2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi PPP Labuan, Banten · ... dan terletak di Desa ... contohnya adalah...
Transcript of 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi PPP Labuan, Banten · ... dan terletak di Desa ... contohnya adalah...
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi PPP Labuan, Banten
Letak Geografis Provinsi Banten berada antara 5o7'50" – 7
o1'11" LS dan
105o1'11" – 106
o'7’12" BT, dengan luas wilayah 9.160,70 Km
2. Wilayah terluas
adalah Kabupaten Pandeglang dengan luas 3.746,90 Km2.
Di bagian Utara,
wilayah Provinsi Banten berbatasan dengan Laut Jawa. Batas sebelah Barat
adalah Selat Sunda, sebelah Timur adalah Samudera Hindia dan batas sebelah
Timur adalah Provinsi Jawa Barat. Provinsi Banten dikelilingi oleh laut, oleh
karena itu memiliki sumber daya laut yang potensial. Salah satunya yaitu berada
di daerah Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten (www.bantenprov.go.id).
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan berada di sebelah Utara
Kabupaten Pandeglang, dan terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan
(Anonymous 2000 in Rakhmania 2008). Volume produksi hasil tangkapan
didaratkan di PPP Labuan pada tahun 2005 adalah 2.150,2 ton yang merupakan
produksi PPP terbesar dibanding PPP-PPP lainnya di Kabupaten Pandeglang;
yaitu sekitar 71,4% dari jumlah volume produksi hasil tangkapan Kabupaten
Pandeglang. Nilai produksi PPP ini juga tertinggi diantara PPP-PPP lainnya pada
tahun yang sama yaitu sebesar Rp 13.336,8 juta atau sekitar 82,3% dari jumlah
nilai produksi hasil tangkapan kabupaten ini (Rakhmania 2008).
2.2 Sumberdaya Ikan
Sumberdaya adalah sesuatu yang berguna dan bernilai pada kondisi kita
menemukannya. Secara umum sumberdaya alam dikelompokkan menjadi tiga
bagian yaitu (1) sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dengan
contohnya adalah barang-barang tambang (minyak bumi dan batu bara), (2)
sumberdaya alam mengalir dengan contohnya adalah energi matahari dan
gelombang laut, dan (3) sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dengan
contohnya adalah hutan dan ikan (Randal 1987 in Ruslan 2005).
Ikan termasuk kelompok ketiga sebagai sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui. Sifat kelompok ini apabila telah dipanen masih akan tumbuh
6
kembali dalam waktu dan dengan kecepatan tertentu. Sifatnya dapat diperbaharui.
Tetapi juga punya batas, apabila eksploitasi melebihi batas maksimum, maka
perkembangan dan pertumbuhan akan terganggu dan akan mengakibatkan
kepunahan. Jadi dalam usaha eksploitasi diperlukan manajemen yang bijaksana
(Muzakir 2008).
Potensi sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya perikanan tangkap,
budidaya pantai (tambak), budidaya laut, dan bioteknologi kelautan (Dahuri 2001
in Tangke 2010). Potensi perikanan laut sesungguhnya merupakan asset yang
sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia namun masih belum banyak
yang digarap secara optimal karena informasinya belum ditempatkan dalam suatu
sistem basis data yang terpadu sehingga menyulitkan dalam pencariannya
(Tangke 2010).
Salah satu sifat sumberdaya ikan adalah sangat dinamis yang dapat
berubah dengan cepat sesuai dengan ruang dan waktu dan dengan kondisi lautan
yang sangat luas, maka untuk pengelolaan sumberdaya ikan diperlukan informasi
yang lebih spesifik baik secara temporal maupun secara spasial. Masih banyak
informasi mengenai sumberdaya perikanan yang belum tersedia misalnya dimana
ikan berada, kapan, jenis apa saja, berapa banyak, daerah mana yang belum
dimanfaatkan, bagaimana pengaruh kondisi oseanografi terhadap sumberdaya dan
sebagainya (Tangke 2010).
