2006-2-01075-TI-bab 2

download 2006-2-01075-TI-bab 2

of 37

Transcript of 2006-2-01075-TI-bab 2

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    1/37

    BAB 2

    LANDASAN TEORI

    2.1 Sistem Kerja1Sistem kerja adalah suatu batasan atau tata cara kerja yang membatasi

    fleksibilitas karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga pada akhirnya

    menghasilkan fungsi produksi yang efisien dan efektif.

    2Perancangan sistem kerja dibuat sebelum perusahaan beroperasi, yang

    selanjutnya ditinjau ulang pada saat terdapat perubahan dalam metode atau peralatan

    yang digunakan dalam operasi. Perancangan sistem kerja bertujuan untuk mencapai

    keefektifan yang maksimum dari sistem kerja perusahaan.

    Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan menciptakan barang dan

    jasa yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen. Kegiatan ini dalam banyak

    perusahaan melibatkan bagian terbesar dari karyawan yang mencakup jumlah terbesar

    dari aset perusahaan. Oleh karena itu, kegiatan produksi dan operasi menjadi salah

    satu fungsi utama perusahaan.

    Perancangan sistem kerja merupakan faktor penting dalam manajemen operasi

    karena selain berkaitan dengan produktivitas juga menyangkut tenaga kerja yang

    1 Wignjosoebroto, Sritomo. (1995).Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. PT. Guna Widya, Jakarta, h.56

    2 Herjanto, Eddy. (1999).Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Kedua. PT. Gramedia Widiasarana

    Indonesia, Jakarta, h.1 dan h.85

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    2/37

    13

    melaksanakan kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena itu perusahaan perlu

    memiliki sistem kerja yang dapat menunjang tercapainya tujuan perusahaan secara

    efisien dan efektif, merangsang karyawan untuk bekerja secara produktif, mengurangi

    timbulnya rasa kebosanan dan dapat meningkatkan kepuasan kerja.

    2.1.1 Manusia dan Sistem Kerja3Mutu kehidupan kerja yang baik adalah suatu pekerjaan yang tidak hanya

    aman dan kompensasinya sebanding, tetapi juga pekerjaan yang memenuhi

    kebutuhan fisik dan psikologis yang cukup.

    Keputusan yang diambil tentang manusia banyak dihambat keputusan

    keputusan yang lain. Pertama, bauran produk dapat menentukan apakah karyawan

    akan dipekerjakan secara musiman atau tetap. Kedua, teknologi, peralatan dan proses

    dapat menimbulkan dampak pada keamanan dan kandungan pekerjaan. Ketiga,

    keputusan lokasi dapat menimbulkan dampak pada pekerjaan. Terakhir, keputusan

    yang menyangkut tata letak (layout) dapat mempengaruhi sebagian besar pekerjaan.

    3 Render, Barry dan Heizer, Jay. (2001). Prinsip prinsip Manajemen Operasi. Salemba Empat,

    Jakarta, h.230 231

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    3/37

    14

    2.1.2 Rancangan Pekerjaan4

    Rancangan tugas ( job design) adalah rincian isi dan cara pelaksanaan tugas

    atau kegiatan, yang mencakup siapa yang mengerjakan tugas, bagaimana tugas itu

    dilaksanakan, di mana tugas itu dikerjakan dan hasil apa yang diharapkan. Tujuan

    rancangan tugas untuk menciptakan suatu sistem kerja yang produktif dan efisien.

    Dengan adanya rancangan tugas, karyawan dapat mengetahui dan menjalankan

    tugasnya dengan lebih baik, rendahnya keluar masuknya karyawan serta diperolehnya

    kondisi dan lingkungan kerja yang baik.

    5Desain pekerjaan menentukan spesifikasi tugas tugas yang terkandung

    dalam pekerjaan untuk seseorang atau suatu kelompok. Ada enam komponen dari

    suatu desain pekerjaan yang harus diperhatikan, yaitu :

    - Spesialisasi tenaga kerja- Perluasan pekerjaan- Unsur kejiwaan tenaga kerja- Kelompok kerja yang mandiri- Motivasi dan sistem insentif- Ergonomis dan cara cara kerja

    4 Herjanto, Eddy. (1999).Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Kedua. PT. Gramedia Widiasarana

    Indonesia, Jakarta, h.85

    5 Render, Barry dan Heizer, Jay. (2001). Prinsip prinsip Manajemen Operasi. Salemba Empat,

    Jakarta, h.232

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    4/37

    15

    2.1.3 Syarat syarat Kerja6Sebagian dari prosedur dan organisasi kerja termasuk sebagai lingkungan

    kerja, sedangkan sebagian lagi tercakup sebagai syarat syarat kerja. Pada dasarnya

    aspek ini membahas apa saja persyaratan yang harus dipenuhi agar karyawan bisa

    bekerja dan dipekerjakan lebih manusiawi, efisien, produktif, sehat dan terjamin

    keselamatannya. Penelitian mengungkapkan bahwa ada persyaratan minimum yang

    harus dipenuhi. Faktor faktor yang melengkapi persyaratan tersebut adalah :

    1. Faktor ergonomi2. Faktor psikologi kerja3. Faktor kesehatan kerja dan jam kerja4. Faktor upah dan jaminan sosial5. Faktor kebijaksanaan perusahaan

    2.2 Ergonomi dan Metode Kerja7Menurut Bakri, dkk. (2004), Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan

    teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang

    digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan

    6 Nurmianto, Eko. (2003).Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama. PT. Guna Widya,

    Surabaya, h.146

    7 Tarwaka., Bakri, Solichul HA. dan Sudiajeng, Lilik. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan,

    Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press, Surakarta, h.7

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    5/37

    16

    keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara

    keseluruhan menjadi lebih baik.

    Sedangkan yang dimaksud dengan kualitas hidup manusia pekerja, sesuai

    yang ditetapkan oleh organisasi perburuhan internasional (ILO), secara umum adalah

    sebagai berikut :

    1. work should respect the workers life and health.2. work should leave the worker with free time for rest and leisure.3. work should enable the worker to serve society and achieve self-fulfillment by

    developing his personal capacities.

