2014 Milad REE 2
-
Upload
gilang-giandi -
Category
Documents
-
view
228 -
download
4
description
Transcript of 2014 Milad REE 2
PENELITIAN LOGAM TANAH JARANG DI INDONESIAIsyatun Rodliyah1,2 dan Pramusanto1,2
1Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
Jl. Jendral Sudirman no. 623 Bandung2Prodi Teknik Pertambangan UNISBA
Jl. Tamansari No.1 Bandung
Email: [email protected]
ABSTRAKLogam tanah jarang (LTJ) memegang peranan yang sangat penting dalam kebutuhan
material produksi modern seperti dalam dunia superkonduktor, laser, optik elektronik,
aplikasi LED dan iPAD, glass dan keramik. Di Indonesia telah ditemukan 2 jenis mineral
yang mengandung LTJ yaitu monasit dan senotim. Mineral–mineral tersebut belum diolah
lebih lanjut untuk memperoleh logam-logam tanah jarang murni atau dalam bentuk
oksidanya
Penelitian ini dilakukan bekerjasama dengan Pusat Teknologi Akselerator dan Proses
Bahan (PTAPB)-Batan khususnya dalam penyediaan cerium oksida. Penelitian ini bertujuan
mendapatkan hasil yang optimal pada proses reduksi CeO2 menjadi logam Ce. Logam
cerium dapat dihasilkan dengan metode metalotermik dengan kadar Ce 50% dan perolehan
91%.
Kata kunci: logam tanah jarang, mineral jarang,
I. LOGAM TANAH JARANG
Logam tanah jarang (LTJ) merupakan kelompok logam yang pada umumnya berasosiasi
dengan unsur logam yang lain dalam jumlah kecil. Dalam sistem periodik unsur, kelompok
logam tanah jarang merupakan kelompok lantanida yang memiliki anggota 14 unsur yaitu:
Ce-Pr-Nd-Pm-Sm-Eu-Gd-Tb-Dy-Ho-Tr-Tm-Yb-Lu. Logam grup lain yang sering berasosiasi
dalam mineral yang sama adalah Sc-Y-La.[1] Keberadaan unsur logam tanah jarang dalam
sistem periodik unsur seperti terlihat pada Gambar 1. Logam tanah jarang diklasifikasikan
menjadi dua berdasarkan berat molekulnya, yaitu logam tanah jarang ringan atau grup
cerium (Ce, Pr, Nd, Pm, Sm, Eu) dan logam tanah jarang berat (Gd, Tb, Dy, Ho, Tr, Tm, Yb,
1
Lu). Logam tanah jarang ringan lebih banyak keberadaannya dibandingkan dengan logam
tanah jarang berat. Pada kenyataannya LTJ keberadaan di lapisan bumi tidaklah jarang.
Cerium, lantanum, neodymium, dan ytrium sebenarnya lebih umum kelimpahannya
dibandingkan timbal dan perak.[2] Namun, logam tanah jarang ditemukan pada kondisi
sangat tersebar dan sedikit ditemukan dalam jumlah yang banyak, sehingga nilai
ekonominya kecil.
