2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

16
2010 PUSAT KAJIAN ANTIKORUPSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA TREND CORRUPTION REPORT TRIWULAN-III

Transcript of 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

Page 1: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

2010

PUSAT KAJIAN ANTIKORUPSI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

TREND CORRUPTION REPORT TRIWULAN-III

Page 2: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

1

I. PENDAHULUAN

Pemberantasan tindak pidana korupsi masih menjadi pekerjaan rumah yang

tidak kunjung selesai. Meski umur kemerdekaan sudah lebih 65 tahun, tanda

korupsi akan hilang tidak begitu kentara. Aksi menguras uang negara,

membentuk persekongkolan, percaloan, nepotisme merebak tidak

terbendung dan sangat vulgar.

Kondisi negara yang tampak carut-marut karena badai korupsi, semakin

diperburuk dengan rasa kepemimpinan pemerintahan yang dinilai hambar.

Beberapa kasus institusional penegakan hukum, baik yang muncul tiba-tiba

atau yang sudah usang, serta mekanisme pergantian pucuk pimpinan

lembaga penegak hukum yang berbau misteri adalah tambahan

permasalahan dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi.

Proses penentuan pimpinan baru KPK pasca diberhentikannya Antasari

Azhar hingga saat ini macet di tangan legislatif. KPK mengakui kosongnya

satu kursi pimpinan sedikit memperlambat kinerja penindakan. Macetnya

pengambilan keputusan di tingkat DPR menyembulkan kegelisahan bahwa

penentuan pemilik kursi pimpinan pengganti KPK adalah objek kompromi

politik elit. Boleh jadi, belum didapatkan kesepakatan politik mengenai

untung-rugi penentuan tersebut. Jika demikian adanya, berarti simpul

memperlambat pemberantasan korupsi kembali mengencang.

Lembaga penegakan hukum antikorupsi lainnya juga terganjal. Gugatan

Yusril Ihza Mahendra atas keabsahan Hendarman Supandji sebagai Jaksa

Agung memang tidak langsung menjadikan lambatnya penindakan kasus

korupsi oleh kejaksaan, yang sebelumnya sudah compang-camping akiabt

perilaku buruk pejabatnya—kasus jaksa UTG, kasus Anggodo dan

sebagainya. Di samping itu, ini adalah pertanda rasa hambar gaya

kepemimpinan pemerintahan.

Berikutnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia juga terancam integritas

pemberantasan korupsinya. Kasus rekening mencurigakan milik perwira

tinggi dan menengahnya belum sampai diusut tuntas. Penyelidikan atas

kasus tersebut dilakukan pihak internal tanpa mengundang pihak eksternal

untuk turut-serta memeriksa. Hasil yang disampaikan ke publik, hanyalah

Page 3: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

2

sebatas tuntutan formal belaka tanpa menyentuh substansi agar nama baik

kepolisian tetap terjaga.

Dua hal besar lain yang berperan melucuti penegakan hukum antikorupsi

adalah, SKPP atas dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pimpinan KPK,

Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah dan kasus bail out dan

pemberikan fasilitas pinjaman jangka pendek ke Bank Century.

SKPP Bibit-Chandra ditolak oleh Mahkamah Agung. Penolakan tersebut

disebabkan oleh ketidakjelasan Kejaksaan Agung memberikan alasan atas

terbitnya SKPP. Kasus ini menjadi polemik dalam penegakan hukum,

sekaligus meruncingkan kembali potensi gesekan antara KPK dengan

Kejaksaan dan Kepolisian.

Selanjutnya, kasus Bank Century yang seharusnya dicari kebenarannya atas

nama hukum, ternyata menjadi satu dari banyak objek kompromi politik elit.

Meski panitia khusus DPR yang melakukan pemeriksaan politik menyatakan

terdapat pelanggaran hukum terhadap bail out dan FPJP ke Bank Century,

namun para penegak hukum belum menemukan apapun yang dianggap

pelanggaran hukum dalam kasus Bank Century. Kasus ini kemungkinan

dipetiemaskan, baik secara politik maupun secara hukum.

