2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan pedesaan: konsep, ukuran dan indicator Kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar, sementara lingkungan penduduknya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan atau untuk keluar dari kerentanan. (cahyat, 2007: 4) Menurut Adisasmita (2006: 144) indikator kemiskinan Masyarakat desa yaitu: (1) kurang kesempatan memperoleh pendidikan, (2) memiliki lahan dan modal pertanian yang terbatas, (3) tidak adanya kesempatan menikmati investasi di sektor pertanian, (4) tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar (pangan, papan, perumahan, (5) menggunakan cara-cara pertanian tradisional, (6)

Transcript of 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

Page 1: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemiskinan pedesaan: konsep, ukuran dan indicator

Kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga

mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar, sementara

lingkungan penduduknya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan

kesejahteraan secara berkesinambungan atau untuk keluar dari kerentanan.

(cahyat, 2007: 4)

Menurut Adisasmita (2006: 144) indikator kemiskinan Masyarakat

desa yaitu: (1) kurang kesempatan memperoleh pendidikan, (2) memiliki

lahan dan modal pertanian yang terbatas, (3) tidak adanya kesempatan

menikmati investasi di sektor pertanian, (4) tidak terpenuhinya salah satu

kebutuhan dasar (pangan, papan, perumahan, (5) menggunakan cara-cara

pertanian tradisional, (6) kurangnya produktivitas usaha, (7) tidak adanya

tabungan, (8) kesehatan yang kurang terjamin, (9) tidak memiliki asuransi

dan jaminan sosial, (10) terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme dalam

pemerintahan desa, (11) tidak memiliki akses untuk memperoleh air bersih,

dan yang terakhir (12) tidak adanya partisipasi dalam pengambilan

keputusan publik. 

Adapun yang menjadi konsep kemiskinan ada tiga yaitu:

1. kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang

kongkret, ukuran ini lazimnya berorentasi pada kebutuhan hidup dasar

minimum anggota masyarakat yang dipergunakan sebagai acuan memang

Page 2: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

berlainan. Karena ukurannya dipastikan, konsep kemiskinan ini mengenal

garis batas kemiskinan. Pernah ada gagasan yang ingin memasukkan

kebutuhan dasar kultur seperti pendidikan, keamanan, rekreasi dan

sebagainya, disamping kebutuhan fisik. Konsep dan ukuran kemiskinan itu

berbeda- beda di setiap daerah, contohnya kebutuhan masyarakat pedesaan

berbeda dengan kebutuhan masyarakat perkotaan, dan begitu pula antara

masyarakat desa pertanian dan desa nelayan. Meskipun demikian konsep ini

sangat populer.

2. kemiskinan relatif dirumuskan dengan demensi tempat dan waktu.

Asumsinya adalah kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan daerah

lainya, dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu yang

lain, konsep kemiskinan ini lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan

anggota masyarakat tertentu, dengan berorentasi pada derajat kekayaan

hidup. Konsep ini juga telah memperoleh banyak keritikan, terutama karena

sangat sulit menentukan bagaimana hidup yang layak itu. Ukuran kelayakan

juga beragam dan terus berubah- ubah. Apa yang dianggap layak dalam

komunitas tertentu boleh jadi tidak layak bagi komunitas lainnya. Dan apa

yang dianggap layak pada saat ini boleh jadi tidak layak pada dua- lima

tahun kedepan,

3. kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan kelompok kemiskinan

itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal dan tidak memperhitungkan.

Kelompok menurut ukuran kita berbeda di bawah kemiskinan, boleh jadi

tidak menganggap dirinya semacam itu dan demikian pula sebaliknya. Oleh

Page 3: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

karena itu konsep kemiskinan ini dianggap lebih tepat apabila dipergunakan

untuk memahami kemiskinandan merumuskan cara atau starategi yang

efektif untukpenanggulangannya. ( Sunyoto, 2006: 126 ).

2.2. Kemiskinan dan system kepemilikan

Dalam kebijakan retribusi lahan di indonesia yang perlu diperhatikan

yaitu pola pemilikan lahan, beberapa kajian menyimpulkan bahwa ada dua

model pemilikan lahan oleh masyarakat yaitu, pola kepemilikan individu dan

pola kepemilikan komunal atau kelompok. Misalnya pada bagian adat

masyarakat di papua, pola penguasaan lahan awalnya dilakukan bahwa, siapa

yang pertama kali membuka dan mengerjakan areal hutan yang belum

dikuasai oleh orang lain.

