2 · Web viewSains merupakan kumpulan pengetahuan yamg meliputi fakta-fakta, konsep-konsep,...
Transcript of 2 · Web viewSains merupakan kumpulan pengetahuan yamg meliputi fakta-fakta, konsep-konsep,...
METODE
SAIN TEKNOLOGI MASYARAKAT
(STM)
2.2 Pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat
2.2.1 Hakikat Sains-Teknologi-Masyarakat (STM)
Sund (1981:40J menyatakan sains sebagai bidang ilmu (body of
knowledge) yang dibentuk melalui proses inkuari yang terus menerus, yang
diarahkan oleh masyarakat yang bergerak dalam bidang sains. Sains lebih dari
sekedar pengetahuan (knowledge). Sains merupakan suatu upaya manusia yang
meliputi operasi mental, keterampilan dan strategi memanipulasi dan menghitung,
keingintahuan (curiosity), keteguhan hati (courage), ketekunan (persistence) yang
dilakukan oleh individu untuk menyingkap rahasia alam semesta. Sains juga dapat
dikatakan sebagai hal-hal yang dilakukan oleh ahli sains ketika melakukan
kegiatan penyelidikan limiah.
Cain, Sandra (1990: 4) menyatakan bahwa sains (IPA) terdiri dan empat
komponen antara lain: sains sebagai produk, sains sebagai proses, sains sebagai
sikap, dan sains sebagai teknologi. Sains sebagai produk meliputi fakta-fakta,
konsep-konsep, hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan reori. Sains sebagai proses
terfokus pada cara yang digunakan untuk memperoleh sains.
Dari definisi tersebut, sain (IPA) pada dasarnya terdiri atas dua komponen
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya yaitu sains sebagai produk dan
sains sebagai proses. Sains merupakan kumpulan pengetahuan yamg meliputi
fakta-fakta, konsep-konsep, hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang
disebut produk sains, dan sains sebagai keterampilan-keterampilan dan sikap-
sikap yang dibutuhkan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan
disebut proses sains.
1
Teknologi adalah aplikasi dari prinsip-prinsip sains sehingga
menghasilkan suatu yang berarti bagi kehidupan manusia. Aplikasi prinsip-prinsip
ini bisa terdapat dalam bidang teknik maupun sosial. Melalui aplikasi ilmiah,
sains menemukan arti sosialnya, bukan hanya demi kepuasan intelektual
ilmuawan semata-mata. Dalam perkembangan selanjutnya, bukan hanya teknologi
yang menggantungkan diri pada penemuan-penemuan sains (IPA), melainkan
sebagai perkembangan sains mengikuti irama perkembangan teknologi. Dengan
memanfaatkan hasil-hasil inovasi teknologi penelitian sains semakin berkembang
cepat, dan berbagai perspektif baru semakin terbuka lebar. Interaksi dan
interdependensi antara sains dan teknologi membuat keduanya tidak bisa
dipisahkan. Perkembangan sains dan teknologi baik langsung maupun tidak
langsung akan berpengaruh terhadap masyarakat.
Masyarakat didefinisikan sebagai kumpulan manusia yang berada pada
suatu tempat dengan berbagai fungsi dan peran masing-masing serta mempunyai
ketergantungan satu sama lain.
2.2.2 Hubungan antara Sains-Teknologi dan Masyarakat
Hubungan antara sains dan teknologi tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya dalam kehidupan pada abad perkembangan sains yang sangat
pesat. Untuk mengantipasi perkembangan yang sangat pesat ini kita perlu
memberikan perhatian yang besar. Bridgstock Martin (1998: 6) menyebutkan,
Concise Oxford Dictionary mendefinisikan sains sebagai pengetahuan yang
sistematis dan teroganisasi. Definisi tersebut di atas dapat diartikan sebagai
pengetahuan yang diperoleh, disusun dengan cara melakukan observasi,
2
penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian
seterusnya saling kait-mengait antara yang satu dengan cara yang lain.
