2. Pedoman UGD

download 2. Pedoman UGD

of 40

Transcript of 2. Pedoman UGD

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    1/40

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Upaya Bangsa Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai

    perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang

    Dasar 1945, adalah meliputi kesehatan badaniah, rohaniah dan sosial dan bukan hanya

    keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.

    Kegiatan ini harus bersifat menyeluruh , terpadu, merata, dapat diterima dan

    terjangkau oleh seluruh masyarakat, dan masyarakat perlu aktif berperan serta. Segala

    upaya ini harus dilakukan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat dengan

    menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan dengan biaya

    yang dapat dipikul oleh masyarakat dan negara. Upaya dalam bidang kesehatan telah

    dijabarkan dalam Sistem Kesehatan Nasional yang hakikatnya adalah berupa pemikiran

    dasar yang member arah dan tujuan, terpadu dan berkesinambungan sebagai bagian

    dari Pembangunan Nasional.

    Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Dasar-Dasar Pembangunan Kesehatan

    Nasional antara lain adalah:

    1. Semua Warga Negara berhak memperoleh derajat kesehatanyang setinggi-tingginya,

    agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

    2. Pemerintah dan masyarakat bertaggung jawab dalam memelihara mempertinggi

    derajat kesehatan rakyat.

    3. Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh Pemerintah dan dilakukan secara

    serasi dan seimbang oleh Pemerintah dan masyarakat, serta dilaksanakan terutama

    melalui upaya peningkatan dan pencegahan yang dilakukan secara terpadu dengan

    upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilakukan.

    4. Sesuai dengan azas adil dan merata, hasil-hasil yang dicapai dalam pembangunan

    kesehatan harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh penduduk.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    2/40

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    3/40

    3

    BAB II

    PENGERTIAN

    A. Pasien Gawat Darurat (GD)

    Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan

    terancam nyawanya atau anggota badanya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat

    pertolongan secepatnya.

    B.

    Pasien Gawat Tidak Darurat (GTD)

    Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,

    misalnya kanker stadium lanjut.

    C. Pasien Darurat Tidak Gawat (DTG)

    Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan

    anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal.

    D.

    Pasien tidak gawat tidak darurat (TGTD)

    Misalnya pasien dengan ulkus tropium, TBC kulit, dan sebagainya.

    E. Kecelakaan (Accident)

    Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak,

    tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera (fisik, mental , sosial).

    Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut:

    1.Tempat kejadian :

    a. Kecelakaan lalu lintas

    b. Kecelakaan di lingkungan rumah tangga.

    c. Kecelakaan di lingkungan pekerjaan

    d. Kecelakaan di sekolah

    e. Kecelakaan di tempat - tempat umum lain seperti halnya: tempat rekreasi,

    perbelanjaan, di arena olah raga, dan lain-lain.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    4/40

    4

    2.Mekanisme kejadian :

    Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat atau terbakar baik

    karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.

    3.Waktu kejadian

    a. Waktu perjalanan (traveling / transport time).

    b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain-lain.

    F. Cedera

    Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.

    G.

    Bencana

    Peristiwa atau rangkaian peristwa yang disebabkan oleh alam dan manusia yang

    mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan

    sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan

    dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan

    pertolongan dan bantuan.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    5/40

    5

    BAB III

    PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)

    A. TUJUAN

    1. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada penderita gawat darurat,

    hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.

    2. Merujuk penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh

    penanganan yang lebih memadai.

    3.

    Menanggulangi korban bencana.

    B. PRINSIP PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT

    Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dari salah

    satu sistim / organ di bawah ini yaitu:

    1.

    Susunan saraf pusat

    2. Pernapasan

    3. Kardiovaskuler

    4. Hati

    5. Ginjal

    6. Pancreas

    Kegagalan (kerusakan) sistim / organ tersebut dapat disebabkan oleh:

    1. Trauma / cedera

    2. Infeksi

    3. Keracunan (poisoning)

    4. Degerasi (failure)

    5.Asfiksi

    6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of water and

    electrolite)

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    6/40

    6

    7. dan lain-lain.

    Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernapasan dan hipoglikemia

    dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (46 menit), sedangkan kegagalan

    sistim organ/organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lama.

    Dengan demikian keberhasilan penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam

    mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :

    1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat.

    2. Kecepatan meminta pertolongan.

    3.

    Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :

    a.

    di tempat kejadian.

    b.

    dalam perjalanan.

    c. pertolongan selanjutnya secara mentap di Puskesmas atau rumah sakit.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    7/40

    7

    BAB IV

    SISTIM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (SPGD)

    A. TUJUAN

    Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap

    anggota masyarakat yang berada dalam keadaaan gawat darurat.

    Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup

    suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan meliputi :

    1.

    Penanggulangan penderita di tempat kejadian.

    2.

    Transportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian ke sarana kesehatan

    yang memadai.

    3. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan

    penderita gawat darurat.

    4.

    Upaya rujukan ilmu pengetahuan, pasien dan tenaga ahli.

    5. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan.

    6. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.

    Dengan memahami bahwa penanggulangan penderita gawat darurat menyangkut baik

    aspek medik maupun non medik dan keadaan gawat darurat dapat terjadi pada siapa

    saja, kapan saja, dan dimana saja, maka agar upaya penanggulangan penderita gawat

    darurat tersebut dapat terarah dan terpadu perlu dilaksanakan dengan cara pendekatan

    sistim.