Gambar 1. Keberadaan unsur LTJ (warna kuning) dalam sistem periodik unsur
II. Pemanfaatan Logam Tanah Jarang
Logam tanah jarang dalam bentuk oksida, memegang peranan yang sangat penting dalam
kebutuhan material maju seperti superkonduktor, laser, optik elektronik, aplikasi LED dan
iPAD, glass dan keramik. Contoh perkembangan yang terjadi pada magnet, LTJ mampu
menghasilkan neomagnet, yaitu magnet yang memiliki medan magnet yang lebih baik dari
magnet biasa. Dengan adanya LTJ ini juga memungkinkan munculnya mobil bertenaga
listrik yang dapat digunakan untuk perjalanan jauh. Oleh karenanya mobil hybrid mulai
marak dikembangkan. Selanjutnya aplikasi LTJ ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Pemanfaatan logam tanah jarang di industri(3,4)
2
No Aplikasi Unsur LTJ Permintaan LTJ 2005
Pertumbuhan pemakaian logam tanah jarang
1 Magnet Nd, Pr, Dy, Tb, Sm
17,17 ton motor listrik pada mobil hybrid, Power steering elektrik, Air conditioners, generator, hard disk drives
2 Baterai NiMH La, Ce, Pr, Nd
7,2 ton Baterai mobil Hybrid, baterai Rechargeable
3 Auto Catalysis Ce, La, Nd 5,83 ton Gasoline and hybrids diesel fuel additive, untuk peningkatan standar emisi otomotif global
4 Fluid Cracking Catalysis
La, Ce, Pr, Nd
15,4 ton Produksi minyak, peningkatan kegunaan minyak mentah
5 Phosphors Eu, Y, Tb, La, Dy, Ce, Pr, Gd
4,007 tons LCD TV dan monitor, plasma TV, energy efficient compact fluorescent lights
6 Polishing Powders Ce, La, Pr, mixed
15,15 ton LCD TV dan monitor, plasma TV dan display, silicon wafers dan chips
7 Glass additives Ce, La, Nd, Er, Gd, Yb
13,59 ton Kaca optik untuk kamera digital, bahan fiber opti
Dalam aplikasi metalurgi, penambahan logam tanah jarang digunakan dalam
pembuatan baja paduan rendah kekuatan tinggi (High Strength Low Alloy/HSLA), baja
karbon tinggi, superalloy, stainless steel. Karena logam tanah jarang memiliki kemampuan
ketahanan terhadap panas. Contohnya pada penambahan logam tanah jarang dalam
bentuk aditif atau alloy pada paduan magnesium dan aluminium, maka kekuatan dan
kekerasan paduan tersebut akan meningkat secara signifikan.
3
Gambar 2. Pemanfaatan Logam Tanah Jarang
III. Mineral Pembawa LTJ di Indonesia
Di Indonesia terdapat 2 jenis mineral yang mengandung LTJ ini. Mineral tersebut adalah
monasit dan senotim. Berdasarkan hasil studi BATAN di daerah produksi timah, ada
beberapa daerah potensi deposit monasit, yaitu; Bangka Belitung, Karimata/Ketapang,
Rirang-Tanah Merah.[2] Monasit merupakan sumber utama logam tanah jarang ringan,
diperoleh sebagai produk samping dari penambangan dan pengolahan mineral berat seperti
ilmenit, rutil, dan zirkon (Australia, Brazilia, Cina dan India); serta kasiterit, ilmenit dan zirkon
(Malaysia, Thailand, dan Indonesia)(5). Di Bangka, mineral monasit Bangka diperoleh
sebagai hasil samping penambangan timah. Mineral monasit Bangka didapat sebanyak
7.290 - 8.505 ton per tahun(6).
Monasit merupakan senyawa fosfat logam tanah jarang, berwarna coklat kemerahan.
Mineral monasit merupakan empat mineral yang berbeda, tetapi karena perbedaannya tidak
banyak, maka mereka dirujuk sebagai satu mineral monasit. Keempat monasit tersebut
mempunyai persentase berbeda tergantung pada unsur/elemen penyusunnya.
4
Tabel 2. Nama dan Rumus Kimia Monasit(7)
NAMA RUMUS KIMIA
MONASIT-(Ce) (Ce, La, Nd, Th, Y)PO4
MONASIT –(La) (La, Ce, Nd)PO4
MONASIT –(Nd) (Nd, La, Ce)PO4
MONASIT – (Pr) (Pr, Nd, Ce, La) PO4
Mineral monasit ini memiliki kandungan thorium yang cukup tinggi dan dalam jumlah tertentu
dikategorikan sebagai TENORM (Technologically Enhanced Naturally Occuring Radioaktive
Material) yaitu zat radioaktif alam yang dikarenakan kegiatan manusia atau proses teknologi
terjadi peningkatan paparan potensial jika dibandingkan dengan keadaan awal. Penanganan
TENORM mesti mematuhi batasan paparan radiasi sebagai berikut: paparan untuk pekerja
yang diperbolehkan adalah 20 mSv/th atau 10 uSv/jam sedangkan paparan untuk publik 1
mSv/th.
Di Malaysia, monasit ditemukan tersebar luas dalam endapan aluvial sebagai hasil samping
pengolahan timah, sedangkan di Indonesia terdapat di Bangka, Belitung dan Singkep. Data
Pusat Sumber Daya Geologi pada 2007 menyebutkan bahwa cadangan monasit Indonesia
sekitar 185.992 ton dengan konsentrasi terbanyak ada di daerah penghasil timah.