Sains berkiatan dengan bukti dan teori. Bukti-bukti diperoleh dari
eksperimen. Untuk menjelaskan bukti-bukti, teori-teori dikemukakan kemudian
diuji untuk melihat kebenaran teori sesuai dengan pengamatan. Hubungan yang
pasti antara teori dan bukti adalah sangat kompleks, dan pada taraf ini kita
mencatat bahwa sains melibatkan kedua-duanya. Rideng (1996:4) menyebutkan
bahwa, sains adalah merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan,
gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari
pengamatan melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan,
penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan. Dari definisi tersebut, sains pada
dasarnya terdiri atas dua komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya, yaitu proses dan produk. Sebagai produk sains merupakan konsep-
konsep, prinsip-prinsip dan teori-teor yang diformulasikan sedemikian rupa
sehingga membentuk suatu sistematika. Sains sebagai suatu proses (alat atau
metode) merupakan keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang dibutuhkan
untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan.
Teknologi lebih sulit untuk melukiskannya daripada sains. Sebagian orang
memandang teknologi hanya sebagai alat sains. Mereka memandang ahli sains
menghasilkan pengetahuan dan ahli teknologi menuangkannya menjadi produk
penting seperti, komputer dan kapal angkasa. Pandangan seperti ini adalah sempit.
Antara sains dan teknologi saling melengkapi sangat erat satu dengan yang
lainnya. Penemuan dalam sains memungkinkan pengembangan teknologi, dan
teknologi menyediakan instrumen yang baru lagi yang memungkinkan
3
mengadakan observasi dan eksperimen dalam sains. Jika teknologi hanya sebagai
praktek sains (applied science) kita akan menyimpulkan, bahwa tidak ada
teknologi sebelum sains. Bridgstock Martin (1998:6) menyebutkan, di Mesir
pengalaman keduniawian teknologi diperlukan untuk membangun pyramid,
tembok besar di cina, dan sistem irigasi kuno di India dan Sri Langka.
Pengetahuan seperti ini didasarkan atas keahlian lebih baik daripada sains.
Pengetahuan alamiah seperti ini lambat laun terakumulasi dan dipraktekkan
(dilakukan dengan usaha coba-coba) dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Poedjiadi (dalam Depdikbud Dirjen Pendidikan Dasardan Menengah P3G
IPA 1999/2000:14) mengatakan, perkembangan teknologi dimulai dari usaha
coba-coba atau trial unci error, kemudian perkembangan berikutnya mulai abad
ke 18 teknologi memerlukan dukungan teori dan penemuan sains unluk melandasi
pengetahuan praktisnya. Lebih luas kita memandang teknologi sebagai badan dari
kecakapan (skill) dan pengetahuan untuk mengontrol dan mengubah dunia. Sains
memberi cara atau alat untuk mengetimasi perilaku benda-benda, dan sebaliknya
teknologi memberikan dukungan untuk kemajuan sains, memberi motivasi, dan
arah bagi teori-teori penelitian, sehinngga terwujud produk-produk sains yang
semakin banyak jumlahnya dan berguna bagi masyarakat luas.
Teknologi juga penting dalam urusan masyarakat. Masyarakat
memerlukan perlindungan, makanan, benda-benda bergerak dan informasi dan
tempat yang satu ke tempat yang lain. Masyarakat dituntut oleh kebutuhan-
kebutuhan dalam hidupnya, untuk hal itu diperlukan teknologi (peralatan) untuk
memudahkan memperoleh kebutuhan dengan mempertimbangkan daya dukung
sumber alam. Pengembangan atau inovasi teknologi diarahkan untuk
4
kesejahteraan manusia, hampir seluruh sektor kebidupan masyarakat sudah
tersentuh oleh IPTEK. Bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, perhubungan,
perdagangan, industri maupun informasi mengalami kemajuan yang pesat berkat
kemajuan dalam bidang IPTEK. Tak sedikit biaya yang diperlukan untuk
pembangunan atau inovasi teknologi yang diarahkan untuk kesejahteraan
manusia. Karena itu kekuatan sosial dan ekonomi masyarakat sangat
mempengaruhi jenis teknologi yang dipilih dalam menunjang kehidupannya
sehari-hari. Masalah yang dihadapi masyarakat akan lebih mudah ditanggulangi
dengan menggunakan hasil teknologi.
