2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial...

23
9 Universitas Kristen Petra 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara dua pihak yaitu karyawan dan organisasi. Teori ini pada awalnya diusulkan oleh Homans yang menyajikan kerangka teori pertukaran dalam konteks bagaimana individu berinteraksi dalam kelompok, yang kemudian dikembangkan oleh Cropanzano dan Mitchell (2005). Dalam penelitiannya, disebutkan bahwa teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika karyawan telah diperlakukan dengan baik oleh organisasi, karyawan cenderung akan melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berperilaku lebih positif. Cropanzano dan Mitchell (2005) mengasumsikan bahwa setiap individu selalu akan berusaha untuk membalas budi terhadap siapapun yang telah memberikannya keuntungan. Menurut Cropanzano dan Mitchell (2005) teori pertukaran sosial menjelaskan bahwa karyawan termotivasi untuk meningkatkan hasil kerjanya ketika hubungan kerja karyawan dibangun di atas pertukaran sosial yang adil. Berdasarkan teori ini, hubungan pertukaran dengan orang lain didasarkan pada perolehan imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan dan teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Lingkungan umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka individu dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi. Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperoleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan

Transcript of 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial...

Page 1: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

9 Universitas Kristen Petra

2. TEORI PENUNJANG

2.1 Teori Pertukaran Sosial

Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran

sumber daya antara dua pihak yaitu karyawan dan organisasi. Teori ini pada

awalnya diusulkan oleh Homans yang menyajikan kerangka teori pertukaran dalam

konteks bagaimana individu berinteraksi dalam kelompok, yang kemudian

dikembangkan oleh Cropanzano dan Mitchell (2005). Dalam penelitiannya,

disebutkan bahwa teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika

karyawan telah diperlakukan dengan baik oleh organisasi, karyawan cenderung

akan melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berperilaku

lebih positif. Cropanzano dan Mitchell (2005) mengasumsikan bahwa setiap

individu selalu akan berusaha untuk membalas budi terhadap siapapun yang telah

memberikannya keuntungan.

Menurut Cropanzano dan Mitchell (2005) teori pertukaran sosial

menjelaskan bahwa karyawan termotivasi untuk meningkatkan hasil kerjanya

ketika hubungan kerja karyawan dibangun di atas pertukaran sosial yang adil.

Berdasarkan teori ini, hubungan pertukaran dengan orang lain didasarkan pada

perolehan imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan

menghasilkan suatu imbalan dan teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku

dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal).

Lingkungan umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka individu dan orang-orang

lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi. Dalam

hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan

keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperoleh melalui

adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan

keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Perilaku sosial terdiri atas

pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi.

Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan

hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa

teruntungkan. Perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan

Page 2: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

10 Universitas Kristen Petra

perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika

merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan.

Berdasarkan teori pertukaran sosial tersebut, karyawan yang merasa hal-hal

yang dijanjikan pada karyawan telah terpenuhi dapat merasa bahwa organisasi telah

memperlakukan karyawan dengan baik. Akibatnya, karyawan termotivasi untuk

membalas tindakan positif organisasi dengan meningkatkan kinerjanya, karena

karyawan merasa bahwa hubungan kerjanya didasarkan pada pertukaran sosial

yang adil. Dari pernyataan-pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa teori

pertukaran sosial menjelaskan bagaimana karyawan bertindak berdasarkan

seberapa baik organisasi memenuhi harapan karyawan serta janji-janji yang

organisasi buat untuk karyawan.

2.2 Perceived Organizational Support (POS)

Perceived Organizational Support (POS) merupakan persepsi karyawan

terhadap bagaimana organisasi menghargai kontribusi dan peduli terhadap

kesejahteraan karyawannya (Eisenberger et al.,1986). Perceived Organizational

Support (POS) yang diberikan organisasi kepada karyawan menjadikan karyawan

merasa lebih puas dan lebih berkomitmen dengan pekerjaannya (Eisenberger et

al.,2001). Rhoades dan Eisenberger (2002) mengungkapkan persepsi terhadap

dukungan organisasi juga dianggap sebagai sebuah keyakinan global yang di

bentuk oleh tiap karyawan mengenai penilaian terhadap kebijakan dan prosedur

organisasi yang di bentuk berdasarkan pada pengalaman, penerimaan sumber daya,

interaksi dengan agen organisasinya dan persepsi karyawan mengenai kepedulian

organisasi terhadap kesejahteraan sumber dayanya.

Dukungan organisasi dapat membantu memenuhi kebutuhan sosial dan

emosional karyawan, sehingga akan menciptakan kewajiban bagi karyawan untuk

membalas jasa kepada organisasi (Rhoades dan Eisenberger, 2002). Keadilan

tentang pembuatan keputusan yang berhubungan dengan distribusi sumber daya

manusia, mempunyai pengaruh yang kuat terhadap dukungan organisasi yang

diindikasi oleh Perceived Organizational Support (Rhoades dan Eisenberger,

2002).

Page 3: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

11 Universitas Kristen Petra

Jika karyawan menganggap bahwa dukungan organisasi yang diterimanya

tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan keanggotaan sebagai anggota

organisasi ke dalam identitas diri dan kemudian mengembangkan hubungan dan

persepsi yang lebih positif terhadap organisasi tersebut (Rhoades dan Eisenberger,

2002). Dengan adanya penghargaan yang dirasa adil, maka akan timbul kepuasan

yang berpengaruh terhadap peningkatan komitmen seorang karyawan kepada

organisasinya, dari itu lah akan terbentuk kepercayaan dasar mengenai sejauh mana

sebuah organisasi menghargai kontribusi dan juga kesejahteraan karyawan (Han et

al., 2012).

