2 Mangrove
-
Upload
agnesia-ichigo-dnadeshiko-sci-elv -
Category
Documents
-
view
49 -
download
0
description
Transcript of 2 Mangrove
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove
Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda,
namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Menurut Soerianegara dalam
Noor et al. (2006) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang terutama
tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang
dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Aicennia,
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria,
Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.
Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut (terutama di daerah relindung, laguna, muara sungai) yang tergenang
pada saat surut yang komunitas tumbuhan bertoleransi terhadap garam. Hutan
mangrove sering disebut juga hutan pasang surut, hutan payau atau hutan bakau.
Istilah bakau sebenarnya hanya merupakan nama dari salah satu jenis tumbuhan
yang menyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. (Kusmana, 1995).
Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di
sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di
suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai
dengan reaksi tanah anaerob. Secara ringkas hutan mangrove dapat didefenisikan
sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai
yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari
genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhnya bertoleransi terhadap garam
(Santoso et al. dalam Irmayeni, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang,
kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi
lingkungan seperti itu, beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme
yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, sementara
yang lainnya mengembangkan sistem akar napas untuk membantu memperoleh
oksigen bagi sistem perakarannya. Beberapa jenis mangrove berkembang dengan
buah yang sudah berkecambah sewaktu masih di pohon induknya (vivipar),
seperti Kandelia, Bruguiera, Ceriops dan Rhizophora (Noor et al., 2006).
Habitat dan Struktur Vegetasi Mangrove
Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat pertemuan antara muara
sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut
yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang,
pohon mangrove dikelilingi oleh air payau. Hutan mangrove ditemukan di
sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara 32º Lintang utara dan 38º
Lintang Selatan. Hidup pada suhu dari 19º sampai 40º C dengan toleransi
fluktuasi tidak lebih dari 10º C (Irwanto, 2006).
Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi.
Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur,
terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi. Kondisi salinitas sangat
mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar
salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif
mampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara
Universitas Sumatera Utara
beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus
pada daunnya (Noor et al., 2006).
Hutan mangrove memiliki formasi yang khas daerah tropika. Hutan
mangrove terdapat di pantai rendah dan tenang, berlumpur atau sedikit berpasir
yang mendapat pengaruh pasang surut air laut, dimana tidak ada ombak keras.
Hutan ini disebut juga hutan bakau karena dominasi tegakannya jenis bakau atau
disebut hutan payau karena hidup di lokasi yang payau akibat mendapat buangan
air dari sungai atau air tanah. Pohon-pohon yang tumbuh pada hutan mangrove
umumnya berdaun tebal dan mengkilat karena adaptasi evavotranspirasi. Tajuk
pepohonan hanya satu dengan ketinggian umumnya rata-rata dapat mencapai 50
m. Komposisi hutan bakau terdiri atas asosiasi beberapa jenis tanaman yang khas
mulai dari pantai menuju ke darat (Arief, 2001).
Jenis-jenis tumbuhan hutan mangrove dapat digolongkan ke dalam
sejumlah jalur tertentu sesuai dengan tingkat toleransinya terhadap kadar garam
dan fluktuasi permukaan air laut di pantai, dan jalur seperti itu disebut juga zonasi
vegetasi. Jalur-jalur atau zonasi vegetasi hutan mangrove masing-masing
disebutkan secara berurutan dari yang paling dekat dengan laut ke arah darat
sebagai berikut (Indriyanto dalam Syahputri, 2010):
1. Jalur pedada yang terbentuk oleh jenis tumbuhan Avicenia spp. dan
Sonneratia spp.
2. Jalur bakau yang terbentuk oleh jenis tumbuhan Rhizophora spp. Ceriops
spp. dan Xylocarpus spp.
Universitas Sumatera Utara
3. Jalur tancang yang terbentuk oleh jenis tumbuhan Bruguera spp. dan
kadang-kadang juga dijumpai Xylocarpus spp., kandelia spp. dan
Aegiceras spp.
4. Jalur transisi antar hutan mngrove dengan hutan dataran rendah yang
umunya adalah hutan nipah dengan jenis Nypa fruticans.
Vegetasi mangrove dapat berupa habitus, pohon, herba atau semak,
termasuk paku-pakuan dan palem, yang umum terlihat di rataan lumpur, tepian
sungai di pesisir-pesisir tropika Indonesia (Saputro et al., 2009).
Menurut Noor et al (2006) secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh
dalam 4 zona, yaitu pada daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki
sungai berair payau sampai hampir tawar, serta daerah ke arah daratan yang
memiliki air tawar.