II. PENDEKATAN DAN WAKTU PEMANTAUAN

Trend Corruption Report (TCR) atau laporan kecenderungan korupsi

Triwulan ke-3 Tahun 2010 yang disusun oleh Pusat Kajian Antikorupsi

Fakultas Hukum UGM (Pukat Korupsi) adalah laporan mengenai

kecenderungan tindak pidana korupsi berdasarkan pemantauan yang

dilakukan selama tiga bulan (1 Juli-15 September 2010) melalui pemberitaan

media cetak maupun elektronik.

Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif-representatif. Pemantauan

tidak didasarkan pada jumlah kasus korupsi yang diberitakan oleh semua

media massa. Tetapi, yang dianggap mewakili pemberitan saja. Jumlah

korupsi yang terekam sangat banyak. Padahal, masih banyak kasus korupsi

yang mungkin tidak terliput oleh media dan/atau tidak diberitakan. Kasus

korupsi yang dipantau dianggap mewakili pemberitaan kasus korupsi yang

dilakukan oleh media massa, yang menjadi objek dari penelitian ini.

Page 4: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

3

Media massa yang dipantau terdiri dari dua kelompok, yakni cetak dan

elektronik. Media cetak meliputi Harian yang berukuran nasional serta lokal,

seperti Kompas (dan grupnya), Jawa Pos (dan grupnya), Koran Tempo, Media

Indonesia (dan grupnya), Koran Seputar Indonesia, Republika, Suara

Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Bernas, dan Harian Jogja. Sedangkan media

elektronik meliputi detik.com, tempointeraktif.com, okezone.com,

vivanews.com, antaranews.com, matanews.com.

Rentang waktu pemantauan dimulai sejak 1 Januari hingga 15 Maret 2010.

III. KECENDERUNGAN KORUPSI TRIWULAN-III 2010

Pukat Korupsi memantau 113 kasus yang melibatkan 236 pelaku, 116

modus, dan 113 sektor korupsi. Kasus tersebut lebih lanjut dipaparkan dalam

beberapa bagian, meliputi aktor, modus, sektor, tingkat kerugian negara,

penegak hukum yang menangani, dan vonis yang dijatuhkan.

A. Aktor Korupsi

236 pelaku yang dipantau dalam triwulan ketiga 2010 ini dibagi dalam 38

macam, meliputi anggota DPR, kepala daerah/mantan kepala daerah, dirut

perseroan terbatas, kepala dinas, pejabat departemen, kepala desa, pegawai

dinas pemda, anggota/mantan anggota DPRD, kepala sekolah, sekretaris

daerah, mantan menteri, perangkat desa, pejabat universitas, pengusaha,

pengurus koperasi, anggota ormas, kepala kantor pajak, auditor BPK,

pegawai pemkab/pemprov, polisi, anggota/pegawai KPUD, kepala kantor

pos, dirut perusda, dokter, camat, kepala kantor pertanahan, pengurus klub,

pegawai kantor DPRD, pagawai BUMD, ketua proyek, pegawai bank, pegawai

BUMN, pejabat perguruan tinggi, markus, hakim, pegawai pajak, masyarakat

biasa, dan pemuka agama.

Jumlah pelaku terbanyak masuk pada kelompok anggota/mantan anggota

DPRD sebanyak 56 orang. Diikuti oleh anggota DPR (29 orang), kepala dinas

(18 orang), pegawai pemprov/kabupaten (17 orang), pegawai dinas pemda

(13 orang), dan dirut perseroan terbatas (11 orang). Sedangkan kelompok

yang lain jumlahnya berada pada kisaran di bawah sepuluh orang.

Terpantaunya anggota/mantan anggota DPRD sebagai kelompok aktor

korupsi terbanyak menandakan bahwa korupsi di daerah masih menjalar

Page 5: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

4

dan belum ada sinyal mengalami penyusutan. Laporan yang diberitakan

banyak media juga mensinyalir hal yang sama. Konsep memeratakan

kemakmuran untuk daerah ternyata tidak tercapai seluruhnya. implementasi

otonomi daerah berubah menjadi penjarahan keuangan daerah.

Daerah menjadi kubangan korupsi. Hal itu terlihat bahwa posisi pelaku

korupsi peringkat atas didominasi oleh pejabat di tingkat daerah, seperti

kepala dinas, pegawai pemprov/kabupaten (pemda).