Selain monasit, mineral lain penyumbang LTJ di Indonesia adalah senotim (YPO4) dan
zirkon (ZrSiO4). Sebagai mineral LTJ-fosfat, yttrium merupakan komponen utama dalam
senotim yang bersama kermovit-Y (YAsO4) membentuk suatu larutan padat sehingga ada
kemungkinan mengandung unsur jejak arsen sebagai pengotor dan juga silikon dioksida
serta kalsium. Dalam senotim terkandung pula disprosium, erbium, terbium dan iterbium
serta logam thorium dan uranium. Cadangan dan perbandingan mineral ikutan dari mineral
kasiterit di berbagai daerah dapat dilihat di Gambar 4.
Di Indonesia, mineral pembawa LTJ khususnya monasit, senotim dan zirkon diperoleh dari
hasil samping penambangan dan pengolahan timah. Proses pengolahan timah di PT. Koba
Tin dapat dilihat pada Gambar 5.
5
Gambar 4. Cadangan dan perbandingan mineral ikutan dari mineral kasiterit di berbagai
daerah
Gambar 5. Diagram alir proses pengolahan kasiterit di PT. Koba Tin
6
IV. Harga Logam Tanah JarangPertumbuhan pemakaian LTJ dalam berbagai aplikasi menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pertumbuhan pemakaian LTJ di dunia
Harga LTJ setiap tahun mulai tahun 2008 sampai 2011 selalu mengalami kenaikan seperti
ditunjukkan pada Gambar 6. Sedangkan harga antara oksida dan logam dari logam tanah
jarang sangat berbeda. Harga logam dibandingkan dengan oksida-nya sangat jauh berbeda.
Hal ini ditunjukkan pada Tabel 4.
7
Tabel 4. Perbandingan Harga Oksida dan Logam
Harga LTJ setiap tahun mulai tahun 2008 sampai 2010 selalu mengalami kenaikan seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
8
Gambar 6. Grafik kecenderungan harga LTJ mulai tahun 2008 – 2010
V. PENELITIAN LOGAM TANAH JARANG DI INDONESIA
Penelitian dan pengembangan logam tanah jarang di Indonesia telah dilakukan oleh
berbagai instansi baik lembaga penelitian, perguruan tinggi dan industri. Koordinasi dan
kerjasama penelitian juga telah dilakukan oleh instansi yang mengembangkan penelitian
logam tanah jarang diantaranya; Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA),
BATAN, Unpad, PT. Timah, BPPT, BBLM-Kemenperind, dan Universitas Indonesia.
Perkembangan penelitian logam tanah jarang di Indonesia cukup menggembirakan. PT.
Timah bekerjasama dengan PTBGN-BATAN sedang membangun pilot plant pengolahan
pasir monasit hingga menghasilkan LTJ-oksida dengan kapasitas 50kg/umpan yang akan
selesai di akhir tahun 2014. LTJ-oksida yang akan dihasilkan dari pilot plant PT. Timah
selanjutnya oleh Pemerintah Daerah Bangka Belitung bekerjasama dengan BATAN akan
dibuat pilot plant untuk pemisahan unsure-unsurnya yaitu serium oksida, lanthanum oksida
dan neodinium oksida. Puslitbang tekMIRA bekerjasama dengan BATAN telah melakukan
penelitian mengenai reduksi LTJ-oksida menjadi logam-logamnya dan sudah berhasil
membuat logam serium. Disamping mengembangkan pembuatan logamnya, Puslitbang
tekMIRA bekerjasama dengan Universitas Padjajaran (Unpad) juga mengembangkan
9
pembuatan gadolinium oksida yang diperuntukkan untuk kesehatan yaitu sebagai contrast
agent.
Tahun 2013 penelitian di tekMIRA difokuskan pada reduksi LTJ-oksida menjadi logam-
logamnya yaitu reduksi logam serium (Ce) dari serium oksida (Ce2O3). Pasir monasit yang
digunakan didapatkan dari PT. Mutiara Prima Sejahtera. Karakterisasi pasir monasit dari PT.