2.2.1 Dimensi Perceived Organizational Support (POS)

Rhoades dan Eisenberger (2002) mengemukakan tiga dimensi dari Perceived

Organizational Support (POS) yaitu fairness, supervisory support, dan

organizational reward and job conditions. Berikut penjelasan dari ketiga dimensi

tersebut :

a. Fairness

Dimana organisasi dapat bersikap adil kepada karyawan-karyawannya

dalam berbagai hal. Seperti contohnya pengalokasian sumber daya sesuai

dengan quality yang organisasi miliki.

b. Supervisory Support

Dukungan dan dorongan dari atasan yang berkontribusi dan peduli

terhadap pekerjaan bawahannya. Sebagai seorang atasan,ia tidak hanya

bertugas untuk memerintah namun juga ikut turun tangan untuk membantu

bawahannya. Eisenberger et al., (1986) mengungkapkan bahwa bawahan

melihat atasan sebagai perpanjangan dari organisasi. Maka dari itu dapat

diketahui bahwa perilaku yang dilakukan seorang atasan kepada

bawahannya dapat berpengaruh terhadap persepsi karyawan terhadap

dukungan yang diberikan organisasi kepada karyawan.

c. Organizational Reward and Job Conditions

Merupakan bentuk apresiasi yang diberikan oleh organisasi kepada

karyawan karena organisasi telah bekerja dengan baik dan menghasilkan

pekerjaan yang memuaskan. Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002)

kebijakan imbalan dari organisasi dan kondisi pekerjaan,menunjukan

Page 4: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

12 Universitas Kristen Petra

bahwa kontribusi karyawan akan berkaitan secara positif terhadap

Perceived Organizational Support. Berikut merupakan beberapa contoh

imbalan organisasi dan kondisi kerja yang berkaitan dengan Perceived

Organizational Support :

a. Pengakuan, gaji, dan promosi

Ketika karyawan mendapatkan pengakuan, gaji yang sesuai

dengan pekerjaan, dan mendapatkan promosi dari organisasi,

karyawan akan merasa dihargai atas hasil kerja yang telah

diberikan kepada organisasi. Ketiga hal tersebut merupakan

komunikasi positif dari kontribusi karyawan.

b. Keamanan kerja

Dimana adanya perasaan aman ketika individu mengetahui

bahwa organisasi akan mempertahankan status kekaryawanan

individu (seperti memberikan kontrak kerja). Hal ini

menunjukkan bahwa organiasasi tidak dengan semena-mena

dapat mengeluarkan individu dari organisasi.

c. Otonomi

Persepsi yang dirasakan karyawan atas bagaimana karyawan

melaksanakan pekerjaannya, termasuk penjadwalan, prosedur

kerja, dan berbagai tugas. Dengan menunjukkan kepercayaan

organisasi kepada karyawan untuk memutuskan dengan bijak

bagaimana individu akan melaksanakan pekerjaan,otonomi yang

tinggi akan meningkatkan POS.

d. Role stressors

Stres mengacu pada individu yang merasa tidak mampu

untuk mengatasi tuntutan lingkungannya. Stres terkait tiga aspek

peran karyawan dalam organisasi telah dipelajari dalam POS

terdahulu yaitu : kelebihan beban kerja, yang melibatkan

tuntutan yang melebihi apa yang seorang karyawan cukup dapat

capai dalam waktu tertentu; ambiguitas peran, melibatkan tidak

adanya jelas informasi tentang tanggung jawab pekerjaan

seseorang; dan konflik peran, melibatkan tanggung jawab

Page 5: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

13 Universitas Kristen Petra

pekerjaan saling bertentangan. Stres yang tinggi dapat

menurunkan Perceived Organizational Support.

e. Pelatihan

Organisasi memberikan investasi kepada karyawannya

dengan memberikan pelatihan dan pengembangan (seperti

pelatihan kelas bahasa inggris) sehingga Perceived

Organizational Support dapat meningkat.

f. Organization size

Dekker dan Barling (1995) berpendapat bahwa individu

merasa kurang dihargai dalam organisasi besar, di mana

kebijakan dan prosedur yang sangat formal dapat mengurangi

fleksibilitas dalam menangani kebutuhan individu karyawan.

Hal ini dapat mengurangi Perceived Organizational Support.

2.2.2 Indikator Perceived Organizational Support (POS)

Menurut Eisenberger et al.,(2001) terdapat delapan poin indikator untuk

mengukur tingkat Perceived Organizational Support, yaitu :

1. Organisasi menghargai kontribusi karyawan.

Sejauh mana organisasi mengapresiasi hasil kerja dan peran dari

karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebuah contoh yaitu

ketika seorang karyawan menyampaikan ide atau gagasan,bagaimana

organisasi menanggapi gagasan tersebut.

2. Organisasi menghargai usaha ekstra yang telah karyawan berikan.

Tidak jarang ada beberapa karyawan yang rela untuk memberikan

usaha lebih dari kewajiban yang seharusnya diberikan oleh organisasi,

karena hal tersebut organisasi akan memberikan sesuatu sebagai wujud

timbal balik kepada karyawan tersebut berupa rewards seperti, kenaikan

jabatan, kenaikan gaji,dll.

3. Organisasi akan memperhatikan segala keluhan dari karyawan.

Seberapa dalam organisasi perduli dan memperhatikan keluhan

yang disampaikan, mau untuk mendengarkan dan memberikan solusi

serta mau menerima masukan dari karyawan.

4. Organisasi sangat peduli tentang kesejahteraan karyawan.

Page 6: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

14 Universitas Kristen Petra

Penting bagi organisasi untuk peduli tentang kesejahteraan

karyawannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh organisasi,

seperti memberikan peralatan yang memadai untuk kelangsungan kerja

para karyawan, atau memberikan asuransi bagi karyawan yang bekerja

dalam organisasi tersebut.

5. Organisasi akan memberitahu karyawan apabila tidak melakukan

pekerjaan yang baik.

Wajar bagi seorang karyawan ketika melakukan suatu kesalahan

dalam melaksanakan pekerjaannya. Namun pihak organisasi harus tetap

memantau kinerja karyawannya, ketika organisasi menemukan bahwa

karyawan bekerja tidak sesuai prosedur atau standard yang sudah

ditetapkan maka organisasi wajib menegur karyawan tersebut agar

karyawan dapat memperbaiki kinerjanya.

6. Organisasi peduli dengan kepuasan secara umum terhadap pekerjaan

karyawan.

Organisasi memperhatikan dan mengevaluasi tingkat kepuasan

karyawan terhadap pekerjaan yang diberikan oleh organisasi.

7. Organisasi menunjukkan perhatian yang besar terhadap karyawan.

Banyak organisasi yang memberikan dukungan pada karyawannya

yang bekerja. Salah satu dukungan yang diberikan yaitu perhatian yang

besar terhadap kesehatan keluarga karyawan. Sebagai contoh organisasi

memberikan tunjungan berupa asuransi bagi pasangan dan anak dari

karyawan.

