2007-2-00475-MTIF-Bab 2

download 2007-2-00475-MTIF-Bab 2

of 30

description

tinjauan pustaka

Transcript of 2007-2-00475-MTIF-Bab 2

  • 8

    BAB 2

    LANDASAN TEORI

    2.1 Definisi Penjadwalan

    Penjadwalan merupakan bagian yang strategis dari proses

    perencanaan dan pengendalian produksi dan juga merupakan rencana

    pengaturan urutan kerja serta pengalokasian sumber baik waktu maupun

    fasilitas untuk setiap operasi yang harus diselesaikan. Menurut Thomas E.

    Morton dan David W. Pentico (2001, p12), penjadwalan merupakan proses

    pengorganisasian, pemilihan, dan penentuan waktu penggunaan sumber daya

    yang ada untuk menghasilkan output seperti yang diharapkan dalam waktu

    yang diharapkan pula. Sementara menurut Kennent R. Baker (2004, p132),

    penjadwalan didefinisikan sebagai proses pengalokasian sumber-sumber atau

    mesin-mesin yang ada untuk menjalankan sekumpulan tugas dalam jangka

    waktu tertentu. Definisi lain menurut Conway (2001, p56) mengatakan

    bahwa penjadwalan adalah proses pengurutan pembuatan produk secara

    menyeluruh pada sejumlah mesin tertentu dan pengurutan didefinisikan

    sebagai proses pembuatan produk pada satu mesin dalam jangka waktu

    tertentu. Input dari suatu penjadwalan mencakup urutan ketergantungan antar

    operasi (routing), waktu proses untuk masing-masing operasi, serta fasilitas

    yang dibutuhkan oleh setiap operasi.

    Menurut Bedworth (2002, p72), terdapat dua target yang ingin

    dicapai melalui penjadwalan mesin, yaitu jumlah output yang dihasilkan

  • 9

    (throughput), serta batas waktu penyelesaian yang telah ditetapkan (due date).

    Kedua target ini dinyatakan melalui kriteria penjadwalan (misalnya minimasi

    makespan, minimasi mean flow time, minimasi mean lateness, minimasi

    maksimum tardiness, minimasi mean tardiness, minimasi number of tardy

    dan sebagainya.

    2.2 Tujuan Penjadwalan

    Tujuan penjadwalan secara umum adalah :

    1. Meningkatkan produktivitas mesin, yaitu dengan mengurangi waktu

    mesin menganggur.

    2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi dengan jalan

    mengurangi jumlah rata-rata tugas yang menunggu dalam antrian

    suatu mesin karena mesin tersebut sibuk.

    3. Mengurangi keterlambatan (hukuman) karena batas waku telah

    dilampaui, dengan cara :

    a. Mengurangi maksimum keterlambatan.

    b. Mengurangi jumlah pekerjaan yang terlambat.

    2.3 Klasifikasi Penjadwalan

    Menurut Conway (2001, p56), masalah penjadwalan dapat

    diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor yaitu :

    1. Jumlah mesin

    Dibagi menjadi dua bagian yaitu :

  • 10

    Penjadwalan pada mesin tunggal. Penjadwalan pada mesin ganda.

    2. Pola kedatangan job

    Dibagi menjadi dua bagian yaitu :

    Statik Semua job datang secara bersamaan dan siap dikerjakan pada

    mesin- mesin yang tidak bekerja.

    Dinamik Job datang secara acak selama diadakan penjadwalan.

    3. Sistem Informasi

    Dibagi menjadi dua bagian yaitu :

    Informasi bersifat deterministik. Informasi bersifat stokastik.

    Informasi ini meliputi informasi yang berhubungan dengan

    karakteristik job, yaitu saat kedatangan, batas waktu penyelesaian,

    perbedaan kepentingan di antara job-job yang dijadwalkan,

    banyaknya operasi, serta waktu proses tiap operasi. Disamping itu

    terdapat pula informasi yang menyangkut karakteristik mesin, seperti

    jumlah mesin, kapasitas, fleksibilitas serta efisiensi penggunaan yang

    berbeda untuk job yang berbeda.

  • 11

    4. Aliran proses

    Dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

    Pure Flow Shop Pola aliran prosesnya identik.

