r,,,i"r,"r"r*ir|* asam tanat teroksidasi 0,5% (K0,!) dan ekstrak teh 0,4 ...
2011730160-R R BONOPAZIO
Transcript of 2011730160-R R BONOPAZIO
Nama :R.R Bono PazioNim :2011730160
Apa saja yang dipelajari selama sp respirasi .
Hal-hal ini lah yang saya pelajari selama tutorial Bagaimana Fisiologi sistem pernapasan ?
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru
atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan
tekananantara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi,
dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan
ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
Tekanan udara atmosfir
Jalan nafas yang bersih
Pengembangan paru yang adekuat
b. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus
dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi
lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena
dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah
kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi
membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien
tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal
sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
Luas permukaan paru
Tebal membran respirasi
Jumlah darah
Keadaan/jumlah kapiler darah
Afinitas
Waktu adanya udara di alveoli
c. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh
dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida
harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97
% oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan
dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke
dalam cairan plasma dan sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
Curah jantung (cardiac Output / CO)
Jumlah sel darah merah
Hematokrit darah
Latihan (exercise)
Anatomi sistem pernapasan
d. Saluran Nafas Atas
Hidung
Terdiri atas bagian eksternal dan internal
Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan
kartilago
Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi
rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang
disebut septum
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidungPermukaan mukosa
hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus
menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-
paru
Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena
reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang
sejalan dengan pertambahan usia
Faring
Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang
menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring
Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan
laring (laringofaring)
Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius
dan digestif
Laring
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring
selama menelan
Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago
ini membentuk jakun (Adam’s apple)
Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam
laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan
kartilago tiroid
Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda
asing dan memudahkan batu
Trakea
Disebut juga batang tenggorok
Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina
b. Saluran Nafas Bawah
Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2
bronkus)
Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus
lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri,
limfatik dan saraf
Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir
yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
napas
Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang
tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan
napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas
Duktus alveolar dan Sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakus alveolar dan kemudian menjadi alveoli
Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan
seluas 70 m2
Terdiri atas 3 tipe :
Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan
mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam
dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel
fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
Paru-paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
Terletak dalam rongga dada atau toraks
Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar
Setiap paru mempunyai apeks dan basis
Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
Lobus-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan
segmen bronkusnya
Pleura
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
Terbagi mejadi 2 :
Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama
pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini
untuk mencegah kolaps paru-paru
Gambar 1. Anatomi saluran pernapasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pernapasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
e. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang
sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang
kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan
masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan
proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak
diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada
bentuk thorak dan pola napas.
f. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin
tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat
dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian
memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman
pernapasan yang meningkat.
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi,
sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang
hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung
meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada
lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah
perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan
kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.
g. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan
dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok
dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi
predisposisi penyakit paru.
h. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat
menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada
terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-
penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya
terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang
mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi
membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi
transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.
i. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam
pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila
memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju
dan kedalaman pernapasan.
j. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat
mempengarhi pernapasan yaitu :
Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel
jaringan.
Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan
obstruksi sebagian jalan napas.
Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam
tubuh yang diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan
dengan ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh darah yang dapat
disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah satu atau lebih bagian-
bagian dari proses respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah
hipoventilasi alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan
menurunnya tidal volume, sehingga karbondioksida kadang
berakumulasi didalam darah.
Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku
dan membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen
dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk
fungsi serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya
selama 3 – 5 menit sebelum terjadi kerusakan permanen. Wajah orang
hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.
k. Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama
jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut
dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena
usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo
yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan
berdiri seperti pada penderita asma.
l. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di
sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi
jalan napas bagian atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea,
dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah
yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau
bila sekresi menumpuk disaluran napas.
Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi
Penyebab dahak yang bewarna coklat ?
Paru sangat berguna didalam tubuh manusia,disamping untuk pertukaran gas co2 dan 02,paru juga terkadang dilewati oleh bermacam macam polutan,mencegah allergen,virus dan mikroba lain nya.Pemaparan debu organic dan anorganic pada umum nya akan menyebabkan obstruksi pada saluran pernafasan yang ditunjukkan dengan penuran kadar FEV%/FVC .hal ini bisa kita ketahui dengan pemeriksaan spirometri yang bertujuan untuk mengetahui fungsi fisiologis dari paru tersebut.
pekerjaan sapu jalanan mempunyai resiko yang sangat besar terhadap terhirup nya polusi.polutan tersering berupa debu,ditambah tanpa ada pemakaian pelindung seperti masker akan memperberat keadaan tersebut.
Debu merupakan partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alamiah atau mekanisseperti pengolahan, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik.Debu di bagi atas dua :
Debu organik: nabati, hewani
Debu anorganik: pertambangan, industri, logam, keramik
disini terjadi pengendapan debu dimana mekanisme nya berupa :
1.inertia(kelembaban)karena ukuran partikel relative besar ,partikel sulit mengikuti aliran udara
yang berkelok kelok,sehinga mudah membentur selaput lender dan terperangkap di percabangan bronkus besar.
2.sedimentasi(gravitasi)partikel umum nya akan mengendap di percabangan bronkus kecil dan
broknkioli.gravitasi pengendapan partikel dimungkinkan karena kecepatan aliran udara cukup lamban.
3.gerakan brown(proses difusi)
akibat gerakan brown ini maka partikel akan membentur permukaan alveoli dan mengendap.
Semakin lama seseorang terpajan debu akan semakijn besar resiko terjadi nya gangguan fungsi paru.Penyebab muncul nya dahak(Mucus) biasanya adanya gangguan fungsi ventilasi paru dimana berkurang nya jumlah udara yang masuk kedalam paru akan berkurang dari normal.gangguan fungsi ventilasi paru yang utama adalah :
Restriksi yaitu penyempitan saluran paru paru yang diakibatkan oleh bahan bahan yang bersifat allergen seperti debu,spora,dll.
Adanya penyakit paru bissa mengakibatkan kapasitas vital berkurang,khusus nya kapasitas total paru,dengan berkurang nya kapasitas vital maka kadar FEV%/FVC akan menurun.
Obstruksi juga dapat mengakibatkan penurunan kapasitas fungsi paru yang diakibatkan oleh penimbunan debu debu sehingga menyebabkan penurunan kapasitas.
Karena keadaan abnormal ini dimana sering menghirup polutan ,produksi mucus yang berlebihan karena gangguan fisik,kimiawi,atau infeksi yang terjadi,menyebabkan proses pembersihan ini tidak berjalan dengan normal,sehingga mucus jadi tertimbun .bila hal ini terjadi.membran mucosa akan terangsang dan mucus akan dikeluarkan dengan tekanan intrathorakal dan intraabdominal yang tinggi.dan sehingga keluar secret mucus yang tadi.sputum yang dikeluarkan ini hendak nya diperiksa volume nya,sumber,warna dan konsistensi nya.biasanya sputum yang bewarna ini bisa diakibatkan karena adanya tanda edema paru atau infeksi dari bacteri pneumococcus.
Klasifikasi sputum dan kemungkinan penyebabnya menurut Price Wilson
Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan berasal dari sinus, atau saluran hidung, bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.
Sputum banyak sekali dan purulen kemungkinan proses supuratif (eg. Abses paru)
Sputum yg terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan tanda bronkhitis/ bronkhiektasis.
Sputum kekuning-kuningan kemungkinan proses infeksi. Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah. Warna hijau ini
dikarenakan adanya verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dlm sputum. Sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.
Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut. Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih kemungkinan tanda bronkitis
kronik. Sputum berbau busuk kemungkinan tanda abses paru/ bronkhiektasis.
(Price Wilson)
Klasifikasi sputum Berdarah atau Hemoptisis, sering ditemukan pada tuberculosis Rusty berwarna - biasanya disebabkan oleh pneumokokus bakteri (dalam
pneumonia) Bernanah - mengandung nanah. Warna dapat memberikan petunjuk
untuk pengobatan yang efektif pada pasien bronkitis kronis. Warna (mukopurulen) berwarna kuning-kehijauan menunjukkan bahwa
pengobatan dengan antibiotik dapat mengurangi gejala. Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase . Berlendir putih, susu, atau buram sering berarti bahwa antibiotik tidak
akan efektif dalam mengobati gejala. Informasi ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi bakteri atau virus, meskipun penelitian saat ini tidak mendukung generalisasi itu.
Berbusa putih - mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan Edema.
Dispnea / sesak nafas
a. Definisi
Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif
mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai
sensasi yang berbeda intensitasnya.
Merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor fisiologi, psikologi,
sosial dan lingkungan dan dapat menginduksi respons fisiologis
dan perilaku sekunder.
b. Mekanisme Dispnea
sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat
dalam sistem respirasi
informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan
meproses respiratory –related signals dan menghasilkan pengaruh
kognitif, kontekstual, dan perilaku sehingga terjadi sensasi
dispnea.
Gambar 3. mekanisme Dispnea
c. Pembagian Dispnea
Dispnea akut : sesak napas yang berlangsung < 1 bulan
Dispnea kronik : sesak napas yang berlangsung > 1 bulan
d. Etiologi
Sistem Kardiovaskular, yaitu dispneu yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada jantung, misalnya :
infark jantung akut (IMA), dimana dispneu serangannya terjadi
bersama-sama dengan nyeri dada yang hebat.
Fibrilasi atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana sudah
terdapat penyakit katup jantung sebelumnya.
Kegagalan jantung kiri (Infark miokard akut dengan komplikasi,
example : edema paru kardiogenik) dimana dispneu terjadi dengan
mendadak pada malam hari pada waktu penderita sedang tidur;
disebutParoxysmal nocturnal dyspnoe. Pada keadaan ini biasanya
disertai otopneu dimana dispneu akan berkurang bila si pasien
mengambil posisi duduk.
