2012 Analisis Dampak Ekonomi, Sosial Dan Budaya Pembangunan Jss

57
ANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA ANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA ANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA ANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA TERHADAP RENCANA TERHADAP RENCANA TERHADAP RENCANA TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA JEMBATAN SELAT SUNDA JEMBATAN SELAT SUNDA JEMBATAN SELAT SUNDA 1.1. 1.1. 1.1. 1.1. Analisis Analisis Analisis Analisis Dampak Dampak Dampak Dampak Ekonomi Terkait Ekonomi Terkait Ekonomi Terkait Ekonomi Terkait Rencana Rencana Rencana Rencana Pembangunan JSS di Provinsi Lampung Pembangunan JSS di Provinsi Lampung Pembangunan JSS di Provinsi Lampung Pembangunan JSS di Provinsi Lampung 1.1.1. 1.1.1. 1.1.1. 1.1.1. Dampak Dampak Dampak Dampak Rencana Rencana Rencana Rencana Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi Wilayah Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi Wilayah Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi Wilayah Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi Wilayah Rencana pembangunan JSS akan menimbulkan implikasi diantaranya terhadap perubahan pola ruang, struktur ruang, dan sistem transportasi. Implikasi yang ditimbulkan tersebut berdampak terhadap ekonomi wilayah Provinsi Lampung. Pembangunan JSS dapat menimbulkan kecenderungan perubahan pola ruang (komposisi pola ruang), yakni dengan kemungkinan perkembangan penggunaan lahan yang mengurangi cakupan lahan kawasan lindung dan bertambahnya cakupan lahan kawasan budidaya. Perkembangan luas lahan terbangun di provinsi Lampung akan cukup besar pasca pembangunan JSS, selain disebabkan karena pertumbuhan kawasan terbangun saat ini sudah cukup besar juga karena faktor ekonomi dan perkembangan penduduk berpengaruh secara signifikan (mencapai 99%) pada perkembangan kawasan terbangun. Kemungkinan perkembangan kawasan yang memiliki kecenderung perkembangan tinggi seperti kawasan perkotaan pada pusat-pusat perdagangan dan jasa, kawasan industri, koridor penyeberangan Bakauheni - Merak, serta kawasan wisata pasca pembangunan JSS, demikian juga dengan perubahan struktur ruang menjadi berstatus pusat kegiatan nasional (PKN), pusat kegiatan wilayah (PKW) atau pusat kegiatan lokal (PKL) akan memacu kinerja dan struktur perekonomian wilayah Provinsi Lampung. Skema perubahan struktur ruang Provinsi Lampung terhadap beberapa kota seperti Bandar Lampung, Kota Agung, Menggala, Bandar Jaya, Kemuning, Sukadana dan Way Jepara dapat diperkirakan akan membawa pengaruh perkembangan perekonomian kabupaten dan kota.

Transcript of 2012 Analisis Dampak Ekonomi, Sosial Dan Budaya Pembangunan Jss

  • ANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYAANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYAANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYAANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

    TERHADAP RENCANA TERHADAP RENCANA TERHADAP RENCANA TERHADAP RENCANA PEMBANGUNANPEMBANGUNANPEMBANGUNANPEMBANGUNAN

    JEMBATAN SELAT SUNDAJEMBATAN SELAT SUNDAJEMBATAN SELAT SUNDAJEMBATAN SELAT SUNDA

    1.1. 1.1. 1.1. 1.1. Analisis Analisis Analisis Analisis Dampak Dampak Dampak Dampak Ekonomi Terkait Ekonomi Terkait Ekonomi Terkait Ekonomi Terkait RencanaRencanaRencanaRencana Pembangunan JSS di Provinsi LampungPembangunan JSS di Provinsi LampungPembangunan JSS di Provinsi LampungPembangunan JSS di Provinsi Lampung

    1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Dampak Dampak Dampak Dampak Rencana Rencana Rencana Rencana Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi WilayahPembangunan JSS Terhadap Ekonomi WilayahPembangunan JSS Terhadap Ekonomi WilayahPembangunan JSS Terhadap Ekonomi Wilayah

    Rencana pembangunan JSS akan menimbulkan implikasi diantaranya terhadap perubahan

    pola ruang, struktur ruang, dan sistem transportasi. Implikasi yang ditimbulkan tersebut

    berdampak terhadap ekonomi wilayah Provinsi Lampung. Pembangunan JSS dapat menimbulkan

    kecenderungan perubahan pola ruang (komposisi pola ruang), yakni dengan kemungkinan

    perkembangan penggunaan lahan yang mengurangi cakupan lahan kawasan lindung dan

    bertambahnya cakupan lahan kawasan budidaya. Perkembangan luas lahan terbangun di provinsi

    Lampung akan cukup besar pasca pembangunan JSS, selain disebabkan karena pertumbuhan

    kawasan terbangun saat ini sudah cukup besar juga karena faktor ekonomi dan perkembangan

    penduduk berpengaruh secara signifikan (mencapai 99%) pada perkembangan kawasan

    terbangun.

    Kemungkinan perkembangan kawasan yang memiliki kecenderung perkembangan tinggi

    seperti kawasan perkotaan pada pusat-pusat perdagangan dan jasa, kawasan industri, koridor

    penyeberangan Bakauheni - Merak, serta kawasan wisata pasca pembangunan JSS, demikian juga

    dengan perubahan struktur ruang menjadi berstatus pusat kegiatan nasional (PKN), pusat

    kegiatan wilayah (PKW) atau pusat kegiatan lokal (PKL) akan memacu kinerja dan struktur

    perekonomian wilayah Provinsi Lampung. Skema perubahan struktur ruang Provinsi Lampung

    terhadap beberapa kota seperti Bandar Lampung, Kota Agung, Menggala, Bandar Jaya,

    Kemuning, Sukadana dan Way Jepara dapat diperkirakan akan membawa pengaruh

    perkembangan perekonomian kabupaten dan kota.

  • Pembangunan JSS juga berimplikasi terhadap perubahan pergerakan transportasi antara

    Pulau Sumatera dan Pulau Jawa karena manfaat yang dapat diberikan meliputi :

    a. Menambah aksesibilitas dengan adanya tambahan infrastruktur transportasi baru

    b. Bertambahnya kapasitas layanan lalulintas

    c. Meningkatnya kecepatan perjalanan dibandingkan dengan menggunakan ferry atau

    pelayaran laut

    d. Meningkatnya kepastian waktu perjalanan dibandingkan menggunakan ferry atau

    pelayaran laut

    Manfaat yang ditimbulkan oleh fungsi JSS tersebut berakibat terjadinya peralihan

    lalulintas (traffic diversion) antara infrastruktur eksisting dengan JSS, timbulnya bangkitan

    lalulintas (traffic generation) akibat terstimulasinya kegiatan ekonomi, dan meningkatnya arus

    kecepatan (speed flow) lalulintas Sumatera Jawa.

    Peralihan lalulintas yang mungkin terjadi antara lain : penyeberangan ferry Merak

    Bakauheni, pelayaran laut Pelabuhan Panjang Tanjung Priok, dan penerbangan Lampung

    (Bandara Radin Inten) Jakarta; karena ketiga rute lalulintas tersebut terletak paling dekat

    dengan JSS, memiliki asal/tujuan perjalanan yang sama, dan memiliki jenis layanan yang sama.

    Pengembangan komoditi unggulan dan sebaran industri/sentra produksi yang sudah

    dibahas pada Bab III secara umum memberikan peluang lapangan kerja baru di tingkat makro.

    Namun demikian, sebaran industri dan sentra produksi yang mempunyai peluang berkembang

    lebih besar adalah yang terletak dekat dengan pembangunan JSS atau berada pada jalur yang

    langsung terhubung dengan JSS seperti ditunjukkan pada gambar 3.1 pada Bab III. Sementara

    kabupaten/kota lain yang terletak cukup jauh dari infrastruktur JSS dan koridor utama JSS seperti

    : Kabupaten Lampung Utara, Lampung Barat, Way Kanan, Tanggamus akan mengalami

    kesenjangan.

    Lokasi kawasan potensial Provinsi Lampung sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2.6

    pada Bab II. di mana identifikasi dilakukan dengan membagi kawasan berdasarkan zona dengan

  • interval radius 30 km dari kaki JSS (Bakauheni). Kawasan potensial yang berada pada Zona I, II dan

    III (30 km, 60 km dan 90 km) khususnya di wilayah Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung

    Timur, berpeluang terimplikasi dampak ekonomi secara langsung, sehingga perlu dikembangkan

    berbagai bentuk perekonomian mikro. Sedangkan Zona III, IV dan zona lain di atas radius 120 km

    mengalami dampak perekonomian secara makro.

    1.1.2.1.1.2.1.1.2.1.1.2. Dampak Dampak Dampak Dampak Rencana Rencana Rencana Rencana Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi Mikro/Lokal/Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi Mikro/Lokal/Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi Mikro/Lokal/Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi Mikro/Lokal/ PedesaanPedesaanPedesaanPedesaan

    Kabupaten Lampung Selatan yang dominan memiliki potensi kegiatan ekonomi di sektor

    pertanian terletak pada zona hingga 60 km dari kaki JSS. Dalam hal ini ditetapkan sebagai

    Kawasan Ekonomi Potensial (KEP) Lampung Selatan, dampak pembangunan JSS bersifat ekonomi

    mikro/lokal/pedesaan.

    Peluang sektor ekonomi mikro yang dapat dikembangkan berkaitan dengan implikasi

    pembangunan JSS dapat dilihat pada Tabel 1.1. dan Tabel 1.2. Pada Tabel 1.1 konsentrasi

    pengembangan sektor ekonomi mikro di Kabupaten Lampung Selatan difokuskan antara lain pada

    :

    a. Kawasan Terminal Agribisnis Kecamatan PenengahanKawasan Terminal Agribisnis Kecamatan PenengahanKawasan Terminal Agribisnis Kecamatan PenengahanKawasan Terminal Agribisnis Kecamatan Penengahan, dengan kegiatan ekonomi

    pemasaran hasil produk pertanian serta bahan baku kebutuhan pertanian dan

    pendukungnya.

    b. Kawasan Agropolitan Kecamatan SidomulyoKawasan Agropolitan Kecamatan SidomulyoKawasan Agropolitan Kecamatan SidomulyoKawasan Agropolitan Kecamatan Sidomulyo, dengan kegiatan ekonomi produksi hasil

    pertanian.

    c. Kawasan Minapolitan Kecamatan KetapangKawasan Minapolitan Kecamatan KetapangKawasan Minapolitan Kecamatan KetapangKawasan Minapolitan Kecamatan Ketapang, dengan kegiatan ekonomi budidaya

    perikanan, penangkapan ikan dan pengolahan hasil ikan.

    d. KawasanKawasanKawasanKawasan Agroindustri di Kecamatan Tanjung Agroindustri di Kecamatan Tanjung Agroindustri di Kecamatan Tanjung Agroindustri di Kecamatan Tanjung BBBBintangintangintangintang, dengan kegiatan ekonomi adalah

    industri peralatan dan mesin-mesin pertanian, industri pengolahan hasil pertanian, dan

    industri jasa sektor pertanian

  • e. Kawasan Pariwisata Kalianda dan sekitarnya, Kawasan Pariwisata Kalianda dan sekitarnya, Kawasan Pariwisata Kalianda dan sekitarnya, Kawasan Pariwisata Kalianda dan sekitarnya, dengan kegiatan ekonomi adalah

    perdagangan dan jasa seperti: perhotelan, restorant (kuliner) transportasi, dan

    cinderamata.

    Penduduk Kecamatan Penengahan dan Kecamatan Sidomulyo yang secara umum adalah

    petani, sedangkan penduduk Kecamatan Ketapang adalah nelayan diharapkan dapat

    diberdayakan untuk mendukung kawasan pengembangan tersebut. Begitu pula dengan

    penduduk di kawasan Tanjung bintang, diharapkan dapat mendukung keberadaan industri di

    Kawasan Industri Lampung (KAIL). Sedangkan penduduk kota Kalianda yang lebih banyak bekerja

    di sector perdagangan dan jasa dapat diarahkan untuk mendukung pengembangan pariwisata di

    sumber air panas Wat belerang, Pelabuhan Canti untuk penyeberangan ke Gunung Krakatau dan

    Pantai Wartawan.

