situasi rumah sakit, dimana manusia sebagai obyek

pelayanan yang menangani masalah sehat-sakit dan beresiko terhadap nyawa

manusia. Situasi tersebut sangat cepat berubah, kondisi pasien sering mengalami

perubahan yang menuntut tindakan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu sangat

dibutuhkan pemimpin yang siap menghadapi kondisi kritis sekalipun, sehingga

pemimpin rumah sakit betul-betul telah disiapkan baik fisik maupun mental.

Persiapan tersebut secara tidak langsung diproses dari pengalaman kerja yang

bertahun-tahun dan bekal pengetahuan melalui pelatihan. Dengan demikian kepala

ruangan sebagai manejer tingkat bawah dan sebagai individu memiliki sifat dasar

dan kepribadian sehingga memiliki kecendrungan karakteristik tersendiri, namun

dengan mempelajari perilaku mampu menerapkan perilaku kepemimpinan yang

efektif dan mampu memahami karakterisitik dari masing-masing individu.

Bila pemimpin menonjolkan otoritasnya dengan memberikan intruksi

tanpa memperhatikan ide dan pendapat bawahan seperti gaya kepemimpinan

otokratik, tidak akan meningkatkan motivasi bawahan. Hal ini menyebabkan

kinerja bawahan cenderung berkisar dalam kategori cukup. Demikian halnya bila

pemimpin hanya tergantung pada bawahan, dimana setiap tindakan selalu

melibatkan bawahan seperti pada gaya kepemimpinan demokratik akan

menyebabkan proses pengambilan keputusan menjadi lambat. Hal ini kurang tepat

diterapkan di rumah sakit. Berdasarkan penelitian ini, bahwa pemimpin yang baik

adalah pemimpin yang dapat memadukan antara gaya kepemimpinan otokratik

52

dengan demokratik seperti pada gaya kepemimpinan partisipatif. Bawahan

memerlukan pengawasan yang ketat dengan memberikan intruksi dalam situasi

yang darurat dan sangat perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Situasi

yang demikian nampak meningkatkan kedisiplinan dan motivasi kerja bawahan.

4.2.4 Pengaruh Karakterisitik Perawat Terhadap Kinerja

Karakteristik perawat yaitu pendidikan, umur, status perkawinan dan

jumlah anak terhadap kinerja perawat berdasarkan uji chi square, hanya factor

pendidikan yang memiliki nilai signifikan 0,00, pada tingkat kemaknaan p<0,01.

Dari tabel silang tingkat pendidikan dengan kinerja perawat menunjukan

semakin tinggi tingkat pendidikan mempunyai kinerja yang lebih baik. Menurut

James Gibson (1993), perilaku dan kinerja seseorang dipengaruhi oleh latar

belakang individu termasuk latar belakang pendidikan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan, maka semakin tinggi pula tingkat pemahaman dan kemampuan

melakukan kerja.

Pengaruh umur terhadap kinerja perawat tidak menunjukan pengaruh

yang signifikan (p=0,191). Dari tabel silang umur terhadap kinerja didapatkan

perawat antara umur 30 – 40 tahun, memiliki kinerja sangat baik. Umur tersebut

merupakan usia pertengahan dan berada pada usia produktif. Dimana pada usia

tersebut seseorang mencapai kematangan jiwa dan memiliki tanggungjawab yang

tinggi dan belum nampak adanya kejenuhan kerja.

Status perkawinan terhadap kinerja perawat tidak menunjukan pengaruh

yang signifikan. Perawat yang berstatus belum menikah mempunyai prosentase

53

kinerja sangat tinggi dibandingkan yang telah menikah. Perawat yang belum

menikah relatif memiliki motivasi kerja yang lebih tinggi disebabkan karena

belum adanya tuntutan keluarga. Sedangkan perawat yang telah menikah

umumnya memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap keluarga sehingga

motivasi kerja di tempat kerja nampak menurun.