    Gambar 2.1 Pola Aliran Pure Flow Shop

    General Flow Shop Pola aliran prosesnya tidak identik

    Gambar 2.2 Pola Aliran General Flow Shop

    M1 M2 M3 M4 M5

    Input Input Input Input Input

    output output output output output

    M1 M2 M3 M4 output

    Input (pekerjaan-pekerjaan baru)

  • 12

    Job Shop Pada pola aliran proses job shop, masing-masing job memiliki

    urutan operasi yang unik. Setiap job bergerak dari satu

    mesin/stasiun kerja menuju mesin/stasiun kerja lainnya

    dengan pola yang random.

    Gambar 2.3 Pola Aliran Job Shop

    Proses job shop mempunyai karakteristik dari pengaturan

    peralatan yang sama berdasarkan fungsi (seperti milling,

    drilling, turning, forging, dan perakitan); sebagaimana aliran

    job dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lain, atau dari satu

    departemen-departemen lainnya.

    Menurut Fogarty (2003, p97), karakteristik proses job shop

    adalah sebagai berikut :

    MESIN K

    Pekerjaan-pekerjaan baru

    Pekerjaan-pekerjaan lengkap

    Pekerjaan-pekerjaan dalam proses

    Pekerjaan-pekerjaan dalam proses

  • 13

    1. Peralatan penanganan material dan peralatan produksi

    multi-guna dapat diatur dan dimodifikasi untuk

    menangani berbagai produk yang berbeda.

    2. Produk-produk yang berbeda diproses dalam lot-lot

    atau batch.

    3. Pemrosesan order-order membutuhkan pengendalian

    dan perencanaan yang terperinci sehubungan dengan

    variasi pola-pola aliran dan pemisahan stasiun-stasiun

    kerja.

    4. Pengendalian membutuhkan informasi tentang job dan

    shop floor yang terperinci meliputi urutan proses,

    prioritas order, waktu yang dibutuhkan oleh setiap job,

    status dari job in process, kapasitas stasiun kerja, dan

    kapasitas yang dibutuhkan dari stasiun kerja kritis

    pada suatu perioda.

    5. Beban-beban stasiun kerja berbeda secara menyolok;

    masing-masing memiliki persentase utilitas yang

    berbeda.

    6. Ketersediaan sumber-sumber, meliputi material,

    personal, dan peralatan, harus dikoordinasikan dengan

    perencanaan order.

  • 14

    7. Sejumlah material work in process cenderung

    meningkat. Hal ini dalam aliran proses menyebabkan

    antrian-antrian dan work in process yang panjang.

    8. Menggunakan teknik-teknik penjadwalan tradisional,

    total waktu dari awal operasi pertama sampai selesai

    operasi terakhir, relatif panjang dibandingkan dengan

    total waktu operasi.

    9. Para pekerja langsung biasanya memiliki skill yang

    lebih tinggi dan lebih terlatih daripada pekerja untuk

    operasi flow process.

    2.4 Istilah dalam Penjadwalan

    Dalam pembahasan mengenai masalah penjadwalan akan dijumpai

    beberapa istilah yang cukup penting, diantaranya adalah sebagai berikut :

    Completion Time ( Ci ) Menunjukkan rentang waktu sejak pekerjaan pertama mulai dikerjakan

    sampai proses tersebut selesai.

    Cj = Fj + rj

    Flow Time ( Fj ) Waktu antara job ke-j siap dikerjakan sampai job tersebut diselesaikan.

    Fi = Ci - ri

  • 15

    Process Time ( tij ) Merupakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu operasi atau

    proses ke-i dari job ke-j. Waktu proses ini telah mencakup waktu untuk

    persiapan dan pengaturan proses.

    Due Date ( dj ) Adalah batas waktu penyelesaian yang ditentukan untuk job j.

    Lateness ( Lj ) Adalah besarnya simpangan waktu penyelesaian job j terhadap due date yang

    telah ditentukan untuk job tersebut.

    Lj = Cj - dj 0, artinya saat penyelesaian memenuhi batas akhir.

    Lj = Cj - dj 0, artinya saat penyelesaian melewati batas akhir.

    Tardiness ( Tj ) Adalah besarnya keterlambatan dari job j. Tardiness adalah lateness yang

    berharga positif.

