2011730160-R R BONOPAZIO

101
Nama :R.R Bono Pazio Nim :2011730160 Apa saja yang dipelajari selama sp respirasi . Hal-hal ini lah yang saya pelajari selama tutorial Bagaimana Fisiologi sistem pernapasan ? Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu : a. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya. Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekananantara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif. Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi : Tekanan udara atmosfir Jalan nafas yang bersih Pengembangan paru yang adekuat b. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru- paru. Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh

Transcript of 2011730160-R R BONOPAZIO

Page 1: 2011730160-R R BONOPAZIO

Nama :R.R Bono PazioNim :2011730160

Apa saja yang dipelajari selama sp respirasi .

Hal-hal ini lah yang saya pelajari selama tutorial Bagaimana Fisiologi sistem pernapasan ?

Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :

a. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru

atau sebaliknya.

Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan

tekananantara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi,

dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan

ekspirasi merupakan gerakan pasif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :

Tekanan udara atmosfir

Jalan nafas yang bersih

Pengembangan paru yang adekuat

b. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus

dan kapiler paru-paru.

Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi

lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena

dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah

kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.

Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi

membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien

tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal

sekitar 40 mmHg.

Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :

Luas permukaan paru

Tebal membran respirasi

Page 2: 2011730160-R R BONOPAZIO

Jumlah darah

Keadaan/jumlah kapiler darah

Afinitas

Waktu adanya udara di alveoli

c. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh

dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.

Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida

harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97

% oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan

dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke

dalam cairan plasma dan sel-sel.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :

Curah jantung (cardiac Output / CO)

Jumlah sel darah merah

Hematokrit darah

Latihan (exercise)

Anatomi sistem pernapasan

d. Saluran Nafas Atas

Hidung

Terdiri atas bagian eksternal dan internal

Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan

kartilago

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi

rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang

disebut septum

Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak

mengandung vaskular yang disebut mukosa hidungPermukaan mukosa

hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus

menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia

Page 3: 2011730160-R R BONOPAZIO

Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-

paru

Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta

menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru

Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena

reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang

sejalan dengan pertambahan usia

Faring

Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang

menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring

Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan

laring (laringofaring)

Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius

dan digestif

Laring

Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang

menghubungkan faring dan trakea

Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :

Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring

selama menelan

Glotis : ostium antara pita suara dalam laring

Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago

ini membentuk jakun (Adam’s apple)

Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam

laring (terletak di bawah kartilago tiroid)

Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan

kartilago tiroid

Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan

bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)

Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi

Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda

asing dan memudahkan batu

Page 4: 2011730160-R R BONOPAZIO

Trakea

Disebut juga batang tenggorok

Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

b. Saluran Nafas Bawah

Bronkus

Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri

Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2

bronkus)

Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus

lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental

Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus

subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri,

limfatik dan saraf

Bronkiolus

Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus

Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir

yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan

napas

Bronkiolus Terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang

tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)

Bronkiolus respiratori

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori

Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan

napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas

Duktus alveolar dan Sakus alveolar

Page 5: 2011730160-R R BONOPAZIO

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan

sakus alveolar dan kemudian menjadi alveoli

Alveoli

Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2

Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan

seluas 70 m2

Terdiri atas 3 tipe :

Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli

Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan

mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam

dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)

Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel

fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan

Paru-paru

Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut

Terletak dalam rongga dada atau toraks

Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan

beberapa pembuluh darah besar

Setiap paru mempunyai apeks dan basis

Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris

Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus

Lobus-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan

segmen bronkusnya

Pleura

Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis

Terbagi mejadi 2 :

Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada

Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru

Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang

berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama

pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru

Page 6: 2011730160-R R BONOPAZIO

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini

untuk mencegah kolaps paru-paru

Gambar 1. Anatomi saluran pernapasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pernapasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :

e. Tahap Perkembangan

Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang

sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang

kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan

masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan

proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak

diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada

bentuk thorak dan pola napas.

f. Lingkungan

Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin

tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat

dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian

memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman

Page 7: 2011730160-R R BONOPAZIO

pernapasan yang meningkat.

Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi,

sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang

hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung

meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada

lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah

perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan

kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.

g. Gaya Hidup

Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan

dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok

dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi

predisposisi penyakit paru.

h. Status Kesehatan

Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat

menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada

terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-

penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya

terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang

mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi

membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi

transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.

i. Narkotika

Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam

pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila

memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju

dan kedalaman pernapasan.

j. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan

Page 8: 2011730160-R R BONOPAZIO

Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat

mempengarhi pernapasan yaitu :

Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru

Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru

Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel

jaringan.

Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan

obstruksi sebagian jalan napas.

Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam

tubuh yang diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan

dengan ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh darah yang dapat

disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah satu atau lebih bagian-

bagian dari proses respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah

hipoventilasi alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan

menurunnya tidal volume, sehingga karbondioksida kadang

berakumulasi didalam darah.

Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku

dan membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen

dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk

fungsi serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya

selama 3 – 5 menit sebelum terjadi kerusakan permanen. Wajah orang

hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.

k. Perubahan pola nafas

Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama

jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut

dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena

usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo

yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan

berdiri seperti pada penderita asma.

l. Obstruksi jalan napas

Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di

sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi

Page 9: 2011730160-R R BONOPAZIO

jalan napas bagian atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea,

dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah

yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau

bila sekresi menumpuk disaluran napas.

Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi

Penyebab dahak yang bewarna coklat ?

Paru sangat berguna didalam tubuh manusia,disamping untuk pertukaran gas co2 dan 02,paru juga terkadang dilewati oleh bermacam macam polutan,mencegah allergen,virus dan mikroba lain nya.Pemaparan debu organic dan anorganic pada umum nya akan menyebabkan obstruksi pada saluran pernafasan yang ditunjukkan dengan penuran kadar FEV%/FVC .hal ini bisa kita ketahui dengan pemeriksaan spirometri yang bertujuan untuk mengetahui fungsi fisiologis dari paru tersebut.

pekerjaan sapu jalanan mempunyai resiko yang sangat besar terhadap terhirup nya polusi.polutan tersering berupa debu,ditambah tanpa ada pemakaian pelindung seperti masker akan memperberat keadaan tersebut.

Debu merupakan partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alamiah atau mekanisseperti pengolahan, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik.Debu di bagi atas dua :

  Debu organik: nabati, hewani

  Debu anorganik: pertambangan, industri, logam, keramik

disini terjadi pengendapan debu dimana mekanisme nya berupa :

1.inertia(kelembaban)karena ukuran partikel relative besar ,partikel sulit mengikuti aliran udara

yang berkelok kelok,sehinga mudah membentur selaput lender dan terperangkap di percabangan bronkus besar.

2.sedimentasi(gravitasi)partikel umum nya akan mengendap di percabangan bronkus kecil dan

broknkioli.gravitasi pengendapan partikel dimungkinkan karena kecepatan aliran udara cukup lamban.

3.gerakan brown(proses difusi)

Page 10: 2011730160-R R BONOPAZIO

akibat gerakan brown ini maka partikel akan membentur permukaan alveoli dan mengendap.

Semakin lama seseorang terpajan debu akan semakijn besar resiko terjadi nya gangguan fungsi paru.Penyebab muncul nya dahak(Mucus) biasanya adanya gangguan fungsi ventilasi paru dimana berkurang nya jumlah udara yang masuk kedalam paru akan berkurang dari normal.gangguan fungsi ventilasi paru yang utama adalah :

Restriksi yaitu penyempitan saluran paru paru yang diakibatkan oleh bahan bahan yang bersifat allergen seperti debu,spora,dll.

Adanya penyakit paru bissa mengakibatkan kapasitas vital berkurang,khusus nya kapasitas total paru,dengan berkurang nya kapasitas vital maka kadar FEV%/FVC akan menurun.

Obstruksi juga dapat mengakibatkan penurunan kapasitas fungsi paru yang diakibatkan oleh penimbunan debu debu sehingga menyebabkan penurunan kapasitas.

Karena keadaan abnormal ini dimana sering menghirup polutan ,produksi mucus yang berlebihan karena gangguan fisik,kimiawi,atau infeksi yang terjadi,menyebabkan proses pembersihan ini tidak berjalan dengan normal,sehingga mucus jadi tertimbun .bila hal ini terjadi.membran mucosa akan terangsang dan mucus akan dikeluarkan dengan tekanan intrathorakal dan intraabdominal yang tinggi.dan sehingga keluar secret mucus yang tadi.sputum yang dikeluarkan ini hendak nya diperiksa volume nya,sumber,warna dan konsistensi nya.biasanya sputum yang bewarna ini bisa diakibatkan karena adanya tanda edema paru atau infeksi dari bacteri pneumococcus.

Klasifikasi sputum dan kemungkinan penyebabnya menurut Price Wilson

Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan berasal dari sinus, atau saluran hidung, bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.

Sputum banyak sekali dan purulen kemungkinan proses supuratif (eg. Abses paru)

Sputum yg terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan tanda bronkhitis/ bronkhiektasis.

Sputum kekuning-kuningan kemungkinan proses infeksi. Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah. Warna hijau ini

dikarenakan adanya verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dlm sputum. Sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.

Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut. Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih kemungkinan tanda bronkitis

kronik. Sputum berbau busuk kemungkinan tanda abses paru/ bronkhiektasis.

(Price Wilson)

Page 11: 2011730160-R R BONOPAZIO

Klasifikasi sputum Berdarah atau Hemoptisis, sering ditemukan pada tuberculosis Rusty berwarna - biasanya disebabkan oleh pneumokokus bakteri (dalam

pneumonia) Bernanah - mengandung nanah. Warna dapat memberikan petunjuk

untuk pengobatan yang efektif pada pasien bronkitis kronis. Warna (mukopurulen) berwarna kuning-kehijauan menunjukkan bahwa

pengobatan dengan antibiotik dapat mengurangi gejala. Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase . Berlendir putih, susu, atau buram sering berarti bahwa antibiotik tidak

akan efektif dalam mengobati gejala. Informasi ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi bakteri atau virus, meskipun penelitian saat ini tidak mendukung generalisasi itu.

Berbusa putih - mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan Edema.

Dispnea / sesak nafas

a. Definisi

Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif

mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai

sensasi yang berbeda intensitasnya.

Merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor fisiologi, psikologi,

sosial dan lingkungan dan dapat menginduksi respons fisiologis

dan perilaku sekunder.

b. Mekanisme Dispnea

sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat

dalam sistem respirasi

informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan

meproses respiratory –related signals dan menghasilkan pengaruh

kognitif, kontekstual, dan perilaku sehingga terjadi sensasi

dispnea.

