repository.bsi.ac.id · 2.2. Teori Signalling Dalam teori signalling menyatakan bahwa perusahaan...
Transcript of repository.bsi.ac.id · 2.2. Teori Signalling Dalam teori signalling menyatakan bahwa perusahaan...
PENERAPAN DINI PSAK REVISI 2009 TENTANG LABA KOMPREHENSIF
(Studi pada Emiten Sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia)
Ninuk Riesmiyantiningtias
Wiwik Utami
Universitas Mercu Buana, Jakarta
Abstract
This study aimed to test whether there is an influence of variables Leverage Ratio, institutional
ownership, public accounting firm and the size of the company against the practice of early
adoption of PSAK I (Revised 2009). This study uses logistic regression analysis testing to
measure the relative leverage ratio, institutional ownership, public accounting firm and firm
size are proxies for the asset. This study uses the company's manufacturing sector in Indonesia
Stock Exchange for the year 2010 as a sample research report. Based on purposive sampling
obtained 114 manufacturing companies that meet the criteria of sample. The test results
showed no effect of the leverage ratio, institutional ownership and the Public Accounting Firm
(KAP) of the reporting practices of Comprehensive Income. While the size of the company
affects the reporting practices of Comprehensive Income.
Keywords: Comprehensive Income, the leverage ratio, institutional ownership, public
accounting firm, firm size
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada pengaruh variabel Rasio Leverage,
kepemilikan institusional, kantor akuntan publik dan ukuran perusahaan terhadap praktik
penerapan awal PSAK I (Revisi 2009). Penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik
pengujian untuk mengukur rasio leverage yang relatif, kepemilikan institusional, kantor
akuntan publik dan ukuran perusahaan adalah proxy untuk aset. Penelitian ini menggunakan
sektor manufaktur perusahaan di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2010 sebagai laporan
penelitian sampel. Berdasarkan purposive sampling diperoleh 114 perusahaan manufaktur
yang memenuhi kriteria sampel. Hasil tes menunjukkan tidak ada pengaruh rasio leverage,
kepemilikan institusional dan Kantor Akuntan Publik (KAP) dari praktik pelaporan Pendapatan
Komprehensif. Sedangkan ukuran perusahaan mempengaruhi praktik pelaporan Pendapatan
Komprehensif.
Kata kunci: Pendapatan Komprehensif, rasio leverage, kepemilikan institusional, Kantor
Akuntan Publik, ukuran perusahaan
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perusahaan yang sudah go public di Indonesia diwajibkan menyampaikan laporan
keuangan perusahaannya kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sesuai Peraturan
BAPEPAM Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003
tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala yang menyatakan bahw laporan
keuangan tahunan harus disertai dengan laporan Akuntan dengan pendapat yang lazim dan
disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah
tanggal laporan keuangan tahunan.
Berdasarkan PSAK 1 (Revisi 2009) yang telah disahkan oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) pada tanggal 23 Desember 2009 yang mengacu pada
International Accounting Standar (IAS) 1 tentang Presentation of Financial Statement, dimana
terdapat perubahan format pelaporan laba rugi yang sebelumnya disebut laporan laba rugi
(income statement) ditambahkan dengan pos laba komprehensif (other comprehensive income)
menjadi laporan laba rugi komprehensif (comprehensive income). PSAK 1 (Revisi 2009) mulai
berlaku per 1 Januari 2011 dan diwajibkan kepada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia untuk mengikuti kebijakan yang berlaku di PSAK dalam hal pelaporan
keuangan perusahaannya.
Pelaporan keuangan perusahaan sesuai PSAK 1 (Revisi 2009) tidak berbeda jauh
dengan sebelum direvisi, hanya terdapat penambahan komponen laporan laba rugi
komprehensif (Comprehensive Income) yang harus dilaporkan selain komponen pendapatan
dan biaya, diantaranya memasukkan komponen–komponen perubahan aset atau liabilitas yang
tidak mempengaruhi laba pada periode berjalan. Komponen–komponen dalam laba rugi
komprehensif sebelumnya dilaporkan secara terpisah dalam catatan atas laporan keuangan.
Sebelum diterapkannya PSAK 1 (Revisi 2009) di Indonesia, pelaporan komponen laba
rugi komprehensif masih bersifat sukarela (voluntary) atau belum menjadi komponen
pelaporan yang wajib dilaporkan. Setelah diterapkannya PSAK 1 (Revisi 2009) pelaporan
komponen comprehensive income menjadi informasi yang bersifat wajib (mandatory) apabila
dalam operasional perusahaan berhubungan dengan transaksi komponen laba rugi
komprehensif yang harus diungkap.
Sebelum berlakunya PSAK 1 (Revisi 2009), sebagian perusahaan sudah ada yang
melaporkan komponen laba rugi komprehensif dalam pelaporan keuangannya. Alasan untuk
melaporkan komponen laba rugi komprehensif lebih dini adalah untuk memberikan informasi
yang lebih berkualitas sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Laba rugi merupakan
salah satu tolak ukur kinerja perusahaan di masa lalu yang menjadikan dasar para investor dan
manajemen perusahaan untuk memprediksi kinerja masa depan.
Menurut PSAK 1 (Revisi 2009), laporan laba rugi komprehensif meliputi semua
perubahan ekuitas selama suatu periode yang dihasilkan dari transaksi dan peristiwa lainnya,
selain perubahan yang dihasilkan dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai
pemilik. Laporan laba rugi komprehensif merupakan salah satu masalah khusus dari laporan
laba rugi sebagai upaya perusahaan untuk menampilkan performance yang baik.
Menurut Brian et al. (2010) menyatakan bahwa seluruh item laba komprehensif
dilaporkan setelah pajak, hal tersebut untuk mengeliminasi kebutuhan untuk pengguna data
keuangan dalam mengungkapkannya di catatan kaki, tujuan utamanya adalah transparansi
akuntansi. Wegant et al. (2009: 362), menyatakan bahwa pihak internal dan eksternal
perusahaan memiliki kepentingan terhadap kinerja perusahaan. Target laba internal merupakan
alat penting dalam memotivasi para manajer untuk meningkatkan usaha penjualan,
pengendalian biaya, dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Perhitungan bonus
internal berdasarkan laba turut mendorong munculnya manajemen laba. Tekanan dari eksternal
perusahaan salah satunya diwakili oleh ekspektasi pasar yang direkomendasikan oleh analis
keuangan. Perusahaan juga memiliki insentif untuk melakukan manajemen laba guna
menjamin agar angka yang dilaporkan paling sedikit sama dengan laba yang diperkirakan oleh
para analis.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Bamber et al.
(2010) terhadap 500 perusahaan di Standard & Poor's (S&P) selama periode laporan keuangan
tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Kajian riset yang dilakukan oleh Bamber et al. (2010)
dihubungkan dengan kebijakan pemerintah USA yang mewajibkan perusahaan-perusahaan
yang listing bursa untuk melaporkan komponen laba rugi komprehensif dalam laporan kinerja
dan bukan dalam laporan ekuitas. Dari penelitian yang dilakukan oleh Bamber, Jiang, Petroni
dan Wang (2010) menyimpulkan bahwa banyak perusahaan yang menampilkan komponen
laba rugi komprehensif dalam laporan ekuitas agar tidak mempengaruhi harga saham
perusahaan di pasar.
