2. LKTI 2010 - Makalah

download 2. LKTI 2010 - Makalah

of 28

Transcript of 2. LKTI 2010 - Makalah

1

BAB I PENDAHULUANDalam sejarah peradaban manusia, Islam pernah tampil sebagai sebuah peradaban, seiring dengan proses penyebaran Islam ke berbagai belahan dunia. Khusus di Indonesia, Islam masuk dan berkembang melalui budaya damai yang diwakili oleh institusi sufisme dan pesantren yang memiliki tradisi dan potensi nilai-nilai keadaban. Oleh karena itu tidak sedikit kalangan yang menyebut pesantren sebagai kampung peradaban, artefak peradaban Indonesia, sub-kultur, institusi cultural dan lain-lain. Interaksi tradisi pesantren dengan tradisi lainnya memungkinkan muncul suatu peradaban Muslim baru yang lahir dari Indonesia.1 Perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia mencatat bahwa pesantren adalah salah satu bentuk Indigenous culture atau bentuk kebudayaan asli bangsa Indonesia, sebab lembaga pendidikan dengan pola kyai, santri dan asrama telah dikenal dalam kisah dan ceritera rakyat maupun dalam sastra klasik Indonesia khususnya di pulau Jawa. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila para ulama yang menyiarkan agama Islam menempuh jalan melalui lembaga pendidikan dengan menggunakan pesantren yang telah ada yang memang ternyata banyak tumbuh dan berakar di masyarakat. Sejarah juga membuktikan bahwa sampai hari pesantren masih tetap survive, padahal sejak dilancarkan perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai kawasan dunia Muslim, tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam seperti pesantren yang mampu bertahan. Kebanyakan lembaga-lembaga tersebut lenyap setelah tergusur oleh ekspansi sistem pendidikan umum atau mengalami transformasi menjadi lembaga pendidikan umum atau setidak-tidaknya menyesuaikan diri dan mengadopsi sedikit banyak isi dan metodologi pendidikan umum. Pesantren merupakan salah satu sistem dan institusi pendidikan keagamaan Islam tertua di Indonesia yang dalam sejarahnya telah memainkan peran penting dalam membentuk kehidupan masyarakat. Pesantren muncul sebagai basis pendidikan yang menekankan keutamaan akhlak (imtaq), sehingga dapat memberikan kontribusi moral dan kemanusiaan pada masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia umumnya.

Dikutip serta diedit dari latar belakang pelaksanaan Lomba Karya Tulis Ilmiah Pengembangan Pendidikan Pesantren Tahun 2010 yang diselenggarakan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

1

2

Keberadaan pondok pesantren dalam sejarahnya, selain menjadi pusat kajian ilmuilmu agama Islam, pusat dakwah dan benteng aqidah umat, bahkan pernah membuktikan dirinya sebagai pelopor pergerakan kemerdekaan, pengawal budaya bangsa, serta penggerak ekonomi kerakyatan.2 Pesantren nampaknya perlu selalu dibaca sebagai warisan sekaligus kekayaan kebudayaan intelektual nusantara. Lebih dari itu, dalam sejumlah aspek tertentu, pesantren juga harus dipandang sebagai benteng pertahanan kebudayaan itu sendiri. Ini karena peran sejarah yang dimainkannya. Harapan ini tentu saja tidak terlalu meleset dari konstruk budaya yang digariskan pendirinya. Selain diangankan sebagai pusat pengembangan ilmu dan kebudayaan yang berdemensi religius atau sekadar improvisasi lokal, pesantren juga dipersiapkan sebagai penggerak transformasi bagi komunitas masyarakat dan bangsa. Menariknya, angan-angan tersebut justru bertolak dari landasan tradisi masyarakat setempat. Dalam perjalanan bangsa Indonesia selanjutnya hingga saat ini membuktikan bahwa pesantren telah berperan aktif sebagai agen perubahan atau tajdid, sebagai pemupuk rasa kebangsaan, yang dapat dilihat dari peran para ulama dan alumni pesantren dalam mengusir penjajah dari tanah air serta dalam upaya mengisi kemerdekaan. Selain itu perjalanan bangsa Indonesia juga membuktikan bahwa pesantren juga berperan dalam meletakkan dasar-dasar demokrasi yang dapat dilihat rukunnya kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Bhinneka Tunggal Eka walaupun ummat Islam di Indonesia adalah mayoritas. Hal ini menunjukkan bahwa ummat Islam dengan institusi pesantrennya mampu menyuguhkan sistem demokrasi di tanah air tercinta ini. Tidak kalah pentingnya dalam fase-fase berikut adalah keberadaan pesantren sebagai gerakan sosial yang bertolak belakang dari pandangan konsepsionalnya tentang khaira ummah, ummat yang sebaikbaiknya sebagaimana yang dituangkan dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 110. Pendididikan pesantren selama ini juga terbukti berhasil dalam mengembangkan seluruh kemampuan dan potensi manusia Indonesia dengan seimbang dan proporsional, baik potensi fisik, akal maupun hati (qalbu). Sehingga akan lebih mampu melahirkan manusia-manusia yang disebut atqonnaas yaitu manusia yang tinggi kualitas ketaqwaannya, afqohunnaas, yaitu manusia yang baik pemahaman agamanya dan

Dewan Pengurus Pusat Majelis Silaturrahim Kyai dan Pengasuh Pondok Pesantren Se-Indonesia, Muqaddimah Anggaran Dasar Majelis Silaturrahim Kyai dan Pengasuh Pondok Pesantren Se-Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 21 Jumadil Akhir 1430 H/14 Juni 2009, Tanpa penerbit, Tanpa tahun.

2

3

anfaunnaas, yaitu manusia yang banyak memberikan kemanfaatan kepada manusia lainnya. Pesatnya kemajuan pembangunan nasional selama tiga dekade ini telah membawa pengaruh positif bagi kemajuan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia. Namun, di sisi lain kemajuan ini telah melahirkan masalah-masalah baru, seperti kesenjangan sosial, kriminalitas, kenakalan remaja, pergaulan bebas, serta merosotnya kepedulian sosial masyarakat. Sepuluh tahun terkhir ini muncul kecenderungan sebagian keluarga kelas menengah di Indonesia untuk menyekolahkan anaknya ke lembaga pendidikan madrasah dan pondok pesantren. Kecenderungan ini memberi bukti madrasah dan pesantren diyakini dapat menjadi benteng yang ampuh untuk menjaga kemorosotan moralitas masyarakat.3 Dari pemaparan diatas, tidak dapat dipungkiri bahwa pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan yang telah diakui dan dilindungi oleh undang-undang telah berjasa dalam membentuk peradaban serta khazanah Islam di Indonesia dengan kiprahnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang tidak hanya mengedepankan kecerdasan intelektual semata namun juga kecerdasan spiritual. Karena hanya dengan pendidikan sebuah bangsa mampu melangkah ke gerbang peradaban yang akan diakui oleh bangsa lainnya. Tulisan sederhana ini ditulis dengan tujuan untuk melahirkan sebuah gagasan baru dalam rangka menciptakan pesantren sebagai pusat peradaban khususnya bagi masyarakat Muslim di Indonesia dan masyarakat dunia pada umumnya. Tulisan ini merupakan hasil kajian penulis terhadap beberapa tulisan terdahulu, selain itu tulisan ini juga berdasarkan kepada pengalaman penulis, baik sebagai individu yang pernah mengecap pendidikan di pesantren, sebagai pengelola sebuah pesantren maupun sebagai masyarakat umum yang mempunyai perhatian terhadap pengembangan pendidikan pesantren di masa depan. Tulisan ini penulis awali dengan pendahuluan, kemudian pemaparan secara umum tentang pesantren; definisi pesantren, sejarah dan perkembangan pesantren, pesantren sebagai lembaga pendidikan nasional, peranan pesantren dalam pembangunan, pesantren dan peradaban Muslim Indonesia, serta tantangan pendidikan pesantren. Kemudian penulis mencoba memaparkan gagasan pesantren sebagai pusat peradaban Muslim Indonesia, dan tulisan ini diakhiri dengan penutup dan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi pengembangan pesantren pada masa depan.Rahim, Husni, Arah Baru Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), Cet. I, hal. 33-34.3

