21 Hendy. Peningkatan Pemukiman Kumuh Sebagai Dampak Pembangunan

10
Peningkatan Pemukiman Kumuh Sebagai Dampak Pembangunan Di Perkotaan (dalam MK Problematika PLS) Oleh : Moh Hendy Feriskha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. 1  Tujuan pembangunan adalah untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi setiap individu. Dalam melakukan proses pembangunan terdapat berbagai kendala untuk bisa tercapai. Pembangunan yang dilakukan hanya dirasakan oleh sebagian kecil orang saja. Ini berarti bahwa pembangunan yang dilakukan oleh bangsa ini hasilnya harus dirasakan dan dinikmati oleh rakyat indonesia tanpa terkecuali sehingga kesejahteraan rakyat indonesia baik fisik maupun psikis dapat terwujud. Pembangunan yang dilakukan saat ini, hanya dirasakan oleh sebagian kecil orang saja, mereka yang memiliki modal banyak akan terus bertengger dalam strata atas. Sedangkan mereka yang tidak memiliki modal menjadi semakin terpuruk dalam jurang yang dalam yakni ‘lembah kemiskinan’. Demikianlah ketimpangan dalam pembangunan yang selama ini terjadi. Sebagai contoh pembangunan jalan lingkar luar Jakarta, dimana pada saat ini sebagian sudah dibuka untuk lalu lintas Dapat dilihat bahwa pada awalnya pembangunannya proporsi terbesar penggunaan lahan pada suatu koridor 3 k m dapat dikategorikan sebagai kampung atau  permukiman kumuh yaitu sekitar 132 km2. atau sekitar 70 %. Daerah industri dan komersil masih sangat rendah yaitu dibawah 5 %. Tabel. Tata guna tanah pada Awal Pembangunan jalan Lingka r Luas Jakarta (3 km koridor) Tata guna lahan Luas (km²) Proporsi (%) Komersil Industri Perumahan Fasilitas pemerintah & Umum Rekreasi Kawasan kumuh Lainnya 0.29 7.06 11.50 2.36 1.50 132.00 23.29 0.1 4.0 6.5 1.5 0.8 74.1 13.0 Sumber : www.google.co.id/imglandi ng?q=grafik+pertumbu han+pemukiman+kumuh Sekitar 80% dari perumahan penduduk asli atau para migran tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan dan tidak mengikuti pola tata kota yang dikaitkan dengan daerah asal-usul warga kota. 2  Fenomena ini menjadikan pemukiman kumuh di perkotaan. Pemukiman kumuh (slums area) adalah daerah-daerah yang padat dengan penduduk berpenghasilan rendah. Kebanyakan yang menjadi daerah kumuh adalah wilayah perkotaan yang menerima migrasi  penduduk dari desa. 3  Sedangkan menurut Edwin Eames. dan David Goode, mengatakan bahwa : “lingkungan kumuh yaitu daerah pemuki man yang sangat padat penduduknya dan rumah-rumah didalamnya dibangun dengan tehnik konstruksi yang buruk dan menggunakan bahan-bahan yang bermutu rendah. Pola pemukiman tidak berstruktur dan tidak dilengkapi dengan sar ana-sarana umum seperti fasilitas air bersih, pemb uangan sampah, saluran pembua ngan air dan kotoran serta  jalan-jalan yang bersih, dan sering kali kondisi ini dihubungkan de ngan ongkos sewa yang relatif mahal dan bahaya penggusuran”. 4  1 Zulkarimen Nasution., “Komunikasi Pembangunan : Pengenalan dan Pengharapannya” , Jakarta, Rajawali Pers,

Transcript of 21 Hendy. Peningkatan Pemukiman Kumuh Sebagai Dampak Pembangunan

  • Diarsipkan oleh PLS UM untuk Imadiklus.com

    Peningkatan Pemukiman Kumuh Sebagai Dampak Pembangunan

    Di Perkotaan

    (dalam MK Problematika PLS)

    Oleh :

    Moh Hendy Feriskha

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pembangunan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.1 Tujuan pembangunan adalah untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi setiap individu. Dalam melakukan proses pembangunan terdapat berbagai kendala untuk bisa tercapai. Pembangunan yang dilakukan hanya dirasakan oleh sebagian kecil orang saja. Ini berarti bahwa pembangunan yang dilakukan oleh bangsa ini hasilnya harus dirasakan dan dinikmati oleh rakyat indonesia tanpa terkecuali sehingga kesejahteraan rakyat indonesia baik fisik maupun psikis dapat terwujud.