Page 12: 2011730160-R R BONOPAZIO

Gambar 3. mekanisme Dispnea

c. Pembagian Dispnea

Dispnea akut : sesak napas yang berlangsung < 1 bulan

Dispnea kronik : sesak napas yang berlangsung > 1 bulan

d. Etiologi

Sistem Kardiovaskular, yaitu dispneu yang disebabkan oleh adanya

kelainan pada jantung, misalnya :

infark jantung akut (IMA), dimana dispneu serangannya terjadi

bersama-sama dengan nyeri dada yang hebat.

Fibrilasi atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana sudah

terdapat penyakit katup jantung sebelumnya.

Kegagalan jantung kiri (Infark miokard akut dengan komplikasi,

example : edema paru kardiogenik) dimana dispneu terjadi dengan

mendadak pada malam hari pada waktu penderita sedang tidur;

disebutParoxysmal nocturnal dyspnoe. Pada keadaan ini biasanya

disertai otopneu dimana dispneu akan berkurang bila si pasien

mengambil posisi duduk.

Sistem respirasi;

Page 13: 2011730160-R R BONOPAZIO

Pneumotoraks, penderita menjadi sesak dengan tiba-tiba, sesak nafas

tidak akan berkurang dengan perubahan posisi.

Asma bronchiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan

dari ekspirasi dan wheezing (mengi).

COPD, sesak bersifat kronik dimana dispneu mempunyai hubungan

dengan exertional (latihan).

Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispneu disini adalah sama

dengan dispneu yang terjadi pada penyakit jantung.

Hematogenous dispneu

Disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya

berhubungan dengan exertional (latihan).

Neurogenik dispneu;

Psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan organik

dispneu yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena paralisis

dari otot-otot pernafasan.

Sistem metabolic/ ginjal;

Pada CKD dan sindrom nefrotik.

Sistem Endokrin

Pada hipertiroid.

Intoksikasi

Pada overdosis aspirin, shock anafilaktik.

Obesitas

Pada obesitas masif.

Psikogenik;

Pada gangguan somatisasi, ansietas dan depresi.

Page 14: 2011730160-R R BONOPAZIO

Gambar 4. tabel kondisi dispneu pada berbagai sistem

f. Patofisiologi

1. Kekurangan oksigen (O2)

Gangguan konduksi  maupun difusi gas keparu-paru

Obstruksi dari jalan nafas, misalnya pada bronchospasme &

adanya benda asing

Berkurangnya alveoli ventilasi, misalnya pada edema paru, radang

paru, emfisema.

Fungsi restriksi yang berkurang, misalnya pada. pneumotoraks, efusi

pleura dan barrel chest.

Penekanan pada pusat respirasi

2. Gangguan pertukaran gas dan hipoventilasi

Gangguan neuro muscular

Gangguan pusat respirasi, misal karena pengaruh sedatif

Gangguan medulla spinalis misalnya sindrom guillain-barre

Gangguan saraf prenikus, misalnya pada poliomielitis

Gangguan diafragma, misalnya tetanus

Gangguan rongga dada, misalnya kifiskoliosis

Gangguan obstruksi jalan nafas: Obstruksi jalan nafas atas, misal

laringitis/udem laring; Obstruksi jalan nafas bawah, misal asma

brochiale dalam hal ini status asmatikus sebagai kasus emergency

Page 15: 2011730160-R R BONOPAZIO

Gangguan pada parenkim paru, misalnya emfisema dan pneumonia

Gangguan yang sirkulasi oksigen dalam darah, misalnya pada keadaan

ARDS dan keadaan kurang darah.

3. Pertukaran gas di paru-paru normal tapi kadar oksigen di dalam

paru-paru berkurang. Hal ini oleh karena 3 hal, yaitu :

Kadar Hb yang berkurang

Kadar Hb yang tinggi, tapi mengikat gas yang afinitasnya lebih tinggi

misalnya CO ( pada kasus keracunan ketika inhalasi gas)

Perubahan pada inti Hb, misalnya terbentuknya met-Hb yang

mempunyai inti Fe 3+.

4. Stagnasi dari aliran darah, dapat dibagi atas :

Sentral, yang disebabkan oleh karena kelemahan jantung.

Gangguan aliran darah perifer yang disebabkan oleh renjatan (shock),

contoh syok hipovolemik akibat hemototaks.

Lokal, disebabkan oleh karena terdapat vasokontriksi lokal

Dapat pula disebabkan oleh karena jaringan tidak dapat mengikat O2  ,

terdapat contohnya pada intoksikasi sianida.

5. Kelebihan carbon dioksida ( CO2 )

Karena terdapatnya shunting pada COPD sehingga menyebabkan

terjadinya aliran dari kanan ke kiri.

6. Hiperaktivasi refleks pernafasan

     Pada beberapa keadaan refleks Hearing-Breuer dapat menjadi aktif. Hal

ini disebabkan olek karena refleks pulmonary stretch.

7. Emosi

8. Asidosis

   Banyak hubungannya dengan kadar CO2 dalam darah dan juga karena

kompensasi metabolik.

Page 16: 2011730160-R R BONOPAZIO

9. Penambahan kecepatan metabolisme

    Pada umumnya tidak menyebabkan dispneu kecuali bila terdapat penyakit

penyerta seperti COPD dan payah jantung (dekomensasi kordis).     

g. Diagnosis Banding

tabel 1. diagnosis banding dispnea

Dispnea akut Dispnea kronik

m. Jantung:

CHF, CAD, aritmia, perikarditis, AMI,

anemia.

n. Pulmoner:

COPD, asma, pneumonia, pneumotoraks,

efusi pleura, edema pulmonal, GERD

dengan asfiksia.

o. Psikogenik:

Panic attack, hiperventilasi, sensasi nyeri,

ansietas.

p. Obstruksi saluran napas atas:

Epiglotitis, croup, Epstain-Barr virus

q. Endokrin

Asidosis metabolic

r. Sentral:

Neuromuscular disorder, nyeri, overdosis

aspirin, hipoksia

a. Jantung:

CHF, CAD, aritmia, pericardiac disease,

valvular heart disease

b. Pulmoner:

COPD, asma, efusi pleura, bronkiektasis,

keganasan.

c. Noncardiac – nonpulmonary

Tromboemboli

Hipertensi pulmonal

Obesitas massif

Anemia berat

Sirosis Hepatis

Uremia

Penyakit tiroid

Neuromuscular (myasthenia gravis)

Laryngeal disease

Tracheal

Penyakit paru yang terpenting:

1. Atelektase (kolaps paru)

Definisi : berkurangnya volume paru akibat tidak memadainya ekspansi rongga

udara.

Ada 4 kategori atelektase :

a. A.Resorpsi

b. A.Komporesi

c. A.Mikroatelektasis

Page 17: 2011730160-R R BONOPAZIO

d. A.Kontraksi (Sikatriks)

2. Penyakit Paru Obstruktif dan Restriktif

a) Penyakit paru obstruktif---gangguan sumbatan jalan nafas.

Utama – tumor, inhalasi/aspirasi , asma, emfisema, bronkitis,

brinkiektasis, fibrokisitk dan bronkiolitis

FVC(forced vital capacity) normal/meningkat.

FEV (forced expiratory volume) Kecepatan aliran udara menurun

FEV / FVC menurun

Obstruksi ekspirasi terjadi akibat penyempitan jalan nafas---pada

asma dan emfisema.

b) Penyakit paru restriktif---berkurangnya ekspansi paru dan kapasitas total.

Utama : 1. ggn ekstra paru 2. penyakit intersititum paru

FVC menurun

FEV normal atau berkurang scr proprosional.

FEV/FVC ---- mendekati normal.

3. Penyakit Paru Obstruktif

a) Asma

Brokospasme episodik reversible

Hipersensitif bronkoskonstriksi thd rangsangan

Hipotesis : peradangan bronkus persisten

Gejala : dyspnea, batuk, mengi

5% org dewasa

7%-10% anak-anak.

Dua kategori utama :

1. Asma ekstrinsik---terpapar antigen ekstrinsik----reaksi

hipersensitifitas tipe 1

2. Asma intrinsik---pemicu nonimun, minimal tapi beraksi

hipersensitif. Ex ; aspirin, infeksi paru stress psikis, olahraga,

inhalasi iritan. Tidak ada manifes alergi keluarga/pasien.----

disebut dietasis asmatik.

b) Patogenesis

Denominator----respon bronkokonstriksi hiperresponsivitas

Page 18: 2011730160-R R BONOPAZIO

Terpapar antigen ---histamin metakolin

Dasar : peradangan bronkus persisten dan hiper responsifitas

bronkus :

1. Sel radang : eosinofil, sel mast dan limfosit

2. Kerusakan epitel bronkus

Asma ekstrinsik---rx hipersensitifitas tipe I

Asma intrinsik----tidak jelas

Asma ekstrinsik = alergi=rx. Hipersensitifitas I

Sensitisasi sel CD4+tipe TH2

Sel TH2---produksi sitokin (IL4,5 dan 13)

Sitokin meningkatkan sintesis IgE, sel mast dan eosinofil.

Patogenesis Asma Ekstrinsik:

Dasar : induksi respon TH2----sitokin----sel mast, eosninofil dan IgE

meningkat dan aktif.

Ada 2 fase ;

1) Fase awal ---30-60 menit stlh inhalasi Ag

2) Fase lanjut—4-8 jam kemudian

3) Sel mast di mukosa ---membuka tight junction

Stimulasi reseptor vagus /subepitel—memicu rfx bronkokonstriksi

Mediator yg diproduksi sel mast aktif (fase awal):

1) Leukotrien---bronkokonstriksi,permiabelitas kapiler

meningkat,sekresi musin meningkat.

2) Prostaglandin—bronkokonstriksi dan vasodilatasi

3) Histamin---bronksopasme dan permebelitas kapiler meningkat.

4) Platelet activaring fc

5) Triptase sel mast—bronkodilatasi normal.

6) Fase lanjut (reaksi seluler)---didominasi oleh rekruitment leukosit,

basofil dan eosinofil

Mediator fase lanjut :

1) NECF(Fc kemotaktik eosinofilik dan neutrofilik) serta leukotrien B

: merekrut dan mengaktifkan eosinofil dan neutrofil

2) IL4 dan IL5 memperkuat respon TH2sel CD4+ dg sintesis IgEserta

kemotaksis dan proliferasi eosinofil

3) Platelet activating fc : kemotaktik kuat bagi eosinofil bila ada IL-6

Page 19: 2011730160-R R BONOPAZIO

4) TNF (tumor necrosis fc) : meningkatkan molekul perekat (adhesion

molecules) di endotel vaskuler serta sel radang

Degranulasi sel mast + leukosit --- menimbulkan 2 efek :

1) Leukosit produksi mediator yg aktifkan sel mast dan memperkuat

respon awal

2) Leukosit menyebabkan kerusakan epitel.

