2011-2-00081-MNSI Bab2001.doc

82
11 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Internet, Intranet dan Extranet Menurut Stair dan Reynolds (2010, p.14), internet adalah jaringan komputer terbesar di dunia, terdiri dari beribu- ribu jaringan yang saling terkoneksi, semua bebas bertukar informasi. Menurut Stair dan Reynolds (2010, p.15), intranet adalah sebuah jaringan internal yang berbasis pada teknologi web yang memperbolehkan orang-orang didalam organisasi untuk saling bertukar informasi dan mengerjakan proyek. Menurut Stair dan Reynolds (2010, p.15), extranet adalah sebuah jaringan yang berbasis pada teknologi web yang memungkinkan pihak-pihak luar yang terpilih, seperti mitra bisnis dan konsumen, untuk mengakses sumber daya yang diijinkan oleh intranet perusahaan. 2.2 Sistem Informasi

description

ayok donlot

Transcript of 2011-2-00081-MNSI Bab2001.doc

1165

BAB 2

LANDASAN TEORI2.1 Internet, Intranet dan Extranet

Menurut Stair dan Reynolds (2010, p.14), internet adalah jaringan komputer terbesar di dunia, terdiri dari beribu-ribu jaringan yang saling terkoneksi, semua bebas bertukar informasi.

Menurut Stair dan Reynolds (2010, p.15), intranet adalah sebuah jaringan internal yang berbasis pada teknologi web yang memperbolehkan orang-orang didalam organisasi untuk saling bertukar informasi dan mengerjakan proyek.

Menurut Stair dan Reynolds (2010, p.15), extranet adalah sebuah jaringan yang berbasis pada teknologi web yang memungkinkan pihak-pihak luar yang terpilih, seperti mitra bisnis dan konsumen, untuk mengakses sumber daya yang diijinkan oleh intranet perusahaan.2.2 Sistem Informasi

Menurut Stair dan Reynolds (2010, p.10), sistem informasi adalah seperangkat elemen yang saling terhubung atau komponen yang mengumpulkan (input), memanipulasi (proses), menyimpan dan menyebarkan (output) data dan informasi, menyediakan sebuah reaksi koreksi (mekanisme umpan balik) untuk mencapai sebuah obyektif.2.2.1 Pengertian Sistem

Menurut OBrien dan Marakas (2006,p.24) sistem adalah sekelompok komponen yang berkaitan, dengan batasan-batasan yang jelas, bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input serta menghasilkan output dalam proses transformasi yang teratur.Sistem memiliki tiga komponen yang berinteraksi :

1. Input: melibatkan penangkapan dan perakitan berbagai elemen yang memasuki sistem untuk diproses.

2. Pemrosesan: melibatkan proses transformasi yang mengubah input menjadi output.

3. Output: melibatkan pemindahan elemen yang telah diproduksi oleh ke tujuan akhir.

2.2.2 Pengertian Informasi

Menurut Rainer dan Cegielski (2011, p.10) informasi adalah data yang sudah diolah sehingga memiliki arti dan bernilai bagi penerimanya.2.3 E-Business

Menurut Rainer dan Cegielski (2011, p.201), e-business adalah konsep yang agak lebih luas dari e-commerce. Di samping pembelian dan penjualan barang dan jasa, e-business juga mengacu melayani pelanggan, berkolaborasi dengan mitra bisnis dan melakukan transaksi elektronik dalam sebuah organisasi.2.4 Supply Chain Management

Menurut Rainer dan Cegielski (2011, p.335), Supply Chain Management adalah untuk merencanakan, mengatur, dan mengoptimalkan berbagai kegiatan yang dilakukan di sepanjang rantai pasokan.

Menurut Chaffey (2007, p.267) Supply Chain Managament adalah koordinasi dari semua aktivitas pasokan dari sebuah organisasi dari pemasok dan mitranya kepada konsumen perusahaan tersebut.

Menurut Turban (2010, p.289) Supply Chain Management adalah proses kompleks yang membutuhkan koordinasi dari berbagai kegiatan agar pengiriman barang dan jasa dari supplier ke pelanggan dilakukan secara efektif dan efisien bagi semua pihak yang terlibat.2.4.1 Model Supply Chain Management

Menurut Indrajit (2006, p.9), ada dua konsep yang banyak digunakan dan dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pergerakan barang, yaitu:

1. Mengurangi jumlah suppliera. Konsep ini dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an, yang bertujuan mengurangi ketidakseragaman, biaya-biaya negosasi, dan pelacakan (tracking).

b. Konsep ini adalah awal perubahan kecenderungan dari konsep multiple supplier ke single supplier

c. Dengan demikian, cara lama yang dahulu dianggap ampuh seperti mencari sourcing dengan cara tender terbuka makin tidak populer, karena tender terbuka tidak menjamin terbatasnya jumlah supplier.

d. Yang mungkin masih cocok dengan perkembangan ini adalah tender di antara supplier yang terbatas jumlahnya.

e. Konsep ini berkembang menuju tahap selanjutnya, yaitu tahap yang kedua.2. Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance.

a. Konsep ini dikembangkan sejak pertengahan tahun 1990-an dan diharapkan masih akan populer pada permulaan abad ke-21 ini.

b. Konsep ini menganggapbahwa hanya dengan supplier partnership, key suppliers untuk barang tertentu merupakan strategic sources yang dapat diandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan barang dalam supply chain.

c. Konsep ini selalu sejalan dengan konsep perbaikan yang terus menerus dalam biaya dan mutu barang.

d. Model ini dapat disebut juga sebagai The Interenterprise Supply Chain Model.

Model ini merupakan suatu mata rantai supply, yang dinamakan juga The Four Step Model, yang terdiri dari unsur-unsur :

i. Supplier (dan sub-suppliers atau suppliers suppliers)

ii. Manufacturers (plant, yang terdiri dari beberapa unit)

iii. Distributors (terdiri dari distribution center, wholesaler, dan sebagainya)

iv. Retailers (yang sangat banyak jumlahnya)

2.4.2 Push dan Pull Supply Chain Models

Menurut Chaffey (2007, p.275) , push supply chain model adalah rantai pasokan yang menekankan distribusi produk kepada pelanggan pasif. Sedangkan pull supply chain model menekanan pada menggunakan supply chain untuk memberikan nilai kepada pelanggan yang secara aktif terlibat dalam produk dan spesifikasi layanan. Perubahan dalam pemikiran rantai pasokan, dan juga dalam pemikiran komunikasi pemasaran, adalah pergerakan dari push model penjualan ke pull model atau menggabungkan pendekatan push-pull.

Sumber : Chaffey (2007, p.)

Gambar 2.1 Push to Customer (Sumber : Chaffey (2007, p.276))

Gambar 2.2 Pull to Customer (Sumber : Chaffey (2007, p.276))Perubahan dari push model ke pull model memerlukan perubahan dari beberapa kebijaksanaan dalam supply chain.

Menurut Indrajit (2006, p.20), sistem yang dikembangkan dalam pull model harus diusahakan sebagai berikut :

1. Jauh lebih flexible (near total flexibility)

i. Manufacturer perlu lebih berkonsentrasi pada percepatan waktu changeover (secepat mungkin) untuk produk baru. Jadi, konsentrasi tidak hanya pada mempercepat delivery time.

ii. Permintaan dari para retailer akan cenderung lebih kecil untuk beberapa jenis barang yang jumlahnya banyak dibandingkan sebelumnya untuk jenis barang yang terbatas.

iii. Tantangan lama yang masih tetap harus diatasi adalah membatasi penumpukan inventory di semua tempat atau di distribution chain.

2. Tidak hanya terbatas pada manufactureri. Flexibilitas tinggi tidak hanya dituntut di tempat manufacturer saja, tetapi harus jauh ke hulu juga, ke tempat supplier dan sub-supplier.

ii. Mereka harus siap mengantisipasi perubahan yang cepat dari selera para customer tersebut.

iii. Daya responsif yang fleksibel dari mereka juga diperlukan tanpa harus menambah inventory.

iv. Ini semua secara mutlak memerlukan flow of information dari hilir ke hulu yang lengkap, secara real time dan akurat.