Sistem respirasi;
Pneumotoraks, penderita menjadi sesak dengan tiba-tiba, sesak nafas
tidak akan berkurang dengan perubahan posisi.
Asma bronchiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan
dari ekspirasi dan wheezing (mengi).
COPD, sesak bersifat kronik dimana dispneu mempunyai hubungan
dengan exertional (latihan).
Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispneu disini adalah sama
dengan dispneu yang terjadi pada penyakit jantung.
Hematogenous dispneu
Disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya
berhubungan dengan exertional (latihan).
Neurogenik dispneu;
Psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan organik
dispneu yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena paralisis
dari otot-otot pernafasan.
Sistem metabolic/ ginjal;
Pada CKD dan sindrom nefrotik.
Sistem Endokrin
Pada hipertiroid.
Intoksikasi
Pada overdosis aspirin, shock anafilaktik.
Obesitas
Pada obesitas masif.
Psikogenik;
Pada gangguan somatisasi, ansietas dan depresi.
Gambar 4. tabel kondisi dispneu pada berbagai sistem
f. Patofisiologi
1. Kekurangan oksigen (O2)
Gangguan konduksi maupun difusi gas keparu-paru
Obstruksi dari jalan nafas, misalnya pada bronchospasme &
adanya benda asing
Berkurangnya alveoli ventilasi, misalnya pada edema paru, radang
paru, emfisema.
Fungsi restriksi yang berkurang, misalnya pada. pneumotoraks, efusi
pleura dan barrel chest.
Penekanan pada pusat respirasi
2. Gangguan pertukaran gas dan hipoventilasi
Gangguan neuro muscular
Gangguan pusat respirasi, misal karena pengaruh sedatif
Gangguan medulla spinalis misalnya sindrom guillain-barre
Gangguan saraf prenikus, misalnya pada poliomielitis
Gangguan diafragma, misalnya tetanus
Gangguan rongga dada, misalnya kifiskoliosis
Gangguan obstruksi jalan nafas: Obstruksi jalan nafas atas, misal
laringitis/udem laring; Obstruksi jalan nafas bawah, misal asma
brochiale dalam hal ini status asmatikus sebagai kasus emergency
Gangguan pada parenkim paru, misalnya emfisema dan pneumonia
Gangguan yang sirkulasi oksigen dalam darah, misalnya pada keadaan
ARDS dan keadaan kurang darah.
3. Pertukaran gas di paru-paru normal tapi kadar oksigen di dalam
paru-paru berkurang. Hal ini oleh karena 3 hal, yaitu :
Kadar Hb yang berkurang
Kadar Hb yang tinggi, tapi mengikat gas yang afinitasnya lebih tinggi
misalnya CO ( pada kasus keracunan ketika inhalasi gas)
Perubahan pada inti Hb, misalnya terbentuknya met-Hb yang
mempunyai inti Fe 3+.
4. Stagnasi dari aliran darah, dapat dibagi atas :
Sentral, yang disebabkan oleh karena kelemahan jantung.
Gangguan aliran darah perifer yang disebabkan oleh renjatan (shock),
contoh syok hipovolemik akibat hemototaks.
Lokal, disebabkan oleh karena terdapat vasokontriksi lokal
Dapat pula disebabkan oleh karena jaringan tidak dapat mengikat O2 ,
terdapat contohnya pada intoksikasi sianida.
5. Kelebihan carbon dioksida ( CO2 )
Karena terdapatnya shunting pada COPD sehingga menyebabkan
terjadinya aliran dari kanan ke kiri.
6. Hiperaktivasi refleks pernafasan
Pada beberapa keadaan refleks Hearing-Breuer dapat menjadi aktif. Hal
ini disebabkan olek karena refleks pulmonary stretch.
7. Emosi
8. Asidosis
Banyak hubungannya dengan kadar CO2 dalam darah dan juga karena
kompensasi metabolik.
9. Penambahan kecepatan metabolisme
Pada umumnya tidak menyebabkan dispneu kecuali bila terdapat penyakit
penyerta seperti COPD dan payah jantung (dekomensasi kordis).
g. Diagnosis Banding
tabel 1. diagnosis banding dispnea
Dispnea akut Dispnea kronik
m. Jantung:
CHF, CAD, aritmia, perikarditis, AMI,
anemia.
n. Pulmoner:
COPD, asma, pneumonia, pneumotoraks,
efusi pleura, edema pulmonal, GERD
dengan asfiksia.
o. Psikogenik:
Panic attack, hiperventilasi, sensasi nyeri,
ansietas.
p. Obstruksi saluran napas atas:
Epiglotitis, croup, Epstain-Barr virus
q. Endokrin
Asidosis metabolic
r. Sentral:
Neuromuscular disorder, nyeri, overdosis
aspirin, hipoksia
a. Jantung:
CHF, CAD, aritmia, pericardiac disease,
valvular heart disease
b. Pulmoner:
COPD, asma, efusi pleura, bronkiektasis,
keganasan.
c. Noncardiac – nonpulmonary
Tromboemboli
Hipertensi pulmonal
Obesitas massif
Anemia berat
Sirosis Hepatis
Uremia
Penyakit tiroid
Neuromuscular (myasthenia gravis)
Laryngeal disease
Tracheal
Penyakit paru yang terpenting:
1. Atelektase (kolaps paru)
Definisi : berkurangnya volume paru akibat tidak memadainya ekspansi rongga
udara.
Ada 4 kategori atelektase :
a. A.Resorpsi
b. A.Komporesi
c. A.Mikroatelektasis
d. A.Kontraksi (Sikatriks)
2. Penyakit Paru Obstruktif dan Restriktif
a) Penyakit paru obstruktif---gangguan sumbatan jalan nafas.
Utama – tumor, inhalasi/aspirasi , asma, emfisema, bronkitis,
brinkiektasis, fibrokisitk dan bronkiolitis
FVC(forced vital capacity) normal/meningkat.
FEV (forced expiratory volume) Kecepatan aliran udara menurun
FEV / FVC menurun
Obstruksi ekspirasi terjadi akibat penyempitan jalan nafas---pada
asma dan emfisema.
b) Penyakit paru restriktif---berkurangnya ekspansi paru dan kapasitas total.
Utama : 1. ggn ekstra paru 2. penyakit intersititum paru
FVC menurun
FEV normal atau berkurang scr proprosional.
FEV/FVC ---- mendekati normal.
3. Penyakit Paru Obstruktif
a) Asma
Brokospasme episodik reversible
Hipersensitif bronkoskonstriksi thd rangsangan
Hipotesis : peradangan bronkus persisten
Gejala : dyspnea, batuk, mengi
5% org dewasa
7%-10% anak-anak.
Dua kategori utama :
1. Asma ekstrinsik---terpapar antigen ekstrinsik----reaksi
hipersensitifitas tipe 1
2. Asma intrinsik---pemicu nonimun, minimal tapi beraksi
hipersensitif. Ex ; aspirin, infeksi paru stress psikis, olahraga,
inhalasi iritan. Tidak ada manifes alergi keluarga/pasien.----
disebut dietasis asmatik.
b) Patogenesis
Denominator----respon bronkokonstriksi hiperresponsivitas
Terpapar antigen ---histamin metakolin
Dasar : peradangan bronkus persisten dan hiper responsifitas
bronkus :
1. Sel radang : eosinofil, sel mast dan limfosit
2. Kerusakan epitel bronkus
Asma ekstrinsik---rx hipersensitifitas tipe I
Asma intrinsik----tidak jelas
Asma ekstrinsik = alergi=rx. Hipersensitifitas I
Sensitisasi sel CD4+tipe TH2
Sel TH2---produksi sitokin (IL4,5 dan 13)
Sitokin meningkatkan sintesis IgE, sel mast dan eosinofil.
Patogenesis Asma Ekstrinsik:
Dasar : induksi respon TH2----sitokin----sel mast, eosninofil dan IgE
meningkat dan aktif.
Ada 2 fase ;
1) Fase awal ---30-60 menit stlh inhalasi Ag
2) Fase lanjut—4-8 jam kemudian
3) Sel mast di mukosa ---membuka tight junction
Stimulasi reseptor vagus /subepitel—memicu rfx bronkokonstriksi
Mediator yg diproduksi sel mast aktif (fase awal):
1) Leukotrien---bronkokonstriksi,permiabelitas kapiler
meningkat,sekresi musin meningkat.
2) Prostaglandin—bronkokonstriksi dan vasodilatasi
3) Histamin---bronksopasme dan permebelitas kapiler meningkat.
4) Platelet activaring fc
5) Triptase sel mast—bronkodilatasi normal.
6) Fase lanjut (reaksi seluler)---didominasi oleh rekruitment leukosit,
basofil dan eosinofil
Mediator fase lanjut :
1) NECF(Fc kemotaktik eosinofilik dan neutrofilik) serta leukotrien B
: merekrut dan mengaktifkan eosinofil dan neutrofil
2) IL4 dan IL5 memperkuat respon TH2sel CD4+ dg sintesis IgEserta
kemotaksis dan proliferasi eosinofil
3) Platelet activating fc : kemotaktik kuat bagi eosinofil bila ada IL-6
4) TNF (tumor necrosis fc) : meningkatkan molekul perekat (adhesion
molecules) di endotel vaskuler serta sel radang
Degranulasi sel mast + leukosit --- menimbulkan 2 efek :
1) Leukosit produksi mediator yg aktifkan sel mast dan memperkuat
respon awal
2) Leukosit menyebabkan kerusakan epitel.
Kerusakan epitel merupakan sumber mediator : endotelin dan nitrit
oksida yg menyebabkan kontraksi dan relaksasi otot polos.