    Pembangunan yang dilakukan saat ini, hanya dirasakan oleh sebagian kecil orang saja, mereka yang memiliki modal banyak akan terus bertengger dalam strata atas. Sedangkan mereka yang tidak memiliki modal menjadi semakin terpuruk dalam jurang yang dalam yakni lembah kemiskinan. Demikianlah ketimpangan dalam pembangunan yang selama ini terjadi.

    Sebagai contoh pembangunan jalan lingkar luar Jakarta, dimana pada saat ini sebagian sudah dibuka untuk lalu lintas Dapat dilihat bahwa pada awalnya pembangunannya proporsi terbesar penggunaan lahan pada suatu koridor 3 km dapat dikategorikan sebagai kampung atau permukiman kumuh yaitu sekitar 132 km2. atau sekitar 70 %. Daerah industri dan komersil masih sangat rendah yaitu dibawah 5 %.

    Tabel. Tata guna tanah pada Awal Pembangunan jalan Lingkar Luas Jakarta (3 km koridor)

    Tata guna lahan Luas (km) Proporsi (%) Komersil Industri Perumahan Fasilitas pemerintah & Umum Rekreasi Kawasan kumuh Lainnya

    0.29 7.06 11.50 2.36 1.50

    132.00 23.29

    0.1 4.0 6.5 1.5 0.8

    74.1 13.0

    Sumber : www.google.co.id/imglanding?q=grafik+pertumbuhan+pemukiman+kumuh

    Sekitar 80% dari perumahan penduduk asli atau para migran tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan dan tidak mengikuti pola tata kota yang dikaitkan dengan daerah asal-usul warga kota.2 Fenomena ini menjadikan pemukiman kumuh di perkotaan. Pemukiman kumuh (slums area) adalah daerah-daerah yang padat dengan penduduk berpenghasilan rendah. Kebanyakan yang menjadi daerah kumuh adalah wilayah perkotaan yang menerima migrasi penduduk dari desa.3 Sedangkan menurut Edwin Eames. dan David Goode, mengatakan bahwa :

    lingkungan kumuh yaitu daerah pemukiman yang sangat padat penduduknya dan rumah-rumah didalamnya dibangun dengan tehnik konstruksi yang buruk dan menggunakan bahan-bahan yang bermutu rendah. Pola pemukiman tidak berstruktur dan tidak dilengkapi dengan sarana-sarana umum seperti fasilitas air bersih, pembuangan sampah, saluran pembuangan air dan kotoran serta jalan-jalan yang bersih, dan sering kali kondisi ini dihubungkan dengan ongkos sewa yang relatif mahal dan bahaya penggusuran.4

    1 Zulkarimen Nasution., Komunikasi Pembangunan : Pengenalan dan Pengharapannya, Jakarta, Rajawali Pers, 1992, hal. 35 2 B. N. Marbun, KOTA INDONESIA MASA DEPAN, Masalah dan Prospek, Jakarta, Erlangga, 1990, hal. 27 3 Hassan Shadily, Ensiklopedia Indonesia, Ikhtiar Baru-Hoove, Jakarta, 1984, hal. 117 4 Edwin Eames and David goode, Urban Proverty in Cross Cultural Contact , New York, The Full Press, 1973, Hal. 69

  • Diarsipkan oleh PLS UM untuk Imadiklus.com

    Perkembangan kota yang lebih cepat menimbulkan berbagai masalah terhadap

    penyediaan prasarana, sarana dan lingkungan perumahan kota, karena tidak diimbangi dengan pengadaan lapangan kerja yang memadai. Akibatnya penduduk yang berpenghasilan rendah akan menempati lingkungan pemukiman yang sesuai dengan penghasilannya. Disamping penghasilan yang rendah, ketidak pastian tanah yang mereka tempati, menjadikan mereka ragu untuk memperbaiki rumah yang dihuninya. Hal ini menjadikan lingkungan pemukiman kumuh tersebut semakin memburuk.