MPS (Mutiara Prima Sejahtera) yang berlokasi di Bangka dilakukan dengan analisa XRF
yang dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi. Hasil analisa XRF dapat dilihat pada
Tabel 5.1. di bawah ini. Gambar penampakan pasir monasit dapat dilihat pada Gambar 7.
Tabel 5. Komposisi unsur tanah jarang pasir monasit PT. MPS
No. elemen Kadar (%)1. Serium (Ce) 25,842. gadolinium (Gd) 1,113. Yttrium (Y) 1,074. Neodimium (Nd) 10,185. Terbium (Tb) 0,086. Lantanum (La) 11,027. Dysprosium (Dy) 0,348. Europium (Eu) 0,0789. Samarium (Sm) 1,54
10. Prasedomium (Pr) 2,4511. Thorium (Th) 5,8312. Uranium (U) 0,13
Gambar 7. Foto pasir monasit
10
Reduksi serium oksida (CeO2) menjadi logam CeSerium oksida yang dipergunakan dalam proses reduksi ini didapatkan dari PTAPB-Batan
berdasarkan perjanjian kerjasama yang telah dilakukan terkait penelitian logam tanah jarang
antara Puslitbang tekMIRA dan PTAPB-Batan. Karakterisasi serium oksida yang diperoleh
dapat dilihat pada Tabel 6. Foto serium oksida dapat dilihat pada Gambar 8.
Tabel 6. Komposisi unsur LTJ pada Serium oksida
No. elemen Kadar (%)1. Serium (Ce) 79,442. Yttrium (Y) 0,063. Neodimium (Nd) 0,534. Lantanum (La) 0,4355. Samarium (Sm) 0,0976. Prasedomium (Pr) 0,173
Gambar 8. Foto serium oksida
Semua unsur tanah jarang-oksida atau unsur tanah jarang-flourida dapat direduksi menjadi
logamnya melalui proses metalotermik. Pemilihan logam yang digunakan sebagai reduktor
dalam proses metalotermik sangat terbatas karena stabilitas termodinamik senyawa LTJ
sangat tinggi. Logam yang digunakan sebagai reduktor harus lebih reaktif dibandingkan
cerium seperti Ca, Al, Si, dan Mg. Pada percobaan reduksi ini digunakan reduktor Mg dan
11
fluks CaCl2. Proses reduksi ini dilakukan tanpa menggunakan udara, sehingga harus
dialirkan gas argon. Reaksi yang terjadi dalam proses reduksi cerium oksida adalah:
CeOx(s) + Mg(s) => Ce(l) + MgO (tidak dalam kesetimbangan)
CeO2 + 2CaCl2 + 2Mg → Ce + 2CaO + 2MgCl2
Sejumlah percobaan pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kondisi proses hingga
terbentuk logam Ce. Percobaan awal dilakukan pada suhu 900oC, komposisi CeO2 dan Mg
adalah sesuai stokiometri dan tanpa penambahan fluks dan dengan penambahan fluks.
Percobaan dilakukan pada tube furnace. Hasil-hasil yang diperoleh adalah belum terbentuk
logam Ce dan terbentuk dua lapisan, powder berubah menjadi hijau (kemungkinan masih
ceria) dan powder berwarna coklat seperti CeO2. Hasil SEM dan XRD belum menunjukkan
logam Ce. Powder berwarna hijau merupakan serium yang masih berasosiasi dengan
magnesium dan terinklusi dalam material pengikat yang dapat dilihat pada Gambar 9. dan
Gambar 10. Sedangkan untuk powder yang berwarna coklat merupakan serium berasosiasi
dengan magnesium seperti yang terlihat pada Gambar 11. dan Gambar 12. Hasil dari
analisis untuk kedua proses tersebut menunjukkan bahwa baik logam ataupun terak masih
didominasi oleh cerium oksida.
Gambar 9. Hasil Analisis SEM X-Ray Mapping untuk lelehan dengan fluks
12
Gambar 10. Hasil Analisis SEM X-Ray Mapping untuk terak dengan fluks
Gambar 11. Hasil Analisis SEM X-Ray Mapping untuk lelehan dengan tanpa fluks
Gambar 12. Hasil Analisis SEM X-Ray Mapping untuk terak dengan tanpa fluks
Percobaan pendahuluan selanjutnya adalah dengan menaikkan suhu proses menjadi 1000 oC dengan komposisi bahan sama seperti pada percobaan awal. Dari hasil analisis XRD
belum terlihat adanya logam cerium. Fasa logam yang dihasilkan masih berupa serium
oksida dan fasa terak yang terbentuk juga masih serium oksida. Didalam fasa logam
terbentuk juga magnesium silikat. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 13. dan Gambar
14.