Pengaruh jumlah anak terhadap kinerja tidak menunjukan pengaruh yang

signifikan. Perawat yang belum mempunyai anak cenderung memiliki kinerja

yang sangat baik. Hal ini terkait dengan sedikitnya tanggung jawab dan tugas-

tugas di keluarga.

54

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa

hal sebagai berikut:

1. Gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya

adalah kecendrungan gaya demokratik (44,9%). Otokratik (33,3%),

partisipatif (17%) dan tidak ada kepala ruangan rawat inap yang memiliki

gaya kepemimpinan tindak bebas. Hal ini disebabkan oleh pengalaman dan

kepribadian dari masing-masing individu. Di samping itu factor situasi rumah

sakit yatiu adanya perbedaan situasi dan kondisi dari masing-masing ruangan.

2. Kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya relatif cukup (53%) dan

baik (47%).

Kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya sangat terkait dengan

pengawasan melalui kepala ruangan, tingkat pendidikan perawat, tersedianya

sarana dan prasarana serta kondisi rumah sakit sebagai rumah sakit

pendidikan.

3. Gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya

berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat. Gaya kepemimpinan

partisipatif sangat dominan mempengaruhi kinerja perawat

55

4. Bila ditinjau dari factor karakteristik perawat, tingkat pendidikan perawat

sangat berpengaruh terhadap kinerja perawat. Semakin tinggi tingkat

pendidikan maka semakin tinggi tingkat pemahaman dan kemampuan

melakukan kerja.

5.2 Saran

1. Kepala ruangan rawat inap sebagai manejer tingkat bawah dalam mengarahkan,

mempengaruhi dan memotivasi bawahan jangan hanya menerapkan otoriter

atau demokratik, tetapi mampu memadukan kedua gaya kepemimpinan

demokratik dan otokratik sesuai dengan gaya kepemimpinan partisipatif

dengan memperhatikan situasi dan tingkat kematangan bawahan.

2. Dalam meningkatkan kinerja perawat perlu ditunjang dengan memperhatikan

riward baik material maupun non material.

3. Peningkatan tingkat pendidikan perawat dapat dijadikan prioritas pertama

dalam meningkatkan kinerja perawat.

56

DAFTAR PUSTAKA

Bennett, N.B. (1989). Prinsip Manajemen Rumah Sakit. Lembaga Pengembangan Manajemen Indonesia, Jakarta.

Cribbin J.J. (1990). Kepemimpinan Mengefektifkan Strategi Organisasi. Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta.

Darmanto R.D. (1997). Kiat Mengelola Rumah Sakit. Hipokrates, Jakarta.

Djoko Wijoyo. (1997). Manajemen Kepemimpinan Dan Organisasi Kesehatan, Airlangga University Press, Surabaya.

Gartinah at.al. (1999). Standar Praktek Keperawatan Perawat Profesional. PPNI, Jakarta.

Gillies D.A. (1996). Nursing Management: A System Approach. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Gibson J.L.At al. (1982). Organization. Alih bahasa. Djoerban Wahid. (1988). Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hanafi M.M. (1997). Manajemen. Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta.

Heidjrachman R. (1985). Teori dan Konsep Manajemen. BPFE, Yogyakarta.

Hendoko T. (1995). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPEE, Jakarta.

Herawati (1997). Leadership. Disajikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan. DCNE, Jakarta.

Maslow AH. (1993). Motivasi dan Kepribadian PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Nursalam. (1999). Pendekatan Praktis Langkah-Langkah Proses Keperawatan. -------, Surabaya.

Nursalam dan Siti Pariani. (2001). Pendekatan Praktis Metodelogi Riset Keperawatan. CV Sagung Seto, Jakarta.

Priyanti dan Meutia. (1986). Antropolgi Kesehatan. UI Press, Jakarta.

Pitono Suprapto, Eddy Pranowo S. & Joewono S. (1998). Epidemiologi Klinis. Gramik FK Unair, Surabaya.