Secara formal, kebijakan yang terkait dengan penguasaan tanah di

Indonesia dimulai sejak Pemerintahan gubernur jendral inggris dengan

pernyataan bahwa, semua tanah adalah raja sehingga semua warga harus

membayar sewa tanah atau pajak bumi dengan menyerahkan dua per lima dari

hasil buminya kepada pemerintah inggris. Untuk itu batas-batas pemilikan

tanah harus jelas, karena besarnya pajak yang dibayar harus sesuai dengan

luasnya pemilikan tanah. Kemudian politik pemerintahan yang sangat

berpengaruh dalam pola penguaasaan tanah pada masa kolonialisme adalah

pelaksanaan sistem tanam paksa yang sedikit demi sedikit mengikis struktur

pemilikan tanah secara komunal menjadi pola penguasaan secara individual.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka pola pewarisan tanah juga

Page 4: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

berubah, petani-petani lebih suka membagi tanahnya kepada anak-anaknya

secara individu. Akibat luasanya tanah garapan semakin hari semakin

menyempit, peraturan ini banyak sekali penduduk atau petani yang

kehilangan tanahnya dan menjadi buruh-buruh pekerja perkebunan, karena

ketidakmampuan mereka membayar pajak sehingga lebih memilih menjual

tanah, atau bahkan meninggalkan tanah-tanahnya begitu saja. Konsentrasi

penguasaan tanah oleh para pengusaha perkebunan mulai terjadi, dan

menyebabkan kemiskinan di mana-mana, sekalipun Pemerintah menjalankan

politik etis namun tidak memperbaiki keadaan, karena kebijakan mendasar di

bidang agraria tidak disentuh sama sekali sehingga ketimpangan penguasaan

tanah terus berlangsung. (Wiradi dan Tjondronegoro, 1984: 28).

2.3. Kemiskinan, pemilikan dan penguasaan lahan

Tanah atau lahan bagi petani merupakan faktor produksi yang sangat

penting. Tanah merupakan sumber pendapatan untuk kelangsungan hidup. Luas

pemilikan dan penguasaan lahan merupakan salah satu faktor utama yang

menentukan tingkat pendapatan keluarga atau rumah tangga petani. Oleh karena

itu, ketiadaan atau sempitnya pemilikan lahan merupakan awal terhadap

terjadinya kemiskinan di pedesaan.

Pemilikan yang dimaksudkan disini adalah penguasaan formal terhadap

lahan. Sedangkan penguasa lahan merujuk pada aspek efektifitas. Misalnya, jika

sebidang tanah disewakan kepada orang lain, maka orang lain itulah yang secara

Page 5: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

efektif menguasainya tetapi tidak melekat padanya hak kepemilkan. (Gunawan

dan Tjondronegoro, 2008: 352).

Penguasaan formal merupakan penguasaan lahan yang dimiliki sendiri dan di

garap sendiri bukan di garap oleh orang lain. Penguasaan formal mempunyai

syarat- syarat tertentu dalam pendaftaran tanah, secara sistematik oleh kepala

kantor pertanahan, misalnya melalui program nasional pendaftaran tanah. Dengan

semua persyaratan dan kondisi yang harus dipenuhi. ( Putu dan Amran dkk,

2005: 16).

Soerjono (2007: 320) mengemukakan bahwa kemiskinan sebagai keadaan

di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf

kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental

maupun fisiknya. Menurutnya penyebab kemiskinan adalah tidak berfungsinya

salah satu lembaga kemasyarakatan dengan baik terutama lembaga ekonomi.

Untuk wilayah pedesaan lembaga ekonomi hampir selalu dikaitkan dengan

kepemilikan dan peguasaan lahan. Kemiskinan yang terjadi di pedesaan tidak bisa

dipisahkan dari kepemilikan lahan itu sendiri. Seperti yang umumnya terjadi pada

kemiskinan di pedesaan Jawa, tingkat pendapatan kelompok usaha tani

ditentukan oleh luas tanah yang dimiliki yang mencakup luas tanah pemilikan dan

luas tanah usaha tani. (Hadiyanto, 2006: 1).