3. Cara perhitungan stock replenishment yang berbeda

i. Data yang paling penting untuk digunakan adalah dari POS (point of sales), khususnya mengenai penjualan yang sudah dilakukan.

ii. Data ini setelah digabungkan dengan perhitungan forecasting dan data penjualan atau pesanan khusus lainnya menjadi data untuk stock atau order replenishment.

iii. Oleh karena itu, data dari POS, yang ada di retailer, perlu betul-betul dicatat secara real time.

2.4.3 Komponen Utama Supply Chain Management

Menurut Chaffey (2007, p.267), ada dua konsep utama supply chain management:

1. Upstream supply chain

Transaksi antara sebuah organisasi dan pemasok dan perantaranya, setara dengan sisi pembelian e-commerce.

2. Downstream supply chain

Transaksi antara sebuah organisasi dan konsumen dan perantaranya, setara dengan sisi penjualan e-commerce. 2.4.4 Faktor Penentu Keberhasilan Supply Chain Management

Beberapa faktor penentu keberhasilan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan supply chain management, diantaranya adalah :

1. Proses Informasi

Aliran informasi dari maupun hilir sangat penting, sehingga proses pembagian informasi disepanjang rantai pasokan perlu diperhatikan untuk dapat mengatasi masalah Bullwhip Effect. Perusahaan perlu mengadopsi teknologi informasi ke dalam infrastruktur organisasi, untuk mendukung proses produksi, jaringan kerja dan sebagai penyimpanan data.2. Biaya Transaksi

Ketidakpastian permintaan yang semakin tinggi akan menimbulkan biaya interaksi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena kemungkinan akan timbul rush order ataupun stock out lebih besar. Lain halnya jika permintaan konsumen relatif stabil dan dapat diprediksi maka biaya transaksinya akan semakin rendah.

3. Integrasi aliran persediaan

Strategi aliran persediaan dalam rantai pasokan adalah strategi aliran persediaan yang terintegrasi untuk mencegah timbulnya optimasi lokal. Suatu rantai pasokan harus mampu mengintergrasikan aliran baik dari hulu maupun dari hilir. Tujuan utama yang hendak dengan mengkoordinasikan aliran barang dalam SCM adalah untuk mengurangi persediaan, meminimalkan biaya, menyelaraskan antara penawaran dengan permintaan, manajemen resiko akan timbul barang-barang kadaluarsa.

4. Information Sharing

Aliran informasi Downstream mencakup perubahan informasi tentang kapasitas pabrik, jadwal pengiriman dan informasi produk. Dan aliran informasi Upstream mencakup pemesanan, peramalan penjualan, informasi penjualan dan matrik kinerja supply chains. Koordinasi dan integrasi rantai pasokan kedalam proses produksi ditujukan untuk merepon perubahan permintaan konsumen yang sangat cepat.2.5 e-Supply Chain Management

Menurut Indrajit (2006, p.169), e-Supply Chain Management merupakan suatu konsep manajemen dimana perusahaan berusaha memanfaatkan internet dan teknologinya untuk mengintegrasikan seluruh mitra kerja perusahaan, terutama yang berhubungan dengan sistem pemasokan bahan-bahan atau sumber sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan dalam proses produksi (sisi supply).

Menurut Ross (Rudy et al. 2009, p.28),Electronic Supply Chain Management (e-SCM) adalah filosofi manajemen strategis dan taktis yang mencari ke jaringan kumpulan kapasitas produktif dan sumber daya pada perpotongan sistem saluran (channel) supply melalui aplikasi pada teknologi internet dalam mencari solusi yanginovatif dan selaras pada kemampuan pemakaian saluran (channel) untuk kreasi yang

unik, sumber daya individualis pada nilai konsumen.

2.5.1 Prinsip dasar dalam merencanakan e-SCM

Menurut Indrajit (2006, p.130), ada tiga prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam merencanakan sebuah e-Supply Chain Management di perusahaan :

1. Melihat bahwa hakikat informasi dalam hal ini harus merupakan pengganti atu substitusi dari keberadaa inventori (biaya terbesar rata-rata perusahaan), maka informasi harus diperlakukan sama persis dengan manajemen inventori. Jika di dalam inventori permasalahan utama yang dihadapi adalah kapan pemesanan barang harus dilakukan dan seberapa banyak barang yang harus dipesan dengan memperhatikan unsur-unsur seperti lead time, total cost, dan service level, maka di dalam manajemen informasi harus pula diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kapan informasi relevan harus dimiliki dan seberapa detail informasi yang harsu direpresentasikan. Dengan kata lain, prinsip cheaper-better-faster berlaku pula dalam manajemen informasi.

2. Dari ketiga unsur tersebut (biaya, kecepatan, dan kualitas), persaingan yang sesungguhnya terletak pada kecepatan dan ketepatan informasi. Informasi yang mengalir dari mitra usaha ke perusahaan dan sebaliknya harus sedemikian rupa sehingga benar-benar memberikan manfaat yang signifikan terhadap proses penciptaan dan penyebaran produk atau jasa (menciptakan value). Karena setiap pengambilan keputusan akan berlandaskan pada teori tersebut, maka keberadaannya harus tepat waktu dan relevan dengan saat pengambilan keputusan.

3. Manajemen harus menganggap bahwa relasi antara mitra bisnis merupakan asset strategis perusahaan yang harus dibina sungguh-sungguh keberadaannya. Tidak ada yang lebih penting daripada kepercayaan dan sikap profesionalisme yang harus selalu dijaga keberadaannya. Tanpa adanya kedua unsur tersebut, mustahil kerja sama yang dilakukan akan menghasilkan suatu kinerja yang saling menguntungkan.

2.5.2 Keuntungan dari e-supply chain management

Menurut Chaffey (2007, p.289), ada enam keuntungan yang didapat dari penggunaan e-supply chain management, yaitu :

i. Reduce order-to-delivery time

ii. Reduce costs of manufacturing

iii. Manage inventory more effectively

iv. Improve demand forecasting

v. Reduce time to introduce new products

vi. Improve aftermarket / post-sales operations2.5.3 Komponen dalam e-Supply Chain Management

Menurut Indrajit (2006, p.172), konsep e-Supply Chain Management yang baik memiliki lima buah konsep yang saling mendukung, yaitu :

Gambar 2.3 Konsep e-SCM (Sumber : Indrajit (2006, p.172))1. Supply Chain Replenishment

Ini adalah proses yang berkaitan dengan bagaimana para pemasok saling bekerja sama menyediakan produk-produk atau bahan-bahan yang dibutuhkan oleh perusahaan sedemikian rupa sehingga memenuhi target permintaan dan service level yang telah dicanangkan.2. Collaborative Planning

Ini adalah proses yang memfokuskan diri pada aktivitas perencanaan yang berkaitan dengan operasi, produk, inventori, dan distribusi, sehingga keseluruhan perusahaan yang bekerja sama mengetahui obyektivitasnya masing-masing untuk mencegah adanya konflik yang dapat bermuara pada tidak tercapainya kebutuhan pelanggan.

3. Collaborative Product Development

Ini adalah proses yang berkaitan dengan aktivitas penciptaan produk atau jasa yang membutuhkan kerja sama anatara berbagai mitra bisnis tersebut dengan perusahan, sehingga kualitas produk dan / atau jasa dapat terpenuhi sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati.

4. E-Procurement

Pada dasarnya ini adalah manifestasi baru dari proses pengadaan konvensional, di mana dalam aktivitas ini teknologi internet dan prinsip-prinsip e-business benar-benar diterapkan dengan sungguh-sunguh.