4

BAB II PENDIDIKAN PESANTREN SEBAGAI SISTEM PENDIDIKAN NASIONALA. DEFINISI PESANTREN Kata pesantren atau santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Sumber lain menyebutkan bahwa kata itu berasal dari bahasa India shastri dari akar kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Di Luar pulau Jawa lembaga pendidikan ini disebut dengan nama lain, seperti surau (di Sumatera Barat), dayah (Aceh), dan pondok (daerah lain).4 Kekhususan pesantren dibanding dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya adalah para santri atau murid tinggal bersama dengan kyai atau guru mereka dalam suatu kompleks tertentu yang mandiri, sehingga dapat menumbuhkan ciri-ciri khas pesantren, seperti: (1) adanya hubungan yang akrab antara santri dan kyai; (2) santri taat dan patuh pada kyainya; (3) para santri hidup secara mandiri dan sederhana; (4) adanya semangat gotong royong dalam suasana penuh persaudaraan; (5) para santri terlatih hidup berdisiplin dan tirakat. Agar dapat melaksanakan tugas mendidik dengan baik, biasanya sebuah pesantren memiliki sarana fisik yang minimal terdiri dari sarana dasar, yaitu masjid atau langgar sebagai pusat kegiatan, rumah tempat tinggal kyai dan keluarganya, pondok tempat tinggal santri, dan ruangan-ruangan belajar.5 Sementara itu, dalam bahasa Arab, pesantren dikenal dengan istilah al-mahad atau ar-ribath seperti yang dikemukakan oleh Ar-Razi dalam Mukhtar al-Shihah. Sebuah ribath adalah sebuah tempat yang selalu dikunjungi dan didatangi orang meskipun letaknya nun jauh di sana.6 Secara substansial, pesantren itu tidak terlepas dari al-masuliyah al-arbaah (empat kapabilitas), yaitu, pertama, al-masuliyah ad-diniyah (religious capability) yang diimplimentasikan dalam kiat-kiat pesantren untuk memperjuangkan dawah Islamiyyah, yang menjadi tumpuan harapan bagi pemecahan semua masail al-diniyyah. Kedua, almasuliyah al-tsaqafiyyah (educational capability) yang lebih meningkatkan kualitas pembelajaran dan pendidikan umat. Ketiga, al-masuliyah al-amaliyah (practice4

Ensiklopedi Islam Jilid 4 NAH-SYA, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), Cet. Kesebelas,

hal. 99. Ibid, hal. 99 Siroj, Said Aqil, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2006), Cet.I, hal. 211.6 5

5

capability) yang lebih mengutamakan pada realisasi hukum Islam/syariat dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial-kemasyarakatan. Keempat, al-masuliyah alkhuluqiyah (moral capability) yang lebih memusatkan pada prilaku al-akhlaq al-karimah.7 Dalam literatur lain penamaan umum terhadap lembaga pendidikan ini di kalangan umat Islam Indonesia ialah pesantren atau pondok, kadang-kadang digabungkan menjadi pondok pesantren. Istilah pesantren agaknya diangkat dari kata santri yang berarti murid, atau mungkin juga shastri yang berarti huruf, sebab di dalam pesantren inilah mula-mula santri itu belajar mengenal dan membaca huruf, kata pondok inilah yang mengkin berasal dari bahasa Arab yaitu funduq.8 Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan keagamaan bab I pasal 1 ayat 4, pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya.9 Menurut kaidah bahasa Indonesia, pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran an, berarti tempat tinggal santri. Menurut Mastuhu; Pondok pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian, atau disebut tafaqquh fiddiin, dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat.10 Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam yang berbasis masyarakat dengan sistem asrama atau pondok, dimana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya dan pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Pesantren memiliki sarana dasar, yaitu masjid atau langgar sebagai pusat kegiatan, rumah tempat tinggal kyai dan keluarganya, pondok tempat tinggal santri, dan ruangan-ruangan belajar. Pendidikan ini disebut dengan nama lain, seperti surau, dayah, pondok atau pondok pesantren. B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PESANTREN7 Siroj, Said Aqil, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi,Op.Cit, hal. 212 8 Shaleh, Abdul Rachman, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta: PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000), Cet. I, hal. 222-223. 9 Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, Tahun 2007, hal. 228 10 Alhamuddin, Pendidikan Islam Modern ala Trimurti Pondok Modern Darussalam Gontor, dalam At-Tadib: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 3 Nomor 2 Tahun 1428 H, hal. 208.

6

Dalam sistem pendidikan nasional, pesantren menempati posisi yang tidak kalah penting dibanding dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Salah satu alasan mengapa pesantren memiliki peranan penting dalam konstelasi pendidikan nasional adalah karena lembaga ini merupakan lembaga pendidikan Islam yang tertua dan tumbuh dari dalam masyarakat dan secara de facto diakui pula oleh masyarakat. Lebih dari itu, sampai saat ini, pesantren-pesantren di Indonesia yang berjumlah ribuan tetap istiqomah dan konsisten dalam mendidik anak-anak bangsa dengan pelbagai nilai, sistem, serta materi pendidikan yang khas pesantren.11 Pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangan setelah abad ke-16. Karya-karya Jawa klasik seperti Serat Cabolek dan Serat Centini mengungkapkan bahwa sejak permulaan abad ke-16 di Indonesia telah banyak dijumpai pesantren yang besar yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fikih, teologi, dan tasawuf, dan menjadi pusat-pusat penyiaran Islam.12 Sejarah pesantren di Indonesia sangat erat kaitannya dengan sejarah Islam itu sendiri. Bukti-bukti sejarah memperlihatkan bahwa pesantren senantiasa memilih posisi atau peran sejarah yang tidak pernah netral atau pasif, tapi produktif. Sejak abad ke-16, ada anggapan kuat bahwa pesantren merupakan dinamisator dalam setiap proses sejarah dan perjuangan bangsa. Pada abad ke-15 dan 16 daerah-daerah yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan raja-raja Hindu berhasil diislamkan. Islam membawa peradaban baru dalam sistem pendidikan, yakni sistem yang dapat diakses semua lapisan masyarakat. Sistem ini dibangun berdasarkan, atau merupakan konsekuensi operasional dari konsep ummah dalam Islam, yang egaliter dan menempatkan kesamaan harkat dan martabat manusia di hadapan tuhan. Peradaban Islam telah mengantarkan komunitas Nusantara kepada sejumlah unsur budaya tinggi yang bercorak Islami, seperti pengajaran Al-Quran dan Hadits, penulisan aksara Arab dan sebagainya.13 Ada dua versi pendapat mengenai asal usul dan latar belakang berdirinya pesantren di Indonesia. Pertama, bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tradisi tarekat. Pendapat ini berdasar fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya11 Zarkasyi, Abdullah Syukri, Pengembangan Pendidikan Pesantren di Era Otonomi Pendidikan: Pengalaman Pondok Modern Darussalam Gontor. Makalah tersebut disampaikan oleh KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA dalam pidato penganugerahan Doktor Honoris Causa di depan anggota senat guru besar dan civitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Sabtu, tanggal 20 Agustus 2005. Dipublikasikan dalam Tsaqafah: Jurnal Ilmu Pengetahuan & Kebudayaan Islam, Vol. 2 Nomor 1 tahun 1426 H, hal. 108. 12 Ensiklopedi Islam Jilid 4 NAH-SYA, Op. Cit, hal. 101. 13 Ambary, Hasan Muarif, Menemukan Peradaban Jejak Arkeoogis dan Historis Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), Cet. II, hal. 318.

7

lebih banyak dikenal dalam bentuk tarekat. Pemimpin tarekat ini disebut kyai, yang mewajibkan pengikutnya untuk melaksanakan suluk14 selama empat puluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama dalam sebuah masjid untuk melakukan ibadah-ibadah dibawah bimbingan kyai. Untuk keperluan suluk ini, para kyai menyediakan ruanganruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak yang terletak di kiri-kanan masjid. Disamping mengajarkan amalan-amalan tarekat, para pengikut itu juga diajarkan kitabkitab agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam. Dalam perkembangan selanjutnya lembaga pengajiannya ini tumbuh dan berkembang menjadi pesantren.15 Kedua, pesantren yang kita kenal sekarang ini merupakan pengambilalihan dari sistem pesantren yang diadakan oleh orang-orang Hindu Nusantara. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia lembaga pesantren sudah ada di negeri ini. Pendirian pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran Hindu dan tempat membina kader-kader penyebar Hindu. Tradisi penghormatan murid kepada guru yang pola hubungan antara keduanya tidak didasarkan kepada hal-hal yang bersifat materi juga bersumber dari tradisi Hindu. Fakta lain yang menunjukkan bahwa pesantren bukan berakar dari tradisi Islam adalah tidak ditemukannya lembaga pesantren di negara-negara Islam lainnya, sementara lembaga yang serupa dengan pesantren banyak ditemukan di masyarakat Hindu dan Budha, seperti di India, Myanmar dan Thailand.16 Di samping berdasarkan alasan terminologi yang dipakai oleh pesantren persamaan bentuk antara pendidikan pesantren dan pendidikan milik Hindu dan Budha ini terdapat juga beberapa unsur yang tidak dijumpai pada sistem pendidikan Islam yang asli. Unsur tersebut antara lain seluruh sistem pendidikannya berisi murni ilmu-ilmu agama, kyai tidak mendapat gaji, penghormatan yang tinggi kepada guru serta letak pesantren yang didirikan di luar kota.17 Walaupun demikian, secara historis pesantren memiliki karakter utama yaitu: 1. Pesantren didirikan sebagai bagian dan atas dukungan masyarakatnya sendiri.Suluk dalam istilah tasawuf berarti jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah SWT atau cara memperoleh makrifat. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah ini digunakan untuk suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh seseorang agar ia dapat mencapai suatu ihwal atau keadaan atau maqam tertentu. Secara etimologis, kata suluk berarti jalan atau cara, bisa juga diartikan kelakuan atau tingkah laku. Secara harfiah mengandung beberapa arti, yaitu memasuki, melalui jalan, bertindak dan memasukkan. Aktivitas suluk sangat erat kaitannya dengan tarekat. Orang-orang yang melakukan suluk pada umumnya adalah orang-orang yang mengikuti tarekat tertentu. 15 Ensiklopedi Islam Jilid 4 NAH-SYA, Op. Cit, hal. 100 16 Ibid, hal. 100-101. 17 Proyek Peningkatan Pondok Pesantren, Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Pola Pembelajaran Di Pesantren, 2001, hal. 4-5.14