    Dengan cara pendekatan sistim, penanggulangan penderita gawat darurat dapat

    dikembangkan seoptimal mungkin.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    8/40

    8

    B. KOMPONEN SISTIM PENANGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT.

    1. KOMPONEN PRA RUMAH SAKIT (LUAR R.S)

    A. Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Orang Awam dan

    Petugas Kesehatan (SUB SISTIM KETENAGAAN).

    Pada umumnya yang pertama menemukan penderita gawat darurat ditempat musibah

    adalah masyarakat yang dikenal dengan istilah masyarakat awam. Oleh karena itu,

    sangatlah bermanfaat sekali bila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan

    keterampilan dalam penanggulangan penderita gawat darurat.

    1)

    Klasifikasi orang awam

    Ditinjau dari segi peranan dalam masyarakat awam dibagi 2 (dua) golongan:

    a)

    Golongan awam biasa antara lain :

    Guruguru.

    Pelajar.

    Pengemudi kendaraan bermotor.

    Ibuibu rumah tangga.

    b) Golongan awam khusus antara lain:

    Anggota polisi.

    Petugas Dinas Pemadam Kebakaran.

    Satpam / Hansip.

    Petugas DLLAJR.

    Petugas SAR (Search and Rescue).

    Anggota pramuka (PMR).

    Kemampuan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (Basic Life Support) yang harus

    dimiliki oleh orang awam :

    1) Cara meminta pertolongan.

    2) Resusitasi kardiopulmuner sederhana.

    3) Cara menghentikan pendarahan.

    4) Cara memasang balut / bidai.

    5) Cara transportasi penderita gawat darurat.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    9/40

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    10/40

    10

    Memberikan pertolongan pertama pada trauma kepala.

    Mengenal stroke dan memberi pertolongan pertama.

    e) Untuk sistim imunolog

    Mengenal renjatan shock anafilaksis.

    Memberikan pertolongan pertama shock.

    f) Untuk sistim gastro intestional

    Mampu merawat / mempersiapkan operasi pada penderita dengan akut

    abdomen.

    g)

    Untuk sistim skeletal

    Mengenal patah tulang.

    Mampu memasang bidai.

    Mampu mentransportasi penderita dengan patah tulang (tungkai dan tulang

    punggung).

    h)

    Untuk sistim kulit

    Memberkan pertolongan pertama pada luka.

    Memberikan pertolongan pada luka bakar.

    i) Untuk sistim reproduksi

    Mampu melayani persalinan.

    Memberikan pertolongan pertama pada luka bakar.

    j) Untuk Farmakologi/Toksikologi

    Mampu memberikan pertolongan pertama pada keracunan.

    Mampu memberikan pertolongan pertama pada penyalahgunaan obat.

    Mampu memberikan pertolongan pertama pada gigitan binatang.

    k) Untuk Organisasi

    Mengetahui sistim penanggulangan penderita gawat darurat.

    Mengetahui sistim penanggulangan korban bencana di rumah sakit dan kota

    tempat bekerja.

    Kemampuan a) + b) + c) + d) + dalam penanggulangan pra rumah sakit yaitu Pre

    Hospital Trauma life Support(PHTLS) dan Pre hospital Cardiac Life Support(PHLCS).

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    11/40

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    12/40

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    13/40

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    14/40

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    15/40

    15

    Alat untuk transporatsi penderita (200 km).

    Sebagai sarana kesehatan untuk menanggulangi gawat darurat di tempat

    kejadian.

    Sebagai rumah sakit lapangan pada penanggulangan penderita gawat

    darurat dalam keadaan bencana.

    Klasifikasi ambulans sesuai fungsinya sebagai berikut :

    Ambulans transportasi.

    Ambulans gawat darurat.

    Ambulans rumah sakit lapangan.

    Ambulans pelayanan medik bergerak.

    Kereta jenazah.

    b)Ambulans air

    Sama dengan ambulans darat.

    c)

    Ambulans Udara

    Fungsi ambulans udara adalah :

    Sebagai alat angkut udara penderita gawat darurat dari lokasi kejadian

    rumah sakit.

    Jenis pesawat udara yang digunakan sebagai ambulans udara adalah :

    Jenis Rotary Wing(helikopter500 km).

    Jenis Fixed Wing(sayap tetaptak terbatas).

    Helikopter dibagi dalam 2 jenis :

    Helikopter kecil (3 - 5 tempat duduk + 1-2 tandu).

    Helikopter besar (7 -15 tempat duduk + lebih 2 tandu).

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    16/40

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    17/40

    17

    terompet.

    kurir / mulut ke mulut.

    2) Komunikasi modern :

    telepon / telepon genggam.

    radio komunikasi.

    teleks / telegram.

    faksimile.

    komputer.

    telemetri ( EKG data transmission).

    d)

    Sarana Komunikasi

    Yang dimaksud dengan sarana komunikasi adalah berupa :

    1) Sentral komunikasi (Pusat komunikasi).

    Fungsi Pusat Komunikasi :

    Mengkoordinir penanggulangan pendeita gawat darurat mulai dari tempat

    kejadian sampai ke sarana kesehatan yang sesuai (rumah sakit) yaitu dengan

    :

    - Menerima dan menganalisa permintaan pertolongan.

    - Mengatur ambulans terdekat ke tempat kejadian.

    - Menghubungi rumah sakit terdekat untuk mengetahui fasilitas yang

    tersedia (tempat tidur kosong) pada saat itu yang dapat diberikan untuk

    penderita gawat darurat.

    Mengatur / memonitor rujukan penderita gawat darurat.

    Menjadi pusat komando dan mengkoordinir penanggulangan medis korban

    bencana.