Jadi “kerusakan epitel” berperan dalam hiper responsifitas jalan nafas
melalui nitrit oksida
Eosinofil
1) Fase lanjut– the most important
2) Kemotaksis eosinofil di tempat reaksi alergik ditunjang kemotaktik
sel mast
3) Paling poten : eostaksin (prod. oleh epitel bronkus aktif, makrofag
dan otot polos jalan nafas)
4) Mediator yg diproduksi eosinofil :
Mayor basic protein (MBP)
Protein kation eosinofil (eosinophil cationic protein,ECP) yg
toksis thd sel epitel.
Peroksidase eosinofil – kerusakan jaringan mll stress oksidatif
Leukotrien t.u leukotrien C4
Platelet activating fc
“eosinofil memperkuat dan mempertahankan respon peradangan tanpa
pajanan lebih lanjut ke antigen pemicu”
Patogenesis Asma Intrinsik:
Yg berperan : infeksi saluran nafas oleh virus dan polutan inhalan (ex sulfur
dioksida, ozon dan NO2).
Zat –zat polutan meningkatkan hiper reaktifitas jalan nafas pada penderita
asma (dan org N) --- sesak nafas penderita asma akibat spasme
Efektor2 seluler dan humoral dari inflamasi mirip dgn asma ekstrinsik
infeksi respiratory syncitial virus—memicu bronkospasme t.u anak-anak.
Postulat :
Infeksi respiratory syncitial virus memicu sekresi sitokin dominan-
TH2 dari sel T spesifik- antigen -----memicu infiltrasi eosinofil.
Saat infeksi virus---epitel full of sitokin pro infamasi ---sebagian
sitokin berperan dalam pematangan dan kemotaksis eosinofil.
“Eosinofil berperan sbg pemain kunci kedua jenis asma.”
Bronkospasme juga sering dipicu oleh aspirin ----melalui leukotrien
C4
Morfologi asma :
Spesimen biopsi dari : mukosa pasien yg diberi alergen dan autopsi
pasien meninggal krn status asmatikus.
Makroskopik : peregangan paru berlebihan dan mengandung daerah
atelektasis.
Mikroskopik :
oklusi bronkus dan bronkiolus oleh sumbatan mukus yg
kental dan lengket. Mukus ini terdiri atas gelungan epitel2
eksfoliatif (spiral curschman dan eosinofil, kristal Charcot-
Leyden (kumpulan kristaloid protein eosinofil).
Mikroskopik asma :
Edema , hiperemia dan infiltrat radang dinding bronkus t.u
eosinofil, sel mast, basofil, makrofag, limfosit(t.u CD4+ tipe
TH2) sel plasma dan neutrofil.
Peningkatan sel goblet dan ukuran kelenjar mukus
submukosa
Bercak nekrosis dari epitel2 terlepas.
Penebalan membran basal—karena kolagen menebal—krn
proliferasi miofibroblas (diperantarai sitokin) penghasil
kolagen
Hipertropi dan hiperplasia otot polos dinding bronkus
Perjalanan penyakit asma :
Dispnea berat pada saat ekspirasi
Mengi/wheezing
Hambatan saat proses ekspirasi sehingga tjd hiperinflasi progressif paru
—udara terperangkap di distal bronkus.
Bronkus konstriksi
Bronkus tersumbat juga oleh mukus kental dan lengket.
Serangan bisa 1-beberapa jam lalu mereda dg spontan atau dgn
pengobatan.
4. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Berdasarkan uji fungsi paru dan bukti objektif obstruksi/hambatan jalan nafas
/udara ireversibel.
Terdiri atas 2 penyakit utama :
a. Bronkitis kronik
b. Emfisema
c. Perbedaan PPOK dan asma adalah pada obstruksi jalan nafasnya----
PPOK bersifat irreversible sedangkan asma reversible.
A. Emfisema
Tanda utama emfisema :
a. Dilatasi permanen rongga udara yg terletak distal dari bronkiolus
terminalis yaitu bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan
alveolus disertai destruksi dinding rongga tsb.
b. Bila terjadi dilatasi permanen rongga udara tanpa destruksi
dinding rongga disebut overinflation
c. Jadi emfisema didefinisikan berdasarkan kelainan morfologik
d. Bronkitis kronik didefinisikan berdasarkan gambaran klinis ex
batuk kronik rekurren,dahak berlebihan.
Jenis emfisema : berdasarkan sifat anatomi lesi dan distribusinya di lobulus
dan asinus :
Asinus mencakup bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveolus.
Kelompokkan asinus 3-5 asinus disebut 1 (satu) lobulus
Ada 3 jenis emfisema :
-Sentra asinasr
-Pan asinar
-Asinar distal
Emfisema sentraasinar (sentrilobular)
-Lobulus yg terlibat bagian sentral atau proksimal asinus oleh
bronkiolus respiratorik
-Duktus alveolaris dan alveolus tidak terlibat
-Yang sering terkena : lobus atas t.u segmen apeks.
-Pada emfisema parah, bagian distal (duktus alveolaris dan
alveolus) juga terkena—sehingga sulit dibedakan dg panasinar ex
perokok berat tapi tidak menderita defisiensi α1- antitripsin
Emfisema panasinar(panlobular)
-Bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris sampai alveolus terkena.
-Yang sering terkena : zona paru bawah
-Pada penderita : defisiensi α1-antitripsin
Emfisema asinar distal (Paraseptal)
-Bagian proksimal asinus normal (bronkiolus respiratorik)
-Bagian distal (duktus alveolaris dan alveolus( yang terkena.
-Yang sering terkena : lebih nyata di dekat pleura, sepanjang septum
jaringan ikat lobulus dan tepi lobulus.
-Emfisema terjadi dekat daerah fibrosis, jaringan parut atau
atelektasis/ lebih parah di separuh atas paru.
-Sering merupakan dasar terjadinya pneumothoraks spontan pasien
dewasa.
Patogenesis emfisema:
Belum pasti
Causa : ketidakseimbangan dalam 2 hal
1. Ketidakseimbangan protease-antiprotease
2. Ketidakseimbangan oksidan-antioksidan
Hasil akhir :kerusakan jaringan
Ketidakseimbangan protease-antiprotease didasarkan pada :
1. defisiensi α antitripsin (antiprotease)
2. 1% penderita
3. α antitripsin secara normal berada dalam serum, cairan jaringan dan
makrofag.
4. α antitripsin ---inhibitor utama protease.
Protease dihasilkan neutrofil saat inflamasi
Enzim α antitripsin dihasilkan lokus inhibitor protease (Pi) pada Kr.14
lokus Pi
Lokus Pi
1. bersifat sangat polimorfik
2. Banyak alel berbeda
3. Yg tersering : alel normal (M) dan fenotifnya PiMM
4. 0.012% populasi AS homozigot untuk alel Z(PiZZ)
5. Alel PiZZ berkaitan erat dengan penurunan defisiensi α antitripsin
6. Mutasi lokus Pi----menderita emfisema simptomatik
Neutrofil (produksi protease) sekuestrasi di kapiler perifer dan paru
(termasuk beberapa ke alveolus)
Setiap rangsangan yang meningkatkan neutrofil dan makrofag di paru
maupun proses degranulasi mengandung protease—aktifitas proteolitik.
Pada defisiensi α antitripsin ---anti protease----destruksi jaringan elastik
tidak terkendali—timbul emfisema.
Emfisema ---e.c efek destruktif jaringan paru peningkatan enzim protease
dan aktifitas enzim α-antitripsin yg rendah.
Percobaan : enzim protease pappain diteteskan intratrakea pd paru-paru
hewan----degradasi elastin oleh protease neutrofi---emfisema.
Perjalanan Penyakit:
Sesak nafas (dyspnea)—perlahan tapi progressif
Pasien yg sudah mengidap bronkitis kronik atau bronkitis asmatik
kronik----keluhan awal nya batuk dan mengi.
BB menurun
FEV menurun , FVC normal/memdekati normal. Ratio FEV/FVC
berkurang.
Emfisema tanpa bronkitis :
Barrel chest (dada bentuk “tong”)
Posisi membungkuk--- saat duduk maju ---untuk memeras udara
saat ekspirasi
Ruang udara besar tapi kapasitas difusi rendah.
Dispnea dan hiperventilasi
Pink puffers—dispnea menonjol tapi oksigenasi hemoglobin
adekuat.
B. Bronkitis kronik
Penderita---perokok >>> dan polutan asap / kabut.
20-25% laki-laki usia 40-65 thn
Diagnosis berdasarkan data klinis
Definisi : batuk produktif persisten selama minimal 3 bulan berturut-turut
paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
Karakteristik bronkitis kronik :
1. Bronkitis kronik sederhana >>>
2. Sering disertai gejala hipersensitifitas jalan nafas dan episode asma
intermitten
3. Obstruksi jalan nafas pasien bronkitis kronik berdasarkan uji fungsi
paru---dis. Bronkitis obstruktif kronik.
Patogenesis penyakit:
Hipersekresi mukus
Sering pada perokok dan terkena polutan asap
Hipertropi kelenjar mukosa
Pembentukan sel metaplasia goblet penghasil musin di epitel permukaan
bronkus.
Infiltrasi sel-sel radang limfosit(sel TCD8+), neutrofil makrofag
Eosinofil jarang ditemukan (beda dgn asma yg dominan atau pasien dg
bronkitis asmatik)
Dipostulasikan bahwa : polutan >>. Sbg iritan epitel permukaan mll
reseptor fc pertumbuhan epitel (EPGF)
Infeksi berperan sekunder---peradangan jadi lebih lama dan gejala
bertambah parah.
Perjalanan penyakit:
Batuk dan sputum berlebihan dan terus-menerus tanpa disfungsi ventilasi
PPOK sering disertai obstruksi aliran udara ekspirasi---hiperkapnea,
hipoksemia, sianosis.