5. E-Logistics

Sama dengan e-Procurement, hanya saja proses ini berkaitan dengan aktivitas manajemen pergudangan dan transportasi.2.5.4 Preliminary Step

Menurut Ross (2004, p131-138) tugas untuk menetapkan strategi e-SCM yang penuh tujuan membutuhkan beberapa langkah dari preliminary step. Tujuan dari langkah pertama ini adalah memfokuskan perusahaan terhadap dampak dari arti e-business pada semua orang, baik di dalam organisasi dan kepada partner dagang dalam jaringan rantai pasokan. Mencapai titik ini pada pengembangan strategi e-SCM melibatkan lima langkah pendekatan, yaitu:Step 1: Energize the OrganizationMenyiapkan organisasi untuk e-SCM membutuhkan dua inisiatif utama sumber daya manusia: membuat manajemen tingkat atas di dewan untuk mempelopori usaha tersebut dan meningkatkan energy dan mengintegrasi orang-orang perusahaan di dalam organisasi ke dalam teknologi e-SCM. Langkah-langkah ini harus diikuti untuk menginformasikan dan mengaktifasi tim manajemen tingkat atas:

1. Edukasi SCM dan e-business2. Bertindak sebagai seorang penyokong

3. Mengembangkan strategi SCM4. Mengembangkan sumberdaya manusia perusahaan

5. Berinvestasi pada peningkatan supply chainInisiatif kedua dalam mempersiapkan pengembangan strategi e-SCM adalah meningkatkan energi orang-orang perusahaan dalam organisasi.Menurut Manheim, ada 6 pendorong utama yang dapat digunakan untuk secara benar mengintegrasikan e-SCM dan orang-orang. Pendorong pertama berfungsi sebagai tema menyeluruh pada strategi bisnis; lima selanjutnya adalah pendorong pendukung, yang masing-masing mendukung dan memperkuat pendorong pertama.

1. Pendorong 1: Meningkatkan cara-cara bagaimana orang bekerja.

2. Pendorong 2: Membangun proses multi-enterprise yang kuat dengan dukungan Teknologi Informasi yang tepat.

3. Pendorong 3: Menyeimbangkan peran antara orang dan teknologi

4. Pendorong 4: Mengatur proses Multi-Enterprise dengan Fleksibel dan Dinamis.

5. Pendorong 5: Mengatur pengetahuan dengan strategis.

6. Pendorong 6: Meningkatkan efektivitas individu.

Step 2: Enterprise VisionMemvisikan kekuatan kompetitif adalah langkah selanjutnya dalam perjalanan dalam membangun strategi e-SCM yang efektif, Dalam mendefinisikan visi perusahaan tim eksekutif harus memikirkan beberapa faktor seperti:

1. Seperti apa jejak rekam dari sebuah perusahaan?

2. Bagaimana jejak rekam tersebut secara tradisional mendekati pasar?

3. Proses apa yang paling menambah nilai bagi pelanggan?

4. Bagaimana hubungan dengan pemasok berkembang seiring waktu?

5. Bagaimana sifat dari organisasi internal?

6. Apa kekuatan dan kelemahan dari mitra bisnis?

7. Apakah kemampuan adalah yang paling penting dalam menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif?

Step 3: Supply Chain Value AssesmentHal yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah menentukan proses apa yang mendukung keunggulan kompetitif untuk dikonversikan ke dalam bentuk e-business. Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan member prioritas inisiatif e-business yang dipilih agar dapat memberikan keuntungan terbesar bagi perusahaan dan rekan bisnis. Tahapan dalam menjalankan SCVA dapat disarikan ke dalam tiga langkah sebagai berikut:

1. Sebuah tim kolaborasi yang terdiri dari perusahaan dan mitra rantai pasokan terbentuk. Dasar operasi dari sebuah tim adalah untuk mengintegrasikan rantai pasokan, proses bisnis, dan pengetahuan e-business. Adalah tanggung jawab tim untuk mengidentifikasikan isu-isu bisnis perusahaan dan rantai pasokan, dan mulai menjelaskan detail dampak dari pendekatan evolusi dan revolusi untuk menggunakan e-business sebagai keunggulan kompetitif.

2. Pada langkah ke-2, tim SCVA memecah penemuan mereka menjadi critical performance indicator (KPIs) dan supply network opportunities. Ketika garis besar dari solusi e-business yang memungkinkan menjadi jelas, tim akan mulai menginvestigasi dan membuat detail solusi dan pendekatan dan ,rintangan dan resiko, dan tolak ukur untuk memvalidasi performa di masa depan.

3. Pada langkah ke-3, tim SCVA mulai mencocokkan KPIs dengan aplikasi internet untuk menentukan titik keputusan sebagai objektif dari sebuah inisiatif, profil resiko/tingkat pengembalian, faktor resiko utama, outcome metrics, dampak proses penambahan nilai, kompetensi yang dibutuhkan, dan dampak keseluruhan pada organisasi dan rantai pasokan. Ketika latihan sudah terlaksana, baik perusahaan dan mitra pendukung rantai pasokan harus ditinggalkan dengan ringkasan detail dari kemungkinan alternative e-business yang dapat dipilih. Adalah daftar ini yang akan digunakan dalam proses priotisasi yang akan datang.

Step 4: Opportunity IdentificationTahap ini dilakukan dengan memprioritaskan alternative e-business yang memungkinkan. Untuk menyelesaikan tahap ini, tim SCVA (Supply Chain Value Assesment) harus memecahkan inisiati yang ada ke dalam evolutionary model dan revolutionary model. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memulai proses dalam menentukan jenis implementasi e-SCM yang diinginkan, rangkaian peluang kompetitif yang tersedia dan biaya rata-rata yang akan dikeluarkan oleh perusahaan dan mitra supply chain. evolutionary models Automatione-Collaboration

Medium cost/risk High cost/risk

Business model shift Collaborative e-SCM models

Automation of processes Transform industry dinamics

Formal budgeting Market creation

New view of customer Interoperative Value Chain

New competitive advantage Organizational reinvention

I-Marketinge-Business

Low cost/risk Medium/high cost/risk

Brochurware Integrative e-SCM models

Cost Savings Virtual marketplace

Experience Building Customer self-service

Minimal change to competitive advantage De-focus on cost savings

New revenue sources

Revolutionary Models

Gambar 2.4 SCVA map of e-business opportunitiesSumber: David (2003, p136)Step 5: Strategy Decision

Setelah keempat tahapan selesai dilakukan, para eksekutif perusahaan dapat memulai proses perencanaan. 2.5.5 Bullwhip Effect

Menurut Anatan (2008, p.99), Bullwhip Effect adalah peramalan jumlah permintaan ang terjadi akan semakin berfluktuasi jika sistem informasi dalam SCM buruk, artinya jika kondisi manufaktur semakin kehulu sehingga perusahaan tidak dapat men-supply kuantitas permintaan yang ada. Bullwhip Effect identik dengan terjadinya distorsi informasi permintaan dari rantai bawah/hilir/end user ke rantai diatasnya, sehingga kuantitas permintaan sering tidak dapat terpenuhi secara maksimal (artinya tidak tepat kuantitasnya dan waktunya).

Terdapat empat faktor penyebab timbulnya Bullwhip Effect, meliputi :

1. Peramalan permintaan yang kurang tepat, karena proses information sharing tidak tepat. Solusi peramalan dapat dilakukan dengan menggunakan Smoothing Method dari data histori keseluruhan penjualan yang ada.

2. Order Batching, dapat terjadi jika ada penumpukan order.

3. Fluktuasi harga, dapat memicu timbulnya Bullwhip Effect karena jika ada discount rush demand dan akan menyebabkan rush order material, artinya menyelesaikan pemenuhan permintaan yang meningkat menimbulkan masalah pada rantai lain karena rush order material menjadi meningkat, kemungkinan biaya pesan menjadi tinggi. Begitupula sebaliknya.

4. Rationing, artinya jika permintaan melebihi supply yang ada maka permintaan tersebut akan dijatah dengan menggunakan perbandingan yang sama atas order-nya.