    Selain itu keberadaan pemukiman kumuh seringkali dianggap sebagai sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya. Karena pemukiman yang padat dan banyaknya pendatang disana telah membuat daerah tersebut menjadi tidak ada aman untuk di tinggali. Ditambah dengan tingginya jumlah pengangguran di pemukiman kumuh sehingga memudahkan terjadinya aktivitas kejahatan. Karena itulah saya tertarik untuk membahas tentang pemukiman kumuh dan upaya untuk mengatasinya di perkotaan.

    B. Rumusan Masalah 1. Apa saja permasalahan di pemukiman kumuh? 2. Bagaimana pemukiman kumuh di perkotaan? 3. Bagaimana dampak pembangunan di perkotaan dan implikasinya? C. Tujuan 1. Mendiskripsikan tentang permasalahan di pemukiman kumuh 2. Akibat mendiskripsikan pemukiman kumuh di perkotaan 3. Mendiskripsikan dampak pembangunan di perkotaan dan implikasinya

  • Diarsipkan oleh PLS UM untuk Imadiklus.com

    BAB II PEMBAHASAN

    A. Permasalahan Pemukiman Kumuh

    Salah satu problem sosial yang sering melanda masyarakat lapisan menengah ke bawah adalah ancaman penggusuran tempat tinggal mereka. Pesatnya pertumbuhan sektor ekonomi dengan berbagai dampak lainnya telah menciptakan kesempatan berkembang sektor industri, khususnya industri properti. Fenomena penggusuran pemukiman kumuh untuk berbagai kepentingan telah menjadi kisah klasik yang memiliki kadar risiko sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang tinggi di ibu kota,. Alasan klasik yang sering dikemukakan yaitu karena lingkungan pemukiman yang demikian rentan terhadap kriminalitas dan mengganggu keindahan tata kota yang tengah berkembang menuju metropolis.

    Keberadaan pemukiman kumuh tidak pantas dipandang semata-mata sebagai physical fabric, melainkan juga sebagai social fabric. Artinya dari generasi ke generasi penghuni pemukiman kumuh telah memiliki bentuk kohesi sosial yang khas. Dari sudut struktur aglomerasi ekonomi perkotaan maupun sosial, mereka adalah sebuah self contained neigborhood yang utuh. Upaya transformasi fisik lingkungan dan perumahan seharusnya tetap mampu mendukung karakteristik sosial ekonomi penghuninya.

    Dua faktor kunci yang bisa menjadi determinan untuk mengatasi problem sosial pemukiman kumuh di perkotaan penyediaan ruang publik (public space) dan pengaturan teritorialitas para penghuni area itu. Representasi paling riil dari rakyat berada di dalam public space. Public space memberikan kesempatan ketika manusia tidak dibedakan status sosial ekonominya sekaligus dalam hal itu melekat konsep freedom dan equality. Sedangkan, teritorialitas memungkinkan penghuni slums mendisain struktur lingkungan permukiman tanpa harus mengeluarkan ongkos mahal. Teritori dimaksud adalah upaya menuntun banyak orang agar memikirkan perilaku teritori sebagai sesuatu yang bisa menyebabkan timbulnya konflik dan agresi.

    Pada satu sisi intervensi pemerintah tetap dibutuhkan untuk memberikan good will kepada masyarakat agar punya kesempatan menata lingkungan mereka sendiri. Di sisi lain membuat masyarakat tersebut merasa terintimidasi oleh berbagai kebijakan penataan wilayah yang terkesan represif.

    Bagi kalangan remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya bisa mengarah kepada tindakan kriminal seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan, pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, melakukan pungutan liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.

    Keadaan seperti itu cenderung menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut : 1. Masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama masalah permukiman untuk

    golongan ekonomi lemah dan masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya perilaku menyimpang.