    Tj 0 jika Lj 0

    Tj = 0 jika Lj < 0

    Earliness ( ej ) Adalah keterlambatan yang bernilai negatif.

    ej 0 jika Lj < 0

    ej = 0 jika Lj 0

  • 16

    2.5 Variabel-variabel dalam Penjadwalan

    Dibagi menjadi dua yaitu :

    1. Variabel Pembatas :

    Ready Time ( rj ) Menyatakan saat job j siap dijadwalkan

    Process Time ( tj ) Yaitu lamanya waktu proses yang dibutuhkan oleh job j.

    Due Date ( dj ) Adalah batas waktu penyelesaian yang ditentukan untuk job j.

    2. Variabel hasil penjadwalan :

    Waiting Time ( wij ) Adalah waktu tunggu seluruh operasi dari suatu job.

    Completion Time ( cj ) Lateness ( Lj ) Flow Time ( Fj ) Tardiness ( Tj ) Earliness ( ej )

    2.6 Kriteria Evaluasi Jadwal

    Keberhasilan suatu penjadwalan dapat diukur dengan besaran-

    besaran yang melibatkan informasi dari job-job yang merupakan fungsi dari

    sekumpulan waktu penyelesaian. Jika terdapat n job yang akan dijadwalkan,

    maka tingkat keberhasilan dapt dinilai dari besaran-besaran berikut :

  • 17

    Completion Time Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh job yang

    dijadwalkan,

    Cmax = max {Cj}

    Mean Flow Time Yaitu rata-rata waktu yang dihabiskan oleh setiap job di lantai pabrik.

    Flow Time adalah selisih Completion Time dengan Ready Time.

    =

    =n

    jjFn

    F1

    1

    Mean Weight Flow Time Definisi Mean Weight Flow Time mirip dengan Mean Flow Time,

    tetapi mempertimbangkan prioritas pengerjaan setiap job dalam

    perhitungannya.

    =

    == nj

    j

    n

    jjj

    w

    w

    FwF

    1

    1

    Maximum Lateness Yaitu besarnya simpangan maksimum, atau selisih waktu

    penyelesaian seluruh job yang dijadwalkan terhadap batas waktu

    penyelesaian job-job tersebut (due date). Lateness bernilai negatif jika

    waktu penyelesaian job lebih awal dari due date, dan bernilai positif

    jika job diselesaikan detelah due date yang ditentukan untuk job tersebut.

    Lmax = max {Lj}

  • 18

    Mean Tardiness Yaitu rata-rata keterlambatan seluruh job yang dijadwalkan.

    Tardiness adalah lateness yang bernilai positif. Jika lateness bernilai

    negatif maka besarnya tardiness adalah nol.

    =

    =n

    jjTn

    T1

    1

    Mean Weight Tardiness Yaitu rata-rata keterlambata seluruh job yang dijadwalkan dengan

    memasukkan faktor prioritas pengerjaan masing-masing job ke dalam

    perhitungan fungsi obyektifnya.

    =

    == nj

    j

    n

    jjj

    w

    w

    TwT

    1

    1

    Number of Tardy Job Menunjukkan kuantitas job yang mengalami keterlambatan.

    =

    =n

    jjt NN

    1

    Dimana

    Nt = 1 jika Cj dj

    Nt = 0 jika Cj dj

  • 19

    Utilitas Mesin Utilitas mesin adalah bagian dari kapasitas mesin yang dibebani

    untuk menjalankan proses-proses yang dibutuhkan terhadapt waktu yang

    tersedia.

    max

    1

    C

    tU

    n

    jj

    ==

    Cmax = maksimum completion time

    Beberapa kriteria optimalitas dalam proses penjadwalan adalah :

    1. Berkaitan dengan waktu

    Kriteria optimalitas yang telah dikemukakan diatas

    merupakan kriteria optimalitas yang berkaitan denga waktu. Apabila

    penjadwalan yang dilakukan memperhatikan kriteria yang berkaitan

    dengan hal tersebut maka efisiensi waktu akan dapat tercapai. Kriteria

    optimalitas lain yang berkaitan dengan waktu adalah pemenuhan due

    date.

    Due-date merupakan batas waktu yang ditetapkan oleh

    konsumen agar seluruh produk yang dipesannya sudah siap (selesai).