    Berhubungan dengan sentral komunikasi medis dari kota lain, instansi lain dan

    kalau perlu dengan negara lain.

    Dapat diambil alih oleh aparat keamanan (TNI) bila negara berada dalam

    keadaan gawat darurat (perang).

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    18/40

    18

    Syaratsyarat sentral komunikasi :

    Harus mempunyaio nomor telepon khusus (sebaiknya 3 digit).

    Mudah menghubungi dan memberikan pelayanan 24 jam sehari.

    Dilayani oleh tenaga medis atau paramedis perawatan yang tampil dan

    berpengalaman.

    Syaratsyarat sentral komunikasi :

    Telepon.

    Radio komunikasi.

    Teleks / facsimile.

    Komputer bila diperlukan.

    Tenaga yang terampil dan komunikatif.

    Konsulen medis yang menguasai masalah kedaruratan medis.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    19/40

    19

    2) Jaringan Komunikasi

    POLISI

    BAKORNAS

    DPK

    RADIO AMATIR

    PMI

    TNI

    Agar rahasia medis setiap penderita tetap terjamin, maka tenaga untuk keperluan

    komunikasi seyogianya adalah tenaga medis atau paramedis perawatan yang telah

    dididik dalam bidang penanggulangan penderita gawat darurat bidang komunikasi.

    PUSAT

    KOMUNIKASI

    PUSKESMAS

    RUMAH

    SAKIT

    PUSAT

    AMBULANS

    AMBULANS

    MASYARAKAT

    KORBAN

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    20/40

    20

    2. KOMPONEN INTRA RUMAH SAKIT (DALAM RS)

    a. Upaya Pelayanan Penderita Gawat Darurat di Unit Gawat Darurat Rumah

    Sakit (SUB - SISTIM PELAYANAN GAWAT DARURAT)

    Seringkali Puskesmas berperan sebagai pos terdepan dalam menaggulangi

    penderita sebelum memperoleh penanganan yang memadai di rumah sakit. Oleh karena

    itu Puskesmas dalam wilayah kerja tertentu harus buka 24 jam dan mampu dalam hal :

    1) Melakukan resusitasi dan life support.

    2) Melakukan rujukan penderitapenderita gawat darurat sesuai dengan kemampuan.

    3)

    Menampung dan menanggulangi korban bencana.

    4)

    Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi dan rumah sakit rujukan.

    5)

    Menanggulangi false emergencybaik medikal dan surgikal (bedah minor).

    Puskesmas tersebut harus dilengkapi dengan :

    1)

    Laboratorium untuk menunjang diagnostik. Seperti : Hb, Ht, leukosit, urine dan gula

    darah.

    2) Tenaga : Dokter umum dan paramedis (2-3 orang paramedis yang sudah mendapat

    pendidikan tertentu dalam PPGD).

    Rumah Sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi penderita gawat

    darurat. Oleh karena itu fasilitas rumah sakit, khususnya unit gawat darurat harus

    dilengkapi sedemikian rupa sehingga mampu menanggulangi penderita gawat darurat

    (to save life and limb).

    Unit Gawat Darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memberikan

    pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari rangkaian upaya

    penanggulangan penderita gawat darurat yang perlu diorganisir.

    Tidak semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat yang lengkap

    dengan tenaga memadai dan perlatan canggih, karena dengan demikian akan terjadi

    penghamburan dana dan sarana. Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat

    harus memperhatikan 2 (dua) aspek yaitu :

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    21/40

    21

    1) Sistim rujukan penderita gawat darurat.

    2) Beban kerja rumah sakit dalam menanggulangi penderita gawat darurat.

    Dengan memperhatikan kedua aspek tersebut, maka kategorisasi (akreditasi) unit

    gawat darurat tidak selalu sesuai dengan kelas rumah sakit yang bersangkutan. Rumah

    Sakit tertentu dapat mengembangkan unti gawat darurat dengan kategorisasi yang lebih

    tinggi atau lebih rendah dari kelas rumah sakit tersebut.

    b. Pedoman Pengembangan Pelayanan Gawat Darurat di Rumah Sakit

    1). Tujuan

    Suatu unit gawat darurat (UGD) harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas

    tinggi pada masyarakat dengan problem medis akut.

    Interpretasi :

    Harus mampu :

    a)

    mencegah kematian dan cacat.

    b)

    melakukan rujukan.

    c) menanggulangi korban bencana.

    Kriteria :

    a) Unit Gawat Darurat harus buka 24 jam.

    b) Unit Gawat Darurat juga harus melayani penderita-penderita false emergency

    tetapi tidak boleh mengganggu / mengurangi mutu pelayanan penderita

    penderita Gawat Darurat.

    c) Unit Gawat Darurat sebaiknya hanya melakukan primary care. Sedangkan

    definitive caredilakukan di tempat lain denga cara kerjasama yang baik.

    d) Unit Gawat Darurat harus meningkatkan mutu personalianya maupun masyarakat

    sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat. Interpretasi :

    Mengadakan kursus-kursus untuk personalianya sendiri maupun penyuluhan

    kepada masyarakat dalam penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD).

    e) Unit Gawat Darurat harus melakukan riset guna meningkatkan mutu / kualitas

    pelayanan kesehatan masyarakat sekitarnya.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    22/40

    22

    2). Organisasi, Administrasi, Catatan Medis

    Unit Gawat Darurat harus memenuhi kebutuhan masyarakat dalam penanggulangan

    Penderita Gawat darurat dan dikelola sedemikian rupa sehingga terjalin kerjasama yang

    harmonis dengan unit-unit lain dan instalasi-instalasi lain dalam rumah sakit.