Disatu sisi perkembangan 1PTEK. dalam segala bidang memunculkan
produk-produk yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Produk-produk tersebut
ada yang kurang bersahabat dengan lingkungan. Asap kendaraan bermotor, dan
debu-debu yang dihasilkan pabrik merupakan contoh nyata dari produk yang
kurang bersahabat dengan lingkunyan. Nilai penting dalam sains, teknologi dan
masyarakat adalah kegiatan yang tidak terpisahkan. Ketiganya terlibat dalam
hubungan sosial, politik, dan konteks ekonomi. Oleh karena itu, jika kita hendak
mengerti apa itu kesenangan dalam dunia modern kita harus memahami
bagaimana sains mempengaruhi masyarakat besar. Kita juga harus mengerti
bagaimana masyarakat besar mempengaruhi sains. Dunia masyarakat dapat
mempraktekkan sains dan teknologi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
antara sains, teknologi, dan masyarakat tedapat hubungan yang timbal balik.
Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (Sadia, 2001: q9).
5
Gambar 1. Hubungan Sains-Teknologi-Masyarakat.
2.2.3 Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran
Sains
Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) adalah istilah yang diterjemahkan dari
istilah Science-Technologi-Society (STS). Yager (1992:2) menyebutkan bahwa,
National Science Teachers Association (nSTA) di USA mendefinisikan STS
sebagai "The teaching and Learning of Science in the Context of Human
Experience". Artinya, STS dapat didefinisikan sebagai belajar dan mengajar sains
dalam konteks pengalaman manusia.
Dalam pembelajaran sain dengan pendekatan STM, siswa diarahkan untuk
literasi sains dan teknologi Artinya siswa dapat memahami dari segi sains,
teknologi, dan lingkungan sekitarnya, yang penuh dengan produk teknologi serta
dampak-dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya orang yang memiliki
literasi sains dan teknologi, memiliki pemahaman dan kesadaran tentang sains dan
teknologi dan tidak sekedar dapat baca dan tulis sains dan teknologi saja.
Pemahaman mencakup pemahaman tentang konsep sains dan teknologi, saling
keterkaitannya dan dampaknya bagi umat manusia. Adapun kesadaran mencakup
unsur sikap dan perilaku yang dapat diamati melalui tindakan atau kecenderungan
bertindak.
6
SAINS
TEKNOLOGI MASYARAKAT
Poedjiadi (1996:14) menyebutkan bahwa orang yang memiliki literasi
sains adalah orang yang memiliki:
(1) Pengetahuan cukup tentang fakta, konsep, teori sains dan kemampuan
untuk mengaplikasikannya.
(2) Pemahaman tentang sains dan hakekat sains.
(3) Sikap positip terhadap sains dan teknologi
(4) Apresiasi terhadap nilai sains dan teknologi dalam masyarakat dan
pengetahuan tentang bagaimana sains, teknologi dan masyarakat saling
mempengaruhi.
(5) Kemampuan menggunakan proses sains untuk menyelesaikan masalah
dan mengambil keputusan sehari-hari.
(6) Kemampuan membuat keputusan berdasarkan nilai tentang isu-isu
masyarakat.
(7) Kemampuan keterampilan proses sains untuk dapat diaplikasikan dalam
bekerja dan dapat berperan dalam masyarakat.
(8) Pandangan dan pemahaman yang lebih baik terhadap lingkungan karena
adanya pembelajaran sains di sekolah.
Yager (1992:2-3) menyebutkan NSTA (National Science Teachers
Associution) mengajukan sebelas ciri-ciri dalam memerikan pendekatan STM
dalam mengajar, antara lain:
(1) Siswa mengidentifikasi masalah-masalah vang ada di daerahnya dan
dampaknya.
(2) Menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan-bahan) untuk
memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.
7
(3) Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan
untuk memecahkan masalah-masalah nyata dalam kehidupannya.
(4) Perluasan untuk terjadinya belajar melebihi periode, kelas, dan sekolah.
(5) Memusatkan pada pengaruh sains dan teknologi kepada individu siswa.
(6) Pandangan mengenai sains sebagai content lebih dan sekedar yang hanya
berisi konsep-konsep dan untuk menyelesaikan ujian.
(7) Penekanan keterampilan proses sains, agar dapat digunakan oleh siswa dalam
mencari solusi terhadap masalahnya.
(8) Penekanan kepada kesadaran-kesadaran mengenai karier (careef), khususnya
karier yang berhubungan dengan sains dan teknologi.
(9) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan dalam bermasyarakat
sebagai usaha untuk memecahkan kembali masalah-masalah yang
diidentifikasikannya.