8. Organisasi merasa bangga atas keberhasilan karyawan dalam bekerja.

Pencapaian yang di dapat organisasi dapat muncul karena hasil kerja

karyawannya. Maka tentunya pihak organisasi akan memiliki rasa

bangga akan karyawannya yang telah bekerja dalam organisasi tersebut.

2.3 Komitmen Organisasional

2.3.1 Pengertian Komitmen Organisasional

Meyer dan Allen (1991) merumuskan definisi mengenai komitmen dalam

berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik

hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi

Page 7: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

15 Universitas Kristen Petra

terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam

berorganisasi. Dalam Meyer dan Allen (1991) dijelaskan studi awal terhadap

komitmen organisasional melihat konsep ini sebagai dimensi tunggal, yaitu

attitudinal perspective, identifikasi, keterlibatan karyawan dan loyalitas. Teori ini

dikemukakan oleh Porter, Steers, Mowday & Boulian (1974). Menurut Porter,

attitudinal perspective mengacu pada keterikatan psikologis atau komitmen afektif

yang dibentuk oleh seorang karyawan dalam kaitannya dengan identifikasi dan

keterlibatan dengan organisasinya.

Porter lebih lanjut menjelaskan komitmen organisasional sebagai

keterikatan dengan organisasi, ditandai dengan niat untuk tetap di dalamnya

terdapat identifikasi dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi dan kemauan untuk

mengerahkan usaha ekstra untuk organisasi. Individu mempertimbangkan sejauh

mana nilai-nilai dan tujuan setiap individu sendiri yang berhubungan dengan

organisasi sebagai bagian dari komitmen organisasional, oleh karena itu hal ini

dianggap sebagai hubungan antara individu karyawan dan organisasi.

Mowday, Porter, & Steers menjelaskan lebih lanjut bahwa attitudinal

commitment berfokus pada proses bagaimana seseorang mulai memikirkan

mengenai hubungannya dalam organisasi atau menentukan sikapnya terhadap

organisasi (Meyer dan Allen,1991). Dengan kata lain hal ini dapat dianggap sebagai

sebuah pola pikir di mana individu memikirkan sejauh mana nilai dan tujuannya

sendiri sesuai dengan organisasi di mana ia berada. Sedangkan behavioral

commitment berhubungan dengan proses di mana individu merasa terikat kepada

organisasi tertentu dan bagaimana cara individu mengatasi setiap masalah yang

dihadapi. Penelitian mengenai attitudinal commitment melibatkan pengukuran

terhadap komitmen (sebagai sikap atau pola pikir), bersamaan dengan variabel lain

yang dianggap sebagai penyebab, atau konsekuensi dari komitmen

Becker mengungkapkan perspektif lain tentang komitmen organisasional

adalah "exchange based definition" atau teori "side-bet" (Meyer dan Allen,1991).

Teori ini menyatakan bahwa individu berkomitmen kepada organisasi sejauh

individu memegang posisi atau jabatan saja, namun bilamana individu diberi

alternatif lain, maka individu akan bersedia meninggalkan organisasi. Mowday,

Porter dan Steers mendukung teori "side-bet" dengan menggambarkan komitmen

Page 8: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

16 Universitas Kristen Petra

organisasional sebagai perilaku yang berkaitan dengan proses dimana individu

menjadi terkekang dalam sebuah organisasi tertentu dan bagaimana individu

menangani masalah ini. Aspek perilaku komitmen organisasional dijelaskan

melalui komitmen kalkulatif dan normatif. Hrebiniak & Alutto mengemukakan

perspektif kalkulatif atau normatif mengacu pada komitmen karyawan untuk terus

bekerja kepada organisasi berdasarkan gagasan beratnya biaya-manfaat dari

meninggalkan organisasi (Meyer dan Allen,1991).

Meyer dan Allen awalnya melihat komitmen organisasional sebagai dua

dimensi yaitu, afektif dan berkelanjutan. Meyer dan Allen mendefinisikan dimensi

pertama, komitmen yaitu afektif sebagai perasaan positif identifikasi dengan

keterikatan dan keterlibatan dalam organisasi kerja, dan dimensi kedua

didefinisikan sebagai komitmen berkelanjutan sebagai sejauh mana karyawan

merasa berkomitmen untuk organisasi berdasarkan biaya yang karyawan rasakan

bila meninggalkan organisasi. Setelah penelitian lebih lanjut, Allen dan Meyer

(1990) menambahkan dimensi ketiga komitmen yaitu normatif. Allen dan Meyer

(1990) mendefinisikan komitmen normatif sebagai perasaan karyawan atas dasar

kewajiban untuk tetap tinggal dengan organisasi. Akibatnya, konsep komitmen

organisasional digambarkan sebagai konsep tri-dimensi, ditandai dengan afektif,

berkelanjutan dan dimensi normatif .

Meyer dan Allen (1991) mengilustrasikan perbedaan dari ketiga dimensi

tersebut sebagai berikut karyawan dengan komitmen afektif yang kuat akan tinggal

karena memang ingin, karyawan dengan komitmen berkelanjutan akan bertahan

karena karyawan memang membutuhkan, dan karyawan dengan komitmen

normatif akan tinggal karena berpikir itu adalah sebuah keharusan.

Berdasarkan berbagai definisi mengenai komitmen terhadap organisasi

maka dapat diketahui bahwa komitmen terhadap organisasi merefleksikan tiga

dimensi utama, yaitu komitmen dipandang merefleksikan orientasi afektif terhadap

organisasi, pertimbangan kerugian jika meninggalkan organisasi, dan beban moral

untuk terus berada dalam organisasi (Meyer & Allen, 1997). Komitmen afektif,

normatif, dan berkelanjutkan dilihat sebagai komponen. Seorang individu dapat

merasakan berbagai komitmen ini dalam tingkatan yang berbeda, sebagai contoh,

individu ini dapat merasakan suatu kewajiban moral dan kebutuhan untuk tetap

Page 9: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

17 Universitas Kristen Petra

tinggal dalam organisasi namun tidak mempunyai keinginan. Ada juga individu

yang merasa tidak butuh atau tidak terbeban moralnya untuk tinggal namun ia tetap

tinggal dalam organisasi karena memang ingin.