Penyulit :
Hipertensi pulmonal
Gagal jantung
Infeksi berulang
Gagal nafas
C. Bronkiektasis
Definisi :
a. Pelebaran menetap bronkus dan bronkiolus akibat kerusakan otot
dan jaringan elastik yang berkaitan dgn infeksi kronik nekrotikans.
b. bukan penyakit primer
c. Akibat obstruksi / infeksi persisten.
d. Gejala : batuk dan sputum purulen jlh besar
Diagnosis :
-Berdasarkan riwayat penyakit dan pembuktian dilatasi bronkus pada
radiografi.
Patogenesis :
Ada 2 proses yg saling berkaitan pada Br.ektasis :
1. Obstruksi –menghambat proses pembersihan normal—infeksi
sekunder
2. Infeksi persisten kronik.—kerusakan dinding bronkus—pelemahan
dan dilatasi dinding bronkus.
Infeksi nekrotikans persisiten di bronkus/bronkiolus---sumbatan
sekret/obstruktif---inflamasi dinding—fibrosis peribronkus—skar
menyebabkan traksi jaringan parut.
Perjalanan penyakit:
Batuk hebat persisten, episodik, dan sputum mukopurulen
Sputum berbau busuk
Bisa berbercak darah/hemaptoe
Jari tabuh/gada
Hipoksemia, hiperkapnea, hipertensi pulmoner dan kor pulmonale (kasus
berat)
Penyulit : abses otak dan amiloidosis.
5. Penyakit Paru Restriktif Akut
Ciri khas : penurunan compliance (diperlukan tekanan besar untuk
mengembangkan paru karena paru menjadi kaku).
Kelainan parenkim
Cairan dan fibrosis interstitium ---paru kaku(stiff lung)---menurunkan
compliance----shg upaya bernafas ditingkatkan(dispnea).
Cedera Paru Akut dan
Sindroma Gawat Nafas Akut.
Cedera paru akut (ALI,acute lung injury) dan sindrom gawat nafas
akut (ARDS, acute respiratory distress syndrome)----gagal nafas
berkelanjutan yg progressif yg didefinisikan oleh :
1. Dispnea akut
2. Penurunan akut tekanan oksigenarteri(hipoksemia)
3. Infiltrat paru bilateral pada radiografi
4. Tak ada klinis gagal jantung kiri primer.
ALI—awal dari ARDS---kerusakan pada membran kapiler alveolus—edema
paru nonkardiogenik.
Patogenesis :
Cedera endotel atau epitel atau keduanya—permiabelitas kapiler
meningkat---edema alveoli2.
Hilangnya kapasitas difusi kelainan luas surfaktan akibat kerusakan
sel pneumosit tipe II.
1. Penelitian terakhir : ALI dan ARDS disebabkan oleh
ketidakseimbangan sitokin proinflamasi an antiinflamasi---
neutrofil yg dominan dlm kapiler, interstitium dan alveolus,
diikuti oleh macrophage inhibitory factor(faktor penghambat
makrofag)---mempertahankan peradangan dgn
memproduksi IL-1 dan TNF.----dsiertai ‘transforming growth
factor –α(TGF-α) dan platelet –derived growth factor
(PDGF)---merekrut fibroblas dan serat-serat kolagen ---
perbaikan cedera paru.
6. Penyakit Paru Restriktif Kronik
Penyakit restriktif(interstitium) kronik pada parenkim paru.
Penurunan FVC dan FEV—sehingga ratio FEV/FVC tetap.
15% penyakit non infeksi paru.
Terdiri atas :
1. Fibrosis paru idiopatik---firbrosis intersititium difus---hipoksemia berat
dan sianosis.
Berasal dari cedera alveolus---edema interstitium dan
akumulasi sel radang intra alveolus (alveolitis).---fc
penyebab tetap ada—fibrosisi kronik.
Morfologi ALI dan ARDS :
Pneumonitis dan radang intersititum
2. Sarkoidosis
Reaksi radang granuloma non perkejuan pada multi organ.
Pada dewasa ≤ 40 tahun
Gangguan pengendalian imun pada predisposisi genetik yg
terpajan agen lingkungan
Respon seluler sel T CD4+
Penumpukkan limfosit TCD4+ intra alveolus dan intersititium----
ratio CD4+/CD8+ = lebih dari 3.5
Kelainan imunologik sistemik , genetik dan lingkungan.
Mikroskopik : granuloma non perkejuan disertai banyak sel datia
dan kadang-kadang badan Schaumman .
3. Pneumonitis hipersensitif/alergik
Sering berhubungan dgn pekerjaaan---peningkatan kepekaan thd
antigen inhalan ex jerami---farmers lung
Gula tebu berjamur (aktimisetes feeni) bagasosis
Dll
4. Sindroma perdarahan alveolus difus.
5. Angitis dan Granulomatosis paru Wagener
6. Paru pada gangguan vaskuler kolagen
7. Patologi transplantasi---reaksi penolakkan transplantasi bisa minimal,
ringan, sedang dan berat.
PARASITOLOGI
A. Paragonimus westermani
Trematoda
Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun.
Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma. Pada
dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan
dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya.
Fase daur hidup tersebut adalah sebagai berikut:
Telur---meracidium---sporocyst---redia---cercaria—metacercaria---cacing dewasa.
Genus dari trematoda
(1) Schistosoma
(2) Paragonimus
(3) Clonorchis
(4) Echinostoma
Menurut lokasi berparasitnya cacing trematoda dikelompokkan sebagai berikut:
1) Trematoda pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum
2) Trematoda paru: Paragonimus westermani
3) Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E. ilocanum
4) Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantic .
Paragonimus westermani
Pertama ditemukan berparasit pada harimau Bengali di kebon binatang di Eropa tahun
1878. Pada dua tahun kemudian infeksi cacing ini pada manusia dilaporkan di
Formosa. Ditemukan cacing pada organ paru-paru, otak dan viscera pada orang di
Jepang, Korea dan Filipina. Sekarang parasit ini telah menyebar ke India Barat, New
Guenia, Salomon, Samoa, Afrika Barat, Peru, Colombia dan Venezuela.
Paragonimiasis termasuk dalam penyakit zoonosis. Paragonimus westermani
merupakan Trematoda paru-paru yang mempunyai beberapa nama lain, yaitu:
· The Lung Fluke
· Distoma wetermani
· Paragonimus ringeri
Trematoda paru jenis ini menyebar didaerah Asia Timur, antara lain RRC, Jepang,
Korea, Taiwan, juga ditemukan di Indonesia, Filiphina, Vietnam, India, Afrika dan
Amerika.
Species-species yang lain adalah:
· Paragonimus africanus (Afrika)
· Paragonimus mexicanus (Mexico dan Amerika Latin)
· Paragonimus uterobilateralis (Nigeria)
· Paragonimus kellicotti (Jepang)
HOSPES
Hospes definitif : Manusia, kucing, anjing
Hospes perantara I : Keong air tawar/ siput (Melania/Semisulcospira sp)
Hospes perantara II : Ketam / kepiting
HABITAT: Di jaringan paru-paru
PENYAKIT: Paragonimiasis
MORFOLOGI:
Telur:
Telur berukuran 80-120 x 50-60 mikron
Bentuk oval
Memiliki operculum khas yang berdinding tebal
Berwarna kuning kecoklatan
Berisi sel-sel ovum yang belum matang
Cacing dewasa:
Bersifat hermaprodit.
Sistem reproduksinya ovivar.
Bentuknya menyerupai daunberukuran 7 – 12 x 4 – 6 mm dengan ketebalan tubuhnya
antara 3 – 5 mm.
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.Uterus pendek berkelok-kelok.Testis
bercabang, berjumlah 2 buah.
Ovarium berlobus terletak di atas testis.
Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan.
SIKLUS HIDUP
Telur dikeluarkan bersama feses . Telur yang masuk dalam air akan
menetas mirasidium akan keluar dan mencari hospes perantara pertama yaitu keong
air (siput Bulinus / Semisulcospira). Dalam tubuh keong mirasidium berkembang
menjadi sporokista dan kemudian menjadi redia. Redia akan menghasilkan
serkaria. Serkaria akan akan keluar dari tubuh siput dan mencari hospes perantara ke-
2, yiatu ketam/kepiting. Setelah masuk ke tubuh kepiting, serkaria akan melepaskan
ekornya dan membentuk kista (metaserkaria.) didalam kulit di bawah sisik.
Metaserkaria akan masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsi kepiting yang
mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang.Metaserkaria akan
mengalami proses ekskistasi di duodenum dan keluarlah larva. Larva menembus
dinding usus halus rongga perut diafragma menuju paru –paru.
CARA INFEKSI:
Manusia dapat terinfeksi oleh Paragonimus westermani karena memakan hospes
perantara II yang mengandung metaserkaria.
PATOLOGI dan GEJALA KLINIK:
Penyakit akibat infeksi cacing ini dinamaan Paraginiasis. Selama invasi hanya
memberi sedikit gangguan. Cacing dewasa dapat memberi gangguan di:
Paru-paru:
§ Berupa kerusakan jaringan
§ Tampak juga infiltrasi sel jaringan
§ Reaksi jaringan membentuk kapsul fibrotik (kista), di dalamnya terdapat cacing dan
juga telur, jika kista ini berada di bronchus maka akan dapat pecah. Gejala mula-mula
batuk kering, kemudian batuk darah.
Ektopik infeksi:
Telur-telur yang berada di jaringan organ merupakan pusat dari pseudo tuberculosis
(TB palsu).
· Di otak = gejala cerebral (epilepsi)
· Di usus = abses dengan gejala diare
· Di jaringan otot = ulcersa
· Di hepar, dinding usus, pulmo, otot, testis, otak, peritoneum, pleura terdapat bentuk
kista
DIAGNOSA:
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura. Kadang-
kadang telur juga di temukan dalam tinja.
PENGOBATAN:
Klorokuin 0,75 gr/hari sampai 40gr bhitional.