Kerusakan epitel merupakan sumber mediator : endotelin dan nitrit

oksida yg menyebabkan kontraksi dan relaksasi otot polos.

Jadi “kerusakan epitel” berperan dalam hiper responsifitas jalan nafas

melalui nitrit oksida

Eosinofil

1) Fase lanjut– the most important

2) Kemotaksis eosinofil di tempat reaksi alergik ditunjang kemotaktik

sel mast

3) Paling poten : eostaksin (prod. oleh epitel bronkus aktif, makrofag

dan otot polos jalan nafas)

4) Mediator yg diproduksi eosinofil :

Mayor basic protein (MBP)

Protein kation eosinofil (eosinophil cationic protein,ECP) yg

toksis thd sel epitel.

Peroksidase eosinofil – kerusakan jaringan mll stress oksidatif

Leukotrien t.u leukotrien C4

Platelet activating fc

“eosinofil memperkuat dan mempertahankan respon peradangan tanpa

pajanan lebih lanjut ke antigen pemicu”

Patogenesis Asma Intrinsik:

Yg berperan : infeksi saluran nafas oleh virus dan polutan inhalan (ex sulfur

dioksida, ozon dan NO2).

Zat –zat polutan meningkatkan hiper reaktifitas jalan nafas pada penderita

asma (dan org N) --- sesak nafas penderita asma akibat spasme

Efektor2 seluler dan humoral dari inflamasi mirip dgn asma ekstrinsik

infeksi respiratory syncitial virus—memicu bronkospasme t.u anak-anak.

Postulat :

Infeksi respiratory syncitial virus memicu sekresi sitokin dominan-

TH2 dari sel T spesifik- antigen -----memicu infiltrasi eosinofil.

Page 20: 2011730160-R R BONOPAZIO

Saat infeksi virus---epitel full of sitokin pro infamasi ---sebagian

sitokin berperan dalam pematangan dan kemotaksis eosinofil.

“Eosinofil berperan sbg pemain kunci kedua jenis asma.”

Bronkospasme juga sering dipicu oleh aspirin ----melalui leukotrien

C4

Morfologi asma :

Spesimen biopsi dari : mukosa pasien yg diberi alergen dan autopsi

pasien meninggal krn status asmatikus.

Makroskopik : peregangan paru berlebihan dan mengandung daerah

atelektasis.

Mikroskopik :

oklusi bronkus dan bronkiolus oleh sumbatan mukus yg

kental dan lengket. Mukus ini terdiri atas gelungan epitel2

eksfoliatif (spiral curschman dan eosinofil, kristal Charcot-

Leyden (kumpulan kristaloid protein eosinofil).

Mikroskopik asma :

Edema , hiperemia dan infiltrat radang dinding bronkus t.u

eosinofil, sel mast, basofil, makrofag, limfosit(t.u CD4+ tipe

TH2) sel plasma dan neutrofil.

Peningkatan sel goblet dan ukuran kelenjar mukus

submukosa

Bercak nekrosis dari epitel2 terlepas.

Penebalan membran basal—karena kolagen menebal—krn

proliferasi miofibroblas (diperantarai sitokin) penghasil

kolagen

Hipertropi dan hiperplasia otot polos dinding bronkus

Perjalanan penyakit asma :

Dispnea berat pada saat ekspirasi

Mengi/wheezing

Hambatan saat proses ekspirasi sehingga tjd hiperinflasi progressif paru

—udara terperangkap di distal bronkus.

Bronkus konstriksi

Bronkus tersumbat juga oleh mukus kental dan lengket.

Serangan bisa 1-beberapa jam lalu mereda dg spontan atau dgn

pengobatan.

Page 21: 2011730160-R R BONOPAZIO

4. Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Berdasarkan uji fungsi paru dan bukti objektif obstruksi/hambatan jalan nafas

/udara ireversibel.

Terdiri atas 2 penyakit utama :

a. Bronkitis kronik

b. Emfisema

c. Perbedaan PPOK dan asma adalah pada obstruksi jalan nafasnya----

PPOK bersifat irreversible sedangkan asma reversible.

A. Emfisema

Tanda utama emfisema :

a. Dilatasi permanen rongga udara yg terletak distal dari bronkiolus

terminalis yaitu bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan

alveolus disertai destruksi dinding rongga tsb.

b. Bila terjadi dilatasi permanen rongga udara tanpa destruksi

dinding rongga disebut overinflation

c. Jadi emfisema didefinisikan berdasarkan kelainan morfologik

d. Bronkitis kronik didefinisikan berdasarkan gambaran klinis ex

batuk kronik rekurren,dahak berlebihan.

Jenis emfisema : berdasarkan sifat anatomi lesi dan distribusinya di lobulus

dan asinus :

Asinus mencakup bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveolus.

Kelompokkan asinus 3-5 asinus disebut 1 (satu) lobulus

Ada 3 jenis emfisema :

-Sentra asinasr

-Pan asinar

-Asinar distal

Emfisema sentraasinar (sentrilobular)

-Lobulus yg terlibat bagian sentral atau proksimal asinus oleh

bronkiolus respiratorik

-Duktus alveolaris dan alveolus tidak terlibat

-Yang sering terkena : lobus atas t.u segmen apeks.

Page 22: 2011730160-R R BONOPAZIO

-Pada emfisema parah, bagian distal (duktus alveolaris dan

alveolus) juga terkena—sehingga sulit dibedakan dg panasinar ex

perokok berat tapi tidak menderita defisiensi α1- antitripsin

Emfisema panasinar(panlobular)

-Bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris sampai alveolus terkena.

-Yang sering terkena : zona paru bawah

-Pada penderita : defisiensi α1-antitripsin

Emfisema asinar distal (Paraseptal)

-Bagian proksimal asinus normal (bronkiolus respiratorik)

-Bagian distal (duktus alveolaris dan alveolus( yang terkena.

-Yang sering terkena : lebih nyata di dekat pleura, sepanjang septum

jaringan ikat lobulus dan tepi lobulus.

-Emfisema terjadi dekat daerah fibrosis, jaringan parut atau

atelektasis/ lebih parah di separuh atas paru.

-Sering merupakan dasar terjadinya pneumothoraks spontan pasien

dewasa.

Patogenesis emfisema:

Belum pasti

Causa : ketidakseimbangan dalam 2 hal

1. Ketidakseimbangan protease-antiprotease

2. Ketidakseimbangan oksidan-antioksidan

Hasil akhir :kerusakan jaringan

Ketidakseimbangan protease-antiprotease didasarkan pada :

1. defisiensi α antitripsin (antiprotease)

2. 1% penderita

3. α antitripsin secara normal berada dalam serum, cairan jaringan dan

makrofag.

4. α antitripsin ---inhibitor utama protease.

Protease dihasilkan neutrofil saat inflamasi

Enzim α antitripsin dihasilkan lokus inhibitor protease (Pi) pada Kr.14

lokus Pi

Lokus Pi

1. bersifat sangat polimorfik

Page 23: 2011730160-R R BONOPAZIO

2. Banyak alel berbeda

3. Yg tersering : alel normal (M) dan fenotifnya PiMM

4. 0.012% populasi AS homozigot untuk alel Z(PiZZ)

5. Alel PiZZ berkaitan erat dengan penurunan defisiensi α antitripsin

6. Mutasi lokus Pi----menderita emfisema simptomatik

Neutrofil (produksi protease) sekuestrasi di kapiler perifer dan paru

(termasuk beberapa ke alveolus)

Setiap rangsangan yang meningkatkan neutrofil dan makrofag di paru

maupun proses degranulasi mengandung protease—aktifitas proteolitik.

Pada defisiensi α antitripsin ---anti protease----destruksi jaringan elastik

tidak terkendali—timbul emfisema.

Emfisema ---e.c efek destruktif jaringan paru peningkatan enzim protease

dan aktifitas enzim α-antitripsin yg rendah.

Percobaan : enzim protease pappain diteteskan intratrakea pd paru-paru

hewan----degradasi elastin oleh protease neutrofi---emfisema.

Perjalanan Penyakit:

Sesak nafas (dyspnea)—perlahan tapi progressif

Pasien yg sudah mengidap bronkitis kronik atau bronkitis asmatik

kronik----keluhan awal nya batuk dan mengi.

BB menurun

FEV menurun , FVC normal/memdekati normal. Ratio FEV/FVC

berkurang.

Emfisema tanpa bronkitis :

Barrel chest (dada bentuk “tong”)

Posisi membungkuk--- saat duduk maju ---untuk memeras udara

saat ekspirasi

Page 24: 2011730160-R R BONOPAZIO

Ruang udara besar tapi kapasitas difusi rendah.

Dispnea dan hiperventilasi

Pink puffers—dispnea menonjol tapi oksigenasi hemoglobin

adekuat.

B. Bronkitis kronik

Penderita---perokok >>> dan polutan asap / kabut.

20-25% laki-laki usia 40-65 thn

Diagnosis berdasarkan data klinis

Definisi : batuk produktif persisten selama minimal 3 bulan berturut-turut

paling sedikit 2 tahun berturut-turut.

Karakteristik bronkitis kronik :

1. Bronkitis kronik sederhana >>>

2. Sering disertai gejala hipersensitifitas jalan nafas dan episode asma

intermitten

3. Obstruksi jalan nafas pasien bronkitis kronik berdasarkan uji fungsi

paru---dis. Bronkitis obstruktif kronik.

Patogenesis penyakit:

Hipersekresi mukus

Sering pada perokok dan terkena polutan asap

Hipertropi kelenjar mukosa

Pembentukan sel metaplasia goblet penghasil musin di epitel permukaan

bronkus.

Infiltrasi sel-sel radang limfosit(sel TCD8+), neutrofil makrofag

Eosinofil jarang ditemukan (beda dgn asma yg dominan atau pasien dg

bronkitis asmatik)

Dipostulasikan bahwa : polutan >>. Sbg iritan epitel permukaan mll

reseptor fc pertumbuhan epitel (EPGF)

Page 25: 2011730160-R R BONOPAZIO

Infeksi berperan sekunder---peradangan jadi lebih lama dan gejala

bertambah parah.

Perjalanan penyakit:

Batuk dan sputum berlebihan dan terus-menerus tanpa disfungsi ventilasi

PPOK sering disertai obstruksi aliran udara ekspirasi---hiperkapnea,

hipoksemia, sianosis.

