2 TINJAUAN PUSTAKA Filtrasi - repository.ipb.ac.id · zoologis aktif pada bagian atas material...
Transcript of 2 TINJAUAN PUSTAKA Filtrasi - repository.ipb.ac.id · zoologis aktif pada bagian atas material...
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Filtrasi
Filtrasi adalah salah satu operasi yang penting dalam proses pemurnian air.
Meskipun penyaringan dan sedimentasi menghapus sebagian besar materi tersus
pensi,tetapi tidak efektif menghilangkan partikel halus, warna, mineral terlarut
dan mikroorganisme. Dalam penyaringan, air yang dilewatkan melalui media
filter untuk menghapus partikulat yang sebelumnya tidak dihapus oleh sedimen
tasi. Selama filtrasi, masalah kekeruhan dan jenis koloid dihapus atau tertahan di
media filter, presipitat warna, dan karakteristik kimia air berubah. Kandungan
bakteri air dari unit proses sebelumnya jauh berkurang karena adanya lapisan
zoologis aktif pada bagian atas material penyaringan. James Simpson membuat
filter pertama untuk Perusahaan Air Chelsea, London, pada 1829. Bentuk paling
awal adalah dari filter pasir lambat. Filter pasir cepat diperkenalkan pada 1900-
1910 (Punmia 1979).
Mekanisme Filtrasi
Mekanisme filtrasi tergantung pada kualitas air, karakteristik flok dari
partikulat, media filter dan kecepatan filter. Adapun mekanisme filtrasi yang
penting (Punmia 1979) antara lain :
1. Mekanisme penyaringan
Merupakan proses penyaringan zat padat berukuran besar agar dapat lolos
melewati media berpori yang biasanya terjadi di permukaan media filter.
Proses ini terjadi di permukaan filter dan tidak bergantung pada kecepatan
filtrasi. Clogging (mampet) pada unit filter akan mengurangi porositas media
sehingga secara teoritis dengan bertambahnya waktu akan meningkatkan
headloss pada filter.
2. Sedimentasi
Sedimentasi merupakan proses pengendapan partikel tersuspensi yang lebih
halus ukurannya daripada lubang pori pada permukaan butiran. Sehingga
apabila filtrasi berlangsung terus menerus maka akan dapat menyebabkan:
- berkurangnya ukuran efektif pori-pori
- kecepatan turunnya air berkurang
- terjadinya endapan
3. Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses penghilangan zat pengotor organik dan anorganik yang
tidak teradsorpsi dalam air karena adanya gaya tarik-menarik antar partikel
pengotor dengan butiran media. Adsorpsi memegang peranan penting dalam
proses filtrasi, karena akan menghilangkan partikel yang lebih kecil daripada
partikel tersuspensi seperti partikel koloid dan partikel pengotor yang terlarut.
Prinsip proses adsorbsi adalah adanya perbedaan muatan antara permukaan
butiran dengan partikel pengotor di sekitarnya. Partikel koloid yang berasal
dari organik umumnya bermuatan negatif tidak akan teradsorbsi pada saat filter
4
masih bersih dan baru beroperasi. Setelah filtrasi dan banyak partikel bermutan
positif yang tertahan di butiran partikel, filter menjadi terlalu jenuh dan
bermuatan positif. Sehingga terjadi adsorpsi tingkat kedua, yaitu menarik
partikel – partikel koloid yang bermuatan negatif yang berasal dari koloidal
organik, seperti anion NO3-, PO4
3-, dan lain – lain. Apabila adsorpsi tingkat
kedua ini telah mencapai kelewat jenuh, maka muatan kembali menjadi negatif
dan mengadsorpsi muatan positif dan seterusnya. Semakin lama gaya penyebab
adsorpsi menjadi menurun kekuatannya yang diakibatkan karena semakin
tebalnya kotoran yang menempel di permukaan filter, begitu pula dengan
efisiensi filter juga ikut turun. Sehingga hal ini mengakibatkan banyak kotoran
yang melewati filter begitu saja sehingga kualitas effluen menurun dan
diperlukan backwash/pencucian. Proses adsorpsi ini mampu menghilangkan
partikel yang lebih kecil dari partikel tersuspensi seperti partikel koloid dan
molekul kotoran terlarut. Kemampuan adsorpsi hanya terjadi pada jarak yang
sangat pendek, tidak lebih dari 0,01 – 1 mm dari permukaan media.