8

2. Pesantren dalam penyelenggaraan pendidikannya menerapkan kesetaraan santrinya, tidak membedakan status dan tingkat kekayaan orang tuanya. 3. Pesantren mengemban misi menghilangkan kebodohan, khususnya tafaqquh fi al-din dan mensyiarkan agama Islam.18 Pada masa-masa berikutnya, lembaga pesantren berkembang terus dalam segi jumlah, sistem, dan materi yang diajarkan. Bahkan pada tahun 1910 beberapa pesantren mulai membuka pondok khusus untuk santri-santri wanita. Kemudian pada tahun 1920-an pesantren-pesantren di Jawa Timur mulai mengajarkan pelajaran umum seperti bahasa Indonesia, bahasa Belanda, berhitung, ilmu bumi, dan sejarah. Perubahan penting lainnya yang terjadi dalam kehidupan pesantren ialah ketika dimasukkannya sistem madrasah. Hal ini dianggap sebagai imbangan terhadap pesatnya pertumbuhan sekolah-sekolah yang memakai sitem pendidikan Barat. Dengan sistem madrasah, pesantren mencapai banyak kemajuan yang terlihat dari bertambahnya jumlah pesantren. Pada tahun 1940-an sudah terdapat beberapa pesantren yang ikut menyelenggarakan jenis-jenis sekolah agama yang dikembangkan oleh pemerintah seperti jenjang Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Pada tahun 1965, berdasarkan rumusan seminar Pondok Pesantren di Yogyakarta, disepakati perlunya memasukkan pendidikan dan pelajaran ketrampilan pada pondok pesantren. Pada masa Orde Baru, pembinaan pondok pesantren telah dilakukan oleh pemerintah melalui Proyek Pembangunan Lima Tahunan (Pelita). Sejak pelita I dana pembinaan pesantren diperoleh dari berbagai instansi terkait, dari tingkat Pemerintah Pusat sampai ke Pemerintah Daerah. Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Agama, telah berusaha ikut membantu membina dan mengembangkan pesantren.19 Pada tahun 1975 muncul gagasan baru dalam usaha penegmbangan pesantren, yaitu mendirikan pondok pesantren model baru, baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah. Akan tetapi, pondok pesantren baru ini mengalami kesulitan dalam pembinaannya karena tiadanya kyai yang kharismatik yang dapat memberikan bimbingan dan teladan kepada santri-santrinya. Sebagai institusi sosial, pesantren di Indonesia terus mengalami kemajuan dan ekspansi, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Departemen Agama pada tahun 2009 mencatat ada 21.521 pesantren dengan 3.818.469 santri. Jumlah pesantren itu naik hampir empat kali lipat dalam 20 tahun terakhir dan dua kali lipat dalam 6 tahun terakhir. Pada18 19

Ibid, hal. 7. Ensiklopedi Islam Jilid 4 NAH-SYA, Op. Cit, hal. 102.

9

tahun 1985 tercatat ada 6.239 pesantren dengan 1 juta lebih santri dan pada 2001 ada 11.312 pesantren dengan 2.737.805 santri. Ini tidak termasuk pesantren yang belum terdaftar. Pemerintah melalui Departemen Agama terus berupaya mendorong pondokpondok pesantren agar tidak hanya menjadi tempat belajar agama Islam, tapi juga menjadi agen perubahan sosial, motivator, dan aktor bagi masyarakat sekitarnya.20 Selain mengalami kemajuan dari sisi kualitas dan kuantitas, juga telah terjadi pengadopsian aspek-aspek tertentu sistem pesantren oleh lembaga-lembaga pendidikan umum. Sebagai contoh adalah pengadopsian sistem pengasramaan murid SMU unggulan yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir, walau dengan menggunakan istilah Inggris boarding school. Sistem ini tentu saja merupakan salah satu karakteristik dasar sistem pendidikan pesantren.21 Dari sumber-sumber sejarah yang penulis paparkan diatas, dapat diketahui bahwa pesantren merupakan salah satu intitusi pendidikan Islam tertua di Indonesia yang lahir dari masyarakat dan terus berkembang dari masa ke masa sampai hari ini. Lembaga pesantren selain sebagai institusi pendidikan juga telah berperan aktif dalam segala bidang kehidupan. Kehadiran pesantren dengan misi khususnya tafaqquh fi-addiin telah membawa perubahan yang sangat berarti bagi masyakat Islam Indonesia terhadap pemahaman keIslamannya, bahkan sejarah juga mencatat bahwa pendidikan pesantren telah membawa peradaban baru bagi Indonesia. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa sistem pendidikan pesantren pada saat ini telah diadopsi oleh lembaga-lembaga umum lainnya walaupun dengan menggunakan istilah yang berbeda.

C. PESANTREN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN NASIONAL Pada dasarnya fungsi utama pesantren adalah sebagai lembaga yang bertujuan mencetak muslim agar memiliki dan menguasai ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-diin) secara mendalam serta menghayati dan mengamalkannya dengan ikhlas semata-mata ditujukan untuk pengabdiannya kepada Allah SWT di dalam hidup dan kehidupannya. Dengan kata lain, pesantren memfungsikan diri sebagai lembaga yang menghasilkanWawancara dengan Dr. Chairul Fuad Yusuf, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Departemen Agama RI. Dipublikasikan dalam Ikhlas Beramal: Media Informasi Departemen Agama, Nomor 59 Th. XII Oktober 2009, hal. 31. 21 Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Kalimah, 2001) Cet. III, hal. 106-107.20

10

manusia-manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia sesuai dengan ajaran agama Islam. Fungsi utama dari pesantren ini sangat sejalan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIII Pasal 31 ayat 3 sebagai berikut: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.22 Sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga telah diatur oleh undang-undang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) tahun 2003 Bab VI Bagian kesembilan Pasal 30 ayat 2 yang berbunyi: Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.23 Menurut UU Sisdiknas ini, pesantren merupakan lembaga keagamaan yang bertujuan melahirkan pribadi yang memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Apa yang diinginkan oleh UU Sisdiknas tersebut sangat sejalan dengan apa yang telah dilakukan oleh pesantren selama ini. Selain dua undang-undang tersebut diatas, keberadaan pesantren sebagai lembaga agama dan lembaga pendidikan nasional juga dipayungi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007. Dalam peraturan tersebut, pendidikan agama diharapkan dapat menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama. Lebih khusus Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Bab III Bagian Kesatu Paragraf 3 Pasal 26 ayat 1 ini menegaskan fungsi pesantren sebagai berikut: Pesantren menyelenggarakan pendidikan dengan tujuan menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan ketrampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin) dan/atau menjadi muslim yang memiliki keterampilan/keahlian untuk membangun kehidupan yang Islami di masyarakat.24

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Sesudah Amandemen I-IV, (Surakarta: CV. SetiAji, Tanpa tahun), hal 22. 23 Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, Op. Cit, hal. 20. 24 Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, Op. Cit, hal. 241.