Penyulit :

Hipertensi pulmonal

Gagal jantung

Infeksi berulang

Gagal nafas

C. Bronkiektasis

Definisi :

a. Pelebaran menetap bronkus dan bronkiolus akibat kerusakan otot

dan jaringan elastik yang berkaitan dgn infeksi kronik nekrotikans.

b. bukan penyakit primer

c. Akibat obstruksi / infeksi persisten.

d. Gejala : batuk dan sputum purulen jlh besar

Diagnosis :

-Berdasarkan riwayat penyakit dan pembuktian dilatasi bronkus pada

radiografi.

Patogenesis :

Ada 2 proses yg saling berkaitan pada Br.ektasis :

1. Obstruksi –menghambat proses pembersihan normal—infeksi

sekunder

2. Infeksi persisten kronik.—kerusakan dinding bronkus—pelemahan

dan dilatasi dinding bronkus.

Page 26: 2011730160-R R BONOPAZIO

Infeksi nekrotikans persisiten di bronkus/bronkiolus---sumbatan

sekret/obstruktif---inflamasi dinding—fibrosis peribronkus—skar

menyebabkan traksi jaringan parut.

Perjalanan penyakit:

Batuk hebat persisten, episodik, dan sputum mukopurulen

Sputum berbau busuk

Bisa berbercak darah/hemaptoe

Jari tabuh/gada

Hipoksemia, hiperkapnea, hipertensi pulmoner dan kor pulmonale (kasus

berat)

Penyulit : abses otak dan amiloidosis.

5. Penyakit Paru Restriktif Akut

Ciri khas : penurunan compliance (diperlukan tekanan besar untuk

mengembangkan paru karena paru menjadi kaku).

Kelainan parenkim

Cairan dan fibrosis interstitium ---paru kaku(stiff lung)---menurunkan

compliance----shg upaya bernafas ditingkatkan(dispnea).

Cedera Paru Akut dan

Sindroma Gawat Nafas Akut.

Cedera paru akut (ALI,acute lung injury) dan sindrom gawat nafas

akut (ARDS, acute respiratory distress syndrome)----gagal nafas

berkelanjutan yg progressif yg didefinisikan oleh :

1. Dispnea akut

2. Penurunan akut tekanan oksigenarteri(hipoksemia)

3. Infiltrat paru bilateral pada radiografi

4. Tak ada klinis gagal jantung kiri primer.

ALI—awal dari ARDS---kerusakan pada membran kapiler alveolus—edema

paru nonkardiogenik.

Patogenesis :

Cedera endotel atau epitel atau keduanya—permiabelitas kapiler

meningkat---edema alveoli2.

Hilangnya kapasitas difusi kelainan luas surfaktan akibat kerusakan

sel pneumosit tipe II.

Page 27: 2011730160-R R BONOPAZIO

1. Penelitian terakhir : ALI dan ARDS disebabkan oleh

ketidakseimbangan sitokin proinflamasi an antiinflamasi---

neutrofil yg dominan dlm kapiler, interstitium dan alveolus,

diikuti oleh macrophage inhibitory factor(faktor penghambat

makrofag)---mempertahankan peradangan dgn

memproduksi IL-1 dan TNF.----dsiertai ‘transforming growth

factor –α(TGF-α) dan platelet –derived growth factor

(PDGF)---merekrut fibroblas dan serat-serat kolagen ---

perbaikan cedera paru.

6. Penyakit Paru Restriktif Kronik

Penyakit restriktif(interstitium) kronik pada parenkim paru.

Penurunan FVC dan FEV—sehingga ratio FEV/FVC tetap.

15% penyakit non infeksi paru.

Terdiri atas :

1. Fibrosis paru idiopatik---firbrosis intersititium difus---hipoksemia berat

dan sianosis.

Berasal dari cedera alveolus---edema interstitium dan

akumulasi sel radang intra alveolus (alveolitis).---fc

penyebab tetap ada—fibrosisi kronik.

Morfologi ALI dan ARDS :

Pneumonitis dan radang intersititum

2. Sarkoidosis

Reaksi radang granuloma non perkejuan pada multi organ.

Pada dewasa ≤ 40 tahun

Gangguan pengendalian imun pada predisposisi genetik yg

terpajan agen lingkungan

Respon seluler sel T CD4+

Penumpukkan limfosit TCD4+ intra alveolus dan intersititium----

ratio CD4+/CD8+ = lebih dari 3.5

Kelainan imunologik sistemik , genetik dan lingkungan.

Mikroskopik : granuloma non perkejuan disertai banyak sel datia

dan kadang-kadang badan Schaumman .

Page 28: 2011730160-R R BONOPAZIO

3. Pneumonitis hipersensitif/alergik

Sering berhubungan dgn pekerjaaan---peningkatan kepekaan thd

antigen inhalan ex jerami---farmers lung

Gula tebu berjamur (aktimisetes feeni) bagasosis

Dll

4. Sindroma perdarahan alveolus difus.

5. Angitis dan Granulomatosis paru Wagener

6. Paru pada gangguan vaskuler kolagen

7. Patologi transplantasi---reaksi penolakkan transplantasi bisa minimal,

ringan, sedang dan berat.

PARASITOLOGI

A. Paragonimus westermani

Trematoda

Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun.

Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma. Pada

dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan

dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya.

Fase daur hidup tersebut adalah sebagai berikut:

Telur---meracidium---sporocyst---redia---cercaria—metacercaria---cacing dewasa.

Genus dari trematoda

(1)  Schistosoma

(2)  Paragonimus

(3)  Clonorchis

(4)  Echinostoma

Menurut lokasi berparasitnya cacing trematoda dikelompokkan sebagai berikut:

1)    Trematoda pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum

2)    Trematoda paru: Paragonimus westermani

3)    Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E. ilocanum

Page 29: 2011730160-R R BONOPAZIO

4)    Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantic .

Paragonimus westermani

Pertama ditemukan berparasit pada harimau Bengali di kebon binatang di Eropa tahun

1878. Pada dua tahun kemudian infeksi cacing ini pada manusia dilaporkan di

Formosa. Ditemukan cacing pada organ paru-paru, otak dan viscera pada orang di

Jepang, Korea dan Filipina. Sekarang parasit ini telah menyebar ke India Barat, New

Guenia, Salomon, Samoa, Afrika Barat, Peru, Colombia dan Venezuela.

Paragonimiasis termasuk dalam penyakit zoonosis. Paragonimus westermani

merupakan Trematoda paru-paru yang mempunyai beberapa nama lain, yaitu:

·         The Lung Fluke

·         Distoma wetermani

·         Paragonimus ringeri

Trematoda paru jenis ini menyebar didaerah Asia Timur, antara lain RRC, Jepang,

Korea, Taiwan, juga ditemukan di Indonesia, Filiphina, Vietnam, India, Afrika dan

Amerika.

Species-species yang lain adalah:

·         Paragonimus africanus  (Afrika)

·         Paragonimus mexicanus (Mexico dan Amerika Latin)

·         Paragonimus uterobilateralis (Nigeria)

·         Paragonimus kellicotti (Jepang)

HOSPES

Hospes definitif : Manusia, kucing, anjing

Hospes perantara I : Keong air tawar/ siput (Melania/Semisulcospira sp)

Hospes perantara II : Ketam / kepiting

HABITAT: Di jaringan paru-paru

PENYAKIT:  Paragonimiasis

MORFOLOGI:

Telur:

Telur berukuran 80-120 x 50-60 mikron

Bentuk oval

Memiliki operculum khas yang berdinding tebal

Page 30: 2011730160-R R BONOPAZIO

Berwarna kuning kecoklatan

Berisi sel-sel ovum yang belum matang

Cacing dewasa:

Bersifat hermaprodit.

Sistem reproduksinya ovivar.

Bentuknya menyerupai daunberukuran 7 – 12 x 4 – 6 mm dengan ketebalan tubuhnya

antara 3 – 5 mm.

Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.Uterus pendek berkelok-kelok.Testis

bercabang, berjumlah 2 buah.

Ovarium berlobus terletak di atas testis.

Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan.

SIKLUS HIDUP

Telur dikeluarkan bersama feses . Telur yang masuk dalam air akan

menetas mirasidium akan keluar dan mencari hospes perantara pertama yaitu keong

air (siput Bulinus / Semisulcospira). Dalam tubuh keong mirasidium berkembang

menjadi sporokista dan kemudian menjadi redia. Redia akan menghasilkan

serkaria. Serkaria akan akan keluar dari tubuh siput dan mencari hospes perantara ke-

2, yiatu ketam/kepiting. Setelah masuk ke tubuh kepiting, serkaria akan melepaskan

ekornya dan membentuk kista (metaserkaria.) didalam kulit di bawah sisik.

Metaserkaria akan masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsi kepiting yang

mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang.Metaserkaria akan

mengalami proses ekskistasi di duodenum dan keluarlah larva. Larva menembus

dinding usus halus rongga perut diafragma menuju paru –paru.

CARA INFEKSI:

Manusia dapat terinfeksi oleh Paragonimus westermani karena memakan hospes

perantara II yang mengandung metaserkaria.

PATOLOGI dan GEJALA KLINIK:

Penyakit akibat infeksi cacing ini dinamaan Paraginiasis. Selama invasi hanya

memberi sedikit gangguan. Cacing dewasa dapat memberi gangguan di:

Paru-paru:

§  Berupa kerusakan jaringan

Page 31: 2011730160-R R BONOPAZIO

§  Tampak juga infiltrasi sel jaringan

§  Reaksi jaringan membentuk kapsul fibrotik (kista), di dalamnya terdapat cacing dan

juga telur, jika kista ini berada di bronchus maka akan dapat pecah. Gejala mula-mula

batuk kering, kemudian batuk darah.

Ektopik infeksi:

Telur-telur yang berada di jaringan organ merupakan pusat dari pseudo tuberculosis

(TB palsu).

·         Di otak = gejala cerebral (epilepsi)

·         Di usus = abses dengan gejala diare

·         Di jaringan otot = ulcersa

·         Di hepar, dinding usus, pulmo, otot, testis, otak, peritoneum, pleura terdapat bentuk

kista

DIAGNOSA: 

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura. Kadang-

kadang telur juga di temukan dalam tinja.

PENGOBATAN:

Klorokuin 0,75 gr/hari sampai 40gr bhitional.

