2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis...

21
8 2 TINJAUAN PUSTAKA Usahatani Kakao Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi petani. Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar. Oleh karena itu dalam budidayanya tanaman kakao memerlukan naungan. Di Indonesia tanaman kakao mengalami perkembangan yang cukup pesat. Tahun 1969-1970 produksi kakao Indonesia hanya sekitar 1.0 Ton (peringkat ke 29 dunia), kemudian Tahun 1980-1981 meningkat menjadi sekitar 16 Ton (peringkat 16 dunia) (AAK 2004). Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan - perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Siregar et al. 2007). Tahun 2000 luas kepemilikan perkebunan kakao lebih didominasi oleh perkebunan rakyat yaitu 86% dari total area perkebunan kakao di Indonesia, kemudian diikuti oleh perkebunan besar negara 7% dan perkebunan besar swasta 7% (AAK 2004). Perkembangan kakao di propinsi Aceh tidak terlepas dari berbagai masalah yang dijumpai dari sektor hulu hingga sektor hilir. Beberapa masalah di sektor hulu antara lain produktivitas tanaman yang masih rendah. Permasalahan di sektor hilir mengenai rendahnya kualitas mutu biji terutama biji yang tidak difermentasi. Meskipun areal dan produksi kakao di NAD selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan, namun dari segi aspek produktivitas menurun 4,25 % per tahun (Disbunhut Aceh 2008). Di propinsi Aceh luas areal tanaman kakao dari tahun ke tahun terus meningkat, tahun 2004 jumlah areal tanam seluas 24 491.00 ha sedangkan tahun 2008 luas areal tanaman kakao meningkat menjadi 70 873.00 ha dan ini umumnya dilakukan oleh petani sehingga perkebunan rakyat telah mendominasi perkebunan kakao di propinsi Aceh (Disbunhut 2008). Luas areal tanaman kakao di propinsi Aceh dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel di atas terlihat bahwa perkembangan luas areal TBM terus mengalami peningkatan, ini menunjukkan bahwa minat petani terhadap pengembangan kakao di propinsi Aceh cukup besar yang juga didukung oleh kondisi dan prospek harga kakao di pasaran internasional yang cukup bagus. Saat ini di propinsi Aceh juga telah terbentuk Forum Pengembangan Kakao Aceh (FKA) yang berkelanjutan yang disepakati oleh Pemda Aceh dan beberapa NGO (APED, UNDP, GTZ) dengan upaya untuk promosi dan implementasi pengembangan kluster di Propinsi Aceh yang terfokus dan terarah (APED 2007)

Transcript of 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis...

Page 1: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

8

2 TINJAUAN PUSTAKA

Usahatani Kakao

Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah satu komoditas perkebunan

yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan

berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi petani.

Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di

daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan

tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar. Oleh karena itu dalam

budidayanya tanaman kakao memerlukan naungan.

Di Indonesia tanaman kakao mengalami perkembangan yang cukup pesat.

Tahun 1969-1970 produksi kakao Indonesia hanya sekitar 1.0 Ton (peringkat ke

29 dunia), kemudian Tahun 1980-1981 meningkat menjadi sekitar 16 Ton

(peringkat 16 dunia) (AAK 2004).

Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao

jenis Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao

mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada

perkebunan - perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis

mulia (Siregar et al. 2007).

Tahun 2000 luas kepemilikan perkebunan kakao lebih didominasi oleh

perkebunan rakyat yaitu 86% dari total area perkebunan kakao di Indonesia,

kemudian diikuti oleh perkebunan besar negara 7% dan perkebunan besar swasta

7% (AAK 2004).

Perkembangan kakao di propinsi Aceh tidak terlepas dari berbagai masalah

yang dijumpai dari sektor hulu hingga sektor hilir. Beberapa masalah di sektor

hulu antara lain produktivitas tanaman yang masih rendah. Permasalahan di sektor

hilir mengenai rendahnya kualitas mutu biji terutama biji yang tidak difermentasi.

Meskipun areal dan produksi kakao di NAD selama lima tahun terakhir

mengalami peningkatan, namun dari segi aspek produktivitas menurun 4,25 % per

tahun (Disbunhut Aceh 2008).

Di propinsi Aceh luas areal tanaman kakao dari tahun ke tahun terus

meningkat, tahun 2004 jumlah areal tanam seluas 24 491.00 ha sedangkan tahun

2008 luas areal tanaman kakao meningkat menjadi 70 873.00 ha dan ini umumnya

dilakukan oleh petani sehingga perkebunan rakyat telah mendominasi perkebunan

kakao di propinsi Aceh (Disbunhut 2008). Luas areal tanaman kakao di propinsi

Aceh dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel di atas terlihat bahwa perkembangan luas areal TBM terus mengalami

peningkatan, ini menunjukkan bahwa minat petani terhadap pengembangan kakao

di propinsi Aceh cukup besar yang juga didukung oleh kondisi dan prospek harga

kakao di pasaran internasional yang cukup bagus.

Saat ini di propinsi Aceh juga telah terbentuk Forum Pengembangan Kakao

Aceh (FKA) yang berkelanjutan yang disepakati oleh Pemda Aceh dan beberapa

NGO (APED, UNDP, GTZ) dengan upaya untuk promosi dan implementasi

pengembangan kluster di Propinsi Aceh yang terfokus dan terarah (APED 2007)

Page 2: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

9

Tabel 1 Luas tanaman kakao di propinsi Aceh

Tahun Luas Areal (Ha) Jumlah

TBM TM TR (Ha)

2004 9 309 13 689 1 493 24 491

2005 12 213 17 216 2 866 32 295

2006 15 836 17 677 4 921 38 434

2007 19 639 21 533 5 256 46 427

2008 32 283 32 612 5 978 70 873

Keterangan : TBM = Tanaman belum menghasil

TM = Tanaman menghasilkan,

TR = Tanaman rusak

Sumber : Disbunhut Aceh (2008)

Dilihat dari luas areal tanam yang terus meningkat, namun dari segi

produktivitas masih sangat rendah yaitu 300 - 450 kg ha-1 dan ini merupakan

hasil panen terendah di pulau sumatera (500 - 700 kg ha-1) (FKA 2010).

Rendahnya produktivitas kakao di propinsi Aceh diakibatkan karena minimnya

pengetahuan petani setempat akan budidaya tanaman kakao disamping akibat

konflik yang berkepanjangan (lahan kakao yang diterlantarkan).

Menurut FKA (2010), produksi kakao yang dicapai menunjukkan bahwa

petani kakao di Aceh masih miskin, ini disebabkan karena produktivitas lahan

yang rendah. Penyebabnya adalah rusaknya kebun, tidak terawat, hama penyakit

lokal seperti monyet dan tupai serta hama penggerek buah kakao (PBK). Faktor

lain yang mengakibatkan rendahnya produksi kakao di Aceh adalah bibit kakao

yang digunakan tidak semuanya menggunakan bibit unggul. Akibatnya adalah

harga jual yang rendah, karena kualitas yang kurang baik. Umumnya tanaman

kakao di Aceh memiliki buah dan biji yang kecil, bahkan ada juga sebagian petani

yang memanen muda buah kakao, karena kuatir dengan serangan hama. Secara

umum petani kakao di Aceh hanya mampu menghasilkan biji kakao sebanyak 50-

400 kg ha-1 tahun-1 bila dibandingkan dengan sebuah kebun kakao yang baik

dapat menghasilkan panen minimal 1.00 ton hektar-1 tahun-1 nya (FKA 2010),

sedangkan produksi optimum adalah 1.00 -1.2 ton hektar-1 tahun-1 (AAK 2004)

Untuk itu FKA mengemukakan, strategi yang akan didorong oleh pihaknya

adalah mengefektifkan penggunaan bibit kakao bersertifikasi internasional, dan

selain itu juga melakukan sertifikasi terhadap produksi kakao Aceh, hal ini sangat

penting sehingga nantinya akan semakin meningkatkan kepercayaan internasional

terhadap produksi kakao Aceh.