Motivasi peneliti dalam melakukan penelitian mengenai pratik lebih awal PSAK 1
(Revisi 2009) yang diterapkan per 1 Januari 2011 ini adalah ingin menguji apakah faktor-faktor
internal dan eksternal dalam perusahaan mempengaruhi pelaporan comprehensive income lebih
awal oleh perusahaan sebelum diberlakukannya PSAK 1 (Revisi 2009). Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan oleh Bamber et al. (2010) memotivasi peneliti untuk melakukan replikasi
penelitian yang sejenis dengan menambahkan variabel tambahan serta pengujian terhadap
perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian-penelitian sebelumnya adalah peneliti menambahkan variabel struktur kepemilikan
institusional dan ukuran perusahaan sebagai faktor internal perusahaan yang diperkirakan
berpengaruh terhadap kebijakan perusahaan dalam melakukan praktik lebih awal PSAK 1
(Revisi 2009).
Penelitian mengenai pengaruh leverage, kepemilikan institusional, reputasi KAP yang
melakukan audit di perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap pelaporan laba rugi
komprehensif penting dilakukan karena dua alasan. Pertama, laporan laba rugi merupakan
gambaran kinerja perusahaan dalam satu periode yang memberikan informasi terhadap
pengambilan keputusan investasi oleh investor dan analis keuangan sehingga dalam pelaporan
komponen laba rugi komprehensif akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kedua,
pelaporan komponen laba rugi komprehensif diduga berpotensi terjadinya earningss
management sehingga diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan referensi kepada
para pembuat kebijakan dalam menyusun aturan yang mendorong transparansi dalam
pengungkapan laporan keuangan.
1.2. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh leverage ratio terhadap penerapan dini pelaporan laba
konprehensif.
2. Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap penerapan dini pelaporan laba
konprehensif.
3. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional terhadap penerapan dini
pelaporan laba konprehensif.
4. Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap penerapan dini pelaporan laba
konprehensif.
5. Untuk mengetahui pengaruh reputasi Akuntan Publik yang ditunjuk untuk mengaudit
laporan keuangan perusahaan terhadap penerapan dini pelaporan laba konprehensif.
1.3 Kontribusi Penelitian
Kontribusi dari penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1. Bagi regulator yang mengeluarkan kebijakan pasar modal, dalam hal ini pemerintah
untuk mendorong adanya transparansi dalam pelaporan laba rugi perusahaan-
perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia agar para pemakai informasi tidak
mengalami bias dalam pengambilan keputusan.
2. Bagi para investor atau manajer investasi dapat mengantisipasi adanya praktik
manajemen laba dan dapat mengestimasi nilai perusahaan dengan mengeluarkan
komponen laba rugi komprehensif dalam memperhitungkan return saham.
3. Bagi akademisi, peneliti ingin memberikan kontribusi dalam literatur akuntansi
keuangan dan dapat memberikan fenomena baru dalam penulisan-penulisan
selanjutnya.
2. TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Menurut Teori Keagenan, perusahaan berusaha untuk menunjukkan kinerja perusahaan
yang bagus agar sesuai dengan ekspektasi pasar yaitu untuk kemakmuran para investor.
Dengan menampilkan laporan keuangan sesuai dengan harapan pasar maka perusahaan akan
melakukan cara-cara agar laporan laba rugi dapat menampilkan nilai perusahaan yang
meningkat atau bagus.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Istianingsih (2011) mendefinisikan bahwa
perusahaan merupakan kumpulan kontrak antara pemilik (principal) dan manajer (agent) yang
melakukan jasa untuk kepentingan prinsipal, termasuk mendelegasikan kekuasaan untuk
mengambil keputusan kepada manajer. Artinya bahwa manajer sebagai agent memiliki
kepentingan untuk mencapai harapan principal maupun pihak luar. Dalam proses pembentukan
kontrak terjadi, muncul bermacam biaya yang disebut biaya kontrak. Untuk meminimalkan
biaya kontrak yang ditanggungnya manajemen harus berupaya untuk mempertahankan kinerja
perusahaan.
Menurut Ikhsan & Suprasto (2008:80) bahwa Teori Agensi memberikan kontribusi
dalam pemikiran organisasional sebagai berikut:
a. Perlakuan terhadap informasi, informasi sebagai komoditi memiliki biaya yang harus
dibeli sehingga memunculkan adanya sistem informasi formal yang ditujukan sebagai
controlling terhadap perilaku dewan direksi. Jika dewan memiliki informasi yang
memadai maka kompensasi akan didasarkan pada kinerja, sehingga agen akan
berperilaku sesuai dengan keinginan principal.
b. Perhatian terhadap implikasi resiko, mengingat adanya ketidakpastian terhadap masa
depan maka principal cenderung netral terhadap resiko.
2.2. Teori Signalling
Dalam teori signalling menyatakan bahwa perusahaan akan berusaha untuk
memberikan signal (sinyal) mengenai informasi yang dimiliki kepada para investor. Manajer
berusaha memberikan sinyal berupa informasi yang dapat dipercaya dan tidak mudah ditiru.
Pelaporan laba rugi komprehensif dalam laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu
sinyal tidak langsung yang berusaha ditampilkan oleh para manajer perusahaan.
Menurut Hughes (1986) dalam Istianingsih (2011) menunjukkan bagaimana
pengungkapan dapat menjadi sinyal yang dapat diandalkan, sehingga nilai pasar saham
perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan. Pengungkapan dapat berbentuk informasi
finansial yang merupakan pegungkapan wajib dalam bentuk laporan keuangan dan informasi
non finansial yang biasanya diungkapkan secara sukarela, misalnya: penampilan grafik,
informasi mengenai penghargaan-penghargaan yang telah diterima oleh perusahaan dan lain
sebagainya.
Survei yang dilakukan oleh Graham (2005) dalam Bamber, Jiang, Petroni & Wang
(2010) menyatakan bahwa persepsi pasar terhadap kinerja perusahaan akan menurunkan harga
saham perusahaan dan penurunan penilaian kinerja manajer perusahaan. Hipotesis yang
muncul adalah ada pengaruh pemilihan lokasi komponen laba rugi komprehensif oleh manajer
perusahaan terhadap harga saham perusahaan (nilai perusahaan).
Dalam investasi di pasar modal, semua informasi yang muncul dari luar dan dalam
perusahaan akan mempengaruhi reaksi pasar. Dalam hal ini investor akan memproses
informasi atau isu yang muncul untuk mengambil keputusan pasar yang menguntungkan
investor di masa depan. Yang perlu dihindari adalah asimetri informasi yang diterima oleh
investor atau adanya informasi tidak seimbang yang diterima oleh investor dan hal tersebut
sangat diharapkan efeknya oleh perusahaan.
Informasi dalam pasar modal yang diserap oleh investor dibagi menjadi informasi
fundamental dan informasi teknikal. Informasi fundamental adalah informasi yang
berhubungan dengan isu atau informasi di dalam perusahaan dan informasi teknikal merupakan
informasi yang dipengaruhi oleh isu -isu didalam pasar modal secara tehnis. Dengan informasi
fundamental yang ada, investor akan menilai kinerja perusahaan dari laporan laba rugi
keuangan yang dibuat dan indikasi nilai laba bersih akan digunakan untuk memperkirakan
return saham dan dividen yang akan diterima di masa yang akan datang.