Dalam air alam (Alaerts, 1987) ditemui dua kelompok zat, yaitu zat terlarut
Gambar 2 Skala ukuran (diameter) partikel-partikel dalam air alam serta
efisiensi dari bermacam-macam jenis filter (Alaerts, 1987)
seperti garam dan molekul organis, dan zat padat tersuspensi dan koloidal
seperti tanah liat, kwarts. Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini
ditentukan melalui ukuran/diameter partikel-partikel tersebut yang dapat dilihat
pada gambar 2.
Jenis partikel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek
Tyndall) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus
suspensi tersebut. Partikel-partikel koloid tidak terlihat secara visual sedangkan
larutannya (tanpa partikel koloid) yang terdiri dari ion-ion dan molekul-
molekul tidak pernah keruh. Larutan menjadi keruh bila terjadi pengendapan
5
(presipitasi) yang merupakan keadaan kejenuhan dari suatu. senyawa kimia.
Partikel-partikel tersuspensi biasa, mempunyai ukuran lebih besar dari partikel
koloid dan dapat menghalangi sinar yang akan menembus suspensi; sehingga
suspensi tidak dapat dikatakan keruh, karena sebenarnya air di antara partikel-
partikel tersuspensi tidak keruh dan sinar tidak menyimpang.
Zat Padat Tersuspensi sendiri dapat diklasifikasikan sekali lagi menjadi antara
lain zat padat terapung yang selalu bersifat organis dan zat padat terendap
yang dapat bersifat organis dan inorganis. Zat padat terendap adalah zat padat
dalam suspensi yang dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu
tertentu karena pengaruh gaya beratnya. Penentuan zat padat terendap ini dapat
melalui volumnya, disebut analisa Volum Lumpur (sludge volume), dan dapat
melalui beratnya disebut analisa Lumpur Kasar atau umumnya disebut Zat
Padat Terendap (settleable solids).
4. Aktifitas kimia
Didalam filter ada aktifitas kimia, dikarenakan bereaksinya beberapa senyawa
kimia dengan oksigen maupun dengan bikarbonat.
5. Aktifitas biologis
Aktivitas ini disebabkan oleh mikroorganisme yang hidup didalam filter.
Secara alamiah mikroorganisme terdapat didalam air baku dan bila melalui
filter dapat tertahan pada butiran filter. Mikroorganisme ini dapat berkembang
biak dalam filter dengan sumber makanan yang berasal dari bahan organik dan
anorganik yang mengendap di butiran media. Makanan ini sebagian untuk
proses hidupnya (disimilasi) dan sebagian lagi digunakan untuk proses
pertumbuhannya (asimilasi). Hasil asimilasi terbawa oleh air dan digunakan
lagi oleh mikroorganisme lain yang terletak lebih dalam. Dalam hal ini
kandungan zat organik akan terurai, misalnya ammonia → nitrit → nitrat yang
akhirnya menjadi bahan anorganik seperti H2O, CO2, nitrat, phosphat, dan
lainnya (mineralisasi), yang akhirnya sebagian besar keluar bersama effluen.
Akibat terbatasnya suplai makanan dari air baku, maka populasi bakteri yang
dapat bertahan terbatas pula, dan pertumbuhan seperti ini yang dijelaskan
diatas diirngi pula dengan kematian bakteri. Bakteri yang mati ini akan terbawa
keluar pada saat pencucian filter.
Klasifikasi Filter
Sistem penyediaan air minum (SPAM) di Indonesia pada umumnya tidak
menerapkan unit saringan kasar atau Roughing Filter (RF). Kalau kondisi air baku
sungai buruk terpaksa membuat unit prasedimentasi (prased) atau semacam kolam
penampung air baku, kemudian airnya dialirkan ke unit pengolahan (complete
treatment). Pengecualian sumber airnya dari danau atau waduk biasanya tidak
perlu lagi dibuatkan unit prased karena keduanya sudah berfungsi sebagai prased
alami.
Pada dasarnya RF ada dua jenis, dibedakan oleh arah aliran yaitu dari aliran
vertikal (VF) dan aliran horizontal (HF). Struktur VF terbatasi kedalaman tempat/
filter bed namun tingkat filtrasi lebih tinggi dan backwash (pencucian) media filter
yang memungkinkan/ mudah. Filter HF dapat berukur panjang praktis dan tak
terbatas, tapi tingkat filtrasi yang lebih rendah, dan umumnya memerlukan
6
pembersihan manual dari media filter (Schulz and Okun 1984).