22

11

Berdasarkan Undang-Undang dan peraturan pemerintah, maka keberadaan pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan nasional yang lebih menitik beratkan pendidikannya pada pemahaman dan pengamalan nilai-nilai ajaran agama Islam di tengahtengah masyarakat, tidak hanya itu pendidikan agama melalui pesantren diharapkan dapat menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama khususnya di Indonesia. Dengan demikian lembaga pendidikan pesantren tidaklah berbeda dengan lembagalembaga pendidikan umum lainnya yang ada di Indonesia. Bahkan pendidikan pesantren memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan lembaga pendidikan umum, karena pendidikan pesantren akan melahirkan manusia seutuhnya, jiwa dan raganya. Hal ini karena manusia memiliki potensi-potensi yang harus dikembangkan dalam rangka menciptakan manusia seutuhnya, diantara potensi-potensi tersebut adalah: 1. Potensi nalar (kemampuan berfikir dan kreatif). 2. Potensi rasa (qolbu yang mampu menangkap dan mengekspresikan keindahan, kesopanan, keimanan, dan lain-lain). 3. Potensi hidup berbudaya (sebagai akibat dari potensi akal yang kreatif dan qolbu yang ekspresif tersebut).25 Pesantren diharapkan berperan dalam trilogy pengembangan potensi manusia tersebut secara berimbang, proporsional, sehingga akan lebih mampu melahirkan manusia yang tinggi kualitas ketaqwaannya, yang baik pemahaman agamanya, dan yang banyak memberikan kemanfaatan kepada ummatnya. Dalam prakteknya, pendidikan agama dan keagamaan termasuk pendidikan pesantren dikelola langsung oleh kementrian agama Republik Indonesia. Ada tiga kategori pendidikan yang dikelola oleh kementrian agama sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, yaitu, pendidikan agama, pendidikan keagamaan, dan pendidikan umum berciri khas agama (madarasah).26 Pertama, Pendidikan agama, adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada

Hasan, Muhammad Tholhah, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), Cet. IV, hal. 294. 26 Melanjutkan Revitalisasi Pendidikaan Yang Dikelola Depag dalam Ikhlas Beramal: Media Informasi Departemen Agama, Nomor 59 Tahun XII Oktober 2009, hal. 50.

25

12

semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.27 Pendidikan agama di sekolah-sekolah umum diberikan sesuai agama yang dianut siswa, oleh karena itu, di sekolah-sekolah umum ada guru agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Kedua, pendidikan keagamaan adalah layanan pendidikan yang diarahkan untuk mendorong siswa atau mahasiswa agar memahami lebih baik dan menguasai masalah keagamaan. Para siswa atau mahasiswa diharapkan menjadi orang yang menguasai ilmu dan ahli agama masing-masing. Khusus pendidikan keagamaan Islam diimplementasikan dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan diniyah dan pondok pesantren.28 Ketiga, pendidikan umum berciri khas agama (madrasah) adalah layanan pendidikan umum yang di dalamnya memasukkan materi pelajaran agama Islam dengan porsi yang cukup memadai. Jenis ini memang hanya ada di agama Islam dan dikenal dengan nama madrasah yang paralel dan sama persis dengan pendidikan umum. Raudhatul Athfal (RA) setara dengan Taman Kanak-Kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI) Setara dengan Sekolah Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Aliyah (MA) sejajar dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).29 Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan keagamaan Islam (diniyah dan pesantren), kementerian agama Republik Indonesia telah melaksanakan sejumlah program, antara lain: program beasiswa santri berprestasi yang tersebar di beberapa perguruan tinggi di sejumlah fakultas yang beragam, mulai dari kedokteran, teknik, ekonomi, manajemen, hingga Islamic Studies, pengembangan wawasan keputrian di pondok pesantren, pertemuan pengasuh pondok pesantren, bantuan dana bagi pendidikan diniyah dan pondok pesantren salafiyah, tahqiqul kutub, dan pondok pesantren muadalah. D. TIPOLOGI, TUJUAN DAN PRINSIP PENDIDIKAN PESANTREN Kesaktian pesantren selama ini lebih bertumpu pada kebesaran dan kualitas kyai pengasuhnya daripada kelembagaannya sendiri, yakni kyai dengan kadar keilmuannya yang luas dan dalam, kearifan wataknya yang dikagumi, sikap-laku amaliyahnya yang diteladani, keikhlasan juangnya yang dirasakan, dan penganyomannya kepada ummat setiap saat.3027

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, Op. Cit, hal. 228. 28 Melanjutkan Revitalisasi Pendidikan Yang dikelola Depag dalam Ikhlas Beramal: Media Informasi Departemen Agama, Op. Cit, hal. 51. 29 Ibid, hal. 51. 30 Hasan, Muhammad Tholchah, Diskursus Islam dan Pendidikan (Sebuah Wacana Kritis), (Jakarta: PT. Bina Wiraswasta Insan Indonesia, 2000), Cet. I, hal. 137.

13

Dalam perkembangan berikutnya, pesantren secara umum dapat diklasifikasi menjadi empat, yakni pesantren salaf atau tradisional, pesantren khalaf atau modern, pesantren dengan kombinasi, dan pesantren yang tidak lebih baik dari asrama pelajar daripada pondok yang semestinya. Sebuah pesantren disebut salaf jika dalam kegiatan pendidikannya semata-mata berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran tradisional serta belum dikombinasikan dengan pola pendidikan modern. Sedangkan pesantren khalaf atau modern adalah pesantren yang disamping tetap dilestarikannya unsur-unsur utama pesantren, memasukkan juga ke dalamnya unsur-unsur modern yang ditandai dengan sistem klasikal atau sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya. Pada pesantren ini sistem sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum digabungkan dengan pola pendidikan pesantren klasik. Dengan demikian, pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atau dipermodern pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah.31 Adapun pesantren dengan kombinasi yaitu di samping memberikan pelajaran dengan sistem pengajian, juga madrasah yang diperlengkapi dengan pengetahuan umum menurut tingkat atau jenjangnya, secara kuantitas inilah yang terbanyak. Dan klasifikasi berikutnya adalah pesantren dengan segala kegiatan dan proses yang berjalan tidak lebih baik dari asrama pelajar pada umumnya.32 Secara umum, pesantren memiliki lima elemen dasar yang merupakan kesatuan tak terpisahkan dan merupakan ciri-ciri dari pesantren itu sendiri, yaitu: 1. Pondok atau asrama tempat dimana para santri tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan kyai. 2. Masjid yang merupakan unsur dasar yang harus dimilki pesantren karena ia merupakan tempat utama yang ideal untuk mendidik dan melatih santri khususnya di dalam mengerjakan tata cara ibadah, pengajaran kitab-kitab klasik, kegiatan kemasyarakatan. 3. Pengajaran kitab-kitab klasik atau lebih dikenal dengan kitab kuning. Pada garis besarnya kitab-kitab Islam klasik yang biasa diajarkan di pesantren adalah: nahwu dan sharaf, fikih, usul fikih, hadits, tafsir, tauhid, tasawuf, tarikh, serta beberapa cabang ilmu agama yang lainnya.Proyek Peningkatan Pondok Pesantren, Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Pola Pembelajaran Di Pesantren, Op. Cit, hal. 78. 32 Arifin, Muzayyin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), Cet. III, hal. 232.31

14

4. Kyai atau pengasuh yang merupakan tokoh yang sangat menentukan dalam perjalanan sebuah pesantren, bukan hanya sosok kehadiran seorang kyai, namun yang lebih penting adalah kadar keilmuannya yang luas dan dalam, kearifan wataknya yang dikagumi, sikap-laku amaliyahnya yang diteladani, keikhlasan juangnya yang dirasakan, dan penganyomannya kepada umat setiap saat. 5. Santri yang juga merupakan tolak ukur dari maju atau mundurnya sebuah pesantren. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di pesantren didasarkan atas ajaran Islam dengan tujuan ibadah untuk mendapatkan ridha Allah SWT, sehingga ijazah tidak terlalu dipentingkan dan waktu belajarnya juga tidak dibatasi. Para santri dididik untuk menjadi mukmin sejati, yaitu manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, mempunyai integritas pribadi yang kukuh, mandiri, dan mempunyai kualitas intelektual. Setelah kembali ke kampung halamannya, seorang santri diharapkan dapat menjadi panutan dalam masyarakat, menyebarluaskan citra nilai budaya pesantrennya dengan penuh keikhlasan, dan meyiarkan dakwah Islam. Prinsip-prinsip pendidikan yang diterapkan di pesantren di antaranya adalah:33 1. Jiwa keikhlasan. 2. Kebijaksanaan. 3. Bebas terpimpin. 4. Mandiri. 5. Kebersamaan (Ukhuwah Islamiyah). 6. Hubungan guru, santri, dan masyarakat. 7. Ilmu pengetahuan diperoleh di samping dengan ketajaman akal juga sangat tergantung kepada kesucian hati dan berkah kyai. 8. Kemampuan mengatur diri sendiri. 9. Sederhana. 10. Metode pengajaran yang khas dan 11. Ibadah. 12. Fastabiqul khairat (Berlomba-lomba dalam kebaikan). 13. Tasamuh (toleransi) dan istiqomah. 14. Kebermaknaan. 15. Prasyarat.33

Ensiklopedi Islam Jilid 4 NAH-SYA, Op. Cit, hal. 103.

