2.1 Bayi berat lahir rendah (BBLR) · 2017. 4. 1. · Berdasarkan berat badan lahir, BBLR dibagi...

22
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bayi berat lahir rendah (BBLR) 2.1.1 Definisi BBLR Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahirnya kurang 2500gr tanpa memandang masa kehamilan. Berat badan lahir adalah berat badan yang ditimbang dalam 1 jam setelah bayi lahir. Bayi berat lahir rendah terjadi karena kehamilan prematur, bayi kecil masa kehamilan dan kombinasi keduanya. Bayi kurang bulan adalah bayi yang lahir sebelum umur kehamilan mencapai 37 minggu. Bayi yang lahir kurang bulan belum siap hidup di luar kandungan sehingga bayi akan mengalami kesulitan dalam bernapas, menghisap, melawan infeksi dan menjaga tubuh tetap hangat (Depkes RI, 2009). 2.1.2 Klasifikasi BBLR Berdasarkan berat badan lahir, BBLR dibagi menjadi (Maryunani, 2013) : 2.1.2.1 Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gr. 2.1.2.2 Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau Very Low Birth Weight (VLBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan antara 1000-1500 gr. 2.1.2.3 Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1000 gr. 7

Transcript of 2.1 Bayi berat lahir rendah (BBLR) · 2017. 4. 1. · Berdasarkan berat badan lahir, BBLR dibagi...

  • BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Bayi berat lahir rendah (BBLR)

    2.1.1 Definisi BBLR

    Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahirnya

    kurang 2500gr tanpa memandang masa kehamilan. Berat badan lahir adalah berat

    badan yang ditimbang dalam 1 jam setelah bayi lahir. Bayi berat lahir rendah

    terjadi karena kehamilan prematur, bayi kecil masa kehamilan dan kombinasi

    keduanya. Bayi kurang bulan adalah bayi yang lahir sebelum umur kehamilan

    mencapai 37 minggu. Bayi yang lahir kurang bulan belum siap hidup di luar

    kandungan sehingga bayi akan mengalami kesulitan dalam bernapas, menghisap,

    melawan infeksi dan menjaga tubuh tetap hangat (Depkes RI, 2009).

    2.1.2 Klasifikasi BBLR

    Berdasarkan berat badan lahir, BBLR dibagi menjadi (Maryunani, 2013) :

    2.1.2.1 Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan

    kurang dari 2500 gr.

    2.1.2.2 Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau Very Low Birth Weight

    (VLBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan antara 1000-1500 gr.

    2.1.2.3 Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) adalah bayi yang lahir

    dengan berat badan kurang dari 1000 gr.

    7

  • 2.1.3 Dampak BBLR

    Peningkatan angka disabilitas, morbiditas dan mortalitas neonatus, bayi

    dan anak salah satunya karena BBLR. Kejadian BBLR dapat berpengaruh

    terhadap kehidupan anak di masa depan antara lain, keterlambatan pertumbuhan

    dan perkembangan pada masa anak-anak, meningkatkan risiko penyakit kronis

    seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus tipe 2 dan pada

    anak perempuan akan berisiko melahirkan BBLR ketika mereka menjadi ibu

    (UNICEF dan WHO, 2004; WHO, 2014).

    2.2 Faktor Risiko BBLR

    Menurut beberapa sumber, banyak faktor risiko yang menjadi penyebab

    atau pencetus kejadian BBLR. Menurut WHO (2004), Depkes RI (2009) dan

    Manuaba (2010), faktor-faktor tersebut adalah:

    2.2.1 Usia ibu

    Kehamilan pada masa remaja (umur

  • yang hamil pada umur lebih dari 35 tahun akan mengalami banyak kesulitan

    karena pada usia tersebut ibu mudah sakit, organ kandungan mengalami

    penurunan fungsi dan jalan lahir semakin kaku sehingga mudah terjadi persalinan

    macet dan perdarahan (Rochjati, 2011).