PENCEGAHAN:

Tidak memakan ikan/kepiting mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak

secara sempurna sehingga tidak terinfeksi oleh metaserkaria yang ada dalam

ikan/kepiting tersebut

Page 32: 2011730160-R R BONOPAZIO
Page 33: 2011730160-R R BONOPAZIO

B. Pneumocystis carinii

Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah infeksi oportunistik yang

terjadi pada populasi imunosupresi, terutama pasien dengan infeksi virus

Page 34: 2011730160-R R BONOPAZIO

human immunodeficiency canggih. Presentasi klasik batuk nonproduktif,

sesak napas, demam, infiltrat interstisial bilateral dan hipoksemia tidak selalu

muncul. Metode diagnostik pilihan termasuk induksi dahak dan lavage

bronchoalveolar. Obat pilihan untuk pengobatan dan profilaksis adalah

trimetoprim-sulfametoksazol, tetapi alternatif sering diperlukan karena efek

samping atau, kurang umum, kegagalan pengobatan. Terapi kortikosteroid

adjunctive meningkatkan kelangsungan hidup moderat untuk kasus yang

parah. Komplikasi seperti pneumotoraks dan kegagalan pernafasan

meramalkan kelangsungan hidup lebih miskin. Profilaksis secara dramatis

menurunkan risiko penyakit pada populasi rentan. Meskipun PCP telah

menurun dalam kejadian di negara maju sebagai hasil dari profilaksis dan

terapi antiretroviral yang efektif, diagnosis dan pengobatan tetap menantang.

Sebelum epidemi acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada awal

tahun 1980, Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah infeksi langka

yang terjadi pada pasien imunosupresi dengan malnutrisi protein atau

leukemia limfositik akut, atau pada pasien yang menerima terapi

kortikosteroid. Infeksi oportunistik sekarang paling sering dikaitkan dengan

immunodeficiency virus canggih manusia (HIV).

Munculnya PCP pada pria gay yang sebelumnya sehat adalah salah satu tanda-

tanda awal dari munculnya AIDS. 1 Sebelum meluasnya penggunaan

profilaksis, PCP adalah penyakit terdefinisi AIDS dalam 60 persen kasus dan

akhirnya mempengaruhi 80 persen pasien dengan AIDS . 2 , 3 diagnosis awal

HIV, ART dan profilaksis yang efektif telah berkontribusi pada penurunan 75

persen dalam kasus, 4 meskipun PCP tetap penyakit terdefinisi AIDS yang

paling umum. Intravena pengguna narkoba, pasien patuh dan orang-orang

yang status HIV tidak diketahui beresiko sangat tinggi. Intoleransi agen

antipneumocystis umum, membuat manajemen menantang.

Kontroversi mengenai apakah ada PCP merupakan reaktivasi infeksi yang

diperoleh di awal kehidupan atau apakah paparan berulang dan infeksi ulang

menyebabkan penyakit. Percobaan pada hewan imunosupresi dan laporan dari

kasus cluster mendukung teori kedua. 5 Organisme diperoleh jika terhirup dan

menganut tipe I sel alveolar. Proliferasi menghasilkan berbusa, eosinofilik

Page 35: 2011730160-R R BONOPAZIO

eksudat yang mengisi ruang alveolar, menyebabkan oksigenasi menurun,

sebuah interstitium menebal dan, akhirnya, fibrosis. 6

C. Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoides adalah cacing gelang raksasa manusia, termasuk dalam

filum Nematoda. Sebuah nematoda ascarid, ia bertanggung jawab untuk

ascariasis penyakit pada manusia, dan merupakan cacing parasit terbesar dan

paling umum pada manusia. Seperempat dari populasi manusia diperkirakan

terinfeksi oleh parasit ini. Ascariasis adalah lazim di seluruh dunia dan lebih-

lebih di negara-negara tropis dan subtropis..

Hal ini dapat mencapai panjang hingga 35 cm.

Siklus Hidup

Page 36: 2011730160-R R BONOPAZIO

Ascaris lumbricoides, atau "cacing gelang", infeksi pada manusia terjadi

ketika telur cacing tertelan melepaskan larva cacing yang menembus dinding

duodenum dan memasuki aliran darah. Dari sini, hal itu dilakukan ke hati dan

jantung, dan memasuki sirkulasi paru-paru untuk membebaskan diri dalam

alveoli, di mana ia tumbuh dan molts. Dalam 3 minggu, larva lulus dari sistem

pernapasan yang akan batuk, menelan, dan dengan demikian kembali ke usus

kecil, dimana jatuh tempo untuk cacing jantan dan betina dewasa. Pemupukan

sekarang dapat terjadi dan betina menghasilkan sebanyak 200.000 butir per hari

selama setahun. Telur-telur dibuahi menjadi menular setelah 2 minggu di dalam

tanah, mereka dapat bertahan dalam tanah selama 10 tahun atau lebih

Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh Nemathelminthes

Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan

oleh makhluk parasit.

Etiologi Ascariasis

•      Penyebab: Ascaris lumbricoides

•      ♀ panjang 20 cm – 35 cm

•      ♂ panjang 3 mm – 6 mm

•      ♀ bertelur ± 200.000 butir/ hari

•      Telur ini keluar dari tubuh manusia melalui faeces, ukuran telur : 35 μ - 50μ

•      Ascaris lumbricoides tersebar luas di daerah tropis

•      Infeksi ascaris pada anak < 10 tahun = 60% - 100%

Cara Infeksi

•      Telur ascaris yang infektif tertelan manusia dan mencapai duodenum, di sini telur

menjadi larva

•      Larva ini menembus dinding usus, melalui saluran limfe bermigrasi ke hepar dan

paru

•      Banyaknya larva di paru-paru menimbulkan gejala Loefller Syndrome/ Atypical

Pneumonia

•      Larva mencapai epiglottis dan kembali ke usus kecil. Di sini tumbuh menjadi cacing

dewasa, cacing betina bertelur lagi

•      Perjalanan cacing hingga menjadi dewasa ± 3 bulan

Gejala Klinik

•      Biasanya tanpa gejala.

Page 37: 2011730160-R R BONOPAZIO

•      Enek, muntah, sakit perut, tidak ada nafsu makan, kurus, sukar tidur, cengeng, sedikit

panas, kolik.

•      Massa dari cacing dapat menyebabkan obstruksi usus.

•      Dapat juga menyebabkan perforasi usus, intususepsi, paralitic ileus.

Diagnosis

•      Ditemukan telur ascaris dalam faeces

•      Keluar cacing ascaris bersama faeces/ muntah

BRONKIEKTASIS

Sindroma :

Infeksi kronik

Page 38: 2011730160-R R BONOPAZIO

Dilatasi/destruksi dinding bronkus

Gejala klinik yaitu Batuk kronik dan Sputum purulen

Patogenesis : Pasca infeksi paru (pneumonia) dan Infeksi sekunder pada daerah paru

yang kolaps/atelektatik

Faktor predisposisi : Defek mekanisme pertahanan saluran napas , alergi dan

heriditer.

Klasifikasi dibagi menjadi 2 berdasarkan reversibilitas yaitu Psedobronchiectasis

dan True bronchiectasis. Berdasarkan bentuk kelainan yaitu Fusiform ,Silindris dan

Sakuler.

Diagnosis dengan pemeriksaan Laboratorik, Radiologik (Foto Rö polos, Foto Rö

dengan kontras dan CT-scan)

Pengobatan yang diberikan dengan cara Konservatif seperti Fisioterapi, Mencegah

jangan sampai dehidrasi dan Antibiotika. Dan dengan cara Operatif seperti

Segmentektomi, Lobektomi/pneumektomi. Dapat pula terjadi komplikasi Cor

pulmonale. Untuk pencegahan dengan identifikasi adanya faktor predisposisi.

Bronkitis

Bronkitis akut : radang bronkus akut ,umumnya disertai radang akut saluran napas

bawah lainnya, Tidak pernah berdiri sendiri , Trakeobronkitis akut (Bronkitis)

Bronkitis kapiler (Capillary Bronchitis) dibagi menjadi Bronkitis dan

Pneumonia interstitial

Bronkitis asmatika merupakan salah satu bentuk asma

Bronkitis secara umum biasanya di sebabkan oleh virus dan bronkitis secara

spesifik disebabkan oleh Influenza, Pertusis ,Campak (morbilli), Salmonella,

Difteria , Scarlet fever

Faktor yang berpengaruh dalam bronkitis adalah Asap rokok , Alergi , Cuaca ,

Keadaan umum yang jelek (Poor health) , Infeksi kronik alat napas atas .

Pada pemeriksaan fisis di temukan adanya Panas yang hilang timbul,

Mukosa(nasofaringitis , konjungtivitis , rhinits virus) , Suara napas kasar Ronki

basah kasar menjadi halus dan Mengi (Wheezing).ditemukan adanya sputum jernih

beberapa hari keruh 5-10 hari jernih kemudian batuk hilang.

Page 39: 2011730160-R R BONOPAZIO

Gejala dan tanda lain bronkitis akut antara lain Rasa tidak enak di bawah tulang

dada : Seperti terbakar dan sakit , suara napas berbunyi seperti siulan , Sesak dan

Muntah

Penanggulangan bronkitis akut dengan cara Simptomatis , Pengeluaran

lendir/sputum seperti mengubah posisi tidur , Jaga kelembaban udara dan Sering

minum , Kodein harus berhati-hati pemakaian karena sangat jarang diperlukan,

Antihistamin : Hati-hati Atropin like effect, Ekspektoran tidak perlu , Antibiotika

kadang tidak ada gunanya, Indikasi dan Bronkitis akut berulang ada komplikasi .

Komplikasi bronkitis akut seperti Otitis , Sinusitis dan pneumonia (terutama kalau

gizi buruk)

Batuk kronik berulang pada anak bronkitis kronik tidak ada dan pada dasarnya adalah

penyakit paru dan penyakit sistemik

Pneumonia

inflamasi parenkim paru (alveoli dan interstisiil)

definisi klinis: penyakit respiratorik ditandai batuk, sesak, demam, ronki, dan

infiltrat pada foto Rontgen

istilah lain :

pneumonitis (non-infeksi);

alveolitis (Eropa)

Etiologi

sebagian besar : kuman (virus, bakteri, dll); aspirasi, radiasi, dll

pneumonia kuman : virus atau bakteri ? ® konsekuensi tata laksana

awal : virus ® komplikasi bakteri

pola kuman sesuai distribusi umur

terpenting : Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae,

Staphylococcus aureus, streptokokus grup B

Page 40: 2011730160-R R BONOPAZIO

Bakteri penyebab

Streptococcus pneumoniae

Hemophilus influenzae

Staphylococcus aureus

Streptococcus group A – B

Klebsiella pneumoniae

Pseudomonas aeruginosa

Chlamydia spp

Mycoplasma pneumoniae

Pembagian jenis pneumonia

Community acquired pneumonia

â kuman gram positif

Hospital acquired pneumonia

â kuman gram negatif

Patogenesis

aspirasi kuman

penyebaran langsung dari respiratorik atas

viremia / bakteremia

penyebaran langsung dari infeksi intra-abdomen

terbanyak : 2 pertama

Patologi

Bakteri ¨ parenkim paru ¨ rx jaringan ¨ udem

Stadium hepatisasi merah

Page 41: 2011730160-R R BONOPAZIO

alveoli : lekosit, fibrin, eritrosit, bakteri

Stadium hepatisasi kelabu

deposisi fibrin, fagositosis

Stadium resolusi

degenerasi netrofil, fibrin melonggar, fagosistosis bakteri

Manifestasi klinis

tergantung : kuman, usia, status imuno-logis, beratnya penyakit

neonatus bisa tanpa gejala khusus

gejala : umum, pulmonal, pleural, ekstra-pulmonal

umum : demam, menggigil, sefalgia, resah, gelisah, gastrointestinal (muntah,

kembung, diare)