PENCEGAHAN:
Tidak memakan ikan/kepiting mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak
secara sempurna sehingga tidak terinfeksi oleh metaserkaria yang ada dalam
ikan/kepiting tersebut
B. Pneumocystis carinii
Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah infeksi oportunistik yang
terjadi pada populasi imunosupresi, terutama pasien dengan infeksi virus
human immunodeficiency canggih. Presentasi klasik batuk nonproduktif,
sesak napas, demam, infiltrat interstisial bilateral dan hipoksemia tidak selalu
muncul. Metode diagnostik pilihan termasuk induksi dahak dan lavage
bronchoalveolar. Obat pilihan untuk pengobatan dan profilaksis adalah
trimetoprim-sulfametoksazol, tetapi alternatif sering diperlukan karena efek
samping atau, kurang umum, kegagalan pengobatan. Terapi kortikosteroid
adjunctive meningkatkan kelangsungan hidup moderat untuk kasus yang
parah. Komplikasi seperti pneumotoraks dan kegagalan pernafasan
meramalkan kelangsungan hidup lebih miskin. Profilaksis secara dramatis
menurunkan risiko penyakit pada populasi rentan. Meskipun PCP telah
menurun dalam kejadian di negara maju sebagai hasil dari profilaksis dan
terapi antiretroviral yang efektif, diagnosis dan pengobatan tetap menantang.
Sebelum epidemi acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada awal
tahun 1980, Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah infeksi langka
yang terjadi pada pasien imunosupresi dengan malnutrisi protein atau
leukemia limfositik akut, atau pada pasien yang menerima terapi
kortikosteroid. Infeksi oportunistik sekarang paling sering dikaitkan dengan
immunodeficiency virus canggih manusia (HIV).
Munculnya PCP pada pria gay yang sebelumnya sehat adalah salah satu tanda-
tanda awal dari munculnya AIDS. 1 Sebelum meluasnya penggunaan
profilaksis, PCP adalah penyakit terdefinisi AIDS dalam 60 persen kasus dan
akhirnya mempengaruhi 80 persen pasien dengan AIDS . 2 , 3 diagnosis awal
HIV, ART dan profilaksis yang efektif telah berkontribusi pada penurunan 75
persen dalam kasus, 4 meskipun PCP tetap penyakit terdefinisi AIDS yang
paling umum. Intravena pengguna narkoba, pasien patuh dan orang-orang
yang status HIV tidak diketahui beresiko sangat tinggi. Intoleransi agen
antipneumocystis umum, membuat manajemen menantang.
Kontroversi mengenai apakah ada PCP merupakan reaktivasi infeksi yang
diperoleh di awal kehidupan atau apakah paparan berulang dan infeksi ulang
menyebabkan penyakit. Percobaan pada hewan imunosupresi dan laporan dari
kasus cluster mendukung teori kedua. 5 Organisme diperoleh jika terhirup dan
menganut tipe I sel alveolar. Proliferasi menghasilkan berbusa, eosinofilik
eksudat yang mengisi ruang alveolar, menyebabkan oksigenasi menurun,
sebuah interstitium menebal dan, akhirnya, fibrosis. 6
C. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides adalah cacing gelang raksasa manusia, termasuk dalam
filum Nematoda. Sebuah nematoda ascarid, ia bertanggung jawab untuk
ascariasis penyakit pada manusia, dan merupakan cacing parasit terbesar dan
paling umum pada manusia. Seperempat dari populasi manusia diperkirakan
terinfeksi oleh parasit ini. Ascariasis adalah lazim di seluruh dunia dan lebih-
lebih di negara-negara tropis dan subtropis..
Hal ini dapat mencapai panjang hingga 35 cm.
Siklus Hidup
Ascaris lumbricoides, atau "cacing gelang", infeksi pada manusia terjadi
ketika telur cacing tertelan melepaskan larva cacing yang menembus dinding
duodenum dan memasuki aliran darah. Dari sini, hal itu dilakukan ke hati dan
jantung, dan memasuki sirkulasi paru-paru untuk membebaskan diri dalam
alveoli, di mana ia tumbuh dan molts. Dalam 3 minggu, larva lulus dari sistem
pernapasan yang akan batuk, menelan, dan dengan demikian kembali ke usus
kecil, dimana jatuh tempo untuk cacing jantan dan betina dewasa. Pemupukan
sekarang dapat terjadi dan betina menghasilkan sebanyak 200.000 butir per hari
selama setahun. Telur-telur dibuahi menjadi menular setelah 2 minggu di dalam
tanah, mereka dapat bertahan dalam tanah selama 10 tahun atau lebih
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh Nemathelminthes
Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan
oleh makhluk parasit.
Etiologi Ascariasis
• Penyebab: Ascaris lumbricoides
• ♀ panjang 20 cm – 35 cm
• ♂ panjang 3 mm – 6 mm
• ♀ bertelur ± 200.000 butir/ hari
• Telur ini keluar dari tubuh manusia melalui faeces, ukuran telur : 35 μ - 50μ
• Ascaris lumbricoides tersebar luas di daerah tropis
• Infeksi ascaris pada anak < 10 tahun = 60% - 100%
Cara Infeksi
• Telur ascaris yang infektif tertelan manusia dan mencapai duodenum, di sini telur
menjadi larva
• Larva ini menembus dinding usus, melalui saluran limfe bermigrasi ke hepar dan
paru
• Banyaknya larva di paru-paru menimbulkan gejala Loefller Syndrome/ Atypical
Pneumonia
• Larva mencapai epiglottis dan kembali ke usus kecil. Di sini tumbuh menjadi cacing
dewasa, cacing betina bertelur lagi
• Perjalanan cacing hingga menjadi dewasa ± 3 bulan
Gejala Klinik
• Biasanya tanpa gejala.
• Enek, muntah, sakit perut, tidak ada nafsu makan, kurus, sukar tidur, cengeng, sedikit
panas, kolik.
• Massa dari cacing dapat menyebabkan obstruksi usus.
• Dapat juga menyebabkan perforasi usus, intususepsi, paralitic ileus.
Diagnosis
• Ditemukan telur ascaris dalam faeces
• Keluar cacing ascaris bersama faeces/ muntah
BRONKIEKTASIS
Sindroma :
Infeksi kronik
Dilatasi/destruksi dinding bronkus
Gejala klinik yaitu Batuk kronik dan Sputum purulen
Patogenesis : Pasca infeksi paru (pneumonia) dan Infeksi sekunder pada daerah paru
yang kolaps/atelektatik
Faktor predisposisi : Defek mekanisme pertahanan saluran napas , alergi dan
heriditer.
Klasifikasi dibagi menjadi 2 berdasarkan reversibilitas yaitu Psedobronchiectasis
dan True bronchiectasis. Berdasarkan bentuk kelainan yaitu Fusiform ,Silindris dan
Sakuler.
Diagnosis dengan pemeriksaan Laboratorik, Radiologik (Foto Rö polos, Foto Rö
dengan kontras dan CT-scan)
Pengobatan yang diberikan dengan cara Konservatif seperti Fisioterapi, Mencegah
jangan sampai dehidrasi dan Antibiotika. Dan dengan cara Operatif seperti
Segmentektomi, Lobektomi/pneumektomi. Dapat pula terjadi komplikasi Cor
pulmonale. Untuk pencegahan dengan identifikasi adanya faktor predisposisi.
Bronkitis
Bronkitis akut : radang bronkus akut ,umumnya disertai radang akut saluran napas
bawah lainnya, Tidak pernah berdiri sendiri , Trakeobronkitis akut (Bronkitis)
Bronkitis kapiler (Capillary Bronchitis) dibagi menjadi Bronkitis dan
Pneumonia interstitial
Bronkitis asmatika merupakan salah satu bentuk asma
Bronkitis secara umum biasanya di sebabkan oleh virus dan bronkitis secara
spesifik disebabkan oleh Influenza, Pertusis ,Campak (morbilli), Salmonella,
Difteria , Scarlet fever
Faktor yang berpengaruh dalam bronkitis adalah Asap rokok , Alergi , Cuaca ,
Keadaan umum yang jelek (Poor health) , Infeksi kronik alat napas atas .
Pada pemeriksaan fisis di temukan adanya Panas yang hilang timbul,
Mukosa(nasofaringitis , konjungtivitis , rhinits virus) , Suara napas kasar Ronki
basah kasar menjadi halus dan Mengi (Wheezing).ditemukan adanya sputum jernih
beberapa hari keruh 5-10 hari jernih kemudian batuk hilang.
Gejala dan tanda lain bronkitis akut antara lain Rasa tidak enak di bawah tulang
dada : Seperti terbakar dan sakit , suara napas berbunyi seperti siulan , Sesak dan
Muntah
Penanggulangan bronkitis akut dengan cara Simptomatis , Pengeluaran
lendir/sputum seperti mengubah posisi tidur , Jaga kelembaban udara dan Sering
minum , Kodein harus berhati-hati pemakaian karena sangat jarang diperlukan,
Antihistamin : Hati-hati Atropin like effect, Ekspektoran tidak perlu , Antibiotika
kadang tidak ada gunanya, Indikasi dan Bronkitis akut berulang ada komplikasi .