Hidayat dalam Sajogyo (1996) penelitiannya “Tentang Masalah Struktur

Agrararia dan Kedudukan Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Pujon Kidul.

mendapati bahwa struktur agraria selalu terkait dengan kedudukan sosio-

Page 6: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

ekonomi masyarakat. Keadaan prekonomian penduduk banyak tergantung pada

sektor pertanian, tanah juga merupakan sumber kekayaan yang sangat penting

bagi mereka, oleh karena itu, staratifikasi masyarakat berdasarkan penguasaaan

tanah ini menampakkan perbedaan secara nyata. Golongan yang memepunyai

penguasaan tanah luas, memepunyai kedudukan yang lebih baik dibandingkan

golongan yang mempunyai penguasaan tanah sempit. Stratifikasi masyarakat

pedesaan berbasis penguasaaan tanah ini kemudian berkonsekuensi juga pada

kemampuan mereka berpartisipasi dalam lembaga kemasyarakatan.

Penelitian Mabrur Baculu (2012) tentang” kemiskinan masyarakat agraris

di desa kasiwiang “ menegaskan bahwa masyarakat desa lebih menggantungkan

hidupnya sehari- hari kepada alam. Alam merupakan segalanya bagi penduduk

desa, karena alam memberikan apa yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya.

Alam juga digunakan sebagai tempat tinggal sehingga masyarakat desa sering

didentikkan sebagai masyarakat agraris, yaitu masyarakat yang kegiatan

ekonominya terpusat pada Pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

faktor penyebab terjadinya kemiskinan petani sawah dan untuk mengetahui faktor

penghambat petani sawah dalam mengatasi kemiskinan.

Menurut penelitian ini penyebab kemiskinan pada petani sawah adalah

meningkatnya faktor kebutuhan hidup keluarga yang tidak seimbang dengan

pengasilan mereka, penyebab lainnya adalah kurangnya perhatian pemerintah

dalam memberikan solusi atau bantuan bagi para petani untuk meningkatkan hasil

panen meraka. Oleh karena itu masyarakat petani di desa harus memiliki lahan,

Page 7: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

dan pemerintah juga memberikan solusi atau bantuan kepada petani supaya bisa

memenuhi kebutuhan hidup dan tidak terjadi kemiskinan.

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat

yang mempunyai lahan atau tanah yang luas, mereka mempunyai kedudukan

yang lebih baik dari pada masyrakat yang mempunyai lahan sempit, karena

masyatrakat desa lebih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Penelitian ini dapat memberi dukungan tentang kemiskinan dan keterbatasan

lahan usaha tani di Desa rusip, Kecamatan Rusip Antara Kabupaten Aceh Tengah.

2.4. Kemiskinan dan ketimpangan penguasaan lahan

Sebenarnya kemiskinan berbeda dengan ketidakmerataan. Kemiskinan

berhubungan dengan standar hidup absolut dari sebagian masyarakat miskin.

Sedangkan ketidak merataan mengacu pada standar hidup relatif antar seluruh

masyarakat.

Kemiskinan absolut adalah tingkat pendapatan berada dibawah garis

kemiskinan atau dengan kata lain pendapatan tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan minimum yang digambarkan dengan garis kemiskinan, sedangkan

kebutuhan minimum di ukur dengan kebutuhan pangan, sandang, perumahan dan

pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup. Sedangkan kemiskinan relatif

adalah jika pendapatan seseorang berada di atas garis kemiskinan, namun secara

relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan masyarakat di

sekitarnya. Kemiskinan relatif erat kaitannya dengan masalah pembangunan yang

bersifat struktural, yakni kebijaksanaan pembangunan yang belum menjangkau

Page 8: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan. (Siahan,

2004: 82)

Oleh karena itu, tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi memberikan

indikasi bahwa distribusi pendapatan masih rendah dan akan berdampak negatif

pada tingkat kesejahteraan. Syahnur, (2004: 11). Untuk wilayah pedesaan

ketidakmerataan pendapatan ini juga disebabkan oleh adanya distribusi yang

timpang terhadap lahan. (Sumardjono, 2008 :33 )