2.3 Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus)
Klasifikasi ikan kurisi menurut FAO (2001) in Rahayu (2012) adalah
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Super kelas : Osteichthyes
Kelas : Actinopterygii
Sub Kelas : Actinopterygii
Super ordo : Acanthopterygii
Ordo : Perciformes
Sub ordeo : Percoidei
7
Family : Nemipteridae
Genus : Nemipterus
Spesies : Nemipterus japonicus (Bloch 1791)
Nama Internasional : Japanese threadfine bream
Nama Indonesia : Kurisi
Ciri-ciri umum ikan kurisi menurut Russel 1990 in Fitriyanti 2000 antara
lain sirip dada sangat panjang yaitu 1,0-1,3 kali panjang kepala dan hampir
mencapai sirip dubur, sirip perut cukup panjang dan hampir mencapai anus. Sirip
ekor menyerupai garpu dengan bagian cuping sirip ekor lebih panjang dari bagian
bawah dan membentuk filamen yang cukup panjang. Terdapat 4-5 gigi taring
yang kecil pada bagian anterior rahang atas. Warna ikan pada bagian atas merah
muda dan keperakan dibawahnya, bagian atas kepala di belakang mata berwarna
keemasan, serta mempunyai 11-12 garis berwarna kuning di sepanjang tubuh
yang dimulai dari belakang kepala sampai dasar sirip ekor. Berikut Gambar 2
disajikan gambar ikan kurisi (Nemipterus japonicus).
Gambar 2. Ikan Kurisi Nemipterus japonicus
Sumber : www.fishbase.org
Ikan kurisi merupakan ikan demersal, namun ada juga yang hidup di dasar
dan kolom air pada saat matahari terbenam. Ikan kurisi merupakan hewan
karnivora. Makanan ikan ini terdiri dari ikan kecil, crustacea, molusca (terutama
cephalopoda), polychaeta dan echinodermata (De Bruin et al. In Fitriyanti 2000).
Berdasarkan penelitian yang terdahulu dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan
ikan kurisi adalah alometrik negatif dengan b = 2.664 (Raeisi et al. 2012). Untuk
8
ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi Nemipterus japonicus menurut
Kizhakudan (2008) sebesar 141 mm.
2.4 Sebaran Frekuensi Panjang
Metode pendugaan pertumbuhan berdasarkan data frekuensi panjang
sering digunakan jika metode lain seperti metode penentuan umur tidak dapat
dilakukan (Sparre and Venema 1999). Menurut Pauly 1983 in Sinaga 2010 bahwa
hasil dari pengukuran panjang ikan yang dijadikan contoh dan analisa dengan
benar dapat menduga parameter pertumbuhan yang digunakan dalam pendugaan
stok spesies tunggal. Parameter pertumbuhan tersebut diantaranya kelompok
ukuran ikan yang penentuannya didasarkan pada frekuensi panjang individu
dalam suatu spesies dengan kelompok umur yang sama akan bervariasi mengikuti
sebaran normal (Effendie 2005) dan untuk melihat komposisi tangkapan.
Setelah komposisi umur diketahui melalui analisis frekuensi panjang, maka
parameter pertumbuhan, mortalitas penangkapan dan laju eksplotasi dapat
ditentukan dengan metode-metode estimasi yang sesuai (Syakila 2009). Boer
1996 bahwa penggunaan histogram frekuensi panjang sering dianggap teknik
yang paling sederhana diterapkan untuk mengetahui tingkatan stok ikan, tetapi
yang perlu dicatat bahwa struktur data panjang sangat bervariasi tergantung
letaknya baik secara geografis, habitat, maupun tingkah laku. Selain itu dapat
disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti perbedaan lokasi pengambilan
ikan contoh, keterwakilan ikan contoh yang diambil dan kemungkinan tekanan
penangkapan yang tinggi terhadap ikan (Syakila 2009)
2.5 Pertumbuhan
Pertumbuhan suatu individu merupakan pertambahan ukuran panjang atau
berat dalam suatu waktu (Effendie 2005). Sedangkan menurut Affandi 2002
bahwa pengertian pertumbuhan populasi merupakan proses perubahan jumlah
individu atau biomasa pada periode waktu tertentu. Secara umum pertumbuhan
ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal pada
umumnya faktor yang sukar dikontrol diantaranya yaitu keturunan (genetik), jenis
9
kelamin, umur, parasit dan penyakit. Namun faktor eksternal yang mempengaruhi
pertumbuhan diantaranya makanan dan suhu perairan (Effendie 2005).