57

Setyowati (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Keperawatan. Makalah disampaikan pada Seminar Keperawatan, Jakarta.

Soeprihanto J. (1988). Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan. BPFE, Yogjakrta.

Tim Departemen Kesehatan R.I. (1997). Standar Asuhan Keperawatan. Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan Dirjen. Yandik. Depkes. R.I., Jakarta.

Wahjosumidjo (1984). Kepemimpinan dan Motivasi. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Wijono D. (1997). Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Airlangga University Press, Surabaya.

Zainuddin. (1999). Metodelogi penelitian. ---------, Surabaya.

---------------- (2000). Kumpulan Materi Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan bagi Kepala Ruangan. DPD PPNI, Surabaya.

---------------- (------). Lokakarya Manajemen Kepala Bidang Keperawatan, Pusat Pengembangan Keperawatan Carolus, Jakarta.

---------------- (1984). Sinopsis Dasar-dasar Keperawatan. Pusdiklat Depkes R.I., Jakarta.

58

Lampiran 1

PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk ikut

berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh I Made Sukarja

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga Surabaya yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala

Ruangan terhadap Kinerja Perawat” di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Tanda tangan saya menunjukkan bahwa saya diberi informasi dan

memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Surabaya, 2001

-------------------------------

Tanda Tangan

59

Lampiran 2

KUESIONER

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN

RSUD DR. SOETOMO

Kuesioner ini merupakan formulir isian biasa dan bukan merupakan

penilaian pekerjaan Saudara, tidak ada jawaban yang benar atau salah dan tidak

perlu ragu-ragu dalam mengisi.

Mohon ditulis seperti pada titik-titik di bawah ini!

Ruangan ................................ Nomor kode ................ (diisi petugas)

Jenis kelamin ……… ..................... Dasar pendidikan ..............................

Lama anda menjabat sebagai kepala ruangan .........................................................

Berikut berilah tanda silang pada salah satu jawaban alternatif tindakan yang

Anda pilih dan paling tepat untuk menyelesaikan situasi pada kolom sebelah

kanan!

SITUASI ALTERNATIF TINDAKAN1. Akhir-akhir ini perawat anda

tidak menanggapi pembicaraan anda tentang tugas-tugas keperawatan, sedangkan perhatian anda terhadap kesejahteraan mereka tampak menurun dengan tajam.

A. Menekankan penggunaan prosedur yang seragam dan keharusan menyelesaikan tugas.

B. Anda menyediakan waktu untuk berdiskusi, tapi tidak mendorong keterlibatan anda.

C. Berbicara dengan bawahan dan menyusun program-program.

D. Secara sengaja tidak campur tangan. 2. Penampilan perawat anda

tampak meningkat. Anda merasa yakin bahwa semua anggota menyadari tanggung jawab dan standar penampilan yang diharapkan dari mereka.

A. Melibatkan diri dalam interaksi bersahabat, tetapi terus berusaha memastikan bahwa semua anggota menyadari tanggung jawab dan standar penampilan.

B. Tidak mengambil tindakan apapun.C. Melakukan apa saja yang dapat anda

kerjakan untuk membuat kelompok merasa penting dan dilibatkan.

60

D. Menekankan pentingnya batas waktu dan tugas-tugas.

3. Perawat anda tidak dapat memecahkan suatu masalah. Anda biasanya membiarkan mereka bekerja sendiri. Selama ini penampilan kelompok dan hubungan antara anggota adalah baik.

A. Bekerja dengan kelompok dan bersama-sama terlibat dalam pemecahan masalah.

B. Membiarkan kelompok mengusahakan sendiri pemecahannya.

C. Bertindak cepat dan tegas untuk mengoreksi dan mengarahkan kembali.

D. Mendorong kelompok untuk berusaha memecahkan masalah dan mendukung usaha mereka.

4. Anda sedang mempertimbangkan adanya suatu perubahan. Perawat anda menunjukkan penampilan yang baik. Mereka menyambut ,perlunya perubahan dengan baik.