    Dengan demikian pencapaian kualitas hidup manusia secara optimal, baik di

    tempat kerja, di lingkungan sosial maupun di lingkungan keluarga, menjadi tujuan

    utama dari penerapan ergonomi.

    2.2.1 Tujuan Ergonomi8Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah :

    1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan danpenyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan

    promosi dan kepuasan kerja.

    8 Tarwaka., Bakri, Solichul HA. dan Sudiajeng, Lilik. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan,

    Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press, Surakarta, h.7

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    6/37

    17

    2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan menigkatkan jaminan

    sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

    3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek teknis, ekoomis,antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta

    kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

    2.2.2 Konsep Keseimbangan Dalam Ergonomi9Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya untuk

    menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan

    segala keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat berkarya secara optimal tanpa

    pengaruh buruk dari pekerjaannya.

    Dari sudut pandang ergonomi, antara tuntutan kerja dengan kapasitas kerja

    harus selalu dalam garis keseimbangan sehingga dicapai performansi kerja yang

    tinggi. Dalam kata lain, tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu rendah

    (underload) dan juga tidak boleh terlalu berlebihan (overload). Karena keduanya,

    baikunderloadmaupun overloadakan menyebabkan stress.

    9 Tarwaka., Bakri, Solichul HA. dan Sudiajeng, Lilik. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan,

    Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press, Surakarta, h.7 9

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    7/37

    18

    Kemampuan seseorang dalam bekerja sangat ditentukan oleh :

    1.

    Personal Capacity (Karakteristik Pribadi); meliputi faktor usia, jenis kelamin,

    antropometri, pendidikan, pengalaman, status sosial, agama dan kepercayaan,

    status kesehatan tubuh, dsb.

    2. Physiological Capacity (kemampuan fisiologis); meliputi kemampuan dan dayatahan cardio vaskuler, syaraf otot, panca indera,dsb.

    3. Psycological Capacity (Kemampuan psikologis); berhubungan dengankemampuan mental, waktu reaksi, kemampuan adaptasi, stabilitas emosi, dsb.

    4. Biomechanical Capacity (kemampuan bio-mekanik) berkaitan dengankemampuan dan daya tahan sendi dan persendian, tendon dan jalinan tulang.

    Tuntutan tugas pekerjaan / aktifitas tergantung pada :

    1. Task and material characteristics (karakteristik tugas dan material); ditentukanoleh karakteristik peralatan dan mesin, tipe, kecepatan dan irama kerja, dsb.

    2. Organization characteristics; berhubungan dengan jam kerja dan jam istirahat,kerja malam dan bergilir, cuti dan libur, manajemen, dsb.

    3. Environmental characteristics; berkaitan dengan manusia teman sekerja, suhudan kelambaban, bising dan getaran, sosio-budaya, tabu, norma, adat dan

    kebiasaan, bahan-bahan pencemar, dsb.

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    8/37

    19

    Performansi atau tampilan seseorang sangat bergantung kepada rasio dari

    besarnya kemampuan yang bersangkutan. Dengan demikian, apabila :

    1. Bila rasio tuntutan tugas lebih besar daripada kemampuan seseorang ataukapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan akhir berupa ketidaknyamanan,

    overstress, kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit dan tidak produktif.

    2. Sebaliknya, bila tuntutan tugas lebih rendah daripada kemampuan seseorang ataukapasitas kerjanya, maka akan terjadi panampilan akhir berupa understress,

    kebosanan, kejemuan, kelesuan, sakit dan tidak produktif.

    3. Agar penampilan menjadi optimal maka perlu adanya keseimbangan dinamisantara tuntutan tugas dengan kemampuan yang dimiliki sehingga tercapai kondisi

    dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan produktif.

    Untuk mencapai tujuan ergonomi seperti yang telah dikemukakan, maka perlu

    keserasian antara pekerja dan pekerjaannya, sehingga pekerja dapat bekerja sesuai

    dengan kemampuan dan keterbatasannya. Secara umum kemampuan dan keterbatasan

    manusia ditentukan oleh berbagai faktor yaitu umur, jenis kelamin, ras, antropometri,

    status kesehatan, gizi, kesegaran jasmani, pendidikan, keterampilan, budaya, tingkah

    laku, kebiasaan, dan kemampuan beradaptasi.

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    9/37

    20

    2.2.3 Data Antropometri danHuman Factors Engineering10Dalam setiap pelaksanaan tugas, manusia selalu menggunakan mesin,

    peralatan dan berbagai fasilitas lainnya. Dapat disadari bahwa desain dari benda

    benda tersebut mempengaruhi, baik enak tidaknya manusia bekerja maupun

    efektifitas dari pekerjaan sendiri, bahkan dapat mempengaruhi kesehatan dan

    keamanan dari pemakainya.

    Ukuran dimensi dan karakteristik fisik lain dari tubuh manusia disebut sebagai

    Antropometri. Terdapat dua jenis ukuran, yaitu struktural (statis) dan fungsional

    (dinamis). Dimensi struktural adalah ukuran dari tubuh manusia yang diambil dalam

    posisi yang tetap (statis). Sedangkan dimensi fungsional diambil dalam posisi

    manusia sedang mengerjakan suatu aktivitas. Kedua jenis data Antropometri tersebut

    dipelajari dan dipakai sebagai dasar untuk mendesain peralatan dan sistem kerja.

    Tentunya, dalam penggunaan data Antropometri untuk mendesain suatu benda atau

    suatu sistem kerja, data harus mewakili populasi yang akan menggunakan benda

    tersebut.

    Human Factors Engineering atau Ergonomics merupakan ilmu yang

    menerapkan informasi yang relevan tentang karakteristik manusia dan perilakunya

    terhadap desain dari produk, peralatan, fasilitas, metode, dan lingkungan tempat

    manusia bekerja dan menjalani hidup. Human Factors Engineering mempunyai dua

    10 Herjanto, Eddy. (1999).Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Kedua. PT. Gramedia Widiasarana

    Indonesia, Jakarta, h.99

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    10/37

    21

    tujuan. Pertama, meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja dan kegiatan lain yang

    dilakukan. Kedua, meningkatkan keselamatan, mengurangi kelelahan dan stress,

    meningkatkan keenakan pakai, memperluas kemampuan pakai, meningkatkan

    kepuasan kerja dan meningkatkan kualitas hidup manusia.