    Tabel 1.1. Kawasan Potensial di Kabupaten Lampung Selatan

    NoNoNoNo FungsiFungsiFungsiFungsi KegiatanKegiatanKegiatanKegiatan LokasiLokasiLokasiLokasi

    1 Terminal

    Agribisnis

    1. Memasarkan hasil produk pertanian

    2. Memasarkan bahan baku kebutuhan

    pertanian dan pendukungnya

    KEP Lampung Selatan,

    Kec. Penengahan

    (Kab. Lampung Selatan)

    2 Agropolitan 1. Produksi hasil pertanian

    KEP Lampung Selatan,

    Kec. Sidomulyo

    (Kab. Lampung Selatan)

    3 Minapolitan

    1. Usaha budidaya perikanan

    2. Usaha penangkapan ikan di laut

    3. Usaha pengolahan hasil ikan

    KEP Lampung Selatan,

    Kec. Ketapang

    (Kab. Lampung Selatan)

    4 Agro

    Industri

    1. Industri peralatan dan mesin-mesin

    pertanian

    2. Industri pengolahan hasil pertanian

    3. Industri jasa sektor pertanian

    KEP Lampung Selatan,

    Kec. Tanjung Bintang

    (Kab. Lampung Selatan)

    Sumber: Hasil analisis, 2012 dan Studi Kawasan Strategis Selat Sunda, 2011

  • Tabel 1.2. Kawasan Potensial di Kabupaten Lampung Timur

    NoNoNoNo FungsiFungsiFungsiFungsi KegiatanKegiatanKegiatanKegiatan LokasiLokasiLokasiLokasi

    1 Minapolitan

    1. Usaha budidaya perikanan

    2. Usaha penangkapan ikan di laut

    3. Usaha pengolahan hasil ikan

    KEP Lampung Timur,

    Kec. Labuhan Maringgai

    (Kab. Timur)

    2 Agroindustri

    1. Industri peralatan dan mesin-mesin

    pertanian

    2. Industri pengolahan hasil pertanian

    3. Industri jasa sektor pertanian

    KEP Lampung Timur,

    Kec. Jabung, Sekampung

    Udik

    (Kab. Lampung timur)

    3 Agrowisata 1. Produksi hasil pertanian

    2. Pembibitan buah-buahan dll

    KEP LampungTimur,

    Kec. Pekalongan

    (Kab. LamTimur)

    5 Ecotourism

    (Pariwisata

    Alam)

    1. Pengembangan Desa Wisata di

    Labuhan Ratu

    2. Industri cinderamata

    KEP Lampung Timur

    Kec. Labuhan Ratu dan Way

    Jepara

    (Kab. Lampung Timur) Sumber: Hasil analisis 2012

    1.2.1.2.1.2.1.2. Analisis Analisis Analisis Analisis Dampak Dampak Dampak Dampak Sosial Terkait Sosial Terkait Sosial Terkait Sosial Terkait RencanaRencanaRencanaRencana Pembangunan JSS di Provinsi LampungPembangunan JSS di Provinsi LampungPembangunan JSS di Provinsi LampungPembangunan JSS di Provinsi Lampung

    Perubahan sosial yang terjadi di suatu wilayah ditandai dengan perubahan struktur dan

    hubungan-hubungan sosial berdasarkan usia, tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan

    sebagainya. Perubahan sosial mengakibatkan perubahan di sektor lain, oleh karena itu tidak

    dapat dipandang hanya dari satu sisi. Sedangkan perubahan budaya berkaitan dengan perubahan

    substansi budaya seperti nilai, kepercayaan, sikap, norma, perilaku, pranata, dan lain-lain.

    Perubahan sosial dan perubahan budaya tidak dapat dipisahkan dan akan saling mempengaruhi.

    Rencana pembangunan jembatan Selat Sunda diperkirakan akan menghadirkan beragam

    perubahan kepada kehidupan masyarakat setempat. Perubahan-perubahan yang terjadi tidak

    hanya bersifat fungsional, namun ada pula yang bersifat disfungsional.

    Beberapa perubahan fungsional dari rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda

    diantaranya adalah semakin lancarnya jalur transportasi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatra,

    menjadikan wilayah sekitar Jembatan Selat Sunda yakni Provinsi Banten dan Lampung menjadi

    wilayah strategis untuk membuka usaha-usaha baru, misalnya penduduk setempat dapat

  • membangun rumah makan, minimarket dan sebagainya di sekitar area kaki JSS.

    Perubahan fungsional lainnya adalah semakin majunya pengembangan transportasi di negeri ini

    dan menjadi catatan khusus dengan menjadi jembatan terpanjang kedua di dunia setelah

    Jembatan Shanghai, Cina. Tentunya dengan demikian, akan semakin memperkuat eksistensi

    Indonesia di dunia internasional dalam aspek jalur transportasinya.

    Namun kita juga jangan melupakan nasib para pengusaha dan awak kapal feri yang

    sebelumnya menggantungkan hidupnya dengan menjual jasa menyebrangkan penumpang

    maupun kendaraan dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatra. Dengan dibangunnya Jembatan Selat

    Sunda ini tentunya akan mengurangi bahkan menghilangkan penghasilan sehari-hari mereka,

    karena tentunya minat untuk menggunakan jasa kapal feri ini menjadi menurun drastis. Selain itu

    mengingat bahwa Jembatan Selat Sunda ini juga akan dilengkapi oleh jalur kereta api, maka hal

    ini pun akan menjadi masalah baru bagi pemerintah jika tidak segera dicari antisipasinya, karena

    kemungkinan bertambahnya pengangguran akan semakin besar.

    1111.2.1 .2.1 .2.1 .2.1 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Proyeksi Pertumbuhan Penduduk

    Provinsi Lampung termasuk dalam kategori provinsi dengan jumlah penduduk menengah,

    yaitu antara 5 hingga 10 juta jiwa. Jumlah penduduk Lampung 7.608.405 jiwa (tahun 2010) atau

    naik sekitar 5,5% dibandingkan tahun 2007 (7.211.596 jiwa). Dibandingkan dengan tahun 2000,

    jumlah penduduk lampung naik sekitar 15,74%. Terhitung laju pertumbuhan penduduk Provinsi

    Lampung periode 2000-2010 sebesar 1,3%, dibandingkan periode sebelumnya (1990 2000

    sebesar 1,01%) mengalami peningkatan 0,29%.

    Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, penduduk Provinsi Lampung, 2010 mencapai

    7.608.405 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 106,09. Tingkat kepadatan penduduk di

    Provinsi Lampung tampak masih timpang atau tidak merata antar wilayah. Dibandingkan dengan

    kabupaten, kepadatan penduduk di kota umumnya sangat tinggi. Tingkat kepadatan penduduk

    Kota Bandar Lampung misalnya mencapai 4.570 jiwa per kilometer persegi dan Kota Metro

    mencapai 2.354 jiwa per kilometer persegi. Sementara itu, tingkat kepadatan penduduk di

  • semua kabupaten masih berada dibawah 500 jiwa per kilometer persegi, bahkan Kabupaten

    Lampung Barat baru mencapai 85 jiwa per kilometer persegi.

    Diantara 4 kawasan potensial JSS di tahun 2010, Kabupaten Lampung Timur memiliki

    jumlah penduduk terbesar (951.639 jiwa), diikuti Kabupaten Lampung Selatan (912.490 jiwa),

    Kota Bandar Lampung (881.801 jiwa), dan terakhir Kabupaten Pesawaran (398.848 jiwa).

    Sedangkan jika dilihat dari kepadatan penduduk, Kota Bandar Lampung memiliki kepadatan

    penduduk terbesar (4.569,86 jiwa/km2), diikuti Kabupaten Lampung Selatan (454,65 jiwa/km2),

    Kabupaten Pesawaran (339,8 jiwa/km2), dan terakhir Kabupaten Lampung Timur (219,38

    jiwa/km2). Dengan adanya proyek pembangunan JSS maka akan terjadi peningkatan jumlah

    penduduk yang signifikan untuk ketiga kabupaten (Lampung Selatan, Lampung Timur, dan

    Pesawaran). Banyaknya lahan kosong, memungkinkan alih guna lahan pertanian menjadi

    pemukiman dan industri akan terjadi.

    Penduduk 4 (empat) wilayah potensial JSS di Provinsi Lampung yaitu Kabupaten Lampung

    Selatan, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Pesawaran dan Kota Bandar Lampung tercatat

    3.018.945 jiwa atau 41% dari keseluruhan penduduk Provinsi Lampung pada sensus penduduk

    tahun 2007. Di tahun 2010 meningkat menjadi 3.144.778 jiwa (41,33%). Selama 3 tahun

    terakhir terjadi peningkatan 0,3%. Penduduk Kabupaten Lampung Selatan sebelum dimekarkan

    dengan Kabupaten Pesawaran adalah yang terbesar di antara kabupaten dan kota di provinsi ini,

    yaitu 1.312.527 jiwa di tahun 2006.

  • Sementara itu kepadatan penduduk di Provinsi Lampung pada tahun 2010 sebesar 215,61

    jiwa. Kota Bandar Lampung memiliki kepadatan penduduk terbesar (

    Kabupaten Lampung Selatan (454,65

    terakhir Kabupaten Lampung Timur (

    kepadatan penduduk di atas rata

    0

    200.000

    400.000

    600.000

    800.000

    1.000.000

    Gambar

    0

    1000

    2000

    3000

    4000

    5000

    Gambar

    Sumber : Hasil analisis, 2012

    Sementara itu kepadatan penduduk di Provinsi Lampung pada tahun 2010 sebesar 215,61

    . Kota Bandar Lampung memiliki kepadatan penduduk terbesar (4.569,86 jiwa/km2), diikuti

    454,65 jiwa/km2), Kabupaten Pesawaran (339,8

    terakhir Kabupaten Lampung Timur (219,38 jiwa/km2). Seluruh wilayah potens

    kepadatan penduduk di atas rata-rata provinsi.

    Lam-Sel Lam-Tim Pesawaran B.Lampung

    Gambar 1.1 Jumlah Penduduk di kawasan Potensial

    JSS (2010)

    Lam-Sel Lam-Tim Pesawaran B.Lampung

    Gambar 1.2 Kepadatan penduduk Kawasan

    Potensial JSS (2010)

    Sementara itu kepadatan penduduk di Provinsi Lampung pada tahun 2010 sebesar 215,61

    jiwa/km2), diikuti

    339,8 jiwa/km2), dan

    jiwa/km2). Seluruh wilayah potensial JSS memiliki

  • Dari hasil pengolahan dan analisis data, dapat diketahui hasil proyeksi jumlah penduduk

    untuk sepuluh dan duapuluh tahun kedepan. Berdasarkan perhitungan tersebut rata-rata

    pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung tiap tahunnya diperkirakan mencapai 1,2% dan

    hingga akhir tahun rencana penduduk Provinsi Lampung terkonsentrasi di Kabupaten Lampung

    Selatan (18%) dari jumlah penduduk Provinsi Lampung. Hal ini disebabkan beberapa faktor

    antara lain karena faktor topografi wilayah yang relatif datar dibandingkan wilayah lain di

    Provinsi Lampung, merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera dari arah Jawa dan memiliki

    aksesibilitas yang baik dari berbagai moda, luas wilayah yang memadai dibanding Bandar

    Lampung dan Metro dan memiliki kelengkapan sarana prasarana yang cukup menarik untuk

    aktivitas perdagangan dan industri. Selain itu letaknya yang berbatasan langsung dengan Kota

    Bandar Lampung menjadi nilai lebih bagi Kabupaten Lampung Selatan, mengingat sektor usaha

    dan penyediaan lapangan usaha masih terkonsentrasi di Kota Bandar Lampung. Sementara

    ketersediaan lahan di Kota Bandar Lampung relatif terbatas, sehingga penduduk di Kota Bandar

    Lampung mencari permukiman di luar Kota Bandar Lampung terutama di daerah perbatasan

    antara Bandar Lampung dan Lampung Selatan dan Bandar Lampung - Pesawaran. Dengan

    demikian jumlah penduduk terkonsentrasi di Wilayah Lampung Selatan. Proyeksi jumlah

    penduduk untuk tahun 2020 dan 2030 dapat di lihat pada tabel berikut.

    Tabel 1.3 Proyeksi Jumlah Penduduk Lampung

    No. Kabupaten/Kota Tahun 2020 Tahun 2030

    1. Lampung Selatan 1.027.448 1.142.139

    2. Bandar Lampung 1.024.709 1.168.032

    3. Tanggamus 603.813 671.013

    4. Pringsewu *) 382.229 399.089

    5. Lampung Barat 473.319 526.391

    6. Way Kanan 468.458 529.732

    7. Lampung Utara 638.947 691.749

    8. Tulang Bawang 489.306 580.706

    9. Tulang Bawang Barat *) 276.237 301.767

    10. Mesuji *) 206.297 225.187

    11. Lampung Tengah 1.313.830 1.451.678

  • 12. Lampung Timur 1.050.037 1.143.928

    13. Metro 177.662 209.081

    14. Pesawaran 447.486 496.009

    Jumlah 8.579.779 9.536.500

    Sumber : Hasil analisis 2012

    Dengan rencana pembangunan JSS, diperkirakan akan menarik penanam modal di

    wilayah proyek (Banten dan Lampung). Hal ini akan membuat membuat pertumbuhan penduduk

    di kedua provinsi ini akan meningkat pesat, terlebih pada kabupaten/kota yang menjadi wilayah

    pembangunan dan pengembangan. Tabel 1.3 memperlihatkan proyeksi jumlah penduduk

    Provinsi Lampung tahun 2020 dan 2030. Dengan rencana pembangunan JSS kemungkinan

    jumlah penduduk di 4 kawasan potensial JSS lebih besar dari yang diperkirakan. Diperkirakan

    jumlah penduduk di kawasan potensial akan mengalami pertumbuhan secara eksponensial,

    karena adanya arus migrasi. Tabel 1.4 adalah proyeksi jumlah penduduk di kawasan potensial JSS

    dengan mempertimbangkan proyek JSS.