    Kriteria :

    a) Seorang petugas medis harus menjadi penanggungjawab Unit Gawat Darurat.

    Interpretasi : Petugas medis ini dapat seorang dokter ahli, dokter umum, maupun

    perawat, tergantung pada kelas rumah sakit. Yang penting ialah :

    1)

    Tertarik / mempunyai perhatian khusus dalam bidang kedokteran gawat darurat ;

    2)

    Mempunyai kemampuan memimpin ; dan

    3)

    Ia harus dibantu oleh perwakilan perwakilan unit unit lain yang bekerja di

    Unit Gawat Darurat.

    b) Harus ada seorang perawat / dokter yang menjadi penanggung jawab harian.

    Interpretasi : Ia bertanggungjawab atas mutu pelayanan pada hari itu.

    c)

    Harus ada kerjasama yang saling menunjang antar Unit Gawat Darurat dengan :

    1) Unitunit lain dan instalasiinstalasi lain di rumah sakit.

    2)Ambulance servis (tipe 118).

    3) Dokterdokter yang berpraktek / tinggal di sekitarnya.

    4) Puskesmaspuskesmas di sekitarnya.

    5) dan instansi kesehatan lainnya.

    d) Harus mempunyai peranan inti dalam :

    1) Disaster planning rumah sakit maupun kota dimana dia berada.

    2) Penanggulangan Penderita Gawat Darurat di rumah sakitnya sendiri dilengkapi

    dengan Unit Perawatan Intensif (ICU).

    e) Semua personalia Unit Gawat Darurat mengenal dan menghayati sistim

    penanggulangan penderita gawat darurat di unitnya maupun Penanggulangan

    Penderita Gawat Darurat Nasional. Interpretasi : Semua petugas baik medis maupun

    paramedis harus selalu memperhatikan :

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    23/40

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    24/40

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    25/40

    25

    1) Karena ilmu kedokteran gawat darurat tidak diberikan secara integrateddalam

    kurikulum Fakultas Kedokteran dan belum lengkap dalam kurikulum pendidikan

    perawat maka sebaiknya para dokter dan perawat yang akan bekerja di Unit

    Gawat Darurat atau Puskesmas harus mendapat kursus tambahan dalam ilmu

    kedokteran gawat darurat.

    2) Tenaga non medis harus mendapat kursus Penanggulangan Penderita Gawat

    Darurat sebagai orang awam.

    3) Karena Unit Gawat Darurat pada rumah sakit kelas A dan B juga tempat

    belajarnya mahasiswa dan perawat maka sebelum bekerja praktek disitu harus

    sudah mendapat / sedang mendapat pelajaran ilmu kedokteran gawat darurat.

    Mereka harus dibawah pengawsan / bimbingan seorang dokter atau perawat dari

    Unit Gawat Darurat.

    4) Jumlah petugas medis disesuaikan dengan beban kerja dan kelas rumah sakit.

    5)

    Tenaga non medis selain pekarya juga diperlukan untuk :

    catatan medis.

    keuangan.

    keamanan.

    asuransi : Jasa Raharja, Askes, Jamsostek, JAMKESMAS, JAMKESDA

    b) Harus mempunyai skema organisasi mulai dari pimpinan sampai petugas yang paling

    rendah dengan job descriptionnyadan jalur tanggung jawabnya.

    c) Pertemuan staf yang reguler untuk menjaga komunikasi antar petugas dan

    kebiasaankebiasaan yang baik.

    d) Seorang petugas baru sebelum bekerja sendiri harus mendapat / melalui program

    orientasi dan induction.

    e) Harus ada program cara menilai mutu petugas sebagai feedback.

    f) Kalau ada petugas yang pindah maka harus diminta pendapatnya tentang Unit

    Gawat Darurat bersangkutan yaitu positif maupun negatifnya dan usul-usul.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    26/40

    26

    4). Fasilitas dan alat-alat / obat-obatan

    Fasilitas dan alat-alat / obat-obatan Unit Gawat Darurat harus memenuhi persyaratan

    sehingga Penanggulangan Penderita Gawat Darurat dapat dilakukan dengan optimal.

    Kriteria :

    a) Gedung untuk pelayanan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat harus

    sedemikian rupa sehingga Penanggulangan Penderita Gawat Darurat dapat dilakukan

    dengan optimal.

    1. Lokasi gedung Unti Gawat Darurat harus mudah dicapai dengan tanda-tanda

    yang jelas dari jalan maupun dari dalam.

    2.

    Pintu Unit Gawat Darurat menghadap kedepan sehingga ambulans tidak perlu

    mundur.

    3. Harus mampu menerima 2-5 ambulans sekaligus sesuai dengan beban kerja /

    kelas rumah sakit (rumah sakit kelas C menampung 2-3 ambulans rumah sakit

    kelas D 1-2 ambulans).

    4.

    Luas Unit Gawat Darurat disesuaikan dengan beban kerja yang diperkirakan

    untuk 20 tahun mendatang dan kelas rumah sakit.

    5. Untuk rumah sakit kelas A dan B harus ada Helipad untuk penderita yang

    diangkut dengan helikopter, sedang untuk rumah sakit kelas C bila

    memungkinkan dibuat lapangan perdaratan helikopter dekat rumah sakit.

    6. Ruang Triage:

    Digunakan untuk seleksi pasien sesuai tingkat kegawatan penyakitnya.

    Terletak berdampingan dengan tempat perawat kepala ; chief nurse /

    dokter jaga sehingga dengan mudah dapat mengawasi semua kegiatan di

    pintu masuk, ruang tunggu, ruang tindakan dan ruang resusitasi.