    Peralatan dan bahan bahan yang diperlukan dalam kerja sedapat mungkin

    diletakkan dalam daerah kerja sehingga pekerja tidak memerlukan gerakan tambahan,

    seperti berdiri atau berpindah tempat untuk menjangkau suatu peralatan atau bahan.

    Rancangan peralatan dan tempat kerja dapat memudahkan atau memungkinkan untuk

    dilaksanakannya suatu pekerjaan.

    2.2.4 Faktor faktor Ergonomi11Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, di mana Ergo atau kerja dan Nomos

    atau tata cara digabung menjadi ilmu tata cara kerja. Ergonomi dapat dikatakan

    sebagai ilmu penyesuaian pekerjaan dengan keterbatasan manusia.

    Pengelola keselamatan dan kesehatan kerja wajib menguasai interaksi ketiga

    ilmu biologi (anatomi, fisiologi dan psikologi) dan bukan secara terpisah pisah. Hal

    ini penting karena desain suatu pekerjaan perlu disesuaikan dengan batas batas

    kemampuan manusia.

    11 Silalahi, Bennett. (2004). Manajemen Integratif. Edisi VI. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen LPMI,

    Jakarta, h.147

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    11/37

    22

    Batas batas kemampuan manusia dalam bekerja

    Kemampuan manusia dalam pekerjaan dibatasi oleh :

    a. Energi yang dibutuhkan pekerjaan itub. Ukuran ukuran tubuh manusiac. Lingkungan pekerjaan itu (termasuk desain peralatan dan sikap tubuh dalam

    pelaksanaan kegiatan kerja)

    2.2.5 Kondisi Lingkungan Kerja12Kondisi kerja merupakan salah satu aspek penting dalam rancangan tugas.

    Faktor faktor fisika (seperti temperatur, kelembaban, ventilasi, pencahayaan, warna

    dan suara) dapat memberikan pengaruh yang berarti terhadap kinerja para karyawan

    dalam produktivitas dan mutu keluaran, serta dapat berpengaruh pada kenyamanan

    dan keselamatan kerja. Pencahayaan, suara dan getaran, suhu dan kelembaban, serta

    mutu udara merupakan faktor faktor lingkungan kerja yang akan mempengaruhi

    pekerjaan.

    Apabila kegiatan kerja dilakukan dalam ruangan atau pada malam hari, perlu

    tersedianya penerangan yang memadai yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan.

    Berbagai studi dilakukan untuk mengetahui tingkat pencahayaan yang diperlukan

    untuk jenis jenis pekerjaan tertentu dengan memperhatikan faktor kesehatan pekerja

    12 Herjanto, Eddy. (1999).Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Kedua. PT. Gramedia Widiasarana

    Indonesia, Jakarta, h.100 101

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    12/37

    23

    dan terlaksananya pekerjaan dengan baik. Selain itu, ada beberapa faktor lain yang

    penting, yaitu brightness distribution, glare (silau), pantulan dan bayangan. Warna

    juga dapat mempengaruhi suasana kerja. Dalam banyak hal, warna menghasilkan

    efek emosi dan psikologi. Penggunaan warna harus disesuaikan dengan tempat kerja.

    Suasana bising atau ribut dapat disebabkan oleh getaran mesin, peralatan dan

    manusia. Bunyi dapat mengganggu atau mengacaukan pekerjaan yang menyebabkan

    kesalahan , bahkan kecelakaan. Selain itu, bunyi juga dapat merusak pendengaran.

    Kebisingan yang dapat menyebabkan ketulian ditunjukkan oleh rentang frekuensi

    2000 6000 Hz. Para pekerja yang berada pada rentang frekuensi itu harus selalu

    dites secara periodik pada kemampuan dengarnya.

    Faktor temperatur dan kelembaban merupakan variabel penting dalam

    menjaga lingkungan kerja yang menyenangkan.meskipun manusia dapat bekerja pada

    berbagai tingkat temperatur namun hasil kerja yang optimal biasanya diperoleh pada

    kondisi temperatur yang dianggap nyaman bagi kebanyakan pekerja, yaitu 20 - 27C.

    Ventilasi diperlukan untuk menjaga lingkungan kerja dengan udara yang

    bersih dan segar. Bau dan udara kotor dapat mengganggu suasana kerja yang baik,

    bahkan dapat berbahaya bagi kesehatan tenaga kerja. Ketidaknyamanan akan

    mengakibatkan perubahan fungsional pada organ yang bersesuaian pada tubuh

    manusia. Kondisi panas sekeliling yang berlebihan akan mengakibatkan rasa letih dan

    kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatnya jumlah angka kesalahan kerja.

    Kondisi dingin yang berlebihan akan mengakibatkan rasa malas dan mengurangi

    kewaspadaan dan konsentrasi.

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    13/37

    24

    2.2.6 Iklim Kerja13Iklim kerja merupakan keadaan lingkungan kerja yang diukur dari perpaduan

    antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan aliran udara, dan suhu radiasi.

    Tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh

    manusia. Sedangkan regangan panas (heat strain) merupakan efek yang diterima

    tubuh manusia atas beban iklim kerja tersebut.

    Tubuh manusia selalu menghasilkan panas sebagai akibat dari proses

    pembakaran zat makanan dengan oksigen (metabolisme). Apabila proses pengeluaran

    panas tubuh terganggu, maka suhu tubuh akan meningkat. Lingkungan kerja dengan

    tubuh selalu saling terjadi pertukaran panas, proses pertukaran panas ini tergantung

    dari suhu lingkungan.

    Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor penunjang gairah

    kerja. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktivitas

    kerja, juga akan membawa dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

    Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai oleh

    pengeluaran keringat yang meningkat, denyut jantung menurun, dan suhu tubuh

    menurun. Proses adaptasi ini biasanya memerlukan waktu 7 sampai 10 hari.

    Aklimatisasi dapat juga menghilang ketika orang yang bersangkutan tidak masuk

    kerja selama 1 minggu berturut turut.

    13 Santoso, Gempur. (2004). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Prestasi Pustaka

    Publisher, Jakarta, h.52 54

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    14/37

    25

    Untuk menimbulkan aklimatisasi, faktor pembebanan dan lama kerja perlu

    diperhatikan dengan cara sebagai berikut :

    1. Hari pertama masuk kerja, pembebanan fisik dan lama bekerja usahakan tidakmelebihi 50 % dari beban dan lama bekerja yang sebenarnya.

    2. Hari kedua kerja, beban kerja dan lama bekerja ditambah 10 %.3. Hari ketiga kerja dan seterusnya hingga hari keenam, pembebanan fisik dan lama

    bekerja akan mencapai 100 %.

    Pengendalian iklim kerja dapat dilakukan dengan pengendalian secara fisik

    (dengan isolasi sumber panas, shielding, pendinginan setempat dan ventilasi umum),

    secara administratif (dengan pengaturan waktu kerja dan istirahat, pengadaan air

    minum, aklimatisasi, pemeriksaan kesehatan dan seleksi tenaga kerja) dan pemakaian

    alat pelindung diri.

    2.2.7 Pemindahan Material Secara Manual14Pemindahan material secara manual jika tidak dilakukan secara ergonomis

    akan menimbulkan kecelakaan dalam industri. Kecelakaan industri yang disebut

    sebagai over exertion lifting and carrying yaitu kerusakan jaringan tubuh yang

    disebabkan oleh beban angkat yang berlebih. Rasa nyeri yang kronis (injury) ini

    14 Nurmianto, Eko. (2003). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama. PT. Guna

    Widya, Surabaya, h.147 148

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    15/37

    26

    membutuhkan penyembuhan yang cukup lama. Faktor yang berpengaruh terhadap

    timbulnya nyeri penggung (back injury) adalah arah beban yang diangkat dan

    frekuensi aktivitas pemindahan.

    Beberapa hal yang harus diperhatikan :

    1. Beban yang harus diangkat2. Perbandingan antara berat beban dan orangnya3. Jarak horizontal dari beban terhadap orangnya4. Ukuran beban yang akan diangkat (beban yang berdimensi besar akan

    mempunyai jarak CG (Center of Grafity) yang lebih jauh dari tubuh, dan dapat

    mengganggu jarak pandangnya).

    2.2.8 Faktor Resiko15Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam pemindahan material, yaitu :

    1. Berat beban yang harus diangkat dan perbandingannya terhadap berat badanoperator.

    2. Jarak horizontal dari beban relatif terhadap operator.3. Ukuran beban yang harus diangkat (beban yang berukuran besar akan memiliki

    pusat massa yang letaknya jauh dari badan operator, hal tersebut juga akan

    menghalangi pandangan dari operator).

    15 Nurmianto, Eko. (2003). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama. PT. Guna

    Widya, Surabaya, h.149 150

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    16/37

    27

    4. Ketinggian beban yang harus diangkat dan jarak perpindahan beban (mengangkatbeban dari permukaan lantai akan relatif lebih sulit dari pada mengangkat beban

    dari ketinggian pada permukaan pinggang).

    5. Beban puntir (twisting load) pada badan operator selama aktivitas angkat beban.6. Prediksi terhadap berat beban yang akan diangkat. Hal ini adalah untuk

    mengantisipasi beban yang lebih berat dari yang diperkirakan.

    7. Stabilitas beban yang akan diangkat.8. Kemudahan untuk dijangkau oleh pekerja.9. Berbagai macam rintangan yang menghalangi ataupun keterbatasan postur tubuh

    yang berada pada suatu tempat kerja.

    10.Kondisi kerja yang meliputi : pencahayaan, temperatur, kebisingan dan kelicinanlantai.

    11.Frekuensi angkat yaitu banyaknya aktivitas angkat.12.Metode angkat yang benar (tidak boleh mengangkut beban secara tiba tiba).13.Tidak terkoordinasinya kelompok kerja (lifting team).14.Diangkatnya suatu beban dalam suatu periode. Hal ini adalah sama dengan

    membawa beban pada jarak tertentu dan memberi tambahan beban di daerah

    punggung.

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    17/37

    28

    2.2.9 Penyelesaian untuk Permindahan Material Secara Teknis16Beberapa penyelesaian yang dapat diberikan untuk pemindahan material

    secara manual :

    - Pindahkan beban yang berat dari mesin ke mesin yang telah dirancang denganmenggunakan ban berjalan.

    - Gunakan meja yang dapat digunakan naik turun untuk menjaga agar bagianpermukaan dari meja kerja dapat langsung dipakai untuk memasukkan lembaran

    logam ataupun benda kerja lainnya ke dalam mesin.

    - Tempatkan benda kerja yang besar pada permukaan yang lebih tinggi danturunkan dengan bantuan gaya grafitasi.

    - Berikan peralatan yang dapat mengangkat.- Rancanglah Overhead Monorail danHoistdiutamakan yang menggunakan tenaga

    baik untuk pergerakan vertikal maupun horizontal.

    - Rancanglah Hoist atau Fork Truck yang dikeliling pada permukaan lantai,diutamakan yang menggunakan tenaga.

    - Desainlah kotak (tempat benda kerja) dengan disertai handel yang ergonomissehingga mudah waktu mengangkat.

    - Aturlah peletakkan fasilitas sehingga semakin memudahkan metodologi angkatbenda pada ketinggian permukaan pinggang.

    16 Nurmianto, Eko. (2003). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama. PT. Guna

    Widya, Surabaya, h.150 151

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    18/37

    29

    - Berilah tanda atau angka pada beban sesuai dengan beratnya.-

    Siapkan Trolley dan Pengungkit untuk mengangkat ujung drum.