    Ibu hamil dengan umur yang terlalu muda atau terlalu tua akan

    mempengaruhi kebutuhan gizi selama hamil. Ibu hamil yang terlalu muda

    memerlukan tambahan gizi yang ganda, hal ini dikarenakan kebutuhan gizi

    tersebut dipergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang

    dikandung juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh ibu

    sendiri. Ibu hamil dengan umur yang terlalu tua memerlukan tambahan energi

    yang cukup banyak, hal ini dikarenakan melemahnya fungsi organ tubuh

    (Kristyanasari 2010).

    Penelitian yang dilakukan Tafwid (2010) di Kepulauan Bangka Belitung,

    mendapatkan usia ibu 35 tahun berisiko 3,6

    kali. Hasil penelitian Sistiarani (2008) di Banyumas mendapatkan ibu umur 35 tahun (umur berisiko) mempunyai risiko 4,28 kali melahirkan

    BBLR dibandingkan ibu dengan umur 20-35 tahun (umur tidak berisiko). Hasil

    penelitian Budiman dkk (2010) bahwa kejadian BBLR lebih banyak pada ibu usia

    risiko (35 tahun). Penelitian di Cina oleh Chen dkk (2011) usia

    ibu, baik 35 tahun, merupakan faktor risiko melahirkan BBLR.

    Penelitian Sharma dkk (2015) di Nepal menunjukkan bahwa ibu-ibu muda (

  • tahun) berisiko dua kali lebih melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang

    lebih tua

    2.2.2 Jarak kehamilan

    Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap berat bayi yang dilahirkan

    ibu. Jarak kehamilan dikatakan berisiko apabila ibu hamil dalam waktu kurang

    dari dua tahun dari kehamilannya yang sebelumnya. Hamil dengan jarak yang

    terlalu dekat akan mengakibatkan berkurangnya suplai darah yang kaya oksigen

    dan makanan ke plasenta. Fungsi plasenta yang terganggu dapat mempengaruhi

    kondisi janin antara lain, gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, imaturitas,

    prematuritas, cacat kongenital dan BBLR (Depkes, 2003).

    Jarak kehamilan yang terlalu dekat akan menyebabkan kondisi tubuh ibu

    belum sepenuhnya pulih dari kehamilan dan persalinan sebelumnya. Ibu hamil

    dengan kondisi tubuh yang belum pulih sempurna dapat memberi risiko sistem

    reproduksi terganggu. Sistem reproduksi ibu yang terganggu dapat mengganggu

    pertumbuhan perkembangan janin salah satunya adalah BBLR (Trihardiani,

    2011). Penelitian yang dilakukan oleh Nurfilaila (2012) menemukan ada

    hubungan jarak kehamilan dengan kelahiran BBLR. Kehamilan dengan jarak yang

    terlalu dekat (kurang dua tahun) dikhawatirkan berpengaruh terhadap proses

    pertumbuhan janin dalam rahim sehingga memungkinkan terjadinya BBLR.

    Penelitian Trihardiani (2011) mendapatkan hasil tidak ada hubungan jarak

    kehamilan dengan kelahiran BBLR.

    10

  • 2.2.3 Kurang energi kronik (KEK)

    Kekurangan energi kronik (KEK) adalah masalah gizi yang sering dialami

    ibu hamil. Dampak negatif KEK untuk ibu hamil dan janin yang dikandung antara

    lain peningkatan kematian ibu, bayi berisiko mengalami BBLR, kematian dan

    gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Festy, 2010). Kekurangan energi

    dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan KEK. Wanita dengan KEK di

    negara berkembang adalah kurang gizi secara kumulatif sejak masa janin, bayi

    dan anak-anak serta berlanjut hingga dewasa. Penyebab KEK secara khusus pada

    ibu hamil adalah adanya asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran

    energi yang tidak seimbang. Ketersediaan pangan musiman, distribusi yang tidak

    proporsional di keluarga dan beban kerja ibu hamil yang berat berpengaruh

    terhadap ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan gizi (Albugis, 2008).