Manifestasi klinis

gejala tanda pemr fisis

demam demam ronkhi

napas cepat takipnu mengi

batuk dispnu suara n lemah

muntah retraksi pekak

tdk mau minum napas cuping fremitus lemah

Iritabel merintih meningismus

letargi sianosis pl friction rub

Page 42: 2011730160-R R BONOPAZIO

Manifestasi klinis

tanda pulmonal : berguna, tapi pd awitan mungkin belum ada

otot bantu napas : chest indrawing / retraksi

frekuensi napas : indeks paling sensitif, anak tenang / tidur

batuk : pada anak besar, kering ® produktif,

suara napas¯, ronkhi basah halus (bayi - )

klinis : sulit membedakan bakteri / virus

Manifestasi klinis sederhana (WHO)

Napas cepat (tachypnea)

Respiratory thresholds

Umur frekuensi nps

< 2 bulan 60

2 - 12 bulan 50

1 - 5 tahun 40

Chest Indrawing (tarikan dinding dada ke dalam)

Pemeriksaan penunjang

Rontgen toraks : menunjang diagnosis, luasnya kelainan

foto : AP & lateral

pneumatokel ® S aureus

normal dalam 3-4 minggu

tidak rutin diulang; kecuali pneumatokel, pneumotoraks / komplikasi lain

Page 43: 2011730160-R R BONOPAZIO
Page 44: 2011730160-R R BONOPAZIO

Grl, 6,5 yrs Ro. Large intertitial infiltrate, ec S pneumoniae: IgG pneumolysin increase, Leuco 29800, ESR 35 mm/hour I, CRP 9 mg/l.

Page 45: 2011730160-R R BONOPAZIO

Boy, 1,9 yrs, Ro. alveolar infiltrate in right lower lobe ec. S pneumoniae: IgG pneumolysin significant increase, leuco 13.800, ESR 125/hour I, CRP 332 mg/l.

Page 46: 2011730160-R R BONOPAZIO

Grl, 2,8 yrs, Ro. alveolar infiltrate in left lower lobe ec. rinovirus: leuco 17700, LED 64 mm/jam I, CRP 128 mg/l.

Page 47: 2011730160-R R BONOPAZIO

Grl, 0,3 yrs, Ro. alveolar infiltrate in right upper lobe ec parainfluenza andhuman herpes virus, leuco 17000, ESR 8 mm/l, CRP 22 mg/l

Pemeriksaan penunjang

Analisis gas darah

lekositosis (>15.000/ul) lazim dijumpai

dominasi netrofil, pergeseran ke kiri ® bakteri

trombosit >500.000/ul ® bakteri

Page 48: 2011730160-R R BONOPAZIO

trombopeni ® virus

LED dan CRP tidak khas

biakan darah : spesifik, hanya 10-15%

Analisis gas darah

Hipoksemia (PaO2 < 80 mm Hg)

dengan O2 3 L/min 52,4 %

tanpa O2 100

%

Ventilatory insufficiency

(PaCO2 < 35 mmHg) 87,5 %

Ventilatory failure

(PaCO2 > 45 mmHg ) 4.8 %

Asidosis metabolik

intake &/ hipoksemia 44,4 %

Diagnosis

terbaik : etiologik, dengan pemr mikrobiologik

kendala : teknis, biaya

utama : klinis + penunjang lain

masalah : virus atau bakteri ?

Tatalaksana

Community acquired pneumonia > rawat rumah adekuat

Page 49: 2011730160-R R BONOPAZIO

rawat inap : sesak nyata, bayi < 3bulan

terapi penunjang & etiologik

penunjang : oksigen, cairan, makanan

terapi etiologik : antibiotik

deteksi dan tatalaksana komplikasi

Tatalaksana

ideal : seuai dengan kuman penyebab

kendala diagnostik, viral ~ bakterial, inf bakteri sekunder ¨ antibiotik untuk

semua pneumonia

antibiotik : 5-10 hari, bisa 14 hari

sampai 2-3 hari bebas demam

Komplikasi

Pneumotoraks

Pneumomediastinum

Efusi pleura

Gagal napas

Mungkin diperlukan tindakan agresif dan perawatan ICU disertai alat bantu ventilator

Bronchiolitis

Bronchiolitis

Bronchioles inflammation

Clinical syndromes:

fast breathing, retractions, wheezing

Page 50: 2011730160-R R BONOPAZIO

Predominantly < 2 years of age

(2 – 6 months)

Difficult to differentiate with pneumonia

Bronchiolitis

Etiology

Predominantly RSV (Respiratory Syncytial Virus), adenovirus etc.

Diagnosis

Etiological diagnosis

Microbiologic examination

Clinical diagnosis

Signs and symptoms

Age

Resource of infection

Bronchiolitis

Clinical Manifestations

cough, cold, fever,fast breathing, retraction, wheezing, irritable, vomitus, poor

intake

Physical Examinations

tachypnea, tachycardia, retraction, expiration >, wheezing, fever,pharyngitis,

conjunctivitis, otitis media.

Radiologic examination

diffuse hyperinflation

flat diaphragm,

subcostal >

Page 51: 2011730160-R R BONOPAZIO

retrosternal space >

peribronchial infiltrates

pleural effusion (rare)

Management

Supportive

Severe disease

hospitalization

intra venous fluid drip

oxygen

(antibiotics)

Bronchodilator: controversial

Corticosteroid: controversial

Natural history & complications

Improved clinical findings : in 3-4 days

Improved radiological features: in 9 days

Persistent respiratory obstruction : 20%

Respiratory failure : 25 %

Lung collaps (rare)

Correlation with Asthma

30 % - 50 % becomes asthmatic patients

Similarity in : - pathogenic mechanisms

- pathologic disorders

TUBERKULOSIS PARU

A. Definisi

Page 52: 2011730160-R R BONOPAZIO

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang

disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan

pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium

tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru /

berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit

tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir

seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi

awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat

mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.

B. Etiologi

TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan

batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas

dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah

M. Bovis dan M. Avium.

C. Tanda Dan Gejala

1. Tanda

a. Penurunan berat badan

b. Anoreksia

c. Dispneu

d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.

2. Gejala

a. Demam

Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi

oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman

TBC yang masuk.

b. Batuk

Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk

kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif

(menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena

terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus

dinding bronkus.

Page 53: 2011730160-R R BONOPAZIO

c.Sesak nafas.

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana

infiltrasinya sudah setengah bagian paru.

d. Nyeri dada

Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan

pleuritis)

e.Malaise

Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit

kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

D. Patofisiologi

Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan

yang aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh

makrofag, pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk

membentuk apa yang disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis

menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi paru dan

oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total permukaan

membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara

progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat

mengurangi oksigenasi darah.

Web Caution (Pathway)

Individu dengan penyakit TBC

Resiko infeksi

Page 54: 2011730160-R R BONOPAZIO

E. Pemeriksaan Penunjang

Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 – 72 jam; dengan hasil

positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9

mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah

mendapt BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif,

sedangkan pada anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter

indurasi ≥ 5 mm harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi

berat, pemberian immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula

oleh gizi buruk, morbili, varicella dan penyakit infeksi lain.

Gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar nilus,

paratrakeal, dan mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusipieura, kavitas dan

gambaran milier. Bakteriologis, bahan biakan kuman TB diambil dari bilasan

lambung, namun memerlukan waktu cukup lama. Serodiagnosis, beberapa

diantaranya dengan cara ELISA (enzyime linked immunoabserben assay) untuk

mendeteksi antibody atau uji peroxidase – anti – peroxidase (PAP) untuk

menentukan Ig G spesifik. Teknik bromolekuler, merupakan pemeriksaan

Paru-paru terinfeksi

Jaringan paru di invasi makrofag

Membentuk jaringan fibrosa

Metabolisme meningkat

Berkurangnya luas total permukaan membran

Batuk dan nyeri dada Pola nafas tidak efektif Penurunan kapasitas difusi paru

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan

cemas

Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan

Berkurangnya oksigenasi darah

Iritasi jaringan paru Kurang perawatan diri Intoleransi aktivitas

Batuk darah

Gangguan pertukaran gasPeningkatan sekresi Bersihan jalan nafas tidak efektif

malasie

Page 55: 2011730160-R R BONOPAZIO

sensitif dengan mendeteksi DNA spesifik yang dilakukan dengan metode PCR

(Polymerase Chain Reaction). Uji serodiagnosis maupun biomolekular belum

dapat membedakan TB aktif atau tidak.

Tes tuberkulin positif, mempunyai arti :

1. Pernah mendapat infeksi basil tuberkulosis yang tidak berkembang menjadi

penyakit.

2. Menderita tuberkulosis yang masih aktif

3. Menderita TBC yang sudah sembuh

4. Pernah mendapatkan vaksinasi BCG

5. Adanya reaksi silang (“cross reaction”) karena infeksi mikobakterium atipik.

F. Epidemiologi Dan Penularan TBC

Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu

diperhatikan adalah :

1. Reservour, sumber dan penularan

Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari

orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui

droplet.

2. Masa inkubasi

Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya

memerlukan waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi

primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun.

3. Masa dapat menular

Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang

dibatukkan atau dibersinkan.

4. Immunitas

Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu

bulan bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.

G. Stadium TBC

1. Kelas 0

Page 56: 2011730160-R R BONOPAZIO

Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat

terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna).

2. Kelas 1

Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan,

reaksi tes tuberkulosis tidak bermakna)

3. Kelas 2

Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin

bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun

radiografik).

Status kemoterapi (pencegahan) :

Tidak ada

Dalam pengobatan kemoterapi

Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter)

Tidak komplit

4. Kelas 3

Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberkulosis ada dalam

biakan, selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti

radiografik tentang adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura,

limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih kelamin, diseminata (milier),

menigeal, peritoneal dan lain-lain.

Status bakteriologis :

a. Positif dengan :

Mikroskop saja

Biakan saja

Mikroskop dan biakan

b. Negatif dengan :

Tidak dikerjakan

Status kemoterapi :

Dalam pengobatan kemoterapi sejak kemoterapi diakhiri, tidak lengkap

reaksi tes kulit tuberkulin :

a. Bermakna

b. Tidak bermakna

5. Kelas 4

Page 57: 2011730160-R R BONOPAZIO

Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat

mendapat pengobatan pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan

radiografik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya

bermakna, pemeriksaan bakteriologis, bila dilakukan negatif. Tidak ada

bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat ini).