    Tabel 1.4. Proyeksi Jumlah penduduk di kawasan potensial JSS

    Kabupaten/KotaKabupaten/KotaKabupaten/KotaKabupaten/Kota Tahun 2020Tahun 2020Tahun 2020Tahun 2020 Tahun 2030Tahun 2030Tahun 2030Tahun 2030

    Kawasan potensial JSS*)

    Kabupaten Lampung Selatan**) 1.770.192 2.957.742

    Kabupaten Lampung Timur 1.236.302 2.065.686

    Kota Bandar Lampung 1.071.853 1.414.411

    Jumlah 4.078.347 6.437.839

    Bukan wilayah potensial 5.030.099 5.586.392

    Jumlah total penduduk Lampung 9.108.446 12.024.231

    Sumber : Lap. JSS PU (2009) dan hasil analisis (2012)

    Keterangan : *) dengan mempertimbangkan proyek JSS

    **) termasuk Kab. Pesawaran

  • Sementara itu, jika dilihat jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia dapat diproyeksikan

    dengan asumsi proporsi kelompok usia 15 tahun terhadap jumlah penduduk pada

    tiap wilayah tetap, dapat dilihat dari tabel 1.5.

    Tabel 1.5 Proyeksi jumlah Penduduk berdasarkan kelompok usia di Kawasan Potensial JSS

    No Kabupaten/Kota*) 2020 2030

    < 15 th >15 th < 15 th >15 th

    1. Lampung Selatan**) 428.205 1.341.987 715.470 2.242.272

    2. Lampung Timur 281.597 954.705 470.508 1.595.178

    3. Bandar Lampung 248.997 822.856 328.575 1.085.836

    Jumlah 958.799 3.119.548 1.514.553 4.923.286

    Sumber : Hasil Analisis (2012)

    Keterangan : *) dengan mempertimbangkan proyek JSS

    **) termasuk Kab. Pesawaran

    Dengan adanya rencana Pembangunan JSS, perlu upaya peningkatan kualitas penduduk melalui

    pendidikan yang lebih spesifik berdasarkan usia. Kelompok usia di bawah 15 tahun perlu

    dilakukan pendidikan karakter untuk membangun karakter keragaman dan kebangsaan yang

    kuat. Hal ini diperlukan untuk mempertahankan nilai-nilai positif dan dapat mengantisipasi nilai-

    nilai negatif yang kemungkinan akan masuk di wilayah potensial JSS. Untuk kelompok usia 15

    tahun ke atas, perlu dilakukan pendidikan kewirausahaan. Hal ini untuk meningkatkan daya saing

    terhadap arus migrasi penduduk menuju wilayah potensial JSS.

    1111.2.2 .2.2 .2.2 .2.2 Proyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana PendidikanProyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana PendidikanProyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana PendidikanProyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana Pendidikan

    Sektor pendidikan berperan penting dalam upaya mempersiapkan dan membangun

    sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu pengukurannya adalah dengan Indeks

    Pembangunan Manusia (IPM). Pengukuran indeks ini melalui 3 (tiga) komponen yaitu kesehatan

  • (pencapaian umur panjang dan sehat), pendapatan (pengeluaran per kapita), dan pendidikan

    (rata-rata sekolah dan angka melek huruf). IPM rata penduduk Indonesia 2006 telah mencapai

    70,1, naik dari tahun sebelumnya 69,6. IPM Provinsi Lampung tahun 2006 adalah 69,4, masih

    berada di bawah IPM rata-rata. Sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 71,42 berada

    pada peringkat 21.

    Dari 4 kawasan potensial JSS, Kabupaten Pesawaran memiliki IPM terendah (69,77) diikuti

    Kabupaten Lampung Selatan (70,06), dan Kabupaten Lampung Timur (70,73). Ketiga kabupaten

    tersebut memiliki IPM di bawah provinsi. Sedangkan Kota Bandar Lampung Lampung memiliki

    IPM tertinggi di antara 3 wilayah potensial JSS lainnya yaitu sebesar 75,7 pada tahun 2010.

    Pada dasarnya IPM semua wilayah di Provinsi Lampung mengalami peningkatan tiap

    tahunnya, akan tetapi masih banyak yang berada di bawah rata-rata IPM Indonesia. IPM rata-

    rata Indonesia tahun 2009 sebesar 71,76, dan tahun 2010 sebesar 72,27.

    Dilihat dari angka melek huruf, dari 4 kawasan potensial JSS, Kabupaten Lampung Timur

    memiliki prosentase terendah (93,32%) dengan rata-rata lama sekolah 7,35 tahun, sedangkan

    Kota Bandar Lampung memiliki prosentase tertinggi (98,44%) dengan rata-rata lama sekolah

    9,91 tahun.

    Rendahnya tingkat pendidikan penduduk Lampung yang menamatkan pendidikannya

    pada jenjang sarjana umumnya disebabkan oleh alasan ekonomi. Secara umum penduduk

    Lampung sebagian besar tingkat pendidikannya di bawah rata-rata.

    Kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan akan terus meningkat bersamaan dengan

    meningkatnya jumlah penduduk. Kemungkinan sarana dan prasarana pendidikan yang ada, tidak

    mampu memenuhi kebutuhan keluarga pekerja proyek JSS. Ketersediaan fasilitas pendidikan

    yang dibutuhkan adalah fasilitas pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar 9 tahun, pendidikan

    menengah atas, kejuruan menengah, pendidikan tinggi, dan kursus-kursus keprofesionalan sesuai

    dengan kebutuhan kerja yang semakin berkembang.

  • Dibandingkan dengan tahun 2009/2010 jumlah sekolah SD dan SMP berkurang sebanyak

    46 dan 62 sekolah, demikian juga jumlah siswa SD dan SMP menurun sebanyak 34.374 siswa dan

    20.868 siswa, akan tetapi jumlah guru SD dan SMP naik sebanyak 12.697 orang dan 4.629 orang.

    Sementara itu jumlah sekolah SMU naik sebanyak 86, demikian juga dengan jumlah guru dan

    jumlah siswa naik sebanyak 1.591 orang dan 40.851 siswa

    .

    Pada bidang pendidikan dapat digambarkan dari proyeksi kebutuhan dan ketersediaan

    jumlah sekolah. Perhitungan proyeksi ketersediaan dan kebutuhan sekolah salah satunya

    didasarkan pada proyeksi jumlah murid. Gambaran lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

    berikut.

    Tabel 1.6 Proyeksi Jumlah Murid, Sekolah dan Guru di Provinsi Lampung

    No. Tingkat Pendidilan Tahun

    2020 2030

    1. SD

    - Trend Jumlah Murid

    - Trend Jumlah Sekolah

    - Tren Kebutuhan Guru

    987.047

    4.618

    89.729

    1.011.980

    4.659

    119.303

    2. SMP

    - Trend Jumlah Murid

    - Trend Jumlah Sekolah

    - Trend Kebutuhan Guru

    374.346

    1.428

    34.916

    423.683

    1.684

    44.703

    3. SMU

    - Trend Jumlah Murid

    - Trend Jumlah Sekolah

    - Trend Kebutuhan Guru

    195.575

    640

    19.297

    252.587

    843

    26.513 Sumber : Hasil Analisis (2012)

    Tabel di atas memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah murid, jumlah

    sekolah, dan guru pada berbagai tingkatan pendidikan periode tahun 2020 dan 2030. Dengan

    adanya rencana proyek JSS fokus pembangunan di bidang pendidikan dapat diarahkan pada

    peningkatan kualitas sekolah dan SDM.

  • Berdasarkan tabel di atas dapat diidentifikasi proyeksi kebutuhan sarana pendidikan untuk

    jenjang Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan kebutuhan sarana pendidikan hingga

    tahun 2029 dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 1.7 Proyeksi Kebutuhan Sekolah untuk Tiap Kabupaten di Provinsi Lampung

    No. Kabupaten/Kota Tahun 2029 Sarana Pendidikan

    SD SMP SMA

    1. Lampung Barat 558,491 349 116 116

    2. Tanggamus 867,526 542 181 181

    3. Lampung Selatan 1,149,939 719 240 240

    4. Lampung Timur 1,086,394 679 226 226

    5. Lampung Tengah 1,412,715 883 294 294

    6. Lampung Utara 748,952 468 156 156

    7. Way Kanan 408,334 255 85 85

    8. Tulang Bawang 1,129,296 706 235 235

    9. Bandar Lampung 1,124,533 703 234 234

    10. Metro 175,672 110 37 37

    11. Pesawaran 521,431 326 109 109

    Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah 9,183,283 9,183,283 9,183,283 9,183,283 5,7405,7405,7405,740 1,9131,9131,9131,913 1,9131,9131,9131,913 Sumber : RTRW Provinsi Lampung 2009-2029

    Dari 4 kawasan potensial JSS, diprediksikan dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka

    otomatis kebutuhan akan sarana prasarana pendidikan juga meningkat yang juga diiringi dengan

    meningkatnya nilai Indeks Pembangunan Manusia. Kabupaten Lampung Selatan diprediksikan

    membutuhkan sarana prasarana pendidikan lebih besar dari ketiga kawasan lainnya. Demikian

    juga Kota Bandar Lampung, sebagai ibukota provinsi, arus urbanisasi meningkatkan beban kota

    Bandar Lampung untuk menyediakan sarana prasarana yang lebih memadai.

    Proyeksi IPM untuk kawasan potensial JSS dapat dilihat pada tabel 1.7. IPM Lampung

    Selatan diproyeksikan dapat melampaui IPM rata-rata Provinsi Lampung pada tahun 2030,

    meninggalkan Lampung Timur dan Pesawaran.

  • Tabel 1.8 Proyeksi Nilai IPM Kawasan Potensial JSS di Provinsi Lampung

    No. Kabupaten /Kota 2020 2030

    1. Kab. Lampung Selatan 75,88 81,70

    2. Kab. Lampung Timur 76,13 81,51

    3. Kab. Pesawaran 75,03 80,23

    4. Kota Bandar Lampung 80,45 85,15

    Provinsi Lampung 76,46 81,54 Sumber : Hasil Analisis (2012)

    Proyek pembangunan JSS yang akan menyerap banyak tenaga kerja, diharapkan dapat

    menyerap tenaga kerja lokal sebanyak-banyaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat

    Lampung dan semakin baik keahlian yang dimiliki, maka semakin lebar kesempatan untuk

    mendapatkan posisi yang lebih baik.

    1111.2.3 .2.3 .2.3 .2.3 Proyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana KesehatanProyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana KesehatanProyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana KesehatanProyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana Kesehatan

    Indikator terhadap perilaku masyarakat dan peran serta masyarakat dalam pembangunan

    kesehatan antara lain dapat diukur atau tergambar dengan seberapa banyak kepesertaan

    masyarakat dalam jaminan pemeliharaan kesehatannya misalnya melalui Askes, JKPM, Jamsostek,

    dan lain-lain. Berdasarkan Susenas dinyatakan bahwa pembiayaan kesehatan yang berasal dari

    pemerintah hanya mencapai 30%, sedangkan pembiayaan yang berasal masyarakat tercatat 70%.

    Rendahnya pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah ternyata memiliki korelasi yang kuat

    terhadap derajat kesehatan masyarakat dan kinerja pembangunan kesehatan. Masyarakat belum

    terbiasa menjadi anggota dalam pembiayaan kesehatannya misalnya sala melalui asuransi

    kesehatan (Askes).

    Kualitas kesehatan masyarakat sangat tergantung pada tingkat pendidikan dan

    pendapatan. Dua hal ini akan berpengaruh pada pola hidup sehat, pola makanan, dan asupan

    gizi, serta lingkungan yang sehat. Angka harapan hidup (AHH) di Provinsi Lampung pada tahun

    2010 mencapai 69,5 tahun, sedangkan pada tahun 2005 mencapai 68 tahun. AHH Indonesia

  • tahun 2009 sebesar 69,21 tahun, dan tahun 2010 naik menjadi 69,43 tahun. Dari 4 kawasan

    potensial JSS pada tahun 2010 Kota Bandar Lampung memiliki AHH tertinggi mencapai 70,87

    tahun diikuti oleh Kabupaten Lampung Timur (70,22 tahun), Kabupaten Lampung Selatan dan

    Kabupaten Pesawaran (68,4 tahun), di bawah AHH rata-rata Indonesia.