Page 6: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

5

B. Modus Korupsi

Modus korupsi pada triwulan-III 2010 dibagi dalam sembilan kategori, yakni

penyelewengan anggaran, mark-up, suap, penyalahgunaan wewenang,

memperkaya diri/orang lain, korupsi bersama-sama, penunjukan langsung,

gratifikasi, dan penyimpangan proyek yang tersebar dalam 116 modus.

Dari atas ke bawah modus yang digunakan untuk mencuri uang negara

ditempati oleh modus memperkaya diri/orang lain dengan 57 kali, korupsi

secara bersama-sama (15 kali), dan mark-up (11 kali), penyalahgunaan

wewenang (9 kali), suap (7 kali), gratifikasi dan penyelewengan anggaran

(masing-masing 5 kali), dan penyimpangan proyek serta penunjukan

langsung (masing-masing 4 kali).

Posisi modus memperkaya diri/orang lain sebagai modus yang paling sering

digunakan sebagai modus korupsi belum tergantikan. pada triwulan-I 2010

jumlahnya mencapai 56 kali dari 101 modus dan pada triwulan-II sebanyak

39 kali dari 83 modus.

C. Sektor Korupsi

Page 7: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

6

Pukat korupsi mencatat ada 27 sektor yang dijarah dalam tindak pidana

korupsi pada trwulan-III 2010, meliputi pengadaan barang dan jasa, APBD,

pendapatan negara/daerah, pertanahan, pendidikan, BUMN, perbankan,

pemerintah daerah, DPRD, kesehatan, olahraga, departemen, kehutanan,

pilkada, DPR, BUMD, kelautan, bantuan bencana alam, kas daerah,

ketenagakerjaan, perumahan, perkoperasian, keagamaan, pariwisata, dan

kesejahteraan sosial yang meliputi bantuan sosial dari pemerintah

pusat/daerah, bantuan kesehatan, serta program penanggulangan rakyat

miskin.

Sektor yang paling sering dijadikan ajang korupsi masih ditempati oleh

pengadaan barang dan jasa yang ditemukan dalam 33 kasus. Peringkat kedua

diambil oleh sektor kesejahteraan sosial (13 kasus). Sedangkan posisi ketiga

menjadi milik sektor APBN dan pendidikan (masing-masing 10 kasus).

Berikutnya, pertanahan (7 kasus), pendapatan negara/daerah (5 kasus),

BUMN (4 kasus), perbankan, pemerintah daerah, DPRD, kesehatan, dan

olahraga (masing-masing 3 kasus), departemen, kehutanan, dan pilkada

(masing-masing 2 kasus), DPR, BUMD, kelautan, bantuan bencana alam, kas

daerah, ketenagakerjaan, perumahan, perkoperasian, keagamaan, pariwisata

(masing-masing 1 kasus).

Page 8: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

7

Posisi sektor pengadaan barang dan jasa menjadi sektor terfavorit masih

konsisten. Pada triwulan pertama 2010 jumlahnya mencapai 30 kasus.

Sedangkan pada triwulan kedua sebanyak 20 kasus.

konsistensi sektor pengadaan barang dan jasa ini menandakan bahwa

regulasi yang dibentuk oleh pemerintah terhadap pengadaan barang dan jasa

ternyata tidak banyak membantu menurunkan tingkat korupsi. Boleh jadi

untuk menurunkan angka korupsi di sektor ini tidak terlalu banyak

membutuhkan pembentukan regulasi, melainkan implementasi regulasi yang

harus ditegakkan oleh pejabat dan petugas pengadaan barang dan jasa.

Dibutuhkan pejabat dan petugas pengadaan barang dan jasa yang

berintegritas, yang tidak bisa dibeli, dan bersikap adil. Konglomerasi hitam

dan calo pengadaan barang dan jasa bergerak sangat aktif melakukan

berbagai macam cara untuk memenangkan tender dan tidak segan-segan

menyuap atau memberikan gratifikasi. Dengan banyaknya aturan pengadaan

barang dan jasa dibentuk, langkah berikutnya adalah menyiapkan pejabat

dan petugas pengadaan barang dan jasa yang berintegritas dan nirkorupsi.