2.3. Teori Akuntansi Positif
Laba rugi komprehensif dihubungkan pula dengan teori akuntansi positif yang menjadi
motivasi para manajer untuk melakukan creating accounting atau suatu prediksi atas suatu aksi
terhadap pilihan–pilihan akuntansi yang terjadi, sikap manajer dan bagaimana manajer akan
merespon proposed standart akuntansi yang baru. Menurut Watts & Zimmerman (1986) dalam
Scott (2006) dalam teori akuntansi positif dikenal tiga pendekatan hipotesis sebagai berikut:
a. Bonus Plan Hypothesis, mengambarkan perilaku manajer dalam memilih suatu
kebijakan akuntansi dengan tujuan oportunistik yaitu untuk tujuan peningkatan bonus
manajer dilihat dari kinerja atas laporan keuangan yang dihasilkan.
b. Debt Covenant Hypothesis, menggambarkan perilaku manajer dalam memilih suatu
kebijakan akuntansi untuk meminimalkan pelanggaran atas jaminan hutang atau
meminimalkan biaya kontrak.
c. Political Cost Hypothesis, menggambarkan perilaku manajer dalam memilih suatu
kebijakan akuntansi dengan tujuan untuk kepentingan pihak lain, contoh: untuk
penghindaran pajak.
2.4. Laba komprehensif
Dalam Epstein & Jermakowicz (2009:111) definisi dari Laba konprehensif adalah
sebagai berikut :
The change in equity (net assets) of an entity during a period from transactions and
other events and circumstances from nonowner sources. It includes all changes in net
assets during a period, except those resulting from investments by owners and
distributions to owners. It comprises all components of “profit or loss” and “other laba
konprehensif” presented in the statement of laba konprehensif.
Terminologi total laba rugi komprehensif menurut PSAK 1 (Revisi 2009) adalah
perubahan ekuitas selama satu periode yang dihasilkan dari transaksi dan peristiwa lainnya,
selain perubahan yang dihasilkan dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai
pemilik. Perusahaan diwajibkan menyajikan seluruh pos penghasilan dan beban yang diakui
dalam satu periode.
Pada PSAK 1 (Revisi 2009) paragraph 79 juga dijelaskan mengenai cakupan dari laporan
laba rugi komprehensif minimal menyajikan jumlah pos-pos berikut untuk periode:
a. Pendapatan
b. Biaya keuangan
c. Bagian laba rugi dari entitas asosiasi dan ventura bersama yang dicatat menggunakan
metode ekuitas
d. Beban pajak
e. Suatu jumlah tunggal yang mencakup total dari:
(i) Laba rugi setelah pajak dari operasi yang dihentikan; dan
(ii) Keuntungan dan kerugian setelah pajak yang diakui dengan pengukuran nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual atau dari pelepasan aset atau kelompok yang
dilepaskan dalam rangka operasi yang dihentikan
f. Laba rugi
g. Setiap komponen dari pendapatan komprehensif lain yang diklasifikasikan sesuai
dengan sifat (selain jumlah dalam huruf (h))
h. Bagian pendapatan komprehensif lain dari entitas asosiasi dan ventura bersama yang
dicatat dengan menggunakan metode ekuitas; dan
i. Total laba rugi komprehensif
Menurut Stice, James & Skousen (2009: 231), laba rugi komprehensif adalah angka
yang digunakan untuk menunjukkan semua nilai perubahan kekayaan perusahaan selama satu
periode yang mencakup semua komponen yang umumnya muncul dari perubahan kondisi pasar
yang tidak berhubungan dengan operasi normal perusahaan. Komponen laba rugi
komprehensif tidak termasuk dalam laba bersih karena dianggap memberikan sedikit informasi
tentang kinerja ekonomi dari operasi normal perusahaan. Laba rugi komprehensif mencakup
semua pos yang umumnya muncul dari perubahan kondisi pasar yang tidak berhubungan
dengan operasi normal perusahaan.
Menurut Pandit & Philips (2004) dalam Fitzpatrick, Raju & Tocco (2010), SFAS 130
menentukan format pelaporan komponen laba rugi komprehensif lainnya disajikan dengan
salah satu cara dari 3 cara yang telah ditentukan yaitu:
1. Laporan laba rugi kedua yang terpisah, mengindikasikan bahwa keuntungan dan
kerugian yang didefinisikan sebagai laba rugi komprehensif lainnya memiliki status
yang sama dengan keuntungan dan kerugian tradisional.
2. Laporan laba rugi gabungan, dimana laba bersih tradisional menjadi angka subtotal
sedangkan total akhirnya adalah total laba komprehensif.
3. Laporan ekuitas pemegang saham, dimana melaporkan pos–pos laba komprehensif ke
dalam laporan ekuitas pemegang saham (statement of stakeholder equity)
Sedangkan menurut PSAK 1 (Revisi 2009) paragraf 78 ada dua cara dalam menyajikan
laporan laba rugi komprehensif sebagai berikut:
1. Dalam bentuk satu laporan laba rugi kompehensif atau
2. Dalam bentuk dua laporan:
(i) Laporan yang menunjukkan komponen laba rugi ( laporan laba rugi terpisah); dan
(ii) Laporan yang dimulai dengan laba rugi dan menunjukkan komponen pendapatan
komprehensif lain (laporan laba rugi komprehensif)
Laba rugi komprehensif biasa disebut dengan laba ekonomi karena menggambarkan
laba atau rugi ekonomi perusahaan secara keseluruhan. Selain itu, laba rugi komprehensif biasa
juga digunakan sebagai manajemen laba perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Berdasarkan PSAK 1 (Revisi 2009) komponen pendapatan komprehensif lain
mencakup :
1. Perubahan dalam surplus revaluasi diatur dalam PSAK 16 (revisi 2007) mengenai aset
tetap dan PSAK 19 (revisi 2009) mengenai aset tidak berwujud.
2. Keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai
dengan PSAK 24 mengenai imbalan kerja.
3. Keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas
asing diatur dalam PSAK 10 (revisi 2009) mengenai pengaruh perubahan nilai tukar
valuta asing.
4. Keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan
sebagai AFS (avalaible for sale) diatur dalam PSAK 55 (revisi 2006) mengenai
instrumen keuangan: pengakuan dan pengukuran.
5. Keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas
diatur dalam PSAK 55 (revisi 2006).
Menurut Wild, Subramanyam dan Hansley (2004:318, Fitzpatrick, Raju & Tocco,
2010), untuk menghasilkan laba konprehensif maka net income yang berasal dari perusahaan
ditambah atau dikurangi dengan:
1) keuntungan/ kerugian yang belum terealisasi atau marketable securities
2) keuntungan/ kerugian atas penjabaran mata uang asing
3) penambahan atau pengurangan atas kewajiban pensiun karyawan
4) keuntungan atau kerugian atas transaksi derivative seperti hedging
5) dampak translasi laporan keuangan
6) selisih revaluasi asset tetap
7) perubahan nilai investasi available for sale
Berdasarkan pengembangan hipotesis yang dilakukan oleh Bamber, Jiang, Petroni dan
Wang (2010) menyatakan bahwa manajer perusahaan percaya bahwa dengan ditampilkannya
pelaporan kinerja akan membuat pengguna laporan keuangan cenderung melihat kinerja
perusahaan tidak stabil. Sifat dari laba komprehensif adalah lebih stabil dibandingkan laba
bersih. Dalam teori pengguna laporan keuangan, penghasilan suatu entitas hanya sampai
pendapatan bersih setelah pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Hirshleifer & Teoh (2003) dalam Bamber, Jiang, Petroni &
Wang (2010) menyimpulkan bahwa laporan yang volatile, sementara dan tidak lengkap akan
meningkatkan penilaian pengguna laporan mengenai kinerja perusahaan. Pengguna lebih
mudah mengasimilasi informasi yang relevan dan menonjol dibandingkan informasi yang tidak
menonjol. Argumentasi tersebut menyimpulkan bahwa jika laporan laba rugi komprehensif
lebih menonjol maka :
1) pengguna akan menempatkan bobot yang lebih tinggi pada laba rugi komprehensif
sebagai ukuran kinerja
2) pengguna akan gagal untuk mempertimbangkan offsetting atas kerugian dan
keuntungan yang belum terealisasi atas aktiva dan kewajiban lainnya yang tidak diakui
dalam arus akuntansi
Lee (2006) dalam Bamber, Jiang, Petroni & Wang (2010) pernah melakukan riset
terhadap pengaruh pemilihan format laba rugi komprehensif terhadap peningkatan nilai
perusahaan. Riset yang menginvestigasi industri asuransi properti menghasilkan adanya
pengaruh laporan laba rugi komprehensif yang dilaporkan dalam ekuitasnya meningkatkan
nilai Available for Sale (AFS).