Dari beberapa pengertian komitmen organisasional diatas dapat diketahui

bahwa komitmen organisasional adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh individu

dengan adanya identifikasi, keterlibatan serta loyalitas terhadap organisasi. Tingkat

komitmen organisasional yang tinggi dapat berdampak pada kesetiaan yang

dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi.

2.4 Komitmen Afektif

Allen dan Meyer (1990) mendefinisikan komitmen afetktif sebagai sampai

derajat manakah seorang individu terikat secara psikologis pada organisasi yang

mempekerjakannya melalui perasaan seperti loyalitas, affection, karena sepakat

terhadap tujuan organisasi. Meyer dan Allen (1997) juga mendefinisikan komitmen

afektif merupakan keterikatan emosional karyawan kepada organisasi, identifikasi

karyawan dengan organisasi, dan keterlibatan karyawan dalam suatu organisasi

tertentu, dimana karyawan menetap dalam organisasi karena karyawan

menginginkannya. Komitmen afektif sebagai hubungan antara karyawan dan

organisasinya yang membuat karyawan tersebut tidak meninggalkan organisasi

karena didasarkan pada ikatan emosional terhadap organisasi.

Individu dengan komitmen afektif yang tinggi akan memiliki motivasi dan

keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan

individu yang memiliki komitmen afektif yang lebih rendah. Meyer et al., (2002)

mengatakan bahwa individu dengan komitmen afektif yang tinggi ditemukan

berhubungan dengan turnover karyawan yang rendah, ketidakhadiran rendah dan

kinerja yang baik.

Model komitmen organisasional dari Meyer dan Allen (1997) menunjukkan

bahwa komitmen afektif dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tantangan pekerjaan,

kejelasan peran, kejelasan sasaran, dan kesulitan mencapai tujuan, manajemen yang

tanggap, keadilan, kepentingan pribadi, rekan kerja, umpan balik, feedback, dan

dependabilitas. Keterikatan afektif individual untuk organisasi didasari dengan

identifikasi keinginan untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan

dengan organisasi. Selain itu melalui internalisasi, keterikatan afektif didasari pada

Page 10: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

18 Universitas Kristen Petra

kesamaan tujuan dan nilai-nilai yang dipegang oleh individu dan organisasi. Secara

umum, komitmen organisasional afektif berkaitan dengan sejauh mana seorang

individu mengidentifikasi dirinya dengan organisasi (Allen dan Meyer, 1990).

2.4.1 Pembentuk Komitmen Afektif

Meyer & Allen (1997) mengatakan ada beberapa penelitian mengenai

antecedents dari komitmen afektif. Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan tiga

kategori besar. Ketiga kategori tersebut yaitu :

a. Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi yang mempengaruhi perkembangan komitmen

afektif adalah sistem desentralisasi, adanya kebijakan organisasi yang adil, dan

cara menyampaikan kebijakan organisasi kepada individu. Selain itu Meyer dan

Allen (1997) juga menemukan bahwa keadilan organisasi, komunikasi keatas

gaji dan keadilan procedural, dan pengambilan keputusan strategis memiliki

pengaruh yang positif terhadap komitmen afektif.

b. Karakteristik Individu

Meyer dan Allen (1997) mengatakan bahwa karateristik individu ke dalam

dua variabel, yaitu variabel demografis dan variabel disposisional. Variabel

demografis mencakup gender, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan

lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Dalam beberapa penelitian

ditemukan adanya hubungan antara variabel demografis tersebut dan komitmen

berorganisasi, namun ada pula beberapa penelitian yang menyatakan bahwa

hubungan tersebut tidak terlalu kuat. Ada beberapa penelitian yang menyatakan

bahwa gender mempengaruhi komitmen afektif, namun ada pula yang

menyatakan tidak demikian. Selain itu usia juga mempengaruhi proses

terbentuknya komitmen afektif, meskipun tergantung dari beberapa kondisi

individu sendiri.

Variabel disposisional mencakup kepribadian dan nilai yang dimiliki

anggota organisasi (Meyer dan Allen, 1997). Hal-hal lain yang tercakup ke

dalam variabel disposisional ini adalah kebutuhan untuk berprestasi dan kerja

yang baik (Meyer dan Allen, 1997). Variabel ini memiliki hubungan yang lebih

kuat dengan komitmen berorganisasi, karena adanya perbedaan pengalaman

masing-masing anggota dalam organisasi tersebut (Meyer dan Allen, 1997).

Page 11: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

19 Universitas Kristen Petra

c. Pengalaman Kerja

Meyer dan Allen (1990) menyatakan bahwa pengalaman kerjalah yang

dirasa paling kuat dibandingkan antecedents lainnya karena pengalaman kerja

inilah yang memenuhi psikologis karyawan untuk merasa nyaman dan

kompeten dalam organisasinya. Pengalaman kerja individu yang

mempengaruhi proses terbentuknya komitmen afektif antara lain job scope,

yaitu beberapa karakteristik yang menunjukkan kepuasan dan motivasi individu

(Allen & Meyer, 1997). Hal ini mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat

otonomi individu, dan variasi kemampuan yang digunakan individu. Selain itu

peran individu dalam organisasi tersebut dan hubungannya dengan atasan

(Allen & Meyer, 1997).

Individu dengan komitmen afektif yang tinggi memiliki kedekatan

emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut

akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap

organisasi dibandingkan individu dengan komitmen afektif yang lebih rendah.

2.4.2 Indikator Komitmen Afektif

Indikator komitmen afektif menurut He (2008) adalah sebagai berikut :

1. Keinginan untuk terus melanjtkan karir di organisasi.

Anggota organisasi dengan komitmen afektif yang tinggi yang tinggi akan

terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan

untuk itu, bukan karena karyawan merasa membutuhkan organisasi atau

organisasi, atau karena karyawan merasa harus tetap bertahan dalam

organisasi.

2. Berdiskusi tentang organisasi dengan orang diluar organisasi.

3. Merasa masalah organisasi sebagai kewajibannya juga.

Karyawan yang memiliki komitmen afektif tinggi menerima hampir semua

pekerjaan yang diberikan padanya bahkan senang melibatkan diri dengan

kegiatan organisasi diluar tugas-tugasnya.

4. Tidak bisa semudah itu mempunyai keterikatan emosional dengan organisasi

lain.