D. Tingkat Kerugian Negara

Tingkat kerugian negara terbanyak pada triwulan-III 2010 berkisar pada

angka di bawah Rp 1 miliar dengan 39 kasus. Kerugian negara antara Rp 1

hingga Rp 10 miliar (31 kasus), Rp 10 – Rp 50 miliar (10 kasus), Rp 50 – Rp

100 miliar (1 kasus), di atas Rp 100 miliar (2 kasus). Jumlah itu belum

termasuk pada kasus yang belum diketahui jumlah kerugian negaranya (30

kasus) karena masih dalam tahap penyelidikan penegak hukum. Jumlah

sementara uang negara yang dijarah sebesar Rp 2.017.527.070.741,00.

Page 9: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

8

Data tersebut memberikan gambaran bahwa tindak pidana korupsi kelas teri

ternyata banyak diminati oleh pelaku tindak pidana korupsi. Kemungkinan

besar pelaku korupsi menilai bahwa melakukan korupsi dengan tingkat

kerugian negara yang kecil tidak akan mendapatkan hukuman yang berat.

Hal lainnya adalah, kerugian negara di bawah Rp 1 miliar akan

menghindarkan para pelaku korupsi dari pemeriksaan KPK.

Ketentuan hukum mengatakan kasus yang dapat ditangani KPK adalah kasus

yang diindaksikan merugikan keuangan negara di atas Rp 1 miliar. Artinya,

dengan tindak pidana korupsi di bawah Rp 1 miliar, KPK tidak akan

menjangkaunya. Sebab, sudah lazim hingga saat ini, ketika sebuah kasus

korupsi ditangani KPK, maka kasus tersebut tidak akan lolos.

Kemungkinan lainnya tujuan para pelaku korupsi banyak menjarah uang

negara di bawah Rp 1 miliar agar jika ditangkap, penanganannya berada di

tangan kepolisian atau kejaksaan. Dua intitusi ini tampak sedikit lebih lentur

dibandingkan dengan KPK dalam penanganan tindak pidana korupsi, yang

boleh jadi memberikan potensi harapan bagi pelaku korupsi untuk lolos dari

jerat hukum.

E. Lembaga yang Menangani

Dari 113 kasus yang dipantau Pukat korupsi, Kejaksaan Negeri menangani 73

kasus. KPK menangani 18 kasus, Kejaksaan Tinggi 14 kasus, Kepolisian

Resort 5 kasus, Kejaksaan Agung 1 kasus, Mabes Polri 1 kasus, dan Kepolisian

Daerah 1 kasus.

Page 10: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

9

Sama seperti pada TCR triwulan-I dan II 2010, Kejaksaan Negeri tetap berada

diurutan teratas lembaga yang menangani kasus korupsi. pada triwulan

pertama tercatat menangani 55 kasus dari 101 kasus, dan 39 kasus dari 83

kasus pada triwulan kedua.

Angka tersebut tetap tidak terlalu membanggakan, melihat jumlah Kejaksaan

Negeri tersebar di seantero nusantara. Namun demikian, tidak salah kiranya

data tersebut dijadikan pelecut bagi korps kejaksaan untuk terus

meningkatkan kinerjanya dalam memberantas tindak pidana korupsi.

F. Vonis Pengadilan

Untuk vonis pengadilan, pada triwulan ketiga ini, pengadilan negeri dan

pengadilan tinggi menjatuhkan 68 vonis bersalah. Sedangkan pengadilan

tipikor menjatuhkan 6 vonis, dan Mahkamah Agung 1 kasus.

Page 11: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

10

Namun demikian, pengadilan negeri masih saja ada yang menjatuhkan vonis

bebas. Yakni PN Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas pada Daniel

Sunarya Kuswandi, direktur PT Iglas, dan kepada Sonny Turang, direktur

utama PT Indopacking Gelora Langgeng Sukses, sebagai mitra kerja PT Iglas.

Keduanya adalah terdakwa dalam kasus korupsi di BUMN PT Iglas pada

tahun 2006 yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 25,253

miliar. Vonis bebas ini terang melucuti semangat pemberantasan korupsi.