Pentingnya pendugaan pertumbuhan dalam dinamika populasi yaitu laju
pertumbuhan mempengaruhi kapan ikan pertama kali bertelur (kematangan),
rekruitment, komposisi umur stok dan mortalitas (Aziz 1989). Effendie 2005
mengatakan pola pertumbuhan ikan terdiri atas isometrik dan allometrik.
Isometrik adalah pertumbuhan pada ikan yang terjadi terus menerus dimana
penambahan berat proporsional terhadap perubahan panjang. Sedangkan
allometrik adalah pertambahan berat tidak proposional terhadap perubahan
panjang.
2.6 Hubungan Panjang-Berat
Analisis hubungan panjang dengan berat bertujuan untuk mengetahui pola
pertumbuhan ikan di alam yang selanjutnya akan berguna bagi kegiatan
pengelolaan perikanan (Ricker 1975 in Effendie 2005). Dari pola pertumbuhan
akan dihasilkan nilai regresi antara panjang dengan berat serta akan didapatkan
nilai a dan b. Apabila nilai b=3 disebut pola pertumbuhan isometrik yaitu
pertumbuhan panjang dengan berat sebanding. Ketika b <3 ditafsirkan bahwa
pertambahan beratnya tidak secepat pertambahan panjang (pola pertumbuhan
allometrik negatif) dan sebaliknya b> 3 ditafsirkan bahwa pertambahan beratnya
lebih cepat dibandingkan pertambahan panjangnya yang disebut pola
pertumbuhan allometrik positif (Effendie 2005). Raesi et al. 2012 mengatakan
bahwa nilai b dapat menggambarkan bentuk tubuh.
2.7 Nilai L∞, K, dan t0
Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy 1938 in Aziz 1989 adalah satu
dari kebanyakan model yang digunakan secara luas untuk menduga panjang atau
berat ikan pada titik waktu mendatang. Model ini menjelaskan perubahan panjang
(Lt) sepanjang waktu sebagai suatu fungsi dari panjang maksimum (L∞) dan
koefisien pertumbuhan (K). Metode Ford Walford dapat digunakan untuk
menduga panjang maksimum (L∞) ikan dan koefisien pertumbuhan (K) dari
10
persamaan Von Bartalanffy (Aziz 1989). L∞ yaitu nilai rata-rata panjang ikan
yang sangat tua. Koefisien pertumbuhan (K) didefinisikan sebagai parameter
yang menyatakan kecepatan kurva pertumbuhan dalam mencapai panjang
asimtotiknya (L∞) dari pola pertumbuhan ikan. Jadi semakin tinggi nilai koefisien
pertumbuhan, maka ikan semakin cepat mencapai panjang asimtotik dan beberapa
spesies kebanyakan diantaranya berumur pendek. Sebaliknya ikan yang memiliki
nilai koefisien pertumbuhan rendah maka umurnya semakin tinggi karena lama
untuk mencapai nilai panjang asimtotiknya (Spare & Venema 1999).
2.8 Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas alami (M) dan
laju mortalitas penagkapan (F). Mortalitas alami yaitu mortalitas yang terjadi
karena berbagai sebab selain penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stres
pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999).
Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan
Von Bartalanffy yaitu K dan L∞. Ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai k tinggi)
mempunyai nilai “M” tinggi dan sebaliknya. Nilai “M” berkaitan dengan L∞
karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Sedangkan mortalitas
penangkapan yaitu mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan.
Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga
dapat menunjukkan dugaan terjadi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah
ikan tua di alam (Sparre dan Venema 1999).
Laju eksploitasi (E) merupakan jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan
dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik alami maupun
penangkapan (Pauly 1984 in Sinaga 2010). Menurut Pauly 1984 in Sinaga 2010
bahwa menduga stok yang dieksploitasi optimum, laju eksploitasi (E) sama
dengan 0.5. Semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas
penangkapannya semakin besar (Lelono 2007 in Syakila 2009).
11
2.9 Model Surplus Produksi
Pengkajian stok mencakup suatu estimasi tentang jumlah atau kelimpahan
(abundance) dari sumberdaya. Selain itu, mencakup pula pendugaan terhadap laju
penurunan sumberdaya yang diakibatkan oleh penangkapan serta sebab-sebab
lainnya, dan mengenai berbagai tingkat laju penangkapan atau tingkat kelimpahan
stok yang dapat menjaga dirinya dalam jangka panjang (Widodo & Suadi 2006).
Pada prinsipnya kelestarian sumberdaya akan terjamin jika jumlah volume
ikan yang ditangkap sama dengan jumlah ikan akibat pertumbuhan populasi.
Konsep ini kemudian berkembang menjadi model pengelolaan perikanan tangkap
yang disebut model surplus produksi. Hal tersebut bertujuan untuk induk-induk
berkembang biak secara alamiah (Susilo 2009).
Model surplus produksi merupakan model-model stok tunggal yang
dikarakteristikkan tidak memerlukan data struktur umur namun menggunakan
hasil tangkapan dan upaya penangkapan (Aziz 1989). Tujuan penggunaan model
surplus produksi untuk meningkatkan upaya optimum ( effort MSY atau fmsy),
yaitu upaya yang menghasilkan suatu hasil tangkapan yang maksimum lestari
tanpa mempengaruhi stok secara jangka panjang atau yang sering disebut
Maximum Sustainable Yield/MSY serta jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB/TAC) (Sinaga 2011). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB/TAC)
adalah 80% dari potensi maksimum lestarinya (MSY) (Susilo 2009).
2.10 Sistem Informasi Perikanan
Sistem dapat didefinisikan sebagai kesatuan elemen yang saling terkait
(Rochim 2002). Elemen-elemen tersebut saling berhubungan dan bekerja bersama
untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input/masukan serta
menghasilkan output/keluaran dalam proses yang terjadi (O’Brien 2008).
Komponen-komponen atau fungsi dasar dari sistem menurut O’Brien 2008
diantaranya : input/masukan, proses, output/keluaran.
Informasi memiliki arti data yang telah diolah/terorganisir sehingga
memiliki arti dan nilai bagi penerima informasi (Stair 1992). Informasi
12
merupakan hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna
bagi penerimanya dan menggambarkan suatu kejadian nyata yang digunakan
untuk pengambilan keputusan. Sumber dari informasi adalah data yang
merupakan bentuk yang masih mentah (belum dapat bercerita banyak) sehingga
perlu diolah lebih lanjut melalui suatu model. Data tersebut akan ditangkap
sebagai input/masukan (Andayati 2010). Pengertian dari sistem dan informasi
dapat digabungkan menjadi sekelompok elemen yang saling berhubungan, bekerja
bersama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input/masukan berupa
data serta menghasilkan output/masukan berupa informasi dalam proses
transformasi yang teratur. Komponen sistem informasi menurut Stair 1992 dalam
bukunya Principle of Information Systems a Managerial Approach diantaranya :
hardware/perangkat keras, software/perangkat lunak, database, jaringan, prosedur
dan manusia.
Sistem informasi perikanan Indonesia pada dasarnya berfungsi sebagai
infrastruktur informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan berbagai
permasalahan dan juga mengakomodir semua tujuan yang diharapkan. Sistem ini
diharapkan dapat memberikan informasi yang berbasis multimedia kepada
penggunanya (Tangke 2010).
Pembentukan sistem informsi perikanan memerlukan informasi perikanan.