Cleary,Shawn A. 2005, menyatakan Roughing Filter tidak hanya penting
untuk melindungi saringan pasir lambat dari kandungan padatan, tetapi juga
penting dalam keseluruhan proses penghilangan patogen, sehingga: selama suhu
air dingin (<5oC) sistem pengolahan kurang maksimal, filter masih jalan seadanya
hal ini sebagai kontributor yang signifikan untuk penghilangan coliform.
Penghilangan kekeruhan dan bakteri coliform secara signifikan lebih baik dalam
roughing filter, perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa karena headloss penumpukan
dan potensi masalah pembersihan filter, integritas operasional masih dalam
pertanyaan, selama periode jangka panjang suhu air hangat. Penghilangan
kekeruhan dalam roughing filter secara signifikan meningkat selama suhu air
hangat ketika filter biologis lebih matang. Hal ini menunjukkan bahwa
pengolahan biologis merupakan mekanisme pengolahan yang penting dalam
roughing filter. Roughing filter dibuatkan aliran lebih panjang dari saringan pasir
lambat supaya dapat menangkap sejumlah besar padatan sebelum memasuki
saringan pasir lambat.
Operasi-pemeliharaan RF, membutuhkan waktu tertentu daripada prased
maupun kolam penampung. Tetapi dari sisi kualitas olahannya, RF menghasilkan
air yang lebih jernih per debit yang sama. Apalagi kalau dilanjutkan dengan unit
filter pasir lambat atau fipal (slow sand filter), akan jauh lebih bagus kualitasnya.
Dimuka disebutkan metoda ini tepatnya diterapkan pada sistem penyediaan air
bersih yang berbasis masyarakat , maka tanggung jawab utama untuk operasi dan
pemeliharaan secara skematik penyediaan air harus diberikan kepada masyarakat
yang bersangkutan, karena kelancaran pasokan air terutama mem pengaruhi
penggunanya. Dengan kata lain kepemilikan dan pengelolaan, menggunakan
sumber daya yang tersedia secara lokal dan infrastruktur, karena tidak
memerlukan bahan kimia, suku cadang mekanik atau staf yang sangat terlatih
(Sandec Skat, 1996)
Ciri khas RF adalah medianya. disusun oleh bebatuan (kerikil, koral), filter
memiliki ruang antar butir (porositas) yang fungsinya sebagai ruang sedimentasi.
Ada ribuan ruang sedimentasi di dalam RF dan ini bergantung pada dimensinya.
Selain sedimentasi, terjadi juga fenomena filtrasi dan biomekanisme yang mampu
menyisihkan bakteri seperti pada fipal. Bedanya, dalam fipal, penyisihan bakteri
dimonopoli oleh lapisan kotor (dirty layer) yang disebut schmutzdecke (Le Craw,
R.A. 2006).
Kerikil adalah media filter yang umum digunakan meskipun beberapa
penelitian telah menyelidiki media lainnya (Tabel 1). Satu studi lapangan HRF
dilaksanakan oleh Losleben,2008, pada Proyek Blue Nile Health bereksperimen
dengan media patahan batu bata dibakar. Proyek lain RF di Indonesia digunakan
ijuk sawit serat,hasil dari tes ini menunjukkan bahwa kinerja menukar kerikil
dengan ijuk di kompartemen pertama meningkatkan penghilangkan kekeruhan
sebesar 28%. Dibandingkan dengan sepenuhnya mengganti kerikil dengan batu
bata bakaran menurunkan kinerja filter sebesar 10%. Sebuah studi percontohan
HRF dua bulan yang dilakukan di International Institute of Water and dan
Environmental Engineering (“2IE”) dengan menggunakan Dam Loumbila sebagai
sumber air minum utama untuk Ouagadougou, hanya menunjukkan rata-rata
reduksi 32% kekeruhan. Perbandingan 3 lokasi proyek tersebut HRF dan kriteria
desain utama mereka adalah diberikan dalam Tabel 1.