1. Mangrove terbuka, yaitu mangrove yang berada pada bagian yang
berhadapan dengan laut.
2. Mangrove tengah, yaitu mangrove yang terletak di belakang mangrove
zona terbuka. Di zona ini biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora.
3. Mangrove payau, yaitu mangrove yang berada di sepanjang sungai berair
payau hingga hampir tawar. Di zona ini biasanya didominasi oleh
komunitas Nypa atau Sonneratia.
4. Mangrove daratan, yaitu mangrove yang berada di zona perairan payau
atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya.
Jenis-jenis yang umum ditemukan pada zona ini termasuk Ficus
microcarpus (F. retusa), Intsia bijuga, N. fruticans, Lumnitzera racemosa,
Pandanus sp. dan Xylocarpus moluccensis (Noor et al., 2006).
Universitas Sumatera Utara
Flora dan Keragamannya
Di Indonesia sendiri, terdapat perbedaan dalam hal keragaman jenis
mangrove antara satu pulau dengan pulau lainnya. Dari 202 jenis mangrove yang
telah diketahui, 166 jenis terdapat di Jawa, 157 jenis di Sumatera, 150 jenis di
Kalimantan, 142 jenis di Irian Jaya, 135 jenis di Sulawesi, 133 jenis di Maluku
dan 120 jenis di Kepulauan Sunda Kecil. Satu hal yang harus diperhatikan adalah
bahwa pembangunan yang mengakibatkan kerusakan dan peralihan peruntukan
lahan mangrove telah terjadi di mana-mana. Hal ini berarti jenis-jenis yang
tercatat dalam daftar diatas kemungkinan sebenarnya sudah tidak ditemukan di
pulau tertentu (Noor et al., 2006).
Untuk kepentingan konservasi serta pengelolaan sumberdaya alam, jenis-
jenis yang bersifat langka dan endemik haruslah diberi perhatian lebih. Hanya
sedikit jenis mangrove yang bersifat endemik di Indonesia. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan karena buah mangrove mudah terbawa oleh gelombang
dan tumbuh di tempat lain. Selain Amyema anisomeres (mangrove sejati), masih
terdapat 2 jenis endemik lainnya (mangrove ikutan), yaitu Ixora timorensis
(Rubiaceae) yang merupakan jenis tumbuhan kecil yang diketahui berada di Pulau
Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil, serta Rhododendron brookeanum (Ericaceae)
yang merupakan epifit berkayu yang diketahui berada di Sumatera dan
Kalimantan.
Dalam hal kelangkaan, di Indonesia terdapat 14 jenis mangrove yang
langka, yaitu (Noor et al., 2009):
1. Lima jenis umum setempat tetapi langka secara global, sehingga berstatus
rentan dan memerlukan perhatian khusus untuk pengelolaannya. Jenis-
Universitas Sumatera Utara
jenisnya adalah Ceriops decandra, Scyphiphora hydrophyllacea, Quassia
indica, Sonneratia ovata, Rhododendron brookeanum (dari 2 sub-jenis,
hanya satu terkoleksi).
2. Lima jenis yang langka di Indonesia tetapi umum di tempat lainnya,
sehingga secara global tidak memerlukan pengelolaan khusus. Jenis-jenis
tersebut adalah Eleocharis parvula, Fimbristylis sieberiana, Sporobolus
virginicus, Eleocharis spiralis dan Scirpus litoralis.
3. Empat jenis sisanya berstatus langka secara global, sehingga memerlukan
pengelolaan khusus untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Jenis-jenis
tersebut adalah Amyema anisomeres, Oberonia rhizophoreti, Kandelia
candel dan Nephrolepis acutifolia. Dua diantaranya, A. anisomeres dan
N.acutifolia hanya terkoleksi satu kali, sehingga hanya diketahui tipe
setempat saja.
Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial
yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Pemanfaatan
hutan mangrove dimanfaatkan terutama sebagai penghasil kayu untuk bahan
kontruksi, kayu bakar dan bahan baku untuk membuat arang dan juga utnuk
dibuat pulp. Di samping itu ekosistem mangrove dimanfaatkan sebagai pemasok
larva ikan dan udang alam (LPP Mangrove, 2008).
Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai,
mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding
ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan
(spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga,
penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit (Rochana, 2009).
Hutan mangrove mempunyai fungsi-fungsi penting dan fungsi ganda,
antara lain sebgai berikut;
1. Fungsi fisik, yakni sebagai pencegahan proses intrusi (pembebasan air
laut) dan proses abrasi (erosi air laut).