13
Gambar 13. Hasil Analisis XRD untuk fasa logam
Gambar 14. Hasil Analisis XRD untuk fasa terak
Percobaan pendahuluan selanjutnya adalah dengan menambahkan komposisi berat CeO2
dengan Mg yaitu 1:1, suhu 1200oC dan kondisi lainnya sama seperti pada percobaan awal
sebelumnya. Dari hasil percobaan sudah terlihat terbentuknya fasa logam cerium berupa
perak-abu seperti pada Gambar 15.
14
Gambar 15. Foto penampakan logam cerium
Hasil analisis SEM X-Ray mapping yang diperlihatkan pada Gambar 16. menunjukkan
bahwa pada fasa logam, logam cerium (Ce) sudah terbentuk yang ditunjukkan oleh struktur
menjarum (pada bagian kiri sampai kanan atas foto, warna putih). Mg, Cl dan Ca masih
terdapat pada fasa logam. Monasit juga masih terlihat dalam bentuk chunk (kanan bawah
foto). Kemungkinan tidak semua monasit terubah menjadi logam Ce pada saat proses
reduksi.
Gambar 16. Hasil analisis SEM X-Ray Mapping pada fasa logam
Pada fasa terak terdapat logam Ce yang lolos masuk ke dalam terak (di bagian kiri sampai
tengah foto). Material Mg yang berada dalam terak berbentuk lempengan (kanan bawah
foto). Hasil analisis SEM X-Ray Mapping pada fasa terak dapat dilihat pada Gambar 17.
15
Gambar 17. Hasil analisis SEM X-Ray Mapping pada fasa terak
KESIMPULANPerkembangan penelitian logam tanah jarang di Indonesia cukup mengembirakan. Hal ini
dapat dibuktikan dari banyaknya instansi yang menekuni penelitian pengolahan dan
pemurnian logam tanah jarang baik dari lembaga penelitian, perguruan tinggi dan industri.
Pilot plant pengolahan pasir monasit menjadi produk LTJ-oksida sudah akan dibangun oleh
PT. Timah bekerjasama dengan BATAN. Reduksi LTJ-oksida menjadi logamnya terutama
logam serium sudah berhasil dilakukan oleh Puslitbang tekMIRA dengan metode
metalotermik.
PUSTAKA1. www.fieldexexploration.com : Castor, S and Hedrick, J. ‘Rare Earth Element’.
Diunduh pada tanggal 9 April 2011 pukul 14.00 WIB
2. Atmawinata, A., Pengembangan Industri REE di Indonesia, Kementerian
Perindustrian, Jakarta, 2011.
3. Gupta, C.K. and Krishnamurthy, N., 2005, Extractive metallurgy of rare earth, CRC
press, Boca Raton London New York Washington, D.C.
4. Shwe, A., Soe and Lwin, K., Study on Extraction of Ceric Oxide from Monazite
Concnetrate, Worl Academy of Science, Engineering and Technology, 48, 2008, pp
331-333
5. Riedemann, T., High Purity Rare Earth Metals in Separation, US Department of
Energy Specialized Research Center, 2011.
16
6. Sabtanto Djoko Suprapto, Tinjauan Logam Tanah Jarang, Bidang Program Dan
Kerjasama, Pusat Sumber Daya Geologi
7. Ninik Bintari, R. Subagiono, MV Purwani, Bambang EHB. Proses Ekstraksi Untuk Memisahkan Unsur-unsur Logam Tanah jarang Dalam Konsentrat dari Pasir Monasit. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. Puslitbang Teknologi Maju BATAN. Yogyakarta. 2003.
8. Ariane Messner. Sustainability assessment of products: A Comparison of The Methods Ecological Footprint, MIPS (Material Input Per Service Unit) and The Integrated EFORWOOD Sustainability Impact Assesment, by example of two wood product. Lincoln University, Christchurch. Vienna. 2010.
17