Faktor lain yang harus di perhatikan dalam budidaya kakao adalah teknik

pemangkasan, perlakuan ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan

dan produksi kakao. Teknik pemangkasan terdiri atas :

- Pemangkasan bentuk dilakukan pada tanaman yang belum menghasilkan.

- Pemangkasan pemeliharaan dan produksi, cabang yang dipangkas adalah

cabang sakit, cabang balik, cabang terlindung atau cabang yang melindungi,

frekuensi 6-8 kali pertahun, tunas air dibuang 2-4 minggu sekali.

- Pemangkasan pemendek tajuk, tujuannya membatasi tinggi tajuk tanaman

maksimum 3.5 - 4.0 m. dilakukan setahun sekali pada awal musim hujan.

Page 3: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

10

- Pemangkasan tidak dibenarkan pada saat tanaman berbunga lebat atau ketika

sebagian besar buah masih penti (Prawoto 1996).

Kendala lain yang dihadapi oleh petani kakao di propinsi Aceh selama ini

adalah : 1) penerapan teknologi budidaya secara benar masih sangat kurang. 2)

produktivitas kakao di propinsi Aceh masih rendah, 3) kualitas kakao yang

dihasilkan petani masih di bawah standar ekspor, 4) penanganan pascapanen

kakao masih minim dan 5) pemasaran hasil kakao hanya di pasarkan keluar

provinsi (propinsi Sumatera Utara) sehingga terjadi fluktuasi harga.

Sebagai daerah tropis, Indonesia yang terletak antara 6o LU – 11o LS

merupakan daerah yang sesuai untuk tanaman kakao. Tanaman Kakao merupakan

tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang

semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon

alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor

pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitasnya

akan rendah.

Tanaman kakao akan tumbuh lebih baik bila mengikuti acuan kriteria

kesesuaian lahannya (Djaenudin et al. 2003). Kakao dalam pertumbuhannya

memerlukan curah hujan yang cukup dan terdistribusi merata, dengan jumah

curah hujan 1500 - 2500 mm tahun-1, bulan kering tidak lebih dari 3 bulan dan

memerlukan suhu rata-rata antara 15 - 30oC dengan suhu optimum 25.5oC.

Keadaan tanah yang diinginkan oleh tanaman kakao adalah tanah yang

bersolum > 150 cm, tekstur lempung liat berpasir dengan komposisi 30 ‐ 40% liat,

50% pasir, dan 10 ‐ 20% debu, struktur tanah yang remah dengan agregat yang

mantap sehingga tanah mempunyai daya menahan air, aerasi dan drainase yang

baik, reaksi tanah (pH) 6 - 7, dan kandungan bahan organik tidak kurang dari 3%

(Siregar et al. 2007).

Dilihat dari habitat aslinya tanaman kakao hidup pada hutan tropika basah,

yaitu tumbuh di bawah naungan pohon-pohon tinggi. Habitat seperti ini masih

dipertahankan dengan cara memberi tanaman penaung. Untuk itu walaupun telah

diperoleh lahan yang sesuai, sebelum penanaman kakao tetap diperlukan

persiapan naungan yang bertujuan untuk mengurangi pencahayaan penuh.

Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan

mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek. Tanpa

persiapan naungan yang baik, pengembangan tanaman kakao akan sulit

diharapkan keberhasilannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan juga bagi

tanaman penaung adalah tumbuhnya menyemak tetapi tegak, perakarannya tidak

dalam dan melebar agar tidak terjadi persaingan dengan tanaman kakao dan

pembongkarannya mudah (PPKKI 2004).

Tanaman pisang ( Musa sp) dapat ditanam sebagai tanaman penaung bagi

tanaman kakao muda dengan jarak tanam 3x6 m untuk kakao yang jarak

tanamnya 3x3 m. Dilihat dari aspek populasi, tanaman pisang tidak menampakkan

pengaruh yang jelas terhadap pertumbuhan kakao muda, akan tetapi semakin

tinggi populasi semakin besar pendapatannya. Manfaat lain dari tanaman pisang

adalah limbah dari tanaman pisang dapat dipakai sebagai mulsa bagi tanaman

kakao sebagai upaya efisiensi dalam siklus unsur hara dan bahan organik

(Prawoto 1995).

Tanaman pinang (Areca catechu) digunakan sebagai tanaman pelindung

karena tanaman ini memiliki tajuk yang tinggi dan sistem perakarannya tidak

Page 4: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

11

tumpang tindih dengan sistem perakaran kakao dan ini sering dilakukan di negara

India (Lim 1978).

Evaluasi Lahan

Kebutuhan akan lahan yang semakin meningkat dan langkanya lahan

pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan dalam penggunaan

lahan, maka sangat diperlukan penilaian lahan dalam upaya mengoptimalkan

penggunaan lahan secara berkelanjutan.

Beberapa indikator yang memprihatinkan hasil evaluasi kegiatan pertanian

hingga saat ini, yaitu : (1) tingkat produktivitas lahan menurun, (2) konversi lahan

pertanian semakin meningkat, (3) luas lahan kritis semakin meluas, (4) tingkat

pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat, (5) daya dukung

lingkungan merosot, (6) tingkat pengangguran di pedesaan meningkat, (7) daya

tukar petani berkurang, (8) penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani

menurun, (9) kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat. Untuk itu perlu

dilakukan upaya-upaya mengatasi masalah tersebut. Langkah pertama dalam

upaya tersebut adalah evaluasi lahan.

Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumberdaya lahan untuk tujuan

tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil

evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan

sesuai dengan keperluan.

Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang

dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities) dan setiap kualitas lahan biasanya

terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa

karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam

pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan atau

pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan tujuannya, evaluasi lahan dapat berupa klasifikasi

kemampuan lahan (land capability classification) atau klasifikasi kesesuaian

lahan (land suitability classification). Klasifikasi kemampuan lahan digunakan

untuk penggunaan pertanian secara umum, sedangkan klasifikasi kesesuaian lahan

digunakan untuk penggunaan pertanian yang lebih khusus untuk jenis tanaman

tertentu (crop specific) (Arsyad 2010).

Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi kemampuan lahan (Land capability clasification) adalah

penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan

pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang

merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari (Arsyad

2010). Sitorus (2004) juga mengemukakan klasifikasi kemampuan lahan adalah

penilaian potensi lahan bagi penggunaan berbagai sistem pertanian secara luas dan

tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu atau tindakan-tindakan

pengelolaannya. Lahan dengan kemampuan yang tinggi diharapkan nantinya

berpotensi yang tinggi dalam berbagai penggunaan.

Sistem evaluasi kemampuan lahan mengelompokkan lahan ke dalam

sejumlah kategori yang diurut menurut faktor penghambat permanen. Sistem ini

dilakukan dengan cara menguji nilai-nilai dari sifat tanah dan lokasi melalui

Page 5: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

12

proses penyaringan. Nilai yang pertama diuji terhadap kriteria untuk kelas lahan

yang terbaik, dan jika tidak semua kriteria dapat dipenuhi, lahan tersebut secara

otomatis jatuh ke dalam kelas yang lebih rendah hingga kelasnya ditemukan dan

semua kriteria dipenuhi.

Klasifikasi kemampuan lahan dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian

antara penggunaan lahan dengan kemampun tanah, karena bila suatu penggunaan

lahan tidak sesuai dengan kemampuannya maka akan terjadi degradasi lahan.

Demikian pula bila penggunaan lahan untuk pertanian tidak disertai dengan

tindakan pengelolaan lahan yang baik, maka akan menimbulkan permasalahan

erosi pada lahan pertanian tersebut (Kahirun 2000).