Menurut Vidya Hartini Simarmata, (2009) dalam penelitiannya yang

berjudul “Kemiskinan dan Reforma Akses Agraria di Desa Perkebunan”

menegaskan bahwa kemiskinan di pedesaan mempunyai hubungan dengan

masalah-masalah agraria khususnya tanah. Asumsi dasar yang melandasinya

adalah karena sebagian besar penduduk desa masih menggantungkan hidupnya

pada tanah. Dalam kondisi demikian, penataan penguasaan tanah yang lebih adil

dan pemerataan akses terkait pengelolaan tanah tersebut kepada masyarakat

merupakan instrumen yang esensial untuk menanggulangi kemiskinan dan

ketimpangan penghasilan di pedesaan.

Rendahnya upah pada masyarakat perkebunan memaksa mereka untuk

mencari tambahan penghasilan yaitu salah satunya dengan bertani menggunakan

tanah-tanah yang tidak digunakan oleh perkebunan. Akan tetapi hasil yang

didapatkan masyarakat dari bertani tidaklah banyak, bahkan tidak mencukupi

untuk kebutuhan pangannya sendiri. Selain disebabkan oleh sempitnya lahan

pertanian, masalah pertanian yang dihadapi oleh masyarakat pada masyarakat di

Page 9: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

desa perkebunan, pemilikan atau penguasaan lahan sangat penting sebagai

pembuka peluang untuk meningkatkan produksi dan memaksimalkan keuntungan.

2.5. Kemiskinan dan Pengalihan Fungsi Lahan

Proses alih fungsi lahan adalah adanya pertumbuhan dan transformasi

perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang.

Perkembangan ini tercermin dari adanya (1) pertumbuhan aktifitas pemanfaatan

sumber daya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap

penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan

per kapita. (2) adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan ke

sektor primer khususnya dari sektor-sektor pertanian dan pengolahan sumber

daya alam ke aktifitas sektor sekunder manufaktur dan tersier

(jasa) .http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handleAlih%Fungsi%Lahan%dalam

%Perspektif Lingkungan%Perdesaan.PDF, di akses tgl 8 september 20012.

Dalam penelitian Agus Subali (2005) yang berjudul “pengaruh konfersi

lahan terhadap pola nafkah rumah tangga petani. (studi kasus; desa batujajar,

kecamatan cigudeg, kabupaten bogor) dijelaskan bahwa perubahan alih fungsi

lahan pada masyarakat petani terjadi akibat adanya investor yang masuk untuk

melakukan kegiatan penambangan di bukit sebagai hasil pembelian lahan dari

masyarakat. Proses alih fungsi lahan yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan

baik, masyarakat lebih banyak dirugikan dengan adanya proses konversi,

Page 10: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

pencemaran udara, suara, dan air akibat proses pertambangan, serta ganti rugi

lahan yang tidak memadai.

Dalam penelitian ini, antara lapisan atas, menengah, dan bawah cenderung

terjadi perbedaan alokasi. Lapisan atas lebih mengarah ke penggunaan produktif

seperti untuk tambahan modal usaha. Sedangkan pada lapisan tengah dan bawah

lebih cenderung ke arah penggunaan konsumtif misalnya memperbaiki rumah,

membeli peralatan rumah tangga dan juga untuk makan. Berkurangnya lahan yang

dimiliki atau bahkan habisnya lahan garapan, ditambah lagi terbatasnya akses

rumahtangga karena tingkat pendidikan yang rendah dalam hal ini petani lapisan

bawah terhadap sumberdaya ekonomi (modal) maka banyak diantara mereka

memanfaatkan lahan-lahan milik perusahaan untuk ditanami tanaman musiman,

selain itu mereka juga melakukan pola nafkah ganda.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konfersi lahan

atau Tanah yang dahulu digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga telah

beralih kepihak lain. Karena tidak adanya sumberdaya tanah yang dimiliki, para

petani tentu saja kehilangan mata pencaharian walaupun masih berusaha

disektor pertanian. Hal ini akan berakibat pada perubahan status petani, petani

yang dulunya mengusahakan tanah milik sendiri atau sebagai petani pemilik,

berubah menjadi petani yang menggarap tanah milik orang lain atau sebagai

petani penggarap karena tidak memiliki lahan pertanian.