    Pihak produsen selalu berusaha untuk memenuhi due-date tersebut,

    terutama untuk produ-produk yang kritis, misalnya produk yang akan

    diproduksi lagi oleh perusahaan lain dan produsen bertindak sebagai

    supplier bagi perusahaan lain, maka keterlambatan yang terjadi

    menyebabkan terjadinya waktu menungu bagi perusahaan lain

  • 20

    tersebut dan hal ini akan berdampak negatif yaitu hilagnnya

    kepercayaan perusahaan tersebut kepada produsen.

    2. Berkatian dengan biaya

    Kriteria yang berkatian dengan biaya ini lebih ditujukan pada

    biaya produksi. Terdapat hubungan antara kriteria yang berkaitan

    dengan waktu dan kriteria yang berhubungan dengan waktu, misalnya

    biaya produksi akan bertambah jika terjadi keterlambatan karena

    harus membayar denda. Dengan demikian suatu penjadwalan

    produksi tertentu diharapkan mendapatkan ongkos yang minimal.

    3. Kriteria gabungan

    Beberapa kriteria optimalitas tersebut dapat digabungkan dan

    dikombinasikan sehingga menjadi beberapa kriteria yang

    sesungguhnya adalah multikriteria.

    2.7 Penjadwalan Job Shop Secara Umum

    2.7.1 Asumsi-asumsi Dalam Pemasalahan Penjadwalan Job Shop

    Berkenaan dengan pokok permasalahan pada tugas akhir ini

    maka diberlakukan beberapa asumsi yang menyangkut karakteristik

    job, mesin yang digunakan dan waktu pemrosesan.

    a. Asumsi Mengenai Job

    1. Setiap job mempunyai jumlah operasi tertentu, dimana

    setiap operasi dapat dikerjakan hanya pada satu mesin.

  • 21

    2. Pada saat yang sama, setiap job tidak boleh diproses pada

    lebih dari satu mesin.

    3. Setiap job yang telah mulai dikerjakan harus diselesaikan,

    dan tidak boleh ada penundaan.

    4. Setiap job harus diselesaikan menurut tugas yang telah

    disusun dalam suatu routing, dan tidak berdasarkan

    routing yang lain.

    5. Setiap tugas merupakan suatu kesatuan, walaupun

    mungkin terdiri dari beberapa unit.

    6. Setiap job mungkin harus menunggu diantara dua mesin

    sampai waktu menunggu tersebut selesai.

    7. Setiap job mempunyai waktu penyerahan yang pasti dan

    ditentukan bersama dengan konsumen.

    8. Setiap tugas boleh diproses lebih dari satu kali di mesin

    yang sama.

    9. Setiap tugas dapat diproses pada beberapa jenis mesin

    yang mampu melaksanakan tugas tersebut.

    b. Asumsi Mengenai Mesin

    1. Setiap mesin dioperasikan secara independe. Oleh karena

    itu setiap mesin dapat beroperasi pada kecepatan output

    maksimum

  • 22

    2. Tingkat keandalan masing-masing mesin tidak berubah

    atau tingkat kerusakan mesin tetap selama pengerjaan

    suatu order tertentu.

    3. Setiap mesin hanya memproses satu job pada saat tertentu.

    4. Setiap mesin secara kontinyu siat untuk dibebani tugas

    selama proses penjadwalan apabila tidak mengalami

    interupsi akibat kerusakan atau perawatan.

    5. Setiap mesin beroperasi sesuai dengan informasi waktu

    dan distribusi yang diketahui secara tepat.

    c. Asumsi Mengenai Waktu Proses

    1. Waktu proses telah diketahui dan tertentu baik rata-rata

    maupun distribusinya

    2. Waktu proses independent terhadap jadwal. Artinya

    urutan set up time bersifat independent dan move time

    antar mesin dapat diabaikan.

    3. Setiap waktu proses secara implicit sudah mencakup

    waktu pemindahan benda kerja, set up, dan penghentian

    mesin.

    2.7.2 Matriks Waktu Proses Dalam Persoalan Job Shop

    Dalam menggambarkan persoalan job shop diperlukan

    besaran waktu yang digunakan untuk memproses masing-masing

    operasi tiap-tiap job. Besaran waktu ini tersusun dalam sebuah

  • 23

    matriks yang disebut matriks waktu poses. Sebagai ilustrasi, matriks

    waktu proses diperlihatkan pada gambar 2.4 berikut.

    nmnn

    m

    m

    ttt

    tttttt

    21

    22221

    11211

    :::......