    Kualitas kesehatan masyarakat yang prima sangat dibutuhkan untuk membangun proyek

    JSS. Pembangunan dan pengembangan proyek yang melibatkan banyak tenaga kerja sangat

    membutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Identifikasi

    terhadap sarana dan prasarana yang ada sekarang diperkirakan tidak bisa memenuhi kebutuhan

    masyarakat dan masyarakat ketika proyek JSS berlangsung.

    Pembangunan kesehatan diarahkan untuk makin meningkatkan kualitas dan pemerataan

    jangkauan/akses pelayanan kesehatan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut penyediaan

    sarana kesehatan merupakan hal yang penting.

    Jumlah Puskesmas tahun 2009 mencapai 227, Puskesmas rawat inap sebanyak 36 unit,

    Puskesmas pembantu 708 unit dan Puskesmas keliling sebanyak 250 unit. Jumlah Puskesmas

    cenderung meningkat tiap tahunnya, termasuk juga Puskesmas rawat inap, tetapi untuk jumlah

    Pustu berfluktuatif naik turun, hal ini disebabkan ada beberapa perkembangan dari Pustu

    menjadi Puskesmas atau dari Puskesmas non rawat inap menjadi rawat inap. Sedangkan fasilitas

    lain seperti rumah sakit dari tahun 2005-2009 jumlah rumah sakit di Wilayah Provinsi Lampung

    cenderung mengalami peningkatan.

    Selama empat tahun terakhir jumlah rumah sakit di Provinsi Lampung mengalami

    peningkatan yang cukup baik, pada tahun 2005 jumlah rumah sakit berjumlah 18 buah dan

    meningkat menjadi 24 buah pada tahun 2009. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah

    sakit didukung dengan keberadaan jumlah tenaga medis di Provinsi Lampung hingga tahun 2009

  • adalah ; dokter sebanyak 310 orang dokter umum dan 90 orang dokter ahli. Jumlah bidan

    sebanyak 1.141 orang serta perawat kesehatan sebanyak 2.268 orang.

    Keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh rumah sakit kepada

    masyarakat dengan lokasinya yang ada disekitar ibukota Kabupaten/Kota, telah diambil perannya

    oleh puskesmas. Oleh karena itu, kualitas pelayanan puskesmas harus terus ditingkatkan.

    Keberadaan puskesmas sebagai bagian dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam

    bidang kesehatan dimasa mendatang sangat membantu rumah sakit yang ada dalam menopang

    pelayanan kepada masyarakat secara langsung sampai kedaerah yang terpencil sekalipun.

    Perkembangan puskesmas hingga tahun 2030 dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 1.9 Proyeksi Jumlah Puskesmas di Provinsi Lampung

    No. Uraian Th. 2020 Th. 2030

    1. Jumlah Puskesmas 351 431

    2. Penduduk*) 9.108.446 12.024.231

    3. Beban Puskesmas (orang) 25.950 27.985

    Sumber : Hasil Analisis (2012)

    Keterangan :*) dengan mempertimbangkan JSS

    Kelancaran pelaksanaan pelayanaan kesehatan kepada masyarakat diperlukan tenaga

    medis yang ahli dibidangnya. Keberadaan dokter sebagai tenaga ahli dibidang kesehatan sangat

    dibutuhkan oleh masyarakat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan. Hingga tahun 2030 jumlah

    dokter adalah 3262 orang, dengan rasio untuk satu orang dokter dalam melayani 100.000 orang

    pasien berkisar 27,1%. Keberadaan dokter dimasa mendatang akan sangat menentukan dalam

    pelayanan kesehatan kepada masyarakat dilihat dari jumlah dan kualitasnya. Untuk lengkapnya

    mengenai proyeksi jumlah dokter dapat dilihat pada tabel berikut.

  • Tabel 1.10 Proyeksi Jumlah Dokter di Provinsi Lampung

    No. Uraian Th. 2020 Th. 2030

    1. Trend Jumlah Dokter

    - Dokter Ahli

    - Dokter Umum

    - Dokter Gigi

    462

    1.398

    362

    731

    2.033

    498

    2. Penduduk*) 9.108.446 12.024.231

    3. Rasio Dokter/100.000 24,4 27,1 Sumber : Hasil Analisis (2012)

    Keseluruhan fasilitas pelayanan kesehatan seiring waktu semakin dibutuhkan

    keberadaannya oleh masyarakat. Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang baik

    dimasa mendatang maka kebutuhan akan fasilitas kesehatan tersebut untuk dapat ditingkatkan

    baik secara kuantitas maupun kualitas. Pertambahan jumlah penduduk harus diimbangi dengan

    pemenuhan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat baik dari segi

    lokasi maupun harganya.

    Selain sarana dan prasarana kesehatan, yang harus diperhatikan adalah jenis-jenis

    penyakit yang relatif masih banyak diderita penduduk Lampung. Jenis-jenis penyakit umum

    seperti infeksi saluran pernafasan, diare, TBC, dan malaria menunjukkan masih banyak

    lingkungan pemukiman yang tidak sehat, pola makan yang tidak sehat dengan asupan gizi yang

    relatif rendah. Pembangunan dan pengembangan proyek JSS harus pula memperhatikan dengan

    berkontribusi memperbaiki situasi dan kondisi tersebut.

    Dari data yang tercatat oleh Dinas Kesehatan Provinsi Lampung jenis penyakit yang paling

    banyak diderita masyarakat Lampung yang tercatat di Puskesmas dan Rumah Sakit adalah diare

    sebanyak 64.196 penderita (55,7%), diikuti oleh penyakit malaria sebanyak 38.298 penderita

    (33,2%), penyakit saluran pernafasan dan DBD.

    Dilihat dari kondisi keluarga, penduduk Lampung masih banyak yang tergolong pada

    keluarga pra sejahtera. Sebanyak 727.886 dari 2.001.403 keluarga masuk dalam kategori

  • keluarga prasejahtera atau sebesar 36,4%. Kabupaten Lampung Timur dengan jumlah keluarga

    terbanyak dari 4 kawasan potensial JSS yaitu sebanyak 258.643 keluarga memiliki 32,18%

    keluarga pra sejahtera, 24,99% keluarga sejahtera I, 23,9% keluarga sejahtera II, 17,3% keluarga

    sejahtera III, dan 1,6% keluarga sejahtera III+. Kabupaten Lampung Selatan dengan

    keluarga sebanyak 234.198 memiliki 46,13% keluarga pra sejahtera dan 0,85% keluarga sejahtera

    III+. Kota Bandar Lampung dengan jumlah keluarga sebanyak 204.019 keluarga memiliki 29,5%

    keluarga pra sejahtera dan 5,5% keluarga sejahtera III+. Sedan

    dengan jumlah keluarga sebanyak

    1,24% keluarga sejahtera III+.

    23%

    21%

    Kondisi Keluarga di Kabupaten

    keluarga prasejahtera atau sebesar 36,4%. Kabupaten Lampung Timur dengan jumlah keluarga

    dari 4 kawasan potensial JSS yaitu sebanyak 258.643 keluarga memiliki 32,18%

    keluarga pra sejahtera, 24,99% keluarga sejahtera I, 23,9% keluarga sejahtera II, 17,3% keluarga

    sejahtera III, dan 1,6% keluarga sejahtera III+. Kabupaten Lampung Selatan dengan

    memiliki 46,13% keluarga pra sejahtera dan 0,85% keluarga sejahtera

    III+. Kota Bandar Lampung dengan jumlah keluarga sebanyak 204.019 keluarga memiliki 29,5%

    keluarga pra sejahtera dan 5,5% keluarga sejahtera III+. Sedangkan Kabupaten Pesawaran

    dengan jumlah keluarga sebanyak 104.986 keluarga memiliki 44% keluarga pra sejahtera dan

    44%

    23%

    11%

    1%

    Kondisi Keluarga di Kabupaten Lampung Selatan

    (2010)

    Pra sejahtera

    Sejahtera I

    Sejahtera II

    Sejahtera III

    Sejahtera III+

    keluarga prasejahtera atau sebesar 36,4%. Kabupaten Lampung Timur dengan jumlah keluarga

    dari 4 kawasan potensial JSS yaitu sebanyak 258.643 keluarga memiliki 32,18%

    keluarga pra sejahtera, 24,99% keluarga sejahtera I, 23,9% keluarga sejahtera II, 17,3% keluarga

    sejahtera III, dan 1,6% keluarga sejahtera III+. Kabupaten Lampung Selatan dengan jumlah

    memiliki 46,13% keluarga pra sejahtera dan 0,85% keluarga sejahtera

    III+. Kota Bandar Lampung dengan jumlah keluarga sebanyak 204.019 keluarga memiliki 29,5%

    gkan Kabupaten Pesawaran

    keluarga memiliki 44% keluarga pra sejahtera dan

  • 24%

    17%

    Kondisi Keluarga di Kabupaten

    20%

    Kondisi Keluarga di Kabupaten

    32%

    25%

    17%

    2%

    Kondisi Keluarga di Kabupaten Lampung Timur (2010)

    Pra sejahtera

    Sejahtera I

    Sejahtera II

    Sejahtera III

    Sejahtera III+

    44%

    21%

    14%

    1%

    Kondisi Keluarga di Kabupaten Pesawaran (2010)

    Pra sejahtera

    Sejahtera I

    Sejahtera II

    Sejahtera III

    Sejahtera III+

  • Dibandingkan dengan tahun 2009, jumlah keluarga pra sejahtera berkurang sebanyak

    2.096 keluarga, jumlah keluarga sejahtera I bertambah sebanyak 7.384 keluarga, keluarga

    sejahtera II bertambah sebanyak 35.194 keluarga, keluarga sejahtera III bertambah seban

    4.771 keluarga, dan keluarga sejahtera III+ juga bertambah sebanyak 2.823 keluarga.

    Seluruh kabupaten dan kota di kawasan potensial JSS memili

    sejahtera paling besar dibandingkan kondisi keluarga sejahtera. Di antara ke

    potensial JSS, Kabupaten Lampung Selatan memiliki porsi keluarga pra sejahtera paling besar

    dibandingkan kawasan lainnya (46%), dan porsi keluarga sejahtera III+ paling sedikit (0,85%).

    Bandar Lampung memiliki kondisi keluarga yang lebih baik dib

    Dengan proyek JSS kondisi ini bisa memburuk jika tidak diikuti dengan langkah

    antisipasi, seperti peningkatan kualitas SDM, perbaikan dan penyuluhan tentang kesehatan,

    pelatihan-pelatihan, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, kemudahan akses kesehatan

    dan sebagainya.

    22%

    19%

    Kondisi Keluarga di Kota

    Sumber : Hasil Analisis (2012)

    Dibandingkan dengan tahun 2009, jumlah keluarga pra sejahtera berkurang sebanyak

    2.096 keluarga, jumlah keluarga sejahtera I bertambah sebanyak 7.384 keluarga, keluarga

    sejahtera II bertambah sebanyak 35.194 keluarga, keluarga sejahtera III bertambah seban

    4.771 keluarga, dan keluarga sejahtera III+ juga bertambah sebanyak 2.823 keluarga.

    Seluruh kabupaten dan kota di kawasan potensial JSS memiliki porsi keluarga pra

    paling besar dibandingkan kondisi keluarga sejahtera. Di antara ke

    potensial JSS, Kabupaten Lampung Selatan memiliki porsi keluarga pra sejahtera paling besar

    dibandingkan kawasan lainnya (46%), dan porsi keluarga sejahtera III+ paling sedikit (0,85%).

    Bandar Lampung memiliki kondisi keluarga yang lebih baik dibandingkan kawasan lainnya.

    Dengan proyek JSS kondisi ini bisa memburuk jika tidak diikuti dengan langkah

    antisipasi, seperti peningkatan kualitas SDM, perbaikan dan penyuluhan tentang kesehatan,

    atihan, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, kemudahan akses kesehatan

    30%

    24%

    5%

    Kondisi Keluarga di Kota Bandar Lampung (2010)

    Pra sejahtera

    Sejahtera I

    Sejahtera II

    Sejahtera III

    Sejahtera III+

    Dibandingkan dengan tahun 2009, jumlah keluarga pra sejahtera berkurang sebanyak

    2.096 keluarga, jumlah keluarga sejahtera I bertambah sebanyak 7.384 keluarga, keluarga

    sejahtera II bertambah sebanyak 35.194 keluarga, keluarga sejahtera III bertambah sebanyak

    4.771 keluarga, dan keluarga sejahtera III+ juga bertambah sebanyak 2.823 keluarga.

    ki porsi keluarga pra

    paling besar dibandingkan kondisi keluarga sejahtera. Di antara ke-empat kawasan

    potensial JSS, Kabupaten Lampung Selatan memiliki porsi keluarga pra sejahtera paling besar

    dibandingkan kawasan lainnya (46%), dan porsi keluarga sejahtera III+ paling sedikit (0,85%). Kota

    andingkan kawasan lainnya.