2.6. Kemiskinan dan Kepemilikan lahan: tinjauan teoritis-sosiologis

Page 11: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

teori struktural fungsioanal yang dikembangkan oleh Talcott Parsons

memandang bahwa masyarakat sebagai suatu system yang teratur yang terdiri

dari bagian- bagian yang saling berhubungan satu sama lain, dimana yang satu

tidak berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain, bila terjadi

perubahan pada suatu bagian akan menyebabkan ketidakseimbangan dan dapat

menyebabkan perubahan pada bagian lainnya. (Suyanto,2007: 125).

Sebagai contoh masyarakat miskin secara struktural yaitu kemiskinan

karena faktor non alamiah, seperti membuat dan menerapkan kebijakan dalam

pembangunan, korupsi, kondisi yang tidak stabil dan sebagainya. Kemiskinan

struktural di tandai dengan ketimpangan yang dapat dilihat dalam kepemilikan

sumber daya, kesempatan berusaha, keterampilan dan faktor lain yang

menyebabkan perolehan pendapatan yang tidak seimbang dan mengakibatkan

struktur yang timpang. Sedangkan masyarakat miskin secara fungsional atau

alami yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh tersedianya faktor froduksi yang

terbatas dan berkualitas rendah sehingga peluang untuk produksi sangat kecil.

Demikian juga menurut teori ini kemiskinan dalam masyarakat juga

berfungsi misalnya, orang miskin berfungsi untuk mengerjakan pekerjaan kasar

dalam rumah tangga, sebagai buruh tani atau pabrik. Orang miskin berfungsi

membantu majikan menguurus urusan rumah tangga. Kemiskinan dapat

menguatkan norma- norma sosial. Jadi menurut teori fungsionalisme, kemiskinan

bukanlah sesuatu yang buruk atau negatif, melainkan bermanfaat bagi masyarakat.

2.6.1. Teori konflik

Page 12: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

Namun dalam teori konflik sangat berbeda dengan teori struktural

fungsional, dalam teori konflik melihat system yang ada dalam masyarakat tidak

stabil. Sedangkan teori fungsional melihat syistem yang ada dalam masyarakat

bersifat stabil  dari kelompok-kelompok yang bekerja sama.

Sebagaimana teori konflik aliran Kalr marx ia melihat bahwa masyarakat

dibentuk pertama kali dari dua kelompok dengan pertentangan kepentingan

ekonomi, kelompok borjuis dan ploretaliat. Sebuah masyarakat adalah

disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi seperti tanah, modal, industri dan

perdagangan. ia melihat bahwa para petani yang telah meninggalkan lahannya

untuk mencari pekerjaan di kota harus bekerja dengan upah yang nyaris tidak

cukup untuk makan. Marx menyimpulkan bahwa kunci sejarah manusia

perjuangan kelas sosial dalam tiap masyarakat, beberapa kelompok kecil

menguasai alat produksi dan meng-ekploitasi orang- orang yang tidak

menguasainya. Dalam masyarakat industri perjuangan ialah antara kaum borjuis,

kelompok kecil kapitalis yang memiliki alat untuk produksi kekayaan dan

proletariat, masa pekerja yang diekploitasi oleh kaum borjuis. (Henslin, 2007: 18).

Teori ini merupakan reaksi atas teori fungsionalisme. Teori konflik melihat

elemen-elemen dan komponen-komponen dalam masyarakat merupakan suatu

persaingan dengan kepentingan yang berbeda sehingga pihak yang satu selalu

berusaha menguasai pihak yang lain, pihak yang kuat berusaha menguasai pihak

yang lemah. Dengan demikian konflik menjadi tidak terhindarkan.

Page 13: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

teori konflik juga menyatakan bahwa barang yang berharga, seperti

kekuasaan dan wewenang, benda- benda material, dan apa yang dihasilkan

kenikmatan, agak langka. Sehingga tidak dapat dibagi sama rata diantara rakyat,

maka perubahan itu terjadi tidak secara bersama atau seimbang.

Asumsi dasar teori konflik yaitu, struktur dan jaringan dalam masyarakat

merupakan persaingan antar kepentingan dan saling bertentangan satu sama lain.