Pada beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya merumuskan bahwa
pengungkapan laba komprehensif bersifat volatile, tidak tetap dan incomplete. Kondisi tersebut
mengakibatkan turunnya stock price dan rendahnya evaluasi terhadap kinerja perusahaan
(sesuai penelitian yang telah dilakukan oleh Maines & McDainel (2000) dan Hunion, Libby &
Mazza (2006)).
2.5. Leverage Ratio
Menurut Graham et.al (2005) dalam Bamber et.al (2010) menyatakan bahwa manajer
yang memiliki nilai leverage yang tinggi cenderung melakukan smooting earnings untuk
meminimalkan resiko perusahaan. Leverage ratio dihitung dengan membagi hutang jangka
panjang terhadap total aset pada laporan tahunan perusahaan. Formula yang digunakan untuk
mengukur nilai perusahaan sebagai berikut:
Leverage ratio: Hutang jangka panjang
Total Asset
Menurut Subramanyam & Wild (2008:265), leverage keuangan merupakan
penggunaan utang untuk meningkatkan laba. Bagi investor saham biasa, utang merupakan
cerminan kerugian investasi yang diimbangi oleh potensi keuntungan dari leverage keuangan.
Leverage memperbesar keberhasilan (laba) dan kegagalan (rugi) manajerial. Investor lebih
menyukai peningkatan modal sebagai pelindung atas kerugian pada saat yang sulit.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bamber, Jiang, Petroni & Wang (2010) ketika
menguji 20 perusahaan menggunakan univariate tests terhadap perubahan pemilihan format
laporan laba rugi komprehensif menyatakan bahwa perusahaan dengan nilai leverage yang
tinggi lebih menyukai pelaporan laba rugi komprehensif dalam laporan modal (Statement of
Equity).
Adapun dari sudut pandang pemegang saham, utang merupakan sumber pendanaan
eksternal yang lebih disukai karena alasan berikut:
1) bunga atas sebagian besar utang jumlahnya tetap dan apabila bunganya lebih kecil
daripada pengembalian atas aset operasi bersih maka selisih pengembalian tersebut
akan menjadi keuntungan bagi investor ekuitas
2) bunga merupakan beban yang dapat mengurangi pajak sedangkan dividen tidak
2.6. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusi dibagi menjadi kepemilikan publik (jika perusahaan go public)
dan kepemilikan oleh perusahaan (modal sendiri). Kepemilikan institusional merupakan
proporsi kepemilikan saham yang dimiliki institusional pada akhir tahun yang diukur dalam
persentase saham yang dimiliki oleh investor institusional dalam suatu perusahaan.
Menurut teori keagenan menyatakan bahwa adanya pemisahan fungsi kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan memungkinkan adanya konflik antara pemilik dan pengelola. Menurut
Jensen & Meckling (1976) dalam Istianingsih (2011), salah satu mekanisme untuk menurunkan
adanya konflik kepentingan adalah dengan menggunakan monitoring. Menurut Tarjo (2008)
dalam Wien Ika Permanasari (2010), kepemilikan institusional merupakan proporsi
kepemilikan saham pada akhir tahun yang dimiliki oleh lembaga. Kepemilikan institusional
memiliki arti penting dalam memonitor manajemen serta akan mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal. Dengan adanya konsentrasi kepemilikan dalam bentuk
institusional maka akan memberikan pengawasan kepada manajemen secara lebih efektif
sehingga meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sri Sofyaningsih & Pancawati Hardiningsih
(2011) menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai
perusahaan. Tinggi rendahnya kepemilikan saham tidak efektif dalam memonitor perilaku
manajer dalam perusahaan, karena adanya asimetri informasi antara investor dan manajer.
Investor belum tentu sepenuhnya memiliki informasi yang dimiliki oleh manajer sebagai
pengelola perusahaan sehingga manajer sulit dikendalikan oleh invetor institusional. Struktur
kepemilikan menggambarkan komposisi kepemilikan saham dari suatu perusahaan serta
menjelaskan komitmen pemilik untuk mengelola dan menyelamatkan perusahaan (Wardhani,
2006 dalam Ririn, 2011).
2.7. Reputasi Kantor Akuntan Publik (Auditor Eksternal)
Bagi perusahaan yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) diwxajibkan untuk
diaudit laporan keuangan tahunannya oleh Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh
manajemen perusahaan dan diwajibkan untuk melaporkan laporan keuangan hasil audit serta
dipublikasikan ke publik melalui media cetak. Kantor Akuntan Publik yang besar biasanya
diidentikkan dengan reputasi KAP yang bagus dan berskala Internasional. Bagi pemakai
laporan keuangan mempersepsikan KAP yang memiliki reputasi yang baik adalah KAP yang
berafiliasi dengan kantor akuntan internasional dan termasuk dalam Big 4. Reputasi KAP
dapat dikaitkan dengan kualitas seperti pelatihan, jasa audit yang komprehensif dan pengakuan
internasional.
Menurut hasil penelitian Bamber et al. (2010), sangat sedikit perusahaan-perusahaan
yang diaudit oleh auditor E&Y melaporkan komponen laba rugi komprehensif dalam
performance reporting. Terkait dengan kualitas KAP, Meutia (2004) dan Johl (2007) dalam
Madinatush (2012) berhasil membuktikan bahwa auditor Big 5 akan cenderung peka dalam
mendeteksi adanya abnormal accrual dibandingkan auditor non Big 5.
2.8. Rerangka Pemikiran
Atas dasar asumsi agency theory , manajemen berusaha untuk menunjukkan kinerja
perusahaan yang terbaik agar kepentingannya tercapai sekaligus mewujudkan tujuan pemilik
perusahaan (investor). Laba merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informasi harus disajikan
sesuai dengan karakteristik informasi laporan keuangan yaitu dapat dipahami, relevan, andal
dan dapat diperbandingkan.
Manajemen perusahaan juga berusaha memberikan sinyal mengenai informasi yang
dimiliki kepada investor melalui laporan keuangan (Teori Signalling). Dengan melakukan
penyajian laporan laba rugi komprehensif lebih awal (sebelum diberlakukannya PSAK 1 revisi
2009 per 1 Januari 2011) yang merupakan salah satu sinyal tidak langsung maka diharapkan
dapat membangun kepercayaan investor.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jourdan dan Clark (1998), Mohsen Datsgir
dan Ali (2008) mengungkapkan bahwa laba komprehensif lebih unggul daripada net income
dalam penilaian kinerja. Penelitian yang dilakukan Graham at.al (2005), Yen, Hirst & Hopkins
(2007), Bamber et.al (2010) menyimpulkan bahwa ada pengaruh pengungkapan komponen
laba rugi komprehensif terhadap performance perusahaan.