    7. Ruang Resusitasi :

    Letaknya harus berdekatan dengan ruang triage.

    Cukup luas untuk menampung beberapa penderita (2 3 penderita untuk

    rumah sakit kelas C).

    Keadaan ruangan harus menjamin ketenangan.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    27/40

    27

    8. Ruang tindakan :

    Untuk rumah sakit kelas A dan B dipisahkan antara ruang tindakan bedah

    dan non bedah.

    Untuk rumah sakit kelas A, B, dan C digunakan untuk menangani bedah

    minor, infeksi dan luka bakar.

    9. Ruang persiapan operasi / observasi (tergantung kebutuhan).

    10. Ruang X ray dan ruang farmasi dengan pintu dari luar / dalam (untuk

    Rumah Sakit kelas A dan B).

    11.

    Ruang Gips dekat Xray.

    12.

    Ruang operasi (tergantung kebutuhan). Jumlah ruang operasi sesuai dengan

    jumlah tempat tidur 1 : 50 / keaktifan rumah sakit.

    ruang bayi baru lahir (operatif).

    ruang instrumen.

    ruang sterilisasi.

    ruang cuci.

    gudang obatobatan, linen.

    Ruang pulih (recovery room) tergantung kebutuhan 91 ruang pulih dengan

    3 tempat tidur untuk 1 kamar operasi).

    b) Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga :

    1. arus penderita dapat lancar dan tak ada cross infection.

    2. harus dapat menampung korban bencana sesuai dengan kemampuan kelas

    Rumah Sakit.

    3. kegiatan mudah dikontrol oleh chief nursepada saat itu.

    c) Ruang untuk keluarga menuggu harus sedemikian rupa agar mereka tidak

    mengganggu pekerjaan. Mereka dapat istirahat dan mudah diminta keterangan yang

    lengkap dari petugas. Juga ada fasilitas WC dan kantin sesuai dengan beban /

    kualitas kerja yang dilakukan di Unit Gawat Darurat.

    d) Tempat khusus untuk yang meninggal dan keluarganya yang berduka / berdoa

    sesuai beban kerja atau kelas rumah sakit.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    28/40

    28

    e) Beban kerja dan kelas rumah sakit akan menetukan besar dan isi gudang farmasi,

    ruang kerja non medis bagi pimpinan, perawat penanggungjawab, polisi, asuransi,

    social worker,tempat istirahat, locker, ruang konferensi.

    f) Komunikasi telpon / radio keluar rumah sakit dan telpon intern di Unit Gawat Darurat

    dan ke rumah sakit.

    g)Alat-alat radiologi diagnostik disesuaikan dengan beban / kualitas kerja dan kelas

    rumah sakit.

    h)Alat-alat dan obat-obat di Unit Gawat Darurat harus sedemikian rupa sehingga

    resusitasi dan life supportdapat dilakukan. Interpretasi :

    1.

    Alat alat dan obat obatan yang harus ada di semua bagian Unit Gawat

    Darurat adalah untuk tindakan resusitasi dan tindakan stabilisasi penderita

    (life support).Sedangkan untuk Unit Gawat Darurat rumah sakit kelas A, B

    dan C maka alatalat dan obatobatan dapat dibagi :

    alat obatobatan untuk resusitasi.

    alat obat untuk life support.

    alat oabat untuk diagnostik.

    alat obat sesuai tipe Rumah Sakit.

    alat obat terapi sesuai dengan tipe Rumah Sakit.

    Alat-alat non medis seperti audio visual, training aids, keamanan seperti

    pemadam kebakaran kebersihan dan lainlain.

    2. Alat-alat / obat-obatan yang perlu untuk resusitasi :

    Suction manual / otomatik.

    Oksigen (O2) lengkap dengan flow meter, cateter dan masker.

    Respirator manual / otomatik.

    Laringoskop lurus dan bengkok (anak dan dewasa).

    Magil forceps.

    Pipa endotrachealsemua ukuran.

    Pipa nasotrachealsemua ukuran.

    Pipa S, guedel.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    29/40

    29

    Syringe : 10 cc jarum no. 18.

    Bic Nat. amp.

    MorphinPethidinAdrenalin.

    Dextrose 50 % amp.

    ECGcardiac monitor / portable + defibrilator.

    Infus / transfusi set + cairan glukose 10 20 %, NaCL, Ringer, Plasma

    expander.

    Blood drawing equipment

    Tandu dapat posisi tredelenburg, anti tredelengburg, ada gantungan infus

    dan pengikat.

    Lichtkast.

    Cricothyroidectomy + Tracheostomy set.

    Gunting besar.

    Jarum intra kardiak.

    Pace make : transvenous, transthoracic.

    3. Alatalat / obatobatan untuk menstabilisasi penderita (life support) :

    WSD set / jarum fungsi.

    Blood gas kit.

    Cardiac medication set.

    Bidai bidai segala ukuran yuntuk tungkai, lengan, leher, tulang

    punggung.

    Perban segala ukuran.

    Sonde lambung.

    Foley kateter segala ukuran.

    Venaseksi set.

    Xray.

    Perban untuk luka bakar.

    Perikardiosintesis set.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    30/40

    30

    4. Alatalat tambahan untuk diagnosa dan terapi :

    Alatalat periksa pengobatan mata.

    Slit lamp.

    THT setD/ + Th /.

    Lavase peritoneal set.

    Traction kit :

    bone.

    skin.

    pelvis.

    Gips.

    Obgyn set, D / + Th /.