(10) Menentukan proses (ways) sains dan teknologi yang mempengaruhi masa
depan.
(11) Sebagai perwujudan otonomi setiap individu dalam proses belajar (sebagai
masalah individu).
Pendekatan STM memberikan alternatif pembelajaran IPA yang
merupakan kecenderungan baru dalam pendidikan IPA, yang memungkinkan
siswa belajar IPA lebih baik dan dapat menggunakan IPA dalam kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran STM mengikuti model belajar konstruktivisme dan
didukung dengan teori belajar Piaget, dan teori belajar Gagne.
Menurut konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif,
dimana pebelajar membangun sendiri pengetahuannya, pelajar mencari arti sendiri
8
dari yang mereka pelajari, dan pelajar sendinlah yang bertanggung jawa atas hasil
belajarnya. Mereka membawa pengertiannya yang lama dalam situasi belajar yang
baru. Mereka sendiri yang membuat penalaran atas apa yang dipelajarinya dengan
cara mencari magna, membandingkannya dengan apa yang telah ia ketahuai serta
menyelesaikan ketegangan antara apa vang telah ia ketahuai dengan apa yang ia
perlukan dalam pengalaman yang baru. Belajar merupakan proses aktif pelajar
mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengaiaman fisis, dan lain-lain. Belajar
juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau
bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga
pengertiannya dikembangkan. Menurut Supamo (1997:61) proses tersebut antara
lain bercirikan:
(1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dan apa yang
mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konsrtruksi arti itu dipengaruhi oleh
pengertian yang telah ia punyai.
(2) Konstruksi arti itu adalah proses yang terus-menerus. Setiapkali berhadapan
dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara
kuat maupun lemah.
(3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar
bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu
sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan
kembali pemikiran seseorang.
9
(4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak seimbangan
(disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
(5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
(6) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pebelajar:
konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan
bahan yang dipelajari.
Menyimak uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan beberapa
keunggulan proses pembelajaran melalui pendekatan STM jika dibandingkan
dengan proses pembelajaran konvensional, antara lain;
(1) Masalah atau isu yang terkait dengan konsep yang sedang dipelajari
diidentifikasi oleh siwa.
(2) Keterlibatan siswa lebih aktif, karena mereka harus mencari informasi yang
berguna untuk memecahkan masalah.
(3) Proses belajar dapat melampaui apa yang tertera dalam kurikulum.
(4) Proses pembelajaran dapat melampaui batas waktu, ruang kelas, dan sekolah.
Rusmansyah dan Yudha Irhasyuama (2001:195), memberikan perbedaan
antara karakteristik pembelajaran sains konvensional dengan karakteristik
pembelajaran IPA dengan pendekatan STM sebagai berikut;
Pembelajaran IPA konvensional
(1) Konsep-konsep diperoleh dari buku teks
10
(2) Monodisipliner dan diajarkan secara terpisah.
(3) Topik/Arah/Fokus ditentukan oleh guru.
(4) Dalam pembelajarannya dimulai dari konsep, prinsip, baru kemudian
contohnya.
(5) Guru sebagai pemberi informasi.
(6) Menggunakan sumberdaya yang ada di sekolah.
(7) Tugas utama siswa adalah memahami isi buku teks.
Pembelajaran IPA dengan pendekatan STM
(1) Sesuai dengan kurikulum dan menjawab permasalahan di masyarakat
(2) Multidisipliner (dengan melihat permasalahannya), dan diajarkan secara
menyeluruh (integrated).
(3) Topik/Arah/Fokus ditentukan oleh siswa atau issu/masalah yang ada di
masyarakat.
(4) Dimulai dengan aplikasi sains (IPA dan Teknologi) vang ada di masyarakat
sehingga paham betul akan konsep dan prinsip IPA.
(5) Applikasi sebagai motivasi bagi siswa untuk belajar.
(5) Guru sebagai fasilitator.
(6) Menggunakan sumber daya yang ada dan lingkungannya.
(7) Tugas utama siswa adalah mencari informasi, mengolah dan menyimpulkan.