15

16. Memberi model. 17. Komunikasi terbuka. 18. Kebenaran. 19. Praktik aktif. 20. Praktif terbuka. 21. Mengurangi petunjuk. 22. Prinsip kondisi dan konsekuensi-konsekuensi yang menggembirakan. Adapun sistem pendekatan metodologis para pendidik di pesantren didasarkan atas disiplin ilmu sosial, sekurang-kurangnya meliputi: 1. Pendekatan psikologis, yang tekanannya diutamakan pada dorongan-dorongan yang bersifat persuasif dan motivatif. 2. Pendekatan sosio kultural, yang ditekankan pada usaha pengembangan sikap pribadi dan sosial yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. 3. Pendekatan religius, yang membawa keyakinan (akidah) dan keimanan dalam pribadi anak didik yang cenderung ke arah mendalam dan meluas. 4. Pendekatan historis, yang ditekankan pada usaha pengembangan pengetahuan, sikap, dan nilai keagamaan melalui proses kesejahteraan. 5. Pendekatan komparatif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan suatu gejala sosial keagamaan dengan hukum agama yang ditetapkan selaras dengan situasi dan zamannya. 6. Pendekatan filosofis, yaitu pendekatan yang berdasarkan tinjauan atau pandangan falsafah.34

E. TANTANGAN DAN KEKUATAN PESANTREN Pondok pesantren yang dulu termarjinalkan ternyata kini kian eksis dan banyak diminati masyarakat. Dibuktikan dengan kian berkembangnya institusi ini dan peran para alumninya yang terus mewarnai berbagai aktivitas kemasyarakatan, baik dalam ranah kepemimpinan formal maupun non-formal. Keberhasilan pesantren dalam mempertahankan eksistensinya di dunia pendidikan Islam khususnya di Indonesia tentu tidak lepas dari ujian, cobaan, dan tantangan yang dihadapi oleh lembaga ini, dulu maupun sekarang. Sebagai seorang yang pernah mengecap34

Arifin, Muzayyin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Op. Cit, hal. 250-251.

16

pendidikan pesantren dan masih bergelut dengan dunia pesantren, penulis melihat beberapa tantangan yang masih dan akan dihadapi oleh dunia pesantren di masa akan datang, diantara tantangan-tantangan itu adalah: 1. Minimnya bantuan pemerintah terhadap pondok pesantren, khususnya bantuan finansial atau dana. Sangatlah tepat pernyataan mantan menteri agama Maftuh Basyuni saat mengunjungi Banten: pondok pesantren baru sekedar dibantu dengan doa.35 Hal ini sangat berbeda dengan sekolah-sekolah negeri yang terus dibantu hingga dapat menyebar sampai ke pelosok-pelosok daerah. Kondisi ini membuat banyak pondok pesantren yang jalan di tempat alias sulit untuk maju untuk bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya. 2. Sumber Daya Manusia pesantren yang masih kurang memadai, terutama di kalangan pesantren kelas menengah ke bawah. Faktor ini membuat pesantren sulit untuk bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya. 3. Kesalahpahaman sebagian orang tua atau masyarakat terhadap dunia pesantren. Sebagian masyrakat menganggap bahwa pesantren adalah dunia wacana (kawah candradimuka) para calon ksatria yang siap untuk terjun ke masyarakat. Pemahaman ini membuat sebagian masyarakat terlalu berharap kepada pesantren dalam mencetak santri-santrinya untuk menjadi orang-orang yang berhasil, namun ketika harapan ini tidak sejalan dengan yang diinginkan, maka pesantren kembali menjadi kambing hitam. 4. Adanya kesan dalam masyarakat bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan kelas dua, sehingga pesantren hanya menjadi tempat alternatif ketika gagal untuk masuk ke lembaga pendidikan lainnya. 5. Meningkatnya kualitas dan kuantitas umat, hal ini memaksa pesantren untuk mampu menempatkan dirinya di tengah-tengah kemajuan keilmuan, teknologi, budaya, dan ekonomi yang sedang dipacu. Di lain pihak pesantren juga dihadapkan pada tugas membimbing dan mendampingi umat dalam perjalanan batinnya agar tidak larut dalam kehidupan materi. Secara internal, pesantren dituntut untuk menata daya kemampuannya dalam menangani masalah yang semakin kompleks. 6. Sejalan dengan program Negara adidaya pasca runtuhnya gedung WTC, yaitu perang terhadap terorisme di belahan bumi manapun. Khusus di Indonesia, kasus terorisme selalu dikaitkan dengan pesantren, sehingga stigma pesantren sarangHadiyyin, Ikhwan, Tantangan Pendidikan Pesantren dalam majalah Gontor: Untuk Semua Golongan, Edisi 12 Tahun IV, Rabiul Awwal 1428/April 2007, hal. 32.35

17

teroris sangat-sangat merugikan bagi masa depan dunia pesantren bahkan sampai pada titik pesantrenphobia. 7. Sulitnya membuat model pengembangan, mengingat pesantren dalam hitamputihnya lebih banyak bergantung pada kemauan pemiliknya. 8. Gencarnya program liberalisasi pesantren yang dilakukan oleh negara-negara barat dengan berbagai cara dalam rangka melemahkah pemahaman umat Islam terhadap agamanya.36 Selain ujian, cobaan, dan tantangan diatas, pesantren juga masih memiliki kekuatan yang membuat pesantren masih akan tetap bertahan sampai sekarang dan masa yang akan datang, diantara kekuatan itu adalah: 1. Mitos kebesaran pesantren belum sirna di hati masyarakat, dan kebesaran prestasi masa lalu masih menganyomi lembaga pesantren. 2. Nilai-nilai luhur yang selama ini dikembangkan pendidikan pesantren, masih mampu memberikan dukungan citra pesantren dalam kehidupan bangsa. 3. Jumlah kelembagaan yang eksis di tengah-tengah masyarakat dalam waktu yang sama, memberikan kekuatan pesantren sebagai lembaga yang akrab dan tak terpisahkan dengan kehidupan masyarakat itu sendiri. 4. Penghormatan masyarakat (umat) kepada figur ulama masih cukup tinggi, dan suara ulama sebenarnya masih didengar oleh mayoritas masyarakat dan umat. 5. Dukungan pemerintah terhadap eksistensi dan pengembangan pesantren, memberikan situasi yang kondusif (mendukung) bagi pendidikan pesantren.

BAB III PESANTREN DAN PEMBENTUKAN PERADABAN MUSLIM DI INDONESIAA. PENDIDIKAN ISLAM DAN PERADABANNYA DI INDONESIA Alex Inkeles mendeskripsikan capaian peradaban ini dengan ide manusia modern. Menurutnya, pendidikan merupakan faktor terpenting yang mencirikan manusia modern. Satu tahun pendidikan mampu menaikkan dua sampai tiga poin skala modernisasi dari nol sampai seratus. Hanya saja dalam perspektif Islam, pendidikan tidak hanya

Program Liberalisasi Pesanten dalam Suara Hidayatullah: Jaringan Masyarakat Bertauhid, Edisi 09, XX, Januari 2008 / Dzulhijjah 1428, hal. 45.

36

18

berfungsi sebgai sarana pencapaian tujuan-tujuan sosial ekonomi tetapi juga tujuan spritual manusia.37 Sejarah Indonesia telah mencatat, bahwa tegaknya peradaban Islam sangat tergantung pada kualitas pendidikannya. Tengoklah tahun 840, di masa keultanan Islam Peureulak Aceh, telah tumbuh dayah-dayah (sekolah kajian Islam). Sekolah-sekolah itu terus tumbuh hingga masa Kesultanan Samudra Pasai (1155). Pendidikan Islam di Jawa mula-mula berdiri di Demak Bintoro, berupa sebuah organisasi Bayangkare Ishlah (Angkatan Pelopor Perbaikan). Organisasi pendidikan Islam yang pertama di Nusantara ini terbentuk pada tahun 1476, di masa pemerintahan Raden Fattah.38 Dalam dokumen undang-undang Qanun Mauquta, pada masa Sultan Iskandar Muda, bisa diketahui bahwa dayah-dayah itu didirikan guna menyediakan sumberdaya manusia yang diperlukan oleh pemerintahan Islam kala itu.39 Majunya pendidikan Islam saat itu, cukup memiliki andil atas berdirinya kerajaan Islam Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa pada tahun 1500. Pada saat kekuasaan berpindah dari Demak menuju Pajang pada tahun 1575, pendidikan Islam semakin maju.40 Pada masa kolonial dan awal kemerdekaan, lembaga pendidikan Islam menjadi benteng pertahanan dan perlawanan yang efektif untuk menghadang misi Kristen yang dilancarkan penjajah. Berdirinya organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912, kemudian disusul oleh organisasi Nahdlatul Ulama (NU), Al-Irsyad Al-Islamiyyah pada tahun 1913, Persatuan Islam (Persis) pada tahun 1936, dan Persatuan Umat Islam (PUI) pada tahun 1917 serta organisasi-organisasi Islam lainnya merupakan gambaran perjuangan umat Islam Indonesia di sektor pendidikan terutama pendidikan pesantren dalam rangka perlawanan terhadap misi Kristen dan dalam rangka mengusir penjajah. Karena fakta sejarah mencatat bahwa seluruh organisasi Islam yang lahir pada masa ini berawal dari gerakan atau program pendidikan Islam. Selain di bidang pendidikan, organisasi-organisasi ini juga aktif bergerak di sektor-sektor lainnya seperti sektor politik, sosial dan kemasyarakatan. Pada masa orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto semua ormas Islam yang membawahi pesantren dan sekolah-sekolah Islam di Indonesia harus mengubah asasnya,Fatoni, Sulthan, Peradaban Islam, Desain Awal Peradaban, Konsolidasi Teologi, Konstruk Pemikiran dan Pencarian Madrasah, (Jakarta: eLSAS Jakarta, 2006), Cet. I, hal. 161. 38 Dinamika Pendidikan Islam Di Nusantara dalam Suara Hidayatullah: Jaringan Masyarakat Bertauhid, Edisi Khusus Milad 2008, hal. 40. 39 Ibid, hal. 40. 40 Ibid, hal. 40.37