Komplikasi bronkitis akut seperti Otitis , Sinusitis dan pneumonia (terutama kalau
gizi buruk)
Batuk kronik berulang pada anak bronkitis kronik tidak ada dan pada dasarnya adalah
penyakit paru dan penyakit sistemik
Pneumonia
inflamasi parenkim paru (alveoli dan interstisiil)
definisi klinis: penyakit respiratorik ditandai batuk, sesak, demam, ronki, dan
infiltrat pada foto Rontgen
istilah lain :
pneumonitis (non-infeksi);
alveolitis (Eropa)
Etiologi
sebagian besar : kuman (virus, bakteri, dll); aspirasi, radiasi, dll
pneumonia kuman : virus atau bakteri ? ® konsekuensi tata laksana
awal : virus ® komplikasi bakteri
pola kuman sesuai distribusi umur
terpenting : Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, streptokokus grup B
Bakteri penyebab
Streptococcus pneumoniae
Hemophilus influenzae
Staphylococcus aureus
Streptococcus group A – B
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeruginosa
Chlamydia spp
Mycoplasma pneumoniae
Pembagian jenis pneumonia
Community acquired pneumonia
â kuman gram positif
Hospital acquired pneumonia
â kuman gram negatif
Patogenesis
aspirasi kuman
penyebaran langsung dari respiratorik atas
viremia / bakteremia
penyebaran langsung dari infeksi intra-abdomen
terbanyak : 2 pertama
Patologi
Bakteri ¨ parenkim paru ¨ rx jaringan ¨ udem
Stadium hepatisasi merah
alveoli : lekosit, fibrin, eritrosit, bakteri
Stadium hepatisasi kelabu
deposisi fibrin, fagositosis
Stadium resolusi
degenerasi netrofil, fibrin melonggar, fagosistosis bakteri
Manifestasi klinis
tergantung : kuman, usia, status imuno-logis, beratnya penyakit
neonatus bisa tanpa gejala khusus
gejala : umum, pulmonal, pleural, ekstra-pulmonal
umum : demam, menggigil, sefalgia, resah, gelisah, gastrointestinal (muntah,
kembung, diare)
Manifestasi klinis
gejala tanda pemr fisis
demam demam ronkhi
napas cepat takipnu mengi
batuk dispnu suara n lemah
muntah retraksi pekak
tdk mau minum napas cuping fremitus lemah
Iritabel merintih meningismus
letargi sianosis pl friction rub
Manifestasi klinis
tanda pulmonal : berguna, tapi pd awitan mungkin belum ada
otot bantu napas : chest indrawing / retraksi
frekuensi napas : indeks paling sensitif, anak tenang / tidur
batuk : pada anak besar, kering ® produktif,
suara napas¯, ronkhi basah halus (bayi - )
klinis : sulit membedakan bakteri / virus
Manifestasi klinis sederhana (WHO)
Napas cepat (tachypnea)
Respiratory thresholds
Umur frekuensi nps
< 2 bulan 60
2 - 12 bulan 50
1 - 5 tahun 40
Chest Indrawing (tarikan dinding dada ke dalam)
Pemeriksaan penunjang
Rontgen toraks : menunjang diagnosis, luasnya kelainan
foto : AP & lateral
pneumatokel ® S aureus
normal dalam 3-4 minggu
tidak rutin diulang; kecuali pneumatokel, pneumotoraks / komplikasi lain
Grl, 6,5 yrs Ro. Large intertitial infiltrate, ec S pneumoniae: IgG pneumolysin increase, Leuco 29800, ESR 35 mm/hour I, CRP 9 mg/l.
Boy, 1,9 yrs, Ro. alveolar infiltrate in right lower lobe ec. S pneumoniae: IgG pneumolysin significant increase, leuco 13.800, ESR 125/hour I, CRP 332 mg/l.
Grl, 2,8 yrs, Ro. alveolar infiltrate in left lower lobe ec. rinovirus: leuco 17700, LED 64 mm/jam I, CRP 128 mg/l.
Grl, 0,3 yrs, Ro. alveolar infiltrate in right upper lobe ec parainfluenza andhuman herpes virus, leuco 17000, ESR 8 mm/l, CRP 22 mg/l
Pemeriksaan penunjang
Analisis gas darah
lekositosis (>15.000/ul) lazim dijumpai
dominasi netrofil, pergeseran ke kiri ® bakteri
trombosit >500.000/ul ® bakteri
trombopeni ® virus
LED dan CRP tidak khas
biakan darah : spesifik, hanya 10-15%
Analisis gas darah
Hipoksemia (PaO2 < 80 mm Hg)
dengan O2 3 L/min 52,4 %
tanpa O2 100
%
Ventilatory insufficiency
(PaCO2 < 35 mmHg) 87,5 %
Ventilatory failure
(PaCO2 > 45 mmHg ) 4.8 %
Asidosis metabolik
intake &/ hipoksemia 44,4 %
Diagnosis
terbaik : etiologik, dengan pemr mikrobiologik
kendala : teknis, biaya
utama : klinis + penunjang lain
masalah : virus atau bakteri ?
Tatalaksana
Community acquired pneumonia > rawat rumah adekuat
rawat inap : sesak nyata, bayi < 3bulan
terapi penunjang & etiologik
penunjang : oksigen, cairan, makanan
terapi etiologik : antibiotik
deteksi dan tatalaksana komplikasi
Tatalaksana
ideal : seuai dengan kuman penyebab
kendala diagnostik, viral ~ bakterial, inf bakteri sekunder ¨ antibiotik untuk
semua pneumonia
antibiotik : 5-10 hari, bisa 14 hari
sampai 2-3 hari bebas demam
Komplikasi
Pneumotoraks
Pneumomediastinum
Efusi pleura
Gagal napas
Mungkin diperlukan tindakan agresif dan perawatan ICU disertai alat bantu ventilator
Bronchiolitis
Bronchiolitis
Bronchioles inflammation
Clinical syndromes:
fast breathing, retractions, wheezing
Predominantly < 2 years of age
(2 – 6 months)
Difficult to differentiate with pneumonia
Bronchiolitis
Etiology
Predominantly RSV (Respiratory Syncytial Virus), adenovirus etc.
Diagnosis
Etiological diagnosis
Microbiologic examination
Clinical diagnosis
Signs and symptoms
Age
Resource of infection
Bronchiolitis
Clinical Manifestations
cough, cold, fever,fast breathing, retraction, wheezing, irritable, vomitus, poor
intake
Physical Examinations
tachypnea, tachycardia, retraction, expiration >, wheezing, fever,pharyngitis,
conjunctivitis, otitis media.
Radiologic examination
diffuse hyperinflation
flat diaphragm,
subcostal >
retrosternal space >
peribronchial infiltrates
pleural effusion (rare)
Management
Supportive
Severe disease
hospitalization
intra venous fluid drip
oxygen
(antibiotics)
Bronchodilator: controversial
Corticosteroid: controversial
Natural history & complications
Improved clinical findings : in 3-4 days
Improved radiological features: in 9 days
Persistent respiratory obstruction : 20%
Respiratory failure : 25 %
Lung collaps (rare)
Correlation with Asthma
30 % - 50 % becomes asthmatic patients
Similarity in : - pathogenic mechanisms
- pathologic disorders
TUBERKULOSIS PARU
A. Definisi
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang
disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium
tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru /
berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir
seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi
awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
B. Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan
batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas
dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah
M. Bovis dan M. Avium.
C. Tanda Dan Gejala
1. Tanda
a. Penurunan berat badan
b. Anoreksia
c. Dispneu
d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.
2. Gejala
a. Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman
TBC yang masuk.
b. Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif
(menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus
dinding bronkus.
c.Sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
d. Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan
pleuritis)
e.Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
D. Patofisiologi
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan
yang aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh
makrofag, pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk
membentuk apa yang disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis
menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi paru dan
oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total permukaan
membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara
progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat
mengurangi oksigenasi darah.
Web Caution (Pathway)
Individu dengan penyakit TBC
Resiko infeksi
E. Pemeriksaan Penunjang
Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 – 72 jam; dengan hasil
positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9
mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah
mendapt BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif,
sedangkan pada anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter
indurasi ≥ 5 mm harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi
berat, pemberian immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula
oleh gizi buruk, morbili, varicella dan penyakit infeksi lain.
Gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar nilus,
paratrakeal, dan mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusipieura, kavitas dan
gambaran milier. Bakteriologis, bahan biakan kuman TB diambil dari bilasan
lambung, namun memerlukan waktu cukup lama. Serodiagnosis, beberapa
diantaranya dengan cara ELISA (enzyime linked immunoabserben assay) untuk
mendeteksi antibody atau uji peroxidase – anti – peroxidase (PAP) untuk
menentukan Ig G spesifik. Teknik bromolekuler, merupakan pemeriksaan
Paru-paru terinfeksi
Jaringan paru di invasi makrofag
Membentuk jaringan fibrosa
Metabolisme meningkat
Berkurangnya luas total permukaan membran
Batuk dan nyeri dada Pola nafas tidak efektif Penurunan kapasitas difusi paru
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
cemas
Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan
Berkurangnya oksigenasi darah
Iritasi jaringan paru Kurang perawatan diri Intoleransi aktivitas
Batuk darah
Gangguan pertukaran gasPeningkatan sekresi Bersihan jalan nafas tidak efektif
malasie
sensitif dengan mendeteksi DNA spesifik yang dilakukan dengan metode PCR
(Polymerase Chain Reaction). Uji serodiagnosis maupun biomolekular belum
dapat membedakan TB aktif atau tidak.
Tes tuberkulin positif, mempunyai arti :
1. Pernah mendapat infeksi basil tuberkulosis yang tidak berkembang menjadi
penyakit.
2. Menderita tuberkulosis yang masih aktif
3. Menderita TBC yang sudah sembuh
4. Pernah mendapatkan vaksinasi BCG
5. Adanya reaksi silang (“cross reaction”) karena infeksi mikobakterium atipik.
F. Epidemiologi Dan Penularan TBC
Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah :
1. Reservour, sumber dan penularan
Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari
orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui
droplet.
2. Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya
memerlukan waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi
primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun.
3. Masa dapat menular
Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang
dibatukkan atau dibersinkan.
4. Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu
bulan bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.
G. Stadium TBC
1. Kelas 0
Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat
terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna).
2. Kelas 1
Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan,
reaksi tes tuberkulosis tidak bermakna)
3. Kelas 2
Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin
bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun
radiografik).