Sistem klasifikasi kemampuan lahan (land capability) yang dikembangkan

oleh Hockensmith dan Steele (1943) ; Klingebiel dan Montgomery (1973) dalam

Arsyad (2010) membagi lahan ke dalam sejumlah kategori menurut faktor

penghambat terhadap pertumbuhan tanaman. Selanjutnya Dent dan Young (1981)

mengemukakan bahwa klasifikasi kemampuan lahan merupakan proses

pengelompokkan lahan ke dalam kelas-kelas tertentu, terutama didasarkan atas

faktor-faktor pembatas permanen. Ada tiga kategori yang digunakan, yaitu kelas,

sub kelas dan satuan kemampuan. Penggolongan ke dalam tiga katagori tersebut

berdasarkan atas kemampuan lahannya untuk produksi pertanian secara umum

tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang (Arsyad 2010).

Pengelompokan lahan ke dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor

penghambat dari kekas I sampai dengan kelas VIII, dimana resiko kerusakan dan

besarnya faktor penghambat bertambah semakin tinggi kelasnya (Hardjowigeno

2010). Tanah kelas I – IV dengan pengelolaan yang baik mampu menghasilkan

dan sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman tanaman

pertanian (tanaman semusim dan tanaman tahunan), rumput untuk makanan

ternak, padang rumput dan hutan. Tanah pada kelas V, VI dan VII sesuai untuk

padang rumput, tanaman pohon-pohonan atau vegetasi alami. Dalam beberapa

hal tanah kelas V dan VI dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa

jenis tanaman tertentu seperti buah-buah-buahan, tanaman hias atau bunga-

bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi dengan pengelolaan dan

tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Tanah dalam kelas VIII sebaiknya

dibiarkan dalam keadaan alami (Arsyad 2010).

Kelas

Kelas merupakan tingkat yang tertinggi dan bersifat luas dalam struktur

klasifikasi. Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor

penghambat, dimana tanah dikelompokkan ke dalam kelas I sampai kelas VIII.

Semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin jelek, resiko kerusakan dan

besarnya faktor penghambat semakin besar sehingga pilihan penggunaan lahan

yang dapat diterapkan semakin terbatas. Tanah kelas I sampai IV merupakan

lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, sedangkan tanah kelas V sampai VIII

tidak sesuai untuk usaha pertanian dan bila diperuntukkan untuk usaha pertanian

diperlukan biaya yang sangat tinggi dalam pengelolaannya.

Hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam

penggunaan tanah disajikan pada Gambar 2.

Page 6: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

13

Kelas

Kemampuan Lahan

Intensitas dan Pilihan Penggunaan Meningkat

Hambatan

meningkat, kesesuaian

dan pilihan

penggunaan lahan

berkurang

Cagar

Alam Hutan

Penggembalaan Garapan

Terbatas Sedang Intensif Terbatas Sedang Intensif Sangat

Intensif

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

Gambar 2 Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan

intensitas dan macam penggunaan lahan (Klingebiel dan

Montgomery 1973 dalam Arsyad 2010).

Sub Kelas

Pengelompokkan di dalam sub kelas didasarkan atas jenis faktor

penghambat atau ancaman kerusakan. Terdapat beberapa jenis faktor

penghambat, yaitu ancaman erosi (e), keadaan drainase (w), (3) hambatan daerah

perakaran (s) dan hambatan iklim (c).

Satuan Kemampuan (Capability Unit)

Pengelompokkan di dalam satuan kemampuan lahan memberi keterangan

yang lebih spesifik dan terinci untuk setiap bidang lahan dari pada sub kelas

(Arsyad 2010). Satuan kemampuan merupakan pengelompokan lahan yang sama

atau hampir sama kesesuaiannya bagi tanaman dan memerlukan pengelolaan yang

sama. Lahan ini mempunyai sifat yang sama dalam hal (a) kemampuan

memproduksi tanaman pertanian atau tanaman rumput untuk makanan ternak, (b)

memerlukan tindakan konservasi dan pengelolaan yang sama di bawah vegetasi

penutup yang sama, dan (c) untuk jenis tanaman yang sama akan memberi hasil

kurang lebih sama (produksi rata-rata dengan sistem pengelolaan yang sama tidak

akan berbeda lebih dari 25 %) (Suripin 2001).

Secara ringkas kriteria klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan faktor

penghambat dapat disusun dalam suatu matriks (Tabel 2) dan kriteria masing-

masing faktor penghambat disajikan pada Lampiran 1.

Page 7: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

14

Tabel 2 Kriteria klasifikasi kemampuan lahan

Faktor penghambat/

Pembatas 1)

Kelas Kemampuan Lahan

I II III IV V VI VII VIII

1. Lereng Permukaan A (l0) B (l1) C (l2) D (l3) A(l0) E (l4) F (l5) G (l6)

2. Kepekaan erosi KE1,KE2 KE3 KE4,KE5 KE6 (*) (*) (*) (*)

3. Tingkat erosi e0 e1 e2 e3 (**) e4 e5 (*)

4. Kedalaman tanah k0 k1 k2 k2 (*) k3 (*) (*)

5. Tekstur lapisan Atas t1,t2, t1,t2, t1,t2, t1,t2, (*) t1,t2, t1,t2, t5

t3 t3 t3,t4 t3,t4 t3,t4 t3,t4

6. Tekstur lap. bawah sda sda sda sda (*) sda sda t5

7. Permeabilitas P2,P3 P2,P3 P2,P3 P2,P3 P1 (*) (*) P5

P4 P4

8. Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) d0

9. Kerikil/batuan b0 b0 b1 b2 b3 (*) (*) b4

10. Ancaman banjir O0 O1 O2 O3 O4 (**) (**) (*)

11.Garam/salinitas (***) g0 g1 g2 (**) g3 g3 (*) (*)

Catatan: (1) = kriteria masing-masing faktor penghambat disajikan pada Lampiran 1

(*) = dapat mempunyai sembarang sifat

(**) = tidak berlaku

(***) = umumnya terdapat di daerah beriklim kering

Sumber : Arsyad ( 2010)

Secara skematis klasifikasi kemampuan lahan dapat dilihat pada Gambar 3

berikut :

Gambar 3 Skematis klasifikasi kemampuan lahan

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Menurut FAO (1976) kerangka dari sistem Klasifikasi kesesuaian lahan

dibagi atas 4 (empat) kategori, yaitu :

Ordo : menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai

untuk penggunaan tertentu.

Kelas : menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan.

I II III IV V VI VII VIII

Vs1 Vs2 Vs3 Vs4

e w s c

Kelas

Sub Kelas

Unit

Page 8: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

15

Sub kelas : menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang

harus dijalankan dalam masing-masing kelas.

Unit : menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang ber

pengaruh dalam pengelolaan suatu sub kelas.

Ordo dan kelas biasanya digunakan dalam pemetaan tanah tinjau, sub-kelas

untuk pemetaan tanah semi detail, dan unit untuk pemetaan tanah detail. Ordo

juga digunakan dalam pemetaan tanah pada skala yang lebih besar.

Kesesuaian Lahan pada Tingkat Ordo (Order)

Pada tingkat ordo ditunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai

untuk suatu jenis penggunaan lahan tertentu. Dikenal ada 2 (dua) ordo, yaitu :

1. Ordo S (sesuai). Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat

digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang

telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan itu akan

memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan. Tanpa atau

sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya.

2. Ordo N (tidak sesuai). Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang

mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya

untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan dapat digolongkan

sebagai tidak sesuai untuk digunakan bagi usaha pertanian karena berbagai

penghambat, baik secara fisik (lereng sangat curam berbatu-batu dan

sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan yang didapat lebih kecil dari

biaya yang dikeluarkan).

Kesesuaian Lahan pada Tingkat Kelas

Kelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari ordo dan

menunjukkan tingkat kesesuaian dari ordo tersebut. Kelas diberi nomor urut yang

ditulis dibelakang symbol ordo, dimana nomor itu menunjukkan tingkat kelas

yang makin jelek jika makin tinggi nomornya (Hardjowigeno 2010).