19

dari Islam menjadi Pancasila. Tentu itu semua mempengaruhi cara pandang lembagalembaga pendidikan yang berada di bawah ormas-ormas Islam itu. Tragedi Tanjung Priok yang terjadi pada masa orde baru berdampak pula di dunia pendidikan Islam, antara lain berupa pelarangan pemakaian jilbab bagi pelajar putri SMP dan SMA. Berakhirnya orde baru dan kehadiran masa reformasi telah membawa berkah tersendiri bagi dunia pendidikan Islam, kran keterbukaan yang telah dibuka, menginspirasi berbagai kalangan masyarakat Islam untuk mendirikan berbagai lembaga pendidikan yang bernuansa Islam. Tidak heran lembaga pendidikan Islam pasca reformasi tumbuh bak jamur di musim hujan di semua jenjang pendidikan. Bahkan pendidikan agama, termasuk pendidikan pesantren semakin mendapat tempat setelah disahkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pada tahun 2003 yang kemudian diperkuat lagi dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007. Apabila ditinjau dari segi proses pembudayaan, maka sekurangnya-kurangnya terdapat dua alasan yang menyebabkan mengapa perkembangan agama Islam di Indonesia amat tergantung kepada lembaga pendidikan. Pertama, karena nilai ajaran agama itu sendiri sah, bersifat legal dan terbuka bagi setiap orang, serta tersusun dalam naskah tulisan yang jelas. Kedua, karena pada masa itu tidak ada lembaga sosial lainnya dalam penyebaran agama Islam di Indonesia yang lebih efektif dalam melaksanakan fungsinya.41 Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengahtengah masyarakat, sekaligus memperpadukan tiga unsur pendidikan yang amat penting, yaitu ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk penyebaran ilmu dan amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari. B. DIFINISI, CIRI DAN TOLAK UKUR PERADABAN MUSLIM Istilah peradaban sesungguhnya bisa dirunut dari asal kata adab. Dalam kitab Mujam al-Wasith disebutkan bahwa kata adab berasal dari adduba dan taddaba, yang artinya mendidik seseorang dengan akhlak yang baik. Jadi, orang yang berilmu, halus tutur katanya, berkesusastraan tinggi, disebut dengan adiib (orang yang beradab). Sebaliknya, orang yang kasar, tidak memiliki sopan santun, tidak berprikemanusiaan, disebut qaliil uladab (orang yang kurang adab atau tidak beradab).42

41

Shaleh, Abdul Rachman, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi, Op. Cit, hal. Suara Hidayatullah: Jaringan Masyarakat Bertauhid, Edisi Khusus Milad 2008, hal. 52.

222.42

20

Dalam kamus Al-Munawwir, peradaban dalam bahasa Arab diartikan sebagai alHadharah.43 Kata al-Hadharah (peradaban) memiliki lawan kata al-badawah (badwi). Kemudian kata al-hadhirah (kota) memiliki lawan kata al-badiyah (desa). Sedangkan kata al-hadhar (orang kota) adalah lawan kata dari al-badw (orang Badwi, kaum nomaden di padang pasir). Orang Badwi, dalam komunitas orang-orang Arab, dikenal bersikap keras, kasar, kaku, dan bodoh. Mereka tidak berpendidikan dan tidak bisa baca tulis.44 Imam Ibn Zaid, seorang ahli tafsir mengatakan bahwa tidak seorangpun dari Rasul yang berasal dari kalangan Badwi, hal ini karena penduduk kota (al-hadhar) lebih berpendidikan dan lebih sopan dari pada penduduk Badwi (al-badw). Bahkan, para ulama berpendapat bahwa hukum menjadi orang Badwi itu makruh. Dengan demikian jelaslah bahwa membangun manusia yang beradab bagi kaum Muslim menjadi sebuah keharusan. Berhasil tidaknya peradaban Muslim tidak hanya diukur dari kemajuan bangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta kreasi budaya yang dihasilkan oleh kaum Muslim. Jika semua itu tidak tercapai, maka umat Islam belum mencapai masa terbaiknya. Memang, di masa pemerintahan Abbasiyah pada abad ke-3 Hijriyah, kondisi umat Islam mencapai kegemilangannya. Namun, itu bukanlah sebaik-baik masa di mana peradaban Muslim tegak. Jika benar, mustahil Rasulullah SAW bersabda: sebaik-baik kurun adalah kurunku, kemudian kurun berikutnya, lalu kurun berikutnya lagi. Jadi, profil peradaban Muslim yang sesungguhnya bukan sekedar peradaban material, sebagaimana pesantren di Indonesia, yang tidak hanya diukur dengan keberadaan materi yang dimilikinya semata, namun yang lebih penting adalah sejauh mana kemampuan pesantren tersebut dalam menanamkan nilai-nilai ajaran Islam kepada para santrinya sebagai bekal terjun ke tengahtengah masyarakat untuk menjadi suri tauladan bagi masyarakat dan umatnya. Sebagaimana peradaban-peradaban lain yang pernah ada di dunia, peradaban Muslim juga memiliki beberapa ciri, yaitu: 1. Bersifat rabbani, yaitu peradaban yang dibangun berdasarkan ajaran-ajaran Allah SWT dan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Perbedaan antara peradaban rabbani dan yang lainnya adalah sisi dorongan dan motivasi. Peradaban rabbani ini didorong oleh perintah ilahi dan sasarannya untuk mencapai ridha ilahi.

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Edisi Kedua, Hal. 273. 44 Suara Hidayatullah: Jaringan Masyarakat Bertauhid, Edisi Khusus Milad 2008, hal. 52.

43

21

2. Bersifat insani, yaitu sebuah peradaban yang dibangun dengan usaha manusia, melalui kemampuan, bakat, dan kecenderungan manusia yang telah dititipkan Allah untuk memakmurkan bumi. Karena itu di dalamnya harus mengandung sifat kemuliaan manusia, yaitu keadilan, perdamaian, mengembangkan ilmu, dan menggiatkan amal usaha. 3. Bersifat duniawi, yaitu peradaban yang sasarannya untuk menguasai dunia dan hukum-hukum alam demi menggapai ridha Allah SWT. 4. Bersifat komprehensif, yaitu mencakup semua aspek kehidupan dunia yang menyentuh ekonomi, politik, akidah, ilmu pengetahuan, sosial dan lain sebagainya. Ciri-ciri dan sifat-sifat dari peradaban Muslim ini sangat searah dengan ajaran, nilai, serta jiwa yang diajarkan di dunia pesantren. Maka keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tidak dapat dipungkiri sebagai peletak dasar bagi peradaban Muslim di Indonesia. Dalam rangka membangun peradaban Muslim yang seutuhnya juga, ada bebarapa syarat atau tolak ukur yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Dibangun atas landasan penghambaan kepada Allah SWT, tunduk kepada syaratsyarat-Nya, dan memandang dunia dengan pandangan integral dan menyeluruh. 2. Memfokuskan pembangunannya sesuai dengan kesatuan jiwa, rohani, pikiran, dan perasaan, tanpa adanya pemisahan satu sama lainnya. 3. Seluruh unsur peradaban hendaknya mengarah kepada penyerahan diri kepada Allah SWT semata. Tiada suatu aktivitas pun dalam peradaban Islam kecuali bertujuan mencari ridha Allah SWT. 4. Meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT sajalah yang memberikan aturan hidup dan hukum alam. Juga Allah SWT jualah yang mengatur rahasia berdirinya berbagai peradaban, bangunnya suatu umat, dan kehancurannya. 5. Seorang Muslim bisa mengambil sarana dan menejemen dari budaya lain, tetapi tidak boleh mengambil sistem kehidupan. 6. Setiap insan dalam peradaban Islam meyakini tanggung jawab individual, komitmen moral, hari kebangkitan, hari pembalasan, dan membangun masyarakat atas dasar prinsip ini. 7. Ilmu dan teknologi adalah wasilah (alat) untuk membangun masyarakat yang terpuji yang berdiri di atas nilai-nilai Islam.