7
Tabel 1 Perbandingan penggunaan media filter
Proyek Blue
Nile Health
Sudan
(referensi dari
Wagelen, 1996)
Plumbon, Indonesia
(Studi dari
Universitas Delft
yang dikutip oleh
Wegelin, 1996)
Ouagadougou
Burkina Faso Institut
Air dan Teknik
Lingkungan
International
(Sylvain, 1989)
Media
Pecahan
batu
bata
bakar
krikil
Krikil dan
serat ijuk
sawit krikil
Krikil kuarsa
Kecepatan
aliran filtrasi 0,30 m/h - - - 1,0 m/h
Panjang filter
dan ukuran
media (mm)
270 cm, 30 - 50
85 cm, 15 - 20
85 cm, 5 - 10
Bak pertama
diisi serat ijuk
sawit; kemudi
an krikil
16 - 25 mm
16-25
mm
400 cm, 15 - 25
15 cm, 5 - 15
Turbidity (NTU):
Air baku 40 - 500 - - - 5 - 50
Air sebelum
penyaringan 5 - 50 - - - 4 - 19
Coli tinja (#/ 100 ml):
Air baku >300* - - - - - - - - -
Air sebelum
penyaringan
<25* - - - - - - - - -
Pengurangan
turbidity 77% 87% 67% 39% 32%
*sebagai E.Coli
Sumber: Losleben,2008, Proyek Blue Nile Health.
Meskipun media filter halus paling efektif menghilangkan partikel, media
kasar adalah diperlukan untuk memungkinkan lebih banyak ruang endap untuk
penyimpanan padatan dan meringankan beban pembersihan saringan. Dengan
pemikiran ini, berbagai penelitian telah diselidiki efek yang berbeda terhadap
penghilangan ukuran partikel yang berbeda dari University College London
mengeksplorasi pretreatment perairan yang sangat keruh di India dengan matriks
filtrasi kerikil, meneliti akurasi model untuk memprediksi kinerja filtrasi
berdasarkan ukuran partikel. Di University of Notre Dame, HRF skala
laboratorium diselidiki apakah penghilangan lempung koloid dari Cascade
Mountain dapat ditingkatkan melalui penggantian media yaitu lime stones (batu
kapur) terlarut memberikan waktu endap dengan destabilisasi partikel tanah liat
melalui flokulasi dan sedimentasi(Losleben 2008).
8
Pengalaman praktis yang lain dengan roughing filter untuk pengolahan air,
telah diterapkan di banyak negara untuk pengolahan air minum (Onyeka Nkwonta
et.al, 2009). Pada bagian ini, gambaran singkat dari pengalaman di beberapa
negara dalam tabel 2.
Tabel 2 Penerapan roughing filter pada pengolahan air minum
Referensi Kecepatan
penyaringan Parameter uji
Persen
penghilangan
Pacini (2005), Sri Langka 1,20 m/h Iron and
Manganese
85% and 95%
Dome (2000), Sri Langka 0,3 m/h Algae and
Turbidity
95% and 90%
Mahvi (2004) 1,5 m/h Turbidit 90%
Ochieng and Otieno
(2004), Afrika
0,75 m/h Turbidity and
Algae
90% and 95%
Dastanaie (2007), Iran 1,8 m/h Turbidity, TSS
and Coliforms
63.4%, 89%
and 94%
Jayalath (1994), Sri Langka 1,5 m/h Colour and
turbidity
50% and 60%
Rabindra (2008) 1,0 m/h TSS and turbidity 95% and 95%
Mukhopadhay(2008), India 0,75 m/h Turbidity 75%
Sumber : Onyeka Nkwonta et.al, 2009
Pada penelitian dengan menggunakan horizontal flow roughing filter (Jafari
Dastanaie A.; et al, 2007), dipantau kualitas air outlet, parameter seperti total
padatan tersuspensi (TSS), kekeruhan, warna dan coliform fecal serta ion seperti
besi dan mangan yang dibandingkan antara air masuk dan keluar. Perbandingan
antara nilai-nilai parameter yang disebutkan di inlet dan outlet air diilustrasikan
dalam gambar 3 dan 4,fungsi keseluruhan dari filter dalam menghilangkan
kekeruhan dan TSS dapat diterima. Selain itu, besi, mangan dan penghilangan
warna sampai batas tertentu. Variasi pencemaran coliform di inlet dan outlet air
juga dipantau. Penghilangan mikroorganisme membaik dengan tingkat filtrasi
yang lebih rendah dan dengan ukuran yang lebih kecil pasir di unit filter.
Mengamati penghapusan total coliform lebih besar dari 98% untuk ukuran pasir
yang efektif 0,29 mm dibandingkan removal 96% untuk ukuran pasir 0,62 mm,
filter memiliki kedalaman dan laju filtrasi yang sama.