Banyaknya kelas dalam setiap ordo sebetulnya tidak terbatas, akan tetapi

dianjurkan hanya memakai tiga sampai lima kelas dalam ordo S dan dua kelas

dalam ordo N. Jumlah kelas tersebut harus didasarkan kepada keperluan minimum

untuk mencapai tujuan-tujuan penafsiran.

Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo S (sesuai) dan dua kelas yang

dipakai dalam ordo N (tidak sesuai), maka pembagian serta definisinya secara

kualitatif adalah sebagai berikut (FAO 1976) :

1. Kelas S1: sangat sesuai (highly suitable). Lahan tidak mempunyai pembatas

yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai

pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak

akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan.

2. Kelas S2: cukup sesuai (moderately) lahan mempunyai pembatas-pembatas

yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus

diterapkan. Pembatas akan mengurangi produk atau keuntungan dan

meningkatkan masukan yang diperlukan.

3. Kelas S3: sesuai marginal (marginally suitable). Lahan mempunyai

pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan

Page 9: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

16

yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan

atau lebih meningkat masukan yang diperlukan.

4. Kelas N1: tidak sesuai pada saat itu (currently not suitable). Lahan

mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi masih memungkinkan diatasi,

tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal

normal. Keadaan pembatas sedemikian besarnya, sehingga mencegah

penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

5. Kelas N2: tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable). Lahan

mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan

penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

Kesesuaian Lahan pada Tingkat Sub Kelas

Sub kelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam

perbaikan yang diperlukan dalam kelas tersebut.

Tiap kelas dapat terdiri dari satu atau lebih sub- kelas, tergantung dari jenis

pembatas yang ada. Jenis pembatas itu ditunjukkan dengan symbol huruf kecil

yang ditempatkan setelah simbol kelas. Misalnya kelas S2 yang mempunyai

pembatas kedalaman efektif (s) dapat menjadi sub-kelas S2s. Dalam satu sub kelas

dapat mempunyai satu, dua, atau paling banyak tiga symbol pembatas, dimana

pembatas yang paling dominan ditulis paling depan. Misalnya, dalam sub-kelas

S2ts maka pembatas keadaan topografi (t) adalah pembatas yang paling dominan

dan pembatas kedalaman efektif (s) adalah pembatas kedua atau tambahan

(Hardjowigeno 2010)

Kesesuaian Lahan pada Tingkat Unit

Kesesuaian lahan pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari

sub-kelas berdasarkan atas besarnya faktor pembatas. Semua unit yang berada

dalam satu sub-kelas mempunyai tingkat kesesuaian yang sama dalam kelas dan

mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkat sub kelas.

Unit yang satu berbeda dengan unit lainnya karena kemampuan produksi

atau dalam aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering

merupakan pembedaan detail dari pembatas-batasnya. Diketahuinya pembatas

secara detail, akan memudahkan penafsiran dalam mengelola rencana suatu usaha

tani.

Erosi dan Faktor yang Mempengaruhinya

Erosi adalah peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari

suatu tempat yang terangkut ke tempat yang lain oleh media alami. Pada peristiwa

erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut

kemudian diendapkan di tempat lain.

Dalam konteks suatu DAS, erosi tanah merupakan masalah yang serius.

Dampak dari erosi telah dikenal luas yakni : menurunnya produktivitas tanah, dan

meningkatnya sedimentasi yang berakibat pendangkalan sungai dan saluran

irigasi, berkurangnya secara tajam umur pemanfaatan waduk.

Terjadinya erosi disebabkan oleh kekuatan jatuh butir-butir hujan dan aliran

permukaan atau karena kekuatan angin. Sebagian besar daerah tropika basah

Page 10: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

17

seperti Indonesia, erosi disebabkan oleh kekuatan jatuh butir hujan dan aliran

permukaan.

Proses terjadinya erosi melalui beberapa tahap, yaitu pelepasan

(detachment), pemindahan (transportation) dan pengendapan (deposition). Hujan

yang jatuh di permukaan tanah akan menghancurkan partikel tanah dan

memercikkan partikel tersebut ke atas kemudian berpindah ke tempat lain.

Dampak yang ditimbulkan akibat berpindahnya partikel-partikel tanah tersebut

yaitu akan terjadi penyumbatan pori-pori tanah sehingga akan mengurangi

infiltrasi tanah karena telah terjadinya pemadatan tanah (surface crusting).

Apabila hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, maka akan terjadi run off yang

akan menghancurkan partikel tanah dan mengangkutnya dengan tenaga aliran run

off. Jika kecepatan aliran menjadi lambat atau terhenti, partikel akan mengalami

deposisi atau sedimentasi. Banyaknya air mengalir di permukaan tanah

bergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan kapasitas

infiltrasi tanah.

Erosi yang disebabkan oleh air hujan mengakibatkan hilangnya tanah

lapisan atas (top soil), dimana tanah lapisan atas adalah tanah yang lebih subur

dibandingkan dengan lapisan tanah dibawahnya (sub soil), dan pada tanah lapisan

atas kandungan bahan organik dan unsur-unsur hara lebih tinggi. Kehilangan

tanah lapisan atas akan mengakibatkan kehilangan bahan organik dan unsur-unsur

hara tanah cukup besar bersama-sama dengan tanah yang tererosi, seperti terlihat

pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah erosi, C-organik dan hara terangkut aliran permukaan pada lahan

pertanian tanaman pangan di beberapa lokasi di Jawa Barat (dalam

Kurnia et al. 2005)

Lokasi Erosi

(ton ha-1)

C-organik N P2O5 K2O

-------------------kg ha-1-------------------

Darmaga1) 96.1 9.9 432.5 - 107.6

Citayam2) 93.5 6.0 1065.8 108.5 197.0

Jasinga3) 90.5 4.7 651.6 119.2 140.8

Pacet4) 65.1 - 241.0 80.0 18.0

Pangalengan5) 66.5 3.1 333.0 - -

Keterangan : 1) Sinukaban (1990), 2)Suwardjo 1981, 3)Kurnia et al. (1997), 4) et al. (1997) dan 5)Banuwa (1994)

Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi

Proses terjadinya erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor iklim,

topografi, vegetasi, tanah, dan tindakan manusia. Selanjutnya Baver (1980)

mengklasifikasi faktor-faktor tersebut dalam suatu persamaan sebagai berikut :

E = f ( I, R, V, T, M ) ........................................ (1)

dimana :

I = iklim V = vegetasi M = manusia

R = topografi T = tanah

Page 11: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

18

Iklim

Didaerah tropika faktor iklim yang terpenting yang menentukan besarnya

tanah tererosi adalah hujan. Karakteristik hujan yang mempengaruhi erosi adalah

intensitas hujan, lama hujan, total curah hujan energi kinetik hujan, ukuran butir,

kecepatan dan bentuk jatuhnya hujan serta distribusi hujan (Kohnke, 1968 dalam

Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja 1993).

Tanah

Sifat –sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi adalah faktor kepekaan

tanah (erodibilitas tanah). Semakin besar nilai erodibilitas tanah suatu tanah

makin peka tanah tersebut terhadap erosi. Erodibilitas tanah sangat tergantung

pada dua karakteristik tanah yaitu stabilitas agregat tanah dan kapasitas infiltrasi.

Stabilitas agregat tanah dipengaruhi oleh struktur tanah yang biasanya

ditentukan oleh bahan organik tanah, persentase fraksi pasir, debu dan liat

(Wiersum, 1979 dalam Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja 1993). Selanjutnya

Greenland (1965 dalam Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja 1993)

mengemukakan bahwa tanah dengan kandungan liat dan bahan organik yang

tinggi mempunyai agregat yang stabil karena mempunyai ikatan yang kuat

diantara koloid-koloidnya. Kriteria yang penting dalam menduga kepekaan tanah

terhadap erosi adalah clay ratio yaitu perbandingan antara persentase pasir dan

debu dengan persentase liat (Bouyoucos, 1935 dalam Hardjoamidjojo dan

Sukartaatmadja 1993)

Topografi

Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang berpengaruh

terhadap erosi. Kenaikan kecepatan aliran permukaan akibat kemiringan lereng

menjadikan air tersebut sebagai pengangkut yang lebih baik, karena tetesan hujan

akan mengakibatkan terlepasnya butir-butir tanah yang selanjutnya akan di

hanyutkan oleh aliran permukaan.