22

Dari tujuh syarat dan tolak ukur peradaban Muslim tersebut semakin memperjelas peranan pesantren dalam pembentukannya. Sejarah telah membuktikan bahwa tujuan dari pelaksanaan sistem pendidikan pesantren adalah melahirkan masyarakat Indonesia seutuhnya yang mampu mengemban tujuh tolak ukur peradaban Muslim tersebut. C. MEMBANGUN MASYARAKAT MUSLIM INDONESIA MELALUI PESANTREN Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren diharapkan dapat membangun masyrakat Muslim di Indonesia secara menyeluruh, baik aspek duniawi maupun ukhrowi. Tabel berikut ini adalah gambaran masyarakat Muslim Indonesia yang ingin dibangun oleh pendidikan pesantren dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai baldatun thayyibatun wa robbun ghofuur. N O MASYARAKAT MUSLIM INDONESIA YANG DICITA-CITAKAN Masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dinamis, moralis serta pancasialis yang memiliki cita1 cita dan harapan masa depan. Sehingga tercipta masyarakat yang damai, tentram, hubungan antar etnis yang selaras, dan terintegrasi secara territorial. Masyarakat yang demokratis dan beradab yang menghargai adanya perbedaan pendapat 2 serta ikut berperan dalam kegiatan pembangunan yang dihajatkan dan mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi, kelompok/golongan. Masyarakat yang mengakui hak-hak asasi 3 manusia sebagaimana yang digariskan dalam UUD 1945 serta mengakui nilai-nilai universal. LANGKAH PESANTREN DALAM PEMBENTUKANNYA Menanamkan nilai-nilai keimanan serta akidah yang kokoh, nilai-nilai persatuan nasional (ukhuwwah wathaniyah) serta jiwa-jiwa perjuangan hidup dalam rangka menatap masa depan yang lebih baik. Menanamkan nilai-nilai tasamuh (toleransi) serta ukhuwwah (persaudaraan) sebagaimana yang sudah menjadi prinsip dari pendidikan pesantren selama ini.

23

Masyarakat yang tertib, sadar hukum, memiliki rasa malu dan mengedepankan 4 keteladanan.

Menanamkan nilai taat kepada Allah SWT, Rasulullah SAW sebagai suri tauladan, pemimpin (ulul amri) dan hukum yang sah yang ditetapkan oleh para pemimpin tersebut. Diantara prinsip pendidikan pesantren adalah mandiri, praktik aktif dan terbuka serta menanamkan jiwa fastabiqul khairaat (Berlombalomba dalam kebaikan) termasuk berlomba-lomba dalam menguasai ilmu dan tekhnologi dalam rangka mencapai kebaikan. Menanamkan nilai-nilai ukhuwah Islamiyah yang tidak dibatasi oleh territorial. Prinsip fastabiqul khairaat merupakan modal awal dari semangat kompetitif dalam suasana kooperatif.

Masyarakat yang percaya diri sendiri, memiliki kemandirian, kreatif terhadap pemecahan masalah yang dihadapi, dan 5 berorientasi kepada penguasaan ilmu dan tekhnologi.

Masyarakat baru sebagai bagian dari masyarakat global yang memiliki semangat kompetitif dalam suasana kooperatif, penuh 6 persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain dengan semangat kemanusiaan secara universal. Dengan demikian akan tumbuh solidaritas antarbangsa dan antargenerasi. Masyarakat yang beradab yang menjunjung tinggi nilai-nilai budi luhur, moral dan akhlak yang telah mengakar dalam tatanan masyarakat Indonesia, diantaranya adalah: 7 Nilai silaturrahim, persaudaraan, persamaan, adil, baik, rendah hati, tepat, lapang dada, dapat dipercaya, harga diri, hemat dan dermawan.

Semua nilai-nilai dan adab ini adalah merupakan ajaran Islam yang merupakan pokok kajian bagi dunia pesantren sejak awal sejarah berdirinya sampai saat ini. Oleh karena itu penanaman nilai-nilai ini di pesantern bukan sekedar teori belaka, namun merupakan sikap, prilaku serta ruh dan jiwanya pendidikan pesantren. Islam melalui institusi pesantren mengajarkan umatnya untuk belajar tanpa ada batas waktu, tempat dan

8

Masyarakat belajar yang tumbuh dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Masyarakat belajar ini45

Al-Quran dan terjemahnya, hadiah dari Khadim al-Haramain asy-Syarifain Raja Fahd ibn Abd al-Aziz Al-Saud, hal 847.

24

menempatkan pendidikan sebagai proses yang ruang. Bahkan wahyu pertama yang berlangsung sepanjang hayat yang tidak terikat oleh dimensi ruang dan kelembagaan dan dapat berlangsung dimana dan kapan saja.46 Itulah gambaran masyarakat Muslim Indonesia yang dicita-citakan, serta langkahlangkah yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh pesantren selama ini dalam rangka menegakkan peradaban Muslim di Indonesia. Tabel diatas menunjukkan bahwa pendidikan pesantren bukan hanya sekedar memiliki konsep bagi peradaban Muslim, tapi telah berjuang dan berbuat untuk membangun peradaban itu dari masa ke masa. D. PENGHAMBAT BANGKITNYA PERADABAN MUSLIM INDONESIA Pertanyaan besar berikutnya adalah, mengapa peradaban Muslim Indonesia tidak kunjung bangkit? Sedangkan pesantren telah berjuang dan berbuat banyak untuk membangun peradaban itu. Bahkan sejarah mencatat bahwa perjuangan tersebut telah dimulai sejak abad ke - 15 dan 16. Ada apa dengan peradaban Muslim Indonesia yang sampai saat ini tak kunjung bangkit, bahkan menunjukkan kondisi sebaliknya. Menurut Bachtiar Nasir, seorang cendikiawan lulusan Universitas Islam Madinah dan Direktur Ar-Rahman Quran Learning Center mengatakan, bahwa jika bangunan peradaban dibuat sebuah piramida., maka bangunan tersebut dari sekumpulan kebudayaan (culture), sedangkan kebudayaan-kebudayaan tersebut sesungguhnya adalah sekumpulan tradisi, selanjutnya tradisi-tradisi itu merupakan himpunan kebiasaan-kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan umat Islam saat ini banyak didominasi oleh hawa nafsu. Akibatnya, peradaban Muslim banyak tersendera oleh kapitalisme dan hedonisme yang tidak berakar pada tauhid.47 Padahal peradaban Muslim harus mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat, yakni berakar pada tauhid dan bukan pada hal-hal lainnya apalagi yang bersifat materi semata. Di sisi lain, dunia Islam termasuk Muslim Indonesia berbeda-beda dalam memulai titik tolak kebangkitan peradaban Islam, sebagian Muslim memulainya dari menghidupkan diturunkan adalah perintah untuk membaca yang juga berarti belajar.

Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani Kelompok Pendidikan dan Pengembangan SDM, Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), Cet. II, hal. 31. 47 Suara Hidayatullah: Jaringan Masyarakat Bertauhid, Edisi Khusus Milad 2008, hal. 66.

46

25

kajian tentang warisan ilmu pengetahuan umat Islam, sedangkan sebagian lain memulai dengan gagasan islamisasi ilmu pengetahuan dengan argumennya masing-masing. Zuhairi Misrawi, seorang cendikiawan muda NU berpendapat, bahwa salah satu tantangan kebangkitan peradaban Muslim saat ini adalah imperialisme dan kolonialisme oleh negara-negara barat yang tidak ingin adanya kebangkitan Muslim di muka bumi termasuk di Indonesia. Selain dua pendapat cendikiawan diatas, menurut penulis, internal Muslim Indonesia yang sulit untuk bersatu dan duduk bersama merupakan faktor utama bagi terhambat bangkitnya peradaban Muslim Indonesia. Muslim Indonesia lebih mudah saling menghujat dan mencela sesama Muslim ketika keliru, sebaliknya, mereka lebih mudah bersikap santun dan penuh etika ketika mengkritik non-Muslim yang kadang jelas-jelas memusuhi Islam dan kaum muslimin. Faktor lain penghambat bangkitnya peradaban Muslim adalah terjadinya banyak tahrif (penyimpangan), tasywih (pengaburan), dan tadhlil (penyesatan) terhadap ajaranajaran Islam yang membuat kaum muslimin semakin disibukkan oleh urusan internal yang tak kunjung berakhir. Dengan adanya faktor-faktor penghambat ini, maka tugas pesantren sebagai pembangkit peradaban Muslim semakin berat, namun dengan pengalaman perjuangan yang panjang, penulis yakin pesantren mampu menghadapi itu semua dan peradaban Muslim di Indonesia secara perlahan akan bangkit.