2. Fungsi biologis, yakni sebagai tempat pembenihan ikan, udang, kerang
dan tempat bersarang burung-burung serta berbagai jenis biota. Penghasil
bahan pelapukan sebagai sumber makanan penting bagi kehidupan sekitar
lingkungannya.
3. Fungsi kimia, yakni sebagai tempat proses dekomposisi bahan organik dan
proses-proses kimia lainya yang berkaitan dengan tanah mangrove.
4. Ekonomi, yakni sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan
pertanian dan perikanan, obat-obatan , dan usaha-usaha pembibitan.
Secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua
bagian, yaitu;
1. Manfaat ekonomis yang terdiri atas:
a. Hasil berupa kayu (kayu kontruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu
untuk bubur kayu, tiang/pancang).
b. Hasil bukan kayu. Hasil hutan ikutan (non kayu) dan lahan
(Ecotourisme dan lahan budidaya)
2. Manfaat ekologi, yang terdiri atas berbagai fungsi perlindungan
lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis
fauna.
Universitas Sumatera Utara
Hasil hutan mangrove non kayu sampai dengan sekarang belum banyak
dikembangkan di Indonesia. Padahal apabila dikaji dengan baik, potensi
sumberdaya hutan mangrove non kayu di Indonesia sangat besar dan dapat
mendukung pengelolaan hutan mangrove (Junaidi dalam Irmayeni 2010).
Hutan Mangrove di Indonesia
Tekanan terhadap mangrove meningkat sejak tahun 1982. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal yang memiliki efek “domino” seperti pertambahan
populasi manusia, peningkatan produksi pangan, peningkatan kebutuhan bahan
industri dan peningkatan alih fungsi lahan mangrove menjadi lahan pemukiman,
pertanian atau budidaya. Oleh karena itu, proporsi luas hutan mangrove menurun
tajam. Dewasa ini diera teknologi modern diperkenalkan banyak bahan penghasil
chip atau pulp dieksploitasi dari hutan mangrove. Namun, kebanyakan dari
kegiatan eksploitasi tersebut tidak diikuti oleh pertanggungjawaban atas
kerusakannya. Akhirnya banyak di antara lahan-lahan konversi tersebut
ditinggalkan begitu saja setelah tidak produktif lagi dan berubah menjadi lahan
terlantar dan kritis (Saputro et al., 2009).
Di Indonesia perkiraan luas mangrove juga sangat beragam. Luas
mangrove Indonesia 2,5 juta hektar, Direktorat Bina Program INTAG dalam
Noor et al (2006) menyebutkan 3.5 juta hektar dan Spalding, et al dalam Noor et
al (2006) menyebutkan seluas 4,5 juta hektar. Dengan areal seluas 3,5 juta hektar,
Indonesia merupakan tempat mangrove terluas di dunia (18 - 23%) melebihi
Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 juta ha).
Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia.
Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38%), Kalimantan
Universitas Sumatera Utara
978.200 ha (28 %) dan Sumatera 673.300 ha (19%). Di daerah-daerah ini dan juga
daerah lainnya, mangrove tumbuh dan berkembang dengan baik pada pantai yang
memiliki sungai yang besar dan terlindung. Walaupun mangrove dapat tumbuh di
sistem lingkungan lain di daerah pesisir, perkembangan yang paling pesat tercatat
di daerah tersebut (Noor et al., 2006).
Tekanan yang berlebihan terhadap kawasan hutan mangrove untuk
berbagai kepentingan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam telah
mengakibatkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove yang cukup drastis.
Berdasarkan data tahun 1984, Indonesia memiliki mangrove dalam kawasan hutan
seluas 4,25 juta ha, kemudian berdasar hasil interpretasi citra landsat (1992)
luasnya tersisa 3,812 juta ha. Namun demikian, lebih dari setengah hutan
mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam kondisi rusak parah, di antaranya 1,6
juta ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta ha di luar kawasan hutan. Kecepatan
kerusakan mangrove mencapai 530.000 ha/th (Anwar dan Gunawan, 2006).