Secara finansial, mengingat efisiensi penyisihan dari pencemaran coliform,
total padatan tersuspensi (TSS), mangan, kekeruhan, warna dan besi masing-
masing, sistem ini telah menunjukkan hasil yang meyakinkan. Hasil yang dicapai
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa horisontal roughing filtrasi dapat
dianggap murah dan efisien pada proses pengolahan pendahuluan air permukaan
yang digunakan sebagai pasokan air. Selanjutnya, sebagai kasus dalam penelitian
ini dapat dipertimbangkan untuk pasokan air tidak mengandung polutan utama
untuk memnuhi kebutuhan masyarakat skala kecil.
9
Table 3 Karakteristik dari suatu percobaan horizontal-flow roughing filter
Sumber : Jafari Dastanaie A.; et al, 2007
Table 4 Efisiensi pengilangan parameter partikel melalui penyaringan
Parameter Unit Inlet Outlet Removal Efficiency
%
Turbidity NTU 3.528 1.29 63.4
Color mg/L 0.8 0.6 20
Iron mg/L 0.083 0.07 15.6
Manganese mg/L 0.0417 0.015 64
TSS mg/L 18.93 1.95 89.7
Sumber : Jafari Dastanaie A.; et al, 2007
Sistem ini dapat diajukan sebagai sistem pengolahan total, di mana
diperlakukan air keluar dari filter dapat dikirimkan ke jaringan distribusi setelah
pasca klorinasi sederhana. Menurunkan tingkat filtrasi sebesar 1 m/jam atau
bahkan kurang dan meningkatkan panjang filter disarankan untuk mendapatkan
efisiensi yang lebih dalam penghilangan kasus keberadaan polusi lagi. Menjaga
paket ini di dalam ruangan sangat dianjurkan untuk mencegah ketidaknyamanan
yang disebabkan oleh angin, curah hujan, dan lainnya.
Parameter
Debit
aliran
Kecepatan
aliran Kedalaman Lebar
Panjang bak/saluran
Kesatu Kedua Ketiga
Unit
Value
L/det
3.5
mtr/jam
1.8
mtr
2
mtr
5
mtr
3
mtr
2.30
mtr
1.80
Gambar 3 Nilai turbidity air yang melewati bagian inlet dan outlet
Sumber : Jafari Dastanaie A.; et al, 2007
10
Gambar 4 Nilai total suspended solid (TSS) air yang melewati
bagian inlet dan outlet (Jafari Dastanaie A.; et al, 2007)
Aplikasi di Eropa, Instalasi Pengolahan Air (Waterworks) dari Dortmund,
Jerman (Wagelin,Martin et al,1993) menghidupkan kembali proses filter roughing
aliran horisontal 50-70 m panjang yang dipasang di cekungan tanah liat yang
dipadatkan, diisi dengan kerikil kasar dari 32-64 mm. Kira-kira ini. 1 m tidur
dalam filter diisi/ditutupi oleh lapisan krikil setebal 40 cm dari ukuran 8-16 mm
kerikil. HFRF mengurangi kekeruhan sebesar 85% dan memungkinkan mencapai
5 kali lebih lama beroperasi penyaringandan diterus dengan filter pasir lambat.
Selain proses penghilangan padatan berbagai macam material terjadi, 90 sampai
99% bakteri dihilangkan, 15% dari angka DOC lebih dari 50% dari konsentrasi
logam berat.
Tabel 5 Aplikasi horizontal flow roughing filter di Eropa
Sistem
Penyediaan
Air Bentuk Membujur
Kecepatan
filtrasi
(vp)
Ukuran
gravel/krikil
(dg)
Dortmund,
Germany
15-20 mtr/jam dg 1 = 32-64 mm
dg2 = 8-16 mm
Graz,
Austria
14-18 mtr/jam dg = 8-32 mm
Aesch,
Swizerland
5-10 mtr/jam dg = 50-80 mm
Developing
countries
0,5-20 mtr/jam dg 1 = 12-18 mm
dg 2 = 8-12 mm
dg 3 = 4-8 mm
Sumber : Wagelin, Martin et al, 1993
11
Mekanisme filtrasi lebih lanjut yaitu penahanan padatan tersuspensi oleh
RF, prosesnya agak kompleks mencakup sedimentasi adsorpsi dan biologi serta
kegiat an biokimia. Pada dasarnya, seperti yang diilustrasikan pada gambar 5
dibawah, partikel padatan harus diangkut kepermukaan dan tetap melekat pada
permukaan media yang sebelumnya diubah proses biologi dan biokimia, terakhir
yang penting untuk menghilangkan kotoran yang larut.