Menurut hasil penelitian Jensen & Meckling (1976), Jogiyanto (1998), Tarjo (2008)
dan Soebiantoro (2007) bahwa ada pengaruh nilai perusahaan terhadap kepemilikan
institusional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Graham et al. (2005) dan Bamber, Jiang
&Petroni (2010) membuktikan ada hubungan antara leverage terhadap pemilihan format
pelaporan laba konprehensif. Ada pengaruh Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh
perusahaan untuk mengaudit laporan keuangannya terhadap pemilihan format penyajian
laporan laba konprehensif sesuai dengan hasil penelitian oleh Bamber et.al (2010).
Berdasarkan kajian pustaka baik teoritis maupun empirik, peneliti menggambarkan
kerangka pemikiran hubungan leverage, kepemilikan institusional, auditor eksternal, ukuran
perusahaan, pelaporan komponen laba rugi komprehensif dengan diagram sebagai berikut:
Gambar 1
Rerangka Pemikiran Penelitian
2.9 Hipotesis
Pengaruh Leverage Ratio terhadap penerapan dini pelaporan laba rugi komprehensif
Rasio leverage berguna untuk mengukur seberapa besar aset perusahaan yang didanai
oleh hutang jangka panjang. Leverage lebih relevan sebagai penaksir resiko yang melekat
dalam perusahaan. Semakin besar leverage ratio maka semakin besar pula resiko investasi dan
sebaliknya semakin kecil leverage ratio maka semakin kecil pula resiko investasi. Sehubungan
dengan keputusan manajemen untuk memilih eksternal financing pada prinsipnya apabila
perusahaan masih bisa melakukan usaha sumber pendanaan internal maka sumber pendanaan
eksternal tidak akan diusahakan.
Menurut Scott (2006) dalam Debt Covenant Hypothesis menyatakan bahwa perilaku
manajer dalam memilih suatu kebijakan akuntansi untuk meminimalkan pelanggaran atas
jaminan hutang atau meminimalkan biaya kontrak. Maka dengan menampilkan kinerja yang
Kepemilikan
Institusional (X2)
Reputasi KAP
(X3)
Ukuran
Perusahaan (X4)
Pelaporan Laba Rugi
Komprehensif (Y)
Leverage Ratio
(X1)
baik maka perusahaan akan meningkatkan kepercayaan kreditur untuk memberikan tambahan
pinjaman.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Graham et al (2005) dalam Bamber, Jiang,
Petroni & Wang (2010) menemukan bahwa manajemen pada perusahaan yang memiliki
leverage yang lebih besar akan lebih fokus melakukan pemerataan laba untuk meminimalkan
resiko perusahaan.
Dari uraian teori dan penelitian–penelitian sebelumnya maka manajemen berusaha
menyajikan laporan keuangan perusahaan yang maksimal salah satunya dengan memberikan
sinyal tidak langsung dengan melakukan praktik lebih awal PSAK 1 (Revisi 2009) sehingga
diharapkan mendapatkan kepercayaan dari investor. Nilai leverage dapat mempengaruhi
keputusan manajemen untuk menjalankan lebih awal penyajian laba rugi komprehensif.
Berdasarkan uraian tersebut di atas hipotesis yang diajukan adalah:
H1 : Leverage ratio berpengaruh terhadap penerapan dini pelaporan laba komprehensif
Pengaruh kepemilikan institusional terhadap penerapan dini pelaporan laba
komprehensif
Kepemilikan institusional terbagi menjadi kepemilikan publik dan kepemilikan
perusahaan (modal sendiri). Dalam teori keagenan dinyatakan bahwa perusahaan merupakan
kumpulan kontrak antara pemilik (principal) dan manager (agent) yang melakukan jasa untuk
kepentingan principal. Perbedaan kepentingan antara principal sebegai pemilik modal dan
agent sebagai manajer yang berusaha untuk mencapai harapan principal maupun pihak luar
sebagai pemakai laporan keuangan menuntut agent melakukan pilihan–pilihan metode
akuntansi untuk memaksimalkan kinerja perusahaan.
Perusahaan yang memiliki struktur modal yang didominasi oleh publik harapannya
akan cenderung transparan dalam melaporkan laporan keuangannya karena sebagai bentuk
monitoring atas pertanggung jawaban manajemen kepada pemilik modal. Pemilik modal yang
didominasi publik lebih concern dalam melakukan monitoring segala kebijakan atau
penyesuaian yang terjadi dalam laporan keuangan. Sedangkan perusahaan yang struktur
modalnya didominasi oleh kepemilikan perusahaan cenderung melakukan penyesuaian–
penyesuaian dalam laporan keuangannya sesuai keinginan pemilik modal mayoritas.
Menurut penelitian Tarjo (2008) dalam Permanasari (2010) ada pengaruh antara
kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan. Sedangkan hasil penelitian Sofyaningsih
& Hardiningsih (2011) menyimpulkan tidak ada pengaruh kepemilikan institusional terhadap
nilai perusahaan.
Sesuai dengan teori dan hasil penelitian sebelumnya, peneliti mencoba
mengembangkan hipotesis sebagai berikut :
H2 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap penerapan dini pelaporan laba rugi
komprehensif
Pengaruh reputasi KAP terhadap penerapan dini pelaporan laba komprehensif
Sebagai bentuk pertanggung jawaban atas pelaporan keuangan yang dibuat
oleh manajemen kepada pemakai laporan keuangan maka diwajibkan pada perusahaan yang
sudah go public untuk dilakukan audit atas laporan keuangan yang dibuatnya oleh pihak
independen diluar perusahaan. Sesuai dengan teori agensi dimana principal selalu melakukan
monitoring terhadap kebijakan atau laporan yang dikeluarkan oleh agent. Sebagai bentuk
monitoring salah satunya dengan melakukan audit terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh
agent. Audit dilakukan oleh pihak yang independen dan ditunjuk langsung oleh manajemen.
Menurut Becker et al. (1998) dan Reynolds & Francis (2000) dalam Giri (2010)
menyatakan bahwa auditor yang berkualitas tinggi (KAP) dapat mendeteksi praktik
manajemen laba karena mereka memiliki pengetahuan yang cukup dan dapat mencegah
tindakan manajemen laba yang oportunis oleh klien. Reputasi KAP diukur dari kemampuan
independensi dalam melaksanakan audit dan tidak ada ketergantungan secara ekonomi klien.
Sehingga hasil audit mencerminkan profesionalisme auditor dan kualitas audit yangdapat
dipertanggung jawabkan
Menurut Bamber et.al. (2010) KAP yang berreputasi mempunyai kecenderungan untuk
melakukan pelaporan laba konprehensif kedalam laporan laba rugi (performance reporting).
Sesuai dengan teori dan fenomena mengenai pelaporan laba rugi komprehensif, maka peneliti
merumuskan hubungan kausal sebagai berikut:
H3 : Reputasi Kantor Akuntan Publik berpengaruh terhadap penerapan dini pelaporan
laba komprehensif
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap penerapan dini pelaporan laba komprehensif
Ukuran perusahaan biasanya diproksikan dengan total aset, total penjualan,
total net aset, jumlah area ekspansi perusahaan atau jumlah total karyawan. Perusahaan yang
besar biasanya mendapatkan sorotan dan tekanan dari publik, sehingga perusahaan besar
cenderung untuk melakukan kebijakan–kebijakan yang dibuat oleh otoritas pemerintah
sehubungan dengan kepemilikannya yang sudah go public.
Dalam penelitian yang dilakukan Bamber, Jiang, Petroni & Wang (2010) mengambil
variabel ukuran perusahaan dengan melakukan log atas harga pasar saham biasa perusahaan
yang masih outstanding pada periode akhir dilaporkannya laba rugi komprehensif.