2.6 Metode Analisa

2.6.1 Value Chain Analysis

Konsep analisis value chain dapat dijelaskan oleh penuturan Porter (Ward dan Peppard, 2002, p264) sebagai berikut: Setiap perusahaan terdiri dari sekumpulan aktivitas yang dilakukan bertujuan untuk mendesain, memproduksi, memasarkan, mengirimkan dan mendukung produk/jasa mereka. Seluruh nilai dari aktivitas-aktivitas ini dapat diwakilkan menggunakan value chain. Value chain hanya dapat dimengerti dalam konteks unit bisnis. Contoh value chain dapat ditemukan pada Gambar 2.4. Tujuan dari analisis value chain adalah untuk menentukan nilai dan meningkatkan operasi sebuah perusahaan, untuk memisahkan apa yang perusahaan lakukan dari bagaimana hal tersebut dilakukan. Secara historis, seharusnya sistem informasi yang dibuat atau dimiliki perusahaan sedah pasti berasal dari kebutuhan organisasi tersebut. Pendekatan value chain pertama-tama akan membedakan antara dua aktivitas bisnis, yakni:

1. Primary activities aktivitas yang dapat memenuhi perannya dalam industri value chain dalam memuaskan konsumennya, yang harus dapat melihat efek langsung dari bagaimana aktivitas tersebut dijalankan. Tidak hanya cukup dengan setiap aktivitas berjalan denangan baik, tetapi mereka juga harus terhubung bersama untuk dapat mencapai optimalisasi proses bisnis.

2. Support activities aktivitas yang perlu untuk mengendalikan dan mengembangkan bisnis dari waktu ke waktu dan menambahkan value secara tidak langsung value tersebut akan terasa melalui kesuksesan dari primary activities.

Setiap aktivitas dari kedua aktivitas bisnis diatas akan menambah value dalam hal menciptakan produk / jasa yang membuahkan keuntungan dari konsumen atau menambah aktivitas value added untuk dikoordinasikan dan meyakinkan bahwa value tersebut telah ditambahkan dengan biaya yang dapat diterima.

Model tradisional value chain:

Porter mengklasifikasikan primary activities menjadi lima kelompok yang berurutan dimulai dari supplier dan berakhir di konsumen.

1. Inbound Logistic mendapatkan, menerima, menyimpan dan menyediakan kunci input dan sumber daya pada kualitas dan kuantitas yang tepat untuk keperluan bisnis. Termasuk di dalamnya perekrutan staff, pembelian material, komponen dan servis dan berurusan dengan sub-kontraktor dan mendapatkan perlengkapan.

2. Operations mengubah input menjadi produk atau layanan yang dibutuhkan oleh konsumen. Termasuk didalamnya membawa sumber daya dan material bersama untuk membuat produk (misalnya membuat mobil) atau menyediakan layanan (misalnya bank).

3. Outbound logistic mendistribuskan produk kepada konsumen baik secara langsung maupun tak langsung melalui jalur distribusi, sehingga konsumen dapat mendapatkan produk/ jasa dan membayarnya dengan harga yang layak.

4. Sales and Marketing - menyediakan cara agar konsumen dan pelanggan menjadi aware terhadap produk / jasa dan bagaimana mereka dapat memperolehnya, termasuk bagaimana cara mereka dapat membeli atau menggunakan produk/jasa tersebut.

5. Services menambahkan value dengan cara meyakinkan bahwa konsumen mendapatkan keuntungan maksimum dari produk yang telah dibeli.

Struktur value chain diatas cocok untuk perusahaan manufaktur, namun tidak

tertutup kemungkinan untuk dapat digunakan di bisnis lain.

Kesuksesan sebuah perusahaan bergantung pada bagaimana performa perusahaan tersebut pada primary activities. Hal tersebut akan menentukan berapa value yang diperoleh dan berapa biaya dari aktivitas-aktivitas tersebut, sehingga dapat ditentukan margi keuntungan perusahaan. Kegunaan analisis value chain:

Dapat menggambarkan aliran informasi yang mengalir dalam industry dan menentukan seberapa kritis kah informasi tersebut bagi industri yang bersangkutan dan kesuksesan dari perusahaan yang ada didalamnya, dengan cara menentukan kapan dan dimana informasi tersebut tersedia, siapa yang memiliki informasi, dan bagaimana informasi tersebut dapat didapatkan dan dibah menjadi keuntungan perusahaan.

Informasi yang dapat dipertukaran dengan konsumen dan supplier sepanjang rantai untuk meningkatkan performa dari bisnis atau menimbulkan peningkatan performa secara mutual dengan cara membagi/sharing keuntungan.

Seberapa efektif aliran informasi mengalir melalui proses utama dan digunakan oleh mereka:

a. Oleh setiap aktivitas untuk meningkatkan performa.

b. Untuk menghubungkan aktivitas tersebut bersama-sama dan menghindari biaya dan penyia-nyiaan peluang yang tidak perlu.

c. Untuk memungkinkan aktivitas pendukung untuk menyumbang terhadap proses yang menambah value, bukan merintangi mereka.

Gambar 2.5 Contoh Value Chain perusahaan manufaktur

Sumber: Ward and Peppard (2002, p265)2.6.2 Lima Kekuatan Porter

Menurut David (2009, p.145) Model Lima Kekuatan Porter tentang analisis kompetitif adalah pendekatan yang digunakan secara luas untuk mengembangkan strategi di banyak industri. Intensitas persaingan antarperusahaan sangat beragam dari satu industri ke industri lain. Dampak kolektif dari kekuatan kompetitif begitu brutal di beberapa industri hingga pasarnya menjadi tidak menarik dari sudut pandang pencarian laba. Persaingan antarperusahaan yang sudah ada sangat ketat, pesaing-pesaing baru bisa masuk ke industri dengan relatif mudah, dan baik pemasok maupun konsumen dapat memiliki daya tawar yang sangat besar. Menurut Porter, hakikat persaingan di suatu industri tertentu dapat dipandang sebagai perpaduan dari lima kekuatan :1. Persaingan antarperusahaan saingan

2. Potensi masuknya pesaing baru

3. Potensi pengembangan produk-produk pengganti

4. Daya tawar pemasok

5. Daya tawar konsumen

Gambar 2.6 Model 5 Kekuatan Porter (Sumber : David (2010, p146))Persaingan Antarperusahaan Saingan

Persaingan antarperusahaan saingan biasanya merupakan yang apling hebat dari lima kekuatan kompetitif. Strategi yang dijalankan oleh sebuah perusahaan dapat berhasil hanya sejauh ia menghasilkan keunggulan kompetetif atas strategi yang dijalankan perusahaan pesaing. Perubahan dalam strategi oleh satu perusahaan bisa jadi ditanggapi dengan langkah balasan, seperti penurunan harga, peningkatan kualitas, penambahan fitur, penyediaan layanan, perpanjangan garansi, dan pengintenifan iklan.Potensi Masuknya Pesaing Baru

Bila perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke suatu industry tertentu, intenitas persaingan antarperusahaan akan meningkat. Hambatan bagi masuknya perusahaan baru dapat mencakup kebutuhan untuk mencapai skala ekonomi secara cepat, kebutuhan untuk menguasai teknologi dan trik-trik praktis, kurangnya pengalaman, loyalitas konsumen yang kuat, preferensi merek yang kuat, persyaratan modal yang besar, kurangnya saluran distribusi yang memadai, kebijakan regulatif pemerintah, kurangnya akses ke bahan mentah, kepemilikan paten, lokasi yang kurang menguntungkan, serangan balik dari perusahaan yang diam-diam berkubu, dan potensi penyaringan pasar.

Potensi Pengembangan Produk Pengganti

Di banyak industri, perusahaan berkompetisi ketat dengan produsen produk-produk penggati di produk-produk pengganti di industri lain. Hadirnya produk-produk pengganti meletakkan batas tertinggi (plafond) untuk harga yang dapat dibebankan sebelum konsumen beralih ke produk pengganti. Batas tertinggi harga setara dengan batas tertinggi laba dan kompetisi yang lebih intens antarpesaing. Tekanan kompetitif yang meningkat dari produk pengganti bertambah ketika harga relativ produk pengganti tersebut turun dan manakala biaya peralihan konsumen juga turun. Kekuatan kompetitif produk pesaing bisa diukur dengan penelitian terhadap pangsa pasar yang berhasil diraih produk itu, dan juga dari rencana perusahaan tersebut untuk meningkatkan kapasitas produksi dan penetrasi pasar.