    Gambar 2.4 Matriks waktu proses

    Elemen tij dari matriks waktu proses menyatakan besarnya

    waktu yang diperlukan untuk memproses operasi ke-i pada job ke-j.

    Selanjutnya, dalam pembahasan masalah penjadwalan dalam tugas

    akhir ini, matriks waktu proses disajikan dalam bentuk tabel.

    2.7.3 Matriks Routing Mesin

    Suatu karakteristik utama dari disiplin penugasan adalah tipe

    mesin yang diperlukan untuk mengerjakan suatu job yang disebut

    routing. Dalam permasalahan job shop, routing suatu job tidak

    harus sama dengan routing job yang lainnya dari sejumlah n-job yang

    akan dijadwalkan. Hal inilah yang membedakan permasalahan job

    shop dengan flow shop yang memiliki routing sama untuk setiap job

    dari sejumlah n-job yang akan diproses. Routing dari sejumlah job

    yang akan dijadwalkan ditabulasikan ke dalam bentuk matriks yang

    disebut matriks routing. Contoh matriks routing dapat dilihat pada

    gambar 2.5 berikut.

  • 24

    nmnn

    m

    m

    rrr

    rrrrrr

    ...:::

    ...

    ...

    21

    22221

    11211

    Gambar 2.5 Matriks Routing Mesin

    Elemen rij dari matriks routing menyatakan tipe mesin yang

    diperlukan untuk melakukan operasi ke-i job ke-j. Dalam

    pembahasan persoalan penjadwalan job shop pada tugas akhir ini,

    routing mesin disajikan dalam bentuk tabel.

    2.7.4 Ruang Jawab Penjadwalan Job Shop

    Dalam persoalan job shop, jadwal yang layak akan diperoleh

    jika hasil penjadwalan yang bersangkutan memenuhi kriteria berikut :

    1. Seluruh operasi dari semua job telah dialokasikan/ditugaskan.

    2. Tidak terdapat operasi yang tumpang tindih (overlap) diantara

    masing-masing operasi dari semua job dan ketentuan presedensi

    telah terpenuhi.

    Berdasarkan ketentuan tersebut, jumlah kombinasi

    penjadwalan yang layak yang mungkin dibuat adalah tak terbatas. Hal

    ini disebabkan waktu menganggur dapat disisipkan di antara operasi

    sebanyak mungkin tanpa melanggar ketentuan presedensi. Oleh

    karena itu perlu dipertimbangkan suatu jadwal yang mendekati

  • 25

    ukuran performansi (performance) yang sesuai dengan kriteria

    optimalitas yang telah dipilih. Jadwal-jadwal yang layak (feasible)

    tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

    1. Set Jadwal Semi Aktif (SA) :

    Merupakan set jadwal dimana tidak satupun operasi dapat

    dikerjakan lebih awal tanpa mengubah susunan beberapa

    operasi pada mesin.

    2. Set Jadwal Aktif (A) :

    Merupakan set jadwal dimana tidak satu operasi pun dapat

    dipindahkan lebih awal tanpa menunda operasi lain.

    3. Set Jadwal Non Delay (ND) :

    Merupakan set jadwal dimana tidak satu pun mesin dibiarkan

    menganggur jika pada saat yang sama terdapat operasi yang

    membutuhkan mesin tersebut.

    4. Set Jadwal Optimal (O) :

    Merupakan set jadawal dimana tidak terdapat jadwal lain yang

    memiliki tingkat preferensi yang lebih baik dari set jadwal

    optimal.

    Dalam suatu jadwal dapat dilakukan local left shift atau

    limited left shift yakni pergeseran operasi ke kiri (lebih awal) tanpa

    merubah susunan operasi-operasi pada mesin, serta global left shift

    yakni pergeseran lebih awal dengan merubah susunan operasi tanpa

  • 26

    menunda operasi lain, sehingga dapat diperoleh beberapa teorema

    yang menyatakan hubungan antar keempat jenis set jadwal tersebut.

    Berdasarkan klasifikasi jadwal diatas, dikenal adanya 3

    teorema yang berhubungan dengan kedudukan set jadwal satu

    terhadap yang lainnya, yaitu :

    1. Jadwal semi aktif mendominasi jadwal yang layak. Hal ini

    terjadi karena pada jadwal yang layak masih bisa dilakukan

    sejumlah local left shift.