Gambar 5 Pemisahan partikel pada RF,Sandec - SKAT, 1996
Klasifikasi Tipe Filter RF Tipe filter RF diklasifikasikan menjadi beberapa tipe filter, ukuran media filter
serta filtration rate/laju filtrasi seperti disajikan pada Tabel 3 :
Tabel 6 Klasifikasi Media Filter, Sandec – SKAT, 1996
Tipe Filter Ukuran Material Filter
dia [mm]
Laju Filtrasi vF [m/h]
rock filter > 50 1 – 5
roughing filter 20 – 4 0,3 – 1,5
rapid sand filter 4 – l 5 – 15
slow sand filter 0,35 – 0,15 0,1 – 0,2
Sumber : Sandec – SKAT, 1996
Roughing Filter umumnya terletak di instalasi pengolahan dan digunakan
sebagai proses pretreatmen (pengolahan pendahuluan). Filter ini dapat
dioperasikan baik sebagai filter upflow, downflow atau horizontal-aliran. Fraksi
kerikil yang berbeda dari RF dipasang seadanya baik dikompartemen yang
terpisah dan dioperasi secara seri, atau kerikil ukuran berbeda ditempatkan
dalam lapisan yang sama.
Aliran air baku membawa partikel / turbiditas menerobos poros diantara media/ krikil
Terjadi Pelekatan partikel pada permukaan media yang dilalui
Pelekatan terus seiring aliran terjadi proses biokima perubahan bentuk seperti lapisan lendir
12
Gambar 6 RF tipe aliran dari atas, Sandec - Skat, (1996)
Gambar 7 RF tipe aliran dari bawah,
sumber:Sandec - Skat, (1996)
Horisontal-Flow Roughing Filter (HRF)
Panjang filter HRF tak terbatas dan tata letak sederhana adalah keuntungan
utama dari horizontal flow roughing filter. Umumnya, struktur dangkal tidak
menciptakan masalah struktural, dan panjang filter tidak terbatas pada beberapa
meter. Selanjutnya, tata letak sederhana tidak memerlukan struktur hidrolik
tambahan dan instalasi seperti pada aliran vertikal roughing filter. Air
baku berjalan dalam arah horizontal dari kompartemen masuk, melalui
serangkaian bahan saringan berbeda dipisahkan oleh dinding berlubang, ke outlet
filter seperti Gambar 8, Sandec - Skat, 1996.
Gambar 8 Horisontal-Flow Roughing Filter,
Sumber:Sandec - Skat, (1996)
13
Tabel 7 Ukuran gravel, panjang Bangunan HRF
Unit/Bak Ukuran
gravel Simbol Panjang
12 - 18 mm L1 2 - 4 m
8 - 12 mm L2 1 - 3 m
4 - 8 mm L3 1 - 2 m
Pedoman perancangan HRF diatas :
………………………....(1)
………………………..(2)
.………………………………………………(3)
…………………………….…………. (4)
Bahan filter berkisar ukuran antara 4 dan 20 mm, dan biasanya didistribusi
kan sebagai fraksi kasar, sedang dan halus dalam tiga kompartemen penyaring
berikutnya.Untuk mencegah pertumbuhan ganggang difilter, tingkat air yang
disimpan dibawah permuka an bahan filter dengan pipa buangan ditempatkan di
outlet filter. Filtrasi pada horizontal flow roughing filter berkisar antara 0,3 dan
1,5 m /jam. Telah didefinisikan disini sebagai beban hidrolik (m³ /jam) per unit
area bagian vertical (m2) filter. Panjang filter tergantung pada kekeruhan air
baku dan biasanya terletak dalam waktu 5 sampai 7 meter. Dengan kompartemen
filter yang panjang, horisontal-flow roughing filter dapat menangani kekeru
han dengan singkat pada puncak kekeruhan 500 sampai 1.000 NTU.