A. Melibatkan kelompok perawat dalam mengembangkan perubahan itu, tapi jangan terlalu mengarahkan.

B. Mengumumkan perubahan-perubahan dan kemudian menerapkan dengan pengawasan yang cermat.

C. Membiarkan kelompok merumuskan arahnya sendiri.

D. Mengikuti rekomendasi kelompok, tapi anda mengarahkan perubahan.

4. Penampilan perawat anda turun selama beberapa bulan terakhir. Perawat anda telah mengabaikan pencapaian tujuan. Penegasan kembali peranan dan pertanggungjawaban telah sangat membantu mengatasi situasi tersebut di masa lalu. Mereka secara terus-menerus memerlukan peringatan untuk menyelesaikan tepat pada waktunya.

A. Membiarkan kelompok merumuskan arahnya sendiri.

B. Menyetujui rekomendasi kelompok, tapi lihat apakah tujuan tercapai.

C. Menegaskan kembali pranan dan tanggung jawab serta melakukan pengawasan dengan cermat.

D. Melibatkan kelompok dalam menetapkan peranan dan tanggung jawab, tapi tidak terlalu mengarahkan.

6. Anda memasuki suatu organisasi yang berjalan secara efisien. Pemimpin sebelumnya mengontrol situasi dengan tepat. Anda ingin mempertahankan situasi yang produktif, tetapi ingin

A. Melakukan apa saja yang dapat anda kerjakan untuk membuat kelompok merasa penting dan dilibatkan.

B. Menekankan pentingnya batas waktu dan tugas-tugas.

C. Secara sengaja tidak mengambil tindakan apa-apa.

61

pula membangun lingkungan yang manusiawi.

D. Mengusahakan keterlibatan kelompok dalam pengambilan keputusan, tapi lihat apakah tujuan tercapai.

7. Anda mempertimbangkan untuk berubah kepada suatu struktur yang baru bagi perawat anda. Para perawat telah menyampaikan saran-saran mengenai perubahan yang diperlukan. Penampilan perawat selama ini adalah produktif dan telah mendemonstrasikan keluasan dalam pelaksanaan tugas.

A. Menjelaskan perubahan dan mengawasi dengan cermat.

B. Mengikutsertakan kelompok dalam mengembangkan perubahan, tetapi membiarkan mereka menerapkan sendiri.

C. Menyetujui adanya perubahan seperti yang direkomendasikan, tapi mempertahankan pengawasan dalam penerapan.

D. Membiarkan kelompok sendiri bagaimana adanya.

8. Penampilan perawat dan hubungan antara perawat adalah baik, anda merasa sedikit ragu-ragu mengenai kurangnya pengarahan terhadap bawahan.

A. Membiarkan kelompok sendiri.B. Mendiskusikan situasi dengan

kelompok kemudian anda memulai perubahan-perubahan yang perlu.

C. Mengambil langkah-langkah untuk mengarahkan perawat ke arah pelaksanaan tugas-tugas dengan perencanaan yang baik.

D. Bersikap sportif dalam mendiskusikan situasi dengan kelompok, tapi tidak terlalu mengarahkan.

9. Atasan telah menegaskan anda untuk mengepalai satuan tugas yang sangat terlambat dalam membuat rekomendasi bagi perubahan yang diharapkan. Tujuan kelompok tidak jelas. Kehadiran anggota dalam persidangan tidak sebagaimana diharapkan. Pertemuan-pertemuan telah terbalik fungsi menjadi ajang bincang antar anggota.

A. Membiarkan kelompok dalam memecahkan masalah sendiri.

B. Menyetujui rekomendasi kelompok, tapi lihat apakah tujuan tercapai.

C. Menegaskan kembali tujuan-tujuan dan awasi dengan ketat.

D. Membiarkan keterlibatan kelompok dalam penyusunan tujuan, tetapi tidak mendorong.

10. Perawat anda yang biasanya mampu memikul tanggung jawab, tidak menegaskan kembali standar yang anda tetapkan baru-baru ini.