    2. Set jadwal aktif mendominasi set jadwal semi aktif. Hal ini

    disebabkan karena pada jadwal semi aktif masih mungkin

    dilakukan global left shift atau masih terdapat kemungkinan

    menggeserkan sejumlah operasi untuk dikerjakan lebih awal.

    3. Set jadwal non delay merupakan sub set dari jadwal aktif.

    Berdasarkan definisi jadwal non delay, maka tidak mungkin

    dilakukan local left shift maupun global left shift pada set

    jadwal non delay.

    Dari ketiga teorema diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

    jadwal optimal terdapat dalam set jadwal aktif, atau jadwal optimal

    merupakan jadwal dengan tingkat preferensi yang paling tinggi dari

    set jadwal aktif. Hubungan antara keempat jenis jadwal yang telah

    disebutkan diatas dapat dilihat dalam bentuk diagram Venn pada

    gambar 2.6 berikut ini.

  • 27

    Gambar 2.6 diagram Venn Ruang Jadwal yang Layak

    Meskipun jadwal non delay merupakan sub set dari jadwal

    aktif, jadwal optimal belum tentu terdapat pada ruang jadwal non

    delay.

    2.8 Teknik Priority Dispatching

    Penjadwalan dengan pendekatan heuristik menggunakan

    aturan pengurutan atau priority dispatching dalam menentukan job

    yang akan diproses selanjutnya. Terdapat beberapa aturan pengurutan

    job yaitu :

    1. R (Random)

    Memilih job dalam antrian dengan kemungkinan yang sama

    bagi setiap job.

    2. FCFS (First Come First Serve)

    Job dikerjakan sesuai dengan saat kedatangan. Job yang datang

    lebih dahulu dikerjakan lebih awal.

    F

    Nd Op A

    SA

  • 28

    3. SPT (Shortest Processing Time)

    Urutan pengerjaan job berdasarkan waktu proses yang

    terpendek. Aturan ini cenderung mengurangi work-in-process,

    mean flow time serta mean lateness.

    4. EDD (Earliest Due Date)

    Job dikerjakan berdasarkan due date yang lebih mendesak.

    5. CR (Critical Ratio)

    Priority index dihitung berdasarkan ( due date saat ini ) / ( sisa

    lead time ).

    6. LWR (Least Work Remaining)

    Aturan ini mempertimbangkan sisa waktu proses sampai job

    tersebut diselesaikan. Job dengan sisa waktu terkecil dipilih

    untuk diproses.

    7. MWKR (Most Work Remaining)

    Aturan ini mempertimbangkan sisa waktu proses sampai job

    tersebut diselesaikan. Job dengan sisa waktu terkecil dipilih

    untuk diproses.

    8. TWK (Total Work)

    Memilih operasi dengan job yang memiliki jumlah operasi

    terbanyak.

    9. LWK (Least Total Work)

    Memilih operasi dengan job yang memiliki jumlah operasi

    terkecil.

  • 29

    10. FOR (Fewest Operation Remaining)

    Aturan ini mempertimbangkan successive operation yaitu

    semua operasi yang tergantung dari operasi yang bersangkutan.

    11. ST (Slack Time)

    Merupakan variasi dari aturan EDD dengan cara mengurangkan

    waktu proses dari due date. Job yang memiliki nilai ST kecil

    dijadwalkan terlebih dahulu.

    12. ST / O (Slack Time per Operation) atau S / ROP (Slack /

    Remaining Operations)

    Merupakan variasi dari ST yang membagi ST dengan jumlah

    operasi yang harus dijadwalkan.

    13. WINQ (Work In Next Queue)

    Aturan ini berdasarkan utilitas mesin. Ide dasarnya dengan

    mempertimbangkan panjangnya antrian pada setiap stasiun

    yang akan dilalui oleh masing-masing job. Penjadwalan setiap

    job dilakukan pada stasiun yang memiliki antrian yang

    terpendek.

    14. LSU (Least Setup)

    Memilih job yang memiliki waktu setup terkecil, dengan

    demikian meminimasi changeover time.

    15. INDEX (By Least Index)

    Memilih job dengan index prioritas terkecil.