Secara kuantitatif jumlah air yang dipindahkan (pemindahan air) dapat
diukur menggunakan hukum Darcy terutama pada kondisi jenuh dengan
penekanan pada keterhantaran hidrolik jenuh (Ks). Dengan demikian terdapat
hubungan keterhantaran hidrolik jenuh dengan permeabilitas. Dalam hukum
Darcy keterhantaran hidrolik jenuh adalah konstanta yang menunjukkan
Penjelasan simbol :
dg mm gravel size ΔH cm maximal headloss
H m filter depth Q m3/h flow rate
L123 m filter length Qd m3/h drainage rate
W m filter width vF m/h filtration
A m2 filter cross-
section area
vd m/h drainage rate
14
hubungan linier antara 2 variabel yaitu kecepatan aliran air dan gradient
hidrolik (Kemala, 2007).
Kualitas Air Hasil Filtrasi
Parameter kualitas air yang diperhatikan dalam analisa aliran air dan bahan
terlarut melalui HRF yaitu kekeruhan dan angka permanganate/zat organik :
1) Parameter Kekeruhan
Turbiditas atau kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di
dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan biasanya
terdiri dari partikel organik maupun anorganik yang berasal dari DAS (Daerah
Aliran Sungai). Kekeruhan erat sekali hubungannya dengan kadar zat tersuspensi
karena kekeruhan pada air memang disebabkan adanya zat-zat tersuspensi yang
ada dalam air tersebut. Zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai
macam zat, misalnya pasir halus, tanah liat dan lumpur alami yang merupakan
bahan-bahan anorganik atau dapat pula berupa bahan-bahan organik yang
melayang-layang dalam air. Bahan-bahan organik yang merupakan zat tersuspensi
terdiri dari berbagai jenis senyawa seperti selulosa, lemak, protein yang
melayang-layang dalam air atau dapat juga berupa mikroorganisme seperti
bakteri, algae, dan sebagainya. Bahan-bahan organik ini selain berasal dari
sumber-sumber alamiah juga berasal dari buangan kegiatan manusia seperti
kegiatan industri, pertanian, pertambangan atau kegiatan rumah tangga.
Penunjukan kinerja HRF yang dirancang buat di Ghanasco Dam (Losleben,
2008) tampak gambar 11, dibuat rancangan untuk memenuhi kebutuhan 10.000
orang dimana kebutuhan utama air 7,5 L/pp/ hari, maka dirancang Debit Q =
75.000 L/day atau 3,12 m3/h, dibuat kecepatan aliran q = 1,6 m/jam dengan luas
penampang A = 1,95 m2 serta kedalaman z = 1 m dan lebar y = 2 m, media filter
dari krikil granit, pada musim hujan kadar kekeruhan air dam T = 700 NTU,
saluran HRF ditentukan dengan memvariasikan panjang (x) saluran menjadikan
hasil kekeruhan mencapai 20 NTU berarti penghilangan kekeruhan sama dengan
97%. Saluran ini memiliki proporsi yang media filter besar (50%), sedang (36%),
dan media kecil (14%) panjang desain saluran HRF, 45 m, seperti pada gambar10.
Gambar 9 Bendungan/Ghanasco Dam (kiri) dan Bagian tepian Ghanasco Dam
(kanan). Sumber: Losleben, 2008
15
Gambar 10 Dimensi Horisontal-Flow RF Ghanasco Dam,
Sumber: Losleben, 2008
Selain pertimbangan desain teknis, sebelum saluran ini HRF desain
dianggap sesuai, proses perencanaan partisipatif masyarakat dan pembangunan
disekitar perlindungan sumber, penggunaan air, pengolahan air harus dimulai dan
biaya total yang harus dihitung. Mengingat biaya yang murah dan desain yang
fleksibel, variasi HRF telah diimplementasikan di kamp pengungsi Sudan
menggunakan parit tanah dilapisi dengan kedap plastik, atau terpal plastik yang
sangat kuat ini bisa menjadi pilihan yang lebih murah di daerah pedesaan wilayah
utara Ghana. Ini juga akan bijaksana untuk menyelesaikan analisis biaya-manfaat
dan analisis multi-tujuan atau keberlanjutan pilihan pengolahan berbasis
masyarakat lainnya untuk air yang sangat keruh, seperti sumur bor atau koagulasi.
Penyelesaian kesehatan dasar survei sebelum pelaksanaan proyek dan beberapa
saat setelah intervensi akan memungkinkan kesimpulan yang bisa ditarik pada
sistem HRF-SSF berdampak pada pengurangan beban penyakit diare.