    Ibu hamil yang menderita KEK, dalam tubuh ibu akan mengalami

    penurunan volume darah dan cardiac output yang berpengaruh pada penurunan

    aliran darah dari ibu ke plasenta. Aliran darah dari plasenta yang menurun akan

    menyebabkan berkurangnya transfer zat makanan dari ibu ke plasenta. Hal ini

    menyebabkan pertumbuhan plasenta menjadi kecil yang memberikan dampak

    pada gangguan pertumbuhan janin sehingga berat badan bayi akan lebih rendah

    (Soetjiningsih, 2012). WUS dengan risiko KEK di Indonesia ditetapkan dengan

    ambang batas LILA 23,5 cm (Ariyani dkk, 2012). Lingkar lengan atas (LILA)

    merupakan salah satu parameter status gizi untuk WUS, calon ibu hamil dan ibu

    hamil. Pengukuran LILA merupakan cara deteksi dini yang mudah untuk

    11

  • mengetahui status KEK yang dapat digunakan untuk menapis perempuan yang

    berisiko melahirkan BBLR (Supariasa dkk, 2002).

    Penelitian Trihardiani (2011) menemukan ibu hamil dengan KEK berisiko

    melahirkan BBLR 7,9 kali dibandingkan ibu hamil yang tidak KEK. Penelitian di

    Kota Bantul oleh Syarifuddin (2011), ibu hamil dengan KEK 3,95 kali berisiko

    melahirkan BBLR. Penelitian Sulistiani (2014) di Tangerang Selatan bahwa KEK

    pada ibu hamil berisiko 8,719 kali melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu

    hamil yang tidak KEK.

    2.2.4 Status penambahan berat badan

    Status gizi ibu selama hamil dapat ditentukan dengan mengukur lingkar

    lengan atas (LILA), mengukur kadar hemoglobin dan memantau pernambahan

    berat badan selama hamil (Waryono, 2010). Penambahan berat badan pada ibu

    hamil ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) (Proverawati dan

    Asfuah, 2009). FAO dan WHO (2002) menentukan batasan berat badan normal

    terhadap tinggi badan orang dewasa berdasarkan nilai indeks massa tubuh

    (IMT)/body mass index (BMI). IMT dihitung berdasarkan berat badan dalam

    kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat (m²) dan tidak

    terikat dengan jenis kelamin. Anjuran penambahan berat badan selama kehamilan

    dapat dilihat pada Tabel 2.1.

    12

  • Tabel 2.1 Penambahan berat badan selama kehamilan berdasarkan IMT

    IMT (kg/m² ) Total kenaikan berat

    badan yang disarankan

    (kg)

    Selama trimester 2

    &3 (kg/minggu)

    Kurus (IMT

  • menyebabkan BBLR. Penelitian Trihardiani (2011) bahwa ibu hamil dengan

    penambahan berat badan yang kurang mempunyai risiko 6,6 kali melahirkan

    BBLR dibandingkan ibu hamil dengan penambahan berat badan yang cukup.

    Penelitian Mumbare dkk (2012) di India bahwa berat badan ibu sebelum kelahiran

    bayi 55 kg merupakan faktor risiko yang signifikan terkait dengan berat badan

    lahir rendah. Penelitian Ota dkk (2010) menemukan bahwa BMI ibu yang kurang

    dan peningkatan berat badan dari

  • prematur (lahir sebelum waktunya), melahirkan BBLR bahkan kematian janin

    dalam rahim dan kematian perinatal (meninggal sebelum umur satu minggu). Hal

    ini terjadi karena fungsi hemoglobin dalam darah adalah membawa oksigen yang

    diperlukan oleh jaringan tubuh dalam proses dan membuang karbondioksida

    (CO²). Bila dalam darah kekurangan hemoglobin, maka oksigen yang dibawa

    darah ke seluruh tubuh juga berkurang sehingga kebutuhan jaringan tubuh

    terganggu termasuk pertumbuhan janin dalam kandungan ibu (Amalia, 2011).

    Anemia pada kehamilan adalah kondisi ibu hamil dengan kadar

    hemoglobin pada trimester I dan III di bawah 11 gr% atau kadar hemoglobin pada

    trimester II < 10,5% (Depkes RI, 2009). Penelitian Despande dkk (2011) di India

    mendapatkan faktor maternal yang berhubungan dengan BBLR adalah anemia,

    ibu hamil yang anemia berisiko 2,54 kali lebih besar akan melahirkan BBLR.