Informasi perikanan yang diperlukan dikelompokkan dalam informasi perikanan
tangkap dan informasi perikanan budidaya. Informasi perikanan tangkap yang
diperlukan meliputi: (1) distribusi spasial dan temporal jenis-jenis sumberdaya
perikanan, (2) potensi lestari setiap jenis sumberdaya perikanan, (3) persyaratan
ekologis bagi kehidupan dan pertumbuhan setiap jenis sumberdaya perikanan, (4)
trophodynamics (transfer energi dan materi antar trophic level) dalam suatu
ekosistem perairan dimana sumberdaya perikanan yang dikelola hidup, (5)
dinamika populasi sumberdaya perikanan, (6) sejarah hidup dari sumberdaya
perikanan, (7) kualitas perairan dimana sumberdaya hidup, dan (8) tingkat
penangkapan/pemanfaatan terhadap sumberdaya perikanan, dalam bentuk upaya
tangkap secara berkala, (9) Jumlah armada penangkapan ikan dari berbagai
ukuran baik yang artisanal maupun modern secara spasial dan temporal serta
13
jumlah nelayan yang memang benar-benar melakukan kegiatan sebagai nelayan
(Soselisa 2001 in Tangke 2010).
Tantangan dalam pengembangan usaha perikanan di Indonesia adalah
lemahnya sistem basis data dan sistem informasi perikanan yang berpengaruh
terhadap akurasi dan ketepatan waktunya, kelemahan ini dapat mengakibatkan
salah perencanaan akan berakibat pada kegagalan usaha. Namun pada masa
sekarang dimana sumberdaya tersebut telah dimanfaatkan dan keadaan
lingkungan yang semakin memburuk ketepatan data dan timingnya menjadi
sangat menentukan. Tantangan lain adalah kualitas sumberdaya manusia, karena
untuk membangun suatu sistem informasi dibutuhkan sumberdaya manusia yang
berkualitas dan mampu menguasai teknologi sistem informasi serta
mengoperasikannya (Tangke 2010).
Salah satu permasalahan pembangunan perikanan Indonesia adalah
keterbatasan data dan informasi yang dapat dijadikan rujukan perencanaan dan
pengelolaan sumberdaya perikanan. Ketersediaan data dan informasi perikanan
yang akurat hingga saat ini masih dipandang sebagai hal yang tidak begitu penting
dan mendesak dalam pembangunan perikanan nasional. Hingga saat ini, belum
ada lembaga yang menangani penyediaan data dan informasi secara menyeluruh,
melainkan masih dilakukan oleh masing-masing instansi sesuai dengan
kebutuhan. Akibatnya sering terjadi perbedaan data dan informasi perikanan
(Tangke 2010).
2.11 Sistem Penunjang Keputusan
Sistem penunjang keputusan (SPK) atau Decision Support System adalah
sistem yang bertujuan untuk menyediakan informasi, membimbing, memberikan
prediksi, serta mengarahkan pengguna informasi agar dapat melakukan
pengambilan keputusan dengan lebih baik dan berbasis fakta (Kusumadewi &
Hermaduanti 2008). SPK yang baik harus mampu menggali informasi dari
database, melakukan analisis, serta memberikan interprestasi dalam bentuk yang
mudah dipahami dengan format yang mudah untuk digunakan (user friendly).
Menurut Turban 2001 in Trisnawarman & Erlysa 2007 tujuan dari
pembuatan sistem penunjang keputusan yaitu:
14
a. Membantu membuat keputusan untuk memecahkan masalah yang
sepenuhnya terstruktur dan tidak terstruktur
b. Mendukung penilaian manajer bukan mencoba menggantikannya. Komputer
dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah yang terstruktur. Untuk
masalah yang tidak terstruktur, pengguna bertanggung jawab untuk
menerapkan penilaian, dan melakukan analisis. Komputer dan manajer
bekerja sama sebagai tim pemecahan masalah
Suatu sistem penunjang keputusan (SPK) memiliki tiga subsistem sesuai yang
pernyataan oleh Ekasari dan Husnul 2007, yaitu:
a. Subsistem Manajemen Basis Data
Sumber data untuk SPK (Sistem penunjang keputusan) berasal dari luar dan
dari dalam (basis data), terutama untuk proses pengambilan keputusan pada level
manajemen puncak. Kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen basis data
SPK adalah:
Mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan dan
ekstraksi data
Menambahkan sumber data secara cepat dan mudah
Menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan pengertian
pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat
menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan
Mengelola berbagai variasi data.