Dalam hal struktur, mangrove di Indonesia lebih bervariasi bila
dibandingkan dengan daerah lainnya. Dapat ditemukan mulai dari tegakan
Avicennia marina dengan ketinggian 1 - 2 meter pada pantai yang tergenang air
laut, hingga tegakan campuran Bruguiera-Rhizophora-Ceriops dengan ketinggian
lebih dari 30 meter (misalnya, di Sulawesi Selatan). Di daerah pantai yang
terbuka, dapat ditemukan Sonneratia alba dan Avicennia alba, sementara itu di
sepanjang sungai yang memiliki kadar salinitas yang lebih rendah umumnya
ditemukan N. fruticans dan S. caseolaris. Umumnya tegakan mangrove jarang
ditemukan yang rendah kecuali mangrove anakan dan beberapa jenis semak
seperti Acanthus ilicifolius dan Acrostichum (Noor et al., 2006).
Universitas Sumatera Utara
Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove,
meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44
jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis
pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (true
mangrove), sementara jenis lain ditemukan disekitar mangrove dan dikenal
sebagai jenis mangrove ikutan (mangrove asociate). Di seluruh dunia, sebanyak
60 jenis tumbuhan mangrove sejati. Dengan demikian terlihat bahwa Indonesia
memiliki keragaman jenis yang tinggi.
Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia
Menurut Rochana (2009) pengelolaan mangrove di Indonesia didasarkan
atas tiga tahapan utama (isu-isu). Isu-isu tersebut adalah : isu ekologi dan sosial
ekonomi, kelembagaan dan perangkat hukum, serta strategi dan pelaksanaan
rencana.
1. Isu ekologi dan isu sosial ekonomi
Isu ekologi meliputi dampak ekologis intervensi manusia terhadap
ekosistem mangrove. Berbagai dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem
mangrove harus diidentifikasi, baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi di
kemudian hari. Adapun isu sosial ekonomi mencakup aspek kebiasaan manusia
(terutama masyarakat sekitar hutan mangrove) dalam memanfaatkan sumberdaya
mangrove. Begitu pula kegiatan industri, tambak, perikanan tangkap, pembuangan
limbah, dan sebagainya di sekitar hutan mangrove harus diidentifikasi dengan
baik.
Universitas Sumatera Utara
2. Isu kelembagaan dan perangkat hukum
Di samping lembaga-lembaga lain, Departemen Pertanian dan Kehutanan,
serta Departemen Kelautan dan Perikanan, merupakan lembaga yang sangat
berkompeten dalam pengelolaan mangrove. Koordinasi antar instansi yang terkait
dengan pengelolaan mangrove adalah mendesak untuk dilakukan saat ini. Aspek
perangkat hukum adalah peraturan dan undang-undang yang terkait dengan
pengelolaan mangrove. Sudah cukup banyak undang-undang dan peraturan yang
dibuat oleh pemerintah dan instansi-instansi yang terkait dalam pengelolaan
mangrove. Yang diperlukan sekarang ini adalah penegakan hukum atas
pelanggaran terhadap perangkat hukum tersebut.
3. Strategi dan pelaksanaan rencana
Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, terdapat dua
konsep utama yang dapat diterapkan. Kedua konsep tersebut pada dasarnya
memberikan legitimasi dan pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan
pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua konsep tersebut
adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove (Bengen
dalam Rochana, 2009). Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka
perlindungan terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk
suatu kawasan hutan mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi, dan sebagai
bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai.
Dalam konteks di atas, berdasarkan karakteristik lingkungan, manfaat dan
fungsinya, status pengelolaan ekosistem mangrove dengan didasarkan data
tataguna hutan, terdiri atas: kawasan lindung (hutan, cagar alam, suaka
margasatwa, taman nasional, taman laut, taman hutan raya, cagar biosfir) dan
Universitas Sumatera Utara
kawasan Budidaya (hutan produksi, areal penggunaan lain). Saat ini
dikembangkan suatu pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove
partisipatif yang melibatkan masyarakat. Ide ini dikembangkan atas dasar
pemikiran bahwa masyarakat pesisir yang relatif miskin harus dilibatkan dalam
pengelolaan mangrove dengan cara diberdayakan, baik kemampuannya (ilmu)
maupun ekonominya. Pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove yang
dikembangkan adalah pola partisipatif meliputi : komponen yang diawasi,
sosialisasi dan pengawasan, mekanisme pengawasan, serta insentif dan sanksi
(Santoso dalam Rochana, 2009).
Mengingat fungsi dan manfaat hutan mangrove yang sangat penting, maka
perlu suatu strategi pengamanan dan pengembangannya, antara lain (Arief, 2001):
1. Mengamankan, yaitu melindungi genetik, spesies habitat, dan
ekosistemnya terutama menjaga penurunan kualitas komponen-komponen
utama dan mengembalikan spesies-spesies yang hilang ataupun punah ke
habitat aslinya.