Status kemoterapi :

a. Tidak mendapat kemoterapi

b. Dalam pengobatan kemoterapi

c. Komplit

d. Tidak komplit

6. Kelas 5

Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis ditunda)

Kasus kemoterapi :

a. Tidak ada kemoterapi

b. Sedang dalam pengobatan kemoterapi.

H. Penanganan

a. Promotif

1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC

2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara

penularan, cara pencegahan, faktor resiko

3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.

b. Preventif

1. Vaksinasi BCG

2. Menggunakan isoniazid (INH)

3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.

4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat

diketahui secara dini.

c. Kuratif

Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat

antimikroba dalam jangka waktu yang lama. Obat-obat dapat juga

digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang

Page 58: 2011730160-R R BONOPAZIO

yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis

harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya strain

yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid

(hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau

rifamsipin (RIF). Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10

mg/kg atau sekitar 300 mg/hari, EMB, 25 mg/kg selama 60 hari,

kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek samping etambutol

adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan.

Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut

dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi

yang paling berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada

penderita dibawah usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60

tahun keatas. Disfungsi hati, seperti terbukti dengan peningkatan

aktivitas serum aminotransferase, ditemukan pada 10-20% yang

mendapat INH. Waktu minimal terapi kombinasi 18 bulan sesudah

konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu masuk harus

dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun.

Baru-baru ini CDC dan American Thoracis Societty (ATS)

mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka

pendek bagi penderita tuberkulosis dengan riwayat tuberkulosis paru

pengobatan 6 atau 9 bulan berkaitan dengan resimen yang terdiri dari

INH dan RIF (tanpa atau dengan obat-obat lainnya), dan hanya diberikan

pada pasien tuberkulosis paru tanpa komplikasi, misalnya : pasien tanpa

penyakit lain seperti diabetes, silikosis atau kanker didiagnosis TBC

setelah batuk darah, padahal mengalami batu dan mengeluarkan keringat

malam sekitar 3 minggu.

I. Nursing Care Plan

1. Pengkajian

a. Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan penderita

Page 59: 2011730160-R R BONOPAZIO

b. Manifestasi klinis seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan,

berkeringat malam, keletihan, batuk dan pembentukan sputum, fungsi

pernafasan, nyeri dada, bunyi nafas, kesiapan emosional, persepsi dan

pengertian tuberkulosis dan pengobatannya, evaluasi fisik dan

laboratorium.

2. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan

parenkim paru

Intervensi

1. Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi nafas,

peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada,

dan kelemahan

2. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat perubahan pada

warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.

3. Dorong bernafas bibir selama ekshalasi, khususnya untuk pasien

dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.

4. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas

perawatan diri sesuai keperluan.

5. Kolaborasi periksaan AGD dan pemberian oksigen tambahan yang

sesuai.

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

sputum

Intervensi :

1. Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman

dan penggunaan otot aksesori.

2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukus/batuk efektif, catat

karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.

3. Berikan pasien posisi semi fowler atau fowler tinggi. Bantu pasien

untuk batuk dan latihan nafas dalam.

4. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali

kontraindikasi.

5. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (agen mukolitik,

bronkodilator, kortikosteroid).

Page 60: 2011730160-R R BONOPAZIO

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia

Intervensi :

1. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat

badan, integritas mukosa oral, riwayat mual/muntah atau diare.

2. Pastikan pola diit biasa pasien, yang disukai/tidak disukai.

3. Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.

4. Dorong dan berikan periode istirahat sering.

5. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.

6. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan

karbohidrat.

7. Kolaborasi ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.

A. Pengertian Bronkopneumonia

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru.

Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia

didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal

bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,

sakus alveolaris, dan alveoli. Pada keadaan normal, alveolus terisi udara, namun

pada pasien dengan bronkopneumonia, alveoli akan terisi dengan pus dan cairan,

sehingga menyebabkan nyeri dada, hambatan oksigenasi dan sesak napas.9,10

B. Etiologi

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan

pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi

pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi

Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp,

atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumonia sering

disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.

aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,

sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.11

Page 61: 2011730160-R R BONOPAZIO

Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang

mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human

metapneumovirus dan adenovirus. Insidens global pneumonia RSV anak-balita

adalah 33,8 juta kasus baru di seluruh dunia dengan 3,4 juta kasus pneumonia

berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian 66.000-

199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di antaranya terjadi di negara

berkembang. RSV adalah patogen yang menjadi etiologi potensial dan signifikan

pada pneumonia anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama

dengan infeksi lain.11

Page 62: 2011730160-R R BONOPAZIO

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia12

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarangLahir - 20 hari Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup DListeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonieVirusCMVHMV

3 minggu – 3 bulan Bakteri BakteriClamydia trachomatis Bordetella pertusisStreptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe BVirus Moraxella catharalisAdenovirus Staphylococcus aureusInfluenza VirusParainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan – 5 tahun Bakteri BakteriClamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe BMycoplasma pneumoniae Moraxella catharalisStreptococcus pneumoniae Staphylococcus aureusVirus Neisseria meningitidesAdenovirus VirusRinovirus Varisela ZosterInfluenzaParainfluenza

5 tahun – remaja Bakteri BakteriClamydia pneumonia Haemophillus influenzaMycoplasma pneumoniae Legionella spStreptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

VirusAdenovirus

C. Faktor Risiko

Faktor-dasar (fundamental) yang menyebabkan tingginya morbiditas dan

mortalitas pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah :

1. Kemiskinan yang luas

Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan

rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk.11

2. Derajat kesehatan rendah

Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi

kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti

malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya

prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat

Page 63: 2011730160-R R BONOPAZIO

lahir rendah, tidak ada atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak

adekuat memperburuk derajat kesehatan.11

3. Status sosio-ekologi buruk

Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan,

daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan

biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi

udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang

memadai serta adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah.11

4. Pembiayaan kesehatan sangat kecil

Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang.

Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup menyebabkan fasilitas kesehatan

seperti infrastruktur kesehatan untuk diagnostik dan terapeutik tidak adekuat

dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi

dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang.11

5. Proporsi populasi anak lebih besar

Di negara berkembang yang umumnya berpenghasilan rendah proporsi

populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara

berpenghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya

proporsi populasi anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan

pencegahan pneumonia terutama pada aspek pembiayaan.11

D. Patogenesis

Sebagian besar bronkopneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi

kuman atau penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian

kecil merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran

dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga

unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan

mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme

pertahanan paru.13

Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :

1. Filtrasi partikel di hidung

2. Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis

3. Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk

4. Pembersihan ke arah kranial oleh mukosiliar

Page 64: 2011730160-R R BONOPAZIO

5. Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar

6. Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal

7. Drainase melalui sistem limfatik.14

Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara

daya tahan tubuh dan patogen dari luar, sehingga mikroorganisme dapat

berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.15

Gangguan pertahanan tubuh akan menyebabkan mikroorganisme sampai ke

alveoli dan menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.

Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan

yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium Kongesti atau Hiperemis (4-12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-

sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator

tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin

dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan

peningkatan permeabilitas kapiler paru.16

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang

interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan

alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan

jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka

perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen haemoglobin.16,17

2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian

dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung

sangat singkat, yaitu selama 48 jam.16,17

Page 65: 2011730160-R R BONOPAZIO

Gambar 2. Stasium hepatisasi merah. Tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (neutrofil)17

3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan

kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.16,17

Gambar 3. Stadium hepatisasi kelabu. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil17

4. Stadium Resolusi (7-11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.16

E. Gambaran Klinis

Page 66: 2011730160-R R BONOPAZIO

1. Anamnesis

Gejala yang timbul biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas akut

bagian atas (rhinitis atau faringitis). Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi

terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang

(pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang

sakit. Pada bayi kecil sering menunjukkan gejala non spesifik seperti

hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang

mengeluh sesak, nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.18,19

2. Pemeriksaan Fisik

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur

tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, napas

cuping hidung, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang

ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, napas cuping

hidung, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.19 Tanda takipneu ditandai

dengan napas cepat yang dihitung selama satu menit dalam keadaan tenang.

Frekuensi napas yang patut dicurigai pneumonia adalah :

a. Anak usia kurang dari 2 bulan : lebih dari atau sama dengan 60 kali/ menit

b. Anak 2-11 bulan : lebih dari atau sama dengan 50 kali/ menit

c. Anak 12-59 bulan : lebih dari atau sama dengan 40 kali/ menit.1,20

WHO menyebutkan bahwa takipneu merupakan temuan yang sensitif dan

spesifik untuk pneumonia. Sensitivitasnya mencapai 61% dengan spesifisitas

79% pada pasien malnutrisi. Pada pasien dengan gizi normal, nilai sensitivitas

meningkat hingga 79% dan spesivitasnya 65%.1

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non

produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi

dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas,

batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan

letargi.19

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Darah

Pada bronkpneumona virus jumah leukosit dapat normal atau menurun

(leukopenia), sedangkan mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam

batas normal atau sedikit meningkat. Pemeriksaan darah pada

bronkopneumonia karena bakteri umumnya didapatkan leukositosis

Page 67: 2011730160-R R BONOPAZIO

hingga >15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi

polimorfonuklear (netrofil) pada hitung jenis. Trombositosis >500.000

khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada

infeksi virus.22,23

b. Pemeriksaan Radiologi

Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk

menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan

lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai,

terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia ditemukan gambaran

difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat

meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan

peribronkhial.18,24

Gambar 4. Foto toraks PA pada bronkopneumonia25

c. C-reaktif Protein

Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai

respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh

sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor

(TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk

membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan

bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih

rendah pada infeksi virus dibandingkan pada infeksi bakteri. CRP kadang-

kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.26

d. Uji Serologis

Page 68: 2011730160-R R BONOPAZIO

Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada

infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi

diagnosis.26

e. Pemeriksaan Mikrobiologi

Bila pasien dalam keadaan kritis, atau pengobatan antibiotik belum dapat

memperbaiki kondisi klinis, perlu dipikirkan pemeriksaan mikrobiologi.

