2 Mangrove

15
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda, namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Menurut Soerianegara dalam Noor et al . (2006) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Aicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di daerah relindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat surut yang komunitas tumbuhan bertoleransi terhadap garam. Hutan mangrove sering disebut juga hutan pasang surut, hutan payau atau hutan bakau. Istilah bakau sebenarnya hanya merupakan nama dari salah satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. (Kusmana, 1995). Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Secara ringkas hutan mangrove dapat didefenisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhnya bertoleransi terhadap garam (Santoso et al. dalam Irmayeni, 2010). Universitas Sumatera Utara

description

tinjauan pustaka mangrove

Transcript of 2 Mangrove

Page 1: 2 Mangrove

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda,

namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Menurut Soerianegara dalam

Noor et al. (2006) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang terutama

tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang

dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Aicennia,

Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria,

Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.

Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah

pasang surut (terutama di daerah relindung, laguna, muara sungai) yang tergenang

pada saat surut yang komunitas tumbuhan bertoleransi terhadap garam. Hutan

mangrove sering disebut juga hutan pasang surut, hutan payau atau hutan bakau.

Istilah bakau sebenarnya hanya merupakan nama dari salah satu jenis tumbuhan

yang menyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. (Kusmana, 1995).

Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di

suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai

dengan reaksi tanah anaerob. Secara ringkas hutan mangrove dapat didefenisikan

sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai

yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari

genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhnya bertoleransi terhadap garam

(Santoso et al. dalam Irmayeni, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: 2 Mangrove

Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi

dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang,

kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi

lingkungan seperti itu, beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme

yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, sementara

yang lainnya mengembangkan sistem akar napas untuk membantu memperoleh

oksigen bagi sistem perakarannya. Beberapa jenis mangrove berkembang dengan

buah yang sudah berkecambah sewaktu masih di pohon induknya (vivipar),

seperti Kandelia, Bruguiera, Ceriops dan Rhizophora (Noor et al., 2006).

Habitat dan Struktur Vegetasi Mangrove

Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat pertemuan antara muara

sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut

yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang,

pohon mangrove dikelilingi oleh air payau. Hutan mangrove ditemukan di

sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara 32º Lintang utara dan 38º

Lintang Selatan. Hidup pada suhu dari 19º sampai 40º C dengan toleransi

fluktuasi tidak lebih dari 10º C (Irwanto, 2006).

Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi.

Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur,

terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi. Kondisi salinitas sangat

mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar

salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif

mampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara

Universitas Sumatera Utara

Page 3: 2 Mangrove

beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus

pada daunnya (Noor et al., 2006).

Hutan mangrove memiliki formasi yang khas daerah tropika. Hutan

mangrove terdapat di pantai rendah dan tenang, berlumpur atau sedikit berpasir

yang mendapat pengaruh pasang surut air laut, dimana tidak ada ombak keras.

Hutan ini disebut juga hutan bakau karena dominasi tegakannya jenis bakau atau

disebut hutan payau karena hidup di lokasi yang payau akibat mendapat buangan

air dari sungai atau air tanah. Pohon-pohon yang tumbuh pada hutan mangrove

umumnya berdaun tebal dan mengkilat karena adaptasi evavotranspirasi. Tajuk

pepohonan hanya satu dengan ketinggian umumnya rata-rata dapat mencapai 50

m. Komposisi hutan bakau terdiri atas asosiasi beberapa jenis tanaman yang khas

mulai dari pantai menuju ke darat (Arief, 2001).

Jenis-jenis tumbuhan hutan mangrove dapat digolongkan ke dalam

sejumlah jalur tertentu sesuai dengan tingkat toleransinya terhadap kadar garam

dan fluktuasi permukaan air laut di pantai, dan jalur seperti itu disebut juga zonasi

vegetasi. Jalur-jalur atau zonasi vegetasi hutan mangrove masing-masing

disebutkan secara berurutan dari yang paling dekat dengan laut ke arah darat

sebagai berikut (Indriyanto dalam Syahputri, 2010):

1. Jalur pedada yang terbentuk oleh jenis tumbuhan Avicenia spp. dan

Sonneratia spp.