    Laboratorium mini :

    Hb.

    Ht.

    Leuco.

    Urin.

    Gula darah.

    Bone set .

    Minor surgery set .

    Thoracotomy set .

    Laporotomy set + extraset .

    Benang-benang / jarum segala jenis dan ukuran.

    5. Alat-alat keamanan dan pendidikan :

    Pemadam kebakaran.

    Ember

    kick bucket

    Komunikasi

    ke luarradio, telepon.

    ke dalam

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    31/40

    31

    Perpustakaan.

    Manual / buku pedoman penanggulangan penderita gawat darurat dan

    korban penanggulangan bencana.

    Boneka untuk latihan.

    Audiovisual / training aids .

    5). Protokol

    Protokol Penanggulangan Penderita Gawat Darurat harus tertulis dan up to datedan

    dapat dibaca setiap waktu bagi semua personalia. Kriteria :

    a)

    Protokol yang harus ada adalah :

    1.

    Sistem PPGD di UGD, RS, kota dan nasional.

    2.

    Triage.

    3. Sistem rujukan.

    4. Penerimaan penderita.

    5.

    Sistem asuransi.

    6.

    Perkosaan.

    7. Tindakan kriminal.

    8. Child abuse .

    9. Keamananpsikiatri.

    10. Kontaminasi radioaktif.

    11. Keracunan.

    12. Penderita tak dikenal.

    13. Catatan medis.

    14. Penyakit menular.

    15. Visum et repertum.

    16. Rahasia medis.

    17. Surat cuti.

    18. Resep apa yang boleh diberikan.

    19. Resep obat narkotik.

    20. Kematian di Unit gawat Darurat.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    32/40

    32

    21. Mati waktu tiba (D.O.A).

    22. Kebakaran.

    23. Listrik Mati.

    24. Huruhara.

    25. Bencana di Rumah Sakit / di luar rumah sakit.

    26. Resusitasi kardiopulmoner di Rumah Sakit.

    b) Protokol tentang tiaptiap penyakit sesuai yang dianut unitunit lain yang bekerja

    di Unit gawat Darurat.

    6). Pendidikan

    Unit Gawat Darurat harus mampu meningkatkan mutu Penanggulangan Penderita

    Gawat Darurat bagi personalianya, rumah sakit dan masyarakat yang dilayaninya.

    Kriteria :

    a) Unit Gawat Darurat adalah tempat belajar maasiswa dan perawat sesuai kelas

    Rumah Sakit.

    b)

    Harus mempunyai program orientasi dan induksi bagi personalia baru.

    c) Harus mengikuti pengembangan ilmu melalui kepustakaan, seminar dan kongres-

    kongres.

    d) Harus mampu melakukan riset demi perbaikan. Penanggulangan Penderita Gawat

    Darurat di unitnya maupun masyarakat.

    e) Semua personalia minimum harus mahir dalam penanggulangan :

    1. air way (A).

    2. breathing (B).

    3. circulation (C).

    4. menghentikan perdarahan.

    5. balut bidai.

    6. transport.

    7. pengenalan dan penggunaan obat.

    8. membuat / baca ECG.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    33/40

    33

    7). Evaluasi

    Evaluasi Mutu Penanggulangan Penderita Gawat Darurat harus komprehensif dan

    berjalan terus. Kriteria :

    a) Statistik dibuat dan dievaluasi secara komprehensif. Interpretasi :

    1. akses untuk masyarakat.

    2. adanya sarana.

    3. kualitas pelayanan.

    4. mutu dan kaitan komponen-komponen dalam PPGD.

    5.

    biaya yang sesuai.

    b)

    Kasus-kasus yang menyinggung / aneh / jarang dicatat dibicarakan untuk mencari

    jalan keluar.

    c) Pertemuan staf. Interpretasi : Untuk mencari :

    1. kelemahan Unit Gawat Darurat.

    2.

    mencari jalan kleuar.

    3.

    kesepakatan dan menyebarluaskan hasil pertemuan pada semua staf.

    4. upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan.

    c. Unit Pelayanan Intensive (SUB - SISTIM PELAYANAN INTENSIVE)

    1)Filosofi

    Intensive Medical Care (I.M.C) sebagai suatu aktivitas khusus mendapatkan

    legitimasi bukan oleh karena kompleksitas peralatan dan pemantauan pasien, tetapi

    oleh karena pasien sakit kritis (critically ill) selalu berakhir pada suatu final common

    pathway dari kegagalan sistem organ sehingga dibutuhkan bantuan terhadap sistem

    respirasi, kardiovaskuler, renal, nutrisi dan organ vital lainnya baik tersendiri maupun

    terkombinasi. Sebagai contoh untuk pasien dengan gagal nafas hiposekmia tidak

    menjadi persoalan apakah paru parunya mendapat trauma dari roda mobil,

    teraspitasri asam lambung, atau terserang virus, manajemen suppotif dan hasil akhir

    akan selalu sama. Ini salah satu contoh suatu pengetahuan yang dapat didefinisikan

    dengan jelas oleh cabang spesialisasi I.M.C.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    34/40

    34

    Aplikasi yang tidak terkoordinasi dari multi disipliner tidak hanya merugikan

    pasien, tetapi personil perawat dan tenaga profesi medis lainnya juga akan merasa

    sangat sulit untuk bekerja dengan baik dalam suatu unit Intens Care terbuka yang

    tidak mempunyai arah dan filosofi yang tegas.