Ukuran perusahaan yang digunakan sebagai variabel independen karena
ada kencederungan perusahaan yang memiliki ukuran yang besar berusaha untuk melakukan
kepatuhan atau adopsi aturan yang diberlakukan oleh pemerintah lebih awal karena publik akan
berusaha melakukan monitoring terhadap performance perusahaan. Berdasarkan hal tersebut
maka peneliti merumuskan pengembangan hipotesis sebagai berikut:
H4 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerapan dini pelaporan laba
komprehensif
3. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan menggunakan design penelitian kausal yang bertujuan untuk
menguji hipotesis tentang pengaruh satu atau beberapa variabel independen terhadap variabel
dependen. Pada penelitian ini ingin menguji pengaruh variabel leverage ratio, kepemilikan
institusional, reputasi auditor eksternal, ukuran perusahaan terhadap penerapan dini pelaporan
komponen laba rugi komprehensif PSAK 1 (Revisi 2009).
3.1. Definisi dan Operasionalisasi Variabel
Adapun variabel–variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.1 Leverage Ratio (X1)
Leverage ratio merupakan perhitungan dari long-term debt terhadap total asset.
Pengukuran leverage ratio menggunakan skala ratio.
1.2 Kepemilikan institusional (X2)
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan oleh institusi yang besarnnya lebih dari
5%. Pengukuran menggunakan variabel dummy, dimana akan bernilai 1 apabila
kepemilikan moyoritas oleh kepemilikan perusahaan dan bernilai 0 apabila sebaliknya.
1.3 Reputasi KAP (X3)
KAP bereputasi adalah KAP yang bekerja sama dengan asing, dalam hal ini adalah
KAP the Big Four. Pengukuran menggunakan variabel dummy, dimana akan bernilai 1
apabila termasuk perusahaan yang diaudit oleh salah satu KAP the Big Four dan
bernilai 0 apabila sebaliknya.
1.4 Ukuran perusahaan (X4)
Variabel ukuran perusahaan diproksikan berdasarkan total asset perusahaan.
Pengukuran ukuran perusahaan menggunakan skala ratio.
1.5 Penerapan dini pelaporan laba rugi komprehensif
Penerapan dini PSAK 1 (Revisi 2009) mengenai komponen laba rugi komprehensif
diukur menggunakan variabel dummy, dimana akan bernilai 1 apabila ada pelaporan
komponen laba rugi komprehensif pada tahun 2010 dan bernilai 0 apabila sebaliknya.
Adapun yang termasuk dalam komponen laba rugi komprehensif adalah sebagai berikut
:
1.) keuntungan/ kerugian yang belum terealisasi atau marketable securities
2.) keuntungan/ kerugian atas penjabaran mata uang asing
3.) penambahan atau pengurangan atas kewajiban pensiun karyawan
4.) keuntungan atau kerugian atas transaksi derivative seperti hedging
5.) dampak translasi laporan keuangan
6.) selisih revaluasi asset tetap
7.) perubahan nilai investasi available for sale
Tabel 1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Definisi Skala Pengukuran
Variabel Eksogen
Leverage ratio
(X1)
Kepemilikan
institusional (X2)
Reputasi KAP
Auditor Eksternal
(X3)
Ukuran perusahaan
(X4)
Leverage ratio
merupakan rasio
perbandingan long-term
debt terhadap total aset.
Kepemilikan saham
institusional lebih besar
dari 5%
Auditor eksternal dalam
penelitian ini yang
termasuk dalam the Big
Four
Total aset
Rasio
Rasio
Nominal
Rasio
Rasio
Leverage Ratio = long-
term ratio : total asset
Kepemilikan
institusional lebih besar
dr 5% bernilai 1 dan
kurang dari 5% bernilai
nol
Bernilai 1 = diaudit oleh
KAP The Big Four dan
bernilai 0 = tidak diaudit
oleh KAP The Big Four
Jumlah total aset
Variabel
Dependen
Penerapan dini
Pelaporan
komponen laba
rugi komprehensif
(Y)
Komponen laba rugi
komprehensif
dilaporkan dalam
format performance
report atau dalam
format laporan ekuitas
saham
Nominal
Bernilai 1 = jika
melaporkan komponen
laba rugi komprehensif ;
0 = jika tidak ada
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah perusahaan manufaktur yang go publik di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2010. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metoda
purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:
1. Data laporan keuangan (kecuali laporan perubahan modal) perusahaan tersedia
untuk tahun pelaporan keuangan 2010. Laporan keuangan harus tersedia untuk
menghitung Pelaporan komponen laba rugi komprehensif menurut PSAK 1 (Revisi
2009).
2. Perusahaan sampel tersebut mempublikasikan laporan keuangan auditan dengan
tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember.
3. Menampilkan data dan informasi yang digunakan untuk menganalisis pelaporan
lebih awal PSAK 1 Revisi 2009.
Sampel penelitian yang diambil adalah perusahaan industri manufaktur yang
melaporkan komponen laba rugi komprehensif pada periode 2010, hal ini didasarkan pada
pertimbangan untuk menguji hipotesis penerapan dini konvergensi IFRS dalam PSAK 1
(Revisi 2009), sehingga pengungkapan komponen laba rugi komprehensif masih bersifat
subsidiary (belum diwajibkan)
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data
arsip yaitu metode pengumpulan data dengan basis data berupa laporan keuangan tahunan dari
emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesi tahun 2010. Data didapatkan dari website Bursa
Efek Indonesia (BEI) yaitu www.idx.co.id.
4. Metode Analisis
Berdasarkan model hubungan antar varibel dan pengukuran variable dependen dengan
skala nominal maka untuk uiji hipotesis digunakan model analisa logistic, dengan persamaan
regresi sebagai berikut:
Ln (p/1-p) = a + bLEV + cOWN + dKAP + eASSET + e
Dimana :
LEV : Leverage Ratio
OWN : Kepemilikan institusional
KAP : Reputasi auditor eksternal
ASSET : Ukuran perusahaan
Ln p/1-p : Pelaporan komponen laba rugi komprehensif
e : Error
4. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Deskriptif
Perusahaan manufaktur yang memiliki laporan keuangan tahun 2010 sebanyak 128.
Jumlah yang tidak mencantumkan laporan auditor eksternal untuk laporan keuangan 2010
sebanyak 8 perusahaan. Sebanyak 3 perusahaan tidak mencantumkan rincian kepemilikan
modal saham dalam laporan keuangan tahun 2010 dan 3 perusahaan dikeluarkan dalam
pengolahan data karena outlier, sehingga 114 perusahaan yang dijadikan sampel untuk
dianalisa lebih lanjut.
Tabel 2 menyajikan hasil pengambilan sampel berdasarkan metode purposive sampling.
Tabel 2
Pengambilan Sampel
Kriteria Pengambilan Sampel: Jumlah
Jumlah Sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI tahun 2010 128
Perusahaan yang tidak mencantumkan laporan auditor
eksternal -8
Perusahaan yang tidak mencantumkan kepemilikan
modal saham -3
Perusahaan yang datanya dikeluarkan karena outliers -3
Jumlah perusahaan yang menjadi sampel 114
Jumlah perusahaan yang melaporkan adanya laba komprehensif pada laporan
keuangan tahun 2010 sebanyak 45 perusahaan (39,5%), sedangkan perusahaan yang laporan
keuangannnya diaudit oleh KAP Big Four sebanyak 48 atau 42,1%. Perusahaan yang masuk
kategori sebagai perusahaan yang dimiliki oleh institusional sebanyak 79 perusahaan. Statistik
diskriptif disajikan pada table 4 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif
N
Minimu
m
Maximu
m Mean
Std.