2. Jalur bakau yang terbentuk oleh jenis tumbuhan Rhizophora spp. Ceriops

spp. dan Xylocarpus spp.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: 2 Mangrove

3. Jalur tancang yang terbentuk oleh jenis tumbuhan Bruguera spp. dan

kadang-kadang juga dijumpai Xylocarpus spp., kandelia spp. dan

Aegiceras spp.

4. Jalur transisi antar hutan mngrove dengan hutan dataran rendah yang

umunya adalah hutan nipah dengan jenis Nypa fruticans.

Vegetasi mangrove dapat berupa habitus, pohon, herba atau semak,

termasuk paku-pakuan dan palem, yang umum terlihat di rataan lumpur, tepian

sungai di pesisir-pesisir tropika Indonesia (Saputro et al., 2009).

Menurut Noor et al (2006) secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh

dalam 4 zona, yaitu pada daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki

sungai berair payau sampai hampir tawar, serta daerah ke arah daratan yang

memiliki air tawar.

1. Mangrove terbuka, yaitu mangrove yang berada pada bagian yang

berhadapan dengan laut.

2. Mangrove tengah, yaitu mangrove yang terletak di belakang mangrove

zona terbuka. Di zona ini biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora.

3. Mangrove payau, yaitu mangrove yang berada di sepanjang sungai berair

payau hingga hampir tawar. Di zona ini biasanya didominasi oleh

komunitas Nypa atau Sonneratia.

4. Mangrove daratan, yaitu mangrove yang berada di zona perairan payau

atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya.

Jenis-jenis yang umum ditemukan pada zona ini termasuk Ficus

microcarpus (F. retusa), Intsia bijuga, N. fruticans, Lumnitzera racemosa,

Pandanus sp. dan Xylocarpus moluccensis (Noor et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: 2 Mangrove

Flora dan Keragamannya

Di Indonesia sendiri, terdapat perbedaan dalam hal keragaman jenis

mangrove antara satu pulau dengan pulau lainnya. Dari 202 jenis mangrove yang

telah diketahui, 166 jenis terdapat di Jawa, 157 jenis di Sumatera, 150 jenis di

Kalimantan, 142 jenis di Irian Jaya, 135 jenis di Sulawesi, 133 jenis di Maluku

dan 120 jenis di Kepulauan Sunda Kecil. Satu hal yang harus diperhatikan adalah

bahwa pembangunan yang mengakibatkan kerusakan dan peralihan peruntukan

lahan mangrove telah terjadi di mana-mana. Hal ini berarti jenis-jenis yang

tercatat dalam daftar diatas kemungkinan sebenarnya sudah tidak ditemukan di

pulau tertentu (Noor et al., 2006).

Untuk kepentingan konservasi serta pengelolaan sumberdaya alam, jenis-

jenis yang bersifat langka dan endemik haruslah diberi perhatian lebih. Hanya

sedikit jenis mangrove yang bersifat endemik di Indonesia. Hal tersebut

kemungkinan disebabkan karena buah mangrove mudah terbawa oleh gelombang

dan tumbuh di tempat lain. Selain Amyema anisomeres (mangrove sejati), masih

terdapat 2 jenis endemik lainnya (mangrove ikutan), yaitu Ixora timorensis

(Rubiaceae) yang merupakan jenis tumbuhan kecil yang diketahui berada di Pulau

Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil, serta Rhododendron brookeanum (Ericaceae)

yang merupakan epifit berkayu yang diketahui berada di Sumatera dan

Kalimantan.