    2. Masalah adanya kekaburan norma pada masyarakat migran di perkotaan dan adaptasi penduduk desa di kota.

    3. Masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan.

    4. Disamping itu juga pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti.

    Masalah yang terjadi akibat permukiman kumuh terutama di kota-kota besar diantara lain wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor, planologi penertiban bangunan sukar dijalankan, banjir, penyakit menular dan kebakaran sering melanda permukiman ini. Disisi lain bahwa kehidupan penghuninya terus merosot baik kesehatannya, maupun sosial kehidupan mereka yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan (Sri Soewasti Susanto, 1974) Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah : 1. Ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni 2. Rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya

    kebakaran 3. Jaringan listrik yang semrawut sehingga rawan akan konsleting 4. Sarana jalan yang sempit dan tidak memadai 5. Tidak tersedianya jaringan drainase 6. Kurangnya suplai air bersih

  • Diarsipkan oleh PLS UM untuk Imadiklus.com

    7. Fasilitas MCK yang tidak memadai 8. Banyak timbul berbagai penyakit 9. Pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya B. Pemukiman Kumuh di Perkotaan

    Kehidupan di perkotaan memiliki persaingan ketat. Tanpa memiliki keahlian khusus maka akan sulit untuk dapat bersaing. Hal demikian mengakibatkan mereka yang beruntung memiliki modal sendiri (pas-pasan) atau memiliki koneksi terpaksa bekerja di sektor-sektor informal seperti menjual bakso, tukang becak, dan lain-lain. Sedangkan yang tidak memiliki modal atau tidak memiliki keahlian sama sekali akhirnya terpaksa menjadi pengangguran atau bila sudah kepepet terpaksa melakukan tindak kriminal.

    Pesatnya pertumbuhan daerah perkotaan telah menyebabkan terjadinya kompetisi dalam penggunaan lahan yang pada gilirannya akan menimbulkan permasalahan dalam perencanaan penggunaan lahan misalnya antara penggunaan lahan untuk perumahan dengan penggunaan lahan untuk industri atau penggunaan lahan untuk ruang terbuka hijau dan pemukiman atau perkantoran. Sementara itu, secara bersamaan terjadi penciutan luas lahan pertanian akibat dari perluasan lahan untuk perkantoran, pusat perbelanjaan, pertokoan dan lainnya. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, penggunaan lahan di wilayah perkotaan menunjukan adanya perubahan lahan yang cukup besar dari penggunaan untuk pertanian menjadi untuk bangunan dan jenis-jenis penggunaan lainnya.

    Kegiatan ekonomi sebagian besar dari luas wilayah perkotaan dimanfaatkan untuk pemukiman penduduk. Bahkan masih terdapatnya lingkungan pemukiman kumuh, diantaranya berkategori kumuh berat yang lokasinya tersebar hampir diseluruh wilayah. Berikut ini adalah data table lingkungan pemukiman kumuh yang berada pada seluruh provinsi di Indonesia:

    No Provinsi Pemukiman Kumuh (Slum Area)