    Dengan proyek JSS kondisi ini bisa memburuk jika tidak diikuti dengan langkah-langkah

    antisipasi, seperti peningkatan kualitas SDM, perbaikan dan penyuluhan tentang kesehatan,

    atihan, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, kemudahan akses kesehatan

  • 1111.2.4 .2.4 .2.4 .2.4 KetKetKetKetenagaenagaenagaenagakkkkerjaerjaerjaerjaanananan

    Penduduk usia kerja di Provinsi Lampung, 2010 berjumlah 5.824.370 jiwa yang terdiri dari

    jumlah angkatan kerja 3.957.697 jiwa dan bukan angkatan kerja 1.866.673 jiwa. Angkatan kerja

    terdiri dari penduduk yang bekerja (3.737.078 jiwa) dan pengangguran (220.619 jiwa), sedangkan

    yang termasuk bukan angkatan kerja adalah sekolah (445.291 jiwa), mengurus rumahtangga

    (1.185.170), lainnya (236.212 jiwa).

    Dari 4 kawasan JSS, Kabupaten Lampung Timur memiliki penduduk usia 15 tahun ke atas

    terbanyak (734.881 jiwa) dengan pengangguran sebanyak 2,9% dan bekerja 64,8%, diikuti

    Kabupaten Lampung Selatan (691.761 jiwa) dengan pengangguran sebanyak 3,6% dan bekerja

    63,2%, Kota Bandar Lampung (676.954 jiwa) dengan pengangguran sebanyak 7,5% dan bekerja

    55,3%, dan Kabupaten Pesawaran (303.474 jiwa) dengan pengangguran sebanyak 3,8% dan

    bekerja 60,2%.

    Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas pada tahun 2010 ditinjau dari lapangan pekerjaan,

    masih didominasi yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perikanan yang

    mencapai 56,5%. Dibandingkan dengan tahun 2009 mengalami penurunan 1,5% (dari 58%).

    Urutan kedua sektor perdagangan, rumah makan, jasa akomodasi mencapai 15,2%.

    Dibandingkan tahun 2009 juga mengalami penurunan 0,9% (dari 16,1%). Dibandingkan dengan

    tahun 2009 mengalami penurunan 2% (dari 58,5%). Urutan kedua sektor perdagangan, rumah

    makan, jasa akomodasi mencapai 15,2%. Dibandingkan tahun 2009 juga mengalami penurunan

    0,9% (dari 16,1%). Sektor jasa kemasyarakatan mengalami peningkatan sebesar 1,48% dari 9,5%

    (2009) menjadi 10,98% (2010). Sektor industri pengolahan dan sektor lainnya juga mengalami

    kenaikan sebesar 0,2% dan 2,5% dibandingkan tahun 2009.

    Sektor pertanian adalah sektor yang sangat mudah dimasuki, karena sebagai sektor

    tradisional penyedia lapangan usaha ini relatif tidak membutuhkan skill/keahlian yang tinggi.

    Sementara itu sektor konstruksi masih bersifat musiman dan sangat tergantung pada keberadaan

    proyek pembangunan infrastruktur dari pemerintah pusat maupun daerah yang selama ini

  • memang lebih bersifat padat karya. Sedangkan sektor industri saat ini memang sedang

    merasakan dampak dari krisis global, sehingga banyak perusahaan-perusahaan pengolahan yang

    terpasa tutup atau melakukan pengurangan karyawan.

    Penduduk usia kerja di Provinsi Lampung, 2010 berjumlah 5.824.370 jiwa yang terdiri dari

    jumlah angkatan kerja 3.957.697 jiwa dan bukan angkatan kerja 1.866.673 jiwa. Angkatan kerja

    terdiri dari penduduk yang bekerja (3.737.078 jiwa) dan pengangguran (220.619 jiwa), sedangkan

    yang termasuk bukan angkatan kerja adalah sekolah (445.291 jiwa), mengurus rumahtangga

    (1.185.170), lainnya (236.212 jiwa).

    Penduduk Provinsi Lampung sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu 56,48

    persen atau 2.110.571 jiwa. Adapun penduduk yang bekerja di sektor jasa kemasyarakatan

    tercatat 10,98 persen atau 410.386 jiwa.

    Dari 4 kawasan JSS, Kabupaten Lampung Timur memiliki penduduk usia 15 tahun ke atas

    terbanyak (734.881 jiwa) dengan pengangguran sebanyak 2,9% dan bekerja 64,8%, diikuti

    Kabupaten Lampung Selatan (691.761 jiwa) dengan pengangguran sebanyak 3,6% dan bekerja

    63,2%, Kota Bandar Lampung (676.954 jiwa) dengan pengangguran sebanyak 7,5% dan bekerja

    55,3%, dan Kabupaten Pesawaran (303.474 jiwa) dengan pengangguran sebanyak 3,8% dan

    bekerja 60,2%. Kondisi ini apabila dibiarkan akan menjadi masalah sosial tersendiri setiap tahun

    akan bertambah angka pengangguran dan menjadi beban daerah.

    Provinsi Lampung dan Banten akan menghadapi persoalan bagaimana menyediakan

    pekerjaan bagi angkatan kerja baru yang masuk setiap tahunnya. Suatu permasalahan yang tidak

    ringan dan tidak mudah mengatasinya.

    Pembangunan dan pengembangan JSS akan menciptakan kesempatan kerja yang besar,

    tidak hanya di sektor konstruksi, tapi meliputi multi sektor penunjang baik yang termasuk

    kategari formal dan informal. Tingkat pendidikan yang relatif rendah (Lamanya rata-rata sekolah

    penduduk Lampung 7,3 tahun) lebih rendah dari Banten (8,1 tahun), akan mempersulit untuk

  • memenuhi dan lolos dari kriteria keprofesionalan proyek tersebut. Kondisi seperti ini akan

    membuat arus migrasi masuk pekerja dari luar daerah semakin deras.

    Karakter proyek JSS adalah padat modal dan teknologi membuat kesempatan kerja yang

    tercipta membutuhkan pendidikan, keterampilan, dan keprofesionalan yang tinggi. Kompetisi

    yang tinggi terjadi dalam penyerapan tenaga kerja. Melihat situasi dan kondisi taraf pendidikan

    penduduk lokal tidak akan mampu sepenuhnya memenuhi persyaratan yang tinggi dari proyek.

    Jika diserap, konsekuensinya akan lebih banyak sebagai buruh kasar pelaksana proyek atau masuk

    dalam sektor informal pendukung proyek secara tidak langsung. Pada kondisi demikian,

    kemungkinan yang akan terjadi adalah masuknya pekerja non lokal, bisa dari luar daerah dan

    bahkan tenaga ahli asing. Tentunya ini tidak diharapkan karena kehadiran proyek diharapkan bisa

    menjadi stimulus menciptakan kemakmuran yang tercermin dengan peningkatan pendapatan,

    khususnya bagi penduduk lokal.

    Dampak dari situasi kompetisi yang tinggi yang mungkin bisa terjadi antara lain :

    (1) Terjadi persaingan pengisian kesempatan kerja antara angkatan kerja penduduk lokal dan

    pendatang yang bisa berpotensi menimbulkan konflik sosial;

    (2) Timbulnya kesenjangan pendapatan antara penduduk pendatang dan lokal;

    (3) Tingkat pengangguran yang tinggi pada tenaga kerja tidak terdidik; dan

    (4) Kemungkinan terjadi penghambatan atau penolakan secara langsung atau tidak langsung

    terhadap pembangunan JSS.

    Untuk mengantisipasi kondisi di atas perlu penyiapan pekerja lokal yang dibekali dengan

    pendidikan, keterampilan, dan keahlian harus dilakukan sejak awal sehingga bisa memenuhi dan

    lolos dari persyaratan yang tinggi.

    Dampak pembangunan di sepanjang lintas Sumatera, berakibat pada perubahan kegiatan

    dan mata pencaharian masyarakat. Akibatnya terjadi perubahan tata guna lahan. Terjadinya

    proses marjinalisasi, yaitu peminggiran secara sistematis masyarakat petani karena beralih ke

  • sektor usaha non pertanian dengan semakin terbatasnya lahan dan tenaga kerja akibat

    berkurangnya minat pemuda bekerja di sektor pertanian.

    Investasi di suatu daerah seperti rencana pembangunan mega proyek JSS, baik secara

    langsung ataupun tidak langsung akan menciptakan kesempatan kerja baru. Makin besar nilai

    investasinya dan makin padat karya proyeknya maka akan semakin besar tumbuhnya peluang

    kesempatan kerja baru terutama di wilayah sekitar proyek tersebut. Terbukanya kesempatan

    kerja baru akan diisi oleh angkatan kerja setempat dan juga pendatang. Adanya kesempatan

    kerja ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

    Kualifikasi persyaratan pendidikan, ketrampilan, dan profesionalisme membuat

    kesempatan kerja tersebut tidak sepenuhnya dapat diisi angkatan kerja setempat.

    Konsekuensinya mereka masuk ke sektor informal. Situasi ini dapat dimanfaatkan oleh pekerja

    pendatang, dari luar daerah atau dari luar negeri (tenaga ahli profesional). Hal ini berarti akan

    terjadi arus migrasi yang akan memperbesar jumlah penduduk di wilayah sekitar proyek.

    Peningkatan pendapatan membuat perubahan pola hidup masyarakat. Dari yang

    tradisional menuju pola modern yang mencakup pola konsumsi, tempat tinggal, dan pola

    hubungan personal. Dan pertambahan penduduk akan mendorong peningkatan kebutuhan

    primer (sandang, pangan, dan papan), dan sekunder (pendidikan, kesehatan, dan rekreasi).

    Peningkatan kebutuhan primer seperti peningkatan kebutuhan akan pemukiman.

    Tumbuhnya pemukiman baru dengan fasilitas-fasilitasnya membutuhkan lahan atau ruang yang

    lebih luas, membuat perubahan peruntukan lahan dan tata ruang, selanjutnya terjadi pemekaran

    wilayah (desa/kelurahan hingga kabupaten/kota) yang diikuti perubahan pola pemerintahan.

    Sisi lain yang bisa terjadi adalah tumbuhnya berbagai potensi konflik sosial, politik,

    ekonomi, dan buadaya. Potensi konflik ini diperkirakan akan timbul dari kesenjangan pendapatan

    akibat perbedaan pendidikan, ketrampilan, dan profesional. Konflik bisa terjadi antara sesama

    penduduk lokal atau penduduk lokal dengan pendatang.

  • Perubahan dan potensi konflik yang mungkin timbul dari proyek JSS akan terjadi di

    Provinsi Banten dan Lampung. Di Provinsi Lampung diperkirakan akan terjadi pada Kabupaten

    Lampung Selatan dan menjalar pula ke seluruh kabupaten/kota dengan adanya pembangunan

    jalan tol, jalan lintas timur, lintas tengah, dan lintas barat. Diperkirakan pengaruh proyek akan

    meluas ke wilayah Sumatera bagian selatan yang dikenal dengan Belajasumba (Bengkulu,

    Lampung, Jambi, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung).

    1111.3 .3 .3 .3 Analisis Analisis Analisis Analisis Dampak Dampak Dampak Dampak BBBBudayaudayaudayaudaya TTTTerkaiterkaiterkaiterkait RencanaRencanaRencanaRencana PPPPembangunanembangunanembangunanembangunan JSS DJSS DJSS DJSS Diiii PPPProvinsirovinsirovinsirovinsi LLLLampungampungampungampung

    1111.3.1. Multi Etnik.3.1. Multi Etnik.3.1. Multi Etnik.3.1. Multi Etnik

    Penduduk Lampung sebagian besar atau lebih dari 90% adalah pendatang, sehingga nilai-

    nilai masyarakat yang dianut juga beragam atau heterogen. Provinsi Lampung dikenal dengan

    Indonesia mini, ini disebabkan beragamnya suku bangsa yang mendiami berbagai daerah di

    Provinsi Lampung sejak zaman Belanda dan adanya program transmigrasi. Kelompok suku

    tersebut dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu :

    Kelompok penduduk asli (suku Lampung), kelompok ini memiliki struktur hukum adat

    tersediri.

    Kelompok pendatang (dari luar daerah Lampung), mereka cenderung berkelompok

    menurut etniknya masing-masing. Masyarakat pendatang hidup mengelompok sesuai

    daerah asal, sehingga ada kampung Jawa, Bugis, Bali, dan sebagainya.