Daya tawar pemasok

Daya tawar pemasok mempengaruhi intensitas persaingan di suatu industri, khususnya ketika terdapat sejumlah besar pemasok, atau ketika hanya terdapat sedikit bahan mentah spengganti yang bagus, atau ketika biaya peralihan ke bahan mentah lain sangat tinggi. Akan menguntungkan kepentingan baik pemasok maupun produsen untuk saling membantu dengan harga yang masuk akal, kualitas yang baik, pengembangan layanan baru, pengiriman yang tepat waktu, dan biaya persediaan yang lebih rendah, sehingga meningkatkan profitabilitas jangka panjang dari semua pihak yang berkepentingan.

Daya tawar konsumen

Daya tawar konsumen dapat menjadi kekuatan terpenting yang mempengaruhi keunggulan kompetitif. Konsumen memilik daya tawar yang semakin besar dalam kondisi-kondisi sebagai berikut :

1. Jika mereka dapat dengan mudah dan murah beralih ke merek atau pengganti pesaing.

2. Jika mereka menduduki tempat yang sangat penting bagi penjual.

3. Jika penjual menghadapi masalah menurunnya permintaan konsumen

4. Jika mereka memegang informasi tentang produk, harga, dan biaya penjual.

5. Jika mereka memegang kendali mengenai apa dan kapan mereka bisa membeli produk.

2.7 Analisis dan Perancangan Berorientasi ObjekMenurut Mathiassen et al. (2000, p.14-15), analisa dan perancangan berorientasi objek meliputi empat aktivitas atau kegiatan utama yang terdiri dari dua tahap analisa dan dua tahap perancangan, yaitu analisis problem-domain, analisis application-domain, desain arsitektur (architectural design), dan desain komponen (component design).

Gambar 2.7 Kegiatan utama dan hasil analisa dan perancangan berorientasi objek (Sumber: Matthiasen et al., p. 15)

Notasi standar yang digunakan dalam OOAD adalah UML (Unified Modelling Language). UML hanya digunakan sebagai notasi dan bukan sebagai metode dalam melakukan modelling.2.7.1 Object

Object is an entity with identity, state, and behaviour. (Mathiassen et al., 2000, p.4)

Yang artinya objek adalah sebuah entitas dengan identitas, keadaan, dan perilaku. Identitas objek membedakan antara satu objek dengan objek lainnya. Identitas suatu objek juga mengekspresikan bagaimana objek lain dapat mengenali dan mengaksesnya. Dalam analisis, objek dipergunakan untuk membantu pemahaman konteks sistem. Dalam desain, objek digunakan untuk menggambarkan sistem itu sendiri.

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.5-6), keuntungan dari orientasi objek (object-orientation), yaitu:

a. Menyediakan informasi yang jelas mengenai konteks sistem.

b. Terdapat kaitan yang erat antara analisa berorientasi objek (object-oriented analysis), desain berorientasi objek (object-oriented design), antar muka berorientasi objek (object-oriented user interface), pemrograman beroorientasi objek (object-oriented programming).

2.7.2 System Definition

System definition is a conscise description of a computerized system expressed in natural language. (Mathiassen et al., 2000, p.24)

Yang artinya definisi sistem adalah definisi singkat dari sistem yang terkomputerisasi yang diekspresikan dalam bahasa natural. System definition mendeskripsikan konteks sistem, informasi apa yang ada didalamnya, mana yang akan digunakan, dan kondisi pengembangan apa yang berlaku.2.7.3 Rich picture

Rich picture is an informal drawing that present the illistrators understanding of a situation. (Mathiassen et al., 2000, p.26)

Yang artinya rich picture adalah sebuah gambaran informal yang digunakan oleh pengembang sistem untuk menyatakan pemahaman mereka terhadap situasi dari sistem yang sedang berlangsung. Rich picture juga dapat digunakan sebagai alat yang berguna untuk memfasilitasi komunikasi yang baik antara pengguna dalam sistem.2.7.4 The FACTOR Criterion

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.39-40), kriteria FACTOR terdiri dari 6 (enam) elemen, yaitu:

FunctionalityFungsi sistem yang mendukung tugas-tugas dalam application domain.

Application domain

Bagian dari organisasi yang mengadministrasi, memonitor atau mengontrol problem domain.

Conditions

Kondisi di mana sistem akan dikembangkan dan digunakan.

Technology Mencakup teknologi yang akan digunakan untuk mengembangkan sistem dan teknologi dimana sistem akan dijalankan.

Objects Objek utama dari problem domain. Responsibility

Tanggung jawab keseluruhan sistem dalam hubungan dengan konteksnya.2.7.5 Problem Domain Analysis

Problem domain is that part of a context that is administrated, monitored, and controlled by a system. (Mathiassen et al., 2000, p.6)

Yang artinya problem-domain adalah bagian dari konteks yang diadministrasikan, dimonitor, atau dikendalikan oleh sistem. Analisis problem domain memfokuskan pada informasi apa yang harus ditangani oleh sistem dan menghasilkan sebuah model yang merupakan gambaran dari class, objek, stucture dan behaviour yang ada dalam problem domain.

Gambar 2.8 Aktivitas didalam model problem-domain

(Sumber: Matthiasen et al., p. 46)2.7.6 Classes

Class is a description of a collection of object sharing structure, behavioral pattern, and attributes. (Mathiassen et al., 2000, p.53)

Yang artinya class adalah deskripsi dari sekumpulan objek yang mempunyai struktur, pola perilaku, dan atribut. Class merupakan kegiatan yang pertama dilakukan didalam analisis problem-domain. Ada beberapa tugas utama dalam kegiatan ini, yaitu:

i. Mengklasifikasikan objek (objects) dan kejadian (events)Object is an entity with identity, state, and behaviour. (Mathiassen et al., 2000, p.51)

Yang artinya objek adalah sebuah entitas yang memiliki identitas keadaan, dan perilaku.

Event is an instantaneous incident involving one or more objects. (Mathiassen et al., 2000, p.51)

Yang artinya kejadian adalah insiden atau kejadian seketika yang melibatkan satu atau lebih objek.

ii. Menemukan ClassDimulai dengan menentukan kandidat kelas (class candidates), kemudian menentukan class yang tepat.iii. Menemukan EventDimulai dengan menentukan kandidat kejadian (event candidates), kemudian menentukan event yang tepat untuk setiap class.iv. Evaluasi sistematis

Pada bagian ini dilakukan evaluasi kriteria class dan event yang sudah ditemukan.

Gambar 2.9 Sub-aktivitas dalam memilih problem-domain class dan event (Sumber: Matthiasen et al., p. 55)2.7.7 Structure

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.69), structure bertujuan untuk menggambarkan hubungan terstruktur antara classes dan object dalam problem domain.Menurut Mathiassen et al. (2000, p.70), object oriented structure dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:1. Structure antar class, terdiri dari:

a. Generalization

Generalization is a general class (the super class) describes properties common to a group of specialized classes (the subclasess). (Mathiassen et al., 2000, p.72)

Yang artinya generalisasi adalah hubungan antara 2 atau lebih class yang lebih khusus (sub class) dengan class yang lebih umum (super class).

Gambar 2.10 Generalization Structure

(Sumber: Matthiasen et al., p. 73)b. Cluster Cluster is a collection of related class. (Mathiassen et al., 2000, p.74)

Yang artinya kluster adalah kumpulan class yang saling berkaitan. Cluster digambarkan dengan notasi file folder yang mencakup class-class di dalamnya. Class dalam cluster yang sama dihubungkan dengan generalization ataupun aggregation, sedangkan class yang berada pada cluster yang berbeda dihubungkan dengan association.