Rekor penjatuhan vonis terberat berada di tangan pengadilan tipikor. Tiga

kasus teratas yang dijatuhi vonis terberat adalah kasus pajak PT Bank Jabar

Banten dengan terdakwa Eddi Setiadi, mantan kepala kantor pemeriksaan

dan penyidikan pajak dengan vonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta

subsider 6 bulan penjara yang dijatuhkan pengadilan tipikor.

Kemudian, kasus suap di pengadilan tinggi tata usaha negara dengan

terdakwa hakim Ibrahim dengan vonis 6 tahun penjara dan denda Rp 200

juta yang dijatuhkan pengadilan tipikor. Peringkat ketiga adalah kasus

pembangunan lapangan terbang di Kabupaten Banyuwangi dengan terdakwa

mantan Bupati Samsul Hadi berupa vonis 6 tahun penjara dan denda RP 50

juta subsider 2 bulan kurungan oleh PN Banyuwangi.

Di samping itu, rata-rata vonis yang dijatuhkan pengadilan negeri dan tinggi

adalah 1 tahun 6 bulan, Mahkamah Agung 2 tahun. Sedangkan pengadilan

tipikor 4 tahun 5 bulan. Data itu menunjukkan bahwa kiprah pengadilan

tipikor masih jauh melampaui pengadilan negeri, tinggi, maupun MA dalam

hal mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi. sekaligus, data

tersebut harus menjadi catatan bagi pengadilan negeri, tinggi, dan MA untuk

terus mengejar kinerja pengadilan tipikor. Minimal berkiprah sama dengan

pengadilan tipikor.

IV. KASUS BERNILAI STRATERGIS

A. SKPP Bibit-Chandra

Perjalanan kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan pemerasan oleh

pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah, masih tetap

berjalan. Dua pimpinan tersebut dituduh melanggar Pasal 23 UU Nomor 31

Page 12: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

11

Tahun 1999 jo Pasal 12 dan Pasal 15 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 421

KUHP.

Pada 15 September 2009 Bibit dan Chandra ditetapkan sebagai tersangka

oleh Mabes Polri. Meski berkas pimpinan KPK tersebut bolak-balik

Kepolisian-Kejaksaan, Bibit dan Chandra tetap ditahan. Alasan Kepolisian

adalah dikhawatirkan keduanya menggalang opini dengan menggelar jumpa

pers.

Atas desakan masyarakat, Presiden SBY membentuk tim 8 guna mencari dan

menverifikasi fakta di sekitar kasus Bibit dan Chandra. Hasilnya, pimpinan

KPK tidak bersalah dan benar telah menjadi korban rekayasa. Kejaksaan

Agung didesak untuk mengambil langkah hukum menghentikan kasus Bibit

dan Chandra serta menyelesaikannya di luar pengadilan.

Langkah yang diambil Kejaksaan Agung tepat dengan menerbitkan SKPP.

Namu, SKPP tersebut sepertinya setengah hati dan membuka kemungkinan

diperkarakan oleh pihak lain. Alasan sosiologis yang dijadikan dasar

penerbitan SKPP keluar dari jalur yang ditentutkan oleh peraturan

perundang-undangan. Akhirnya setelah sempat di praperadilankan dan

ditolak oleh pengadilan, Kejaksaan Agung memintakan peninjauan kembali

ke Mahkamah Agung. Langkah peninjauan kembali ini dipandang lemah. Dan

terbukti, MA menolak PK Kejaksaan Agung.

Setidaknya ada tiga langkah hukum yang dapat dilakukan oleh Kejaksaan

Agung untuk menyikapi putusan MA tersebut. Pertama, deponering.

Berdasarkan Pasal 35 huruf c UU 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia mengatakan, Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang

mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.

Tugas dan wewenang tersebut melekat pada “Jaksa Agung”, bukan pada

“pelaksana tugas Jaksa Agung”. Keadaan sekarang bahwa tidak terdapat Jaksa

Agung, melainkan pelaksana tugas Jaksa Agung. Masih menjadi perdebatan

apakah pelaksana tugas Jaksa Agung boleh mengenyampingkan perkara demi

kepentingan umum. Ini adalah tantangan bagi Kejaksaan Agung,

Kedua, menerbitkan SKPP baru. Ketika menerbitkan SKPP baru, ada

kemungkinan juga akan dipraperadilankan oleh pihak lain. Langkah ini juga

Page 13: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

12

menjadi tantangan baru bagi Kejaksaan Agung untuk membuat alasan yang

tepat untuk diterbitkannya SKPP.