    Komposisi etnis di Kabupaten Lampung Timur dan Selatan, terlihat bahwa hampir sama

    dengan komposisi secara provinsi dimana porsi terbesar adalah suku Jawa kemudian diikuti

    Lampung, Sunda dan Banten. Komposisi etnis di Kabupaten Lampung Selatan adalah Jawa 61,02

    %, Sunda 13,29 %, Lampung 11,9 %, Banten 3,68 %, Palembang 2,89 %, Bali 1,62 %,

    Minangkabau 0,84 %, Ogan 0,82 %, Semendo 0,46 % dan lainnya 3,48 % (sumber: Litbang

    Kompas dan BPS, 2010)

    Untuk kelompok penduduk asli struktur adat masih menjadi panutan. Hal ini terlihat

    dengan adanya Lembaga Masyarakat Adat Lampung (LMAL) yang strukturnya sampai level

  • kecamatan yang berperan dalam menangani masalah-masalah sosial. Untuk kelompok

    pendatang, peran lembaga sosial dalam masyarakat dapat dilakukan melalui proses koordinasi

    melalui tokoh masyarakat formal dari tingkat Rukun Tetangga (RT), ketua Rukun Warga (RW), dan

    lurah. Selain itu pula tokoh informal seperti tokoh masyarakat / tokoh adat yang biasanya terbagi

    menurut ikatan budaya atau agama. Tokoh masyarakat/tokoh adat masih memiliki peranan

    penting khususnya di pedesaan.

    Tingkat heterogenitas suku/etnik dalam masyarakat memungkinkan peluang terjadinya

    konflik akibat perbedaan pandangan hidup (agama, keyaninan). Hanya karena masalah kecil

    dapat memicu konflik. Potensi konflik lainnya adalah adanya kecemburuan sosial akibat dominasi

    ekonomi warga pendatang yang lebih berhasil daripada warga pribumi.

    Rencana Pembangunan JSS memberikan peluang masyarakat di luar kawasan JSS mulai

    mengincar kawasan JSS untuk memperbaiki kehidupan mereka. Pertumbuhan penduduk di

    kawasan potensial JSS meningkat cukup signifikan. Wilayah yang paling diminati oleh para

    pendatang terutama adalah Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi dan Kabupaten

    Lampung Selatan sebagai pintu gerbang Sumatera. Proses asimilasi budaya akan terjadi. Di sini

    dibutuhkan pendekatan-pendekatan budaya untuk menjadikan proses asimilasi budaya terjadi

    dengan baik.

    Provinsi Lampung, dihuni oleh berbagai suku, sehingga perlu suatu konsep pembangunan

    yang mempertimbangkan pluralisme tersebut. Menurut Marzali (2005) dalam masyarakat

    multikultural Indonesia, setiap orang menjunjung tinggi ideologi demokrasi dan toleransi kultural.

    Tidak ada pemaksaan dan perlakuan diskriminatif untuk mengikuti jalan kultural kelompok

    dominan. Pancasila adalah modal kultural dasar bagi perkembangan masyarakat multikultural

    Indonesia. Oleh sebab itu untuk pengembangan sosial budaya masyarakat di Lampung

    hendaknya berdasarkan prinsip tersebut.

  • 1111.3.2. Tata Nilai dan Norma di Masyarakat.3.2. Tata Nilai dan Norma di Masyarakat.3.2. Tata Nilai dan Norma di Masyarakat.3.2. Tata Nilai dan Norma di Masyarakat

    Faktor sosiokultural dalam pembangunan terdiri dari dua unsur, yaitu sosial dan kultural.

    Konsep pokok yang termasuk ke dalam faktor sosial adalah struktur sosial, pola hubungan sosial

    antar individu, antar kelompok, antar kelas, antar golongan, antar kehidupan dan antara kota dan

    desa. Sedangkan konsep pokok untuk faktor kultural adalah hal yang berhubungan dengan

    budaya, seperti: mentalitas penduduk, adat istiadat, kepercayaan, etos kerja, nilai, pandangan

    hidup, dan sebagainya.

    Di era pasca reformasi indikasi terhadap nilai budaya ini, sebenarnya sudah tampak

    mengemuka ketika Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa diterbitkan

    sebagai penjabaran lebih lanjut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

    Daerah. Desa atau yang disebut dengan nama lain dinyatakan sebagai kesatuan masyarakat

    hukum dengan batas wilayah yang didalamnya memiliki wewenang mengatur dan mengurus

    kepentingan warganya berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat. Hal ini diakui dan

    dihormati dalam sIstem Pemerintahan NKRI.

    Adat istiadat atau hukum adat sebenarnya masih sangat kental mewarnai kehidupan

    masyarakat desa. Bahkan masyarakat atau komunitas tertentu di kota-kotapun banyak yang masih

    membawa kebiasaan dan menerapkan adat istiadat dari desa atau kampung halaman mereka

    masing-masing. Sampai di kota atau daerah perantauan ikatan kekerabatan dalam budaya yang

    dimiliki masih dipertahankan. Apalagi di daerah asal mereka ikatan kekerabatan dan adat istiadat

    ini lebih kental lagi. Dalam hal membangun desa seharusnya bisa menciptakan dukungan positif

    dan kondusif untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

    Falsafah hidup masyarakat hukum adat Lampung adalah Piil Pesenggiri yang merupakan

    sumber motivasi agar setiap orang Lampung dinamis dalam memperjuangkan nilai-nilai hidup

    terhormat dan dihargai di tengah masyarakat. Piil Pesenggiri meliputi beberapa elemen budaya

    yaitu pemberian gelar (juluk-adek), menjaga silaturahmi (nemui-nyimah), kekeluargaan dan sikap

  • suka bergaul (nengah-nyappur), dan partisipasi serta solidaritas sosial (sakai-sambayan). Falsafah

    hidup tersebut menjadi pedoman perilaku sekaligus menjaga nama baik agar terhindar dari sikap

    dan perbuatan tercela.

    Demikian juga masyarakat suku lain di Lampung juga memiliki tata nilai adat dan agama

    masing-masing. Seperti masyarakat Jawa, Sunda, Bali dan lainnya. Tata nilai dan norma adat dan

    agama yang berlaku di masyarakat mengajarkan kebaikan, hidup rukun dan harmoni. Akan tetapi

    nilai-nilai ini akan pudar apabila tidak diajarkan atau tidak diperkuat kepada generasi muda dan

    anak-anak. Mereka akan mudah terbawa arus pengaruh budaya luar yang bertentangan dengan

    nilai-nilai adat dan agama.

    1111.3.3 Pola Budaya.3.3 Pola Budaya.3.3 Pola Budaya.3.3 Pola Budaya

    Pembangunan sumber daya manusia dalam konteks ekonomi memandang manusia sebagai

    salah satu faktor produksi di luar sumber daya alam, modal, teknologi dan kelembagaan. Agar

    dapat meningkatkan produktifitas, maka sumber daya manusia haruslah berkualitas. Peningkatan

    kualitas manusia tersebut ditentukan oleh kondisi fisiknya, tingkat pendidikannya, dan

    ketrampilan yang dimilikinya. Jadi kualitas sumber daya manusia suatu negara dapat diukur

    dengan angka tentang kesehatan, pendidikan dan ketrampilannya seperti : IPM. Hal lain yang

    berhubungan dengan kualitas manusia adalah mentalitas manusia. Ini adalah satu faktor tidak

    konkret dan sukar diukur besarannya.

    Penelitian ekonomi klasik tentang kualitas manusia mengatakan bahwa manusia yang

    berkualitas tinggi adalah mereka yang mempunyai mentalitas wirausaha dan modern. Mereka

    adalah manusia yang kreatif, inovatif, berani menghadang resiko, hidup secara berencana,

    menghargai waktu dan sebagainya. Mentalitas ini berkaitan dengan etos, nilai, pola pikir dan

    pandangan hidup yang dianut oleh manusia tersebut. Beberapa ahli menyebutkan bahwa sikap

    mentalitas tersebut sebagai daya psikokultural, yaitu suatu kemampuan mental, kemampuan akal

  • budi, atau kemampuan daya pikir sekumpulan individu dalam mendorong diri mereka untuk

    berproduksi lebih tinggi.

    Untuk meningkatkan daya psiko kultural, maka salah satunya adalah perlu pengembangan

    institusi sosial. Setiap budaya suatu bangsa adalah unik, milik bangsa tersebut, tidak dapat diukur

    menurut tolok ukur budaya lain. Budaya suatu bangsa harus diukur menurut cara budaya itu

    sendiri. Sikap mental bangsa Indonesia menurut Koentjaraningrat (1974 dalam Marzali 2005)

    adalah pada tahun 1970-an sebanyak 84 % masyarakat Indonesia adalah orang desa, yang

    bermentalitas petani. Sedangkan sisanya 16% adalah orang kota yang bermentalitas pegawai

    (priyayi). Sikap mental petani adalah sikap subsisten, artinya orang bekerja sekadar untuk

    memenuhi kebutuhan hidup. Jika kebutuhan hidup sudah terpenuhi , maka orang tidak perlu

    bekerja keras lagi. Sedangkan sikap mental priyayi, orang bekerja adalah untuk kebahagiaan,

    dimana kebahagiaan terwujud dalam kedudukan yang tinggi, kekuasaan dan kepemilikan

    lambing-lambang kekayaan seperti: rumah megah, poakaian mewah, mobil mentereng dan

    seterusnya. Kedua sikap mental ini tidak mendorong pembangunan, karena tidak mendorong

    untuk bekerja keras meningkatkan mutu kehidupan materialnya. Sikap mental yang baik adalah

    mencari mutu, yaitu untuk meningkatkan kualitas dari hasil pekerjaannya. Seseorang haus

    mencari sesuatu yang baru, yang lebih baik secara terus menerus, dan ini disebut sikap mental

    professional.

    Menurut Marzali (2005) ada beberapa insitusi sosiokultural yang perlu diperhatikan untuk

    memperbaiki daya psikokultural masyarakat Indonesia yaitu: kepemimpinan; penafsiran baru

    terhadap ajaran agama; pendidikan dan pelatihan; media massa; pembangunan organisasi dan

    norma; perilaku manajemen dan pola-pola pengasuhan anak. Sehubungan dengan

    pembangunan JSS, maka beberapa hal yang berkaitan dengan hal tersebut akan di analisis dalam

    studi ini. Selanjutnya sikap mental tersebut sangat berkaitan dengan orentasi nilai budaya, karena

    orientasi nilai budaya membentuk sikap mental.

  • Koentjaraningrat (1987 dan Sewendri, 2009) sejalan dengan kerangka pikir Kluckhohn

    mengungkapkan salah satu bentuk orientasi nilai budaya masyarakat Indonesia dalam

    pembangunan adalah orientasi nilai budaya petani sebagi berikut:

    1. Dalam hakekat masalah hubungan manusia dengan kerja, petani itu bekerja untuk hidup

    terkadang bila memungkinkan untuk mencapai kedudukan

    2. Dalam hakekat masalah hubungan manusia dengan waktu, petani itu berorientasi ke masa

    sekarang, dan terkadang ke masa lampau

    3. Dalam hakekat hubungan manusia dengan alam, petani mengutamakan oreintasi selaras

    dengan alam

    4. Dalam hakekat masalah hubungan manusia dengan manusia, petani lebih berorientasi

    terhadap sesamanya.

    Hakekat hubungan tersebut kemudian melahirkan nilai orientasi budaya dan selanjutnya

    dapat diterjemahkan dalam bentuk nilai-nilai sosial budaya masyarakat agraris secara lebih

    konkrit menurut Sapto (2012) diantaranya adalah:

    1. Kehidupan kelompok dan ikatan kekeluargaan cukup erat.

    2. Pembagian kerja dikalangan masyarakat tidak mempunyai batas-batas nyata.

    3. Jalan pikiran kurang rasional.

    4. Lambat dalam menerima nilai-nilai baru dari luar

    5. Tergantung pada tanah.

    6. Gotong royong

    7. Hubungan kepala desa dengan rakyatnya berlangsung tidak resmi, segala sesuatu biasanya

    didadasarkan atas dasar musyawarah.

    Nilai budaya petani dan agraris di atas, masih lekat pada generasi tua, sedangkan generasi

    saat ini sudah mulai dipengaruhi oleh perubahan zaman mulai dari era reformasi, era globalisasi

    dan era digital, sehingga mereka lebih banyak menganut nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai

    sosial budaya masyarakat Industri diantaranya adalah:

  • 1. Individualistik (mengurus diri sendiri tanpa orang lain)

    2. Profesional (sistem pembagian kerja yang lebih tegas dan sesuai kemampuan yang

    dimilikinya)

    3. Pola pemikiran yang rasional, sistematis dan objektif , sehingga interaksi-2 yang terjadi lebih

    didasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi.