Deviation Variance
Leverage 114 .0001 1.316 .1856 .2184 .048
Total Aset 114 3.4860 8.752 6.0966 .9237 .853
Sumber: data diolah
Rata rata leverage sebesar 18,56 % yang bermakna bahwa asset perusahaan didanai
oleh hutang jangka panjang sebesar 18,56%. Nilai rata rata 18,56 % termasuk dalam kategori
baik karena hutang jangka panjang dijamin oleh asset yang yang memadai dan risiko hutang
yang relative rendah. Jumlah rata rata asset sebesar Rp. 6,09 trilyun.
4.2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisa model regresi logistic. Untuk
menilai model fit dapat dilihat dari nilai statistik -2logL pada Tabel 5 yaitu tanpa variabel
apapun atau hanya konstanta saja sebesar 156.772 setelah dimasukkan empat variabel baru
maka nilai -2logL turun menjadi 146.814. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan variabel
independen LEV, OWN, KAP dan ASSET kedalam model memperbaiki model fit.
Tabel 4.2. Hasil uji Goodness of Fit
Step
-2 Log
likelihoo
d
Cox &
Snell R
Square
Nagelkerke
R Square
1 146.814(
a) .084 .112
Nilai Cox dan Snell’s R Square dan Nagelkerke’s R dapat juga digunakan untuk menilai
model fit. Nilai Nagelkerke’s R square dapat diinterprestasikan seperti nilai R2 pada multiple
regression. Hasil output SPSS memberikan nilai Cox dan Snell’s R sebesar 0.084 dan nilai
Nagelkerke’s R R2 sebesar 0.112. Yang berarti variabilitas varibel independen yang dapat
dijelaskan oleh variabilitas variabel dependen sebesar 11.2%.
Tabel 4.3 Hosmer and Lemeshow Test
Step
Chi-
square Df Sig.
1 5.548 8 .698
Sumber :Data diolah
Dari hasil SPSS yang terlihat di table 4.2 menunjukkan bahwa nilai Hosmer-Leweshow
sebesar 5.548 dan signifikan pada 0.698 oleh karena nilai signifikan di atas 0.05 maka model
dikatakan fit dan model dapat diterima.
Tabel 4.2 menyajikan klasifikasi estimasi yang salah dan benar atas dasar model regresi
yang telah diolah.
Tabel 4.3. Classification Prediksi
Observed
Predicted
COMPRE
Percentage
Correct
Tidak Ada
Laba
konprehens
if
Ada Laba
konprehens
if
Tidak Ada
Laba
konprehens
if
Step
1
COMPRE Tidak Ada Laba
konprehensif 48 15 76.2
Ada Laba
konprehensif 26 25 49.0
Overall Percentage 64.0
Dari hasil perhitungan tabel 4.3 klasifikasi 2 x 2 untuk menghitung nilai estimasi yang
benar (correct) dan yang salah (incorrect) dapat dijelaskan bahwa menurut prediksi bahwa
perusahaan yang tidak melaporkan komponen Laba konprehensif dalam laporan keuangannya
(kode 0) adalah 63 perusahaan , sedangkan hasil observasi hanya 48 perusahaan jadi ketepatan
klasifikasi 76.2% (48/63). Sedangkan prediksi perusahaan yang melaporkan Laba konprehensif
(kode 1) 51 perusahaan, sedangkan hasil observasi hanya 25 perusahaan dengan ketepatan
klasifikasi 49% (25/51) atau secara keseluruhan ketepatan klasifikasi adalah 64%.
Untuk menguji hipotesis dapat dilihat dari koefisien regresi logistic yang disajikan pada
Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Variabel yang masuk dalam model logistik
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step LEV .795 .939 .716 1 .397 2.215
OWN -.677 .494 1.878 1 .171 .508
KAP .463 .447 1.074 1 .300 1.590
ASSET .470 .248 3.578 1 .059 1.599
Constant -2.93 1.467 3.989 1 .046 .053
a Variable(s) entered on step 1: LEV, OWN, KAP, ASSET.
Dari Tabel 4.4 dapat diketahui koefisien regresi dan nilai signifikan dari masing masing
variable independen, serta persamaan logistiknya adalah sebagai berikut:
Ln (p/1-p) = -2.930 + 0.795LEV -0.677OWN + 0.463KAP + 0.470 ASSET
Variabel ASSET yaitu proksi ukuran perusahaan signifikan pada tingkat keyakinan
(confidance level) 90%, atau dengan tingkat error dibawah 10%. Dalam table 4.4 tingkat
signifikansi asset adalah 0,059 atau error dibawah 10%. Dari persamaan logistic regression
dapat dilihat bahwa koefisien asset bertanda positip, hal ini dapat diinterpretasikan bahwa
semakin tinggi nilai ASSET, maka probabilitas perusahaan melakukan penerapan lebih dini
komponen Laba konprehensif semakin tinggi.
4.3. Pembahasan
Pengaruh Leverage Ratio terhadap pelaporan lebih awal laba rugi komprehensif
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa leverage ratio tidak berpengaruh positif
terhadap pelaporan lebih awal komponen laba rugi komprehensif dengan nilai sifnifikan error
39.7% dengan tingkat kepercayaan 90%. Hasil pengujian ini bertentangan dengan hasil
penelitian yang dilakukan Scott (2006) dalam Debt Covenant Hypothesis yang menyatakan
bahwa perilaku manajer dalam memilih suatu kebijakan akuntansi untuk meminimalkan
pelanggan atas jaminan hutang atau meminimalkan biaya kontrak.
Pengujian hipotesis ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Bamber, Jiang,
Petroni & Wang (2010) ketika menguji 20 perusahaan menggunakan univariate test
menyatakan bahwa perusahaan dengan nilai leverage yang tinggi lebih menyukai pelaporan
Laba konprehensif dengan metode Equity. Dalam penelitian dari 117 perusahaan yang
melaporkan komponen Laba konprehensif hanya 52 perusahaan dimana 47 perusahaan
melaporkan dengan menggunakan metode equity dan 5 perusahaan memasukkan dalam metode
laba rugi. Dalam hal ini perusahaan tidak memperhitungkan leverage ratio pada keputusan
mengpraktikan lebih awal PSAK 1 (revisi 2009).
Pengaruh kepemilikan institusional terhadap pelaporan lebih awal laba rugi
komprehensif
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara kepemilikan
institusional terhadap pelaporan lebih awal komponen laba rugi komprehensif dengan
signifikan error 17.1% dengan tingkat kepercayaan 90%. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sri Sofyaningsih & Pancawati Hardiningsih (2011) bahwa tidak
ada pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan.
Dari 52 perusahaan yang kepemilikan perusahaan yang melaporkan lebih awal Laba
konprehensif, 12 perusahaan didominasi kepemilikan modalnya oleh publik dan 39 perusahan
struktur modalnya dimiliki oleh institusional. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan
perusahaan untuk menerapkan PSAK 1 (revisi 2009) mengenai Laba konprehensif tidak
dipengaruhi oleh kepemilikan modal yang didominasi oleh institusi maupun publik.
Pengaruh reputasi KAP terhadap pelaporan lebih awal laba rugi komprehensif
Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
reputasi KAP terhadap pelaporan lebih awal laba rugi komprehensif, hal ini ditunjukkan
dengan hasil pengujian signifikan error 30% dengan tingkat kepercayaan 90%. Dari total
perusahaan sebanyak 51 perusahaan yang melaporkan komponen laba rugi komprehensif, 23
perusahaan diantaranya diaudit oleh KAP yang tidak termasuk Big Four dan 28 perusahaan
lainnya diaudit oleh KAP Big Four.
Penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bamber, Jiang,
Petroni & Wang (2010) yang menyatakan bahwa ada kecenderungan perusahaan yang diaudit
oleh Ernst & Young (E&Y) melaporkan komponen laba rugi komprehensif kedalam laporan
laba rugi (performance reporting).
Hal ini menyimpulkan pelaporan lebih awal laba rugi komprehensif tidak berpengaruh
terhadap reputasi KAP Big Four dan ada kemungkinan pula bahwa perusahaan yang tidak
melaporkan komponen laba rugi komprehensif memang dikarenakan tidak ada transaksi yang
termasuk dalam komponen laba rugi komprehensif yang harus diungkap.
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pelaporan lebih awal laba rugi komprehensif
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan ada pengaruh signifikan ukuran
perusahaan terhadap pelaporan lebih awal laba rugi komprehensif. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai signifikan error 5.9% dengan dengan tingkat kepercayaan 90%. Artinya bahwa ukuran
perusahaan yang diproksikan terhadap total aset berpengaruh terhadap pelaporan lebih awal
komponen Laba konprehensif. Ada kecenderungan bahwa perusahaan yang memiliki total aset
yang semakin tinggi akan melaporkan komponen laba rugi komprehensif lebih awal.
Perusahaan akan berusaha untuk melakukan kepatuhan terhadap adopsi aturan yang
diberlakukan oleh pemerintah lebih awal karena publik akan berusaha melakukan monitoring
terhadap performance perusahaan.
5. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1 Simpulan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, hipotesis dan hasil
penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulakn sebagai berikut :
1. Leverage Ratio, kepemilikan institusional dan reputasi KAP tidak berpengaruh terhadap
penerapan dini PSAK 1 (revisi 2009). Terdapat dua pandangan tentang bentuk hubungan
leverage ratio, kepemilikan institusional dan reputasi KAP yaitu pandangan pertama yang
menyatakan ada hubungan positif dengan nilai perusahaan yang dilakukan oleh Tarjo
(2008) dalam Permanasari (2010), Bamber, Jiang, Petroni & Wang. Pandangan kedua yang
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan
seperti yang dilakukan oleh Sofyaningsih & Hardiningsih (2011).
2. Ukuran perusahaan berpengaruh positif dengan penerapan dini PSAK 1 tentang pelaporan
komponen laba rugi komprehensif. Hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sri & Pancawati (2011) dan Bamber et al. (2010) yang menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh terhadap performance perusahaan dan pemilihan format
pelaporan laba konprehensif.
5.2 Implikasi
Sesuai dengan hasil riset maka implikasi penelitian ini sebagai berikut:
Bagi pemegang keputusan mengenai kebijakan pasar modal dalam hal ini pemerintah,
diharapkan penelitian ini dapat mendorong pemerintah untuk melakukan standarisasi
pelaporan komponen laba rugi komprehensif PSAK 1 (revisi 2009)
Bagi investor agar penelitian ini bermanfaat untuk menjadi acuan dalam menganalisa
perusahaan dari sisi ketepatan dan kepatuhan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
5.3 Keterbatasan dan Saran
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dan saran untuk penelitian selanjutnya
yaitu:
1. Dalam penelitian ini hanya menggunakan perusahaan manufaktur sebagai sampel
sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada jenis perusahaan lain
seperti perbankan, transportasi atau telekomunikasi.
2. Penelitian ini hanya menguji pengaruh leverage ratio, kepemilikan institusional,
reputasi KAP dan ukuran perusahaan sesuai replikasi penelitian yang dilakukan oleh
Bamber, Jiang dan Petroni (2010). Jika memungkinkan untuk penelitian berikutnya
dapat menambahkan variable lain yang diprediksikan berpengaruh terhadap praktik
lebih awal adopsi PSAK 1 (Revisi 2009).
3. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan proksi selain total aktiva untuk mengukur
ukuran perusahaan seperti total penjualan untuk mengetahui perbedaan hasil yang
diperoleh dengan menggunakan proksi yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Bamber, Linda Smith., Jiang, John., Petroni, Kathy R., & Wang, Isabel Yayan. (2010). Laba
konprehensif : Who's Afraid of Performance Reporting?. The Accounting Review.
85(1), 97-122
Stice, Earl K. Stice, James D. & Skousen,Fred K. (2007). Intermediate Accounting. Buku edisi
16, 196 – 238, 354 – 388
Weygandt, Jerry. Kimmel, Paul D. & Kieso, Donald E. (2011). Financial Accounting, IFRS
Edition, 564 -569
Epstein, Barry J. & Jermakowicz, Eva K. (2009). Interpretation and Application of
International Financial Reporting Standards, Wiley IFRS 2009,111
Scott, W.R (2006), Financial Accounting Theory. Fourth Edition. Prentice Hall Inc.
Toronto
Fitzpatrick, Brian.D., Raju, Sudhakar S., & Tocco, Anthony I, (2010). Laba konprehensif
Option: A Detriment To Transparency. International Business& Economics Research
Journal. 9(8), 21 – 28
Utami, Wiwik. (2010). Dampak Pengungkapan sukarela dan Manajemen Laba terhadap Biaya
Modal Ekuitas dengan Asimetri Informasi sebagai Variabel Intervening (studi pada
perusahaan publik sektor manufaktur), Jurnal Telaah Akuntansi dan Bisnis. 1(2), 57-
80
Istianingsih. (2011). Faktor-faktor penentu pengungkapan informasi dan kinerja modal
intelektual serta dampaknya terhadap kemampuan imbal hasil saham dalam
memprediksi laba masa depan perusahaan. Disertasi Doktoral di UI, 34-40.
Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Keempat. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ikhsan, Irfan., & Suprapto, Berkulanus Bambang. (2008). Teori Akuntansi dan Riset
Multiparadigma. Buku edisi pertama, 80.
Dewi, Diastiti Okkarisma. (2010). Pengaruh Jenis Usaha, ukuran perusahaan dan leverage
terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. 39-40
Anggraini, Dwi Ririn. (2011). Pengaruh Kepemilikan Institusional dan Kepemilikan asing
terhadap pengungkapan pertanggung jawaban sosial perusahaan dalam Annual Report.
UNDIP Semarang
Natawidnyana. (2008). Sejarah Big Four Auditors. Diakses pada 26 November 2011 dari
Weblog.htm: http: Natawidnyana’s weblog.htm
Sofyaningsih, Sri., & Hardiningsih, Pancawati (2011). Struktur Kepemilikan, Kebijakan
Deviden, Kebijakan Utang dan Nilai Perusahaan. Dinamika Keuangan dan Perbankan,
3 (1), 68 – 87
Permanasari, Wien Ika. (2010). Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional,
dan Corporate Social Responsibility terhadap pengungkapan Nilai Perusahaan. UNDIP
Semarang
Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK 1 (Revisi 2009), Jakarta.
Prena, Gine Das. (2011). Pengaruh Laba konprehensif Pada Kecepatan Penyampaian Laporan
Keuangan Perusahaan yang Terdaftar di BEI tahun 2008. Universitas Udayana
Denpasar.
Nazwirman. (2008). Penilaian Harga Saham dengan Price Earnings Ratio (PER) ; Studi Kasus
pada Saham Industri Makanan dan Minuman di Bursa Efek Indonesia. MAKARA
Sosial Humaniora, 12 (2), 98-106
Muliati, Ni Ketut. (2011). Pengaruh Asimetris Informasi dan Ukuran Perusahaan pada Praktik
Manajemen Laba di Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Udayana Bali
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2012). Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-
Ekonomi Indonesia. Jakarta.