A. Membiarkan keterlibatan kelompok dalam menegaskan kembali standar, tapi tidak melakukan kontrol.

B. Menegaskan kembali standar dan awasi dengan seksama.

C. Menghindari konfrontasi dengan

62

tidak melakukan tekanan, biarkan saja situasi demikian.

D. Mengikuti rekomendasi kelompok, tapi lihat apakah tujuan tercapai.

11. Anda dipromosikan pada posisi yang baru, pimpinan sebelumnya tidak terlibat dalam persoalan kelompok. Tugas-tugas dan pengarahan kelompok telah ditangani secara memadai.

A. Mengambil langkah-langkah untuk mengarahkan bawahan ke arah pelaksanaan tugas dengan perencanaan yang baik.

B. Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan dan dorongan adanya kontribusi yang konstruktif.

C. Mendiskusikan penampilan di masa lalu dengan kelompok dan kemudian anda menguji perlunya praktek-praktek baru.

D. Membiarkan kelompok sebagaimana adanya.

CARA PENGOLAHAN DAN PENGGOLONGAN KECENDRUNGAN GAYA

KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

KODE/SOAL (1)OTOKRATIK

(2) DEMOKRATIS

(3)PARTISIPASI

(4)BEBAS

TINDAK1 A C B D2 D A C B3 C A D B4 B D A C5 C B D A6 B D A C7 A C B D8 C B D A9 C B D A10 B D A C11 A C B D

TOTAL

NILAI TERBANYAK MERUPAKAN KECENDRUNGAN GAYA

KEPEMIMPINAN YANG SERING DITERAPKAN.

63

Lampiran 3

INSTRUMEN DOKUMENTASI

PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN

Ruangan : ........................... Umur: ………………….

Initial perawat:…………… Status perkawinan:…….

Pendidikan:………………. Jumlah anak:…………..

A. Pengkajian keperawatan

Kriteria pengkajian data

1.Menggunakan format yang baku Ya Tidak

2. Format diisi lengkap sesuai dengan

item yang tersedia. Ya Tidak

3. Meliputi data biologis Ya Tidak

4. Meliputi data psikologis Ya Tidak

5. Meliputi data sosial Ya Tidak

6. Meliputi data spiritual Ya Tidak

B. Diagnosa keperawatan

Kriteria diagnosa keperawatan

1. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan

penyebab kesenjangan. Ya Tidak

2. Komponennya terdiri dari: masalah, penyebab

dan tanda/gejala (masalah aktual) atau

masalah dan penyebab (masalah potensial). Ya Tidak

3. Diagnosa ditulis lengkap sesuai dengan

Masalah keperawatan. Ya Tidak

C. Perencanaan keperawatan

64

Kriteria perencanaan keperawatan

1. Mengandung tujuan yang bisa diukur dan

Dalam batas waktu yang tegas. Ya Tidak

2. Rencana tindakan sesuai dengan tujuan

Asuhan keperawatan yang telah disusun. Ya Tidak

3. Kalimat intruksi, ringkas, tegas dengan bahasa

yang mudah dimengerti. Ya Tidak

D. Tindakan keperawatan

Kriteria intervensi keperawatan

1. Dilaksanakan sesuai rencana keperawatan. Ya Tidak

2. Semua tindakan dicatat. Ya Tidak

E. Evaluasi

Krietria evaluasi keperawatan

1. Setiap tindakan dilakukan evaluasi. Ya Tidak

2. Menggunakan indikator yang ada pada tujuan. Ya Tidak

3. Hasil evaluasi dicatat. Ya Tidak

F. Catatan keperawatan

Kriteria catatan asuhan keperawatan

1. Penulisan jelas menggunakan istilah yang baku. Ya Tidak

2. Sesuai dengan pelaksanaan proses perawatan

dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi. Ya Tidak

3. Setiap pencatatan harus mencantumkan initial/paraf

dan nama perawat. Ya Tidak

4. Menggunakan formulir yang baku. Ya Tidak

INSTRUMEN OBSERVASI

PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

65

Ruangan…………………………….. Umur:……………………………

Initial perawat:……………………… Status perkawinan:……………..