Pengaruh panjang lereng terhadap erosi sangat tergantung pada jenis tanah

dan intensitas hujan. Umumnya kehilangan tanah meningkat dengan

meningkatnya panjang lereng bila intensitas hujannya besar.

Vegetasi

Faktor vegetasi merupakan lapisan pelindung antara atmosfer dan tanah.

Vegetasi akan mempengaruhi siklus hidrologi diantaranya volume air yang masuk

ke sungai, kedalam tanah dan cadangan air bawah tanah. Vegetasi penutup tanah

yang baik seperti rumput yang tebal atau hutan yang lebat (Arsyad, 2010).

Selanjutnya Arsyad (2010) mengemukakan pengaruh vegetasi terhadap

aliran permukaan dan erosi dapat dikelompokkan sebagai berikut :

- Intersepsi hujan

Intersepsi hujan oleh vegetasi akan mempengaruhi erosi, yaitu mengurangi

jumlah air yang sampai ke tanah sehingga akan mengurangi aliran permukaan

dan mengurangi kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh ke tanah.

- Mengurangi kecepatan dan kekuatan perusakan aliran permukaan

Tumbuhan yang merambat di atas permukaan tanah merupakan penghambat

aliran permukaan. Pengaruh vegetasi terhadap pengurangan laju aliran

Page 12: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

19

permukaan lebih besar dari pada pengaruhnya terhadap pengurangan jumlah

aliran permukaan.

- Pengaruh perakaran

Perakaran tumbuhan akan membentuk agregat-agregat tanah yang dimulai

dengan penghancuran bongkah-bongkah tanah oleh akar. Akar tumbuhan

masuk ke dalam bongkah dan menimbulkan tempat-tempat lemah yang

menyebabkan bongkah-bongkah terpisah menjadi butir-butir sekunder.

Rumput, leguminosa dan tumbuhan semak memiliki pengaruh yang nyata

dalam memperkuat ketahanan tanah terhadap erosi dan longsor sampai

kedalaman 0.75-1.5 m, sedangkan pepohonan memiliki pengaruh lebih dalam

dan dapat meningkatkan kekuatan tanah sampai kedalaman 3 m atau lebih

tergantung pada morfologi akar jenis pepohonan tersebut (Arsyad 2010).

- Transpirasi

Tanah dalam kapasitas lapang mengakibatkan hilangnya air dari tanah

terutama melalui transpirasi. Transpirasi memperbesar kapasitas tanah untuk

menyerap air hujan, sehingga nantinya akan mengurangi jumlah aliran

permukaan

- Kegiatan biologi tanah

Kegiatan biologi tanah (bakteri, jamur, cendawan, insekta dan cacing tanah)

akan memperbaiki porositas dan kemantapan agregat tanah. Pengaruh dari

berbagai organisme tanah ini akan meningkatkan infiltrasi tanah, mengurangi

aliran permukaan dan mengurangi erosi.

Manusia

Manusia merupakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan

terjadinya erosi. Beberapa kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya erosi

adalah adanya aktivitas manusia dalam memanfaatkan tanah untuk berbagai

kegunaan, diantaranya cara bercocok tanam yang salah atau pembuatan jalan yang

ceroboh dapat mempercepat terjadinya erosi. Selanjutnya pemusnahan tanaman

akibat penebangan dan kebakaran akan menyebabkan erosi semakin besar.

Menurut Arsyad ( 2010) faktor erosi akan sangat menentukan berhasil

tidaknya suatu pengelolaan lahan, untuk itu didalam perencanaan penggunaan

lahan dan pengelolaannya faktor erosi harus dipertimbangkan. Salah satu alat

bantu yang dapat digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah model

prediksi erosi.

Persamaan untuk menghitung kehilangan tanah di lapangan telah dimulai

sejak tahun 1936, dimana saat itu Cook yang mengembangkan tiga faktor yang

tidak saling berkaitan, tetapi mempengaruhi erosi yaitu erodibilitas, erosivitas dan

tanaman penutup tanah.

Sementara itu Wischmeier dan Smith (1978) telah merangkum data dari

ribuan plot dan DAS dengan mempertimbangkan persamaan kehilangan tanah

karena hujan. Untuk itu mereka sepakat mengemukakan bentuk akhir persamaan

kehilangan tanah dengan menggunakan persamaan USLE (universal soil loss

equation) yang mengkombinasikan faktor-faktor utama penyebab erosi dan

hubungan kuantitatifnya untuk memprediksi besarnya erosi lembar dan alur akibat

air hujan dan aliran permukaan pada suatu daerah tertentu.

Page 13: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

20

Model persamaan yang digunakan adalah :

A = R x K x L x S x C x P .................................... (2)

dimana :

A = besarnya erosi (ton ha-1tahun-1)

R = indeks erosivitas hujan

K = faktor erodibilitas tanah

L = faktor panjang lereng

S = faktor kemiringan lereng

C = faktor pengelolaan tanaman

P = faktor tindakan konservasi

Menurut Vadari et al. (2004) model erosi tanah dapat diklasifikasikan

menjadi tiga, yaitu (1) model empiris, (2) model fisik dan (3) model konseptual.

Model empiris didasarkan pada variabel-variabel penting yang didapat dari

penelitian dan pengamatan selama terjadi proses erosi. Salah satu contoh model

empiris adalah USLE (universal soil loss equation). Selanjutnya model fisik

merupakan suatu model yang berhubungan dengan hukum kekekalan massa dan

energi, dimana model ini juga dikenal sebagai model input-output dalam kondisi

yang homogen, dan tidak berlaku bila kondisinya tidak homogen (Rose et al. 1986

dalam Vadari et al. 2004). Sedangkan model konseptual merupakan suatu model

yang dirancang untuk mengetahui proses internal dalam sistem dan mekanisme

fisik yang selalu berkaitan dengan hukum fisika dalam bentuk sederhana.

Umumnya model ini tidak linier, bervariasi dalam waktu dan parameternya

mutlak diukur. Menurut Vadari et al. (2004), meskipun model ini mengabaikan

aspek spasial dalam proses hujan dan aliran permukaan, tetapi kaitannya dengan

proses yang tidak linier menyebabkan model ini layak untuk dipertimbangkan.

Beberapa model erosi yang telah dikembangkan dimulai dengan USLE dan

beberapa model empiris lainnya, diantaranya RUSLE (revised universal soil loss

equation), MUSLE (modified universal soil loss equation) yang dikembangkan

tetap berpatokan pada USLE (Vadari et al. 2004). Model fisik lain yang

dikembangkan setelah generasi USLE adalah model GUEST (griffith university

erosion system template) (Rose et al. 1997). Selanjutnya Sinukaban (1997)

mengemukakan bahwa beberapa model erosi untuk DAS yang berkaitan dengan

hidrologi dan juga berdasarkan pada konsep USLE adalah ANSWERS (areal non-

point sources watershed environment response simulation) yang diperbaiki

dengan model AGNPS (agricultural non-point source pollution model).

Hasil prediksi erosi di atas akan dibandingkan dengan erosi yang dapat

ditoleransikan (Tolerable Soil Loss) berdasarkan pendekatan (Hammer 1981

dalam Arsyad 2010) dalam jangka waktu yang lama untuk menentukan apakah

tanah yang digunakan tersebut lestari atau tidak.