Dalam hal kelangkaan, di Indonesia terdapat 14 jenis mangrove yang

langka, yaitu (Noor et al., 2009):

1. Lima jenis umum setempat tetapi langka secara global, sehingga berstatus

rentan dan memerlukan perhatian khusus untuk pengelolaannya. Jenis-

Universitas Sumatera Utara

Page 6: 2 Mangrove

jenisnya adalah Ceriops decandra, Scyphiphora hydrophyllacea, Quassia

indica, Sonneratia ovata, Rhododendron brookeanum (dari 2 sub-jenis,

hanya satu terkoleksi).

2. Lima jenis yang langka di Indonesia tetapi umum di tempat lainnya,

sehingga secara global tidak memerlukan pengelolaan khusus. Jenis-jenis

tersebut adalah Eleocharis parvula, Fimbristylis sieberiana, Sporobolus

virginicus, Eleocharis spiralis dan Scirpus litoralis.

3. Empat jenis sisanya berstatus langka secara global, sehingga memerlukan

pengelolaan khusus untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Jenis-jenis

tersebut adalah Amyema anisomeres, Oberonia rhizophoreti, Kandelia

candel dan Nephrolepis acutifolia. Dua diantaranya, A. anisomeres dan

N.acutifolia hanya terkoleksi satu kali, sehingga hanya diketahui tipe

setempat saja.

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove

Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial

yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Pemanfaatan

hutan mangrove dimanfaatkan terutama sebagai penghasil kayu untuk bahan

kontruksi, kayu bakar dan bahan baku untuk membuat arang dan juga utnuk

dibuat pulp. Di samping itu ekosistem mangrove dimanfaatkan sebagai pemasok

larva ikan dan udang alam (LPP Mangrove, 2008).

Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai,

mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding

ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan

(spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: 2 Mangrove

Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga,

penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit (Rochana, 2009).

Hutan mangrove mempunyai fungsi-fungsi penting dan fungsi ganda,

antara lain sebgai berikut;

1. Fungsi fisik, yakni sebagai pencegahan proses intrusi (pembebasan air

laut) dan proses abrasi (erosi air laut).

2. Fungsi biologis, yakni sebagai tempat pembenihan ikan, udang, kerang

dan tempat bersarang burung-burung serta berbagai jenis biota. Penghasil

bahan pelapukan sebagai sumber makanan penting bagi kehidupan sekitar

lingkungannya.

3. Fungsi kimia, yakni sebagai tempat proses dekomposisi bahan organik dan

proses-proses kimia lainya yang berkaitan dengan tanah mangrove.

4. Ekonomi, yakni sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan

pertanian dan perikanan, obat-obatan , dan usaha-usaha pembibitan.

Secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua

bagian, yaitu;

1. Manfaat ekonomis yang terdiri atas:

a. Hasil berupa kayu (kayu kontruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu

untuk bubur kayu, tiang/pancang).

b. Hasil bukan kayu. Hasil hutan ikutan (non kayu) dan lahan

(Ecotourisme dan lahan budidaya)

2. Manfaat ekologi, yang terdiri atas berbagai fungsi perlindungan

lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis

fauna.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: 2 Mangrove

Hasil hutan mangrove non kayu sampai dengan sekarang belum banyak

dikembangkan di Indonesia. Padahal apabila dikaji dengan baik, potensi

sumberdaya hutan mangrove non kayu di Indonesia sangat besar dan dapat

mendukung pengelolaan hutan mangrove (Junaidi dalam Irmayeni 2010).

Hutan Mangrove di Indonesia

Tekanan terhadap mangrove meningkat sejak tahun 1982. Hal ini

disebabkan oleh beberapa hal yang memiliki efek “domino” seperti pertambahan

populasi manusia, peningkatan produksi pangan, peningkatan kebutuhan bahan

industri dan peningkatan alih fungsi lahan mangrove menjadi lahan pemukiman,

pertanian atau budidaya. Oleh karena itu, proporsi luas hutan mangrove menurun

tajam. Dewasa ini diera teknologi modern diperkenalkan banyak bahan penghasil

chip atau pulp dieksploitasi dari hutan mangrove. Namun, kebanyakan dari

kegiatan eksploitasi tersebut tidak diikuti oleh pertanggungjawaban atas

kerusakannya. Akhirnya banyak di antara lahan-lahan konversi tersebut

ditinggalkan begitu saja setelah tidak produktif lagi dan berubah menjadi lahan

terlantar dan kritis (Saputro et al., 2009).