Pendidikan;…………………………. Jumlah anak:……………………

A. Memenuhi kebutuhan oksigen

Kriteria;

1. Menyiapkan tabung oksigen dan flow meter Ya Tidak

2. Menyiapkan homidifier berisi air Ya Tidak

3. Menyiapkan slang nasal/masker Ya Tidak

4. Memberikan penjelasan kepada pasien Ya Tidak

5. Mengatur posisi pasien Ya Tidak

6. Memasang slang nasal/masker Ya Tidak

7. Memperahtikan reaksi pasien Ya Tidak

B. Memenuhi kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit

Kriteria:

1. Menyiapkan peralatan dalam dresing car Ya Tidak

2. Menyiapkan cairan infus/makanan/darah Ya Tidak

3. Memberikan penjelasan pada pasien Ya Tidak

4. Mencocokan jenis cairan/darah/diet makanan Ya Tidak

5. Mengatur posisi pasien Ya Tidak

6. Melakukan pemasangan infus/darah/makanan Ya Tidak

7. Mengobservasi reaksi pasien Ya Tidak

C. Memenuhi kebutuhan eliminasi

Kriteria:

1. Menyiapak alat pemberian huknah/gliserin/dulkolac

66

dan peralatan pemasangan chateter Ya Tidak

2. Memperhatikan suhu cairan/ukuran chateter Ya Tidak

3. Menutup pintu dan memasang selimut Ya Tidak

4. Mengobservasi keadaan feses/urine Ya Tidak

5. Mengobservasi rekasi pasien Ya Tidak

D. Memenuhi kebutuhan keamanan

Kriteria:

1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Ya Tidak

2. Memakai handschooen pada tindakan pemasangan

alat keperawatan Ya Tidak

3. Memasang alat pengaman pada pasien tidak sadar

/gelisah. Ya Tidak

4. Penerangan ruangan/cahaya cukup terang Ya Tidak

E. Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik

Kriteria:

1. Memandikan psien yang tidak sadar/kondisi yang

Lemah Ya Tidak

2. Mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan/kotor Ya Tidak

3. Merapikan alat-alat pasien Ya Tidak

F. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur

Kriteria:

1. Mengatur posisi yang nyaman pada pasien Ya Tidak

2. Menjaga kebersihan lingkungan Ya Tidak

3. Mengatur jam berkunjnung Ya Tidak

G. Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani

Kriteria:

1. Melakukan latihan gerak pada pasien tidak sadar Ya Tidak

2. Melakukan mobilisasi pada pasien post operasi Ya Tidak

67

H. Memenuhi kebutuhan spiritual

Kriteria:

1. Memotivasi pasien untuk berdoa Ya Tidak

2. Membantu pasien beribadah Ya Tidak

I. Memenuhi kebutuhan emosional

Kriteria:

1. Melaksanakan orientasi pada pasien baru Ya Tidak

2. Memberikan penjelasan tentang tindakan yang

akan dilakukan. Ya Tidak

3. Memeperhatikan setiap keluhan pasien Ya Tidak

J. Memenuhi kebutuhan komunikasi

Kriteria:

1. Memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana Ya Tidak

2. Memperhatikan pesan-pesan pasien Ya Tidak

K. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis

Kriteria:

1. Mengobservasi tanda-tanda vital sesuai kebutuhan Ya Tidak

2. Melakukan test alergi pada pemberian obat baru Ya Tidak

3. Mengobservasi reaksi pasien Ya Tidak

68