b. Subsistem Manajemen Basis Model
Model-model yang banyak digunakan dalam proses pengambilan
keputusan dibagi dalam dua jenis, yaitu:
Model matematika, yang mempresentasikan sistem secara simbolik
dengan menggunakan rumus-rumus atau abstrak, selanjutnya akan
dijabarkan dalam operasi matriks, algoritma iteratif dan model-model
keputusan matematika lainnya.
Model informasi, yang mempresentasikan sistem dalam format grafik
atau tabel. Model informasi akan mendeskripsikan apa dan bagaimana
objek secara rinci (bentuk tabel atau daftar), merepresentasikan
15
hubungan antar objek (bentuk grafis), menunjukkan urutan tugas atau
proses yang dilakukan objek (peta proses operasi atau diagram alur)
c. Subsistem Penyelenggara Dialog
Komponen dialog suatu SPK (Sistem Penunjang Keputusan) adalah sarana
antarmuka/interface antara pemakai dengan SPK (Sistem Penunjang Keputusan).
Komponen dialog menyajikan output/keluaran SPK (Sistem penunjang
keputusan) pada pemakai dan mengumpulkan input/masukan ke dalam SPK
(Sistem Penunjang Keputusan). Beberapa jenis gaya dialog, diantaranya:
Dialog tanya jawab: sistem bertanya pemakai menjawab, seterusnya
hingga sistem menghasilkan jawaban yang diperlukan untuk mendukung
keputusan.
Dialog perintah: adalah perintah untuk menjalankan fungsi-fungsi SPK
(Sistem Penunjang Keputusan).
Dialog menu: pemakai memilih salah satu dari beberapa menu yang
disediakan.
Dialog form masukan/keluaran: sistem menyediakan form input
(masukan) untuk pemakai memasukkan data atau perintah dan form
output (keluaran) sebagai bentuk tanggapan dari sistem.
2.12 Pengembangan Sistem
Pengembangan sistem dapat berarti menyusun suatu sistem yang baru
untuk menggantikan sistem yang lama secara keseluruhan atau memperbaiki
sistem yang telah ada. Salah satu siklus pengembangan sistem yaitu systems
development life cycle (SDLC) dengan salah satu model yang sering digunakan
dalam mengembangkan sistem yaitu model Waterfall. Model Waterfall adalah
sebuah metode pengembangan software yang bersifat sekuensial dan sangat
populer untuk membangun atau mengembangkan sebuah software. Model
Waterfall ini terbagi menjadi 5 tahapan yang terdiri dari tahap investigasi,
analisis, desain, implementasi, uji coba dan perawatan (Stair & George 2010).
Model Waterfall tidak dapat dilaksanakan sebelum tahapan sebelumnya selesai,
16
sehingga harus dilaksanakan secara berurutan (Jumadi dan Widiadi 2009). Berikut
disajikan Gambar 3 siklus pengembangan sistem model waterfall.