Gambar 2.11 Cluster Structure(Sumber: Matthiasen et al., p. 75)2. Structure antar objek, terdiri dari:

a. AggregationAggregation is a superior object (the whole) consist of a number of inferior objects (the parts). (Mathiassen et al., 2000, p.76)

Yang artinya agregasi adalah objek superior (keseluruhan) yang terdiri dari sejumlah objek inferior (bagian).

Gambar 2.12 Aggregation Structure(Sumber: Matthiasen et al., p. 76)

Terdapat tiga struktur agregasi, yaitu:

Whole-PartDimana objek superior merupakan penjumlahan dari objek inferior; jika objek inferior tersebut ditambah atau dihilangkan, akan mengubah total objek superior. Container-ContentDimana objek superior adalah container untuk objek inferior. Objek superior tidak akan berubah jika terjadi penambahan atau penghapusan objek inferior.

Union-Member,

Dimana objek superior merupakan kesatuan dari objek inferior. Objek superior tidak akan berubah jika terjadi penambahan atau penghapusan objek inferior, namun tetap memiliki batasan.

b. AssociationAssociation is a meaningful relation between a number of objects. (Mathiassen et al., 2000, p.77)

Yang artinya asosiasi adalah hubungan antara sejumlah objek yang memiliki arti di mana objek-objek yang saling berhubungan tersebut bukan merupakan bagian dari objek lainnya. Gambar 2.13 Association Structure(Sumber: Matthiasen et al., p. 77)

2.7.8 Behaviour

Menurut Mathiassen et al. (2000, p89), behaviour bertujuan untuk memodelkan apa yang terjadi (perilaku dinamis) dalam problem-domain sistem sepanjang waktu. Tugas utama dari kegiatan ini adalah menggambarkan pola perilaku (behavioural pattern) dan atribut dari setiap kelas.2.7.8.1 Event Trace

Event trace is a sequence of events involving a specific objects. (Mathiassen et al., 2000, p.90)

Yang artinya jejak peristiwa (event trace) adalah urutan dari kejadian yang terjadi pada suatu objek.2.7.8.2 Behavioral Pattern

Behavioral pattern is a description of possible event traces for all objects in class. (Mathiassen et al., 2000, p. 90)

Yang artinya pola perilaku (behavioral pattern) adalah daftar kemungkinan event traces yang terjadi pada semua objek didalam class.

Tiga jenis notasi untuk behavioural pattern yaitu:

1. Sequence (urutan), dimana event muncul satu per satu secara berurutan. Notasinya: +

2. Selection (pilihan), dimana terjadi pemilihan satu event dari sekumpulan event yang muncul. Notasinya: |

3. Iteration (iterasi), dimana sebuah event muncul sebanyak muncul nol atau beberapa kali. Notasinya: * Gambar 2.14 Struktur kontrol dalam statechart

(Sumber: Matthiasen et al., p. 95)2.7.8.3 Explore Pattern

Terdapat 3 (tiga) macam pola, yaitu:

1. The Stepwise Relation Pattern

Digunakan untuk assosiasi dengan agregasi multiple level.

2. The Stepwise Role Pattern

Digunakan untuk lifecycle yang menambah peran baru.

3. The Composite Pattern

Digunakan ketika part ditambahkan secara recursive.2.7.9 Application Domain Analysis

Application domain is an organization that administrates, monitors, or controls a problem domain. (Mathiassen et al., 2000, p.115)

Yang artinya application domain adalah organisasi yang mengatur, memonitor, atau mengendalikan problem-domain. Analisa application domain memfokuskan pada bagaimana target sistem akan digunakan dengan menentukan kebutuhan function dan antarmuka sistem. 2.7.10 Usage

Menurut Mathiassen et al. (2000, p119), tujuan dari kegiatan usage adalah untuk menentukan bagaimana aktor-aktor yang merupakan pengguna atau sistem lain berinteraksi dengan sistem yang dituju. Interaksi antara aktor dengan sistem tersebut dinyatakan dalam use case. Hasil dari kegiatan usage ini adalah deskripsi lengkap dari semua use case dan aktor yang ada, yang digambarkan dalam tabel aktor atau use case diagram. Use case dapat dimulai dengan mengidentifikasi aktor yang berhubungan dengan target sistem.

Actor is an abstraction of users or other systems that interact with the target system. (Mathiassen et al., 2000, p.119)

Yang artinya aktor adalah abstraksi dari user atau sistem lain yag berinteraksi dengan sistem target.

Aktor dapat digambarkan dalam spesifikasi aktor yang dibagi menjadi 3 (tiga) menurut Mathiassen (2000, p.126), yaitu:i. Tujuan, yaitu peran dari aktor dalam sistem target.

ii. Karakteristik, maenggambarkan aspek-aspek yang penting dari aktor.

iii. Contoh dari aktor tersebut.

Use case is a pattern for interaction between the system and actors in the appication domain. (Mathassen et al., 2000, p.120)

Yang artinya use case adalah pola interaksi antara sistem dan aktor di dalam application domain.

Gambar 2.15 Contoh use case diagram(Sumber: Matthiasen et al., p. 129)2.7.11 Sequence Diagram

A sequence diagram describes the interaction among several object over time. (Matthiasen, et al., 2000, p.340)

Yang artinya sequence diagram mendeskripsikan interaksi antar beberapa objek sepanjang waktu. Sequence diagram melampirkan class diagram yang mendeskripsikan situasi umum dan statis. Sequence diagram dapat menguasai detail mengenai situasi komplek dan dinamis meliputi beberapa dari banyak objek yang diciptakan dari kelas-kelas dalam class diagram.The sequence diagram is semantically equivalent to communication diagram for simple interaction. A sequence diagram shows an interaction between objects arranged in time sequence. (Bennet et al., 2006, p.252-253)

Yang artinya sequence diagram dapat dikatakan equivalen dengan diagram komunikasi untuk interaksi yang sederhana. Sebuah sequence diagram menunjukkan interaksi antara objek yang disusun dalam suatu sequence.Interaction sequence diagram adalah satu dari beberapa jenis UML interaction diagram. Sequence diagram pada umumnya serupa dengan diagram yang memperlihatkan komunikasi untuk interaksi objek yang sederhana. Sebuah interaksi menkhususkan pola komunikasi antara serangkaian objek atau sistem yang berpartisipasi dalam kolaborasi. Interaksi dideskripsikan dengan sebuah sequence di mana pesan ditempatkan dalam sebuah rangkaian waktu dua atau lebih pesan mungkin dikirimkan pada waktu yang sama di antara objek atau aturan komunikasi. Secara umum, selama analisis kebutuhan atau desain interaksi, objek dimodelkan dalam bentuk peranan yang mereka mainkan dan berkomunikasi dengan meneruskan pesan.

Sebuah sequence diagram memperlihatkan interaksi antar objek yang diatur dalam sebuah rangkaian waktu. Sequence diagram dapat digambar pada level detil yang berbeda dan untuk menemukan tujuan yang berbeda pada beberapa tingkatan dalam pengembangan daur hidup. Aplikasi sequence diagram yang paling umum adalah untuk merepresentasikan interaksi objek detail yang terjadi untuk sebuah use case atau untuk suatu operasi.

Dalam sequence diagram yang diadaptasi dari Bennet, et al., terdapat satu buah notasi yang disebut fragment. Fragment ini biasa digunakan dalam setiap tipe UML diagram. Fragment yang digunakan pada sequence diagram dimaksudkan untuk memperjelas bagaimana sequence ini saling dikombinasikan. Fragment terdiri dari beberapa jenis interaction operator yang menspesifikasikan tipe dari kombinasi fragment. Tipe-tipe interaction operator yang ada dalam sequence diagram antara lain dibahas dalam Tabel 2.6 sebagai berikut: Tabel 2.1 Tipe interaction operator yang digunakan dalam fragmentInteraction OperatorPenjelasan dan Penggunaan

altAlternatif ini mewakili alternative behavior yang ada, setiap behavior ditampilkan dalam operasi yang terpisap.

optOption ini merupakan pilihan tunggal atas operasi yang hanya akan dieksekusi bila batasan interaksi bernilai true.

break Break mengindikasi bahwa dalam combined fragment ditampilkan sementara oleh sisa dari interaction fragment yang terlampir.

parParallel mengindikasi bahwa eksekusi operasi dalam combined fragment biasa digabungkan dalam sequence manapun.

seqWeak Sequencing menampilkan dalam urutan dari tiap operasi yang telah dimaintain tetapi keterjadian suatu event adalah berbeda operasinya dalam perbedaan lifeline yang dapat terjadi dalam urutan apapun.