Status kemoterapi (pencegahan) :
Tidak ada
Dalam pengobatan kemoterapi
Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter)
Tidak komplit
4. Kelas 3
Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberkulosis ada dalam
biakan, selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti
radiografik tentang adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura,
limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih kelamin, diseminata (milier),
menigeal, peritoneal dan lain-lain.
Status bakteriologis :
a. Positif dengan :
Mikroskop saja
Biakan saja
Mikroskop dan biakan
b. Negatif dengan :
Tidak dikerjakan
Status kemoterapi :
Dalam pengobatan kemoterapi sejak kemoterapi diakhiri, tidak lengkap
reaksi tes kulit tuberkulin :
a. Bermakna
b. Tidak bermakna
5. Kelas 4
Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat
mendapat pengobatan pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan
radiografik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya
bermakna, pemeriksaan bakteriologis, bila dilakukan negatif. Tidak ada
bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat ini).
Status kemoterapi :
a. Tidak mendapat kemoterapi
b. Dalam pengobatan kemoterapi
c. Komplit
d. Tidak komplit
6. Kelas 5
Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis ditunda)
Kasus kemoterapi :
a. Tidak ada kemoterapi
b. Sedang dalam pengobatan kemoterapi.
H. Penanganan
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini.
c. Kuratif
Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat
antimikroba dalam jangka waktu yang lama. Obat-obat dapat juga
digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang
yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis
harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya strain
yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid
(hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau
rifamsipin (RIF). Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10
mg/kg atau sekitar 300 mg/hari, EMB, 25 mg/kg selama 60 hari,
kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek samping etambutol
adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan.
Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut
dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi
yang paling berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada
penderita dibawah usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60
tahun keatas. Disfungsi hati, seperti terbukti dengan peningkatan
aktivitas serum aminotransferase, ditemukan pada 10-20% yang
mendapat INH. Waktu minimal terapi kombinasi 18 bulan sesudah
konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu masuk harus
dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun.
Baru-baru ini CDC dan American Thoracis Societty (ATS)
mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka
pendek bagi penderita tuberkulosis dengan riwayat tuberkulosis paru
pengobatan 6 atau 9 bulan berkaitan dengan resimen yang terdiri dari
INH dan RIF (tanpa atau dengan obat-obat lainnya), dan hanya diberikan
pada pasien tuberkulosis paru tanpa komplikasi, misalnya : pasien tanpa
penyakit lain seperti diabetes, silikosis atau kanker didiagnosis TBC
setelah batuk darah, padahal mengalami batu dan mengeluarkan keringat
malam sekitar 3 minggu.
I. Nursing Care Plan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan penderita
b. Manifestasi klinis seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan,
berkeringat malam, keletihan, batuk dan pembentukan sputum, fungsi
pernafasan, nyeri dada, bunyi nafas, kesiapan emosional, persepsi dan
pengertian tuberkulosis dan pengobatannya, evaluasi fisik dan
laboratorium.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
parenkim paru
Intervensi
1. Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi nafas,
peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada,
dan kelemahan
2. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat perubahan pada
warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
3. Dorong bernafas bibir selama ekshalasi, khususnya untuk pasien
dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
4. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas
perawatan diri sesuai keperluan.
5. Kolaborasi periksaan AGD dan pemberian oksigen tambahan yang
sesuai.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum
Intervensi :
1. Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman
dan penggunaan otot aksesori.
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukus/batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
3. Berikan pasien posisi semi fowler atau fowler tinggi. Bantu pasien
untuk batuk dan latihan nafas dalam.
4. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali
kontraindikasi.
5. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (agen mukolitik,
bronkodilator, kortikosteroid).
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
Intervensi :
1. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat
badan, integritas mukosa oral, riwayat mual/muntah atau diare.
2. Pastikan pola diit biasa pasien, yang disukai/tidak disukai.
3. Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.
4. Dorong dan berikan periode istirahat sering.
5. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
6. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
7. Kolaborasi ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
A. Pengertian Bronkopneumonia
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru.
Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia
didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal
bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,
sakus alveolaris, dan alveoli. Pada keadaan normal, alveolus terisi udara, namun
pada pasien dengan bronkopneumonia, alveoli akan terisi dengan pus dan cairan,
sehingga menyebabkan nyeri dada, hambatan oksigenasi dan sesak napas.9,10
B. Etiologi
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp,
atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumonia sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.11
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang
mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus. Insidens global pneumonia RSV anak-balita
adalah 33,8 juta kasus baru di seluruh dunia dengan 3,4 juta kasus pneumonia
berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian 66.000-
199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di antaranya terjadi di negara
berkembang. RSV adalah patogen yang menjadi etiologi potensial dan signifikan
pada pneumonia anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama
dengan infeksi lain.11
Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia12
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarangLahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup DListeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonieVirusCMVHMV
3 minggu – 3 bulan Bakteri BakteriClamydia trachomatis Bordetella pertusisStreptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe BVirus Moraxella catharalisAdenovirus Staphylococcus aureusInfluenza VirusParainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 tahun Bakteri BakteriClamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe BMycoplasma pneumoniae Moraxella catharalisStreptococcus pneumoniae Staphylococcus aureusVirus Neisseria meningitidesAdenovirus VirusRinovirus Varisela ZosterInfluenzaParainfluenza
5 tahun – remaja Bakteri BakteriClamydia pneumonia Haemophillus influenzaMycoplasma pneumoniae Legionella spStreptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
VirusAdenovirus
C. Faktor Risiko
Faktor-dasar (fundamental) yang menyebabkan tingginya morbiditas dan
mortalitas pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah :
1. Kemiskinan yang luas
Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan
rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk.11
2. Derajat kesehatan rendah
Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi
kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti
malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya
prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat
lahir rendah, tidak ada atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak
adekuat memperburuk derajat kesehatan.11
3. Status sosio-ekologi buruk
Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan,
daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan
biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi
udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang
memadai serta adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah.11
4. Pembiayaan kesehatan sangat kecil
Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang.
Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup menyebabkan fasilitas kesehatan
seperti infrastruktur kesehatan untuk diagnostik dan terapeutik tidak adekuat
dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi
dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang.11
5. Proporsi populasi anak lebih besar
Di negara berkembang yang umumnya berpenghasilan rendah proporsi
populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara
berpenghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya
proporsi populasi anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan
pencegahan pneumonia terutama pada aspek pembiayaan.11
D. Patogenesis
Sebagian besar bronkopneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi
kuman atau penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian
kecil merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran
dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga
unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru.13
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
1. Filtrasi partikel di hidung
2. Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
3. Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
4. Pembersihan ke arah kranial oleh mukosiliar
5. Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
6. Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
7. Drainase melalui sistem limfatik.14
Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh dan patogen dari luar, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.15
Gangguan pertahanan tubuh akan menyebabkan mikroorganisme sampai ke
alveoli dan menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan
yang meliputi empat stadium, yaitu :
1. Stadium Kongesti atau Hiperemis (4-12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru.16
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen haemoglobin.16,17
2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.16,17
Gambar 2. Stasium hepatisasi merah. Tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (neutrofil)17
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.16,17
Gambar 3. Stadium hepatisasi kelabu. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil17
4. Stadium Resolusi (7-11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.16
E. Gambaran Klinis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas akut
bagian atas (rhinitis atau faringitis). Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi
terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang
(pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang
sakit. Pada bayi kecil sering menunjukkan gejala non spesifik seperti
hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang
mengeluh sesak, nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.18,19
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, napas
cuping hidung, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang
ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, napas cuping
hidung, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.19 Tanda takipneu ditandai
dengan napas cepat yang dihitung selama satu menit dalam keadaan tenang.
Frekuensi napas yang patut dicurigai pneumonia adalah :
a. Anak usia kurang dari 2 bulan : lebih dari atau sama dengan 60 kali/ menit
b. Anak 2-11 bulan : lebih dari atau sama dengan 50 kali/ menit
c. Anak 12-59 bulan : lebih dari atau sama dengan 40 kali/ menit.1,20
WHO menyebutkan bahwa takipneu merupakan temuan yang sensitif dan
spesifik untuk pneumonia. Sensitivitasnya mencapai 61% dengan spesifisitas
79% pada pasien malnutrisi. Pada pasien dengan gizi normal, nilai sensitivitas
meningkat hingga 79% dan spesivitasnya 65%.1
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas,
batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan
letargi.19
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah
Pada bronkpneumona virus jumah leukosit dapat normal atau menurun
(leukopenia), sedangkan mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam
batas normal atau sedikit meningkat. Pemeriksaan darah pada
bronkopneumonia karena bakteri umumnya didapatkan leukositosis
hingga >15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi
polimorfonuklear (netrofil) pada hitung jenis. Trombositosis >500.000
khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada
infeksi virus.22,23
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan
lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai,
terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia ditemukan gambaran
difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat
meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan
peribronkhial.18,24
Gambar 4. Foto toraks PA pada bronkopneumonia25
c. C-reaktif Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh
sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor
(TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih
rendah pada infeksi virus dibandingkan pada infeksi bakteri. CRP kadang-
kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.26
d. Uji Serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada
infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi
diagnosis.26
e. Pemeriksaan Mikrobiologi
Bila pasien dalam keadaan kritis, atau pengobatan antibiotik belum dapat
memperbaiki kondisi klinis, perlu dipikirkan pemeriksaan mikrobiologi.