    Pada hakekatnya tidak merupakan persoalan apakah seorang spesialis penyakit

    dalam, bedah anak atau anestesiologi yang mengelola suatu I.C.U sepanjang spesialis

    tersebut memenuhi persyaratan :

    a) Pengetahuan Intensive Care.

    b)

    Keterampilan.

    c)

    Komitmen waktu.

    Hanya dengan ke 3 syarat tersebut akan terdapat pelayanan yang komprehensif.

    Keahlian ini bukan merupakan hobi, juga bukan pekerjaa sambilan (part time).Harus

    diingat mendapatkan konsultasi merupakan hal yang penting di dalam pasien-pasien

    saat kritis. Meskipun demikian merupakan kewajiban seorang intensivis bertindak

    sebagai interlocutor,mengkoordinasikan dan membawa semua informasi dari berbagai

    konsultan untuk kepentingan pasien.

    Secara umum dapat dikatakan bahwa seorang intensivis adalah bayangan ideal

    seorang dokter di masa lampau, yaitu membawa seorang dokter kembali ke bedside

    untuk mengelola pasien secara utuh, berkonsultasi dengan kolega dokter dan keluarga

    pasien.

    Disamping pengelolaan pasien sakit kritis yang memerlukan penggunaan alatalat dan

    teknik teknik bantuan hidup (lifer support), intensivis juga harus menumpahkan

    perhatian / mengarahkan usaha semua dokter kepada problema multi faktorial

    poasien. Seorang intensivis harus nerupakan seorang manajer, diplomat dan guru, dan

    dalam rangka mengaplikasikan usahanya harus terdapat piramida dari berbagai tenaga

    lian seperti perawat, fisioterapis, teknisteknis, dan lainlain.

    Tanpa bantuan tersebut maka usaha seorang intensivis akan sia sia. Pasien

    pasien yang masuk ke suatu ICU harus merupakan pasien dengan satu atau lebih gagal

    sistem / organ akut, atau ancaman gagal sistem / organ yang membutuhkan

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    35/40

    35

    pemantauan dan / atau alat alat bantu. Disamping itu harus terdapat harapan pulih

    kembali jika dilakukan terapi dan bantuan yang tepat.

    Fungsi utama ICU adalah memberikan bantuan fisiologis yang dibutuhkan sampai

    didapati hasil :

    a) Pasien sembuh spontan.

    b) Terapi spesifik dapat mengatasi problema dasar.

    c) Pasien meninggal.

    Perlu juga ditekankan bahwa filosofi Coronary Caretidak sama dengan filosofi

    Intensive Care . Hal esensial dari Coronary Careadalah surveillance dan sesekali

    melakukan intervensi aktif dan bantuan sistem multi organ. Difinisi lain ICU adalah

    tempat melakukan bantuan (support) aktif dan intervensi terapeutik denagn aktivitas

    dan keributan yang tidak sesuai untuk atmosfir non stress dari Coronary Care Unit

    ideal.

    Bentuk pengelolaan ICU sering menjadi pertanyaan. ICU dengan bentuk

    pengelolaan clopsed unit yaitu : full time dengan wakil waklinya

    bertanggungjawab penuh terhadap semua pengelolaan pasien dan pendidikan dalam

    unit, sering menimbulkan konflik autoritas dengan dokter primer konsultan. Suatu ICU

    yang semi closed yaiyu degan kepala unit bertanggungjawab terhadap kualitas

    total pengelolaan pasiendan pendidika staf, mungkin lebih baik dalam hal mengurangi

    konflik, tetapi diatas segalagalanya manajemen yang terarah dn jelas merupakan hal

    yang tidak dapat ditawartawar. Hal ini penting bukan hanya untuk pengelolaan psien

    juga untuk mempertahankan moral staf dan koordinasi programprogram kompleks.

    Rumah Sakit tidak hanya bertanggungjawab menyediakan fasilitas dan tempat,

    tetapi juga bertanggungjawab legal agar fasilitas ICU digunakan secara tepat dan baik.

    Oleh karena itu, terdapat tendensi akhir - tendensi ini dirumahrumah sakit dengan

    pelayanan sekunder dan tersier untuk menunjuk personil medis ICU full time

    (intensivis) dari pada bergantung pada praktek medis laissez faire atau keharusan

    melakukan konsultasi ( mandatory consultation ).

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    36/40

    36

    2)Intensive Care Unit (Unit perawatan / Terapi Intensif)

    ICU adalah suatu tempat atau unit tersendiri didalam rumah sakit, memiliki staf

    khusus, peralatan khusus ditujukan untuk menanggulangi pasien gawat karena

    penyakit, trauma atau komplikasikomplikasi.

    Staf khusus adalah dokter, perawatan terlatih atau berpengalaman dalam

    Intensive Care ( perawatan / terapi intensif ) yang mampu memberikan pelayanan 24

    jam ; dokter ahli atau berpengalaman ( intensivis ) sebagai kepala ICU ; tenaga ahli

    laboratorium diagnostik ; tenisi alat alat pemantauan, alat untuk menopang fungsi

    vital dan alat untuk prosedur diagnostik.

    a)

    Kemampuan minimal. Sebuah ICU hendaknya memiliki kemampuan minimal sebagai

    berikut :

    1. Resusitasi jantung paru.

    2. Pengelolaan jalan nafas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator.

    3.

    Terapi oksigen.

    4.

    Pemantauan EKG terus menerus.

    5. Pemasangan alat pacu jantung dalam keadaan gawat.

    6. Pemberian nutrisi eternal dan parental.

    7. Pemeriksaan laboratorium khusus cepat dan menyeluruh.

    8. Pemakaian pompa infus atau sempit untuk terapi secara titrasi.

    9. Kemampuan melakukan teknik khusus sesuai dengan keadaan pasien.

    10. Memberikan bantuan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama

    transportasi pasien gawat.

    b) Kalsifikasi pelayanan ICU.