  • 30

    2.9 Algortima Lintasan Terpanjang

    Masalah (P ( k , oM )) adalah penjadwalan satu-mesin untuk

    mesin k yang belum dijadwalkan dengan oM adalah himpunan

    mesin-mesin yang telah dijadwalkan. Masalah ini ekivalen dengan

    mencari sebuah jadwal untuk mesin k yang menimimasi maksimum

    lateness, dengan :

    Setiap operasi i yang dikerjakan pada mesin k memiliki :

    Waktu proses id ,

    Release time ir dan

    Due date if

    Pada jaringan uang terbentuk, ir = L ( 0 , i ), dan if = L ( 0, n ) L

    ( i , n ) + id dengan L ( i , j ) adalah lintasan terpanjang dari simpul i

    ke j dalam TD , dan T : = ( pS : p oM ). Jadi L ( i , j ) adalah lintasan terpanjang dari simpul i ke j dalam suatu jaringan

    yang terbentuk dari busur-busur operasi dalam satu job untuk semua

    job dan busur-busur pembentuk operasi pada semua mesin yang telah

    dijadwalkan.

    Masalah ini dapat dipandang sebagai suatu masalah minimasi

    makespan dimana setiap job harus diproses pada tiga mesin dengan

    mesin pertama dan ketiga memiliki kapasitas tak terhingga dan mesin

    kedua ( mesin k pada model diatas) memproses satu job setiap waktu,

  • 31

    dan waktu proses dari job i adalah ir pada mesin pertama, id pada

    mesin kedua, dan ii fnLq = ),0(: pada mesin ketiga. Nilai dari ir dan iq sering disebut sebagai head dan tail dari job i.

    Jadi masalah penjadwalan satu mesin [ Carlier, 1982 ] yang

    diselesaikan dalam algoritma adalah bentuk :

    Min nt

    nt - it ii qd + , it ir , i N * ,

    jt - it id it - jt id (i,j) kE ,

    )),(*( MokP

    dimana ir dan iq didefinisikan seperti diatas, dan N * adalah

    himpunan operasi-operasi yang akan diproses pada mesin k.

    Untuk keperluan penyelesaian problem penjadwalan satu-

    mesin )),(*( MokP , kita harus menyelesaikan dua masalah lintasan

    terpanjang dalam TD untuk menghitung nilai ir dan iq .

    Perhitungan lintasan terpanjang membutuhkan waktu yang

    relatif besar dari keseluruhan pendekatan ini, walaupun begitu ide

    sentral dari pendekatan ini tidak terletak pada pencarian lintasan

    terpanjang. Penyelesaian problem lintasan terpanjang dengan cepat

    adalah penting untuk efisiensi prosedur secara keseluruhan.

  • 32

    2.9.1 Komputasi Algoritma Lintasan Terpanjang

    Untuk keperluan perhitungan lintasan terpanjang ini

    penulis mengembangkan suatu algoritma yang ide dasarnya

    didapat dari The Shortest Path Problem [ Lieberman, 1990 ].

    Modifikasi dilakukan dengan memanfaatkan keuntungan

    panah berarah yang membentuk jaringan. Digunakan double

    link list untuk membentuk pohon biner yang memiliki cabang

    yang merupakan simpul sebelumnya ( prodeccessor ) dan

    simpul sesudahnya ( successor ) dari suatu simpul.

    Algoritma ini membuat pohon binuer yang terdiri dari

    simpul-simpul yang berpengaruh terhadap panjang lintasan

    simpul yang dicari. Pohon ini terus dibuat sampai cabang

    mencapai simpul akhir atau simpul yang lintasan

    terpanjangnya telah diketemukan. Begitu simpul tersebut

    menemukan kondisi tersebut dilakukan penelusuran rekursif

    dari suatu simpul ujung ke simpul sebelumnya. Nilai lintasan

    terpanjang dari suatu simpul adalah maksimum dari nilai

    lintasan terpanjang antara kedua cabang successor yang

    dimiliki ditambah dengan waktu proses ( besar busur ) simpul

    successor.

    Keuntungan dari algoritma yang dikembangkan ini adalah

    penghematan waktu ketika lintasan terpanjang simpul yang

  • 33

    lain akan dicari. Untuk mencari nilai lintasan terpanjang

    simpul yang akan dicari ini dibutuhkan lintasan terpanjang

    dari simpul successor-nya. Karena sebagian besar dari simpul

    sesudahnya telah diketahui nilainya, maka pencarian lintasan

    terpanjang simpul tersebut menjadi lebih cepat.