2) Parameter Zat Organik
Adanya zat organik dalam air menunjukan bahwa air tersebut telah tercemar
oleh kotoran manusia, hewan atau oleh sumber lain. Zat organik merupakan bahan
makanan bakteri atau mikroorganisme lainnya . Makin tinggi kandungan zat
organik didalam air, maka semakin jelas bahwa air tersebut telah tercemar.
Lebih lanjut (Soewasti S.S, 1996) kadar zat organik yang berlebih dalam air
minum tidak diperbolehkan karena selain menimbulkan warna, bau, dan rasa yang
tidak diinginkan, juga mungkin bersifat toksik baik secara langsung maupun setel
ah bersenyawa dengan zat lain yang ada. Zat organik yang ada dalam air minum
dapat berasal dari alam atau sebagai dmpak dari kegiatan manusia. Yang berasal
dari alam misalnya asam humat (humic acid) dari daun dan batang pohon yang
membusuk; senyawa nitrogen (amina) dan senyawa sulfuric (merkaptan) yang
berasal dari mikroorganisme yang membusuk. Manusia dalam kehidupan sehari-
hari membuang limbah berupa tinja, limbah cair, limbah padat dan gas baik yang
berasal dari kegiatan rumah tangga maupun dari kegiatan pertanian/kehutanan,
industri, transportasi, pertambangan dansebagainya. Kegiatan pertanian/kehutanan
menghasilkan limbah organik berupa pestisida dan pupuk; industri mengeluarkan
limbah organik sesuai produk dan prosesnya; transportasi mengeluarkan hidro
karbon dan senyawa organic lain; kegiatan pertambangan juga menghasilkan
Q masuk
Q keluar
Air Baku
Air
filtr
at
16
limbah hidrokarbon dan senyawa organik lainnya. Di kota-kota besar, air minum
yang diterima konsumen melalui jaringan distribusi seringkali masih berwarna,
berbau dan berasa tidak sedap. Penyebabnya antara lain karena tingginya
kandungan organik dalam air baku baik pada kemarau panjang maupun musim
hujan serta banyaknya kebocoran pipa distribusi. Konsumen awan menilai
kualitas air dari penampilan fisik yaitu kekeruhan, warna, baud an rasa yang
langsung dapat dilihat/dirasakan tanpa bantuan analisis laboratorium. Meskipun
dari segi mikrobiologik air minum dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
lebih aman, amun banyak konsumen yang ahirnya memutuskan sambungan
dengan PDAM dan beralih ke air tanah atau mereka berlangganan air kemasan
untuk minum dan hanya menggunaan air dari PDAM untuk mandi dan cuci.
Keadaan seperti ini tentu tidak kita kehendaki. Oleh karena it perlu dcari cara
untuk menghilangkan atau menekan serendah mungkin kadar zat organik dalam
air minum.
Bilangan permanganat adalah jumlah mg KMnO4 yang diperlukan untuk
mengoksidasi zat organik yang terkandung didalam satu liter contoh air. Menurut
SNI-06-6989.22-2004, prinsip uji zat organik di dalam air dioksidasi dengan
KMnO4 direduksi oleh asam oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi
kembali dengan KMnO4, reaksi kimia yang tejadi:
a) Reaksi oksidasi KMnO4 dalam kondisi asam, bila kandungan klorida dalam air
kurang 300 mg/liter sebagai berikut :
2 KMnO4 + 3 H2SO4 2 MnSO4 + K2SO4 + 5 On
Zat Organik dalam sampel air dioksidasi oleh larutan KMnO4 standar terukur
berlebih dalam suasana asam, sisa KMnO4 direaksikan dengan larutan C2H2O4
standar terukur berlebih. Sisa C2H2O4 dititrasi dengan larutan KMnO4 sampai
titik akhir (TA) tidak berwarna ke merah sangat muda.
b) Reaksi oksidasi KMnO4 dalam kondisi basa, bila kandungan klorida dalam air
lebih 300 mg/liter sebagai berikut :
2 KMnO4 + H2O 2 MnO2+ KOH + 3 On+ 3 H2O
Zat Organik dalam sampel air dioksidasi oleh larutan KMnO4 standar terukur
berlebih dalam suasana basa, sisa KMnO4 direaksikan dengan larutan C2H2O4
standar terukur berlebih dalam suasana asam. Sisa C2H2O4 dititrasi dengan
larutan KMnO4 sampai titik akhir (TA) tidak berwarna ke merah sangat muda.
c) Zat organik dapat dioksidasi dengan reaksi sebagai berikut :
C2H2O + On 2CO2 + H2O