2. Visi Seorang Pemimpin Epesus 2 1 10
-
Upload
robby-chandra -
Category
Sports
-
view
1.649 -
download
1
description
Transcript of 2. Visi Seorang Pemimpin Epesus 2 1 10
Maret 26, 2006 ---Efesus 2: 1-10 Baik tapi tidak Sombong
Pada tahun 1914, seorang anak miskin lahir di desa Tsa Chu, Nepal. Pada
usia 18 tahun, ia merantau meninggalkan rumahnya dan tinggal di Daarjeling,
India. Pada usia 19 tahun, untuk pertama kalinya ia mendaki puncak Everest
sebagai pemandu alias sherpa. Setelah itu berkali-kali ia mendaki. Pada tahun
1953, tanggal 29 Mei, bersama Edmund Hillary, seorang New Zealand, tokoh
kita mencapai puncak tertinggi dari gunung tertinggi di dunia. Namanya,
Tenzing Norgay.
Orang ini menguasai 7 bahasa, dan bila kita dengar kata-kata orang yang
kenal dirinya, maka ia disebut sebagai orang yang ramah, pekerja keras,
sangat perduli pada orang lain, dan memiliki integritas yang tinggi serta tahu
berterima kasih. Gunung yang coba ditaklukkannya telah didaki 4000 orang,
telah membunuh 142 orang dan hanya 660 orang yang berhasil sampai kini.
Namun, sebagai orang pertama yang berhasil mencapai puncak gunung
tertinggi di dunia itu pada ketinggian 29028 feet atau kurang kebih 9500
meter, ia tetap rendah hati. Ketika anak-anaknya bertanya “Bapa, apakah
Edmund Hillary yang menjadi orang pertama yang menapak disana atau
bapa?” Ia hanya berkata “Sudahlah, kami berdua bersama sebagai suatu tim.”
Kemudian hari, peristiwa yang sesungguhnya baru jelas…. “kami ada di
puncak, angin sangat keras, dan kami lelah. Aku memegang tali sepanjang 10
meter, tapi tergulung sehingga hanya ada jarak 2 meter, dimana aku menyeret
Hillary. Aku menepi dan membiarkan Hillary mencapai puncak itu… karena
ini adalah ekspedisinya. Aku hanya ingin ia sukses dan bukan mencapai
puncak itu sendiri.”
Tenzing berhasil dengan baik, dan mengulang pendakian-pendakian di
Himalaya, India dan Pakistan. Ketika pemerintah India dan Nepal sama-sama
berebut menyebutkan bahwa ia adalah tokoh dunia yang berasal dari negara
1
mereka, dengan senyum ia berkomentar “Saya lahir di Nepal dan dibesarkan
di India.”
Mari kita kembali dari Himalaya ke Jakarta. Bila kita amati, di jaman
sekarang, masalah status symbol bukan menjadi tabu bagi masyarakat kota.
Mahasiswa menggunakan bolpoin big. Seusai lulus sekolah, setelah menjadi
tenaga sales, ia menggunakan balpoin merek Pilot. Setelah menjadi marketing
manager, balpoin Mont Blanc seharga 1 juta rupiah menghiasi sakunya.
Kemudian, kalau ia menjadi CEO, ia menggunakan Mont Blanc seharga 19
juta rupiah. Asesori itu menunjukkan bagaimana ia sudah berhasil dan
berbuat baik alias berprestasi dalam pekerjaan atau karirnya. Orang modern
ingin dikenali prestasi dan keberhasilannya secara financial. Orang modern
menghargai kerja keras dan prestasi. Bahkan organisasi masyarakat modern
disusun berdasarkan tingkat-tingkat prestasi. Makin tinggi prestasi Anda,
makin tinggi posisi Anda dan semakin besar kuasa yang Anda dapatkan.
Anak-anak kecilpun sejak TK diajari untuk berprestasi dan mengenal potensi
diri serta mengembangkannya. Tak heran kalau motto dunia modern adalah
“Aku pasti bisa..” atau “Besok pasti lebih baik dari hari ini..”
Bagaimana dalam hidup iman?
Sejak dulu orang Kristen gamang tentang hubungan antara iman dan
pekerjaan, antara karunia dan upaya, atau antara penyerahan diri dengan
prestasi.
Sebagian orang Kristen mengatakan: “yang penting saya pasrah dan ga
macam-macam, biar semua yah terserah Tuhan.” Bagi mereka semakin pasrah
seseorang, semakin beriman dirinya. Sebagian lain mengatakan bahwa Tuhan
sudah memberikan talenta dan otak, karena itu kita harus berupaya dan
bekerja keras untuk memberikan yang terbaik bagiNya.
2
Sejarah menujukkan bahwa orang Kristen yang pasrah saja cenderung
menjadi tertinggal, seperti banyak gereja-gereja tradisional. Bukan cuma
repot menjaga kemurnian, merekapun tidak lagi belajar atau memperhatikan
dunia dengan seksama. Roh mereka bukan hanya jadi roh yang pasrah, namun
roh yang tertidur lelap dalam ruang nyaman yang mereka bentuk sendiri.