Namun pemeriksaan tersebut juga sulit dilakukan karena anak-anak sulit

mengeluarkan dahak, pemeriksaan dengan darah juga sulit karena kurang

dari 10% kasus yang berhubungan dengan bakteriemia. Pemeriksaan

terbaik biasanya dilakukan dengan sekret yang diaspirasi dari

nasofaring.27

f. Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan

riwayat kontak dengan TBC dewasa. Pada setiap anak dirawat inap

dengan bronkopneumonia, seharusnya dilakukan pemeriksaan pulse

oxymetry.26

4. Dasar Diagnosis

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan dasar diagnosis

bronkopneumonia secara ringkas adalah sebagai berikut :

a. Anamnesis

Pada alloanamnesis ditemukan : demam, batuk, dan sesak napas yang

timbul tidak mendadak.18,19

b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum pasien tampak sesak atau sianosis

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan peningkatan suhu, takipneu,

dan dapat diikuti dengan takikardi

3) Pada hidung dapat ditemukan napas cuping hidung

4) Pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda :

Inspeksi : gerakan paru simetris, dan ditemukan retraksi

Palpasi : vokal fremitus paru kanan = kiri

Perkusi : bisa sonor atau redup, tergantung jumlah konsolidasi

Auskultasi: suara dasar vesikuler meningkat, ronkhi basah halus di

seluruh lapang paru, dan krepitasi.19,20

c. Pemeriksaan penunjang

Page 69: 2011730160-R R BONOPAZIO

1) Pemeriksaan darah yang khas adalah ditemukannya leukositosis

dengan dominasi leukosit polimorfonuklear pada infeksi bakteri,

sedangkan pada infeksi virus dapat ditemukan leukopenia

2) Pemeriksaan foto thorak posisi akan ditemukan bercak-bercak infiltrat

homogen di seluruh lapang paru

3) Pemeriksaan penunjang lain jarang digunakan sebagai dasar

diagnosis.22,23,24

5. Differensial Diagnosis

Pada penegakan diagnosis bronkopneumonia, perlu diperhatikan diagnosis

banding penyakit ini, sehingga anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat terarah.

a. Bronkiolitis

Bronkiolitis adalah sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi

kurang dari 2 tahun. Kondisi penyakit mirip dengan bronkopneumonia,

yaitu adanya batuk, demam, dan sesak yang tidak mendadak.

Perbedaannya adalah pada temuan pemeriksaan fisik. Pada bronkiolitis

terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium memanjang disertai dengan

mengi. Foto thoraks ditemukan adanya hiperaerasi dan diameter antero-

posterior yang membesar.28

b. Asma bronkhial

Asma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten dengan

karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada

malam atau dini hari (noktural), musiman, setelah aktivitas fisik, serta

adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, penyingkiran diagnosis asma sudah

dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti. Pada pemeriksaan fisik,

biasanya terdapat mengi, dan tidak ditemukan ronkhi. Untuk mendukung

diagnosis, dapat dilakukan nebulisasi dengan bronkodilator, anak dengan

asma akan memberikan respon terhadap pengobatan, sedangkan anak

dengan bronkopneumonia tidak.28

c. Tuberkulosis (tb) paru

Pada tb paru, gejalanya adalah batuk lama (lebih dari 3 minggu), demam

lama (lebih dari 2 minggu), dan adanya penurunan berat badan atau status

Page 70: 2011730160-R R BONOPAZIO

gizi kurang. Pemeriksaan dengan skoring tb termasuk uji tuberkulin di

dalamnya dapat dilakukan untuk menyingkirkan kecurigaan tb paru.29

F. Tata Laksana

1. Kriteria Rawat Inap

Neonatus hingga usia 20 hari dengan gejala dan tanda curiga bronkpneumonia

sebaiknya dirawat inap untuk monitoring dan mencegah komplikasi.12

Bayi

- Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis

- Frekuensi napas > 60 x/menit

- Distress pernapasan, apnea intermitten, atau grunting

- Tidak mau minum/ menetek

- Keluarga tidak bisa merawat di rumah. 5,30

Anak

- Saturasi oksigen < 92%, sianosis

- Frekuensi napas > 50 x/menit

- Distress pernapasan

- Grunting

- Terdapat tanda dehidradi

- Keluarga tidak bisa merawat di rumah.5,30

2. Tatalaksana Umum

- Pasien dengan saturasi oksigen ≤ 92%, berikan terapi oksigen dengan kanul

nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi >92%

- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan

intravena dan dilakukan balans cairan ketat

- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan

pasien dan mengontrol batuk

- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk

memperbaiki mucociliary clearance

- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya 4

jam sekali, termasuk saturasi oksigen.5

3. Pemberian Antibiotik

Page 71: 2011730160-R R BONOPAZIO

- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5

tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan

pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya

adalah co-amoxiclav, cefaclor, eritromisin, dan azitromisin

- M. Pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka

antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara

empiris pada anak ≥ 5 tahun

- Makrolid diberikan jika M. Pneumoniae atau C. Pneumoniae dicurigai

sebagai penyebab

- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat

mungkin sebagai penyebab

- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau

kombinasi flucioxacillin dengan amoksisilin

- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat

menerima obat per oral (misalnya karena muntah) atau termasuk dalam

pneumonia berat

- Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol,

co-amoxiclav, cefuriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime

- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan

setelah mendapatkan antibiotik intravena

- Rekomendasi untuk community acquired pneumonia adalah sebagai berikut

:

Neonatus – 2 bulan : ampisilin dan gentamisin

Lebih dari 2 bulan : lini pertama ampisilin, jika dalam 3 hari tidak ada

perbaikan ditambahkan kloramfenikol. Lini kedua sefriakson.

Bila klinis perbaikan, antibiotik intravena dapat diganti dengan preparat

oral dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena

sebelumnya.5

Tabel 2. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia5

Antibiotik Dosis Frekuensi KeteranganPenisilin G 50.000 unit/ kg/

kali, dosis tunggal max 4.000.000 unit

Tiap 4 jam S. pneumonia

Page 72: 2011730160-R R BONOPAZIO

Ampisillin 100 mg/ kg/ hari Tiap 6 jamKloramfenicol

100 mg/ kg/ hari Tiap 6 jam

Cefriaxone 50 mg/ kg/ hari, dosis tunggal max 2 gram

1 x/ hari S. pneumonia, H. influenza

Cefuroxime 50 mg/ kg/ hari, dosis tunggal max 2 gram

Tiap 8 jam S. pneumonia, H. influenza

Clindamycin 10 mg/ kg/ kali, dosis tunggal max 1,2 gram

Tiap 6 jam Group A. Streptococcus, S. Aureus, S. Pneumoniae (alternatif jika alergi beta laktam)

Eritromisin 10 mg/ kg/ kali, dosis tunggal maks 1 gram

Tiap 6 jam S. pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia

4. Nutrisi

- Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan per oral

harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT)

atau itravena.

- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami

overhidrasi, karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi

hormon antidiuretik.5

5. Fisioterapi Dada/ Postural Drainase

Postural drainase (PD) adalah cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari

paru dengan mempergunakan gaya berat dari sekret itu sendiri. Mengingat

kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi, maka PD dilakukan pada

berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. PD dapat dilakukan

untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas, tetapi juga

mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis.31

6. Kriteria Pulang

- Gejala dan tanda pneumonia hilang

- Asupan per oral adekuat

- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)

- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.5

G. Pencegahan

Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan

pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non-

Page 73: 2011730160-R R BONOPAZIO

imunisasi. Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap

pneumonia merupakan strategi pencegahan spesifik. Pencegahan non-imunisasi

merupakan pencegahan non-spesifik misalnya mengatasi berbagai faktor risiko

seperti polusi udara dalam-ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih,

perbaikan gizi dan dan lain-lain.

1. Imunisasi

Pencegahan pneumonia yang berkaitan dengan pertusis dan campak adalah

imunisasi DPT dan campak dengan angka cakupan yang menggembirakan;

DPT berkisar 89,6 %-94,6 % dan campak 87,8 %-93,5 %.11

Dari beberapa studi vaksin (vaccine probe) diperkirakan vaksin pneumokokus

konjungat dapat mencegah penyakit dan kematian 20-35% kasus pneumonia

pneumokokus dan vaksin Hib mencegah penyakit dan kematian 15-30% kasus

pneumonia Hib. Pada saat ini di banyak negara berkembang direkomendasikan

vaksin Hib untuk diintegrasikan ke dalam program imunisasi rutin dan vaksin

pneumokokus konjugat direkomendasikan sebagai vaksin yang dianjurkan.1,11

2. Non Imunisasi

Di samping imunisasi sebagai pencegahan spesifik pencegahan non-imunisasi

sebagai upaya pencegahan non-spesifik merupakan komponen yang masih

sangat strategis. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan misalnya pendidikan

kesehatan kepada berbagai komponen masyarakat, terutama pada ibu anak dan

balita tentang besarnya masalah pneumonia dan pengaruhnya terhadap

kematian anak, perilaku preventif sederhana misalnya kebiasaan mencuci

tangan dan hidup bersih, perbaikan gizi dengan pola makanan sehat.

Penurunan faktor risiko lain seperti mencegah berat badan lahir rendah,

menerapkan ASI eksklusif, mencegah polusi udara dalam ruang yang berasal

dari bahan bakar rumah tangga dan perokok pasif di lingkungan rumah dan

pencegahan serta tatalaksana infeksi HIV.1,11

Suplementasi zinc dan vitamin A juga merupakan salah satu metode strategis

untuk mencegah pneumonia. Zinc dan vitamin A merupakan mikronutrien

penting dalam fungsi imunitas, defisiensi zinc dapat menyebabkan regenerasi

sel dan gangguan fungsi epitel. Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi

zinc dan vitamin A berhubungan dengan penurunan insidensi dan prevalensi

pneumonia, sehingga menurunkan angka kematian anak.32,33

Page 74: 2011730160-R R BONOPAZIO

H. Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis

puruenta, pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis

purulenta. Empiema torasis merupakan kompliasi tersering yang terjadi pada

pneumonia bakteri.24

Ilten et al. (2004) melaporkan komplikasi miokarditis (tekanan sistolik

ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung)

yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak usia 2-24 bulan. Oleh karena

miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan

deteksi dengan noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan

enzim

Hemoptisis

Dahak  juga  dapat  bercampur  dengan  darah.  Dahak  yang  berwarna  

coklat  disebut  “rusty

sputum”. Kata hemoptisis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan ptisis yang berarti

meludah.  Lendir atau dahak yang bercampur darah sering didapati pada perokok yang masih

sehat dan biasanya tidak dipedulikan oleh orang tersebut. Hemomptisis sering menunjukan

adanya penyakit yang serius. Penyabab hemoptisis sangat beragam, antara lain bronkiektasis,

emboli  paru,  pneumonia,  tuberkulosis, benda  asing,  kelainan  pada  jantung,  trauma,

katamenial, kriptogenik, iatrogenik, aspergilosis, abses paru, idiopatik, penyakit Goodpasture,

serta penyakit Wegener

Page 75: 2011730160-R R BONOPAZIO