Dalam proses belajar mengajar di sekolah saat ini tidak atau belum
memberi kesempatan yang maksimum kepada siswa untuk dapat mengembangkan
kreatifitasnya. Bahan ajar yang diberikan di sekolah masih terasa lepas dengan
permasalahan pokok yang timbul di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan
perkembangan teknologi dan kehadiran produk-produk teknologi di tengah-tengah
11
masyarakat, serta akibat yang dapat ditimbulkannya. Kurikulum dan pengajaran
sains, termasuk kimia yang diterapkan saat ini merupakan pengajaran yang
berorientasi pada disiplin ilmu. Implikasinya, materi yang diajarkan kepada siswa
sifatnya seringkali menjadi lebih abstrak dan jauh dari pengalaman siswa. Materi
ajar yang diajarkan pada dasarnya merupakan materi yang dipersiapkan untuk
mengikuti pelajaran pada tahap berikutnya. Konsekuensinya adalah timbulnya
kerugian bagi para siswa yang tidak melanjutkan studi. Konsep-konsep dan
prinsip-prinsip kimia seolah-olah hanya untuk dipelajari di sekolah, dan bukan
untuk kepentingan pemecahan masalah dalam kehidupan sehar-hari.
Dilihat dari GBPP mam pelajaran kimia kurikulum SMU 1994 maupun
kurikulum berbasis kompetensi 2003, yang memuat pokok-pokok bahasan yang
bersifat umum dan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari sebagai program
umum, yang disampaikan di kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 sebagai program khusus,
maka pembelajaran kimia dengan pendekatan STM dapat disisipkan dalam suatu
cawu dengan maksud untuk mengenalkan dan sebagai motivasi untuk mencapai
tujuan pengajaran sebagaimana tercantum dalam kurikulum tersebut. Ditinjau dari
karakteristik dan landasan pendekatan STM serta kedudukannya dalam kurikulum
SMU 1994 maupun Kurikulun Berbasis Kompetensi 2003 mata pelajaran kimia,
maka pendekatan STM dapat mengantisipasi dan menjembatani kesenjangan-
kesenjangan yang ada antara konsep-konsep kimia yang diperoleh di kelas dengan
permasalahan yang ada di lingkungan siswa. Dengan pendekatan STM, siswa
diharapkan akan mampu untuk mengolah segala informasi ilmiah, terampil dalam
proses-proses sains, berpikir kreatif, tanggap dan mengambil tindakan yang tepat
dalam meghadapi masalah-masalah yang timbul di masyarakat serta menerapkan
12
segala pengetahuan yang mereka peroleh untuk kemaslahatan masyarakal
sekitarnya.
2.2.4 Penerapan Model Pembelajaran STM dalam Pembelajaran Kimia
Menurut Poedjiadi (1994:3) model atau strategi pembelajaran STM adalah
sebagai berikut:
(1) Dalam kegiatan program STM dimunculkan isu atau masalah lebih dahulu
yang digali dari pendapat peserta didik. Terlatih dalam melakukan kegiatan ini
menyebabkan peserta didik lebih peduli terhadap lingkungannya, sadar
terhadap dampak positip dan negatif suatu teknologi, rnenyadari adanya nilai
yang dianut dalam masyarakat, kreatif dalam mencari masalah dan
penyelesaian masalah. Kemampuan ini sering dikatakan merupakan ef'ek
dalam belajar sains.
(2) Selanjutnya dilakukan kegiatan eksplorasi misalnya dengan
mengumpulkan data, observasi, interpretasi, prediksi, mengukur dan membuat
model. Data eksplorasi ini kemudian didiskusikan, Dari diskusi dan
pengenalan konsep atau konsep-konsep lain yang berkaitan dengan fenomena
yang diselidiki diperoleh ide konsep yang dipelajari sehingga terjadi
pembentukan konsep pada peserta didik. Mungkin juga terjadi perubahan
konsepsi apabila peserta didik sebelumnya telah memiliki konsepsi tertentu
atau terjadi pembentukan konsep lain sebagai hasil diskusi.
(3) Konsep yang telah terbentuk ini dapat diaplikasi atau diekspansi pada situasi
lain.
13
(4) Suatu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh guru adalah sebelum
pertemuan berakhir, guru perlu memberikan rangkuman atau ulasan tentang
konsep-konsep yang benar sehingga tidak terjadi salah konsep di antara
peserta didik.