StrictStrict Sequencing membuat sebuah strict sequence berada dalam eksekusi sebuah operasi tapi tidak termasuk urutan dalam operasi.

negNegative menggambarkan sebuah operasi yang bersifat tidak sap.

criticalCritical Region mengadakan sebuah batasan dalam sebuah operasi yang tidak memiliki event yang terjadi dalam lifeline.

ignoreIgnore menandakan tipe pesan, spesifikasi sebagai parameter, yang seharusnya diabaikan dalam sebuah interaksi.

considerConsider merupakan keadaan dimana pesan-pesan seharusnya dipertimbangkan dalam sebuah interaksi.

assertAssertion merupakan keadaan bahwa sebuah sequence dari pesanan dalam operasi hanyalah satu-satunya yang memiliki lanjutan yang bersifat sap.

loopLoop digunakan untuk mengindikasi sebuah operasi yang diulang berkali-kali sampai batasan interaksi untuk pengulangan berakhir.

Sumber : Bennet, et al. (2006, p270)2.7.12 Function

Function is a facility for making a model useful for actors. (Mathiassen et al., 2000, p.137)

Yang artinya function adalah sebuah fasilitas yang membuat model dapat berguna bagi aktor. Kegiatan function memfokuskan pada bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu aktor dalam melaksanakan pekerjaan mereka.

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.137), tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar function-function yang merinci function-function yang kompleks. Daftar function harus lengkap, menyatakan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan aktor, dan harus konsisten dengan use case.

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.138), terdapat 4 (empat) tipe fungsi dari functions, yaitu:

1. Update, fungsi diaktifkan oleh kejadian di problem-domain dan mengakibatkan perubahan di keadaan model.

2. Signal, fungsi diaktifkan dengan perubahan di keadaan model dan menghasilkan reaksi pada konteks.

3. Read, fungsi diaktifkan berdasarkan kebutuhan informasi dalam pekerjaan aktor dan mengakibatkan sistem menampilkan bagian yang berhubungan dengan informasi dalam model.

4. Compute, fungsi diaktifkan berdasarkan kebutuhan informasi dalam pekerjaan aktor dan berisi perhitungan yang melibatkan informasi yang disediakan oleh aktor atau model; hasil dari function ini adalah tampilan dari hasil komputasi.

Gambar 2.16 Hubungan semua tipe fungsi

(Sumber: Matthiasen et al., p. 140)

Hasil dari fungsi ini adalah function list yang lengkap dengan spesifikasi fungsi yang kompleks. Class biasa menimbulkan read dan update function, event menimbulkan update function, dan use case dapat menimbulkan semua jenis function.2.7.13 Interfaces

Interface is facilities that make a systems model and functions avaliable to actor. (Mathissen et al., 2000, p.151)

Yang artinya interface adalah sebuah fasilitas yang dapat membuat sebuah model sistem dan fungsi-fungsi tersedia bagi aktor.

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.151-152), terdapat 2 (dua) macam tipe interface, yaitu:

1. User interface, yaitu interface yang menghubungkan user dengan sistem.

2. System interface, yaitu interface yang menghubungkan suatu sistem dengan sistem lain.

Sebuah user interface yang baik harus dapat beradaptasi dengan tugas pengguna dan konsep dari sistem tersebut. Kualitas user interface ditentukan oleh kegunaan atau usability interface tersebut bagi pengguna. Usability tergantung pada pengguna dan situasi saat sistem tersebut digunakan. Oleh karena itu, usability bukan merupakan sebuah ukuran yang pasti atau objektif.

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.154-156), terdapat 4 (empat) jenis pola dialog yang penting dalam menentukan user interface, yaitu:

1. Menu selection, menampilkan pilihan-pilihan menu dalam user interface.2. Form-fill, merupakan pola klasik untuk memasukkan data.

3. Command language, dimana user memasukkan dan mengaktifkan format perintah sendiri.

4. Direct manipulation, dimana user memilih objek dan melaksanakan fungsi objek, serta melihat hasil dari interaksi tersebut.

Hasil dari kegiatan interface adalah sebuah deskripsi elemen-elemen user interface dan system interface yang lengkap, dimana kelengkapan sistem ini menunjukkan pemenuhan kebutuhan pengguna. Hasil dari kegiatan user interface berupa form presentasi dan dialogue style, diagram window terpilih, dan diagram navigasi. Sedangkan hasil dari system interface berupa class diagram untuk peralatan dan external protocol untuk berinteraksi dengan sistem yang lain.

Gambar 2.17 Contoh navigation diagram

(Sumber: Matthiasen et al., p. 160)2.7.14 Architectural Design

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.173), tujuan dari architecture design adalah untuk membentuk struktur dari sistem yang telah terkomputerisasi. Baik atau tidaknya sistem tergantung pada kuat atau tidaknya architecture design. Aktivitas dalam architectural design meliputi criteria, component architecture, dan process architecture.

Gambar 2.18 Aktivitas dalam architectural design(Sumber: Matthiasen et al., p. 176)2.7.15 Criteria

Criterion is a preferred property of an architecture. (Mathiassen et al., 2000, p.177)

Yang artinya kriteria adalah properti istimewa dari sebuah arsitektur. Tujuan dari kriteria yaitu untuk menyiapkan prioritas dari sebuah rancangan.

Menurut Mathiassen et al. (2000, p. 186), ada 3 (tiga) prinsip desain yang baik, yaitu:1. Tidak memiliki kelemahan

Cacat tunggal cukup dapat membatalkan sistem. Desain yang baik sehingga serusaha untuk mencapai sifat yang baik, dan pada saat yang sama menghidari yang buruk.2. Menyeimbangkan beberapa kriteria

Desain yang baik harus memenuhi beberapa kriteria. Karena kriteria ini dapat bertentangan, memprioritaskan semua kriteria sangatlah penting.

3. Dapat digunakan, fleksibel, dan dapat dipahami.

Kegunaan sistem ditentukan oleh ketegangan antara kualitas sistem teknis dan penerapan untuk pekerjaan pengguna.

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.184), untuk menciptaan sebuah desain yang baik diperlukan pertimbangan mengenai kondisi dari setiap proyek yang dapat mempengaruhi kegiatan desain, yaitu:

1. Teknis, terdiri dari:

a. Perangkat keras, perangkat lunak dasar, dan sistem yang ada.

b. Penggunaan kembali pola dan komponen yang ada.

c. Menggunakan komponen standart yang dibeli.2. Organisasi, terdiri dari:

a. Pengaturan kontrak.

b. Rencana untuk pengembangan lebih lanjut.

c. Pembagian kerja antar pengembang.

3. Manusia, terdiri dari:

a. Kompetensi desain.

b. Pengalaman dengan sistem serupa.

c. Pengalaman dengan platform teknis.Tabel 2.2 Kriteria kualitas perangkat lunak

CriterionUkuran dari

UsableKemampuan sistem untuk menyesuaikan diri dengan konteks, organisasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan teknis

SecureUkuran keamanan sistem dalam menghadapi akses yang tidak terotorisasi terhadap data dan fasilitas

EfficientEksploitasi ekonomis terhadap fasilitas platform teknis

CorrectPemenuhan dari kebutuhan

ReliableKetepatan pemenuhan kebutuhan untuk melaksanakan fungsi

MaintainableBiaya untuk menemukan dan memperbaiki kerusakan sistem

TestableBiaya untuk memastikan bahwa sitem yang dibentuk dapat melaksanakan fungsi yang diinginkan

FlexibleBiaya untuk mengubah sistem yang dibentuk

ComprehensibleUsaha untuk mendapatkan pemahaman sistem

ReusableKemungkinan untuk menggunakan bagian sistem pada sistem lain yang berhubungan

PortableBiaya untuk memindahkan sistem ke platform teknis yang berbeda

InteroperableBiaya untuk menggabungkan sistem ke sistem lain

Sumber: Matthiasen et al.,(2000, p. 178)2.7.16 Component Architecture

Component architecture is a system structure composed of interconnected components. (Mathiassen et al., 2000, p.190)

Yang artinya component architecture adalah struktur sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan. Component architecture yang baik menunjukkan beberapa prinsip, yaitu mengurangi kompleksitas dengan membagi menjadi beberapa tugas, menggambarkan stabilitas dari konteks sistem, dan memungkinkan suatu komponen dapat digunakan pada bagian lain.