Ketiga, meneruskan Bibit dan Chandra ke pengadilan dan menuntut bebas

keduanya. Langkah ini seperti menjadi tamparan bagi Kejaksaan Agung.

Sebab, sebelumnya Kejaksaan Agung menyatakan bahwa kasus Bibit-

Chandra sudah P21. Menuntut bebas berarti menjilat ludah sendiri.

Ketiga langkah hukum tersebut memang pahit bagi Kejaksaan Agung. Akan

tetapi tetap satu diantara ketiganya harus diambil agar kasus Bibit dan

Chandra yang penuh rekayasa serta berusaha melemahkan KPK ini berhenti.

B. Seleksi Pimpinan KPK

Atas diberhentikannya Antasari Azhar karena kasus pembunuhan, KPK

mengalami kekosongan kursi pimpinan. Pemerintah mengadakan seleksi

untuk mencari pimpinan baru mengisi kursi Antasari.

285 orang terdata mengikuti proses pilah-pilih anggota KPK pada hari

terakhir pendaftaran, 14 Juni 2010. Latar belakang pendaftar pun bermacam-

macam. 82 orang (28,77 persen) berasal dari swasta, 81 orang (28,42

persen) adalah advokat, 63 orang (22,11 persen) pegawai negeri sipil, 24

orang (8,42 persen) akademisi, 23 orang (8,07 persen) anggota TNI dan Polri

serta purnawirawan, 9 orang (3,16 persen) jaksa dan pensiunan, dan 3 orang

(1,05 persen) hakim dan pensiunan.

Dari jumlah tersebut, panitia seleksi menentukan dua nama dan

mengajukannya ke Presiden, yakni Busyro Muqoddas dan Bambang

Widjojanto pada 27 Agustus 2010. Presiden mengusulkan nama Busyro dan

Bambang ke DPR pada 31 Agustus 2010.

Sesuai dengan Pasal 30 ayat (10) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK,

DPR wajib memilih nama paling lambat tiga bulan sejak tanggal diterimanya

usul dari Presiden. Artinya, akhir November adalah batas akhir dipilihnya

satu nama antara Busyro dan Bambang. Namun demikian, sampai saat ini

DPR belum tampak mau memilih nama. Padahal sudah lebih dari sebulan

sejak diusulkannya nama.

Page 14: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

13

Keadaan ini memunculkan kecurigaan bahwa DPR sedang menyusun

kompromi politik untuk mengulur masuknya dua nama tersebut ke tubuh

KPK. Hal ini mengingatkan pada diulur-ulurnya pembentukan UU Pengadilan

Tipikor (UU Nomor 46 Tahun 2009) pascaputusan Mahkamah Konstitusi.

Kompromi politik (akseptabilitas politik) tidak boleh mengalahkan

kompromi publik (akseptabilitas publik).

V. KESIMPULAN

Dalam penelitian triwulan-III 2010, aktor korupsi berjumlah 236 pelaku yang

dibagi dalam 38 macam. Posisi teratas didominasi oleh kelompok

anggota/mantan anggota DPRD sebanyak 56 orang. Diikuti oleh anggota DPR

(29 orang), kepala dinas (18 orang), pegawai pemprov/kabupaten (17

orang), pegawai dinas pemda (13 orang), dan dirut perseroan terbatas (11

orang). Sedangkan kelompok yang lain jumlahnya berada pada kisaran di

bawah sepuluh orang.

Terdapat 116 modus korupsi yang dikelompokkan dalam sembilan kategori.

Dari atas ke bawah modus yang digunakan untuk mencuri uang negara

ditempati oleh modus memperkaya diri/orang lain dengan 57 kali, korupsi

secara bersama-sama (15 kali), dan mark-up (11 kali), penyalahgunaan

wewenang (9 kali), suap (7 kali), gratifikasi dan penyelewengan anggaran

(masing-masing 5 kali), dan penyimpangan proyek serta penunjukan

langsung (masing-masing 4 kali).