2.3 Hasil Belajar
Setiap orang yang melakukan suatu kegiatan akan selalu ingin tahu hasil
dan kegiatan yang dilakukannya. Siswa dan guru merupakan orang-orang yang
terlibat dalam kegiatan pembelajaran, tentu mereka juga bekeinginan mengetahui
proses dan hasil kegiatan pembelajaran vang dilakukan. Untuk memperoleh
informasi ini, maka seorang guru harus menyelenggarakan evaluasi. Kegiatan
evaluasi yang dilakukan oleh guru mencakup evaluasi hasil belajar dan evaluasi
pembelajaran sekaligus. Evaluasi hasil belajar menekankan kepada diperolehnya
informasi tentang seberapakah perolehan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran
yang sudah ditetapkan. Sedangkan evaluasi pembelajaran merupakan proses
sistematis untuk memperoleh informasi tentang keefektifan proses pembelajaran
dalam membantu siswa mencapai tujuan pengajaran secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
14
Alit, Mariana I.M. 1994. Implikasi Pendekatan STS Terhadap Efek Iringan, Keterampilan Proses Sains, dan Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Biologi di SMU. Thesis (tidak diterbitkan) Program Pascasarjana (S2) IKIP Bandung.
Aly, Abdullah dan Rahma Eny. 2003. Ilmu Alamiah Dasar. Cetakan kesebelas. Jakarta: Bumi Aksara.
American Association For The Advancement Of Science. 1993. Benchmarks For Science Literacy. Project 2061. Oxford University Press: New York Oxford.
Anang, Wahid MD. 2001. Kondisi Pembelajaran Ilmu Kimia Dan Prospeknya Pada Era Industrialisasi. Dalam Media Komunikasi Kimia. Jurnal Ilmu Kimia dun Pembelajarannya No. 2, Tahun 5. (hlm. 13-22)
Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Ed. Rev. Cetakan ketiga. Jakarta: Bumi Aksara.
Brady. J.E dan Gerard E.H. 1990. General Chemistry Principle & Strkture. 5th.ed. Singapore: John Willy & Sons.
Bridgstock, M., David B... John F., John L dan lan I. 1998. Science Teachnology and Society An Introduction. Cambridge University Press.
Cain, S..E dan Jack M.E. 1990. Sciencing An Involvement Approach to Elementar Science Methods. Merrill Publishing Company. Columbus, Ohio.
Campbell, D.T dan Julian C.S. 1966. Experimental and Quasi-Experimental Designs for Research. Houghton Mifflin Company Boston Dallas Genewa, III. Hopewell, N.J. Palo Alto London.
Candiasa, I. Made. 2004. Statistik Multivariat disertai Applikasi dengan SPSS. Unit penerbitan IKIP Negeri Singaraja.
Chair, Rodger W. B., C. Edward B., Sally C., David R.H., Paul J.K., Carolee M dan Joseph D.Mc.I. 1989; Science and Technology Education For the Elementary Years : Frameworks For Curriculum and Instruction. The National Center for Improving Science Education. A Partnership of The Network.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia SMA dan MA. Jakarta.
Departernen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. 1999/2000. Hukekat Pendekatan Science,
15
Technology, and Society Dalam Pembelajaran Sains Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah P3G IPA. Bandung.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran.. Cetakan pertama. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dixon, J dan Massey J. Jr (1979/ Pengantar Analisis Statistik. Terjemahan Sri Kustamtini Samiyono, Cetakan kedua 1997. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Effendy. 2002. Upaya Untuk Mengatasi Kesalahan Konsep Dalam Pengajaran Kimia Dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Media Komunikasi Kimia. Jurnal llmu Kimia dan Pembelajarannya. Nomor 2, Tahun 6, Agustus 2002. (hlm. 2-10)
Gay, L.R. 1996. Education Research: Competencies for Analysis and Application. Fifth Edition. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs: New Jersey.
Kean, E dan Catherine M. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: P.T. Gramedia.
Kerlinger, F.N. 1990. Asas-asas Penelitian Behavioral. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Pambudi, Didik Sugeng. 1996. Pendidikan Marematika Dalam Rangka Menghadapi Era Olobaiisasi. Pancaran Pendidikan No. 18 Tahun IX Januari 1996. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
Poedjiadi, Anna. 1994. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pendidikan Sebagai Upaya Meningkatkan Literasi Sains dan Teknolgi. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan MIPA Ke III di Ujung Pandang. 25 - 27 Juli 1994.