Di Indonesia perkiraan luas mangrove juga sangat beragam. Luas

mangrove Indonesia 2,5 juta hektar, Direktorat Bina Program INTAG dalam

Noor et al (2006) menyebutkan 3.5 juta hektar dan Spalding, et al dalam Noor et

al (2006) menyebutkan seluas 4,5 juta hektar. Dengan areal seluas 3,5 juta hektar,

Indonesia merupakan tempat mangrove terluas di dunia (18 - 23%) melebihi

Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 juta ha).

Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia.

Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38%), Kalimantan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: 2 Mangrove

978.200 ha (28 %) dan Sumatera 673.300 ha (19%). Di daerah-daerah ini dan juga

daerah lainnya, mangrove tumbuh dan berkembang dengan baik pada pantai yang

memiliki sungai yang besar dan terlindung. Walaupun mangrove dapat tumbuh di

sistem lingkungan lain di daerah pesisir, perkembangan yang paling pesat tercatat

di daerah tersebut (Noor et al., 2006).

Tekanan yang berlebihan terhadap kawasan hutan mangrove untuk

berbagai kepentingan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam telah

mengakibatkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove yang cukup drastis.

Berdasarkan data tahun 1984, Indonesia memiliki mangrove dalam kawasan hutan

seluas 4,25 juta ha, kemudian berdasar hasil interpretasi citra landsat (1992)

luasnya tersisa 3,812 juta ha. Namun demikian, lebih dari setengah hutan

mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam kondisi rusak parah, di antaranya 1,6

juta ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta ha di luar kawasan hutan. Kecepatan

kerusakan mangrove mencapai 530.000 ha/th (Anwar dan Gunawan, 2006).

Dalam hal struktur, mangrove di Indonesia lebih bervariasi bila

dibandingkan dengan daerah lainnya. Dapat ditemukan mulai dari tegakan

Avicennia marina dengan ketinggian 1 - 2 meter pada pantai yang tergenang air

laut, hingga tegakan campuran Bruguiera-Rhizophora-Ceriops dengan ketinggian

lebih dari 30 meter (misalnya, di Sulawesi Selatan). Di daerah pantai yang

terbuka, dapat ditemukan Sonneratia alba dan Avicennia alba, sementara itu di

sepanjang sungai yang memiliki kadar salinitas yang lebih rendah umumnya

ditemukan N. fruticans dan S. caseolaris. Umumnya tegakan mangrove jarang

ditemukan yang rendah kecuali mangrove anakan dan beberapa jenis semak

seperti Acanthus ilicifolius dan Acrostichum (Noor et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: 2 Mangrove

Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove,

meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44

jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis

pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (true

mangrove), sementara jenis lain ditemukan disekitar mangrove dan dikenal

sebagai jenis mangrove ikutan (mangrove asociate). Di seluruh dunia, sebanyak

60 jenis tumbuhan mangrove sejati. Dengan demikian terlihat bahwa Indonesia

memiliki keragaman jenis yang tinggi.

Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia

Menurut Rochana (2009) pengelolaan mangrove di Indonesia didasarkan

atas tiga tahapan utama (isu-isu). Isu-isu tersebut adalah : isu ekologi dan sosial

ekonomi, kelembagaan dan perangkat hukum, serta strategi dan pelaksanaan

rencana.