2. Mempelajari, yaitu berusaha mendokumentasikan karakteristik sifat
biologis, ekologis dan sosial ekonomi yang berupa pengertian peran dan
manfaat genetik, spesies dan ekosistem.
3. Memanfaatkan, yaitu pengembangan secara lestari dan seimbang dengan
teknik-teknik yang mampu mempertahankan keberadaan ekosistemnya
sebagai penunjang kehidupan secara adil.
Pembibitan Mangrove
Dalam penanaman mangrove, kegiatan pembibitan dapat dilakukan dan
dapat tidak dilakukan. Apabila keberadaan pohon/buah mangrove disekitar lokasi
Universitas Sumatera Utara
penanaman banyak, kegiatan pembibitan dapat tidak dilakukan. Apabila
keberadaan pohon/buah disekitar lokasi penanaman sedikit atau tidak ada,
kegiatan pembibitan sebaiknya dilaksanakan. Adanya kebun pembibitan akan
menguntungkan terutama bila penanaman dilaksanakan pada saat tidak musim
puncak berbuah atau pada saat dilakukan penyulaman tanaman. Selain itu,
penanaman melalui buah yang dibibitkan akan menghasilkan persentase tumbuh
yang tinggi.
Kegiatan pembibitan meliputi pemilihan lokasi persemaian, pembangunan
bedeng persemaian, pembuatan bibit. pohon bakau yang baik sebagai sumber
buah berasal dari tegakan berumur 10 tahun keatas, sedangkan pohon soneratia
dan avicenia dari tegakan berumur sekitar 8 - 10 tahun (Khazali, 1999).
Analisis Kelayakan Usaha
Studi kelayakan adalah studi atau penelitian dalam rangka untuk menilai
layak tidaknya investasi yang akan dilakukan dengan berhasil dan menguntungkan
secara ekonomis. Investasi atau penanaman modal dalam suatu perusahaan tidak
lain adalah menyangkut penggunaan sumber-sumber yang diharapkan akan
memberikan imbalan (pengembalian) yang menguntungkan dimasa yang akan
mendatang. Apapun bentuk investasi yang akan dilakukan diperlukan studi
kelayakan meskipun intensitasnya berbeda. Adapun manfaat yang diharapkan
dilakukannya studi kelayakan proyek adalah memberikan masukan informasi
kepada decision maker dalam rangka untuk memutuskan dan menilai alternatif
proyek investasi yang akan dilakukan (Suratman, 2001).
Yang dimaksud dengan proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang
menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau
Universitas Sumatera Utara
suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil
(returns) di waktu yang akan datang dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan
dilaksanakan sebagai suatu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk
mencapai suatu tujuan (objective), mempunyai suatu titik tolak (starting point)
dan suatu titik akhir (ending point) baik biaya-biayanya maupun hasilnya yang
dapat diukur (Kadariah et al., 1999).
Suatu usaha dikatakan baik dan layak bila dalam perhitungan kelayakan
usaha memenuhi keriteria. Adapun beberapa perhitungan yang digunakan untuk
menilai kelayakan usaha antara lain B/C ratio dan Break Evebt Point (BEP).
Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi usaha. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan
misi, tujuan, strategi dan kebijakan. Dengan demikian perencanaan strategis
(strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis usaha pembibitan
(kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal
ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis
situasi adalah analisis SWOT (Rangkuti, 1997).
Menurut Rangkuti (1997) penelitian menunjukkan bahwa kinerja pemilik
usaha dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor
tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT
Universitas Sumatera Utara
membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman
(threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).
Untuk dapat memenangkan sebuah persaingan, suatu unit usaha harus
memliki keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan kompetitif
akan membedakan unit usaha dengan kompetitornya dalam hal bagaimana meraih
sukses yang menyebabkan pemilik usaha tersebut mempunyai prestasi yang jauh
lebih daripada kompetisinya. Keunggulan bersaing merupakan hasil dari
kemampuan usaha tersebut menanggulangi faktor persaingan secara lebih
ketimbang para kompetitornya. Bentuk kuadran analisis SWOT dapat dilihat pada
Gambar 2 (Suratman, 2001).
2. Mendukung strategi 1. Mendukung strategi turn-arround agresif 3. Mendukung strategi 4. Mendukung strategi
difensif diversifikasi
Gambar 2. Analisis SWOT
BERBAGAI PELUANG
BERBAGAI ANCAMAN
KELEMAHAN INTERNAL
KEKUATAN INTERNAL
Universitas Sumatera Utara