    1. Pelayanan ICU Primer ( standard minimal ).

    Mampu melakukan resusitasi dan memberikan ventilasi bantu kurang dari

    24 jam serta mampu melakukan pemantauan jantung.

    Kekhususan yang harus dimiliki :

    Ruangan tersendiri ; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang

    darurat dan ruang perawatan lain.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    37/40

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    38/40

    38

    Mampu memberkan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan

    dalam batas tertentu melakukan pemantauan invasif dan usaha

    bantuan hidup.

    Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan

    diagnostik dan fisioteri 24 jam.

    Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.

    3. Pelayanan ICU Tersier ( tertinggi )

    Mampu melaksanakan semua aspek perawatan / terapi intensif.

    Kekhususan yang harus dimiliki :

    Memiliki tempat khusus tersediri didalam rumah sakit.

    Memiliki kriteria penderita masuk, keluar dan rujukan.

    Memiliki dokter spesialis yang dapat menanggulangi setiap saat bila

    diperlukan.

    Memiliki seorang kepala ICU yang bertanggungjawab secara

    keseluruhan (intensivis) dan dokter jaga yang minimal mampu RJP ( A,

    B, C, D, E, F ).

    3)Indikasi Masuk dan Keluar ICU.

    Prosedur medis yang menyangkut kriteria masuk dan keluar ICU seharusnya

    disusun bersama antar disiplin terkait oleh semacam tim terdiri dari dokter, perawat dan

    tenaga adminstrasi rumah sakit. Pelayanan ICU meliputi pemantauan dan terapi intensif,

    karena itu secara umum priorotas terakhir adalah pasien dengan prognosis buruk untuk

    sembuh.

    Persyaratan masuk dan keluar ICU hendaknya juga berdasarkan pada manfaat

    terapi di ICU dan harapan kesembuhannya. Kepala ICU atau wakilnya memutuskan

    apakah pasien memenuhi syarat masuk ICU dan keluar, kepala ICU atau wakilnya akan

    memutuskan pasien mana yang harus diprioritaskan.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    39/40

    39

    a) Indikasi Masuk ICU.

    1. Pasien sakit berat, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti

    bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus

    menerus (contoh : gagal nafas berat, pasca bedah jantung terbuka , syok

    septik ).

    2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif atau non invasif sehingga

    komplikasi berat dapat dihindarkan atau dikurangi (contoh : pasca bedah

    besar dan luas ; pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal atau lainnya).

    3.

    Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi

    komplikasi akut, sekalipun manfaat ICU ini sedikit (contoh : pasien dengan

    tumor ganas metastasis dengan komplikasi infeksi, tamponade jantung,

    sumbatan jalan nafas ).

    b) Tidak perlu masuk ICU.

    1.

    Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan aboratorium ) kecuali

    keberadaannya diperlukan sebagai donor organ.

    2. Pasien menolak terapi bantuan hidup.

    3. Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi (contoh:

    karsionoma stadium akhir, kerusakan sususnan saraf pusat dengan keadaan

    vegetatif ).

    c) Indikasi keluar ICU.

    1. Pasien tidak memerlukan lagi terapi intensif karena keadaan membaik atau

    terapi telah gagal dan pronosis dalam waktu dekat akan memburuk serta

    manfaat terpi intensif sangat kecil. Dalam hal yang kedua perlu persetujuan

    dokter yang mengirim.

    2. Bila pada pemantauan intensif ternyata hasilnya tidak memerlukan tindakan

    atau teraopi intensif lebih lama.

    3. Terapi intensif tidak memberi manfaat dan tidak perlu diteruskan lagi pada :

    Pasien usia lanjut dengan gagal 3 organ atau lebih yang tidak memberi

    respons terhadap terapi intensif selama 72 jam.

  • 8/10/2019 2. Pedoman UGD

    40/40

    Pasien mati otak atau koma (bukan karena trauma) yang menimbulkan

    keadaan vegetatif dan sangat kecil kemungkinan untuk pulih.

    Pasien dengan bermacam macam diagnosis seperti PPOM, jantung

    terminal, karsinoma yang menyebar.

    4. Pelaksanaan ketiga butir terakhir ini hendaknya dilakuakan atas persetujuan

    dokter yang megirim. Apabila tempat di ICU penuh, ada pasien lain kritis yang

    memenuhi syarat proiritas pertama, maka psien yang tidak kritis tetapi

    memenuhi kriteria keluar terpaksa dikembalikan ke ruangan, hendaknya

    dengan persetujuan dokter yang mengirim.

    3.

    KOMPONEN PEMBIAYAAN ( SUB SISTEM PEMBIAYAAN )

    Sumber pembiayaan untuk penanggulangan penderita gawat darurat dapat berasal dari

    pemerintah dan masyarakat, terdiri dari :

    a.

    Sumber dari pemerintah pusat dan daerah.

    b.

    Jasa Marga untuk kecelakaan jalan tol.

    c. Asuransi Pegawai Negeri.

    d.Asuransi Jasa Raharja khusus untuk korban kecelakaan lalu lintas.

    e.Asuransi Tenaga Kerja ( ASTEK ).

    f. Dana Upaya Kesehatan Masyarakat.

    g. Sumber swasta / perusahaan swasta yang berpotensi risiko tinggi untuk terjadinya

    kecelakaan dapat diwajibkan untuk menyediakan biaya untuk PPGD.