    Jumlah Keluarga

    Jumlah Desa

    Jumlah Lokasi

    Jumlah Bangunan

    Jumlah Keluarga

    1 ACEH 299 4959 5857 1126488 6424 2 SUM.UTARA 898 46570 51287 2989384 5767 3 SUM. BARAT 79 2575 2972 1154180 924 4 RIAU 143 7543 8438 1230336 1604 5 JAMBI 128 3600 3771 763386 1303 6 SUM. SELATAN 619 21958 31523 1826918 3079 7 BENGKULU 123 3837 4233 458092 1351 8 LAMPUNG 155 8809 11986 1909355 2339 9 BANGKA BELITUNG 16 563 590 300526 344 10 RIAU 118 7741 8981 388183 326 11 DKI JAKARTA 580 86417 121884 2035846 267 12 JAWA BARAT 2848 88879 109716 10955436 5871 13 JAWA TENGAH 1048 31076 38553 9117179 8574 14 D.I. YOGJAKARTA 37 398 565 928230 438 15 JAWA TIMUR 496 15867 19414 10600718 8505 16 BANTEN 596 19748 21220 2384253 1504 17 BALI 65 1357 2248 878917 712 18 NTB 166 9083 10527 1314372 913 19 NTT 109 3403 4447 1049723 2803 20 KAL. BARAT 345 10432 12241 1081171 1791 21 KAL. TENGAH 111 6195 9380 545425 1448 22 KAL. SELATAN 8 157 246 926738 1974 23 KAL. TIMUR 312 12041 15622 879471 1417 24 SUL. UTARA 159 4951 5533 614928 1494 25 SUL. TENGAH 24 614 860 625107 1686 26 SUL. SELATAN 797 27287 35726 1918726 2946 27 SUL.TENGGARA 0 0 0 526287 2028 28 GORONTALO 0 0 0 265513 584 29 SUL. BARAT 60 1316 1574 276228 536 30 MALUKU 92 1382 1842 325472 906 31 MALUKU UTARA 26 574 651 237183 1036 32 PAPUA BARAT 21 673 944 261833 1205 33 PAPUA 100 3801 5708 671101 3311

    INDONESIA 10578 433806 548539 60566705 75410 Sumber : Potensi Desa 2008 BPS (Special tabulation by Swastika Andi) andi.stk31.com

    Kawasan kumuh terbanyak di propinsi Jawa Barat yaitu lebih dari dua ribu lokasi pemukiman kumuh sedangkan yang paling sedikit pada provinsi Tenggara dan Gorontalo yaitu masih bersih dari pemukiman kumuh. Umumnya kawasan kumuh serta gubuk liar berada

  • Diarsipkan oleh PLS UM untuk Imadiklus.com

    disekitar perumahan penduduk golongan menengah ke atas dan juga sekitar gedung-gedung perkantoran maupun lokasi perdagangan, sehingga semakin memperlihatkan adanya perbedaan sosial-ekonomi dan turut pula memperburuk kualitas lingkungan visual kota.

    Sementara di kota mengalami ledakan penduduk, boom konstruksi gedung-gedung serta pergejolakan politik dikotomi antara Jakarta dengan bagian-bagian lain Indonesia terus bergejolak. Kontradiksi antara realitas kehidupan kampung dengan ideologi tentang kota metropolitan yang glamor mengundang mereka untuk mengadu nasib ke ibu kota.

    C. Dampak Pembangunan Di Perkotaan Dan Implikasinya Pembangunan sering salah satunya dikaitkan dengan modernisasi. Menurut Tehranian (1979) mengartikan kemajuan (progress), pembangunan (development), dan modernisasi, sebagai suatu fenomena historis yang sama, yaitu suatu transisi dari suatu masyarakat agraris ke masyarakat industrial.5 Konsep tersebut diadopsi dari teori modernisasi yang menganggap bahwa negara-negara terbelakang akan menempuh jalan sama dengan negara industri maju di Barat sehingga kemudian akan menjadi negara berkembang pula melalui proses modernisasi.6

    Proses pembangunan yang dilakukan telah mendorong terjadinya arus urbanisasi pada masyarakat di pedesaan dengan harapan perbaikan ekonomi. Hal ini menunjukkan suatu kecenderungan yang selalu melekat (inheren) dalam latar (setting) historis yang berbeda, ke arah alinasi tenaga kerja, atomisasi masyarakat, birokratisasi penguasa, dan hegemonisasi kebudayaan.7

    Modernisasi merupakan suatu hasil interaksi akibat adanya interelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi.8 Hal ini berkaitan karena pembangunan terjadi sebagai hasil dari interaksi dengan mengadopsi teknologi dari negara maju / Barat. Hal ini selanjutnya bisa mempengaruhi kondisi dari negara yang bersangkutan dalam menerima perubahan yang terjadi yakni perubahan pada faktor eksternal maupun faktor internal dari negara yang bersangkutan.

    Perubahan eksternal yang terjadi adalah perubahan dengan adanya pengadopsian teknologi canggih dari negara barat guna meningkatkan produktivitas sumber daya yang ada di negara yang bersangkutan. Sedangkan perubahan pada faktor internal adalah peningkatan kualitas sumber daya pada negara yang bersangkutan untuk melakukan persaingan dengan negara lain.