5. Merasa menjadi bagian keluaga dalam organisasi.

Page 12: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

20 Universitas Kristen Petra

Karyawan dengan komitmen afektif tinggi memiliki perasaaan senang pada

organisasi, dan memunculkan kemauan untuk tetap tinggal dan membina

hubungan sosial serta menghargai nilai hubungan dengan organisasi

dikarenakan telah menjadi anggota organisasi.

6. Adanya keterikatan psikologis.

Keterikatan secara psikologis melalui perasaan seperti loyalitas, afeksi,

karena sepakat terhadap tujuan organisasi.

7. Organisasi menjadi bagian penting bagi karyawan.

8. Merasa mempunyai rasa memiliki dengan organisasi.

Karyawan yang memiliki komitmen afektif, menunjukkan adanya sikap

menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai

organisasi, dan rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi .

2.5 Komitmen Normatif

Dimensi kedua dari model komitmen organisasional adalah komitmen

normatif. Meyer dan Allen (1997) mendefinisikan komitmen normatif sebagai

perasaan kewajiban moral untuk melanjutkan pekerjaan. Nilai-nilai internalisasi

normatif atas tugas dan kewajiban membuat individu wajib untuk mempertahankan

keanggotaan dalam organisasi. Menurut Meyer dan Allen (1991) karyawan dengan

komitmen normatif merasa bahwa karyawan harus tetap bertahan dalam organisasi.

Dalam hal dimensi normatif, karyawan bertahan karena harus melakukan atau

karena itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan. Meyer dan Allen (1991)

berpendapat bahwa kewajiban moral ini muncul baik melalui proses sosialisasi

dalam masyarakat atau organisasi. Dalam kedua kasus itu didasarkan pada norma

timbal balik, dengan kata lain jika karyawan menerima manfaat, hal ini akan

menempatkan karyawan atau organisasi di bawah kewajiban moral untuk

menanggapi dalam kebaikan.

Komitmen normatif dibangun berdasarkan ikatan psikologis antara

pegawai dan organisasi. Ikatan psikologis ini merujuk pada kepercayaan bahwa

pihak yang terlibat memiliki kewajiban timbal balik satu sama lain, yang

terwujud dalam berbagai bentuk, baik berdasarkan pertukaran ekonomis maupun

berdasarkan pada prinsip-prinsip sosial (Meyer & Allen, 1984). Perbedaan

komitmen normatif dengan komitmen afektif adalah karena komitmen normatif

Page 13: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

21 Universitas Kristen Petra

mencerminkan suatu rasa memiliki kewajiban atau tugas dan bukan merupakan

suatu keterikatan emosi. Komitmen normatif berbeda dari komitmen

berkelanjutan karena komitmen ini tidak melibatkan perhitungan untung rugi

pribadi pegawai.

Komitmen normatif juga bisa disebut sebagai suatu kewajiban moral yang

ditumbuhkan oleh pegawai setelah organisasi menginvestasikan sesuatu untuk

pegawai. Sebagai contoh, seorang pegawai yang pendidikannya dilunasi oleh

organisasi bisa saja berpikir bahwa karyawan tersebut harus membalas budi

organisasi dengan tetap berada dalam organisasi (Meyer & Allen, 1997).

2.5.1 Pembentuk Komitmen Normatif

Meyer dan Allen (1997) menyatakan komitmen normatif terhadap

organisasi dapat berkembang dari sejumlah tekanan yang dirasakan individu selama

proses sosialisasi (dari keluarga atau budaya) dan selama sosialisasi saat individu

baru masuk ke dalam organisasi. Dapat diketahui bahwa sosialisasi budaya dan

famili merupakan suatu proses pembentukan individu dimana latar belakang

individu tersebut sangat menentukan persepsinya. Selain itu komitmen normatif

juga berkembang karena organisasi memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi

individu yang tidak dapat dibalas kembali (Meyer dan Allen, 1997). Faktor lainnya

adalah adanya kontrak psikologis antara anggota dengan organisasinya (Meyer dan

Allen, 1997). Kontrak psikologis adalah kepercayaan dari masing-masing pihak

bahwa masing-masing akan timbal balik memberi.

Individu dengan komitmen normatif yang tinggi akan tetap bertahan dalam

organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer & Allen (1991)

menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi individu untuk

bertingkah laku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi.

Namun adanya komitmen normatif diharapkan memiliki hubungan yang positif

dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti job performance, work attendance,

dan organizational citizenship.

2.5.2 Indikator Komitmen Normatif

Menurut He (2008) indikator komitmen normatif adalah sebagai berikut :

1. Walaupun ada keuntungan pribadi, karyawan tidak merasa benar

untuk meninggalkan organisasi

Page 14: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

22 Universitas Kristen Petra

2. Karyawan merasa bersalah apabila meninggalkan organisasi.

3. Karyawan merasa berkewajiban untuk tetap bertahan dalam

organisasi.

4. Karyawan merasa organisasi pantas untuk menerima kesetiaan

karyawan.

5. Karyawan tidak meninggalkan organisasi saat ini karena

mempunyai rasa tanggung jawab terhadap orang di dalamnya.

6. Karyawan merasa berhutang budi terhadap organisasi.

2.6 Komitmen Berkelanjutan

Dimensi terakhir dari model tri-dimensi komitmen organisasional adalah

komitmen berkelanjutan. Meyer dan Allen (1997) mendefinisikan komitmen

berkelanjutan sebagai kesadaran anggota organisasi akan kerugian jika

meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan komitmen berkelanjutan

yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena individu memiliki

kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut (Meyer dan Allen, 1997). Hal

ini menunjukkan perbedaan antara komitmen berkelanjutan dan komitmen afektif.

Komitmen afektif menunjukan bahwa individu tinggal dalam organisasi karena

individu memang ingin. Anggota organisasi berkomitmen kepada organisasi karena

imbalan ekstrinsik positif yang diperoleh melalui upaya tanpa mengidentifikasi

dirinya dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi. Kekuatan komitmen berkelanjutan,

yang berarti kebutuhan untuk tinggal, ditentukan oleh biaya yang dirasakan bila

karyawan meninggalkan organisasi (Meyer & Allen, 1984).