1. Isu ekologi dan isu sosial ekonomi

Isu ekologi meliputi dampak ekologis intervensi manusia terhadap

ekosistem mangrove. Berbagai dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem

mangrove harus diidentifikasi, baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi di

kemudian hari. Adapun isu sosial ekonomi mencakup aspek kebiasaan manusia

(terutama masyarakat sekitar hutan mangrove) dalam memanfaatkan sumberdaya

mangrove. Begitu pula kegiatan industri, tambak, perikanan tangkap, pembuangan

limbah, dan sebagainya di sekitar hutan mangrove harus diidentifikasi dengan

baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: 2 Mangrove

2. Isu kelembagaan dan perangkat hukum

Di samping lembaga-lembaga lain, Departemen Pertanian dan Kehutanan,

serta Departemen Kelautan dan Perikanan, merupakan lembaga yang sangat

berkompeten dalam pengelolaan mangrove. Koordinasi antar instansi yang terkait

dengan pengelolaan mangrove adalah mendesak untuk dilakukan saat ini. Aspek

perangkat hukum adalah peraturan dan undang-undang yang terkait dengan

pengelolaan mangrove. Sudah cukup banyak undang-undang dan peraturan yang

dibuat oleh pemerintah dan instansi-instansi yang terkait dalam pengelolaan

mangrove. Yang diperlukan sekarang ini adalah penegakan hukum atas

pelanggaran terhadap perangkat hukum tersebut.

3. Strategi dan pelaksanaan rencana

Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, terdapat dua

konsep utama yang dapat diterapkan. Kedua konsep tersebut pada dasarnya

memberikan legitimasi dan pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan

pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua konsep tersebut

adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove (Bengen

dalam Rochana, 2009). Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka

perlindungan terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk

suatu kawasan hutan mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi, dan sebagai

bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai.

Dalam konteks di atas, berdasarkan karakteristik lingkungan, manfaat dan

fungsinya, status pengelolaan ekosistem mangrove dengan didasarkan data

tataguna hutan, terdiri atas: kawasan lindung (hutan, cagar alam, suaka

margasatwa, taman nasional, taman laut, taman hutan raya, cagar biosfir) dan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: 2 Mangrove

kawasan Budidaya (hutan produksi, areal penggunaan lain). Saat ini

dikembangkan suatu pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove

partisipatif yang melibatkan masyarakat. Ide ini dikembangkan atas dasar

pemikiran bahwa masyarakat pesisir yang relatif miskin harus dilibatkan dalam

pengelolaan mangrove dengan cara diberdayakan, baik kemampuannya (ilmu)

maupun ekonominya. Pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove yang

dikembangkan adalah pola partisipatif meliputi : komponen yang diawasi,

sosialisasi dan pengawasan, mekanisme pengawasan, serta insentif dan sanksi

(Santoso dalam Rochana, 2009).

Mengingat fungsi dan manfaat hutan mangrove yang sangat penting, maka

perlu suatu strategi pengamanan dan pengembangannya, antara lain (Arief, 2001):

1. Mengamankan, yaitu melindungi genetik, spesies habitat, dan

ekosistemnya terutama menjaga penurunan kualitas komponen-komponen

utama dan mengembalikan spesies-spesies yang hilang ataupun punah ke

habitat aslinya.

2. Mempelajari, yaitu berusaha mendokumentasikan karakteristik sifat

biologis, ekologis dan sosial ekonomi yang berupa pengertian peran dan

manfaat genetik, spesies dan ekosistem.

3. Memanfaatkan, yaitu pengembangan secara lestari dan seimbang dengan

teknik-teknik yang mampu mempertahankan keberadaan ekosistemnya

sebagai penunjang kehidupan secara adil.