Gambar 3. Siklus Pengembangan Sistem dalam Model Waterfall
Sumber : Stair & George 2010
Tahap investigasi yaitu tahap pengembangan sistem di mana masalah dan
peluang diidentifikasi dan dipertimbangkan. Tahap ini biasanya menjawab
pertanyaan dari “permasalahan apa yang ada dan apa solusinya”. Tahap analisis
yaitu pengembangan sistem yang menentukan apa yang harus dilakukan sistem
informasi untuk memecahkan masalah dengan mempelajari sistem dan proses
yang ada untuk mengidentifikasi kelemahan, kekuatan dan peluang untuk
diperbaiki. Tahap desain terdiri dari sistem input, output, dan tampilan pengguna;
spesifik perangkat keras, lunak, database, telekomunikasi, dan komponen
prosedur; dan menunjukkan bagaimana komponen saling berhubungan (Stair &
George 2010). Tahap uji coba dilakukan untuk mengetahui apakah program sudah
berjalan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Tujuan pengujian
adalah untuk mengetahui cacat dan penyebabnya dari program tersebut sedini
mungkin (Jangra et al. 2011). Tahap perawatan dilakukan ketika sistem informasi
Tahap Investigasi
Tahap Desain
Tahap Uji Coba dan
Perawatan
Tahap Analisis
Tahap Implementasi
17
sudah dioperasikan. Pada tahapan ini dilakukan proses pemantauan, evaluasi dan
perubahan (perbaikan) bila diperlukan (Mulyanto 2008).
2.13 Microsoft .NET Framework
Microsoft .NET Framework merupakan komponen yang dapat
ditambahkan ke sistem operasi Microsoft Windows atau telah terintegrasi ke
dalam Windows. Kerangka kerja ini menyediakan sejumlah besar solusi-solusi
program untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan umum suatu program baru, dan
mengatur eksekusi program-program yang ditulis secara khusus untuk framework
ini (Nugraha 2009).
Sekumpulan bahasa yang mendukung pengembangan aplikasi dengan
.NET framework pada .NET framework telah ter-embed beberapa bahasa official
yang dikembangkan oleh Microsoft seperti C#, VB, J#, Managed C++, dan juga
Jscript.NET. Visual Studio .NET yang bukan merupakan bagian dari .NET
Framework, akan tetapi hanya berupa IDE (Integrated Development Environment)
yang membantu pengembang agar lebih mudah mengembangkan aplikasi (Abror
2011).
2.14 Bahasa Pemrograman C#
C# (dibaca: C sharp) merupakan sebuah bahasa pemrograman yang
berorientasi objek yang dikembangkan oleh Microsoft. Bahasa pemrograman ini
dibuat berbasiskan bahasa C++ yang telah dipengaruhi oleh aspek-aspek ataupun
fitur bahasa yang terdapat pada bahasa-bahasa pemrograman lainnya seperti Java,
Delphi, Visual Basic, dan lain-lain) dengan beberapa penyederhanaan (Abror
2011).
2.15 Basis Data
Database atau basis data merupakan himpunan kelompok data yang saling
berkaitan. Data tersebut diorganisasikan sedemikian rupa agar tidak terjadi
duplikasi yang tidak perlu, sehingga dapat diolah atau dieksplorasi secara cepat
18
dan mudah untuk menghasilkan informasi. Sistem atau perangkat lunak yang
secara khusus dibuat untuk memudahkan pemakai dalam mengelola basis data
disebut Database Management System (DBMS) (Sutedjo 2002 in Andayati 2010).
Perangkat lunak yang termasuk DBMS seperti MS. Access, MS. SQL, XML dan
masih banyak lagi.
2.16 XML
XML (extensible Markup Language) semacam database manajemen
sistem (DBMS) (Kumar et al. 2010). XML dikembangkan oleh World Wide Web
Consortium (W3C), dengan tujuan utamanya adalah untuk mengatasi sejumlah
keterbatasan yang terdapat pada Hyper Text Markup Language (HTML). HTML
hanya digunakan untuk mendiskripsikan web pages. Tetapi XML adalah language
yang digunakan untuk mendiskripsikan dan memanipulasi struktur dokumen, serta
menawarkan beberapa mekanisme untuk memanipulasi informasi yang bebas
platform (Dweib 2009).
XML berkonsentrasi pada struktur informasi, tetapi tidak berkonsentrasi
untuk menampilkan dokumen informasi (Widodo 2003). Keuntungan
menggunakan XML yaitu akses multi-user, pertukaran data dan dapat
diintegrasikan dengan database lain (Dweib 2009).