Allen dan Meyer (1990) mengatakan seiring lamanya waktu seorang

pegawai mengabdi pada suatu organisasi, pegawai tersebut mengakumulasi

investasi (misalnya waktu, usaha, hubungan baik dengan rekan-rekan kerja dan

keahlian spesifik yang tidak mudah dialihkan atau tidak dapat dipakai di organisasi

lain), sehingga semakin lama akan semakin merugikan pegawai jika ia memutuskan

untuk meninggalkan organisasi.

Menurut Allen dan Meyer (1990), komitmen berkelanjutan memiliki dua

aspek untuk menggambarkan sumber spesifik atas biaya yang harus ditanggung

apabila meninggalkan organisasi, yaitu :

a. Persepsi akan kurangnya alternatif pekerjaan.

Page 15: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

23 Universitas Kristen Petra

Ketidakcukupan alternatif pekerjaan akan meningkatkan persepsi biaya

yang timbul apabila seseorang meninggalkan organisasi, oleh karena itu sedikitnya

alternatif pekerjaan yang diyakini oleh karyawan akan meningkatkan komitmen

yang dimiliki oleh karyawan terhadap organisasinya.

b. Pengorbanan diri dan pembiayaan (cost) yang tinggi.

Setiap organisasi mempunyai kebijakan sendiri-sendiri mengenai bentuk

dan jumlah tunjangan yang akan diberikan pada karyawannya. Pengorbanan diri

yang dimaksud adalah karyawan melakukan tindakan yang berhubungan dengan

bagaimana cara agar tetap bertahan di organisasi tempat karyawan bekerja

walaupun ada kemungkinan bahwa tunjangan yang didapat dari organisasi tempat

bekerja saat ini tidak sama dengan organisasi lain.

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diketahui terdapat kecenderungan

bahwa komitmen berkelanjutan adalah tingkat kesediaan karyawan untuk tetap

bergabung dalam organisasi karena kurangnya alternatif pekerjaan yang bisa

didapatkan serta adanya keuntungan dan manfaat yang mungkin tidak akan

didapatkan di organisasi lain sehingga menimbulkan persepsi adanya biaya yang

akan timbul jika keluar dari organisasi tempat ia bekerja saat ini.

2.6.1 Pembentuk Komitmen Berkelanjutan

Individu dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi akan bertahan dalam

organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam

individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi.

Berkaitan dengan hal ini, maka individu tersebut tidak dapat diharapkan untuk

memiliki keinginan yang kuat untuk berkontribusi pada organisasi. Jika individu

tersebut tetap bertahan dalam organisasi, maka pada tahap selanjutnya individu

tersebut dapat merasakan putus asa dan frustasi yang dapat menyebabkan kinerja

yang buruk.

Komitmen berkelanjutan dapat berkembang karena adanya berbagai

tindakan atau kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika meninggalkan

organisasi. Beberapa tindakan atau kejadian ini dapat dibagi ke dalam dua variabel,

yaitu investasi dan alternatif. Selain itu proses pertimbangan juga dapat

mempengaruhi individu (Meyer dan Allen, 1997). Investasi termasuk sesuatu yang

berharga, termasuk waktu, usaha ataupun uang, yang harus individu lepaskan jika

Page 16: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

24 Universitas Kristen Petra

meninggalkan organisasi. Sedangkan alternatif adalah kemungkinan untuk masuk

ke organisasi lain. Proses pertimbangan adalah saat di mana individu mencapai

kesadaran akan investasi dan alternatif, dan bagaimana dampaknya bagi individu

sendiri (Meyer dan Allen, 1997).

2.6.2 Indikator Komitmen Berkelanjutan

Menurut He (2008) ada beberapa indikator komitmen berkelanjutan, yaitu :

1. Merasa takut dengan apa yang akan terjadi apabila meninggalkan

pekerjaan tanpa ada alternatif pekerjaan lainnya.

2. Merasa berat untuk karyawan meninggalkan pekerjaan tersebut

walaupun ingin.

3. Kehidupan karyawan akan terganggu bila karyawan memutuskan

untuk meninggalkan organisasi.

4. Merasa rugi untuk meninggalkan organisasi.

5. Merasa bekerja pada organisasi adalah masalah kebutuhan

dibandingkan dengan keinginan.

6. Merasa alternatif organisasi yang lain terlalu sedikit untuk

mempertimbangkan meninggalkan organisasi.

7. Salah satu konsekuensi negatif meninggalkan organisasi karena

sedikitnya alternatif lain.

8. Karyawan merasa tetap bertahan di organisasi karena banyaknya

kerugian pribadi yang harus dipertimbangkan, organisasi lain

mungkin tidak sebanding dengan benefit yang didapat saat ini

9. Apabila karyawan tidak terlanjur banyak menginvestasikan dirinya

dalam organisasi, karyawan akan mencari pekerjaan lain.

2.7 Hubungan antara Perceived Organizational Support dengan Komitmen

Organisasional

Komitmen kerja terhadap organisasi mutlak diperlukan suatu organisasi dari

karyawannya. Untuk itu, suatu organisasi harus menstimulasi perasaan kesetiaan

karyawannya dan ini harus ditanamkan pada setiap individu di organisasi tersebut.

Usaha-usaha dalam menciptakan komitmen karyawan perlu terus ditumbuh

kembangkan oleh suatu organisasi. Salah satu cara untuk menciptakan komitmen

Page 17: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

25 Universitas Kristen Petra

adalah melalui Perceived Organizational Support. Dasar landasan hubungan antara

Perceived Organizational Support dengan komitmen organisasional adalah teori

pertukaran sosial. Menurut Eisenberger (1986) Perceived Organizational Support

berhubungan dengan komitmen organisasional, dengan konsiderasi ini maka

muncullah beberapa asumsi pertukaran sosial yang menyatakan bahwa karyawan

cenderung menukarkan komitmennya dengan dukungan yang diberikan organisasi.

Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch, & Rhoades (2001) mengeksplorasi

tentang ideologi pertukaran dalam penelitian Perceived Organizational Support.

Eisenberger menemukan bahwa teori pertukaran sosial menguatkan hubungan

antara Perceived Organizational Support dengan obligasi.