    Penelitian di Nepal oleh Sharma dkk (2015) mendapatkan ibu dengan kadar

    hemoglobin kurang dari 11gr/dl secara bermakna dikaitkan dengan kejadian

    BBLR. Penelitian di Zimbabwe oleh Ferezu dkk (2015) bahwa ibu hamil dengan

    anemia 2,63 kali dapat meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Penelitian Amalia

    (2011) di Kabupaten Gorontalo bahwa ibu hamil yang menderita anemia 4,643

    kali akan melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil yang tidak menderita

    anemia. Penelitian Sulistiani (2014) mendapatkan ibu hamil yang anemia 3,989

    kali berisiko melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.

    2.2.6 Merokok

    Merokok selama kehamilan dikaitkan dengan berbagai hasil yang

    merugikan bagi janin, bayi baru lahir dan anak. Karbon monoksida dan nikotin

    15

  • dari asap tembakau dapat mengganggu pasokan oksigen janin karena nikotin

    mudah melintasi plasenta. Nikotin berkonsentrasi dalam darah janin, cairan

    ketuban, dan ASI. Hal ini memperlihatkan bahwa nikotin dapat memberikan efek

    toksik ganda pada janin dan bayi. Efek buruk dari merokok selama kehamilan

    dapat mencakup risiko untuk kelahiran mati, kematian bayi, sindrom kematian

    bayi mendadak, kelahiran prematur, masalah pernapasan, mengganggu

    pertumbuhan janin dan bayi lahir rendah (NIDA, 2011).

    Menurut Wheeler (2004) berat lahir yang rendah terjadi akibat penurunan

    perfusi uteroplasenta dan penurunan oksigenasi yang disalurkan ke janin. Ibu

    hamil perokok lebih dari ½ pak perhari cenderung akan melahirkan BBLR

    daripada ibu bukan perokok. Menurut Rasyid dkk (2012) nikotin pada rokok

    menimbulkan pembuluh darah berkontriksi akibatnya, darah yang mengalir ke tali

    pusat ke janin berkurang sehingga mengurangi penyaluran nutrisi kepada janin.

    Hemoglobin dalam darah diikat oleh karbon monooksida sehingga kerja

    hemoglobin dalam darah berkurang. Kerja hemoglobin yang berkurang dalam

    mengikat oksigen yang akan disalurkan ke seluruh tubuh mempengaruhi

    pendistribusian oksigen dan makanan ke janin.

    Ibu yang terpapar asap rokok (perokok pasif) memberikan paparan pasif

    untuk janin (asap tersier), mengakibatkan peningkatan risiko melahirkan BBLR

    dan kelahiran prematur (NIDA, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Rasyid dkk

    (2012) mendapatkan ibu hamil yang mengalami keterpaparan asap rokok selama

    hamil berisiko 4,2 kali lipat terhadap kejadian BBLR dibandingkan dengan ibu

    yang tidak terpapar asap rokok. Penelitian Amalia (2011) mendapatkan ibu hamil

    16

  • yang terpapar asap rokok 5,516 kali berisiko melahirkan BBLR dibandingkan ibu

    hamil yang tidak terpapar asap rokok.

    2.2.7 Konsumsi minuman beralkohol

    Konsumsi minuman beralkohol telah dihubungkan dengan defisit

    neurologis pada bayi baru lahir dengan BBLR. Ibu hamil yang peminum berat

    bisa mengakibatkan terjadinya sindrom alkohol janin (Ladewig dkk, 2005).

    Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan dapat meningkatkan risiko

    keguguran, lahir mati, kematian bayi baru lahir dan sindrom alkohol janin [Fetal

    Alcohol Syndrome (FAS)]. Bayi dengan FAS memiliki berat badan rendah lahir,

    cacat jantung, cacat wajah, kecacatan intelektual dan keterbelakangan mental.