Sektor yang paling sering dijadikan ajang korupsi masih ditempati oleh

pengadaan barang dan jasa yang ditemukan dalam 33 kasus. Peringkat kedua

diambil oleh sektor kesejahteraan sosial (13 kasus). Sedangkan posisi ketiga

menjadi milik sektor APBN dan pendidikan (masing-masing 10 kasus).

Berikutnya, pertanahan (7 kasus), pendapatan negara/daerah (5 kasus),

BUMN (4 kasus), perbankan, pemerintah daerah, DPRD, kesehatan, dan

olahraga (masing-masing 3 kasus), departemen, kehutanan, dan pilkada

(masing-masing 2 kasus), DPR, BUMD, kelautan, bantuan bencana alam, kas

daerah, ketenagakerjaan, perumahan, perkoperasian, keagamaan, pariwisata

(masing-masing 1 kasus).

Tingkat kerugian negara terbanyak pada triwulan-III 2010 berkisar pada

angka di bawah Rp 1 miliar dengan 39 kasus. Kerugian negara antara Rp 1

hingga Rp 10 miliar (31 kasus), Rp 10 – Rp 50 miliar (10 kasus), Rp 50 – Rp

100 miliar (1 kasus), di atas Rp 100 miliar (2 kasus). Jumlah itu belum

Page 15: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

14

termasuk pada kasus yang belum diketahui jumlah kerugian negaranya (30

kasus) karena masih dalam tahap penyelidikan penegak hukum. Jumlah

sementara uang negara yang dijarah sebesar Rp 2.017.527.070.741,00.

Dari 113 kasus yang dipantau Pukat korupsi, Kejaksaan Negeri menangani 73

kasus. KPK menangani 18 kasus, Kejaksaan Tinggi 14 kasus, Kepolisian

Resort 5 kasus, Kejaksaan Agung 1 kasus, Mabes Polri 1 kasus, dan Kepolisian

Daerah 1 kasus.

Untuk vonis pengadilan, pada triwulan ketiga ini, pengadilan negeri dan

pengadilan tinggi menjatuhkan 68 vonis bersalah. Sedangkan pengadilan

tipikor menjatuhkan 6 vonis, dan Mahkamah Agung 1 kasus. Namun

demikian, pengadilan negeri masih saja ada yang menjatuhkan vonis bebas.

Yakni PN Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas pada Daniel Sunarya

Kuswandi, direktur PT Iglas, dan kepada Sonny Turang, direktur utama PT

Indopacking Gelora Langgeng Sukses, sebagai mitra kerja PT Iglas.

Sedangkan dalam triwulan-III 2010, ada dua kasus yang bernilai strategis.

Pertama, SKPP Bibit dan Chandra yang ditolak oleh Mahkamah Agung.

Setidaknya ada tiga upaya yang dapat dilakukan oleh Kejaksaan Agung, (1)

mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum atau deponering.

Tantangan upaya ini adalah, berdasarkan Pasal 35 huruf c UU 16 Tahun 2004

tentang Kejaksaan Republik Indonesia, wewenang mengenyampingkan

perkara tersebut ada di tangan Jaksa Agung. Pejabat yang ada sekarang

adalah pelaksana tugas Jaksa Agung, bukan Jaksa Agung.

(2) menerbitkan revisi SKPP. Namun, ada kemungkinan revisi tersebut

dipraperadilankan kembali oleh beberapa pihak. (3) meneruskan kasus Bibit-

Chandra ke pengadilan dan menuntut bebas. Tetapi langkah ini seperti

menjilat ludah sendiri. Ketiga upaya tersebut memang pahit, tetapi tetap

harus diambil.

Perihal kedua adalah seleksi pimpinan KPK. proses menentukan pimpinan

KPK lambat di tangan DPR. Keadaan ini memunculkan kecurigaan bahwa

DPR sedang menyusun kompromi politik untuk mengulur masuknya dua

nama tersebut ke tubuh KPK.

Page 16: 2. Trend Corruption Report Semester Ketiga 2010

15

Yogyakarta, 21 Oktober 2010

Salam Antikorupsi

Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM

Zainal Arifin Mochtar Hifdzil Alim (086543264320)

Totok Dwi Diantoro Danang Kurniadi (08985074972)

Hasrul Halili Lutfi Aji P (085643869307)