Individu dengan kesadaran atau orientasi pertukaran sosial yang tinggi

cenderung meyimpan rasa kewajiban (score keeping) dibandingkan dengan

individu yang rendah orientasinya. Individu dengan orientasi pertukaran sosial yang

rendah lebih tidak peduli terhadap obligasi. Dengan kata lain dapat diketahui bahwa

individu yang orientasi pertukaran sosialnya lebih tinggi akan cenderung membalas

jasa terhadap organisasi daripada yang berorientasi rendah.

Eisenberger et al., (2001) menyelidiki pertukaran komponen komitmen dan

menemukan bahwa karateristik pay-for-performance berpengaruh pada komitmen.

Eisenberger melakukan penelitian tentang hubungan Perceived Organizational

Support dengan komitmen dan hal ini konsisten dengan model teori pertukaran

sosial dimana pemberian dukungan organisasi pada karyawan menghasilkan

komitmen yang lebih besar dari karyawan. Dari penemuan diatas dapat diketahui

bahwa Perceived Organizational Support mempunyai peran penting dalam

membentuk komitmen yang pada akhirnya akan memberikan pengaruh penting

pada organizational outcome.

2.7.1 Hubungan antara Perceived Organizational Support dengan Komitmen

Afektif

Menurut Eisenberger dukungan organisasi dirasakan karyawan memiliki

pengaruh pada komitmen afektif (Gokul, Sridevi, dan Srinivasan, 2012).

Menurut hasil penelitian tersebut karyawan yang merasa didukung oleh

organisasinya dan merasa dihargai, sebagai seorang karyawan dalam organisasi

karyawan akan lebih merasakan keterikatan pada organisasinya. Komitmen

Page 18: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

26 Universitas Kristen Petra

afektif mencerminkan kekuatan kecenderungan individual untuk tetap bekerja

dalam organisasi karena individu tersebut setuju dan senang bekerja pada

organisasi (Meyer dan Allen, 1997).

Komitmen afektif dibentuk oleh perasaan timbal balik (resiprokal) atas

apa yang sudah diterima dari organisasi. Jika seorang karyawan dalam sebuah

organisasi dapat merasakan adanya dukungan dari organisasi yang sesuai dengan

keinginan dan harapan yang dimiliki karyawan, maka dengan sendirinya akan

terbentuk sebuah komitmen dari karyawan untuk memenuhi kewajibannya

kepada organisasi, dan tidak meninggalkan organisasi, karena karyawan telah

memiliki ikatan emosional yang kuat terhadap organisasinya (Eisenberger et al.,

2001). Karyawan memandang organisasi mendukungnya, maka karyawan

merasa memiliki hasrat kuat untuk bertahan dalam organisasinya. Terdapat

kecenderungan bahwa karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat

akan senantiasa setia terhadap organisasi tempat bekerja (Meyer dan Allen,

1997).

Eisenberger, Huntington, Hutchinson, and Sowa (1986) mengatakan

bahwa Perceived Organizational Support meningkatkan komitmen afektif

dengan cara berkontribusi terhadap kepuasan dan kebutuhan sosio emosional

karyawan seperti self-esteem dan approval. Kepuasan inilah yang akan

mempengaruhi identitas sosial karyawan dan membuat karyawan merasa

menjadi penting dalam organisasi dimana hal ini membuat komitmen afektif

meningkat.

2.7.2 Hubungan antara Perceived Organizational Support dengan Komitmen

Normatif

Hubungan antara komitmen normatif dengan Perceived Organizational

Support dapat dijelaskan dengan perasaan timbal balik. Seseorang yang

merasakan perlakuan, sikap yang baik dan penghargaan terhadap dirinya akan

merasa berkewajiban untuk membalas budi. Dari sudut pandang karyawan,

ketika karyawan berpersepsi bahwa organisasi memperlakukan dengan baik dan

peduli terhadap kesejahteraan, dia akan merasa berhutang budi kepada organisasi

dan setia pada organisasi. Teori dukungan organisasi menyebutkan bahwa

Perceived Organizational Support menghasilkan suatu perasaan wajib bagi

Page 19: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

27 Universitas Kristen Petra

anggotanya untuk membantu organisasi mencapai tujuannya (Eisenberger et al.,

1986). Perceived Organizational Support yang tinggi membuat karyawan

merasa terobligasi untuk berkomitmen ke organisasi dan juga untuk menunjukan

perilaku baik yang mendukung tujuan organisasi.

Semakin besar karyawan berpersepsi bahwa organisasi memberikan

dukungan terhadap karyawan, semakin besar rasa moral obligasi karyawan untuk

tetap bekerja dalam organisasi tersebut. Karyawan merasa didukung oleh

organisasi dan merasa tidak sepantasnya bagi karyawan untuk meninggalkan

organisasi.

Komitmen normatif juga bisa disebut sebagai suatu kewajiban moral

yang ditumbuhkan oleh pegawai setelah organisasi menginvestasikan sesuatu

untuk pegawai. Sebagai contoh, seorang pegawai yang pendidikannya dilunasi

oleh organisasi bisa saja berpikir bahwa ia harus membalas budi organisasi

dengan tetap berada dalam organisasi (Meyer & Allen, 1997). Hal ini

mengimplikasikan bahwa individu-individu sering merasa berkewajiban

membayar kembali pada organisasi untuk investasi yang diberikan kepada

individu, contohnya melalui pelatihan dan program pengembangan. Dari teori-

teori diatas dapat diketahui bahwa karyawan yang mempunyai Perceived

Organizational Support yang tinggi akan merasa berhutang budi dan merasa

berkewajiban untuk tetap berada dalam organisasi.

2.7.3 Hubungan antara Perceived Organizational Support dengan Komitmen

Berkelanjutan

Meyer dan Allen mendefinisikan komitmen berkelanjutan sebagai

kesadaran anggota organisasi akan kerugian jika meninggalkan organisasi (Aube,

Rosseau, dan Morin, 2007). Individu dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi

akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya

kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika

meninggalkan organisasi. Bila organisasi memberikan dukungan kepada

karyawannya melalui hal-hal yang dapat meningkatkan persepsi karyawan terhadap

organisasi maka karyawan tersebut akan memikirkan kembali keuntungan ataupun

kerugian yang akan dirinya dapat bila tetap tinggal maupun pergi dari organisasi.

Sebagai contoh, bila organisasi memberikan dukungan kepada karyawannya

Page 20: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

28 Universitas Kristen Petra

melalui pelatihan manajemen yang dapat menunjang karirnya di masa depan, maka

karyawan tersebut akan membandingkan apakah alternatif yang diberikan

organisasi lain lebih menguntungkan dari organisasinya yang sekarang atau tidak.