BAB IV PENUTUP DAN SARANA. PENUTUP Lembaga pendidikan Islam pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang telah memainkan peran dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan melestarikan pemeliharaan etika dan moralitas bangsa. Bahkan telah ikut membangun peradaban Islam di bumi nusantara, sejarah juga mencatat bahwa keberadaannya telah menjadi pusat kajian ilmu-ilmu agama Islam, pusat dakwah dan benteng aqidah umat, bahkan pernah membuktikan dirinya sebagai pelopor pergerakan kemerdekaan, pengawal budaya bangsa, serta penggerak ekonomi kerakyatan. Hal ini dimungkinkan karena sebagai institusi pendidikan ia tidak hanya menekankan kepada penguasaan pengetahuan sematamata, tetapi lebih jauh menekankan kepada pembinaan sikap dan prilaku moral yang

26

tinggi. Dalam perkembangan selanjutnya, pesantren telah berhasil menciptakan kader bangsa yang beriman dan bertaqwa, berakhlak, cakap, dan terampil bekerja. Sebagai lembaga pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan imbang antara ilmu pengetahuan dan agama, pesantren dapat dikembangkan sebagai pendidikan alternatif bagi pendidikan nasional di masa datang. Masalahnya sekarang, sejauh mana tekad umat Islam dan pemerintah untuk mengembangkan lemabaga pendidikan Islam ini. Reformasi pendidikan di Indonesia memang benar-benar terasa sangat mendasar sejak berlakunya UU Sisdiknas tahun 2003, yang implementasi praktis baru dimulai pada tahun 2004, termasuk bagi pendidikan Islam. Keluarnya PP No. 55/2007 mengandung dua implikasi besar. Pertama, pengakuan terhadap kedudukan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Kedua, sebagai tindak lanjut setelah diakui, adalah bagaimana pemerintah memberikan bantuan anggaran sebesar-besarnya bagi pesantren, karena sudah menjadi bagian dari sisdiknas, agar program pemberdayaan pendidikan agama dan keagamaan bisa memadai. Masyarakat yang dicita-citakan oleh peradaban Muslim adalah masyarakat yang dinamis, digerakkan oleh nilai-nilai moral, dibimbing oleh pengetahuan, ditata oleh hukum, dan dipercantik oleh nilai-nilai kesenian. Singkatnya, masyarakat yang dicitacitakan adalah komunitas yang beradab, yang memiliki landasan nilai dan pengetahuan. Langkah-langkah yang diambil untuk mencapai tujuan tersebut jelas bervariasi dan yang paling penting adalah rekonsrtuksi pemikiran, budaya, moral dan pola hidup. Untuk itu dibutuhkan sebuah proses pendidikan yang menyeluruh dan berkesinambungan, proses inilah yang sudah, sedang dan masih terus dilakukan oleh lembaga pendidikan pesantren. Yaitu proses mengubah umat dari masyarakat tidak berpengetahuan menjadi masyarakat yang berpengetahuan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari akarnya, yaitu tauhid. Sebagai lembaga yang telah berjuang dan berbuat untuk membangun peradaban Muslim di Indonesia pesantren diharapkan dapat menjadi rahim bagi lahirnya masyarakat Muslim di Indonesia yang kaffah, baik aspek duniawi maupun ukhrowi. Namun demikian, hambatan dan tantangan bagi tegaknya peradaban Muslim di Indonesia masih tetap ada, untuk itu umat Islam Indonesia dengan lembaga pesantrennya harus tetap istiqomah dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan jiwa-jiwa kepesantrenannya agar cita-cita menjadikan pesantren sebagai pusat peradaban baru Muslim Indonesia bisa dicapai.

27

B.

SARAN Dalam rangka peningkatan mutu serta kualitas pendidikan pesantren, khusus dalam menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pesantren, sebagaimana yang penulis paparkan pada bab sebelumnya, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pesantren diharapkan untuk bisa lebih mandiri dalam segala hal, terutama dalam masalah finansial. Sebagaimana yang penulis paparkan, bahwa pemerintah belum sepenuhnya mampu untuk memberi anggaran yang seimbang antara lembaga pendidikan negeri dan swasta termasuk di dalamnya lembaga pesantren, walaupun keberadaannya sudah legal menurut UU Sisdiknas. Dengan kemandirian di bidang ekonomi, maka pesantren akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan sehingga lulusan pesantren betul-betul bisa bersaing dengan lulusan manapun. Dengan adanya kemandirian di bidang ekonomi, maka SDM yang ada di pesantren pun bisa ditingkatkan. Sudah banyak contoh-contoh pesantren yang karena kekuatan ekonominya mampu melahirkan manusia-manusia yang handal dan siap terjun ke tengah-tengah masyarakat dengan bekal yang didapatkan dari lembaga pesantren tersebut. Selain itu, pemerintah sebagai pengelola Negara tidak boleh menutup mata terhadap keberadaan ribuan pesantren yang tersebar di seluruh nusantara, mengingat lembaga inipun sudah mendapat payung hukum berupa UU mapun PP. Pemerintah tidak bisa menganggap lembaga ini sebelah mata, apalagi menganggapnya sebagai lembaga kelas dua. 2. Meluruskan pemahaman masyarakat terhadap fungsi pesantren, bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang setara dengan lembaga pendidikan lainnya dan telah mendapat payung hukum yang sah dari pemerintah. Maka, pesantren bukanlah lembaga kelas dua yang hanya dipandang sebagai lembaga alternatif belaka. Lebih dari itu, pesantren bukanlah sebagai lembaga pendidikan serba bisa dan harus bisa seperti yang diinginkan. Berhasil atau tidaknya proses pendidikan di pesantren juga tergantung pada kualitas input yang akan digembleng di lembaga ini. 3. Pesantren sebagai lembaga pendidikan harus terus meningkatkan kulitas outputnya mengingat kuantitas, kualitas, dan permasalahan umat Islam Indonesia pun semakin kompleks dan dunia pesantren dituntut untuk mampu mengimbangi itu semua. Jika tidak, maka kepercayaan masyarakat terhadap pesantren akan berkurang dengan sendirinya. Untuk itu, pesantren dituntut untuk selalu mampu mengikuti perubahan

28

yang terjadi dalam masyarakat dan menyeimbangkan wawasan keilmuannya antara yang normative-formalis dengan operatif-rasionalis dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai, ajaran-ajaran, jiwa, serta prinsip-prinsip pesantren. 4. Pesantren dan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk membersihkan stigma pesantren sebagai produsen teroris di hadapan masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia umumnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa ada diantara alumni pesantren yang terlibat dalam kegiatan terror, tapi bukan berarti pesantren sebagai lembaga harus bertanggung jawab, karena itu adalah prilaku individu dan bukan ajaran pesantren. 5. Pesantren harus mampu membebaskan diri serta menjadi benteng dari segala macam bentuk penyimpangan (tahrif), pengaburan (tashwih), dan penyesatan (tadhlil) terhadap ajaran Islam. Pesantren harus mampu menjadi benteng pertahanan bagi kemurnian ajaran Islam dan bukan sebaliknya. 6. Pesantren sebagai miniatur bangsa, harus berani mereformulasi sistem pendidikan dan pembelajarannya. Artinya, harus terus mengadakan loncatan-loncatan pembaharuan ke depan bagi sistem pendidikan pesantren. Sehingga kontribusi pesantren terhadap peradaban bangsa ini akan terus berjalan cepat dan all out dalam menciptakan keshalihan ritual, sosial, dan professional masyarakat. Sudah saatnya output pesantren tidak hanya mengidealisasi diri menjadi orang yang shaleh (insan moral dan sosial), tapi juga menjadi fasilitator masyarakat dalam kapasitas yang lebih luas (insan budaya) dan menjadi penerus keilmuan yang utuh (insan ilmu). 7. Sudah saatnya pesantren diharapkan dapat memberi educational advocacy, advokasi kemasyarakatan dan mental skill. Diharapkan para alumni pesantren tidak apatis dan skeptis hanya karena tidak dapat bersaing dengan lulusan lembaga pendidikan lain. Wallahu alamu bish-shawab.