Adapun persamaan yang digunakan Wood dan Dent (1983) untuk penentuan

erosi yang dapat ditoleransikan (Tolerable Soil Loss) adalah :

DE - Dmin

ETol = + LPT ............................... (3)

UGT

Page 14: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

21

dimana :

ETol = erosi yang dapat ditoleransikan (mm thn-1)

DE = kedalaman ekivalen (equivalent depth) = De x fd

De = kedalaman efektif tanah (mm)

fd = faktor kedalaman tanah menurut Sub Ordo Tanah

Dmin = kedalaman tanah minimum yang sesuai untuk tanaman (mm)

UGT = umur guna tanah (tahun)

LPT = laju pembentukan tanah (disesuaikan dengan kondisi dilapangan)

Persamaan di atas turut memperhitungkan ketebalan tanah minimum dan

jangka waktu penggunaan tanah yang diinginkan (resource life), disamping

menggunakan kedalaman tanah ekivalen dan umur guna tanah.

Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam mempunyai dua fungsi utama,

yaitu (1) sebagai sumber unsur hara bagi tanaman dan (2) sebagai matrik tempat

akar tanaman berjangkar dan air tanah tersimpan serta tempat unsur hara dan air

diberikan. Hilangnya fungsi pertama masih dapat diperbaiki dengan penambahan

pupuk, sedangkan fungsi kedua tidak dengan mudah diperbaharui karena

memerlukan waktu yang sangat lama untuk pembentukan tanah.

Di Indonesia beberapa cara penetapan batas laju erosi yang dapat

ditoleransikan yang umum digunakan adalah Thompson (1957 dalam Arsyad

2010), Wood dan Dent (1983) dan Hammer (1981).

Metode Hammer (1981) dalam menetapkan ETol sangat praktis dan mudah,

akan tetapi terdapat juga beberapa kelemahan, diantaranya : (1) metoda ini

menggunakan pendekatan eksploitatif yaitu pengurasan lahan sampai batas LPT,

hal ini akan mengakibatkan kerusakan lahan yang cepat dengan berbagai akibat

ikutannya, (2) bila kedalaman ekivalen (DE) telah habis terkuras, maka ketebalan

tanah akan mencapai Dmin yang mengakibatkan peubah penggunaan tanah untuk

tanaman lain akan sulit dilakukan. Sebagai contoh bila Dmin tanaman yang

diusahakan kecil (20 cm), dan apabila menggunakan tanaman yang memerlukan

Dmin yang lebih tebal, maka memerlukan waktu yang lama agar Dmin nya kembali

meningkat. Untuk itu pendekatan Hammer (1981) jelas tidak akan dapat

mempertahankan pertanian yang berkelanjutan.

Metoda Thompson (1957 dalam Arsyad 2010) menyarankan agar laju erosi

yang dapat ditoleransikan didasarkan pada kedalaman solum tanah, permeabilitas

tanah lapisan bawah dan kondisi substratum. Pendekatan ini akan mampu

memelihara ketebalan tanah yang cukup mudah bagi suatu tanaman.

Erosi yang dapat ditoleransikan bukan saja ditujukan untuk mempertahankan

produktivitas tanah, tetapi juga bertujuan untuk mengendalikan laju pendangkalan

waduk, ataupun untuk mengantisipasi pencemaran kualitas air sungai yang sering

digunakan sebagai bahan baku air minum. Besaran erosi yang dapat ditoleransikan

untuk keperluan kedua hal di atas lebih ketat dibandingkan untuk memperbaiki

produktivitas tanah pertanian (Vadari et al. 2004).

Selanjutnya Notohadiprawiro (1985) mengemukakan bahwa laju erosi yang

terbolehkan merupakan laju erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah dan

tidak memboroskan cadangan kesuburan tanah.

Laju pembentukan tanah tergantung pada faktor-faktor pembentuk tanah dan

persepsi kita tentang tanah. Apabila kita menggunakan persepsi morfogenesis,

Page 15: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

22

pembentukan tanah diukur berdasarkan kelengkapan ciri-ciri morfologi yang

menjadi kriteria diagnostik suatu jenis tanah tertentu. Sedangkan menurut

persepsi habitat laju pembentukan tanah dapat ditaksir atas (1) pembentukan

horizon A berlangsung cepat (0.2 - 2 mm tahun-1) dan (2) cacing tanah dapat

mencernakan tanah setara dengan 1.6 - 10 mm tahun-1.

Dampak Usahatani Kakao Terhadap Erosi dan Aliran Permukaan

Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan

banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan

fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini

bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal

hutan yang dialih gunakan menjadi lahan usaha lain. Lal (1986 dalam Banuwa

2008) melaporkan hubungan antara erosi dengan penebangan hutan, yaitu erosi

dari suatu small catchment area di Guyana Perancis meningkat secara drastis

setelah dilakukan penebangan hutan (deforestation). Hasil observasi yang

dilakukan pada skala petak kecil juga menunjukkan bahwa penebangan vegetasi

alami telah menyebabkan terjadinya peningkatan koefisien run off 25-100 kali,

sementara itu erosi meningkat pula sampai lebih dari 10 kali lipat (Rose 1986).

Permukaan tanah yang dibiarkan terbuka juga menyebabkan terjadinya

fluktuasi suhu dan regim kelembaban tanah menjadi lebih besar. Hal ini

menyebabkan terjadinya percepatan penurunan kadar bahan organik tanah (Lal

1994).

Konservasi merupakan faktor yang penting dalam pertanian berwawasan

lingkungan. Konservasi sumberdaya terbarukan berarti sumberdaya tersebut harus

dapat difungsikan secara berkelanjutan (sustainable). Sekarang kita sudah mulai

sadar tentang potensi teknologi, kerapuhan lingkungan dan kemampuan budi daya

manusia untuk merusak lingkungan tersebut. Suatu hal yang perlu dicatat bahwa

ketersediaan sumberdaya adalah terbatas.

Konservasi lahan pada dasarnya diarahkan untuk memulihkan,

mempertahankan dan meningkatkan fungsi hidrologis, menjaga kelestarian

sumber air, meningkatkan sumber daya alam serta memperbaiki kualitas

lingkungan hidup yang pada gilirannya meningkatkan produksi dan pendapatan

petani melalui usaha tani yang berkelanjutan.

Pola tanam berbasis kakao adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang

mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya

alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah

pangan. Sedangkan pola tanam lain yang dapat digunakan adalah sistem

agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman

berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (tanaman non-kayu) yang

disebut dengan Agrisilvikultur (Agrisilvicultural systems).

Hasil penelitian Sutono et al. (2004) menyebutkan bahwa besarnya erosi

disebabkan oleh pola tanam yang tidak menguntungkan, dimana pada kebun

campuran dengan penutupan lahan oleh pepohonan yang jarang dan permukaan

tanah dibiarkan terbuka merupakan penyebab erosi yang cukup besar setiap

tahunnya (30 - 36 ton ha-1 tahun-1), selanjutnya pada lahan tegalan tingkat erosi

yang terjadi adalah (22-61 ton ha-1 tahun-1) hal ini juga disebabkan karena

Page 16: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

23

pengelolaan lahan tegalan yang selalu digunakan untuk tanaman semusim menjadi

penyebab tingginya erosi.

Nurmi (2009) mendapatkan bahwa penanaman kakao yang disertai dengan

peningkatan penutupan permukaan tanah oleh tajuk tanaman dan penanaman strip

tanaman searah kountur dapat menghambat laju aliran permukaan dan erosi.

Selanjutnya Monde (2008) juga menjelaskan bahwa erosi yang terjadi pada

tanaman kakao monokultur yang berumur < 3 tahun nyata lebih tinggi

dibandingkan dengan kakao yang berumur di atas 6 tahun, hal ini dikarenakan

permukaan tanahnya yang relatif masih terbuka.