    Tingkat aman dari mengonsumsi alkohol selama kehamilan belum diketahui

    secara jelas. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah tidak minum minuman

    beralkohol sama sekali, bahkan satu gelas sehari telah terbukti memiliki efek pada

    pertumbuhan janin. Waktu terbaik untuk berhenti adalah saat sebelum hamil. Jika

    kehamilan tidak direncanakan, ibu harus segera berhenti (Cunningham dkk, 2013)

    Ibu hamil yang mengonsumsi alkohol satu gelas atau lebih perhari berisiko

    mengalami aborsi spontan sampai dua kali lipat dan setiap dua gelas alkohol yang

    dikonsumsi di kehamilan tahap lanjut akan membuat berat lahir kurang (Wheeler,

    2004). Penelitian Silva dkk (2011) ibu yang mengonsumsi minuman beralkohol

    selama hamil akan berisiko 4,20 kali melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu

    hamil yang tidak mengonsumsinya. Penelitian Cooper dkk (2013) mendapatkan

    ibu hamil yang peminum akan berisiko 1,68 kali melahirkan BBLR.

    17

  • 2.2.8 Konsumsi obat-obatan terlarang

    Penggunaan narkoba selama kehamilan secara signifikan meningkatkan

    risiko hasil kelahiran yang merugikan secara signifikan, karena usia kehamilan

    saat melahirkan dan berat bayi adalah prediktor biologis dari jangka pendek dan

    jangka panjang dari hasil kehamilan. Sejumlah penelitian telah melaporkan

    hubungan yang signifikan antara paparan ganja selama periode prenatal dengan

    penurunan berat badan lahir dan usia kehamilan. Penggunaan methamphetamine

    selama kehamilan meningkatan risiko berat badan lahir rendah dan gangguan

    pertumbuhan janin. Penggunaan kokain selama hamil dapat meningkatkan 2,2 kali

    lipat risiko melahirkan BBLR (NIDA, 2011)

    Ibu hamil dianjurkan untuk tidak mengonsumsi obat-obatan selama hamil

    yang tidak diresepkan oleh dokter (Maryunani, 2013). Penggunaan golongan obat

    teratogenik sebelum atau selama hamil merupakan hal yang berisiko bagi janin.

    Ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan selama hamil dapat berpengaruh

    terhadap janin yang dikandungnya, antara lain gangguan pertumbuhan janin,

    kelainan bawaan dan BBLR (Trihardiani, 2011).

    2.2.9 Tinggi badan

    Tinggi badan ibu hamil yang kurang dari rata-rata akan memengaruhi

    berat badan bayi yang dilahirkan. Kelahiran BBLR pada ibu hamil dengan badan

    yang pendek sangat dipengaruhi oleh faktor anatomi tubuh ibu (UNICEF dan

    WHO, 2004). Penelitian Budiman (2011), ibu hamil dengan tinggi badan yang

    berisiko adalah ≤ 145 cm. Semakin tinggi badan ibu hamil maka makin besar

    berat bayi yang dilahirkan. Sebuah studi di India melaporkan tingginya insiden

    18

  • bayi BBLR pada ibu dengan tinggi badan 145 cm. Ibu yang memiliki tinggi badan 145 cm.

    Penelitian Sulistiani (2014) mendapatkan ibu hamil yang mempunyai tinggi badan

    145 cm.

    2.2.10 Status bekerja

    Pengeluaran energi yang besar pada ibu hamil sebagai akibat dari suatu

    pekerjaan yang membutuhkan tenaga fisik yang berat akan berpengaruh terhadap

    janin yang dikandung. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar kalori terkuras

    oleh pekerjaan yang dilakukan oleh ibu sehingga berakibat pada pengurangan

    jumlah kalori yang tersedia untuk janin. Kebutuhan energi yang tidak tercukupi

    pada ibu hamil dengan pekerjaan berat adalah salah satu faktor yang dapat

    memengaruhi berat lahir bayi yang dilahirkan nanti. Penelitian Yuliva dkk (2009)

    menunjukkan rata-rata berat lahir bayi berdasarkan pekerjaan dengan aktivitas

    fisik berat pada kelompok ibu bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata

    berat lahir bayi ibu tidak bekerja dengan aktivitas yang berat. Widyastuti (2008)

    yang menunjukkan bahwa pekerjaan berisiko 3,47 kali menyebabkan BBLR

    dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.