Namun pemeriksaan tersebut juga sulit dilakukan karena anak-anak sulit
mengeluarkan dahak, pemeriksaan dengan darah juga sulit karena kurang
dari 10% kasus yang berhubungan dengan bakteriemia. Pemeriksaan
terbaik biasanya dilakukan dengan sekret yang diaspirasi dari
nasofaring.27
f. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan
riwayat kontak dengan TBC dewasa. Pada setiap anak dirawat inap
dengan bronkopneumonia, seharusnya dilakukan pemeriksaan pulse
oxymetry.26
4. Dasar Diagnosis
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan dasar diagnosis
bronkopneumonia secara ringkas adalah sebagai berikut :
a. Anamnesis
Pada alloanamnesis ditemukan : demam, batuk, dan sesak napas yang
timbul tidak mendadak.18,19
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum pasien tampak sesak atau sianosis
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan peningkatan suhu, takipneu,
dan dapat diikuti dengan takikardi
3) Pada hidung dapat ditemukan napas cuping hidung
4) Pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda :
Inspeksi : gerakan paru simetris, dan ditemukan retraksi
Palpasi : vokal fremitus paru kanan = kiri
Perkusi : bisa sonor atau redup, tergantung jumlah konsolidasi
Auskultasi: suara dasar vesikuler meningkat, ronkhi basah halus di
seluruh lapang paru, dan krepitasi.19,20
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah yang khas adalah ditemukannya leukositosis
dengan dominasi leukosit polimorfonuklear pada infeksi bakteri,
sedangkan pada infeksi virus dapat ditemukan leukopenia
2) Pemeriksaan foto thorak posisi akan ditemukan bercak-bercak infiltrat
homogen di seluruh lapang paru
3) Pemeriksaan penunjang lain jarang digunakan sebagai dasar
diagnosis.22,23,24
5. Differensial Diagnosis
Pada penegakan diagnosis bronkopneumonia, perlu diperhatikan diagnosis
banding penyakit ini, sehingga anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat terarah.
a. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi
kurang dari 2 tahun. Kondisi penyakit mirip dengan bronkopneumonia,
yaitu adanya batuk, demam, dan sesak yang tidak mendadak.
Perbedaannya adalah pada temuan pemeriksaan fisik. Pada bronkiolitis
terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium memanjang disertai dengan
mengi. Foto thoraks ditemukan adanya hiperaerasi dan diameter antero-
posterior yang membesar.28
b. Asma bronkhial
Asma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada
malam atau dini hari (noktural), musiman, setelah aktivitas fisik, serta
adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penyingkiran diagnosis asma sudah
dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti. Pada pemeriksaan fisik,
biasanya terdapat mengi, dan tidak ditemukan ronkhi. Untuk mendukung
diagnosis, dapat dilakukan nebulisasi dengan bronkodilator, anak dengan
asma akan memberikan respon terhadap pengobatan, sedangkan anak
dengan bronkopneumonia tidak.28
c. Tuberkulosis (tb) paru
Pada tb paru, gejalanya adalah batuk lama (lebih dari 3 minggu), demam
lama (lebih dari 2 minggu), dan adanya penurunan berat badan atau status
gizi kurang. Pemeriksaan dengan skoring tb termasuk uji tuberkulin di
dalamnya dapat dilakukan untuk menyingkirkan kecurigaan tb paru.29
F. Tata Laksana
1. Kriteria Rawat Inap
Neonatus hingga usia 20 hari dengan gejala dan tanda curiga bronkpneumonia
sebaiknya dirawat inap untuk monitoring dan mencegah komplikasi.12
Bayi
- Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis
- Frekuensi napas > 60 x/menit
- Distress pernapasan, apnea intermitten, atau grunting
- Tidak mau minum/ menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah. 5,30
Anak
- Saturasi oksigen < 92%, sianosis
- Frekuensi napas > 50 x/menit
- Distress pernapasan
- Grunting
- Terdapat tanda dehidradi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah.5,30
2. Tatalaksana Umum
- Pasien dengan saturasi oksigen ≤ 92%, berikan terapi oksigen dengan kanul
nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi >92%
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucociliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya 4
jam sekali, termasuk saturasi oksigen.5
3. Pemberian Antibiotik
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5
tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya
adalah co-amoxiclav, cefaclor, eritromisin, dan azitromisin
- M. Pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka
antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara
empiris pada anak ≥ 5 tahun
- Makrolid diberikan jika M. Pneumoniae atau C. Pneumoniae dicurigai
sebagai penyebab
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat
mungkin sebagai penyebab
- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau
kombinasi flucioxacillin dengan amoksisilin
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (misalnya karena muntah) atau termasuk dalam
pneumonia berat
- Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol,
co-amoxiclav, cefuriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapatkan antibiotik intravena
- Rekomendasi untuk community acquired pneumonia adalah sebagai berikut
:
Neonatus – 2 bulan : ampisilin dan gentamisin
Lebih dari 2 bulan : lini pertama ampisilin, jika dalam 3 hari tidak ada
perbaikan ditambahkan kloramfenikol. Lini kedua sefriakson.
Bila klinis perbaikan, antibiotik intravena dapat diganti dengan preparat
oral dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena
sebelumnya.5
Tabel 2. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia5
Antibiotik Dosis Frekuensi KeteranganPenisilin G 50.000 unit/ kg/
kali, dosis tunggal max 4.000.000 unit
Tiap 4 jam S. pneumonia
Ampisillin 100 mg/ kg/ hari Tiap 6 jamKloramfenicol
100 mg/ kg/ hari Tiap 6 jam
Cefriaxone 50 mg/ kg/ hari, dosis tunggal max 2 gram
1 x/ hari S. pneumonia, H. influenza
Cefuroxime 50 mg/ kg/ hari, dosis tunggal max 2 gram
Tiap 8 jam S. pneumonia, H. influenza
Clindamycin 10 mg/ kg/ kali, dosis tunggal max 1,2 gram
Tiap 6 jam Group A. Streptococcus, S. Aureus, S. Pneumoniae (alternatif jika alergi beta laktam)
Eritromisin 10 mg/ kg/ kali, dosis tunggal maks 1 gram
Tiap 6 jam S. pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia
4. Nutrisi
- Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan per oral
harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT)
atau itravena.
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami
overhidrasi, karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi
hormon antidiuretik.5
5. Fisioterapi Dada/ Postural Drainase
Postural drainase (PD) adalah cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari
paru dengan mempergunakan gaya berat dari sekret itu sendiri. Mengingat
kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi, maka PD dilakukan pada
berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. PD dapat dilakukan
untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas, tetapi juga
mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis.31
6. Kriteria Pulang
- Gejala dan tanda pneumonia hilang
- Asupan per oral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.5
G. Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan
pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non-
imunisasi. Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap
pneumonia merupakan strategi pencegahan spesifik. Pencegahan non-imunisasi
merupakan pencegahan non-spesifik misalnya mengatasi berbagai faktor risiko
seperti polusi udara dalam-ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih,
perbaikan gizi dan dan lain-lain.
1. Imunisasi
Pencegahan pneumonia yang berkaitan dengan pertusis dan campak adalah
imunisasi DPT dan campak dengan angka cakupan yang menggembirakan;
DPT berkisar 89,6 %-94,6 % dan campak 87,8 %-93,5 %.11
Dari beberapa studi vaksin (vaccine probe) diperkirakan vaksin pneumokokus
konjungat dapat mencegah penyakit dan kematian 20-35% kasus pneumonia
pneumokokus dan vaksin Hib mencegah penyakit dan kematian 15-30% kasus
pneumonia Hib. Pada saat ini di banyak negara berkembang direkomendasikan
vaksin Hib untuk diintegrasikan ke dalam program imunisasi rutin dan vaksin
pneumokokus konjugat direkomendasikan sebagai vaksin yang dianjurkan.1,11
2. Non Imunisasi
Di samping imunisasi sebagai pencegahan spesifik pencegahan non-imunisasi
sebagai upaya pencegahan non-spesifik merupakan komponen yang masih
sangat strategis. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan misalnya pendidikan
kesehatan kepada berbagai komponen masyarakat, terutama pada ibu anak dan
balita tentang besarnya masalah pneumonia dan pengaruhnya terhadap
kematian anak, perilaku preventif sederhana misalnya kebiasaan mencuci
tangan dan hidup bersih, perbaikan gizi dengan pola makanan sehat.
Penurunan faktor risiko lain seperti mencegah berat badan lahir rendah,
menerapkan ASI eksklusif, mencegah polusi udara dalam ruang yang berasal
dari bahan bakar rumah tangga dan perokok pasif di lingkungan rumah dan
pencegahan serta tatalaksana infeksi HIV.1,11
Suplementasi zinc dan vitamin A juga merupakan salah satu metode strategis
untuk mencegah pneumonia. Zinc dan vitamin A merupakan mikronutrien
penting dalam fungsi imunitas, defisiensi zinc dapat menyebabkan regenerasi
sel dan gangguan fungsi epitel. Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi
zinc dan vitamin A berhubungan dengan penurunan insidensi dan prevalensi
pneumonia, sehingga menurunkan angka kematian anak.32,33
H. Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
puruenta, pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis
purulenta. Empiema torasis merupakan kompliasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri.24
Ilten et al. (2004) melaporkan komplikasi miokarditis (tekanan sistolik
ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung)
yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak usia 2-24 bulan. Oleh karena
miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan
deteksi dengan noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan
enzim
Hemoptisis
Dahak juga dapat bercampur dengan darah. Dahak yang berwarna
coklat disebut “rusty
sputum”. Kata hemoptisis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan ptisis yang berarti
meludah. Lendir atau dahak yang bercampur darah sering didapati pada perokok yang masih
sehat dan biasanya tidak dipedulikan oleh orang tersebut. Hemomptisis sering menunjukan
adanya penyakit yang serius. Penyabab hemoptisis sangat beragam, antara lain bronkiektasis,
emboli paru, pneumonia, tuberkulosis, benda asing, kelainan pada jantung, trauma,
katamenial, kriptogenik, iatrogenik, aspergilosis, abses paru, idiopatik, penyakit Goodpasture,
serta penyakit Wegener