––––––– 1996. Upaya Pendidikan dalam Mengembangkan Literasi Sains dan Teknologi Bagi Masyarakat. Makalah Dalam Khazanah Pengajaran IPA. Bandung: IMAPIPA. (him. 10-17).
Purba, Michael. 1995. Buku Pelajaran Kimia Untuk SMU Kelas 2 Jilid 2A. Jakarta: Erlangga.
Purwanto, M. Ngalim. 1988. Prinsip-f'rinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remadja Karya.
——— 2000. Psikologi pendidikan. Bandung: P.T Remaja Rosda Karya.
Ratna, Wilis Dahar. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
16
Rideng, I. Made. 1996. Pengembangan Literasi Sains dan Teknologi Siswa Pendidikan Dasar (SD dan SLTP) Melalui Pendidikan Sains (IPA) dengan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat. Makalah disajikan dalam Sarasehan tentang Literasi Sains dan Teknologi untuk Pendidikan Dasar. STKIP Singaraja. Singaraja 29 Agustus 1996.
Rusmansyah dan Yudha Irhasyuarna. 2001. Prospek Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran Kimia di Kalimantan Selatan. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 029, Tahun Ke-7. Badan Penelitian dan Pengembangan Depdisnas. (hlm. 188-203).
——— 2002. Penerapan Motode Latihan Berstruktur Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Persamaan Reaksi. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 035, Tahun Ke-8. Badan Penelitian dan Pengembangan Depdisnas. (hlm. 169-180).
Sadia, I. Wayan. 2001. Pengembangan Buku Ajar IPA Pendidikan Dasar Berwawasan STM (Studi Pembelajaran IPA Menuju Siswa Yang Literasi Sains dan Teknologi. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). STKIP Singaraja.
Setiawan, I.G.A Nyoman dan I.W Sukra W'arpala. 2001. Usaha Peningkatan Kualitas Pembelajaran Biologi Pada Siswa Kelas 1 SMU Laboratorium STKIP Singaraia Tahun Pelajaran 2000/2001 Melalui Aplikasi Lembar Kerja Siswa Berwawasan Sains Teknologi Masyarakat Dengan Pendekatan Konstruktivisme. Laporan Penelitian Tindakan Kelas (tidak diterbitkan). STKIP Singaraja.
Soedjadi, R. 1999/2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Spencer, N.J. -2003. Chemistry Structure and Dynamic. Second edition. Copyright: John Wiley & Sons.
Srini, M. Iskandar. 2001. Penerapan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Kimia di SMU. Dalam Media Komunikasi Kimia. Jurnal Ilmu Kimia dan Pembelajarannya. Nomor 2, Tahun 5. (hlm. 1-11).
Subagia, I.Wy., l.Md. Kirna., Siti. M., I.G.L. Wiratma., dan Masni. N. 1996/1997. Pemantaparn Penguasaan Operasi Hitung Matematika Dasar Sebagai Acuan Proses Pembelajaran Stikiometri Siswa SMU di SMU Laboratonum STKIP Singaraja Tahun Akademik 1996/1997. Laporan Penelitian Tindakan Kelas (tidak diterbitkan). STKIP Singaraja.
Sudjana. 1975. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
17
—–––––1992. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi. Bandung: Tarsito
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Sujono, 1988. Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Departemen P dan K Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi P2LPTK Jakarta.
Sund, R.B., Bybee R.W., dan Trowbrige L.W. 1981, Becoming a Secondary School Science Teachers. Columbus, Ohio: Charles E. Merril Publishing Company.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Suryabrata, Sumadi. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi.
Suryasumantri, Jujun S. 1988. Filsafat llmu. Sebuah Pengantar Populer. Jakarta; Pustaka Sinar Harapan.
Sutrisno. Hadi. 1983. Statistik. Jilid II. Cetakan ke VI. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
–––––––, 2000. Statistik. Jilid III. Cetakan ke -IX. Yogyakarta: Andi
Wirta, Made. 2001. Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) Dengan Bantuan Diagnosis-Perspektif Dalam Upaya Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa di SMU Negeri 2 Singaraja. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). STKIP Negeri Singaraja.
Yager, E.R. 1992. The Status of Science-Technology Society Reform Efforts around the World. International Council of Associations for Science Education. ICASE.
18