    4. Faktor waktu lebih penting dan berharga, cenderung lebih menghargai waktu, hidup serba

    cepat, persaingan ketat

    5. Cenderung lebih inovatif.

    6. Biasanya lebih terbuka dalam menerima pengaruh dari luar

    Masyarakat Lampung didominasi oleh masyarakat agraris (>50%). Akan tetapi, dari tahun

    ke tahun kegiatan agraris masyarakat menurun digantikan sektor jasa dan informal lainnya.

    Berbeda halnya di daerah perkotaan seperti Bandar Lampung yang didominasi sektor

    perdagangan dan jasa serta sektor informal lainnya. Budaya yang terjadi sudah budaya

    masyarakat industri.

    Dampak rencana JSS akan membawa masyarakat Lampung terutama di daerah pedesaan

    bergeser dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Terbukanya sektor informal di kawasan

    potensial JSS menyebabkan beralihnya mata pencaharian masyarakat pedesaan. Lahan

    persawahan yang akan semakin berkurang karena kebutuhan akan permukiman, fasilitas sosial,

    sarana jalan, dan sebagainya akibat dari pertambahan jumlah penduduk, juga menyebabkan para

    petani mencari penghidupan di sektor lainnya. Untuk itu harus ada upaya ekstensifikasi

    pertanian, dari pertanian tradisional menuju pertanian modern.

    1.3.1.3.1.3.1.3.4444 Analisis Dampak Budaya Analisis Dampak Budaya Analisis Dampak Budaya Analisis Dampak Budaya terkait Rencana terkait Rencana terkait Rencana terkait Rencana Pembangunan Jembatan Selat SundaPembangunan Jembatan Selat SundaPembangunan Jembatan Selat SundaPembangunan Jembatan Selat Sunda

    Masyarakat Lampung memiliki potensi dan pranata sosial Piil Pasenggiri, Sakai Sambayan,

    Nengah-Nyappur, dan gotong royong, persaudaraan dan kebersamaan. Masyarakatnyac

    enderung heterogen. Menjaga kehormatan dalam pergaulan kemasyarakatan dengan selalu

  • berlomba berbuat kebajikan dan kebenaran yang bermanfaat sesuai nilai-nilai budaya. Hanya saja

    saat ini kearifan budaya lokal ini banyak terjadi pergeseran karena bersentuhan dengan budaya

    pendatang. Masyarakat adat atau asli Lampung tidak disiapkan untuk meningkatkan ketahanan

    diri baik dari sisi ekonomi, sosial dan budaya, sehingga seringkali muncul konflik sosial budaya

    yang berujung pada kriminalitas. Pembangunan JSS akan menambah potensi konflik tersebut,

    karena meningkatnya aksesibilitas akan meningkatkan migrasi ke Lampung.

    Seiring dengan perkembangan zaman, maka nilai-nilai masyarakat agraris dan industri

    terus berkembang di Provinsi Lampung. Perubahan budaya berpeluang terjadi dengan kehadiran

    proyek JSS. Lancarnya arus mobilitas penduduk, barang, jasa, dan informasi, serta kemajuan

    ekonomi (penduduk dan wilayah) yang terjadi akan mempercepat perubahan budaya pada

    penduduk di Provinsi Lampung. Selat Sunda bukan lagi menjadi penghalang bagi arus masuk

    keluar dari Pulau Jawa ke Sumatera dan sebaliknya. Provinsi Lampung akan semakin mengalami

    pembauran budaya dari arus masuk dan keluar Pulau Sumatera dari Pulau Jawa. Bahasa Banten

    akan menyebar dengan cepat ke Sumatera (Provinsi Lampung).

    Arus informasi dan mobilitas yang cepat dan tinggi antara dua wilayah atau pulau (Jawa

    Sumatera) akan terus berkembang. Masyarakat akan semakin modern, terbuka dari

    keterisolasian dalam proses kulturasi budaya yang semakin intensif. Di sisi lain tidak dipungkiri

    bahwa akan ada dampak negatif terhadap budaya-budaya lokal.

    Potensi konflik budaya terkait dengan budaya masyarakat yang memiliki ikatan kuat

    dengan sumberdaya alam, terutama tanah, sumber-sumber air, sumber mata pencaharian, ritual

    untuk mempertahankan kelestarian sumber daya dan dukungan budaya untuk kesejahteraannya,

    serta sumber daya hutan dan lingkungan alam lainnya. Potensi konflik budaya akan tumbuh jika

    ikatan-ikatan budaya masyarakat tersebut terputuskan atau diputuskan karena pembangunan

    proyek.

    Pembangunan dan pengembangan proyek JSS, berpeluang pula menimbulkan konflik

    antar etnik, bisa terkait dengan masalah pertanahan atau masalah-masalah yang terkait dengan

    kegiatan proyek. Masalah pertanahan yang berkembang dan diangkat oleh kelompok dan

  • masyarakat bisa berpotensi menjadi konflik antar etnik. Konflik yang bersumber pada masalah

    ini, biasanya terjadi dalam proses pembebasannya yang menyentuh tanah adat, perebutan tanah

    yang dikeramatkan, dan tanah pribadi yang diangkat ke atas menjadi milik adat atau etnik

    tertentu. Penyelesaiannya harus diatasi secara baik dengan pendekatan adat setempat.

    Pembebasan tanah untuk pembangunan JSS harus dilakukan secara cermat dengan mempelajari

    aspek hukum adat dan hukum pertanahan yang ada, serta pengalaman dalam proses

    pembebasan lahan.

    Pekerja proyek JSS yang berasal dari berbagai etnis bisa berpotensi terjadi konflik etnik.

    Biasanya berawal dari ketersinggungan pribadi, yang dibawa ke kelompok etnik. Karena itu harus

    dibangun rasa persatuan dan kesatuan dalam pengerjaan proyek, agar tidak jadi peluang

    pengembangan konflik pribadi menjadi konflik antar etnik.

    Dampak positif bagi masyarakat Kabupaten Lampung Selatan dan sekitarnya dengan adanya jalan

    yang akan terkoneksi pembangunan JSS, antara lain :

    Aksesibilitas masyarakat semakin luas, sehingga memungkinkan masyarakat semakin

    sering melakukan perjalanan dengan berbagai tujuan;

    Peluang usaha semakin besar, hal ini dapat dilihat dari banyaknya tempat-tempat usaha

    yang ada di sepanjang jalan;

    Adapun dampak negatif yang terjadi antara lain :

    Adanya usaha yang tidak sesuai dengan masyarakat setempat, misalnya warung remang-

    remang atau warung tuak yang menyediakan minuman keras;

    Adanya perubahan pola ekonomi masyarakat yang tadinya sebagai petani menjadi

    pedagang atau penyedia jasa.

    Pembangunan JSS akan membawa dampak sosial budaya terutama pada kawasan

    potensial terkena dampak yaitu: Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Timur dan

    Kota Bandarlampung. Dampak sosial budaya muncul dari berbagai permasalahan sosial budaya

    seperti:

  • 1. Tingkat urbanisasi yang tinggi pada kawasan potensial terkena dampak dan sepanjang

    jalan Lintas Tengah dan Timur Sumatera menyebabkan munculnya berbagai masalah

    sosial seperti: perkampungan kumuh, kawasan perdagangan dan jasa yang tidak teratur,

    kriminalitas dan sebagainya.

    - Perpindahan penduduk dari luar Lampung ke Lampung untuk mengadu nasib di

    sektor perdagangan dan jasa maupun di sektor informal lainnya yang muncul setelah

    pembangunan JSS. Sementara penduduk dari berbagai kabupaten di Lampung yang

    sebelumnya bekerja di sektor pertanian akan migrasi ke Bandar Lampung maupun ke

    Kalianda untuk mengadu nasib di sektor informal akan menimbulkan masalah sosial.

    - Masalah sosial dan kriminal seperti prostitusi, daerah kumuh, dan kejahatan kriminal

    akan menyebar akan ke tempat atau titik-titik baru dan muncul kejahatan baru.

    - Lokasi hiburan akan memberikan dampak sosial dengan masuknya alkohol dan

    hiburan malam (karaoke, panti pijat serta PSK dari luar daerah). Hal ini berpotensi

    munculnya premanisme lokal, dan konflik dengan organisasi kepemudaan dan atau

    keagamaan setempat.

    2. Alih guna lahan yang tinggi dari lahan pertanian dan hutan menjadi areal terbangun.

    Hubungan tanah dan manusia sangat sangat menentukan tingkat keadilan, kesejahteraan

    dan kemakmuran suatu bangsa. Apalagi bagi bangsa Indonesia umumnya dan

    masyarakat Lampung khususnya, bahwa sebagai masyarakat dengan budaya bertani,

    tanah adalah salah satu faktor penting disamping benih dan tenaga.

    - Masyarakat lokal akan terdesak oleh pendatang dan investor yang memerlukan lahan

    untuk aktifitas ekonomi. Akibatnya akan terjadi jual beli lahan kawasan pertanian,

    sehingga masyarakat lokal hanya memiliki lahan sempit dan bahkan dapat terusir dari

    tanahnya sendiri. Akhirnya terjadi berbagai kecemburuan sosial yang menimbulkan

    berbagai masalah criminal sperti: pencurian hasil pertanian dan peternakan, bahkan

    harta benda (missal: maraknya begal motor).

  • - Konflik tenurial (penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah) di

    kawasan hutan akan makin kompleks. Konflik ini memunculkan berbagai

    permasalahan sosial seperti: kekerasan, pembunuhan yang merupakan pelanggaran

    hak asasi manusia,

    3. Tingginya tekanan kegiatan dan budaya dari luar

    - Tekanan budaya instan dan transaksional, disparitas kondisi sosial ekonomi

    masyarakat akan makin mempengaruhi kehidupan masyarakat. Akan muncul

    kecemburuan ekonomi dan sosial di masyarakat.

    - Menipisnya nilai sosial budaya dan agama seiring dengan tuntutan pemenuhan

    kebutuhan sosial dasar masyarakat akan meningkat.

    - Terjadi pergeseran orientasi nilai budaya dari budaya petani ke budaya industri

    Dalam kaitannya dengan pembangunan JSS, maka jika dilihat sikap mental masyarakat

    Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh kondisi dunia yaitu era globalisasi dan era digital,

    sedangkan kondisi dalam negeri sendiri adalah era reformasi. Sehingga muncul budaya instan,

    serba cepat dan cenderung konsumtif. Hal ini terlihat dari hasil studi yang dilakukan DPU bahwa

    pembangunan JSS akan memberikan dampak sosial budaya antara lain: masyarakat cenderung

    konsumtif; meningkatkan persaingan dalam berusaha; munculnya kesenjangan dan kecemburuan

    sosial; terjadi proses urbanisasi dan munculnya usaha yang tidak sesuai norma masyarakat.

    Program-program yang antisipatif dan proafktif harus disusun dalam rangka penanganan dampak

    pembangunan Jembatan Selat Sunda. Untuk merevitalisasi modal sosial yang ada, maka perlu

    upaya yang sistematis untuk menciptakan infrastruktur sosial yang memungkinkan terjadinya

    pembauran kelompok-kelompok sosial yang tersegerasi di Provinsi Lampung.

  • Tabel 1.11. Dampak positif dan negatif aspek ekonomi, sosial dan budaya dengan indikator

    tertentu

    NoNoNoNo AspekAspekAspekAspek IndikatorIndikatorIndikatorIndikator Dampak PositifDampak PositifDampak PositifDampak Positif Dampak NegatifDampak NegatifDampak NegatifDampak Negatif

    1 Ekonomi

    (mikro)

    Penggunaan lahan Laju pembangunan

    meningkat, penggunaan

    lahan cenderung menguat

    Pembangunan prasarana

    dan sarana seperti hotel,

    restoran, pemukiman,

    pusat industri, pusat

    bisnis/perbelanjaan, dll

    lebih giat

    Harga tanah melonjak

    Cakupan luasan kawasan

    lindung berkurang,

    sementara cakupan

    luasan kawasan budidaya

    bertambah

    Terjadi migrasi penduduk

    mendekat

    (terkonsentrasi) ke

    wilayah kaki JSS dan jalur

    utama koridor lintas

    timur/tengah Sumatera

    Muncul spekulan tanah

    yang dapat menimbulkan

    kerawanan sosial baru

    Muncul jenis usaha yang

    tidak sesuai dengan

    norma di masyarakat

    (hiburan, perdagangan

    miras, prostitusi,

    premanisme, dll)

    PDRB dan laju

    pertumbuhan

    ekonomi

    Peningkatan PDRB wilayah

    dan pendapatan per

    kapita masyarakat

    Aktivitas ekonomi

    terutama sektor

    perdagangan dan industri

    akan menguat

    Kemampuan daya beli

    masyarakat meningkat

    Tersedianya komoditi

    perdagangan dan industri

    merangsang

    kecenderungan sikap

    konsumptif masyarakat

    (perilaku individu rumah

    tangga)

    Distribusi barang-barang

    konsumtif meningkat

    secara eksponensial

    (perilaku individu

    perusahaan)

    produsen menentukan

    tingkat produksi dan

    harga pasar (perilaku

    industri)

  • permasalahan timbul

    terhadap harga dasar dan

    harga tertinggi,

    permintaan pangan,

    kenaikan BBM, monopoli

    dan distribusi

    Angka kemiskinan Proses alih fungsi lahan,

    pra-konstruksi, konstruksi,

    dan pasca konstruksi,

    pengembangan kawasan

    memacu kegiatan

    ekonomi dan peluang

    usaha masyarakat yang

    berarti dapat menekan

    angka kemiskinan

    Tanpa dilakukan

    peningkatan kualitas

    sumberdaya manusia

    secara bersamaan, maka

    masyarakat akan kalah

    bersaing dengan kaum

    pendatang yang

    menyebabkan sulit untuk

    terangkat dari garis

    kemiskinan

    Perkembangan usaha

    mikro, kecil dan

    menengah (UMKM)

    Terbukanya peluang pasar

    bagi pengembangan

    UMKM di berbagai sektor

    semakin lebar

    Akses permodalan bagi

    pengembangan UMKM

    juga semakin mudah

    Tingkat kebutuhan pasar

    terhadap produk UMKM

    semakin besar akibat

    adanya arus migrasi

    penduduk ke wilayah kaki

    JSS

    Kemungkinan justru

    terjadi aliran ekonomi

    dari Sumatera ke Jawa,

    masyarakat

    memanfaatkan

    aksesibilitas untuk

    membeli produk di Jawa

    dan pemodal dari Jawa

    menanam investasi di

    Sumatera.