Pembibitan Mangrove

Dalam penanaman mangrove, kegiatan pembibitan dapat dilakukan dan

dapat tidak dilakukan. Apabila keberadaan pohon/buah mangrove disekitar lokasi

Universitas Sumatera Utara

Page 13: 2 Mangrove

penanaman banyak, kegiatan pembibitan dapat tidak dilakukan. Apabila

keberadaan pohon/buah disekitar lokasi penanaman sedikit atau tidak ada,

kegiatan pembibitan sebaiknya dilaksanakan. Adanya kebun pembibitan akan

menguntungkan terutama bila penanaman dilaksanakan pada saat tidak musim

puncak berbuah atau pada saat dilakukan penyulaman tanaman. Selain itu,

penanaman melalui buah yang dibibitkan akan menghasilkan persentase tumbuh

yang tinggi.

Kegiatan pembibitan meliputi pemilihan lokasi persemaian, pembangunan

bedeng persemaian, pembuatan bibit. pohon bakau yang baik sebagai sumber

buah berasal dari tegakan berumur 10 tahun keatas, sedangkan pohon soneratia

dan avicenia dari tegakan berumur sekitar 8 - 10 tahun (Khazali, 1999).

Analisis Kelayakan Usaha

Studi kelayakan adalah studi atau penelitian dalam rangka untuk menilai

layak tidaknya investasi yang akan dilakukan dengan berhasil dan menguntungkan

secara ekonomis. Investasi atau penanaman modal dalam suatu perusahaan tidak

lain adalah menyangkut penggunaan sumber-sumber yang diharapkan akan

memberikan imbalan (pengembalian) yang menguntungkan dimasa yang akan

mendatang. Apapun bentuk investasi yang akan dilakukan diperlukan studi

kelayakan meskipun intensitasnya berbeda. Adapun manfaat yang diharapkan

dilakukannya studi kelayakan proyek adalah memberikan masukan informasi

kepada decision maker dalam rangka untuk memutuskan dan menilai alternatif

proyek investasi yang akan dilakukan (Suratman, 2001).

Yang dimaksud dengan proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang

menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau

Universitas Sumatera Utara

Page 14: 2 Mangrove

suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil

(returns) di waktu yang akan datang dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan

dilaksanakan sebagai suatu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk

mencapai suatu tujuan (objective), mempunyai suatu titik tolak (starting point)

dan suatu titik akhir (ending point) baik biaya-biayanya maupun hasilnya yang

dapat diukur (Kadariah et al., 1999).

Suatu usaha dikatakan baik dan layak bila dalam perhitungan kelayakan

usaha memenuhi keriteria. Adapun beberapa perhitungan yang digunakan untuk

menilai kelayakan usaha antara lain B/C ratio dan Break Evebt Point (BEP).

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi usaha. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan

misi, tujuan, strategi dan kebijakan. Dengan demikian perencanaan strategis

(strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis usaha pembibitan

(kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal

ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis

situasi adalah analisis SWOT (Rangkuti, 1997).

Menurut Rangkuti (1997) penelitian menunjukkan bahwa kinerja pemilik

usaha dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor

tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT

Universitas Sumatera Utara

Page 15: 2 Mangrove

membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman

(threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).

Untuk dapat memenangkan sebuah persaingan, suatu unit usaha harus

memliki keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan kompetitif

akan membedakan unit usaha dengan kompetitornya dalam hal bagaimana meraih

sukses yang menyebabkan pemilik usaha tersebut mempunyai prestasi yang jauh

lebih daripada kompetisinya. Keunggulan bersaing merupakan hasil dari

kemampuan usaha tersebut menanggulangi faktor persaingan secara lebih

ketimbang para kompetitornya. Bentuk kuadran analisis SWOT dapat dilihat pada

Gambar 2 (Suratman, 2001).

2. Mendukung strategi 1. Mendukung strategi turn-arround agresif 3. Mendukung strategi 4. Mendukung strategi

difensif diversifikasi

Gambar 2. Analisis SWOT

BERBAGAI PELUANG

BERBAGAI ANCAMAN

KELEMAHAN INTERNAL

KEKUATAN INTERNAL

Universitas Sumatera Utara