    - Bebaskan area kerja dari gerakan dan peletakkan material yang mengganggu jalurdari operator.

    - Hindarkan lantai kerja dari sesuatu yang dapat membuat licin sehingga akanmembahayakan operator pada saat perjalanan pemindahan material.

    - Buatlah suatu ruang kerja yang cukup untuk gerakan dinamis operator.- Tempatkan semua material sedekat mungkin terhadap operator.

    2.2.10 Batasan Beban yang Boleh Diangkat17Menurut Nurmianto, Eko (2003), Pendekatan terhadap batasan dari massa

    beban yang akan diangkat meliputi :

    1. Batasan Angkat Secara Legal (Legal Limitations)Dalam rangka untuk mendapatkan suasana kerja yang aman dan nyaman

    maka perlu adanya suatu batasan angkat untuk operator. Batasan angkat yang

    diberlakukan secara internasional antara lain :

    - Pria di bawah usia 16 tahun, maksimum angkat adalah 14 kg.- Pria usia di antara 16 18 tahun, maksimum angkat 18 kg.- Pria usia lebih dari 18 tahun, tidak ada batasan angkat.

    17 Nurmianto, Eko. (2003). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama. PT. Guna

    Widya, Surabaya, h. 151 - 178

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    19/37

    30

    - Wanita usia di antara 16 dan 18 tahun, maksimum angkat adalah 11 kg.-

    Wanita usia lebih dari 18 tahun, maksimum angkat adalah 16 kg.

    Batasan batasan ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada

    tulang belakang. Batasan angkat ini akan mengurangi ketidaknyamanan kerja pada

    tulang belakang, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat.

    Tabel 2.1 Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai dengan Batasan Angkatnya

    Batasan Angkat (kg) Tindakan

    Di bawah 16

    13 16

    34 55

    Di atas 55

    Tidak ada tindakan khusus yang perlu dilakukan.

    Prosedur administratif dibutuhkan untuk mengidentifikasi

    ketidakmampuan seseorang dalam mengangkat beban tanpa

    menanggung resiko yang berbahaya, kecuali dengan

    perantaraan alat bantu tertentu.

    Sebaiknya operator yang terpilih dan terlatih.

    Menggunakan sistem pemindahan material secara terlatih,

    harus di bawah pengawasan supervisor.

    Harus memakai peralatan mekanis. Operator yang terlatih

    dan terpilih. Pernah mengikuti pelatihan kesehatan dan

    keselamatan kerja dalam industri. Harus di bawah

    pengawasan ketat.

    Sumber : Nurmianto, Eko. (2003). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama.

    PT. Guna Widya, Surabaya, h.153

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    20/37

    31

    Tabel 2.2 Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai dengan Batasan Angkatnya

    Level Batasan Angkat (kg) Tindakan1

    2

    3

    4

    = 16

    16 25

    25 34

    34

    Tidak diperlukan tindakan khusus.

    Tidak diperlukan alat dalam mengangkat.

    Ditekankan pada metode angkat.

    Tidak diperlukan alat dalam mengangkat.

    Dipilih rancangan ulang terhadap tipe

    pekerjaan.

    Haruslah dibantu dengan peralatan mekanis.

    Sumber : Nurmianto, Eko. (2003). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama.

    PT. Guna Widya, Surabaya, h.154

    2. Batasan BiomekanikaNilai dari analisa biomekanika adalah rentang postur atau posisi aktifitas

    kerja, ukuran beban dan ukuran manusia yang dievaluasi. Sedangkan kriteria

    keselamatan adalah berdasar pada beban tekan (compression load) pada

    intervertebral disc antara lumbar nomor lima dan sacrum nomor satu (L5/S1).

    Kebanyakan penyakit penyakit tulang belakang adalah merupakan hernia

    pada intervertebral disc yaitu keluarnya inti intervertebral (pulpy nucleus) yang

    disebabkan oleh rusaknya lapisan pembungkus intervertebral disc. Penyakit hernia

    yang terjadi karena rusaknya intervertebral disc bagian belakang adalah menekan dan

    mengiritasi akar syaraf dan menyebabkan rasa sakit yang kronis. Rasa nyeri tersebut

    disebabkan oleh Slipped disc.

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    21/37

    32

    Tulang belakang yang sehat tidak mudah terkena hernia, akan tetapi lebih

    mudah rusak atau retak jika disebabkan oleh beban yang ditanggung oleh segmen

    tulang belakang dan yang terjadi dengan diawali oleh rusaknya bagian atas / bawah

    segmen tulang belakang. Degenerasi adalah prasyarat untuk terjadinya hernia pada

    intervertebral disc yang pada gilirannya akan menjadi penyebab umum timbulnya

    rasa nyeri pada bagian punggung bawah. Untuk gaya tekan atau kompresi selama

    postur tegak berlebih atau ekstensi dapat mengakibatkan beban lebih pada sambungan

    apophyseal.

    3. Batasan FisiologiMetode pendekatan ini dengan mempertimbangkan rata rata beban

    metabolisme dari aktivitas angkat yang berulang (repetitive lifting), sebagaimana juga

    dapat ditentukan dari jumlah konsumsi oksigen. Hal ini haruslah benar benar

    diperhatikan terutama dalam rangka untuk menentukan batasan angkat. Kelelahan

    kerja yang terjadi akibat dari aktifitas yang berulang ulang akan meningkatkan

    resiko rasa nyeri pada tulang belakang. Repetitive lifting dapat menyebabkan

    Cumulative Trauma Injuries atauRepetitive Starin Injuries.

    Ada beberapa bukti bahwa semakin banyak jumlah material yang diangkat

    (dan dipindahkan) dalam sehari oleh seseorang, maka akan lebih cepat mengurangi

    ketebalan dari intervertebral disc atau elemen yang berada di antara segmen tulang

    belakang. Fenomena ini menggambarkan bahwa pengukuran yang akurat terhadap

    tinggi tenaga kerja dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi beban kerja.