Sehingga menunjukkan system sosial dalam masyarakat yang meneyebabkan

timbulnya konflik karena konflik adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, maka

konflik menjadi salah satu ciri- ciri dari system sosial. Konflik ini tampak dalam

kepentingan- kepentingan dalam kelompok masyarakat yang berbeda- beda.

Selain itu konflik juga terjadi dalam pembagian sumber- sumber daya dan

kekuasaan yang tidakmerata dan tidak adil. Sehingga konflik memungkinkan

terjadinya perubahan- perubahan dalam masyarakat.

2.6.2. Teori perubahan sosial

Pada dasarnya masyarakat pasti akan mengalami perubahan. Perubahan

tersebut dapat diketahui dengan cara membandingkan keadaan masyarakat pada

masa atau periode tertentu dengan keadaan masyarakat pada masa lampau atau

masa sebelumnya.

Page 14: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

Sebagaimana teori perubahan sosial yang di kembangkan oleh Karl Marx

bahwasannya marx ingin menunjukkan bagaimana kehidupan non-ekonomi

secara langsung di pengaruhi oleh aktivitas produksi, perubahan- perubahan

dalam konteks ekonomi yang dapat memberikan kemampuan kepada manusia

untuk memandang dunia sebagaimana adanya, oleh karena itu perubahan sosial

akhirnya merupakan sebagai akibat perkembangan ekonomi. Walaupun revolusi

harus dilakukan melalui tindakan politik, realisasi kebutuhannya akan timbul

sebagai konsekuensi perubahan ekonomi. Oleh karena itu, gagasan pada akhirnya

tergantung pada kondisi ekonomi, perubahan gagasan, yang meliputi pergeseran

dari kesadaran semu ke kesadaran kelas, keinginan untuk mengubah masyarakat

akan terjadi sebagai akibat dari perubahan ekonomi, seperti dikatakan oleh marx “

manusia membuat sejarahnya sendiri, tetapi bukan dalam kondisi pilihannya

sendiri”. (Jonis, 2009: 97).

Misalnya, perubahan yang bersumber dari masyarakat itu sendiri seperti

perubahan kependudukan, jumlah penduduk yang terus meningkat akan

menambah kebutuhan terhadap beberapa fasilitas yang mendukung kehidupan

masyarakat seperti, fasilitas pendidikan, kesehatan, atau lapangan kerja. Jika

jumlah anak dalam sebuah keluarga cukup besar, hak atas warisan akan semakin

berkurang, karena terbagi berdasarkan jumlah anak. Oleh karena itu, pemilikan

tanah di pedesaan akan semakin berkurang, sehingga tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan dasar dalam keluarga. Maka perubahan itu bisa terjadi

kearah yang lebih baik atau sebaliknya.

2.7. Kerangka Teoritis Penelitian

Page 15: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

Kemiskinan dan hubungannya dengan keterbatasan lahan usaha tani

adalah menyangkut dengan kesejahteraan keluarga, sebagaimana yang dijelaskan

Marx dalam teori konflik, masyarakat dibentuk pertama kali dari dua kelompok,

borjuis dan ploretaliat. Klompok borjuis adalah kelas penguasa, mereka adalah

orang- orang kaya yang mengontrol sarana alat- alat produksi, ekonomi. Disisi

lain proletariat atau masyarakat miskin diatur oleh kaum borjuis. Penguasaan dan

kepemilikan lahan sangat erat dengan masalah kemakmuran dan kemiskinan

masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih menggantungkan hidupnya

disektor pertanian. Semakin sempitnya lahan pertanian yang diusahakan petani

sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk dan juga kebijakan penataan

struktur agraria oleh pemerintah yang tidak adil.Di sisi lain petani miskin semakin

miskin akibat terpisah dari sumberdaya ekonominya yakni lahan.

Gambar .1

Kerangka Pemikiran

Kemiskinan dan Keterbatasan Lahan Usaha Tani

KEMISKINA

N

PEMILIK LAHAN

LUAS LAHAN

JUMLAH ANGGOTA KELUARGA

PENDAPATAN

Page 16: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

Dilihat dari kerangka pemikiran diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan

sangat berhubungan dengan pemilikan lahan, luas lahan yang di memilki, apabila

seseorang tidak memiliki lahan atau lahannya terbatas maka akan terjadi

kemiskinan, karena jumlah anggota keluarga dan pendapatan tidak sesuai dengan

kebutuhan sehari- hari.