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.193-197), terdapat beberapa pola umum dalam component architecture, yaitu:

1. Layered architeture pattern

Sebuah layered- architecture terdiri dari beberapa komponen yang dibentuk menjadi lapisan-lapisan dimana lapisan yang berada di atas bergantung pada lapisan yang di bawahnya. Perubahan pada suatu lapisan akan mempengaruhi lapisan di atasnya.

Gambar 2.19 Layered architeture pattern(Sumber: Matthiasen et al., p. 193)

2. Generic architecture pattern

Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang terdiri dari komponen interface, function, dan model. Komponen model terletak pada lapisan yang paling bawah, kemudian dilanjutkan dengan function layer dan paling atasnya komponen interface.

Gambar 2.20 Generic architecture pattern(Sumber: Matthiasen et al., p. 196)3. Client-server architecture pattern

Komponen pada arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa client. Tanggung jawab server adalah menyediakan database dan resource yang dapat disebarkan kepada client melalui jaringan. Client bertanggung jawab untuk menyediakan interface lokal untuk setiap user-nya. Identifikasi komponen umumnya dimulai dengan layer architecture dan client-server architecture dimana keduanya merupakan dua layer yang berbeda tapi saling melengkapi.

Gambar 2.21 Client-server architecture pattern(Sumber: Matthiasen et al., p. 197)

Berikut ini adalah beberapa jenis distribusi dalam arsitektur client-server, dimana U adalah user interface, F adalah function, dan M adalah model.

Tabel 2.3 Jenis arsitektur client-server

ClientServerArchitecture

UU+F+MDistibuted Presentation

UF+MLocal Presentation

U+FF+MDistibuted Functionality

U+FMCentralized Data

U+F+MMDistibuted Data

Sumber: Matthiasen et al., (2000, p. 200)2.7.17 Process Architecture

Process architecture is a system-execution structure composed of interdependent process. (Mathiassen et al., 2000, p.211)

Yang artinya process architecture adalah eksekusi sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling bergantungan. Tujuan dari process architecture adalah untuk menetapkan struktur fisik sistem. Hasilnya adalah sebuah deployment diagram yang menunjukan processor dengan komponen program dan objek yang aktif.

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.215-219), terdapat 3 (tiga) pole distribusi, yaitu:1. Centralized pattern

Pola ini menyimpan semua data pada server pusat dan user hanya dapat melihat user interface. Keuntungannya adalah dapat diimplementasikan pada client dengan murah, semua data konsisten karena berada di satu tempat, strukturnya mudah dimengerti dan diimplementasikan, dan kemacetan jaringannya moderat.

Gambar 2.22 Centralized pattern(Sumber: Matthiasen et al., p. 216)

2. Distributed pattern

Semua data terdistribusi ke user atau client dan server hanya menyebarkan model yang terbaru di antara client. Keuntungannya adalah waku akses yang rendah, kinerja lebih maksimal, dan banyak back-up data. Kerugiannya adalah redudansi data sehingga konsistensi data terancam, kemacetan jaringan tinggi, arsitektur sulit dipahami dan diimplementasikan.

Gambar 2.23 Distributed pattern(Sumber: Matthiasen et al., p. 217)

3. Decentralized pattern

Pola ini berada di antara kedua pola di atas. Pada pola ini, client memiliki data tersendiri sehingga data umum hanya berada di server. Server menyimpan data umum dan fungsi data-data tersebut, sedangkan client menyimpan data milik application domain client. Keuntungannya adalah konsistensi data, tidak ada duplikasi data, lalu lintas jaringan jarang karena jaringan hanya digunakan untuk update data umum di server. Kekurangannya adalah semua prosesor harus mampu melakukan fungsi yang kompleks dan memelihara model dalam jumlah besar, sehingga meningkatkan biaya hardware.

Gambar 2.24 Decentralized pattern(Sumber: Matthiasen et al., p. 219)2.7.18 Component Design

Tujuan dari kegiatan component design adalah untuk menentukan kebutuhan implementasi dalam kerangka arsitektural. Kegiatan component design berawal dari spesifikasi arsitektural dan kebutuhan sistem. Hasil kegiatan ini adalah spesifikasi dari komponen yang saling berhubungan. Aktivitas dari component design meliputi model component, function component, dan connecting component.

Gambar 2.25 Component design(Sumber: Matthiasen et al., p. 232)

2.7.19 Model Component

Model component is a part of system that implements the problem-domain model. (Mathiassen et al., 2000, p.235)

Yang artinya model component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan model problem domain. Tujuan dari model component adalah merepresentasikan model pada problem-domain. Hasil dari kegiatan ini adalah revisi dari class diagram dari kegiatan analisis yang terdiri dari kegiatan penambahan class, atribut, dan struktur baru yang mewakili event.

Gambar 2.26 Revised class diagram(Sumber: Matthiasen et al., p. 236)2.7.20 Function Component

Function component is a part of system that implements functional requirements. (Mathiassen et al., 2000, p.251)

Yang artinya function component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuan function component adalah untuk menentukan fungsi yang harus diimplementasikan.

Hasil utama kegiatan ini adalah class diagram dengan operation dan specification dari operation yang kompleks. Sub kegiatan ini menghasilkan kumpulan operasi yang dapat mengimplementasikan fungsi sistem seperti yang ditentukan dalam problem domain analysis dan function list.

Gambar 2.27 Class diagram dengan operation(Sumber: Matthiasen et al., p. 235)2.7.21 Connecting Components

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.271), tujuan dari connecting component yaitu untuk menghubungkan komponen-komponen sistem.

Menurut Mathiassen et al. (2000, p272-273), ada 2 (dua) konsep dalam connecting component, yaitu:

Coupling adalah ukuran yang digunakan untuk menentukan bagaimana dekatnya hubungan antara dua class atau component. Cohesion adalah ukuran seberapa kuatnya ikatan dari suatu class atau component.

2.8 Kerangka Pikir

Gambar 2.28 Kerangka PikirPush to customer

Typical aim : Optimized the production process for cost and efficiency.

Typical characteristics: Manufacturer-led new product development,

poor data integration through limited use of technology,

long cycle and response times, and high inventory levels.

Use of IS : Independent data management by supply chain members.

limited use of EDI

Customer

Distributor

Retailer

Manufacturer

Supplier

Pull to customer

Typical aim : Enhance product and service quality

Typical characteristics: Market research driven, technology used to achieve

research and data integration, short cycle and

response times, low inventory levels.

Use of IS : Integrated internal systems, information sharing between

supply chain members. Extensive use of Edi and e-commerce

often through B2B exchanges and intermediaries.

Supplier

Manufacturer

Customer

Retailer

Distributor

Ancaman pengembangan produk pengganti

Persaingan antarperusahaan sejenis

Daya tawar konsumen

Daya Tawar

pemasok

Ancaman masuknya pesaing baru

_1409506065.vsdStep 1 Energize the Organization

Step 2 Enterprise Vision(Observasi dan Wawancara)

Vision & Mission

5 Forces Porter

Step 3 Supply Chain Value Assesment(Value Chain Analysis)

Pimary Activities

Support Activities

Step 4 Opportunity Identification

Step 5 Srategy Decision

Perancangan OOAD

Perancangan UI

Perancangan Program