Penerapan teknik konservasi tanah sangat diharapkan untuk dapat

menekan laju erosi. Pilihan teknik konservasi tanah harus disesuaikan dengan

keadaan setempat (bersifat spesifik lokasi), karena sesuai tidaknya pilihan teknik

konservasi sangat ditentukan oleh faktor curah hujan, kepekaan tanah terhadap

erosi, lereng, dan vegetasi, diantaranya dengan penanaman tanaman penutup

tanah, pembuatan rorak atau guludan searah kountur.

Konsep Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan strategi pembangunan

pertanian jangka panjang yang dapat ditafsirkan sebagai upaya untuk

memanfaatkan potensi sumber daya alam yang menjadi daya dukung proses

produksi pertanian sekaligus mempertahankan kapasitas produksi/daya dukung

dari sumberdaya itu sendiri (Pakpahan et al. 1992). Selanjutnya US Society of

Agronomy (1989), mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai pertanian

jangka panjang yang meningkatkan kualitas lingkungan dan sumberdaya yang

diperlukan untuk kegiatan pertanian. Pertanian menyediakan makanan pokok

manusia dan kebutuhan serat dan secara ekonomi dapat meningkatkan

kualitas hidup petani dan masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan Reijntjes et

al. (1999), menyatakan bahwa pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan

sumberdaya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil

mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan

sumberdaya alam.

Konsep pertanian berkelanjutan merupakan konsep pertanian yang berlanjut

baik untuk saat ini, saat yang akan datang dan selamanya yang mampu

berproduksi dengan tetap mempertahankan basis sumberdaya.

Di Indonesia, pembangunan berwawasan lingkungan merupakan

implementasi dari konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable

development) yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

masyarakat tani secara luas, melalui peningkatan produksi pertanian, baik dalam

hal kuantitas maupun kualitas, dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber

daya alam dan lingkungan (Salikin 2003).

Pengertian yang lebih terbuka dikemukakan oleh Gips (1986 dalam

Reijntjes et al. 1999) pertanian dapat dikatakan berkelanjutan jika mencakup hal-

hal berikut:

- Mampertahankan fungsi ekologis, artinya tidak merusak ekologi pertanian itu

sendiri.

Page 17: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

24

- Berlanjut secara ekonomis, artinya mampu memberikan nilai yang layak bagi

pelaksana pertanian itu dan tidak ada pihak yang diekploitasi. Masing-masing

pihak mendapatkan hak sesuai dengan partisipasinya.

- Adil, berarti setiap pelaku pelaksanan pertanian mendapatkan hak-haknya

tanpa dibatasi dan dibelunggu dan tidak melanggar hak yang lain.

- Manusiawi artinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dimana harkat

dan martabat manusia dijunjung tinggi termasuk budaya yang telah ada.

- Luwes yang berarti mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini,

dengan demikian pertanian berkelanjutan tidak statis tetapi dinamis bisa

mengakomodir keinginan konsumen maupun produsen.

Agar produksi pertanian yang tinggi dapat dipertahankan secara terus

menerus dan berkesinambungan maka nilai erosi harus lebih kecil dari Etol dan

bila sebaliknya akan mengakibatkan produktivitas lahan menjadi menurun,

sehingga produksi yang tinggi itu tidak dapat dipertahankan (pertanian tidak

lestari). Secara operasional hal ini dapat diwujudkan dengan penerapan sistem

pertanian konservasi (Conservation Farming System).

Sistem pertanian konservasi (SPK) adalah sistem pertanian yang

mengintegrasikan tindakan/teknik konservasi tanah dan air kedalam system

pertanian yang telah ada. Tujuan utama SPK adalah untuk mewujudkan kondisi

sebagai berikut (Sinukaban 2001) :

- Produksi pertanian cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan

usahanya.

- Pendapatan petani yang cukup tinggi, sehingga petani dapat merancang masa

depan keluarganya dari pendapatan usahataninya.

- Teknologi yang diterapkan sesuai dengan kemampuan petani dan dapat

diterima oleh petani, sehingga sistem pertanian tersebut dapat dan akan

diteruskan oleh petani dengan kemampuannya sendiri secara terus menerus

tanpa bantuan dari luar.

- Komoditi pertanian yang diusahakan beragam dan sesuai dengan kondisi bio-

fisik daerah, dapat diterima oleh petani dan laku dipasar.

- Laju erosi kecil (minimal), lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan

sehingga produktivitas yang cukup tinggi dapat dipertahankan/ditingkatkan

secara lestari dan fungsi hidrologis daerah terpelihara dengan baik sehingga

tidak terjadi banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.

- Sistem penguasaan/pemilikan lahan dapat menjamin keamanan investasi

jangka panjang (longterm investment security) dan menggairahkan petani

umuk terus berusahatani.

Sinukaban (2001) juga menambahkan untuk membangun suatu SPK harus

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

- Inventarisasi keadaan biofisik daerah, seperti tanah (sifat fisik dan kimia),

drainase, penggunaan lahan, topografi, iklim dan degradasi lahan. Data-data

tersebut diperlukan untuk menentukan kelas kemampuan lahan/kesesuaian

lahan untuk tanaman tertentu, agroteknologi yang diperlukan, teknik

konservasi yang sesuai dan memadai serta tingkat kerusakan tanah yang sudah

terjadi.

Page 18: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

25

- Inventarisasi keadaan sosial ekonomi petani seperti jumlah keluarga,

pendidikan, keadaan ekonomi, tujuan keluarga, kepemilikan lahan,

pengetahuan tentang teknologi pertanian dan persepsi tentang erosi.

- Inventarisasi pengaruh dari luar, seperti pasar/pemasaran hasil, harga-harga

hasil pertanian, keadaan/jarak ketempat pemasaran, perangkat penyuluhan/

latihan dan organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dengan petani.

Pengelolaan DAS

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dikelilingi dan

dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan dimana air

yang jatuh diatasnya mengalir melalui titik keluar tertentu (outlet) yang pada

akhirnya akan bermuara ke danau atau laut. Pengertian tersebut menggambarkan

bahwa DAS merupakan satu sistem sehingga ada keterkaitan antara bagian hulu

dan hilir. DAS sebagai suatu kesatuan ekosistem penanganannya perlu terpadu

dan secara utuh dari hulu sampai hilir antar sektor dan antar daerah administrasi

dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan, sehingga untuk mendukung

terselenggaranya kegiatan pengelolaan DAS perlu dilakukan pengembangan

kelembagaan pengelolaan DAS yang bertujuan untuk memfasilitasi

terselenggaranya pengelolaan DAS terpadu.

Permasalahan dalam pengelolaan DAS saat ini menjadi perhatian semua

pihak, dikarenakan pemanfaatan sumberdaya dalam DAS melebihi kamampuan

daya dukungnya yang antara lain diakibatkan oleh pertambahan jumlah penduduk,

perubahan taraf hidup (kesejahteraan), tatanan sosial, politik, hukum, dan lain-

lain. Permasalah ini semakin kompleks akibat bergulirnya isu lingkungan global

serta otonomi daerah, permasalahan ego sektor dan kedaerahan yang dikarenakan

banyak DAS yang mempunyai wilayah administratif lintas kabupaten/kota

bahkan lintas provinsi. Kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan DAS

mulai dari hulu hingga ke hilir, maka didalam pengelolaannya diharapkan kepada

stakeholders untuk melakukan langkah-langkah strategis yang diharuskan

mengacu pada kaidah satu DAS, satu rencana, dan satu pengelolaan (Hutabarat,

2008).

Pengelolaan DAS pada prinsipnya merupakan suatu proses formulasi dan

implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam

dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat

produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan

tanah (Asdak 2002). Selanjutnya Sinukaban (1999) mengemukakan pengelolaan

DAS merupakan upaya penggunaan sumberdaya alam di dalam DAS secara

rasional agar didapat produksi maksimum dalam waktu yang tidak terbatas dan

menekan bahaya kerusakan (degradasi) seminimal mungkin, serta diperoleh water

yield yang merata sepanjang tahun. Terdapat tiga aspek yang selalu menjadi

perhatian dalam pengelolaan DAS, yaitu jumlah air (water yield), waktu

penyediaan air (water regime) dan sedimen. Ketiga aspek tersebut dapat

memberikan gambaran tentang kualitas sistem DAS.