    Tetapi tidak semua perubahan yang dilakukan sesuai dengan keinginan. Terdapat ketimpangan yang terjadi sebagai ekses dari proses pembangunan yang dilakukan. Salah satunya adalah timbulnya pemukiman kumuh yang disebabkan karena kurangnya lahan yang ada di perkotaan dan banyaknya mereka yang tidak mampu untuk berkompetisi dalam persaingan untuk hidup di kota besar tanpa mempunyai keterampilan.

    Seiring dengan adanya pemukiman kumuh tersebut, maka dipercaya terdapat korelasi antara lingkungan kumuh dengan kriminalitas ataupun perilaku menyimpang, ini menurut Mardjono Reksodiputro9 adalah :

    Daerah kumuh sering dikategorikan sebagai daerah rawan. Kerawanannya terletak pada potensi tinggi yang dipunyai daerah-daerah ini meningkatkan perilaku menyimpang dan meninggikan angka kriminalitas kota yang bersangkutan Meskipun hal ini mempunyai kebenarannya, namun kenyataannya adalah bahwa tidak semua penduduk daerah-daerah kumuh terlibat dalam perilaku menyimpang atau perilaku yang melanggar hukum pidana. Kemungkinan besar hanya sebagian kecil saja yang hidup dari kejahatan. Yang mungkin benar adalah bahwa sering ada rasa apathy dan fatalism untuk merubah kehidupan sendiri ataupun lingkungannya. Juga umumnya mereka cenderung mempunyai toleransi yang lebih besar terhadap perilaku menyimpang pada umumnya, khususnya apabila dilakukan terhadap dunia luar mereka. Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki persamaan terutama dari segi latar

    belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan (kota) yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan yang serba marjinal ini ternyata mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Hal ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari, seperti mengemis, berjudi, mencopet dan

    5 Zulkarimen, go.Cit, hal. 35 6 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta, Lembaga Penerbit Lembaga Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993, hal. 219 7 Zulkarimen, go.Cit, hal. 35 8 Arief Gosita.,Korban Modernisasi, Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknology, dalam J. E. Sahetapy, Editor., Bunga Rampai Viktimisasi, Karya Ilmiah Para Pakar Hukum., dalam Korban Modernisasi, Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknology, hal. 180 9 Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, Kumpulan Karangan-Karangan Buku Kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (d/h Lembaga Kriminologi) Universitas Indonesia, Jakarta, 1994. hal. 43

  • Diarsipkan oleh PLS UM untuk Imadiklus.com

    melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.

    Mereka pada umumnya tidak cukup memiliki kamampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan kurangnya keterampilan, tanpa modal usaha, tempat tinggal tak menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya adaptasi sosial ekonomi dan pola kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan semakin memprihatinkan itu mendorong para pendatang tersebut untuk hidup seadanya, termasuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

    Menurut Sudjono D.10 Menjelaskan bahwa ada beberapa faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya kejahatan, yaitu :

    1. Lingkungan yang memberi kesempatan akan timbulnya kejahatan; 2. Lingkungan pergaulan yang memberi contoh/tauladan; 3. Lingkungan ekonomi (kemiskinan/kemelaratan); 4. Lingkungan pergaulan yang berbeda-beda

    Kemudian W.A Bonger11 menyatakan bahwa ada 7 (tujuh) faktor lingkungan sebagai penyebab terjadinya kejahatan, yaitu :

    1. Terlantarnya anak-anak 2. Kesengsaraan 3. Nafsu ingin memilki 4. Demoralisasi sexuil 5. Alkoholisme 6. Kurangnya peradaban 7. Perang

    Dan tiap kejahatan tersebut adalah hasil unsur-unsur yang terdapat didalam individu masyarakat dan keadaan fisik.