    Kemampuan ekonomi

    pendatang menjadi

    pesaing utama UMKM

    Tersedianya lapangan

    kerja dan penekanan

    angka pengangguran

    Kegiatan ekonomi dalam

    mengantisipasi

    pembangunan JSS

    membuka kesempatan

    kerja yang lebar,

    diharapkan angka

    pengangguran pada

    penduduk usia produktif

    dapat diperkecil

    Inisiatif membuka peluang

    usaha sendiri makin

    Jika tidak disiapkan

    ketrampilan masyarakat,

    yang terjadi mereka

    hanya berpeluang

    menjadi tenaga buruh

    saja.

    Pergeseran terhadap

    kegiatan ekonomi sektor

    pertanian (primer)

    menjadi industri dan

    perdagangan atau

  • mendapat peluang karena

    pasar yang tersedia cukup

    menjanjikan

    Peluang kerja/usaha

    seperti restoran,

    penginapan (hotel),

    perumahan karyawan,

    perdagangan dan jasa

    pariwisata, toko

    cinderamata, salon dan

    hiburan (dalam arti yang

    positif)

    pariwisata (sekunder dan

    tersier) mengancam

    produksi komoditi

    unggulan Provinsi

    Lampung

    Masyarakat yang tidak

    terbiasa memanfaatkan

    peluang cenderung

    hanya mencari kerja

    sebisanya

    2 Sosial Pertumbuhan

    penduduk

    Jumlah penduduk meningkat

    secara signifikan

    Terjadi arus urbanisasi dan

    migrasi penduduk ke

    kawasan JSS.

    Kepadatan penduduk

    meningkat, terutama Kota

    Bandar Lampung menjadi

    terlalu padat, akan

    menimbulkan masalah

    sosial lainnya (penyediaan

    tempat tinggal, sarana

    pendidikan, kesehatan, dan

    lapangan pekerjaan dll.)

    Konflik tenurial atas

    penguasaan tanah

    Tingkat kriminalitas

    cenderung tinggi

    Pendidikan Kesadaran pendidikan meningkat (IPM meningkat)

    Kesehatan Kesadaran akan kesehatan

    meningkat (AHH meningkat)

    Tenaga Kerja Pengangguran berkurang Persaingan kerja dengan tenaga luar daerah/asing

    3 Budaya Multi etnik Pembauran budaya dan sikap toleransi terhadap

    para pendatang

    Semakin beragam etnik,

    berpotensi terjadi konflik

    sosial (horizontal)

    Muncul usaha yang tidak

    sesuai norma

    Tata nilai dan norma

    di masyarakat

    Keragaman budaya

    memperkaya tatanan

    sosial masyarakat

    Tata nilai adat istiadat dan

    agama mulai pudar dengan

    semakin banyak arus

    budaya luar yang masuk

    Pola budaya Budaya industri yang positif Budaya petani bergeser ke

  • (pergeseran budaya) dapat diambil diantaranya

    menjadi lebih profesional,

    menghargai waktu dan

    tenaga, dan inovatif

    budaya indutsri menjadikan

    lebih individualistik dan

    mudah/terbuka dengan

    pengaruh dari luar

    2222.1.1.1.1.... Strategi Penanganan Dampak Ekonomi Strategi Penanganan Dampak Ekonomi Strategi Penanganan Dampak Ekonomi Strategi Penanganan Dampak Ekonomi Terhadap Rencana Terhadap Rencana Terhadap Rencana Terhadap Rencana Pembangunan JSSPembangunan JSSPembangunan JSSPembangunan JSS

    2222.1.1.1.1.1.1.1.1 Strategi PenanganaStrategi PenanganaStrategi PenanganaStrategi Penanganan Dampak Ekonomi dengan Pendekatan Ekonomi Wilayahn Dampak Ekonomi dengan Pendekatan Ekonomi Wilayahn Dampak Ekonomi dengan Pendekatan Ekonomi Wilayahn Dampak Ekonomi dengan Pendekatan Ekonomi Wilayah

    Pembangunan JSS akan memacu peningkatan arus lalulintas angkutan perekonomian

    sekaligus menjadi multiplier effect pertumbuhan ekonomi wilayah. Selain itu pembangunan JSS

    juga memiliki kontribusi signifikan terhadap penurunan biaya produksi yang selanjutnya

    menimbulkan peningkatan output produksi (elastisitas penawaran), serta pengaruh penurunan

    biaya produksi tersebut dalam meningkatkan output produksi dan penjualan akan sangat

    bergantung pada permintaan konsumen/masyarakat terhadap output produksi (elastisitas

    permintaan). Pertumbuhan ekonomi wilayah akan diikuti dengan penyerapan tenaga kerja,

    memicu sektor perdagangan dan pengembangan pariwisata. Terciptanya pertalian (linkage) antar

    sektor-sektor tersebut diharapkan pada jangka panjang memperkuat struktur ekonomi wilayah

    yang seimbang dan mampu mendukung berkembangnya perdagangan bebas. Strategi

    penanganan dampak dengan pendekatan pengembangan ekonomi wilayah Provinsi Lampung

    berkaitan dengan pembangunan JSS secara garis besar disajikan pada Tabel 2.1.

    Pembangunan JSS juga diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi mikro/

    lokal/pedesaan di wilayah dengan radius hingga 60 km dari kaki JSS, yaitu yang termasuk wilayah

    Kabupaten Lampung (Kec. Penengahan, Sidomulyo, Ketapang, dan Tanjung Bintang) KEP

    Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Timur (Kec. Labuhan Maringgai, Jabung, Sekampung

    Udik, Pekalongan, Way Jepara, dan Labuhan Ratu) KEP Lampung Timur, sebagaimana yang

    sudah di bahas.

    Tabel 2.1. Strategi Pengembangan Perekonomian Wilayah Provinsi Lampung

    Terkait pembangunan JSS

  • KategoriKategoriKategoriKategori StrategiStrategiStrategiStrategi

    Prinsip Pengembangan

    Meneruskan kecenderungan dan memacu pertumbuhan kegiatan ekonomi sektor

    pertanian

    Mengembangkan sektor pertanian sebagai pendukung ketahanan pangan dan

    memperkuat perekonomian daerah

    Mengembangkan pariwisata sebagai pemicu pengembangan kawasan dan

    penyedia lapangan kerja

    Pola keterkaitan regional

    Melepaskan ketergantungan dari wilayah lain dalam kebutuhan pangan

    Bertindak sebagai pemasok produk-produk pertanian ke wilayah lain, khususnya di

    Pulau Jawa.

    Keterkaitan terhadap

    pembangunan regional

    Memperkuat struktur dan laju pertumbuhan ekonomi khususnya untuk sektor

    pertanian (tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan)

    Fungsi wilayah

    Sebagai kantong produksi pertanian (tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,

    perikanan, peternakan)

    Sebagai daerah tujuan wisata

    Komoditi unggulan

    Mengembangkan komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekspor ( lada,

    pisang, biji kakao, beras, tanaman palawija, tanaman perkebunan, perikanan laut

    dan tambak (udang), dan peternakan; serta produk industri pertanian (nenas

    kaleng, monosodium glutamate, particle board, gula tetes, minyak sawit, karet,

    coklat bubuk dll)

    Prasyarat pengembangan Tersedia lahan yang luas untuk pengembangan pertanian

    Sumber : Hasil Analisis

    2.1.22.1.22.1.22.1.2 Strategi Penanganan Dampak dengan Pendekatan Strategi Penanganan Dampak dengan Pendekatan Strategi Penanganan Dampak dengan Pendekatan Strategi Penanganan Dampak dengan Pendekatan Ekonomi Mikro Ekonomi Mikro Ekonomi Mikro Ekonomi Mikro

    Strategi penanganan dampak ekonomi pembangunan JSS di kawasan potensial terkena

    dampak adalah dengan pendekatan ekonomi mikro melalui pemberdayaan masyarakat dengan

    visi membangun daya saing masyarakat, kemandirian dan produktivitas kolektif, kesejahteraan dan daya saing masyarakat, kemandirian dan produktivitas kolektif, kesejahteraan dan daya saing masyarakat, kemandirian dan produktivitas kolektif, kesejahteraan dan daya saing masyarakat, kemandirian dan produktivitas kolektif, kesejahteraan dan

    keadilankeadilankeadilankeadilan. Sejalan dengan visi tersebut, maka strategi pengembangan ekonomi mikro secara

    umum adalah meningkatkan kemandirian masyarakat, menjadikan masyarakat produktif dan

    memperkuat kelembagaan keuangan mikro di masyarakat.

    Selanjutnya berdasarkan analisis sosial budaya pada bab sebelumnya dimana akan terjadi

    pergeseran dari masyarakat pertanian ke masyarakat pertanian industrial, maka strategi

    pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat pertanian industrial di kawasan terkena dampak

  • secara berkelanjutan dapat dilakukan dalam beberapa pilihan sesuai tahapan yang ada pada

    masyarakat yaitu:

    1. Strategi subsistensi, yaitu strategi yang diterapkan pada masyarakat pedesaan yang

    secara potensial dapat menghasilkan suatu produk pertanian, namun pada saat yang

    sama tingkat kebutuhan dasarnya belum dapat dicapai secara mandirisecara mandirisecara mandirisecara mandiri. Pada tahap ini

    bentuk pemberdayaan masyarakatnya adalah mengelola sumber daya yang ada secara

    mandiri untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

    2. Strategi peningkatan nilai tambah ekonomi yaitu dengan melihat bahwa masyarakat

    petani di perdesaan mempunyai kemampuan untuk menjadikan sumber daya alam yang

    ada sebagai input utama usaha ekonomi produktifekonomi produktifekonomi produktifekonomi produktif. Keberhasilan strategi pemberdayaan

    ini paling tidak ditunjukkan dalam 2 hal yaitu:

    a. Dihasilkannya produk pertanian yang diarahkan untuk memenuhi permintaan pasar

    terbuka.

    b. Produk pertanian yang dihasilkan berupa produk olahan yang telah mengalami proses

    nilai tambah maksimal.

    Pada tahap ini pemberdayaan berupa terbangunnya sistem pertanian industrial di

    perdesaan.

    3. Strategi penguatan penguasaan aset produktif secara menyeluruh untuk terwujudnya

    masyarakat berkeadilan dengan tingkat pemerataan yang relatif baik. Strategi ini akan

    berhasil jika:

    a. Seluruh sistem pertanian industrial pedesaan dijalankan oleh pelaku ekonomi di

    pedesaan.

    b. Kepemilikan keseluruhan jaringan pertanian industrial di pedesaan adalah oleh

    masyarakat setempat.

    c. Pengelolaan keseluruhan jaringan pertanian industrial di pedesaan dilakukan dalam

    wadah keorganisasian ekonomi pedesaan yang berbadan hukum (misal: Koperasi).

  • Pada tahap ini pemberdayaan berupa terbangunnya keorganisasian ekonomikeorganisasian ekonomikeorganisasian ekonomikeorganisasian ekonomi pertanian

    industrial perdesaan yang berbadan hukum.

    2222.2.2.2.2.... Strategi Penanganan Dampak Sosial Budaya Strategi Penanganan Dampak Sosial Budaya Strategi Penanganan Dampak Sosial Budaya Strategi Penanganan Damp