Beberapa hal yang mengharuskan pengelolaan DAS diselenggarakan secara

terpadu antara lain : 1) terdapat keterkaitan antar berbagai kegiatan (multi sektor)

dalam pengelolaan sumberdaya dan pembinaan aktifitasnya, 2) melibatkan

berbagai disiplin ilmu yang mendasari dan mencakup berbagai bidang kegiatan, 3)

Page 19: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

26

batas DAS tidak selalu bertepatan (co-incided) dengan batas wilayah administrasi

pemerintahan dan 4) interaksi daerah hulu sampai hilir yang dapat berdampak

negatif maupun positif sehingga memerlukan koordinasi antar pihak.

DAS dapat dikatakan baik apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

- Produktivitas yang tinggi secara lestari/terus menerus yang meliputi

pertanian, perdagangan, kehutanan, rekreasi, serta. semua pengelolaan

sumberdaya yang ada di dalamnya yang bisa menjamin kehidupan yang

layak.

- Hasil air yang baik, meliputi kuantitas, kualitas dan distribusinya.

- Pendapatan masyarakat merata (equity), dimana semua orang mendapatkan

kesempatan yang sama untuk memperoleh pendapatan yang layak.

- Kelenturan (resilient) yang tinggi, dalam artian apabila dalam satu titik dalam

DAS tersebut terjadi guncangan dapat ditopang oleh tempat yang lain.

Sedangkan dari segi fisik suatu DAS dikatagorikan dalam kondisi baik bila

memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

- Koefisien air larian (C), yang menunjukkan perbandingan antara besamya air

larian terhadap besarnya curah hujan berfluktuasi secara normal, dalam artian

nilai C dari sungai utama di DAS yang bersangkutan cenderung kurang lebih

sama dari tahun ke tahun.

- Nisbah debit maksimum (Qmax)/debit minimum (Qmin) relatif stabil dari tahun

ke tahun.

- Tidak banyak terjadi perubahan koefisien arah pada kurva kadar lumpur

(Cs).

Salah satu sistem pengelolaan lahan dalam rangka mewujudkan terciptanya

kondisi DAS yang baik adalah penerapan sistem pertanian konservasi. Sistem

Pertanian Konservasi (SPK) adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan

tindakan/teknik konservasi tanah dan air ke dalam sistem pertanian yang telah ada

dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kese-

jahteraan petani dan dapat menekan erosi, sehingga sistem pertanian tersebut

dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas waktu (sustainable). Prinsip

keberlanjutan (sustainability) menjadi acuan dalam mengelola DAS, dimana

fungsi ekologis, ekonomi dan sosial-budaya dari sumberdaya-sumberdaya

(resources) dalam DAS dapat terjamin secara berimbang (balance).

Program Tujuan Ganda

Program tujuan ganda (multiple goal programming) pertama kali

diperkenalkan oleh Charnes dan Cooper pada awal tahun 60-an. Program ini

merupakan pengembangan dari linear programming. Perbedaan utama dari ke dua

program tersebut terletak pada struktur dan penggunaan fungsi tujuan. Analisis

program tujuan ganda bertujuan untuk meminimumkan jarak antara atau deviasi

terhadap tujuan, target atau sasaran yang telah ditetapkan dengan usaha yang

dapat ditempuh untuk mencapai sasaran, target atau tujuan yang memuaskan

(Nasendi dan Anwar 1985 ; Mulyono 1991), sedangkan dalam linear

programming tujuannya bisa maksimisasi atau minimisasi.

Selanjutnya dalam memecahkan suatu persoalan dengan beberapa tujuan,

maka program tujuan ganda dapat dengan mudah menganalisis beberapa skala

Page 20: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

27

prioritas untuk kemudian memberikan pertimbangan yang rasional (Nasendi dan

Anwar, 1985).

Charles dan Simpson (2002), dalam papernya “Goal Programming

Applications in Multidisciplinary Design Optimization”, mendapatkan bahwa

goal programming sangat cocok digunakan untuk masalah-masalah multi tujuan

karena melalui variabel deviasinya, goal programming secara otomatis

menangkap informasi tentang pencapaian relatif dari tujuan-tujuan yang ada. Oleh

karena itu, solusi optimal yang diberikan dapat dibatasi pada solusi feasibel yang

mengabungkan ukuran-ukuran performansi yang diinginkan.

Model program tujuan ganda terdiri atas model tanpa prioritas tujuan dan

model dengan prioritas tujuan.

Perumusan model program tujuan ganda tanpa prioritas dalam strukturnya

adalah :

Fungsi tujuan :

m

i

ii dWdWz1

……………….………………. (4)

dengan syarat ikatan : iii

n

i

jij bddXa

1

………………………..…….. (5)

untuk i = 1, 2,...,n (kendala tujuan)

kjkj CatauXg ………………………………. (6)

untuk k = 1, 2,...,p (kendala fungsional)

dan j = 1, 2,...,n

dan 0,,

ii ddXj ………………………………………… (7)

0.

ii dd …………………………………………… (8)

dimana :

Xj = peubah keputusan (jenis penggunaan lahan) ke-j

aij = koefisien teknologi Xj pada kendala sasaran ke-i

gkj = koefisien teknologi Xj pada kendala real ke-k

bi = sasaran/tujuan target ke-i

Ck = jumlah sumberdaya k yang tersedia

ii dd , = deviasi yang kekurangan (-) dan kelebihan (+) terhadap tujuan ke-i

W = timbangan relatif dari d+ W = timbangan relatif dari d-

Selanjutnya model PTG dengan prioritas tujuan dapat pula dirumuskan dengan

menambahkan faktor prioritas tujuan (Ps dan Py) dalam struktur model

(persamaan) fungsi tujuan sebagai berikut :

q

i

iyiiisis dWPdWPz1

,, …………………..……… (9)

Beberapa penelitian yang menggunakan program tujuan ganda (PTG) telah

banyak dilakukan, diantaranya Manik (1992) menggunakan PTG untuk

melakukan optimalisasi penggunaan lahan di DAS Way Seputih, Lampung

Tengah. Model yang disusun menggunakan luas lahan di hulu sebagai fungsi

kendala ril, sedangkan kendala tujuan terdiri dari tingkat erosi, aliran permukaan,

Page 21: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah

28

ketersediaan tenaga kerja petani, serta pendapatan minimal per kapita petani.

Selanjutnya Rauf (2004) yang mengkaji sistem agroforestri yang optimal di

kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser, dimana faktor kendala ril

yang digunakan adalah luas lahan yang dimiliki petani, dengan tujuan untuk

mengurangi laju erosi, meningkatkan produksi dan pendapatan petani,

memanfaatkan modal serta tenaga kerja yang dimiliki petani. Output yang didapat

melalui analisis program tujuan ganda adalah alokasi luas lahan optimal untuk

setiap jenis tanaman yang dijadikan komponen dalam sistem agroforestri.

Penelitian yang sama dengan menggunakan program tujuan ganda (PTG)

juga dilakukan oleh Ruslan (1989) di DAS Peusangan Propinsi Aceh yaitu

penggunaan lahan berdasarkan kondisi fisik dan sosial ekonomi. Tujuan dari

penelitian tersebut adalah untuk memperoleh komposisi penggunaan lahan yang

optimal, yang dapat menjamin kelestarian dan keseimbangan lingkungan,

mengetahui dampak yang terjadi dari beberapa skenario kebijakan yang

menghasilkan kemungkinan komposisi penggunaan lahan, baik bersifat fisik

maupun sosial ekonomi. Untuk itu ditetapkan kendala sasaran berupa debit air

sungai Peusangan, erosi tanah, dan pendapatan usahatani.