    2.10 Algoritma Schrage

    Pada Algoritma Schrage operasi yang siap dengan iq terbesar

    dijadwalkan terlebih dahulu. Detailnya adalah sebagai berikut :

    Pada algoritma ini, U adalah himpunan operasi-operasi yang telah

    untuk dijadwalkan dan U adalah himpunan dari operasi-operasi

    lainnya, I adalah operasi-operasi yang akan dijadwalkan, dan t adalah

    waktu.

    1. Set t = Min ir , untuk Ii ; =U . 2. Pada waktu t, jadwalkan di antara operasi-operasi i yang siap

    ( tri ) dari U , pilih operasi j adalah operasi dengan iq terbesar.

    3. }{ jUU = ; tt j = ; t = Max { ij dt + , Min ir dengan Ui } ; jika U sama dengan I, algoritma selesai; jika tidak

    lakukan langkah 2.

  • 34

    Theorema :

    L adalah makespan dari jadwal algoritma Schrage.

    a. Jika jadwal ini tidak optimal, maka terdapat sebuh operasi

    kritis c dan sebuah himpunan J yang kritis sehingga :

    h( J ) = Min ir + id + Min iq > cdL untuk Ji . Konsekuensinya, jarak antara optimal dengan jadwal Schrage

    adalah kurang dari cd ; dan pada jadwal yang optimal, c akan

    diproses sebelum atau sesudah himpunan operasi-operasi J.

    b. Jika jadwal ini optimal, maka terdapat J sehingga h(J) = L.

    Keterangan :

    Pada jadwal yang tidak optimal, pada operasi-operasi yang dilalui

    oleh lintasan terpanjang (critical path) dari simpul nol (simpul mulai)

    ke simpul akhir yang disebut sebagai operasi-operasi kritis, dengan p

    adalah operasi terakhir yang dilalui lintasan kritis, jika terdapat i < p

    sehingga iq < pq , maka c adalah operasi kritis yang terdekat dengan

    operasi kritis p sehingga cq < pq ; dan himpunan J = { c + 1,,

    p }; jadi cq < gq untuk setiap Jg .

    Pada jadwal yang optimal, operasi c ini yang akan diproses sebelum

    atau sesudah himpunan operasi-operasi J.

  • 35

    2.11 Metoda Branch and Bound

    Metoda ini didasarkan pada algoritma Schrage, critical set J

    dan operasi kritis c.

    Deskripsi dari pohon :

    Pohon adalah setiap konfigurasi jadwal dari one-machine problem,

    dengan lower bound f(S) dan upper bound of adalah solusi terbaik

    yang telah diketahui.

    Branching ( Pencabangan ) :

    Cabang dari pohon yang diperhatikan adalah cabang yang memiliki

    lower bound yang terkecil dan kemudian menerapkan algoritma

    Schrage.

    Jika c tidak ada, maka jadwal tersebut optimal (sesuai dengan

    teorema); jika terdapat c maka operasi c akan diproses sebelum atau

    sesudah J.

    Dua masalah yang muncul adalah : masalah pertama, operasi c

    diproses sebelum semua operasi J dengan membuat

    },max{ += pgcc qdqq dengan Jg . Pada masalah yang kedua, operasi c diproses setelah semua operasi J

    dengan membuat

    ,max{ cc rr = min }+ gg dr dengan Jg .

  • 36

    Lower Bound dari simpul yang baru adalah :

    })}{(),(),(max{)( cJhJhSfSf = cabang baru akan ditambahkan pada pohon jika lower bound-nya

    lebih kecil dari upper bound of .

    Upper Bound (Batas atas)

    Setiap kali algoritma Schrage diterapkan, dilakukan perbandingan

    makespan dengan of . Jika makespan lebih kecil dari of maka of =

    makespan dari konfigurasi jadwal tersebut.

    Gambar 2.7 Branching

    S

    c sebelum J c sesudah J

    S1 S2

  • 37

    2.12 Pengertian Technological Constraint dan Precedence Constraint

    Simon French memberikan definisi untuk kedua istilah itu

    sebagai berikut :

    Technological Constraint memberikan urutan proses pada setiap job, atau dengan kata lain memberikan routing untuk

    setiap job.

    Precedence Constraint membatasi urutan pengoperasian proses- proses antar job yang berbeda.