Adanya saingan-saingan baru dan kemungkinan beribadah dan bergereja yang
baru membuat warga jemaat dari gereja tradisionil itu tidak lagi betah, ada
yang pindah, ada yang menjadi semakin kokoh menjaga tradisinya. Gereja
tradisional tidak musnah, hanya cenderung menjadi pecundang. Orang
Kristennyapun cenderung rajin meminta bantuan kian-kemari, dan saling
bertengkar.
Di pihak lain ada orang Kristen yang mencoba berprestasi dan bekerja keras.
Dalam pekerjaan, di dalam pelayanan, dan di dalam kesaksian. Mereka jadi
dikenal. Setiap membuat kegiatan, bisa ribuan kalau tidak puluhan ribu orang
akan menghadirinya. Dan mereka bangga untuk hal itu… Mereka
mempublikasikan baiknya kerja mereka dan apa yang telah dicapainya.
Mereka juga menunjukkan symbol-simbol keberhasilan mereka. Ada juga
yang yakin bahwa Roh Kudus bekerja keras hanya di gereja dan keluarga
mereka karena buktinya mereka sudah sukses, kata mereka.
Repotnya, kalangan Kristen yang pertama mengangap kalangan kedua ini
sombong dan terlalu mempublisir diri sendiri serta materialistis. Sebaliknya,
kalangan kedua menganggap kalangan pertama, malas dan tidak serius dengan
iman mereka. Tentunya urusannya lebih rumit dari seperti itu.
Bagaimana seharusnya? Tapi Efesus 2:10 menunjukkan bahwa memang
orang percaya diciptakan untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan
Allah sebelumnya.
3
Jelas, Alkitab tidak mengarahkan kita menjadi orang yang pasrah lalu tidak
lagi berusaha. Jelas Alkitab tidak menyuruh kita menjadi orang yang berdiam
diri saja dan menyerahkan segalanya pada tangan Tuhan, karena kita senang
untuk diam. Jodoh memang di tangan Tuhan, tapi apel malam mingguan tetap
harus dilakukan, bukan? Rejeki dari Tuhan datangnya, tapi salesman tetap
harus menawarkan barang, bukan? Kita harus melakukan pekerjaan yang baik.
Seperti Tenzing Norgay, harus menjadi sherpa atau pemandu yang baik.
Menghadapi bahaya, keadaan tak terduga, dan derita. Pekerjaan baik artinya
agar rencana Tuhan bagi diri kita tercapai.
Di pihak lain, Alkitab menunjukkan bahwa memegahkan diri untuk status atau
pencapaian kita juga merupakan sikap yang salah. Efesus 2:9 menunjukkan
bahwa, jangan kamu memegahkan diri atau dalam bahasa aslinya: Jangan
sombong menunjukkan bahwa kamu sudah berprestasi. Ayat ini jangan
disalah pahami sebagai perintah agar kita tidak berprestasi sehingga tidak ada
yang dapat disombongkan. Bukan itu. Ayat ini mengatakan, bahwa boleh
saja berprestasi, boleh saja menyadari status kita yang istimewa sebagai anak-
anak Allah. Namun, status dan prestasi itu justru untuk menjauhkan kita dari
rasa sombong … Koq bias gitu?
Jawabannya pada pasal 2:1-8: Karena karena kasih karunia kamu
diselamatkan oleh iman sebagai pemberian Allah.
Kita dapat berprestasi karena Allah yang memberikan kemungkinan dan
perlengkapan serta tantangan bahkan pengawalanNya. Kita dapat menikmati
status sebagai anak Allah karena Allah mengaruniakannya pada kita, bukan
karena kita mencapainya atau berhak mendapatnya. Itu hadiah Allah bagi kita,
manusia yang dicintaiNya. Justru kita bekerja keras, melakukan karya yang
baik, serta berprestasi, itu sebagai ungkapan syukur dan terimakasih karena
kita dijadikan Anak-anakNya.
4
Sama seperti Tenzing Norgay, bersyukur karena ia diberi kesempatan
memandu Edmund Hillary, ia bekerja keras, bahkan tidak mengambil
kesempatan untuk menjadi manusia pertama mencapai puncak Everest, karena
ia sadar tempatnya dan misinya: Misiku adalah memastikan, membantu, dan
melayani agar Hillary mencapai puncak Everest.
Jadi bagi mereka yang kini tidak mencapai prestasi kemungkinnya hanya
dua:Tuhan belum menginjinkan Anda untuk meraihnya sekarang, atau ada
yang perlu Anda benahi dalam diri Anda. Bagi mereka yang sudah merasa
berprestasi, tinjaulah kembali apakah hal itu merupakan rencana Tuhan bagi
Anda ataukah dalam mencapai hal itu Anda melakukan jalan pintas yang tidak
merupakan hal yang baik? Apakah Kristus yang mengalami sengsara, mati,
dan bangkit akan tersenyum melihat prestasi Anda, atau malah mengerutkan
kening?
5