    2.2.11 Tingkat pendidikan

    Pendidikan tinggi akan lebih memudahkan bagi seseorang untuk

    memperoleh informasi tentang kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan yang

    berpendidikan rendah. Perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru

    19

  • dikenal akan dihambat oleh pendidikan yang kurang (Notoadmodjo, 2010).

    Tingkat pendidikan dapat menjadi dasar seseorang untuk mengambil keputusan.

    Penerimaan serta pengembangan pengetahuan dan teknologi ditentukan oleh

    pendidikan yang dimiliki seseorang. Ibu dengan pendidikan yang tinggi akan

    semakin mampu untuk mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan

    kesehatan yang dapat mencegah permasalahan secara dini dalam kehamilan bagi

    ibu dan janinnya. Pendidikan berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu

    tentang kebutuhan selama kehamilan yaitu perawatan dan gizi selama kehamilan

    (Simamarta, 2010).

    Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

    tingkat pendidikan berdasarkan lama pendidikan dikategorikan menjadi

    pendidikan rendah dengan pendidikan setinggi-tingginya tamat SLTP atau jumlah

    tahun sukses sekolah sampai dengan 9 tahun, pendidikan sedang yaitu dengan

    jumlah tahun sukses sekolah sampai dengan 12 tahun atau menamatkan

    pendidikan SLTA dan pendidikan tinggi dengan tahun sukses sekolah lebih dari

    12 tahun atau perguruan tinggi. Penelitian Yuliva dkk (2009), bayi dengan berat

    lahir yang lebih rendah dilahirkan oleh ibu dengan pendidikan yang kurang.

    Pendidikan memengaruhi pengetahuan ibu tentang perawatan kehamilan,

    persalinan dan nifas. Daya serap terhadap pengetahuan dan keinginan seseorang

    untuk mengetahui setiap hal yang berkaitan dengan kehamilan berkaitan dengan

    tingkat pendidikan seseorang.

    Penelitian yang dilakukan oleh Atriyanto (2006) mendapatkan ibu hamil

    yang memiliki pendidikan rendah (tidak tamat SLTA ke bawah) berisiko 1,84 kali

    20

  • melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu hamil yang berpendidikan tinggi

    (tamat SLTA ke atas). Penelitian Amalia (2011) mendapatkan ibu dengan tingkat

    pendidikan

  • 2.2.13 Riwayat kelahiran BBLR

    Penyebab kelahiran prematur dan BBLR yang telah diketahui dapat

    diperbaiki dengan perawatan antenatal yang baik, pengurangan faktor risiko

    lainnya serta pembatasan kegiatan dapat membantu mencegah hal tersebut

    terulang kembali. Bila penyebab kelahiran prematur dan BBLR tidak dapat

    dicegah atau diperbaiki maka kelahiran prematur dan BBLR dapat ditunda.

    Pengunduran waktu sejenak dapat bermanfaat, dimana setiap hari tambahan

    nutrisi bayi yang berada dalam uterus akan meningkatkan kesempatan untuk

    selamat (Maryunani, 2013). Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi

    prematur, pada kehamilan berikutnya berisiko untuk melahirkan bayi prematur.

    Ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan ≤ 1,5 kg berisiko 50% melahirkan

    bayi prematur pada kehamilan selanjutnya (Dardiantoro, 2007).

    2.2.14 Penyakit ibu

    Penyakit dalam kehamilan terdiri dari adanya riwayat penyakit kronis

    seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit hati, penyakit

    ginjal dan toksemia, adanya penyakit infeksi seperti malaria kongenital serta

    infeksi vagina dan rubella. Ketidakseimbangan hormonal pada ibu hamil

    disamping dapat menyebabkan keguguran setelah kandungan besar,

    ketidakseimbangan hormonal juga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan

    BBLR (Maryunani, 2013).

    Penyakit jantung memberi dampak yang kurang menguntungkan bagi

    kehamilan dan janin dalam kandungan. Gangguan sianosis dan hipoksia pada ibu

    akan berdampak pada tidak berkembangnya hasil konsepsi sehingga dapat terjadi

    22

  • abortus. Jika hasil konsepsi bisa bertahan hidup, bayi bisa lahir kurang bulan atau

    lahir cukup bulan namun dengan BBLR. Selama persalinan janin dapat

    mengalami hipoksia dan gawat janin. Bayi lahir dengan nilai APGAR skor

    rendah. Volume plasma yang lebih rendah banyak ditemukan pada ibu hamil

    dengan penyakit jantung pada kehamilan 32 minggu dan persalinan kala I

    (Wiknjosastro, 2012).