Masyarakat di desa kebanyakan menggantungkan hidupnya pada lahan

pertanian, apabila masyarakat tidak memiliki lahan atau lahannya terbatas maka

akan terjadi kemiskinan, bagi masyarakat miskin memiliki lahan yang luas perlu

membutuhkan modal yang banyak, jadi masyarakat desa yang tidak memilki lahan

pertanian atau yang mempunyai lahan sempit mereka cendrung bekerja dengan

orang yang memepunyai lahan yang luas, yaitu sebagai buruh tani.

2.8. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjabaran lebih lanjut dari konsep- konsep yang

telah dikelompokan menjadi variabel. (Fathoni, 2006: 28).

a) kemiskinan pedesaan

Menurut kamus umum bahasa Indonesia yang disusun oleh Poerwadarminta,

( 2006)  Secara harafiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin diberi arti

Page 17: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

“tidak berharta-benda , papa, serba kekurangan” berarti kemiskinan merupakan

suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai

dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga

mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.

Menurut Roucek dan Warren dalam Pahmi Sy, (2010: 19) desa adalah

sebagai bentuk yang diteruskan antara penduduknya dengan lembaga mereka di

wilayah setempat dimana mereka tinggal, yaitu di ladang- ladang yang berserak

dan di kampung yang biasanya menjadi pusat aktivitas mereka bersama.

Jadi kemiskinan pedesaan merupakan akibat dari tidak memiliki rumah

sendidri, sempitnya lahan pertanian, banyaknya anggota keluarga yang tidak

sesuai dengan pendapatan sehari- hari, Dan juga akibat dari kesenjangan.

Kemiskinan adalah sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber- sumber

pemenuh kebutuhan dasar yang berupa pangan, sandang, papan, pendidikan dan

kesehatan. Mereka yang kategori miskin, hidupnya serba kekurangan. ( Sunyoto,

2006: 33).

b) Lahan Pertanian

Menurut Poerwadaminta (2006) dalam kamus bahasa indonesia Lahan adalah

tanah yang masih kosong, belum digarap atau tanah negara yang digarap olah

penduduk untuk ditanami sayuran dan sebagainya.

Dalam Wikipedia, (2012). Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber

daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan

baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.

Page 18: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa

difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian diakses tanggal 6 okteber 2012.

Menurut Soekartiwi, (2002: 18) mengemukakan pertanian secara umum dapat

diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan bercocok tanam, sedangkan

lahan pertanian adalah lahan yang di kuasai dan yang pernah diusahakan untuk

pertanian setahun yang lalu. Lahan tersebut mencakup lahan sawah, huma ladang,

tegal, kebun, dan lahan untuk pengembalaan atau padang rumput.

Jadi lahan pertanian adalah lahan yang dapat dipakai untuk melaksanakan

usaha atau berbagai kegiatan untuk bercocok tanam.

c) . Usaha tani

Menurut kamus bahasa indoensia Poerwadaminta, (2006) tani adalah

orang yang mata pencahariannya bercocok tanam mengusahakan tanah.

Namun dalam wikipedia, (2012) petani adalah seseorang yang bergerak di

bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah

dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman, dengan harapan

untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun

menjualnya kepada orang lain. http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian diakses

tanggal 6 okteber 2012.

Menurut Daniel, ( 2002: 48) usaha tani merupakan kegiatan di bidang

pertanian yang direncanakan sesuai dengan kondisi wilayah dan keluarga tani

Page 19: 2.1 Kemiskinan Dan Pemilikan Lahan

yang bersangkutan, dengan mengupayakan adanya hubungan yang saling

menunjang dari beberapa komoditi yang diusahakan, sehingga dapat dicapai

hasil usaha tani yang optimal.

Namun usaha tani dapat disimpulkan oleh penulis bahwa, suatu kegiatan

dimana seorang petani atau suatu keluarga bercocok tanam atau memelihara

ikan dan sebagainya di lahan pertanian untuk memproleh produksi dan hasilnya

dapat dinilai dari biaya yang di keluarkan dan penerimaan yang diperoleh.