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    22/37

    33

    4. Batasan Psiko fisikMetode ini berdasarkan pada sejumlah eksperimen yang berupaya untuk

    mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian beban yang berbeda

    beda. Para pekerja memonitor perasaannya masing masing dan mengatur berat

    beban sampai menunjukkan kemampuan angkat maksimum. Kemudian aktifitas

    angkat yang riil diterapkan dengan melibatkan para pekerja industri pada eksperimen

    tersebut. Ada 3 macam kategori posisi angkat yang didapatkan, yaitu :

    1. Dari permukaan lantai ke ketinggian genggaman tangan.2. Dari ketinggian genggaman tangan ke ketinggian bahu.3. Dari ketinggian bahu ke maksimum jangkauan tangan vertikal.Batasan ini memiliki kelebihan dan keterbatasan dalam kondisi yang nyata pada

    populasi tenaga kerja tertentu.

    2.2.11 Kelelahan18Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar

    dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan

    diatur secara sentral oleh otak. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang

    berbeda beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan

    efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kelelahan

    18 Tarwaka., Bakri, Solichul HA. dan Sudiajeng, Lilik. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan,

    Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press, Surakarta, h.107 113

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    23/37

    34

    diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan

    otot adalah merupakan tremor atau perasaan nyeri pada otot. Kelelahan umum

    biasanya juga ditandai dengan berkurangnya kemampuan untuk bekerja yang

    disebabkan karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan,

    sebab sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi. Secara umum gejala

    kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai sangat melelahkan.

    Faktor penyebab terjadinya kelelahan kerja sangat bervariasi dan untuk

    memelihara / mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus

    dilakukan di luar tekanan. Penyegaran terutama terjadi selama waktu tidur malam,

    tetapi periode istirahat dan waktu waktu berhenti kerja juga dapat memberikan

    penyegaran.

    Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang

    bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan

    dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi /

    dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh

    tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan

    pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara obyektif maupun subjektif.

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    24/37

    35

    Gambar 2.1 Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan

    Sumber : Tarwaka., Bakri, Solichul HA. dan Sudiajeng, Lilik. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan,

    Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press, Surakarta, h.110

    Kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena

    berbagai faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak

    sesuai dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap

    paksa dan pengaturan waktu kerja istirahat yang tidak tepat.

    PENYEBAB KELELAHAN

    1. Aktivitas kerja fisik2. Aktivitas kerja mental3. Stasiun kerja tidak ergonomis4. Sikap paksa5. Kerja statis6. Kerja bersifat monotoni7. Lingkungan kerja ekstrim8. Psikologis9. Kebutuhan kalori kurang10.Waktu kerja istirahat tidak tepat11.dan lain - lain

    CARA MENGATASI

    1. Sesuai kapasitas kerja fisik2. Sesuai kapasitas kerja mental3. Redesain stasiun kerja ergonomis4. Sikap kerja alamiah5. Kerja lebih dinamis6. Kerja lebih bervariasi7. Redesain lingkungan kerja8. Reorganisasi kerja9. Kebutuhan kalori seimbang10. Istirahat setiap 2 jam kerja11.dan lain - lain

    MANAJEMEN PENGENDALIAN

    1. Tindakan preventif melaluipendekatan inovatif dan

    partisipatoris2. Tindakan kuratif3. Tindakan rehabilitatif4. Jaminan masa tua

    RESIKO

    1. Motivasi menurun2. Performansi rendah3. Kualitas kerja rendah4. Banyak terjadi kesalahan5. Stress akibat kerja6. Penyakit akibat kerja7. Cedera8. Terjadi kecelakaan akibat kerja9. dan lain - lain

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    25/37

    36

    2.2.12 Beban Kerja19

    Dari segi ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus

    sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun

    keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Kemampuan kerja seorang

    tenaga kerja berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung dari tingkat keterampilan,

    kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh dari pekerja

    yang bersangkutan.

    Faktor yang mempengaruhi beban kerja :

    - Beban kerja karena faktor eksternalFaktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh

    pekerja, yaitu pekerjaan itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja.

    1. Tugas tugas yang dilakukan yang bersifat fisik (stasiun kerja, tata ruang tempatkerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, cara angkat angkut, beban

    kerja, alat bantu kerja, sarana informasi, alur kerja, dll) dan tugas tugas yang

    bersifat mental (kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan yang

    mempengaruhi emosi pekerja, tanggungjawab terhadap pekerjaan, dll).

    2. Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja seperti lamanya waktukerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, sistem

    kerja, pelimpahan tugas dan wewenang, dll.

    19 Tarwaka., Bakri, Solichul HA. dan Sudiajeng, Lilik. (2004).Ergonomi Untuk Keselamatan,

    Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press, Surakarta, h.67 dan h. 95 96

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    26/37

    37

    3. Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja(lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja kimiawi, lingkungan kerja biologis, dan

    lingkungan kerja psikologis).

    - Beban kerja karena faktor internalFaktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh

    pekerja itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Berat dan

    ringannya dapat dinilai baik secara objektif maupun secara subjektif. Penilaian secara

    objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian secara

    subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psikologis dan perubahan

    perilaku.

    Organisasi kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, sistem

    kerja harian / borongan, masuk kerja dan insentif dapat berpengaruh terhadap

    produktivitas, baik langsung maupun tidak langsung. Jam kerja berlebihan, jam kerja

    lembur di luar batas kemampuan akan dapat mempercepat munculnya kelelahan,

    menurunkan ketepatan, kecepatan dan ketelitian kerja. Oleh karena setiap fungsi

    tubuh memerlukan keseimbangan yang ritmis antara asupan energi dan penggantian

    energi (kerja istirahat), maka diperlukan adanya waktu istirahat pendek dengan

    sedikit kudapan (15 menit setelah 1,52 jam kerja) untuk mempertahankan

    performansi dan efisiensi kerja.