    2.2.15 Usia kehamilan

    Usia kehamilan berlangsung selama 40 minggu atau 280 hari. Usia

    kehamilan merupakan jangka waktu ibu mengandung hasil konsepsi yang

    dihitung mulai dari haid pertama haid terakhir (HPHT). Usia kehamilan disebut

    matur atau cukup bulan apabila usia kehamilan ibu memasuki 37-42 minggu bila

    42 minggu disebut

    postmatur atau serotinus (Wiknjosastro, 2012).

    Kelahiran prematur adalah penyebab utama kecacatan, kesakitan dan

    kematian bayi. Kehamilan yang yang berlangsung lebih pendek menyebabkan

    bayi lebih kecil serta mempunyai risiko untuk mengalami cacat, sakit dan mati.

    Kondisi ini menunjukkan terdapat kecenderungan yaitu kematian bervariasi di

    antara spektrum berat lahir dan meningkat terus menerus dengan semakin

    menurunnya berat badan. Jika dihubungkan dengan pertumbuhan yang tidak

    maksimal pada saat anak-anak kejadian sakit pada saat dewasa lebih tinggi

    dibandingkan dengan bayi yang tumbuh dengan baik seperti kardiovaskuler,

    hipertensi, DM tipe 2. Pada perempuan terdapat tambahan risiko yaitu dapat

    melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah nantinya (UNICEF dan WHO,

    23

  • 2004). Penyebab BBLRsalah satunya disebabkan karena adanya kelahiran

    prematur. Bayi yang prematur sekitar 60% akan mengalami BBLR (WHO, 2011).

    Menurut penelitian yang dilakukan oleh Surtiati (2003) mendapatkan ibu

    yang melahirkan di umur kehamilan kurang dari 37 minggu memiki risiko 10 kali

    untuk mengalami BBLR dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pada umur

    kehamilan ≥ 37 minggu. Penelitian Sulistiani (2014) mendapatkan usia kehamilan

    ibu

  • naik mencapai 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg sehingga diagnosa

    hipertensi dapat ditegakkan (Manuaba, 2008). Komplikasi serius pada trimester

    kedua-ketiga salah satunya diakibatkan oleh pre-eklamsia dengan gejala klinis

    hipertensi, edema, dan proteinuria, kejang sampai koma. Hipertensi

    mengakibatkan spasme pada pembuluh darah, sehingga fungsi plasenta

    mengalami gangguan yang dapat menghambat sirkulasi uteroplasenter.

    Terganggunya sirkulasi uteroplasenter memengaruhi pasokan nutrisi dan O² pada

    janin sehingga bayi akan lahir dengan berat badan yang rendah (Kurniawati,

    2010).

    Edema adalah penimbunan cairan yang berlebih di dalam jaringan tubuh.

    Edema bisa dideteksi secara dini melalui kenaikan berat badan, adanya muka, jari

    tangan dan kaki yang mengalami pembengkakan. Kewaspadaan dapat

    ditingkatkan pada ibu hamil yang mengalami kenaikan berat badan ½ kg

    seminggu beberapa kali. Proteinuria merupakan komplikasi lanjutan dari

    hipertensi dalam kehamilan. Hipertensi menyebabkan ginjal mengalami kerusakan

    sehingga beberapa protein yang disaring oleh ginjal menjadi terbuang bersama

    urin. Dalam kondisi normal, urin memang mengandung sejumlah protein tetapi

    tidak melebihi 0,3 gr dalam 24 jam. Proteinuria merupakan bentuk adanya

    komplikasi hipertensi, kondisi ini membutuhkan perhatian dan penanganan segera

    (Manuaba, 2008).