    Terbentuknya Segregasi dan Spesialisasi di Pemukiman Kumuh Sebagai Akibat dari Urbanisasi bila kita menghubungkan antara pemukiman kumuh seiring dengan adanya arus urbanisasi, maka berdasarkan teori Sosial Disorganization yang mengatakan bahwa :

    Teori disorganisasi memandang dari aturan atas keragaman masyarakat dalam sumber daya ekonomi dan sosial, dan kemampuan hubungan dari masyarakat untuk menghasilkan dan mempertahankan bagian/peranan aturan melalui tingkah laku kontrol sosial informal dan sosialisasi. Sosial disorganisasi pada dasarnya memandang keragaman dalam aturan dan sumber daya sebagai akibat dari proses dan pola urbanisasi dan segregasi / pemisahan daerah pemukiman.12

    Secara sosial maupun spasial terbagi secara jelas, dengan kawasan kampung kelas bawah dicirikan oleh kepadatan penduduk yang luar biasa dan kegiatan-kegiatan sektor informal. Itulah sebabnya mengapa di perkotaan banyak terdapat nama-nama daerah pemukiman asal pendatang (segregasi pemukiman). Selain itu pula segregasi pemukiman membuat spesialisasi dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu khususnya dalam bidang informal seperti tukang kredit biasanya dilakukan oleh orang Sunda, Pedagang kaki lima oleh orang Padang, Tukang sate pada orang Madura dan lain-lain.

    10 Sudjono D, Konsepsi Kriminologi dalam Usaha Penanggulangan Kejahatan, Bandung, alumni, 1978, Hal. 22 11 Soerjono Soekanto, Doktrin-doktrin Krimonologi, Bandung, alumni 1970 hal. 17 12 Per-Olof H. Wikstrom., Communities and Crime, Handout Kuliah Kriminologi Pembangunan, hal 288-289

  • Diarsipkan oleh PLS UM untuk Imadiklus.com

    BAB III

    PENUTUP

    A. Peranan PLS Penduduk desa bermigrasi ke kota untuk memperbaiki kehidupan ekonomi mereka tetapi

    dengan tidak disertai keahlian dan kemampuan sehingga menjadi pengangguran dan gelandangan kemudian terbentuk suatu komunitas atau pemukiman yang kumuh. Oleh karena itu diperlukan teori-teori PLS untuk memberdayakan masyarakat pada pemukiman kumuh tersebut agar terbentuk pemukiman yang bersih dan tidak menjadi masalah social di perkotaan. Program PLS 1. Informasional yaitu menyebarluaskan informasi baru baik peraturan, temuan-temuan baru

    dan etika, bahaya baru bagi khalayak ramai. Informasi yang disebarkan bukan sekedar informasi tetapi mampu mengubah pengetahuan, motivasi, sikap dan mungkin keterampilan sederhana yang dilakukan terus menerus karena informasi selalu bertambah.

    Kegitan berupa penyuluhan kepeda masyarakat kumuh akan dampak negative bertempat tinggal di pemukiman dan memberikan solusi untuk berpindah dan mengarah agar mngikuti program pemerintah yaitu program perbaikan kampung dan peremajaan lingkungan kumuh.

    a. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.

    b. Program peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat. Bentuk Bentuk Peremajaan Kota Di Indonesia : 1) Perbaikan lingkungan permukiman

    Disini kekuatan pemerintah/public investment sangat dominan, atau sebagai faktor tunggal pembangunan kota.

    2) Pembangunan rumah susun sebagai pemecahan lingkungan kumuh. 3) Peremajaan yang bersifat progresif oleh kekuatan sektor swasta seperti

    munculnya super blok (merupakan fenomena yang menimbulkan banyak kritik dalam aspek sosial yaitu penggusuran, kurang adanya integrasi jaringan dan aktifitas trafik yang sering menciptakan problem diluar super blok). Faktor tunggalnya adalah pihak swasta besar.

    2. Pelatihan yaitu usaha memperbaiki kecakapan, keterampilan, dan kinerja individu agar kehidupan lebih berkualitas. Program ini diberikan kepada masyarakat yang berusia kerja tapi belum bekerja karena tidak mampu bersaing.