Menurut Rhoades dan Eisenberger dapat ditemukan hubungan negatif yang

lemah antara Perceived Organizational Support dengan komitmen berkelanjutan

(Ucar dan Otken, 2010). Hubungan negatif ini dapat dijelaskan dengan

berkurangnya perasaan terkurung dalam organisasi. Tingkat dukungan organisasi

yang dirasakan dapat membantu untuk mengembalikan keseimbangan antara

dorongan positif yang dilakukan oleh organisasi dan kontribusi individual

karyawan. Terlebih karyawan yang mempunyai Perceived Organizational Support

yang tinggi akan berpersepsi cost yang terkait dengan meninggalkan pekerjaan akan

dirasakan kurang penting daripada jika karyawan berpikir bahwa telah memberikan

banyak untuk organisasi dan tidak mendapatkan timbal balik apapun. Bila dilihat

dari pernyataan diatas, karyawan yang memiliki persepsi dukungan organisasi yg

rendah, memiliki kecenderungan lebih besar keluar dari organisasi untuk mencari

dan menerima tawaran pekerjaan dari organisasi lain. Dari teori-teori diatas dapat

diketahui bahwa karyawan yang mempunyai Perceived Organizational Support

yang tinggi akan memiliki kecendurungan yang kecil untuk meninggalkan

organisasi.

Page 21: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

29 Universitas Kristen Petra

2.8 Kerangka Berpikir

Hotel

“X” Perceived Organizational Support

1. Organisasi menghargai

kontribusi karyawan.

2. Organisasi menghargai

usaha ekstra yang telah

karyawan berikan.

3. Organisasi akan

memperhatikan segala

keluhan dari karyawan.

4. Organisasi sangat peduli

tentang kesejahteraan

karyawan.

5. Organisasi akan

memberitahu karyawan

apabila tidak

melakukan pekerjaan yang

baik.

6. Organisasi peduli dengan

kepuasan secara umum

terhadap pekerjaan

karyawan.

7. Organisasi menunjukkan

perhatian yang besar

terhadap karyawan.

8. Organisasi merasa bangga

atas keberhasilan karyawan

dalam bekerja.

(Eisenberger et al.,2001)

Komitmen Afektif 1. Keinginan untuk

terus melanjutkan

karir di organisasi.

2. Berdiskusi tentang

organisasi dengan

orang diluar

organisasi.

3. Merasa masalah

organisasi sebagai

kewajibannya juga.

4. Tidak bisa semudah

itu mempunyai

keterikatan

emosional dengan

organisasi lain.

5. Merasa menjadi

bagian keluarga

dalam organisasi.

6. Adanya keterikatan

psikologis dengan

organisasi.

7. Organisasi menjadi

bagian penting bagi

karyawan.

8. Merasa mempunyai

rasa memiliki

dengan organisasi.

Sumber : He (2008)

Komitmen Normatif

1. Walaupun ada

keuntungan pribadi,

karyawan tidak

merasa benar untuk

meninggalkan

organisasi.

2. Karyawan merasa

bersalah apabila

meninggalkan

organisasi.

3. Karyawan merasa

berkewajiban untuk

tetap bertahan dalam

organisasi.

4. Karyawan merasa

organisasi pantas

untuk menerima

kesetiaan karyawan.

5. Karyawan tidak

meninggalkan

organisasi saat ini

karena mempunyai

rasa tanggung jawab

terhadap orang di

dalamnya.

6. Karyawan merasa

berhutang budi

terhadap organisasi.

Sumber : He (2008)

Komitmen Kontinuan

1. Merasa takut dengan

yang akan terjadi apabila

meninggalkan pekerjaan

tanpa ada alternatif

pekerjaan lainnya.

2. Merasa berat untuk

meninggalkan pekerjaan.

3. Kehidupan karyawan

akan terganggu bila

meninggalkan organisasi.

4. Merasa rugi

meninggalkan organisasi.

5. Bekerja pada organisasi

adalah kebutuhan.

6. Merasa alternatif

organisasi yang lain

terlalu sedikit untuk

mempertimbangkan

meninggalkan organisasi.

7. Salah satu konsekuensi

meninggalkan organisasi

karena sedikitnya

alternatif lain.

8. Banyak kerugian pribadi

yang harus

dipertimbangkan.

9. Apabila karyawan tidak

terlanjur banyak

menginvestasikan dirinya

dalam organisasi,

karyawan akan mencari

pekerjaan lain.

Sumber : He (2008)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Page 22: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

30 Universitas Kristen Petra

Dari kerangka pemikiran diatas dapat diketahui bahwa Perceived

Organizational Support dapat berpengaruh bagi komitmen afektif, komitmen

normatif, dan komitmen berkelanjutan. Perceived Organizational Support dapat

diukur melalui delapan indikator yaitu organisasi menghargai kontribusi karyawan,

usaha ekstra, memperhatikan segala keluhan karyawan, peduli terhadap

kesejateraan karyawan, menegur karyawan apabila tidak melakukan pekerjaan

dengan baik, peduli terhadap kepuasan pekerjaan karyawan, menunjukkan

perhatian yang besar, dan merasa bangga atas keberhasilan karyawannya. Dari

delapan indikator tersebut akan berpengaruh terhadap komitmen afektif, komitmen

normatif, dan komitmen berkelanjutan pada karyawan Hotel “X”.

2.9 Kerangka Model

Gambar 2.2 Kerangka Model

Perceived

Organizational

Support

Komitmen

afektif

Komitmen

berkelanjutan

Komitmen

normatif

H2

H1

H3

Page 23: 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial · 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Teori Pertukaran Sosial Hubungan karyawan-organisasi pada dasarnya adalah kontrak pertukaran sumber daya antara

31 Universitas Kristen Petra

2.10 Hipotesis

H1 : Perceived Organizational Support berpengaruh signifikan terhadap

Komitmen afektif

H2 : Perceived Organizational Support berpengaruh signifikan terhadap

Komitmen normatif

H3 : Perceived Organizational Support berpengaruh signifikan terhadap

Komitmen berkelanjutan

H4 : Kontribusi Perceived Organizational Support terbesar untuk

Komitmen afektif