    Penelitian Lestariningsih dan Duarsa (2013) mendapatkan ibu dengan pre-

    eklampsia dalam kehamilan kemungkinan berisiko 10,118 kali lebih besar untuk

    melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak pre eklampsia. Penelitian

    25

  • Kurniawati (2010) di RSUD Sragen mendapatkan ibu hamil dengan pre eklamsia

    3,5 kali berisiko melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak pre-

    eklamsia. Penelitian Ferezu dkk (2015) di Zimbabwe menemukan pre-eklamsi

    2,64 kali meningkatkan risiko kelahiran BBLR.

    2.2.18 Kehamilan ganda

    Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan janin yang dikandung

    jumlahnya lebih dari satu (Maryunani, 2013). Ibu dan janin dapat mempunyai

    risiko yang lebih tinggi dengan adanya kehamilan ganda. Kekurangan gizi seperti

    anemia dalam kehamilan dapat membuat gangguan pertumbuhan janin dalam

    rahim, hal ini terjadi karena tidak tercukupinya kebutuhan untuk pertumbuhan

    pada kehamilan ganda (Lubis, 2011).

    Pada umur kehamilan yang sama berat badan janin hamil kembar lebih

    ringan dibandingkan berat badan janin hamil tunggal. Kenaikan berat badan janin

    kehamilan kembar akan sama dengan janin kehamilan tunggal pada umur

    kehamilan 30 minggu. Regangan berlebihan pada kehamilan ganda menyebabkan

    peredaran darah plasenta berkurang sehingga kenaikan berat badan janin menjadi

    lebih kecil. Pada kehamilan kembar berat badan satu janin rata-rata 1000 gr lebih

    ringan daripada janin kehamilan tunggal. Umumnya pada kehamilan kembar berat

    badan bayi yang baru lahir adalah 2500 gr (Wulandari, 2011). Salah satu anak

    dapat lebih berat 50-1000 gr dari lainnya. Separuh kasus bayi mempunyai berat

    badan cukup bulan. Seperdelapan kehamilan kedua bayi dibawah 1500 gr. Tiga

    perdelapan sisanya antara 1500 – 2500 gr (Oxorn dan Forte, 2010).

    26

  • 2.2.19 Cacat bawaan

    Cacat bawaan dapat didefinisikan sebagai anomali struktural atau

    fungsional (misalnya gangguan metabolisme) yang terjadi selama kehidupan

    intrauterin. Cacat bawaan dapat diidentifikasi sebelum lahir, saat lahir atau di

    kemudian hari. Sekitar 50% dari semua cacat bawaan tidak dapat dikaitkan

    dengan penyebab spesifik. Beberapa penyebab yang diketahui atau merupakan

    faktor risiko yaitu faktor sosial ekonomi dan demografi, faktor genetik (komunitas

    etnis misalnya Yahudi Ashkenazi atau Finlandia), infeksi maternal (sifilis dan

    rubella), status gizi ibu (kekurangan yodium dan insufisiensi folat), faktor

    lingkungan maternal (paparan pestisida tertentu dan bahan kimia lainnya, serta

    obat-obatan tertentu, alkohol, tembakau, obat-obatan psikoaktif dan radiasi selama

    kehamilan). Bayi yang mengalami cacat bawaan, umumnya akan dilahirkan

    sebagai BBLR atau bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah

    dengan cacat bawaan 20% akan meningggal dalam minggu pertama kehidupannya

    (Winkjosastro, 2012).

    2.2.20 Infeksi dalam rahim

    Infeksi dalam rahim salah satunya dapat diakibatkan oleh infeksi hepatitis.

    Infeksi tersebut akan mengganggu hati untuk mengatur dan mempertahankan

    metabolisme pada tubuh ibu hamil. Metabolisme yang tidak stabil membuat aliran

    nutrisi dari ibu ke janin dapat terganggu. Ibu hamil dengan hepatitis akan

    meningkatkan risiko terjadinya keguguran, persalinan prematuritas dan kematian

    janin dalam rahim (Manuaba, 2008). Infeksi rubella pada ibu hamil akan berakibat

    27

  • buruk terhadap janin antara lain, BBLR, cacat kongenital dan kematian janin

    (Mochtar dan Sofian, 2012).

    28