    Dengan memberikan pelatihan-pelatihan pada masyarakat di pemukiman kumuh akan memberi kesempatan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan pada persaingan yang sangat ketat sehingga bisa mengurangi pengangguran dan tindak kriminalitas di perkotaan. Dengan pendapatan yang cukup semua pendapatan mereka bisa tercukupi sehingga kehidupan mereka bisa sejahtera.

    B. Kesimpulan

    Pembangunan yang telah dilakukan selama ini ternyata tidak menjangkau seluruh lapisan dari masyarakat. Tetapi pembangunan hanya dinikmati oleh beberapa orang saja. Kondisi semacam ini sangat memprihatinkan bila tidak segera cepat di atasi

    Salah satu sebab berkembangnya pemukiman kumuh adalah adanya arus urbanisasi ke ibu kota. Daya tarik dari metropolitan yang memikat mengundang setiap orang untuk mengadu nasib disana. Mereka yang kebanyakan datang ke ibu kota tidak memiliki keahlian yang memadai, akhirnya mereka terpaksa beralih pada pekerjaan disektor informal, sedangkan mereka yang tidak memiliki kealian apa-apa serta tidak memiliki modal akhirnya terpaksa melakukan tindakan penyimpangan seperti pencurian, perjudian bahkan prostitusi.

    Faktor lain dari pemukiman kumuh juga terjadi karena keterbatasan lahan yang dipergunakan untuk aktivitas ekonomi seperti untuk industri dan perkantoran, pusat perbelanjaan, pertokoan sehingga lahan yang ada semakin sempit.

    Walaupun demikian keberadaan pemukiman kumuh tidak dapat dipandang sebelah mata, karena biar bagaimanapun mereka merupakan bagian dari masyarakat kota. Dimana mereka yang tinggal disana telah cukup lama bisa beberapa generasi. Untuk itulah, diperlukan suatu penanganan yang bijak dari pihak pemerintah dalam penanganannya agar tidak menggunakan cara yang represif. Hal ini mengingat bahwa pemukiman kumuh terjadi akibat ekses dari proses

  • Diarsipkan oleh PLS UM untuk Imadiklus.com

    pembangunan dan juga pemukiman kumuh merupakan korban dari pembangunan yang dilaksanakan sendiri oleh pemerintah. Upaya mengatasi permukiman kumuh :

    1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.

    2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat. Hal penting yang perlu diusahakan pemerintah adalah perkembangan ekonomi makro,

    pembangunan ekonomi, pembangunan prasarana, pembangunan sumber daya manusia, pembangunan regional dan sumber daya alam, pembangunan hukum, penerangan, politik, hankam dan administrasi negara, kerja sama luar negeri, pembiayaan dalam bidang pembangunan, pusat data dan informasi perencanaan pembangunan, pusat pembinaan pendidikan dan pelatihan perencanaan pembangunan program pembangunan nasional, badan koordinasi tata ruang nasional, landasan/acuan/dokumen pembangunan nasional, hubungan eksternal.

    Dengan demikian ketimpangan social tidak akan bisa teratasi karena pembangunan yang merata akan menciptakan suatu tatanan kota yang baru. Hal tesebut akan menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan bisa meminimalkan jumlah pengangguran serta tidak akan membuat penumpukan orang untuk mencari pekerjaan ke kota yang menyebabkan kawasan pemukiman kumuh di perkotaan.

    Daftar Pustaka

  • Diarsipkan oleh PLS UM untuk Imadiklus.com

    D. Sudjono. 1978. Konsepsi Kriminologi dalam Usaha Penanggulangan Kejahatan. Bandung : alumni

    Marbun. B. N.1990. Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prospek. Jakarta : Erlangga

    Nasution, Zulkarimen. 1992. Komunikasi Pembangunan, Pengenalan dan Pengharapanny. Jakarta : Rajawali Pers

    Shadily, Hassan. 1984. Ensiklopedia Indonesia, Ikhtiar Baru-Hoove. Jakarta

    Soekanto, Soerjono. 1970. Doktrin-doktrin Krimonologi. Bandung : Alumni

    Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Lembaga Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

    Susanto, Sri Soewasti. 1974. Sanitasi Lingkungan di Kota-kota Besar, Prisma 5. Jakarta : LP3ES