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    27/37

    38

    Fisiologi tubuh saat bekerja dan istirahat20

    Pada dasarnya aktifitas kerja merupakan pengerahan tenaga dan pemanfaatan

    organ-organ tubuh melalui koordinasi dan perintah oleh syaraf pusat. Besar kecilnya

    pengerahan tenaga oleh tubuh sangat tergantung dari jenis pekerjaan (fisik atau

    mental). Secara umum janis pekerjaan yang bersifat fisik memerlukan pengerahan

    tenaga yang lebih besar dibandingkan jenis pekerjaan yang bersifat mental. Namun

    demikian, secara kualitatif baik kerja fisik maupun mental fungsi fisiologis tubuh

    adalah tetap sama yaitu dengan bekerja maka aktivitas persyarafan bertambah, otot -

    otot menegang, meningkatnya peredaran darah ke organ-organ tubuh yang bekerja,

    nafas menjadi lebih dalam, denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Sedangkan

    secara kuantitatif, antara kerja fisik dan mental adalah berbeda dan sangat

    dipengaruhi oleh beban pekerjaan. Pada kerja fisik maka peranan pengerahan tenaga

    otot lebih menonjol dan untuk kerja mental peranan kerja otak yang lebih dominan.

    Bekerja adalah anabolisme yaitu mengurai atau menggunakan bagian-bagian

    tubuh yang telah dibangun sebelumnya. Dalam keadaan demikian, sistem syaraf

    utama yang berfungsi adalah komponen simpatis. maka pada kondisi seperti itu,

    aktivitas tidak dapat dilakukan secara terus-menerus, melainkan harus diselingi

    istirahat untuk memberi kesempatan tubuh melakukan pemulihan. Pada saat istirahat

    tersebut, maka tubuh mempunyai kesempatan membangun kembali tenaga yang telah

    20 Tarwaka., Bakri, Solichul HA. dan Sudiajeng, Lilik. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan,

    Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press, Surakarta, h.67 68

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    28/37

    39

    digunakan (katabolisme). Pada saat bekerja, otot mengalami kontraksi atau kerutan

    dan pada saat istirahat terjadi pengendoran atau relaksasi otot. Dengan kontraksi,

    peredaran darah membawa oksigen dan bahan makanan serta menyalurkan keluar

    sisa-sisa metabolisme terhambat. Dengan demikian antara kerutan dan pengendoran

    otot harus terjadi secara seimbang untuk mencegah terjadinya kelelahan otot yang

    lebih awal.

    Secara lebih luas lagi, pembagian waktu kerja dan istirahat lazimnya adalah

    bekerja pada waktu siang dan istirahat di malam harinya. Setelah pada siang harinya

    kita bekerja selama kurang lebih 8 jam mengalami kepenatan, maka pada malam

    harinya diupayakan untuk melakukan pemulihan tenaga agar keesokan harinya dapat

    bekerja kembali secara bugar. Secara fisiologis, apabila pemulihan pada malam hari

    tidak cukup, maka secara otomatis performansi kerja pada hari berikutnya akan

    menurun.

    Setiap fungsi tubuh manusia dapat dilihat sebagai keseimbangan ritmis antara

    kebutuhan energi (kerja) dengan penggantian kembali sejumlah energi yang telah

    digunakan (istirahat). kedua proses tersebut merupakan suatu bagian integral dari

    kerja otot, kerja jantung dan keseluruhan fungsi biologis tubuh. Dengan demikian

    jelas bahwa untuk memelihara performansi dan efisiensi kerja, waktu istirahat harus

    diberikan secukupnya, baik di antara waktu kerja maupun di luar jam kerja (istirahat

    pada malam hari).

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    29/37

    40

    Pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat

    21

    Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengaturan waktu kerja waktu

    istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis pekerjaan dan faktor lingkungan yang

    mempengaruhinya seperti lingkungan kerja panas, dingin, bising, berdebu dll. Namun

    demikian secara umum, di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari

    maksimum adalah 8 jam kerja dan selebihnya adalah waktu istirahat.

    22Jika seseorang bekerja pada tingkat energi di atas 5,2 kcal per menit, maka

    pada saat itu akan timbul rasa lelah (fatigue). Kita masih mempunyai cadangan

    sebesar 25 kcal sebelum munculnya asam laktat sebagai tanda saat dimulainya waktu

    istirahat. Cadangan energi akan hilang jika kita bekerja lebih dari 5,0 kcal per menit.

    Selama periode istirahat, cadangan energi tersebut dibentuk kembali.

    Lamanya waktu kerja

    Untuk mengetahui waktu kerja, digunakan rumus : menit5E

    25TW

    =

    dengan : E = konsumsi energi selama pekerjaan berlangsung (kcal/menit)

    (E - 5,0) = habisnya cadangan energi (kcal/menit)

    TW = waktu kerja (menit)

    21 Tarwaka., Bakri, Solichul HA. dan Sudiajeng, Lilik. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan,

    Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press, Surakarta, h.68

    22 Nurmianto, Eko. (2003). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama. PT. Guna

    Widya, Surabaya, h.142 143

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    30/37

    41

    Lamanya waktu istirahat

    Lamanya waktu istirahat diharapkan cukup untuk menghasilkan cadangan energitersebut.

    Diasumsikan bahwa selama istirahat jumlah energi adalah 1,5 kcal/menit. Tingkat energi di mana cadangan energi akan dapat dibangun kembali adalah

    (5,01,5) kcal /menit

    Periode istirahat yang dibutuhkan adalah : menit7,1menit5,15

    25TW =

    =

    Waktu istirahat ini adalah konstan dan diasumsikan berdasarkan pada 25 kcal.

    2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja2.3.1 Sistem Manajemen K 3 di Lingkungan Kerja23

    Keselamatan pekerja merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat

    perhatian dalam perancangan tugas, baik dari manajemen, pekerja, maupun

    perancang tugas. Dua penyebab utama dalam kecelakaan kerja, yaitu kecerobohan

    pekerja dan bahaya kecelakaan. Program keselamatan dan pencegahan kecelakaan

    memerlukan kerja sama antara pekerja dan manajemen.

    Ini adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi

    struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,

    proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian

    23 Santoso, Gempur. (2004). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Prestasi Pustaka

    Publisher, Jakarta, h.15

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    31/37

    42

    pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam

    rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja. Guna tercapainya

    tempat kerja dan lingkungan kerja yang aman, efisien dan produktif.

    Gambar 2.2 Sistem model manajemen K-3LK

    Sumber : Santoso, Gempur. (2004). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Prestasi Pustaka

    Publisher, Jakarta, h.15

    2.3.2 Syarat syarat Keselamatan Kerja menurut Undang - UndangDalam Undang-Undang No. 1 tahun 1970 bab III pasal 3 tentang keselamatan

    kerja ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja sebagai berikut :

    a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau

    kejadian-kejadian lain yang berbahaya.

    Peninjauan ulang

    dan peningkatan

    manajemen

    Pengukuran

    Komitmen dan

    Kebijaksanaan

    Perencanaan

    Pelaksanaan

    Peningkatan

    berkelanjutan

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    32/37

    43

    e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.f.

    Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.

    g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan

    getaran.

    h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupunpsikis, peracunan, infeksi dan penularan.

    i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan

    proses kerjanya.

    n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman ataubarang.

    o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan

    penyimpanan barang.

    q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya

    kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    33/37

    44

    2.3.3 Kecelakaan Kerja Karena Faktor Manusia24Hasil penelitian bahwa 80 - 85 % kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia.

    Unsur unsur tersebut antara lain :

    1. Ketidakseimbangan fisik / kemampuan fisik tenaga kerja, antara lain :b. Tidak sesuai berat badan, kekuatan dan jangkauanc. Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lemahd. Kepekaan tubuhe. Kepekaan panca indera terhadap bunyif. Cacat fisikg. Cacat sementara2. Ketidakseimbangan kemampuan psikologis tenaga kerja, antara lain :a. Rasa takut / phobiab. Gangguan emosionalc. Sakit jiwad. Tingkat kecakapane. Tidak mampu memahamif. Sedikit ide (pendapat)g. Gerakannya lambanh. Keterampilan kurang

    24 Santoso, Gempur. (2004). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Prestasi Pustaka

    Publisher, Jakarta, h.1113

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    34/37

    45

    3. Kurang pengetahuan, antara lain :a.

    Kurang pengalaman

    b. Kurang orientasic. Kurang latihan memahami tombol tombol (petunjuk lain)d. Kurang latihan memahami datae. Salah pengertian terhadap suatu perintah4. Kurang trampil, antara lain :a. Kurang mengadakan latihan praktikb. Penampilan kurangc. Kurang kreatifd. Salah pengertian5. Stress mental, antara lain :a. Emosi berlebihanb. Beban mental berlebihanc. Pendiam dan tertutupd. Problem dengan sesuatu yang tidak dipahamie. Frustasif. Sakit mental6. Stress fisik, antara lain :a. Badan sakit (tidak sehat badan)b. Beban tugas berlebihanc. Kurang istirahat

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    35/37

    46

    d. Kelelahan sensorie.

    Terpapar bahan berbahaya

    f. Terpapar panas yang tinggig. Kekurangan oksigenh. Gerakan terganggui. Gula darah menurun7. Motivasi menurun (kurang termotivasi), antara lain :a. Mau bekerja bila ada penguatan / hadiah (reward)b. Frustasi berlebihanc. Tidak ada umpan balik (feedback)d. Tidak mendapat intensif produksie. Tidak mendapat pujian dari hasil kerjanyaf. Terlalu tertekan

    2.4Metode Analisis Data2.4.1 Uji Validitas25

    Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat tingkat kevalidan

    suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa

    yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.

    25 Sugiyono. (2004).Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabeta, Bandung, h.109 120

    Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V.

    Rineka Cipta, Jakarta, h.144 154

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    36/37

    47

    Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul

    tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Apabila data yang

    didapat sudah sesuai dengan yang seharusnya, maka berarti bahwa instrumennya

    sudah baik, sudah valid. Untuk mengetahui ketepatan data ini, diperlukan teknik uji

    validitas.

    Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan

    skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Dalam hal

    analisis item ini, Sugiyono (2004) menyatakan Teknik Korelasi untuk menentukan

    validitas item ini sampai sekarang merupakan teknik yang paling banyak digunakan.

    Selanjutnya dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, item yang

    mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi

    menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya

    syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3. Jadi kalau

    korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen

    tersebut dinyatakan tidak valid.

    Korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Moment yang rumusnya

    adalah sebagai berikut :

    { }{ }

    =

    2222 )()(

    ))((

    iiii

    iiii

    YYNXXN

    YXYXNr

  • 8/2/2019 2006-2-01075-TI-bab 2

    37/37

    48

    2.4.2 Uji Reliabilitas26Realibilitas menunjukkan suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat

    digunakan sebagai alat pengumpul data karena sudah baik. Instrumen yang baik tidak

    akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu.

    Instrumen yang telah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang

    dapat dipercaya juga. Realibilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu.

    Pengujian realibilitas instrumen dilakukan dengan internal consistency

    dengan teknik belah dua yang dianalisis dengan rumus Sperman Brown. Untuk

    keperluan itu, maka butir butir instrumen dibelah menjadi dua kelompok, yaitu

    instrumen ganjil dan genap. Selanjutnya skor tiap data kelompok itu disusun sendiri.

    Selanjutnya skor total antara kelompok ganjil dan genap dicari korelasinya

    dengan menggunakan rumus( )( )

    ( )

    { }( )

    { }

    2222

    =

    YYNXXN

    YXXYNrXY .

    Koefisien korelasi ini kemudian dimasukkan dalam rumus Spearman Brown, yaitu :

    ( )XYXY

    rbr

    rr

    +

    =

    1

    2

    Jika berdasarkan uji coba instrumen sudah valid dan reliabel seluruh butirnya,

    maka instrumen itu dapat digunakan untuk pengukuran dalam rangka pengumpulan

    data.

    26 Sugiyono. (2004).Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabeta, Bandung, h.120 128

    Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V.

    Rineka Cipta, Jakarta, h.154 174